Splinting
Splinting
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
pulpektomi pada gigi sulung maupun gigi permanen yang kami sajikan berdasarkan jurnal.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
Udayana. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Oral dan maxillofacial surgery merupakan cabang ilmu kedokteran gigi yang
berhubungan dengan diagnosis, pengobatan berbagai penyakit, luka, dan cacat yang
melibatkan daerah orofasial (Malik, dkk., 2008). Trauma pada maxillofacial mencakup
cedera pada jaringan lunak dan tulang-tulang yang membentuk struktur maxillofacial.
tulang nasal, tulang maksila, tulang mandibula (Japardi, 2004). Trauma orofasial
terlibat sebanyak 15% dari semua kunjungan di gawat darurat, 2% dari kasus ini
anak paling banyak terjadi akibat terjatuh dengan rentan usia 8-12 tahun. Sedangkan
pada orang dewasa trauma akibat kecelakaan lalu lintas (40-45%), penganiayaan
atau berkelahi (10-15%), olahraga (5-10%), jatuh (5%) dan lain-lain (5-10%) (Fonseca,
dkk., 2013).
melebihi karies dan penyakit periodontal. Pasien dengan trauma maxillofacial yang
disertai lesi intrakranial akut memiliki prognosis yang buruk jika terlambat
mendapatkan penanganan yang tepat, sebagian dari pasien tersebut dapat berakhir
pada kecacatan fungsional bahkan kematian. Risiko kematian pada pasien trauma
maxillofacial yang disertai lesi intrakranial akut lebih tinggi 13 hingga 75 kali
1
perawatan definitif. Salah satu tahap pada perawatan definitif yaitu reposisi dan fiksasi
gigi yang terkena trauma. Tindakan ini menggunakan alat stabilisasi yang bertujuan
untuk menjaga agar retakan, patahan, atau pergeseran gigi dapat dipertahankan pada
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu upper third di bagian os. Frontalis, middle
third dari bagian os. Frontalis hingga proc. Alveolaris Maksilaris dan lower third untuk
mandibula. Fraktur pada middle third dan lower third dikenal sebagai trauma
maxillofacial, dan trauma ini juga dapat melibatkan jaringan lunak sekitarnya. (Malik
N, 2008)
Fraktur maxillofacial adalah fraktur yang terjadi pada tulang – tulang wajah
seperti os. frontalis, os. temporalis, orbitozigomatikus, nasal, maksila dan mandibula.
Trauma pada maxillofacial merupakan kondisi yang sering terjadi pada pasien gawat
darurat dan memiliki persentase 15% dari semua kasus trauma. (Fonseca dkk, 2013)
Etiologi dari trauma orofacial terdiri atas pukulan benda langsung, kecelakaan
kendaraan, jatuh dari ketinggian, cedera olahraga, dan penyebab predisposisi seperti
kista, ostemyelitis serta penyakit sistemik lainnya. Pemeriksaan riwayat medis, kondisi
umum pasien, ekstraoral, intraoral, dan radiografi harus dilakukan sebelum dilakukan
Prinsip dasar dalam penatalaksanaan fraktur terdiri atas tiga yaitu reduction,
fixation, dan immobilization yang bertujuan untuk mengembalikan bentuk, fungsi, dan
3
oklusi sehingga pasien tidak harus melewati second surgery seperti recontouring dan
2.2.1 Reduction
menjadi dua teknik yaitu close reduction dan open reduction. Close reduction
oklusi gigi sebagai panduan sedangkan open reduction melalui tindakan bedah.
traction.
4
Gambar 1. Reduction dengan disimpaction forceps
Tindakan ini menggunakanarch bars dan head gears. Arch bars yang
(IMF atau IML) dan apabila oklusi tidak tercapai dalam waktu 48 jam maka
2.2.2 Fixation
dilakukan dengan dua teknik yaitu direct skeletal fixation menggunakan bone
yang menggunakan arch bars dan IML atau Gunning splint(Malik N, 2008).
