TAHUN 2020
Disusun oleh:
1. Dawam Awwabin
2. Lidya Adrian
3. Nia Wulandari
menyelesaikan makalah ini. Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tu
Tujuan lain dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui sejauh mana
Kami menyadari makalah yang sederhana dan singkat ini masih jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu kritik dan saran dari semua pihak sangat membantu demi
terciptanya karya yang lebih baik dimasa-masa yang akan datang. Semoga dengan
ii
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Tujuan Umum........................................................................................................16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................17
A. Definisi...................................................................................................................17
B. Etiologi...................................................................................................................17
C. Anatomi Fisiologi...................................................................................................18
D. Tanda dan Gejala....................................................................................................18
E. Patofisiologi...........................................................................................................19
F. Penatalaksanaan.....................................................................................................26
G. Komplikasi.............................................................................................................27
H. Pencegahan.............................................................................................................29
I. Pemeriksaan Fisik..................................................................................................31
J. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................31
K. Proses Asuhan Keperawatan Anak.........................................................................32
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................33
A. Kesimpulan............................................................................................................33
B. Saran......................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................34
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fungsi sistem imun adalah melindungi pejamu dari invasi organisme asing
dengan membedakan diri (self) dari bukan diri (non-self). Sistem semacam ini
diperlukan untuk kelangsungan hidup. Sistem imun yang berfungsi baik tidak saja
juga mencegah dan menolak serangan oleh faktor endogen seperti tumor atau
fenomena autoimun.
penyakit klinis dengan ekspresi dan keparahan yang bervariasi dari penyakit atopik
makalah yang saya susun ini akan membahas dan memperkenalkan fisiologi rumit
imunodefisiensi.
molekul berpotensi toksik, atau sel-sel tidak normal (sel terinfeksi virus atau
malignan). Sistem ini menyerang bahan asing atau antigen dan juga mewujudkan
bahan yang sama akan mencetuskan gerak balas yang lebih cepat dan tertingkat.
1
Keimunan merujuk kepada keupayaan sesuatu individu yang telah sembuh dari
sesuatu penyakit untuk kekal sehat apabila terdedah kepada penyakit yang sama
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi
patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis
luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai
cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari
sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa.
Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat
menginfeksi organisme.
Suatu ciri sistem imun ialah keupayaan untuk membedakan bahan-bahan yang
wujud secara semula jadi atau normal (diri) dari bahan-bahan atau agen-agen yang
masuk ke dalam tubuh dari luar (bukan diri) dan menghasilkan gerak balas terhadap
bahan bukan diri saja. Ketidakwujudan khusus suatu gerak balas terhadap diri
(mendiskriminasi) antara diri dan bukan diri, serta toleransi diri, ditunjukkan dalam
ini berhasil apabila bahan normal tubuh dicam sebagai asing dan gerak balas imun
2
2. Anatomi dan fisiologi sistem imun
Sistem imun terdiri atas komponen spesifik dan non spesifik yang memiliki
fungsi tersendiri tetapi tumpang tindih. Sistem imun yang diperantarai oleh
antibodi yang diperantarai oleh sel menghasilkan spesifisitas dan ingatan akan
mikroorganisme lingkungan.
Komponen selular utama sistem imun adalah monosit dan makrofag, limfosit
dan golongan sel granulositik, termasuk neutrofil, eosinofil dan basofil. Fagosit
ingatan imunologis, yaitu ciri imunitas adaptif. Sel-sel ini secara fungsional dan
fenotipik dibagi menjadi limfosit B yang berasal dari bursa limfosit T yang
Null cell merupakan 75% limfosit darah yaitu limfosit T dan 10% - 15%
adalah limfosit B, sisanya bukan limfosit B atau T. Null cell mungkin mencakup
3
berbagai jenis sel termasuk suatu kelompok yang dinamai Natural Killer (NK
Cells).
dari sumsum tulang dan beredar dalam darah dan jaringan. Fungsi utamanya
organisme.
peradangan.
