11-Article Text-58-2-10-20200704
11-Article Text-58-2-10-20200704
E-ISSN: 2720-9717
Volume 1, Nomor 2, 2020
ECOTAS
http://journals.ecotas.org/index.php/ems
Abstrak
Kata Kunci: Secara global, hingga kini upaya untuk mengatasi permasalahan sosial-
Ekologi manusia, ekonomi dengan lingkungan selalu dikaitkan melalui Sustainable
kemiskinan, Development Goals (SDGs). Namun, di dalamnya sendiri ada masalah
Sustainable kemiskinan sebagai hal utama yang harus dianalisis untuk perencanaan
Development Goals pembangunan ke depannya secara holistik. Kajian ini dengan menggunakan
(SDGs) alat analisis three divides, iceberg model, dan systems theory melalui
pendekatan kualitatif harus bisa mendeskripsikan fenomena kemiskinan
dalam SDGs ini. Hasilnya; ketiga alat analisis tersebut memiliki poin utama
masing-masing yang menjelaskan fenomena kemiskinan dalam SDGs
sesuai porsinya masing-masing.
Abstract
Keywords: Globally, efforts to address socio-economic and environmental problems
Human ecology, have always been linked through Sustainable Development Goals (SDGs).
poverty, Sustainable However, within itself there is the problem of poverty as the main thing that
Development Goals must be analyzed for future development planning holistically. This study
(SDGs) using three divides analysis tools, the Iceberg model, and systems theory
through a qualitative approach must be able to describe the phenomenon of
poverty in these SDGs. The result; the three analysis tools have their main
points that explain the phenomenon of poverty in the SDGs according to
their respective portions.
*
Penulis koresponden: faizdwiki@apps.ipb.ac.id
12
Sisi Masalah Dwiki Faiz Sarvianto
membentuk sebuah ketimpangan pula dalam kerja yang dimulai tahun 2015 hingga
kesejahteraan dan penggunaan sumber daya diproyeksikan tujuh belas tujuannya tercapai
alam pada masyarakat miskin atau belum pada tahun 2030 di masa yang akan datang.
sejahtera. Setara dengan pernyataan tersebut, Ketujuhbelas tujuan tersebut dapat dikatakan
Wahyuni dan Rusli (2007:358) menjelaskan sebagai pengentasan masalah yang
bahwa ada keterkaitan adanya pertambahan menyelimuti penduduk di seluruh negara, baik
penduduk dengan dominansi pihak yang negara berkembang ataupun negara miskin,
menggunakan lingkungan secara berlebih intinya keseluruhan tersebut bersifat holistik
mampu menyebabkan kesenjangan pendapatan dan seperti terikat satu sama lain. Selain itu,
yang diperoleh masyarakat. Hal ini dapat konteks permasalahannya pun berbagai dan
diilustrasikan sebagai pertambahan penduduk lintas bidang ada sebagai tujuan pembangunan
yang semakin banyak namun ruang untuk dunia yang berkelanjutan. Singkatnya, menurut
penghidupan semakin kecil, atau bahkan bila United Nations (2019) pada websitenya, SDGs
ada pasti hanya berupah kecil. adalah:
Tak hanya variabel penggunaan
“…At its heart are the 17 Sustainable
lingkungan yang utama. Wahyuni dan Rusli
Development Goals (SDGs), which are an
(2007:356) berpendapat bahwa dengan
urgent call for action by all countries-
menggunakan pendekatan sistem, dapat
developed and developing-in a global
dikatakan sistem penduduk bersama dengan
partnership. They recognize that ending
sistem lain pasti saling berhubungan
poverty and other deprivations must go hand-
berpengaruh dan menentukan tingkat
in-hand with strategies that improve health
kesejahteraan penduduk yang dicapai.
and education, reduce inequality, and spur
Singkatnya konteks tersebut menjelaskan
economic growth-all while tackling climate
bahwa terdapat hubungan kausalitas yang
change and working to preserve our oceans
bersifat domino dari sistem kependudukan atau
and forests…”
lingkungan pada sistem lain.