5
2.2.3 Immobilization
Periode immobilization tergantung dari jenis fraktur dan tulang yang terlibat.
menggunakan wire atau elastic band. Metode utama yang sering digunakan
adalah dental wiring, arch bars dan splint karena mudah diterapkan. Perangkat
fiksasi fraktur memilki beragam jenis dan digunakan sesuai jenis fraktur, lokasi
2.3 Splinting
mencegah terlepasnya gigi, menstabilkan gigi yang mengalami trauma dan mencegah
kerusakan lebih lanjut pada jaringan pulpa dan periodontal selama masa
mendefinisikan splint sebagai alat yang digunakan untuk menstabilisasi bagian yang
mengalami cedera. Splint yang digunakan harus bersifat fleksibel untuk membantu
6
mencegah infeksi merupakan hal yang penting untuk mendukung penyembuhan
Metode fiksasi dengan dental splint bervariasi tergantung tipe trauma. Pada
sebagian besar kasus, splint didesain sederhana dan digunakan selama 7 sampai 10
hari. Pada kasus fraktur gigi dan tulang alveolar, diperlukan fiksasi jangka panjang
mengalami trauma dan perubahan posisi telah diperbaiki dan panduan perawatan
didasarkan pada evidence. Periode splinting yang lama dan bersifat rigid
dengan periode penggunaan singkat lebih efektif dan stimulus mekanis yang diberikan
dan mempertahankan vitalitas sel epitel Hertwig pada selubung akar yang penting
7
5. Mudah dibersihkan dan memungkinkan menjaga kebersihan rongga mulut
dengan tepat
7. Mudah dilepas
10. Tidak merusak pulpa gigi yang mengalami trauma atau gigi yang
berdekatan
dkk., 2012)
Teknik fiksasi acid etch resin merupakan salah satu metode stabilisasi gigi
dengan trauma ataupun kelainan periodontal yang efektif. Teknik ini memerlukan
material restorative, isolasi injury yang adekuat dan kondisi permukaan yang
(Kademani, D., Tiwana, P., 2016). Tipe splinting ini biasanya digunakan pada
dan fraktur alveolar. Pada kasus gigi dengan mahkota artificial atau tumpatan
yang luas tidak dapat dilakukan splinting dengan teknik ini karena permukaan
8
gigi tersebut tidak dapat teretsa dengan baik dan membentuk ikatan fisik maupun
periodontal.
pada pasien
mudah fraktur karena akrilik bersifat brittle ketika terkena tekanan pengunyahan.
kekuatan stabilisasi lebih baik untuk memfiksasi gigi. Namun penggunaan cold
cure resin composite harus dipertimbangkan karena setting time bahan yang
cured composite resin dan wire menjadi pilihan yang paling efektif untuk splinting
9
Gambar 3. Teknik acid-etch splinting. A. gigi insisivus central kiri RA
2011)
pada bridge komposit untuk memfiksasi gigi yang mengalami trauma. Etch wire
composite memiliki estetik cukup baik, hygienic, dan dapat dibuat dengan cepat
(Fonseca, dkk., 2012). Fiksasi memerlukan ikatan resin dengan permukaan gigi
dan paper clip atau arch wire (20-gauge) yang akan melekat pada resin. Pada
displaced pada kedua sisi garis fraktur vertikal (Kademani, D., Tiwana, P., 2016).