Basofil berperan penting dalam respon alergik fase cepat dan lambat. Sel-sel
Semua sel sistem imun berasal dari sumsum tulang. Stem cells pluripoten
Defisiensi dan disfungsi stem cells atau berbagai turunan sel yang berkembang
keparahan
Timus yang berasal dari kantong faring ketiga dan keempat pada mudigah,
limfosit T.
limfatik. Terkumpul dalam situs tertentu seperti leher, aksila, selangkangan dan
4
daerah para-aorta. Pengetahuan tentang situs kelenjar getah bening yang penting
2) Menghilangkan jaringan atau sel yang mati atau rusak untuk memperbaiki
jaringan.
d) Fisiologis
eksternal. Sistem imun bawaan (innate) alami dan sistem adaptif yang bersifat
intensif terhadap pertemuan berikutnya dengan benda yang sama atau terkait
5
erat. Introduksi suatu rangsangan ke sistem imun adaptif memicu suatu
2) Antigen (Imunogen)
Zat asing yang dapat memicu respons imun disebut antigen atau
melalui pembuluh limfe aferen sementara antigen lainnya diangkut oleh sel
dendritik fagositik.
Organ limfoid perifer regional dan limpa adalah tempat bagi respon
imun utama terhadap antigen oleh limfosit dan sel penyaji antigen (antigen
3) Respon Imun
kompleks yang terdiri atas sel, organ, dan faktor biologis spesifik diperlukan.
sel dapat bekerja sama secara efisien. Baik sel B maupun sel T harus
6
sel tersebut menemukan antigen yang spesifisitasnya dimiliki kedua sel
tersebut.
lokal. Antigen yang dijumpai melalui rute inhalasi atau ingesti mengaktifkan
umum terjadi pada orang yang menderita SCID. Selain itu, penderita juga
imun SCID pada anak akan mulai terlihat dalam 3 bulan pertama
kelahiran.
7
akhir dari perkembangan HIV. Kesehatan klien akan memburuk secraa
perlahan. AIDS akan membuat penderita rentan pilek dan flu dan yang
berbahaya. Ada banyak alergen. Dalam banyak kasus, ada lebih dari satu
2) Anafilaksis adalah bentuk alergi yang serius dan ekstrim. Alergen dari
pada saliran udara. Alergen, iritasi atau bahkan stimulan seperti aktivitas
fisik dapat memicu peradangan. Gejala asma meliputi mengi, batuk, sesak
sistem imun salah menafsirkan sinyal. Dan mulai menyerang sel-sel tubuh
itu sendiri.
8
Gangguan sistem kekebalan tubuh lainnya :
3) Hay Fever.
4) Hives.
f) Patofisiologi
1. Usia
berusia lanjut dan peningkatan ini disebabkan oleh penurunan untuk bereaksi
akibat penurunan antibodi untuk membedakan diri sendiri dan bukan diri
sendiri.
9
lambung memungkinkan flora normal intestinal untuk berploriferasi dan
2. Gender
sel supresor. Efek hormon seks tidak begitu menonjol, estrogen akan
Umumnya penyakit autoimun lebih sering ditemui pada wanita dari pada pria.
3. Nutrisi
Nutrisi yang adekuat sangat esensial untuk mencapai fungsi imun yang
dan protein. Vitamin juga membantu dalam pengaturan poliferasi sel dan
(tembaga, besi, mangan, selenium atau zink) dalam makanan umumnya akan
10
Jika kelebihan maupun kekurangan asam lemak ternyata akan mensupresi
fungsi imun.
limfoid, depresi respon anti bodi, penurunan jumlah sel T yang beredar dan
sangat meningkat. Selama periode infeksi dan sakit yang serius, terjadi
lebih besar.
dan endokrin termasuk perilaku. Jadi, interaksi sistem saraf dan system imun
11
5. Kelainan Organ yang Lain
Keadaan seperti luka bakar atau cedera lain, infeksi dan kanker dapat
turut mengubah fungsi system imun. Luka bakar yang luas atau faktor-faktor
pertama pertahanan tubuh hilangnya serum dalam jumlah yang besar pada
luka bakar akan menimbulkan deplesi protein tubuh yang esensial, termasuk
yang beredar. Fungsi imun untuk pertahanan tubuh dapat berubah karena
asidosis dan toksin uremik. Peningkatan insidensi infeksi pada diabetes juga
glukosa darah yang buruk. Infeksi saluran nafas yang rekuren berkaitan
fungsi inspirasi dan ekspirasi dan tidak efektifnya pembersihan saluran nafas.
6. Penyakit Kanker
melepaskan antigen ke dalam darah, antigen ini akan mengikat antibodi yang
beredar dan mencegah antibodi tersebut agar tidak menyerang sel-sel tumor.
