Anda di halaman 1dari 9

Makalah Praktikum Bioteknologi

MEDIA TANAM KULTUR JARINGAN TANAMAN

NAMA : Amie Dinisyam

NIM : 1805101050084

HARI/JAM PRAKTIKUM : Senin, 10.00 WIB

ASISTEN : 1. Sophia Nasution

2. Indah Anggraini

LABORATURIUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

JURUSAN AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

DARUSSALAM, BANDA ACEH

2020
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Formulasi media kultur jaringan pertama kali dibuat berdasarkan


komposisi larutan yang digunakan untuk hidroponik, khususnya komposisi unsur-
unsur makronya.. Komposisis media dan perkembangan formulasinya didasarkan
pada jenis jaringan, organ dan tanaman yang digunakan serta pendekatan dari
masing-masing peneliti. Keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan,
sangat bergantung pada media yang digunakan. Media kultur jaringan tanaman
menyediakan tidak hanya unsur hara makro dan mikro, tetapi sumber karbohidrat
yang pada umumnya berupa gula menggantikan karbon yang biasanya dihasilkan
dari atmosfer melalui melalui proses fotosintesis (Wattimena, 1992).

Media yang terlalu padat dapat mengakibatkan akar sukar tumbuh, sebab
akar-akar sulit untuk menembus ke dalam media. Sedangkan media yang terlalu
lembek akan menyebabkan kegagalan dalam pekerjaan. Kegagalan dapat berupa
tenggelamnya eksplan yang ditanam, terutama ekspaln yang berat seperti eksplan
wartel, melinjo, eksplan bawang putih, eksplan kedelai, dan lain sebagainya.
Pemakaian media cair lebih ditekankan pada suspensi sel, yaitu untuk
menumbuhkan plb (protocorm like bodies atau disebut juga protokormus). Dari
protokarmus ini nantinya dapat tumbuh menjadi planlet apabila dipindahkan ke
dala media padat yang sesuai (Hendaryono dan Wijayani, 2007).

Media invitro yang biasa digunakan biasa berupa media padat sebab
memiliki beberapa keuntungan antara lain penggunaan eksplan terkecil akan lebih
muda terlihat, eksplan berada di atas permukaan media sehingga tidak perlu
memerlukan alat Bantu untuk aerasi, tunas dan akar akn lebih muda tumbuh pada
media yang diam. Namun pada media cair juga terdapat beberapa keuntungan
yang tidak dimiliki pada media padat yaitu antara lain tidak memerlukan
tambahan bahan pemadat, tepat untuk proses kultur protoplasma maupun kultur
sel, eksudat yang dikeluarkan oleh eksplan tidak terakumulasi disekitar eksplan,
kontak ekslan dengan media lebih besar (George and Sherington, 1984).

Dalam prosesnya, keberhasilan kultur jaringan selain dikarenakan oleh


kondisi lingkungan yang terkendali juga ditentikan oleh media kultur. Media
kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan. Media kultur merupakan
komponen faktor lingkungan yang menyediakan unsure pertumbuhan tanaman
seperti unsure hara makro, unsure hara mikro, karbohidrat, vitamin dan zat
pengatur tumbuh, param-garam organic, persenyawaan komplek alamiah, arang
aktif dan bahan pemadat (George and Sherington, 1984).
1.2. Tujuan Makalah

Untuk mengetahui dan melatih membuat media kultur jaringan tanaman.


BAB II. ISI

2.1. Pengertian Media Tanam Kultur Jaringan Tanaman

Kultur jaringan tanaman merupakan bagian suatu teknik perbanyakan


vegetatif nonkonvensional. Perbedaan teknik ini dibandingkan dengan teknik
perbanyakan vegetative konvensional biasanya terletak dalam situasi dan lokasi
yang berbeda. Penerapan teknik kultur jaringan tanaman mensyaratkan kondisi di
dalam ruangan (laboratorium) dan sifatnya aseptik (steril dari patogen). Bermuara
dalam kondisi yang aseptic, maka perlu dijelaskan bahwa segala aktifitas yang
berkaitan dengan jaringan harus dalam kondisi aseptik. Media merupakan faktor
penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang
digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang
digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu,
diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur
tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun
jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media
yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media
yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan
autoklaf (Suryowinoto, 1991).