Dewasa kini, ruang untuk mencari Bila ditinjau dari tujuan yang
pendapatan semakin kecil dengan adanya diharapkan adanya SDGs seperti yang sudah
permasalahan lingkungan-penduduk sehingga dibahas, pasti terdapat masalah yang memang
menimbulkan kemiskinan. Pendapatan yang menjadi fokus utama, seperti kemiskinan.
diperoleh pun mampu menyebabkan pula pola Kemiskinan diasumsikan menjadi tidak ada
kegiatan terkait konsumsi dan pembuangan lagi dengan adanya SDGs yang mampu
limbah sumber daya yang digunakan. Pada mengakhirinya melalui segala pembangunan,
masyarakat dengan pendapatan rendah akan hal tersebut terlihat dalam kalimat “that ending
menekan lingkungan sebagai tempat poverty”. Masalah kemiskinan dipandang
pembuangan limbah sehingga menyebabkan sebagai masalah yang cukup sulit dipecahkan
kekumuhan, sedangkan masyarakat pendapatan dalam masyarakat, terbukti juga bahwa hal
tinggi mampu mengatasi hal itu namun tersebut dicantumkan oleh United Nations pada
konsumsi energinya dilakukan secara nomor satu; terlepas dari indikator apapun
berlebihan karena kemampuannya (Hunter untuk mengurutkan tujuh belas program
2000:33). Konteks kesetaraan dalam tersebut.
pendapatan dan kesejahteraan sebenarnya harus Bertemakan keberlanjutan, SDGs
terbangun untuk menjadi fokus dalam mencoba menghubungkan pembangunan yang
mengatasi hal tersebut. Tujuan terciptanya adil dan tidak merugikan siapapun, baik
kesejahteraan, salah satunya dari segi lingkungan maupun penduduk. Hubungan
pendapatan adalah agar terwujudnya paradigma lingkungan dengan penduduk pun menurut
untuk menjaga lingkungan bersamaan dengan Marten (2001:1) dapat dipelajari sebagai
pemenuhan kebutuhan masyarakat yang sebuah ilmu yang disebut ekologi. Ekologi di
berkelanjutan. dalamnya mengandung semua organisme yang
Salah satu upaya masyarakat dunia terdapat pada sebuah lingkungan, baik
melalui lembaganya yakni Perserikatan manusia, tumbuhan, hewan, maupun organisme
Bangsa-Bangsa (United Nations) untuk abiotik yang menurutnya disebut sebagai
mengentaskan permasalahan yang ada melalui ekosistem. Ekosistem di dunia ini tak berdiri
program Sustainable Development Goals sendiri dan mengatur sistemnya secara mandiri,
(SDGs). SDGs dilakukan sebagai program di samping ekosistem, terdapat sistem sosial
13
EMS 1-2-2020
yang menjadi penyeimbang/sandingan dari tools analisis dari tiga jurang ketimpangan itu
ekosistem tersebut. Sistem sosial tergabung sendiri. Scharmer Otto dan Kaufer Katrin
dalam sebuah konsep yang di dalamnya (2013) membagi atas tiga ketimpangan yang
terdapat variabel hasil karya/kegiatan manusia terjadi: (1) Ketimpangan ekologi (self ≠
sebagai makhluk hidup, seperti teknologi, nature); (2) Ketimpangan sosial (self ≠ other);
populasi, nilai, organisasi sosial, dan dan (3) Ketimpangan spiritual (self ≠ self).
pengetahuan yang mampu memengaruhi Masing-masing ketimpangan memiliki kasus
ekosistem sebagai sebuah energi, material, dan dan karakteristik yang berbeda satu sama lain.
informasi (Marten 2001:3). Hal tersebut yang Pertama, ketimpangan ekologi (self ≠ earth)
kemudian lebih lanjut disebut oleh dirinya menurutnya merupakan fenomena yang terjadi
sebagai ekologi manusia. Masalah bila manusia terus melakukan degradasi pada
pembangunan dari latar belakang munculnya lingkungan dengan skala yang masif. Selain
program SDGs bila ditelaah secara rinci itu, kegunaan dan daya lingkungan tidak dapat
mencakup keterkaitan antara sistem sosial lagi dijadikan sumber daya dukungan untuk
dengan ekosistem yang ada (ekologi manusia), generasi berikutnya (masa depan). Pangan juga
utamanya dari segi kemiskinan yang berakibat tak dapat dihasilkan untuk terus memenuhi
fatal pada kerusakan lingkungan. Oleh karena kebutuhan masyarakat manakala ketimpangan
itu, cukup penting untuk menganalisis lebih ini terjadi. Kepedulian akan lingkungan
jauh keterkaitan yang terjadi dalam masalah menjadi berkurang apalagi untuk
SDGs ini, terutama soal kemiskinan di dalam melestarikannya dan menyeimbangkan
program pembangunan keberlanjutan SDGs itu kegiatannya pada lingkungan yang terus-
sendiri. menerus ditekan. Kasus-kasus yang dijelaskan
oleh Scharmer, intinya lebih cenderung kepada
2 METODE PENELITIAN krisis yang bersifat rusaknya lingkungan,
seperti banjir, kebakaran hutan, dan
Kajian ini mengambil masalah-masalah pencemaran lingkungan (udara, air, dan tanah).