Lebih lanjut, sel-sel tumor dapat memiliki faktor penghambat yang khusus
12
yang menyalut sel-sel tumor dan mencegah pengahancurannya oleh limposit T
mengenali antigen tumor sebagai unsure yang asing dan selanjutnya tidak
leukemia dan limpoma berkaitan dengan berubahnya produksi serta fungsi sel
7. Obat-obatan
maupun yang tidak dikehendaki pada fungsi sistem imun. Ada empat
untuk mencari kesinambungan yang sangat tipis antara manfaat terapi dan
8. Radiasi
atau luas daerah yang akan disinari menentukan taraf imunosupresi. Radiasi
seluruh tubuh dan dapat mengakibatkan imunosupresi total pada orang yang
menerimannya.
9. Genetik
13
Interaksi antara sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas
genetik. Secara genetik respons imun manusia dapat dibagi atas responder
vaksinasi yang tidak 100%. Faktor genetik dalam respons imun dapat
berperan melalui gen yang berada pada kompleks MHC dengan non MHC.
14
g) Manifestasi Klinis
Tanda :
sebanyak 6 kali atau lebih dalam 1 tahun, terutama jika terlular oleh anak
2) Kulit dan selaput lendir yang melapisi mulut, mata dan alat kelamin sangat
3) Thrush merupakan suatu infeksi jamur dimulut disertai luka dimulut dan
sistem kekebalan.
immunodefisiensi.
15
A. Terdapat pada minggu atau bulan pertama kehidupan.
in komplit.
16
1) Berat Badan Turun.
2) Demam.
3) Peridontitis.
4) Limfadenopati.
5) Hepatosplenomegali.
6) Penyakit virus yang berat.
7) Artritis atau artralgia.
8) Ensefalitis kronik.
9) Meningitis berulang.
10) Pioderma gangrenosa.
11) Kolangitis sklerosa.
12) Hepatitis kronik (virus atau autoimun).
13) Reaksi simpang terhadap vaksinasi.
14) Bronkiektasis.
15) Infeksi saluran kemih.
16) Lepas/ puput tali pusat terlambat.
17) Stomatitis kronik.
18) Granuloma.
19) Keganasan limfoid.
B. Tujuan Umum
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
2000:162)
AIDS adalah Runtuhnya benteng pertahanan tubuh yaitu system kekebalan alamiah
melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan hancurnya sel limfosit T
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas
seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan
AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler akibat kehilangan kekebalan yang
dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus
gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang
18
disebabkan oleh retrovirus (HIV) yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi
B. Etiologi
memasuki limfosit T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan
sel-sel imunologik lain dan orang itu mengalami destruksi sel CD4+ secara bertahap
(Betz dan Sowden, 2002). Infeksi HIV disebabkan oleh masuknya virus yang
(Pustekkom, 2005).
C. Anatomi Fisiologi
Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis
dan imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak
bayi beresiko dipersulit oleh beberapa factor unik. Pertama, parameter spesifik usia
untuk hitung limfosit CD4 dan resiko CD4/CD8 memperlihatkan jumlah CD4 absolut
yang lebih tinggi dan kisaran yang lebih lebar pada awal masa bayi, diikuti
penurunan terhadap pada beberapa tahun pertama. Selain itu, pajanan obat ini
beresiko dan bahkan pajanan terhadap antigen HIV tanpa infeksi dapat
membingungkan fungsi dan jumlah limfosit. Oleh karena itu, hal ini peting untuk
19
merujuk pada standar yang ditentukan usia untuk hitung CD4, dan bila mungkin
menggunakan parameter yang ditegakkan dari observasi bayi tak terinfeksi yang lahir
Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi jarang
diagnostic. Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen Control
terdapat pada 2 atau lebih area tidak bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare.
Diantara semua anak yang terdiagnosis dengan infeksi HIV, sekitar 90% akan
memunculkan gejala ini, kebergunaannya sebagai tanda awal infeksi dicoba oleh
studi the European Collaborativ pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi. Mereka
menemukan bahwa dua pertiga bayi yang terinfeksi memperlihatkan tanda dan gejala
yang tidak spesifik pada usia 3 bulan, dengan angka yang lebih rendah diantara bayi
yang tidak terinfeksi. Pada penelitian ini, kondisi yang didiskriminasi paling baik
antara bayi terinfeksi dan tidak terinfeksi adalah kandidiasis kronik, parotitis,
jelas, dan diare kronik secara tidak nyata paling sering pada bayi yang terinfeksi
E. Patofisiologi
yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit
20
penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga
yang bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit
Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti,
meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis
melalui antigen viral, yang dapat bekerja sebagai superantigen; penghancuran sel
yang terinfeksi melalui mekanisme imun antiviral penjamu dan kematian atau
disfungsi precursor limfosit atau sel asesorius pada timus dan kelenjar getah bening.
HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit. Infeksi HIV pada monosit, tidak
seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang
terinfeksi dapat berperang sebagai reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi,
dan dapat membawa virus ke organ, terutama otak, dan menetap di otak. Percobaan
hibridisasi memperlihatkan asam nukleat viral pada sel-sel kromafin mukosa usus,
epitel glomerular dan tubular dan astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus yang
paling konsisten adalah dari otak, hati, dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan
banyak organ, meskipun sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama
disebabkan oleh infeksi virus local atau komplikasi infeksi lain atau autoimun.
21
Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa adalah fase infeksi akut, sering
simtomatik, disertai viremia derajat tinggi, diikuti periode penahanan imun pada
replikasi viral, selama individu biasanya bebas gejala, dan priode akhir gangguan
imun sitomatik progresif, dengan peningkatan replikasi viral. Selama fase asitomatik
kedua-bertahap dan dan progresif, kelainan fungsi imun tampak pada saat tes, dan
beban viral lambat dan biasanya stabil. Fase akhir, dengan gangguan imun
simtomatik, gangguan fungsi dan organ, dan keganasan terkait HIV, dihubungkan
dengan peningkatan replikasi viral dan sering dengan perubahan pada jenis vital,
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun “
priode inkubasi “ atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum
lebih singkat pada infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama
fase ini, gangguan regulasi imun sering tampak pada saat tes, terutama berkenaan
nonfungsional lebih universal diantara anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada
dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan. Ketidak mampuan untuk
berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi imunoglobulin secara klinis
mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya, berperang pada infeksi dan
keparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi
limfosit CD4 sering merupakan temuan lanjutan, dan mungkin tidak berkorelasi
dengan status simtomatik. Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering memiliki
jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS periatrik mungkin
22
memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang normal. Panjamu yang berkembang
untuk beberapa alasan menderita imunopatologi yang berbeda dengan dewasa, dan
penelitian menunjukkan bahwa sekitar 20% bayi yang terinfeksi secara cepat akan
23
berkembang menjadi gangguan imun dan AIDS. Banyak dari bayi ini akan
bulan, atau menderita infeksi bakteri serius lain. Pada beberapa bayi, jumlah CD4
kecacatan, dan konsisten dengan kelangsungan hidup yang lama. Melebihi ulang
tahun pertama, sekitar 8% bayi ini akan berkembang menjadi AIDS terbatas CDC per
prognosis atau pada nosologi deskriptif infeksi HIV, tetapi penyakit indicator AIDS
AIDS paling sering, yang terjadi pada sekitar sepertiga anak dan bayi yang terinfeksi.
Usia rata untuk munculnya penyakit adalah sekitar usia 9 bulan, meskipun puncaknya
sampai usia 3 sampai 6 bulan diantara bayi-bayi yang berkembang sangat cepat.
Tidak seperti reaksi PCP pada orang dewasa, infeksi ini biasanya merupakan infeksi
primer pada anak yang terinfeksi HIV, bergejala subkutan atau mendadak dengan
demam, batuk, takipnea, dan ronki. PCP sulit dibedakan dengan infeksi paru lain atau
24
diberikan pada awal perjalanan penyakit menyebabkan perbaikan yang signifikan,
lavese bronkoalveolar diagnostic harus dipikirkan secara serius pada bayi beresiko
dengan gambaran klinis konsisten. PCP memberikan prognosis yang tidak baik pada
awal penelitian dengan kelangsungan hidup media 1 bulan setelah diagnosis. Saat ini
dikenali bahwa penyakit yang lebih ringan dapat terjadi dan konsisten dengan
oral efektif, dan merupakan indikasi untuk bayi dengan kehilangan limfosit CD4 yang
signifikan, sebelum PCP, dan pada beberapa bayi muda dengan perkembangan gejala
ditentukan pada orang dewasa yang terinfeksi HIV dalam jumlah kecil, tetapi terjadi
pada sekitar 20% anak yang terinfeksi HIV. Dianggap berhubungan dengan infeksi
intermiten (sering selama infeks respirasi yang terjadi di antara infeksi atau selama
infeksi. Infiltra dada kronik yang terlihat pada sinar-X sering menunjukkan diagnosis,
tetapi hanya biopsy paru terbuka yang dapat dipercaya untuk diagnosis definitive.