Splint yang terbuat dari kawat orthodontik dan resin komposit untuk
resorpsi akar dan pulp obliteration (Honorio dkk., 2015). Bahan lain yang dapat
antara lain metal bars, nylon lines, fiberglass, polycarbonate dan synthetic fiber
10
Prosedur fiksasi teknik acid etching wire composite:
2. Permukaan labial gigi dibersihkan dari darah dan debris. Cotton roll
asam fosfat 35% pada sepertiga insisal gigi yang mengalami trauma
soft resin menjadi splint komposit yang keras. Tipe komposit ini
11
dan dipoles sehingga memberikan kenyamanan pada pasien dan
dentoalveolar yang terjadi pada lengkung rahang dan juga dapat digunakan
sebagai penyangga untuk IMF. Gigi goyang juga bisa distabilkan dengan
wiring ini. Persyaratan untuk jenis wiring ini adalah harus ada jumlah gigi
12
kembali kedalam soketnya dan untuk area stabilisasi yang dipilih minimal 3
gigi dari garis fraktur. Wire dilewatkan di sekitar servikal gigi, ujung satunya
masuk dari bukal ke arah lingual dan ujung lainnya masuk dari lingual
kearah bukal. Keduanya masuk melalui ruang interdental gigi (3 gigi dari
garis fraktur). Bagian ujung bukal diregangkan untuk menyangga sisi bukal
dari servikal gigi di dekat garis fraktur dan di sisi berlawanan garis fraktur
meninggalkan kurang lebih 3 gigi di sisi lain dari garis fraktur. Prosedur
yang sama diulang dengan wire sisi lingual dan ujungnya kemudian dibawa
keluar di sisi bukal gigi penahan terakhir setelah mengikat servikal tiga gigi
di sisi yang berlawanan. Kedua wire bukal dan lingual disatukan dan dipilin
Duabase wire terbentuk, satu dari sisi bukal dan sisi lingual diservikal gigi.
base wire untuk menjaga cingulum agar tetap kuat. Wire yang terdapat
sehingga ujung yang tajam tidak melukai mukosa pasien (Malik N, 2008).
13
2.4.2.2 Gilmer’s Wiring
untuk fiksasi intermaksila antara geligi maksila dan mandibula. Metode ini
menstabilkan rahang dengan baik. Beberapa gigi yang kuat pada maksila
posterior pada lokasi fraktur untuk memfiksasi dan stabilisasi rahang, akan
lebih baik bila terdapat beberapa jumlah gigi yang terlibat yang bertujuan
pada gigi tersebut. Wire sebaiknya tidak diaplikasikan pada gigi yang
dengan 26 stainless steel gauge dilingkari pada servikal gigi yang telah
dengan menyatukan kedua ujung dengan wire holder, yang bertujuan untuk
berfungsi untuk mencegah kerusakan pada wire. Beberapa gigi dipilih pada
tiap lengkung rahang (arches) dan sisa pilinan yang masih panjang dijepit.
Setelah sisa fraktur direduksi kemudian wire pada mandibular di pilin kuat
kearah interdental space. Kelemahan utama dari teknik wiring ini adalah
perlu menghilangkan semua wire agar mulut dapat terbuka pada situsi
14
beban yang terdapat pada gigi. Pada kasus sangat sedikit gigi yang
stabilisasi tambahan. Pada metode kali ini biasanya molar kedua di kedua
diikat, sehingga base wire yang kuat terbentuk dikedua sisinya. Dua base
mengadaptasikan base wire pada bagian servikal gigi di sisi bukal. Wire
15
pemasangan interdental wire tambahan yang digunakan untuk merekatkan
base wire yang telah dilingkarkan pada gigi. Wire kecil dipotong dan salah
satu ujung wire melintas dimasukan dari permukaan distal gigi ke bawah
base wire dan melintas sepanjang lingual lalu keluar di bagian bukal dari
interdental bagian mesial di atas base wire. Kedua ujung ini kembali
interdental. Setiap gigi dilekatkan dengan cara yang sama kebase wire
sehingga base wire sepenuhnya melekat pada lengkung gigi. Jenis wire
16
2.4.2.4 Ivy Eyelet Wiring
di tengah wire disekitar beak pada towel chip atau pada shank dental bur
dan dipilin sebanyak tiga kali dengan dua ujung. Ivy loop dapat disimpan
tersedia dalam situasi darurat. Dua ujung pada eyelet dilewatkan melalui
ruang interdental pada bagian bukal gigi yang dipilih sampai ke sisi lingual.
Salah satu ujung wire dilewatkan di sekitar distal gigi yang menghadap ke
lingual dan dikeluarkan melalui distal ruang interdental diatas sisi bukal dan
benang yang terbentuk dari loop sebelumnya. Ujung wire lainnya diarahkan
mengelilingi permukaan lingual mesial gigi dan dibawa keluar dari bagian
bertemu dengan ujung pertama. Dua wire dijadikan satu dan dipilin dengan
adalahkomponen penting dari satu atau dua ivy eyelet yang berada pada
kapan saja bila diperlukan tanpa mengganggu wire utama dan diganti.
