NIM : 3032019032
Unit/Semester : I/3(tiga)
Peradaban Islam pada masa Suhrowardi berada pada fase kematangan, yang mana
akal pemikiran Suhrowardi sangat unik dan mendasar. Dia berusaha mencari dan
mendapatkan bahan-bahan pemikirannya hingga pada sumber yang paling awal. Dia
melacak sumber kebenaran yang ada pada beragam kepercayaan.
Saat di Aleppo, dalam usianya yang masih belia, Suhrawardi telah menguasai
pengetahuan filsafat dan tasawuf begitu mendalam, serta mampu menguraikannya secara
baik. Bahkan Thabaqat al-Athibba’ menyebut Suhrawardi sebagai tokoh zamannya
dalam ilmu-ilmu hikmah. Ia begitu menguasai ilmu filsafat, memahami ushul fiqh,
begitu cerdas dan begitu fasih ungkapannya. Semua itu semakin membuat iri dan
dendam lawan-lawannya. Karena itu, setelah tidak berhasil mempengaruhi pangeran
Zahir, para fuqaha yang dengki berkirim surat langsung pada Sulthan Shalah al-Din, dan
memperingatkan bahaya akan tersesatnya akidah sang pangeran jika terus bersahabat
dengan Suhrawardi. Shalah al-Din sendiri, yang terpengaruh isi surat tersebut segera
memerintahkan putranya untuk menghukum mati Suhrawardi. Akhirnya, pemikir yang
sangat brilian ini harus mati di tiang gantungan, tahun 1191 M, dalam usianya yang
relatif muda, 38 tahun, karena kedengkian sebagian ulama fiqh.
1. Buku-buku empat besar tentang pengajaran dan doktrin yang ditulis dalam bahasa
Arab. Kumpulan ini membentuk kelompok yang membahas filsafat paripaterik,
yang terdiri atas al-Talwihat, al-Muqawimat, dan al-Mutharahat yang ketiga berisi
pembenaran filsafat Aristoteles. Terakhir Himah al-Isyraq (The Theolosophy of te
Orient of Light) yang berbicara sekitar konsep illuminasi.
2. Risalah-risalah pendek yang masing-masing ditulis dalam bahasa Arab dan
Persia. Materi tulisan ini sebenrnya juga telah ada dalam kumpulan buku yang
keempat tetapi ditulis dalam bahasa yang lebih sederhana.
3. Kisah-kisah sufisme yang melukiskan perjalanan ruhani dalam semesta, yang
mencari keunikan dan illuminasi. Hampir semua kisah ini ditulis dalam bahasa
Persia.
4. Nulikan-nukilan, terjemahan dan penjelasan terhadap buku filsafat lama, seperti
terjemahan Risalah al-Thair karya Ibn Sina (980-1037 M) dalam bahasa Persia,
penjelasan al-Isyarat, serta Risalah fi Haqiqah al-Isyqi (On the Reality of Love)
yang terpusat pada risalah fi al- Isyqi karya Ibn Sina, dan tafsir sejumlah ayat
serta hadits Nabi.
5. Wirid-wirid dan doa-doa dalam bahasa Arab1.
1
Sayyed Nasr Hossein, Intelektual Islam, (Yogyakarta : Ciss Press, 1991) hal. 116-119.
2
Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2009 Cet. 1) hal. 180.
Oleh karena itu untuk menurut akar pemikiran filsafat Suhrawardi dapat
ditemukan dari kecenderungan iluminasionisme Suhrawardi yang merujuk kepada pola
Plato, Hermes, dan tokoh-tokoh Yunani dan Persia kuno, sebagaimana ungkapannya, “
yang saya sebut dengan ilmu tentang pancaran cahaya-cahaya ketuhanan (‘Ulum Al-
Anwar) dan segala hal yang terkait dengannya bisa saya capai berkat bantuan orang-
orang yang selalu merambah jalan Allah, yaitu seorang tokoh dan ketua akademi, Plato
yang mula-mula menemukan teori keabadian (a parte poste) dan pancaran cahaya
ketuhanan dan jasa orang-orang sebelumnya dari zaman bapak para filsuf, Hermes,
hingga zaman Empedocles.
Apabila dilihat dari sudut sejarah dan kandungan ajaran metafisikannya, filsafat
Isyraqiyah merupakan penjelmaan kembali hikmah purba yang mengutamakan intuisi
intelektual (zauq) tanpa mengesampingkan pemikiran diskursif. Filsafat Al-Isyraq adalah
filsafat yang memadukan kecenderungan pemikiran Platonisme dan Aristotelian yang
dilapisi dengan tatanan kemalaikatan (angelologi) zorooaster serta gagasan
Hermetisisme.
Jiwa manusia menurut Suhrawardi tidak bisa sampai pada alam suci serta tidak
bisa menerima cahaya-cahaya iluminasi kecuali dengan latihan rohaniah, sebab alam suci
maupun cahaya itu adalah substansi malakut, dimana alam itu sendiri tidak membutuhkan
kekuatan-kekuatan fisik. Jelasnya, seandainya jiwa manusia menguat dengan
keutamaaan-keutamaan rohaniah, dan kontrok kekuatan fisik melemah akibat
mengurangi makan serta mengurangi tidur malam, jiwa pun terkadang melesat menuju
alam suci dan bertemu dengan induk sucinya, bahkan menerima berbagai
pengetahuannya. Dengan begitu, menurut As- Suhrawardi, lewat latihan rohaniah jiwa
menjadi berkaitan dengan suatu kefanaan duniawi. Dan lewat kefanaan itulah jiwa
berhubungan dengan alam suci serta mencapai kelezatan dan kebahagiaan.
4
Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, hal 182.
5
hmad Mustafa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997) hal. 251.
Cahaya memiliki dua bentuk yaitu cahaya yang terang pada dirinya sendiri dan
cahaya yang terang dan menerangi selainnya. Cahaya yang terakhir ini menerangi segala
sesuatu. Namun, bagaimana pun statusnya, cahaya tetaplah sesuatu yang terang. Dan
sebagaimana telah disebutkan, ia merupakan sebab tampaknya segala sesuatu yang tidak
bisa tidak beremanasi darinya. Maka dari itu, ia bersifat hidup sebab kehidupan tidak lain
dari penampakan diri yang esensial pada segala sesuatu selainnya.
Dari perpaduan itu muncul cahaya yang dari bentuk yang lebih sempurna, yaitu
isfahbad an-nasut, atau nafs an-nathiqah yang bertindak sebagai pengatur badan. Adapun
yang dimaksud dengan perubahan dalam lingkaran alam cahaya-cahaya adalah
langgengnya penyinaran dan pelimpahan, dimana cahaya yang lebih tinggi menyinari
cahaya yang ada dibawahnya, sedangkan cahaya yang di bawahnya musyahadah terhadap
cahaya yang ada di atasnya6.
KESIMPULAN