Hipoksia jaran parah sampai terbawa selama beberapa tahun, dan beberapa perbaikan
pada kostikosteroid. LIP sebagai gejala yang timbul pada infeksi HIV dapat disertai
prognosis yang lebih baik, dan sering terlihat pada kelompok gejala dengan
Infeksi Bakteri Rekuren. Untuk criteria AIDS pediatric CDC, infeksi bakteri
rekuren adalah dua atau lebih episode sepsis, meningitis, pneumonia, abses internal,
25
atau infeksi tulang dan sendi; ini semua terlihat pada 15% anak-anak dengan AIDS
pediatric. Infeksi bakteri yang lebih sedikit, seperti infeksi sinus rekuren atau kronik,
otitis media, dan pioderma masih sering terjadi. Streptococcus pneumonia merupakan
isolate darah yang paling sering pada anak yang terinfeksi HIV, meskipun
Penanganan episode demam pada anak yang terinfeksi HIV sama dengan penanganan
anak dengan kondisi yang menganggu imunitas lain. Gangguan kemampuan untuk
menjaga respons antibody yang efektif dan kurangnya pajanan membuat anak yang
terinfeksi HIV rentang terhadap penyakit bakteri yang lebih setius. Profilaksis dengan
yang serius.
Penyakit Neurologi Progresif. Sampai 60% anak yang terinfeksi HIV dapat
munculkan tanda infeksi system saraf pusat. Pada sekitar seperempatnya, infeksi ini
dalam bentuk ensefalopati static yang biasanya bermanifestasi pada tahun pertaman
progresif, dengan kehilangan kejadian yang penting sebelumnya dan deficit motorik
dan kognitif yang berat. Pencitraan saraf dapat memperlihatkan atrofi serebral,
kelainan subtansi alba, atau klasifikasi ganglion basal, atau kesemuanya, meskipun
26
Wasting Syndrome. Kegagalan kronik untuk tumbuh pada infeksi HIV lanjut
terjadi pada sekitar 10% bayi dan anak dengan AIDS dan hamper selalu
multifaktorial. Deficit system saraf pusat dari latergi sampai kelemahan dalam
primer, infeksi usus sekunder, atau terapi; dan katabolisme yang diinduksi infeksi
memenuhi AIDS, meskipun setelah PCP, paling sering pada AIDS pediatric adalah
esofagistis kandida, terjadi pada sekitar 10%, dan infeksi kompleks, Mycobakterium
avium. Diantara virus-virus, infeksi CMV diseminata dan lama pada saluran cerna,
dan infeksi virus varisela zoster apitikal, rekuren dan ekstensif sering terjadi.
Walaupun daftar panjang pathogen yang menyebabkan penyakit berat dan lama tidak
lazim pada penjamu ini, virus respirasi yang lazim, mencakup virus sinsitial
Terkenanya organic lain. Terkenanya hepar padi infeksi HIV pediatric sering
berfluktuasi. Yang jarang adalah hepatitis kolestatik berat yang terjadi pada bayi yang
terinfeksi pada tahun pertama, dengan prognosis buruk. Kelainan hati dapat
disebabkan oleh infeksi yang bersama dengan CMV, HCV, atau HBV, oleh infeksi
HIV itu sendiri, atau banyak agen infeksius lain. Penyakit ginjal yang sering terjadi,
fokal telah diindentifikasi sebagai patologi yang paling sering terjadi pada anak
27
dengan AIDS. Kelainan jantung dapat diperhatikan pada separuh anak semua usia
yang paling sering ditemukan. Meskipun frekuensi penyakit paru kronik pada pasien
ini, terkenanya vertikel kiri beberapa kali lebih sering daripada yang kanan. Tekanan
HIV langsung, autoimunitas, malnutrisi dan infeksi bersama dengan virus miotropik
F. Penatalaksanaan
1) Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
28
Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan
Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu
G. Komplikasi
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh
bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis
oral akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala yang
menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum
(nyeri retrosternal).