yang ada pada SDGs untuk dikembangkan dan Kedua, berbeda dengan ketimpangan
dianalisis. Adapun yang menjadi persoalan sosial, menurut Scharmer dan Kaufer (2013)
utama di dalamnya yakni mengenai terjadi ketika di antara manusia terjadi
kemiskinan. Hal tersebut dikarenakan perbedaan akses dan hasil yang didapatkan
banyaknya penekanan yang terjadi pada untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
lingkungan beranjak dari kemiskinan tersebut. Akses dan hasil ini diasumsikan sebagai
Selain itu, diakui juga bahwa kemiskinan ini ekonomi yang harus didapatkan oleh manusia
juga menjadi persoalan nomor satu dalam sebagaimanapun. Dengan begitu, tak heran bila
SDGs yang dapat diasumsikan menjadi akar sosial-ekonomi tak dipisahkan oleh Scharmer.
permasalahan manusia-lingkungan. Lebih lanjut, dirinya menjelaskan, ketimpangan
Kajian ini menggunakan pendekatan ini terjadi saat antar individu mementingkan
kualitatif di dalamnya dengan metode studi keuntungannya sendiri, namun tidak berbagi
pustaka untuk disintesakan menjadi temuan kepada sesamanya. Contoh kasus yang
baru dalam konteks masalah SDGs ini. Scharmer berikan yakni adanya ketimpangan di
Permasalahan dari SDGs sendiri dalam kajian dunia bahwa satu persen individu yang
ini akan dianalisis menggunakan tiga alat memiliki kekayaan terbesar mampu menguasai
analisis: three divides, iceberg model, dan sembilan puluh persen akses dan sumber daya
systems theory. Adapun data-data maupun di dunia ini.
penelitian empiris lainnya bersumber sebagai Pada konteks ketimpangan spiritual,
data sekunder yang didapat dari jurnal dan manusia diasumsikan sebagai makhluk yang
buku. kehilangan sifat manusiawinya. Kesadaran
3 HASIL DAN PEMBAHASAN akan dirinya untuk bertindak positif tidak
timbul dalam ketimpangan spiritual. Menurut
3.1 Masalah pada SDGs melalui Analisis Scharmer, jurang ini membuat banyak manusia
Three Divides kehilangan arah dan mengalami depresi akibat
lingkungan luar maupun lemahnya dukungan
Sebelum dilakukan analisis pada dari dalam diri. Sebagai individu, dirinya
Sustainable Development Goals (SDGs), lebih kurang mengetahui jati diri dan hakikinya bila
baiknya dijelaskan terlebih dahulu mengenai manusia harus tidak individualis, ber-ego
14
Sisi Masalah Dwiki Faiz Sarvianto
rendah, dan tidak membuat kerusakan pada lingkungan yang berkelanjutan dengan manusia
apapun. sebagai penduduknya mesti diupayakan agar
Setelah dijabarkan, masalah dari SDGs sistemnya seimbang. Rata-rata kasus masalah
dapat diidentifikasikan masuk klasifikasi yang ada, pembangunan lingkungan tak
jurang ketimpangan berbentuk apa kasusnya. memedulikan manusianya, atau bahkan
Hal ini seperti yang tertera dalam gambar sebaliknya. Masalah tersebut dapat
berikut. dicontohkan oleh kasus yang terjadi di
Indonesia melalui riset Pratiwi (2008:106).
Pratiwi (2008) menyatakan bahwa secara
umum dalam beberapa dasawarsa terakhir
Indonesia terus melaksanakan pembangunan,
namun seiring banyaknya masalah juga,
menyebabkan pembangunan seperti sia-sia dan
tidak berlanjut. Dirinya menyebutkan bahwa
secara umum permasalahan lingkungan hidup
di Indonesia terdapat lima pokok hal:
pencemaran, pemanfaatan alam secara tidak
terkendali, kepadatan penduduk, menurunnya
populasi fauna, dan ketidakseimbangan
Gambar 1. Masalah dalam SDGs terbagi atas ekosistem-ekosistem. Atas pernyataan Pratiwi
ketimpangan (Scharmer dan Kaufer 2013) (2008) pula bila masalah lingkungan hidup di
Indonesia belum selesai untuk mengatasinya.