Bahkan ketika terjadi kerusakan wire selama fiksasi, hanya eyelet yang
17
Gambar 6. Ivy eyelet wiring. (1) formasi eyelets (2) susunan
wire. Empat bagian dengan 26 gauge, panjang wire dengan ukuran 20 cm,
solder wire atau thick wire diperlukan untuk membuat loops. Sepotong
stationary wire disesuaikan pada sisi bukal mulai dari garis tengah menuju
ke belakang gigi molar kedua (gigi terakhir yang ada pada lengkungan).
Ujung wire lainnya (working end) diarhkan ke arah distal gigi molar kedua
berulir melalui ruang interdental space dari molar kedua ke arah bukal
18
dilingkarkan pada kedua wire dan kembali ke ruang interdental, kali ini dari
sisi bukal ke lingual. Dari sisi lingual dapat dilingkari dan dilakukan prosedur
yang sama untuk setiap gigi sampai garis tengah. Solder wire dapat digeser
ke depan, setelah loop terbentuk dan loopdipilin tiga kali untuk membentuk
kuadran lengkung gigi yang lain. Jika elastic traction digunakan, maka
lubang tali harus ditekuk dari bidang oklusal, jadi hook-nya dapat terbentuk.
Ada berbagai macam arch bar buatan pabrik. Erich’s arch bar adalah salah
satu arch bar yang paling sering digunakan. Arch bar ini terhubung dengan hook
19
membuatnya lebih efektif, cepat dan lebih mudah saat fiksasi. Barnya tersedia
dalam bentuk gulungan. Bar dipotong sesuai dengan panjang lengkung gigi, hal
ini akan mengurangi cidera pada jaringan lunak dengan ujungnya yang
menonjol. Setiap arch bar difiksasi pada lengkung gigi bagian atas dan bawah.
Pada rahang atas, hook disusun ke arah atas. Bar pada rahang bawah
disusun ke arah bawah. Arch bar harus disesuaikan dengan setiap lengkung
permukaan bukal dengan cara ditekuk. Arch bar mulai ditekuk dari sisi bukal gigi
terakhir melewati garis tengah dan berakhir di ujung yang lain. Arch bar dipasang
pada setiap gigi dengan 26gaugestainless steel wiredari permukaan mesial gigi
ke sisi lingual dan kembali ke sisi bukal pada permukaan distal gigi. Salah satu
ujung wireberada di atas bar dan yang lainnya dibawah. Dengan memutar dua
ujung wire bersama pada lengkung permukaan bukal gigi. Wire harus diputar
searah jarum jam, sehingga nanti pada saat melepaskan wirebisa dengan
memutar berlawanan jarum jam. Adaptasi bar yang tidak tepat, jumlah gigi yang
tidak mencukupi dan kerapatan yang tidak efisien akan membuat arch bar tidak
Jika beberapa wire rusak, fiksasi tidak akan terasa dan bisa diganti dengan
mudah. Hook-nya datar dan tidak mengiritasi jaringan sekitar. Pada kasus fraktur
mandibula, arch bar dapat dibagi dan diletakkan pada kedua garis fraktur. Elastic
keuntungannya(Malik N, 2008).
20
Gambar 9. Fiksasi Arch bar
Custom made splintdibuat untuk pasien individual. Splint ini dapat dibuat
Indikasi:
fase gigi bercampur dan jumlah gigi penyangga yang tidak cukup
21
2.4.4.1 Acrylic Splint
terdapat fase gigi bercampur dan adanya benih gigi yang sedang
dan fiksasi langsung. Hal ini juga dapat digunakan pada fraktur
lengkung mandibula pada servikal gigi, baik pada sisi bukal maupun
disisi lingual. Ikatan dari wire ini harus dimulai pada permukaan bukal
di garis tengah dan diambil disisi lingual dari aspek distal molar yang
diri dengan setiap permukaan gigi dan ujungnya akan dibawa pada
22
acrylic splint, dan juga akan berfungsi sebagai penghubung lingual
dan bukal flange dari splint. Acrylic splint kemudian dibuat dari model
bukal dan lingual flange. Pada permukaan bukal dari splint hook dapat
Gambar 10. (1) & (2) OPG dan Lateral X-ray memperlihatkan fraktur
2. Gunning Splint
23
Circumferential wire digunakan untuk memfiksasi splint pada tulang
mandibula dan gigi tiruan bagian maksila atau splint juga dapat
pasien.
tidak sesuai.