2.2. Sejarah Media MS (Marshige and Skoog)

Media Murashige dan Skoog adalah media pertumbuhan tanaman yang


digunakan dilaoraturium untuk budidaya kultur sel tanaman. MSO ditemukan oleh
ilmuan tanaman Toshio Murashige dan Folke K. Skoog pada tahun 1962 selama
pencarian Murashige untuk pengatur pertumbuhan tanaman baru. Angka
dibelakang huruf MS digunakan untuk menujukan konsentrasi sukrosa dari media.
Misalnya, MSO tidak mengandung sukkrosa dan MS20 mengandung 20g/l
sukrosa. Seiring dengan modifikasinya, ini adalah media yang paling umum
digunakan dalam percobaan kultur jaringan tanaman dilaboraturim.

Sebagai mahasiswa doctoral skoog, murashige awalnya berangkat untuk


menemukan hormone pertumbuhan yang belum ditemukan dalam jus tembakau.
Tidak ada komponen seperti iyu ditemukan. Sebaliknya, analisis terbakau yang
dijus dan tembakau abu mengungkapkan konsentrasi mineral spesifik yang lebih
tinggi dalam jaringan tanaman daripada yang diketahui sebelumnya. Serangkaian
percobaan menunjukan bahwa menvariasikan tingkat nutrisi ini meningkatkan
pertumbuhan secara substansial diatas formulasi yang ada. Telah ditentukan
bahwa nitrogen khususnya meningkatkan pertumbuhan tembakau dalam kultur
jaringan (https://en.wikipedia.org/wiki/Murashige_and_Skoog_medium)

2.3. Jenis-Jenis Media Tanam Beserta Komposisinya


Pada umumnya media kultur jaringan dibedakan menjadi media dasar dan
media perlakuan. Resep media dasar adalah resep kombinasi zat yang
mengandung hara esensial (makro dan mikro), sumber energi dan vitamin. Dalam
teknik kultur jaringan dikenal puluhan macam media dasar. Penamaan resep
media dasar pada umumnya diambil dari nama penemunya atau peneliti yang
menggunakan pertama kali dalam kultur khusus dan memperoleh suatu hasil yang
penting artinya. Beberapa media dasar yang banyak digunakan antara lain:

1. Media dasar Murhasige dan skoog (1962) yang dapat digunakan untuk
hampir semua jenis kultur, terutama pada tanaman herbaceous. Media ini
memiliki kandungan Nitrat, Kalium, dan Amonium yang tinggi yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman.
2. Media Knop dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel.
Media Knop memerlukan media buatan yang terdiri dari unsur makro dan
mikro dalam bentuk garam, asam amino, vitamin, suplemen organik lain,
sumber karbon, dan ZPT.
3. Media dasar B5 untuk kultur sel kedelai, alfafa, dan legume lain.
4. Media dasar White (1934) yang sangat cocok untuk kultur akar tanaman
tomat. Terdapat unsur F, Ca, Hg, S.
5. Media dasar Vacin dan Went yang biasa digunakan untuk kultur jaringan
anggrek.
6. Media dasar Nitsch dan Nitsch yang biasa digunakan dalam kultur tepung
sari (pollen) dan kultur sel.
7. Media dasar Schenk dan Hildebrandt (1972) atau media SH yang cocok
untuk kultur jaringan tanaman-tanaman monokotil.
8. Medium khusus tanaman berkayu atau Woody Plant Medium (WPM)
9. Media N6 untuk serealia terutama padi (Nugroho, 1997).

2.4. Komponen Media MS (Marshige and Skoog)

Media MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur,


merupakan perbaikan komposisi media skoog. Pertama kali unsur-unsur makro
dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini
sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain Media MS
mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+.
Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media
Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih
tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P,
1.25 mM. unsur makro lainnya konsentrasinya dinaikkan sedikit. Pada tahuntahun
sesudah penemuan media MS, dikembangkan media-media lain berdaasarkan
media MS tersebut, antara lain media : Lin dan Staba, menggunakan media
dengan setengah dari komposisi unsur makro MS, dan memodifikasi : 9 mM
ammonium nitrat yang seharusnya 10mM, sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi
menjadi 0.5 mM. larutan senyawa makro dari media Lin dan Staba, kemudian
digunakan oleh Halperin untuk penelitian embryogenesis kultur jaringan wortel
dan juga digunakan oleh Bourgin dan Nitsch dalam penelitian kultur anther.

Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan et all (1973) untuk
kultur suspense sel white spruce dengan cara mengurangi konsentrasi K+ dan
NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2+nya 3. Chaturvedi et all (1978) mengubah
media MS dengan menurunkan konsentrasi NO3-, K+, Ca2+ dan SO4-2 untuk
keperluan kultur pucuk Bougainvillea glabra (Hendaryono, 2002)

2.5. Zat Pengatur Tumbuh

Terdapat empat klas zat pengatur tumbuh (ZPT) yang penting dalam kultur
jaringan tanaman, yaitu : auksin, sitokinin, giberelin dan asam absisik. Skoog dan
millter adalah yang pertama melaporkan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin
menentukan jenis dan berapa proses besar organogenesis dalam kultur jaringan
tanaman. Auksin dan sitokinin yang ditambahkan kedalam media kultur
mempunyai tujuan untuk mendapatkan morfogenesis, meskipun perbandingan
untuk mendapatkan unduksi akar dan tunas bervariasi baik ditingkat genus,
spesies bahkan kultivar.

Sitokinin yang ditambahkan dalam media kultur umumnya ditujukan


untuk menstimulasi pembelahan sel, menginduksi pembentukan tunas dan
proliferasi tunas aksiler, dan untuk menghambat pembentukan akar. Mekanisme
kerja sitokinin tidak secara pasti diketahui, namun demikian beberapa senyawa
yang mempunyai aktivitas mirip sitokinin diketahui terlibat dalam transfer RNA
(t-RNA). Sitokinin juga menunjukan dapat mengaktivitasi sintesa RNA dan
menstimulasi aktivitas protein dan enzim pada jaringan tertentu (Heddy, 1991)

2.6. Perbedaan Media Cair dan Media Padat

Media padat dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu media tegak, media
miring, dan media lempeng. Media tegak menggunakan tabung reaksi yang
sitegakkan sebagai wadahnya. Media miring menggunakan tabung reaksi yang
dimiringkan. Media lempeng menggunakan cawan petri sebagai wadahnya. Media
padat umumnya dipergunakan untuk bakteri, ragi, jamur, dan juga terkadang
mikroalga (Yusdiani, dkk,. 2016)

Media cair secara umum adalah media yang berbentuk cair karena tidak
ada penambahan zat pemadat. Media cair dapat digunakan untuk berbagai tujuan
seperti pembiakan mikroba dalam jumlah besar, penelaahan fermentasi, dan
berbagai macam uji (Waluyo, 2010).

BAB III. PENUTUP


3.1. Kesimpulan

1. Kultur jaringan tanaman merupakan bagian suatu teknik perbanyakan


vegetatif nonkonvensional
2. Media Murashige dan Skoog adalah media pertumbuhan tanaman yang
digunakan dilaoraturium untuk budidaya kultur sel tanaman.
3. Media cair dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti pembiakan
mikroba dalam jumlah besar, penelaahan fermentasi, dan berbagai macam
uji
4. Terdapat empat klas zat pengatur tumbuh (ZPT) yang penting dalam kultur
jaringan tanaman, yaitu : auksin, sitokinin, giberelin dan asam absisik.
5. Resep media dasar adalah resep kombinasi zat yang mengandung hara
esensial (makro dan mikro), sumber energi dan vitamin.

DAFTAR PUSTAKA
George, E.F. & P.D. Sherrington. 1984. Plant propagation by tissue culture.
Handbook and directory of commercial laboratories. Exegetics Ltd.,
Basingstoke, England. 546 p.

Heddy, S. 1991. Biologi Pertanian. Jakarta : Rajawali Press.

Hendaryono dan Ir Ari Wijayani, 2007. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius,


Yogyakarta.

Hendaryono dan Ir Ari Wijayani, 2002. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius,


Yogyakarta.

Suryowinoto, 1991.Kultur jaringan.http://mail.uns.ac.id/~subagiya/struktur

Diakses pada tanggal 11Maret 2011.

Waluyo, Lud. 2010. Teknik dan Metode Dasar Dalam Mikrobiologi. Malang :
UPT Penerbitan Universitas Muhammaddiyah Malang.

Wikipedia. 2020. (https://en.wikipedia.org/wiki/Murashige_and_Skoog_medium)

Anda mungkin juga menyukai