Jurang ketimpangan ekologi yang
Konsep keberlanjutan yang sebagaimana mesti
selama ini terjadi tidak bisa dipisahkan antara
dapat digunakan secara baik pada masa depan
manusia dengan lingkungan. Permasalahan
(untuk generasi mendatang) tidak akan pernah
mengenai lingkungan kini begitu besar karena
terwujud bila masyarakatnya melakukan
adanya pencemaran dimanapun. Meskipun
konsumsi terus-menerus tanpa memerhatikan
masih ada daerah yang belum terkena
lingkungan yang ada. Secara garis besar pun,
pencemaran, namun tak dipungkiri lagi bila
lingkungan tidak dapat mengimbangi
nantinya akan terkena pencemaran akibat
pertumbuhan masyarakat yang begitu pesat,
aktifitas manusia. Bila dikaitkan dan dianalisis
baik secara kuantitas maupun kualitas.
pada konteks masalah yang ada dalam
Masalah pembangunan yang terjadi
Sustainable Development Goals (SDGs),
pada tujuan dua belas (12) konteksnya tentang
jurang ketimpangan ekologi masuk pada
produk konsumsi yang digunakan oleh
masalah tujuan: 11, 12, 13, 14, 15. Hal tersebut
masyarakat. Hal tersebut secara terus-menerus
dikarenakan permasalahan yang menjadi latar
menimbulkan masalah pada lingkungan secara
belakang munculnya tujuan-tujuan itu sangat
luas, contoh kasusnya seperti di Indonesia.
berkaitan erat dengan lingkungan dan
Adanya tujuan tersebut, diharapkan konsumsi
ekosistem yang ada (ekologi). Sesuai dengan
yang dilakukan masyarakat mampu menurun
pernyataan Scharmer dan Kaufer (2013) bahwa
dengan penggunaan energi yang begitu efisien
ketimpangan ekologi (self ≠ earth) merupakan
dan efektif. Konsumsi yang begitu besar
fenomena yang terjadi bila manusia terus
mampu menyebabkan sampah atau buangan
melakukan degradasi pada lingkungan dengan
energi yang sia-sia. Menurut data Statistik
skala yang masif sehingga menimbulkan
Lingkungan Hidup Indonesia yang dikeluarkan
kerusakan. Kepedulian akan lingkungan
Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2018,
menjadi berkurang apalagi untuk
data tersebut menyebutkan bahwa saat tahun
melestarikannya dan menyeimbangkan
2016 jumlah timbunan sampah di Indonesia
kegiatannya pada lingkungan yang terus-
mencapai 65.200.000 ton per tahun dengan
menerus ditekan.
penduduk sebanyak 261.115.456 orang. Hal itu
Konteks yang terjadi pada masalah
mengindikasikan sangat banyak sampah yang
pembangunan tujuan sebelas (11) yakni
dibuang setiap orangnya per tahun. Jumlah
ketidakberlanjutannya pembangunan
tersebut belum lagi dikategorikan ke dalam
masyarakat dengan lingkungan sekitarnya
jenis/bahan sampah yang terbuang ke air
sebagai tempat tinggal masih terjadi.
(sungai)/laut, seperti bahan plastik. Jenis
Berdasarkan tujuan sebelas (11), pembangunan
sampah berbahan plastik yang sulit terurai bila
15
EMS 1-2-2020
16
Sisi Masalah Dwiki Faiz Sarvianto
17
EMS 1-2-2020
18
Sisi Masalah Dwiki Faiz Sarvianto
19
EMS 1-2-2020
Pada pernyataan Meadows tersebut dari kemiskinan. Tetapi, cara itu bisa terjadi
(2008:11), terdapat tiga kata kunci yang bila upah yang dibayarkan pun mencukupi
menjadi poin untuk dikembangkan sebagai kebutuhan sehari-hari. Hal itu bisa
systems theory. Ketiga kata tersebut adalah dipermasalahkan lantaran ditemukan juga oleh
elemen, keterhubungan satu sama lain, dan BPS (2019) yang menyebutkan bila di
tujuan/ fungsi agar mencapai kebutuhan yang Indonesia ini terdapat 7 dari 17 kategori
diinginkan. Bila dikaitkan dengan realitas yang lapangan pekerjaan dengan rata-rata upah
ada terkait permasalahan kemiskinan di buruh lebih rendah daripada rata-rata upah
Indonesia dan masalah pembangunan pada buruh nasional. Padahal bila dikaitkan dengan
SDGs, kemiskinan dapat dikategorikan sebagai teori Marx, upah buruh dalam konteks tersebut
masalah yang urgent karena belum bisa bisa menyiptakan ketimpangan kelas terus-
diselesaikan hingga kini. menerus dan menyebabkan buruh masuk ke
Adanya systems theory dinilai jurang kategori miskin yang dalam.