6. Plates rahang atas dan rahang bawah serta bite blocks dibuat
ke rongga mulut.
24
Gambar 11. Kontruksi gunning splint pada model
karena ketidak stabilan tekanan pada gigi, periodontal fiber, dan lamina dura,
flexible braided orthodontic wire atau monofilament nylon line dapat memberikan
kestabilan pada gigi yang trauma dan memudahkan pergerakan fisiologis pada
horizontal yang lebih besar, Protemp (Protemp II, Espe, Germany) dan flexible
25
meningkatkan fleksibilitas vertikal yang menunjang penyembuhan periodontal
Gigi yang terlibat dan dua gigi yang berdekatan di acid etching untuk
ditambahkan resin komposit. Sisa dari gigi penyangga dan gigi yang trauma di
fiksasi oleh nylon line dan sistem resin komposit sebagai penahan tegangan lalu
dipertahankan dengan hemostat pada ujung nylon line. Setelah semua gigi
terlindungi dan oklusi baik, resin dihaluskan lalu dipoles . Pemeriksaan radiografi
harus dilakukan untuk menilai posisi akar setelah splinting (gambar 12)(Fonseca,
dkk., 2012).
Gambar 12.
dengan pin, amalgam splinting, Maryland type of etched cast framework yang
meliputi spring incisaldan nylon line splint. Jenis lainnya adalah splint komersial
seperti anterior dan posterior splint, Grids Splint, Lock system, dan Titanium
splinting bar. Titanium Trauma Splinting (TTS) bar disarankan oleh beberapa
26
praktisi untuk splinting gigi karena pengaplikasiannya mudah dilakukan dengan
light cure resin komposit, pirantilepasan lebih baik digunakan untuk pasien
mastikasi. Namun, efektivitas oral hygiene pada TTS hampir mirip dengan
bahan bahan tersebut masih dapat dilihat (gambar 13)(Fonseca, dkk., 2012).
Gambar 13.
27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Trauma pada maxillofacial merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien
gawat darurat dan memiliki persentase 15% dari semua kasus trauma. Prinsip dasar
dalam penatalaksanaan fraktur terdiri atas tiga yaitu reduction, fixation, dan
pasien tidak harus melewati second surgery seperti recontouring dan bone graft.
Beberapa jenis perangkat fiksasi fraktur diaplikasikan pada maxillary dental arch dan
mandibular dental arch serta intermaxillary fixation dibuat menggunakan wire atau
elastic band. Metode utama yang sering digunakan adalah dental wiring, arch bars
dan splint karena mudah diterapkan. Metode splint merupakan teknik yang digunakan
untuk membatasi pergerakan gigi, mencegah terlepasnya gigi, menstabilkan gigi yang
mengalami trauma dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada jaringan pulpa dan
jaringan.
3.2 Saran
Saran dari penulis adalah perlunya pemahaman yang lebih mengenai jenis
maxillofacial.
28
DAFTAR PUSTAKA
Andreasen, J.O., Bakland, L.K., dan Flores, M.T. , 2011, Traumatic Dental Injuries A
Fonseca, R.J., Walker, R.V., Barber, H.D., Powers, M.P., Frost, D.E., 2013, Oral and
Honorio, H. M., Alencar, C.R.B., Junior, E.S.P., Oliveira, D.S.B., Oliveira, G.C., dan
Kademani, D., dan Tiwana, Paul., 2016, Atlas of Oral and Maxillofacial Surgery,
Malik, N.A., 2008, Oral and Maxcillofacial Surgery, Second Edition, Jitendar P Vij, New
Delhi
Miloro, M., Ghali, G.E., Waite, P.D., 2011, Peterson’s Principles of Oral and
Maxillofacial Surgery, 3rd ed, People’s Medical Publishing House: USA, hal.400
29