2. Neurologik
29
yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor,
malaise, kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-
3. Gastrointestinal
untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB > 10% dari
BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan
demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma,
dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
atritis.
Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal,
4. Respirasi
30
Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea),
batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa
terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan
herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak
integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh
pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai ruam
yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah.penderita
AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit
yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan
psoriasis.
6. Sensorik
31
H. Pencegahan
Pencegahan infeksi HIV primer pada semua golongan usia kemungkinan akan
memengaruhi epidemil global lebih dari terapi apa pun dimasa depan yang dapat
diketahui. Kesalahan konsepsi mengenai factor resiko untuk infeksi HIV adalah target
esensial untuk usaha mengurangi perilaku resiko, terutama diantara remaja. Untuk
dokter spesialis anak, kemampuan member konsultasi pada pasien dan keluarga
secara efektif mengenai praktik seksual dan penggunaan obat adalah aliran utama
usaha pencegahan ini. Bahkan pendidikan dan latihan tersedia dari The American
Medical Assosiation dan The American Academy of Pediatrics yang dapat membantu
dokter pediatric memperoleh kenyamanan dan kompetensi yang lebih besar pada
peran ini.
Pencegahan infeksi HIV pada bayi dan anak harus dimulai dengan tepat dengan
pencegahan infeksi pada perempuang hamil. Langkah kedua harus menekan pada uji
serologi HIV bagi semua perempuan hamil. Rekomendasi ini penting karena uji coba
obat yang sama selama beberapa minggu secara signifikan mengurangi angka
(100 mg lima kali/24 jam) pada wanita HIV-1 dalam 14 minggu kehamilan sampai
kelahiran dan persalinan dan selama 6 minggu pada neonatus (180 mg/m2 secara oral
setiap jam) mengurangi penularan pada 26% resipien palasebo sampai 8% pada
resipien zidovudin, suatu perbedaan yang sangat bermakna. Pelayanan kesehatan A.S.
32
telah menghasilkan pedoman untuk penggunaan zidovudin pada wanita hamil HIV-1
positif untuk mencegah penularan HIV-1 perinatal. Wanita yang HIV-1 positif, hamil
dengan masa kehamilan 14-34 minggu, mempunyai anak limfosid CD4 + 200/mm
atau lebih besar, dan sekarang tidak berada pada terapi atteretrovirus dianjurkan
selama proses kelahiran. Pada semua keadaan dimana ibu mendapat zidovudin untuk
mencegah penularan HIV-1, bayi harus mendapat sirup zidovudin (2 mg/kg setiap 6
jam selama usia 6 minggu pertama yang mulai dan8 jam sesudah lahir). Jika ibu HIV-
1 positif dan tidak mendapatkan zidovudin, zidovudin harus dimulai pada bayi baru
lahir sesegera mungkin sesudah lahir, tidak ada bukti yang mendukung kemajuan
obat dalam mencegah infeksi HIV-1 bayi baru lahir sesudah 24 jam. Ibu dan anak
diobati dengan zidovudin harus diamati dengan ketak untuk kejadian-kejadian yang
merugikan dan didaftar pada PPP untuk menilai kemungkinan kejadian yang
merugikan jangka lama. Saat ini, hanya anemia ringan reversible yang telah
ditemukan pada bayi. Untuk melaksanakan pendekatan ini secara penuh, semua
wanita harus mendapatkan prenatal yang tepat, dan wanita hamil harus diuji untuk
positivitas HIV-1.
penyakit yang ditularkan secara seksual. Seks tanpa perlindungan dengan mitra yang
lebih tua atau dengan banyak mitra adalah biasa pada remaja yang terinfeksi HIV-1.
I. Pemeriksaan Fisik
33
J. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan dengan menguji HIV.
Tes ini meliputi tes Elisa, latex agglutination dan western blot. Penilaian Elisa dan
latex agglutination dilakukan untuk mengidentifikasi adanya infeksi HIV atau tidak,
bila dikatakan positif HIV harus dipastikan dengan tes western blot. Tes lain adalah
dengan cara menguji antigen HIV, yaitu tes antigen P 24 (polymerase chain reaction)
atau PCR. Bila pemeriksaan pada kulit, maka dideteksi dengan tes antibodi (biasanya
ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang
meningkat)
terhadap antigen)
34
Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
penyakit).
35
BAB III
A. Kesimpulan
B. Saran
36
DAFTAR PUSTAKA
37