Meadows mampu menembus/memperluas Terakhir sebagai elemen ketiga yang
sudut pandang yang ada pada suatu masalah dipilih, yakni tentang kesehatan, dimana hal ini
untuk membuat suatu solusi yang turut menjadi elemen penting sebagai dampak
memungkinkan dilakukan. Pada analisis adanya kemiskinan. Di Indonesia, masalah
menggunakan systems theory terkait kesehatan turut menyelimuti orang-orang
permasalahan kemiskinan, penulis mengambil miskin di berbagai daerah. Data BPS
elemen yang urgent di Indonesia, hal ini menyebutkan setiap tahunnya dari 2011 hingga
mengaitkan kemiskinan dengan pendidikan, 2018, keluhan kesehatan pada masyarakat
ketenagakerjaan, dan kesehatan. Ketiga elemen Indonesia mengalami peningkatan terus-
tersebut didasarkan atas keselarasan indikator menerus. Walaupun keluhan kesehatan tak
BPS dengan tujuan pembangunan yang ada semuanya dialami oleh masyarakat miskin,
pada program kerja SDGs terkait pengentasan namun, perbaikan kesehatan masyarakat dapat
masalah kemiskinan di Indonoesia. Selain itu, membuat kemiskinan masyarakat menjadi
yang diambil hanya ketiga indikator ini karena menurun, itu yang terpenting.
mengingat keterbatasan waktu yang digunakan Keterhubungan menjadi kata kunci
dalam menulis makalah ini. Oleh karena itu, dalam systems theory yang disebutkan
sangat ditekankan bila tidak menutup Meadows untuk menganalisis masalah
kemungkinan adanya elemen lain yang terikat/ kemiskinan dan meninjau tujuan yang
berhubungan dengan masalah kemiskinan di dihasilkannya. Berdasarkan gambaran data
mahzab tulisan lain. yang disajikan BPS, keterhubungan dapat
Elemen pertama, pendidikan begitu diringkas sebagai:
penting bila ingin mengentaskan masalah
“…Kemiskinan akan dapat ditekan bila
kemiskinan di Indonesia. Dengan adanya
pendidikan masyarakat terjamin dengan baik
pendidikan, informasi dan pengetahuan dapat
dan disesuaikan dengan kebutuhan
diperoleh masyarakat sebagaimana bermanfaat
pasar/perusahaan yang menjamur di Indonesia.
untuk menjalani kehidupan sehari-hari nya agar
Kemudian, kapital pun harus memberikan upah
terhindar dari kemiskinan. Akan tetapi, dari
yang lebih baik agar masyarakat yang bekerja
segi lama sekolah pun Badan Pusat Statistik
bisa berkontribusi dalam penghidupan
(2018) menyebutkan bila rata-rata masyarakat
keluarganya lewat pendidikan maupun
Indonesia hanya bersekolah selama 8 tahun,
kesehatan. Dengan adanya kesehatan yang
yang artinya kebanyakan masyarakat di
begitu baik, produktifitas untuk bekerja pun
Indonesia hanya mengeyam pendidikan sampai
dapat pula terwujud dengan baik…”
kelas dua (2) SMP. Padahal dengan adanya
pendidikan, setidaknya tata cara berperilaku Konsep keterhubungan sebagaimana
dapat diketahui/dilakukan setiap masyarakat. dijelaskan memang tepat untuk dilaksanakan
Selain pendidikan, ketenagakerjaan dalam tujuan yang kompleks sebagaimana
menjadi elemen kedua turut menjadi suatu hal tertera dalam SDGs. Akan tetapi, elemen dan
yang krusial bila dikaitkan dengan penciptaan keterhubungan tidaklah merupakan komponen
lapangan kerja. Adanya lapangan pekerjaan yang penting bila tanpa tujuan. Indikator ketiga
yang disebutkan dalam SDGs dapat dalam systems theory Meadows yakni adanya
meningkatkan pendapatan setiap individu demi fungsi atau tujuan merupakan suatu pencapaian
terwujudnya kehidupan yang cukup/terhindar yang ada pada sistem. Bila melihat
20
Sisi Masalah Dwiki Faiz Sarvianto
21