TDK Dipakai Soalnya KTI Kebersihan Gigi Tapi Susunanya Yang Dilihat
TDK Dipakai Soalnya KTI Kebersihan Gigi Tapi Susunanya Yang Dilihat
Rina Rodiawati
P17325113049
Penguji 1 Penguji 2
Penguji 3
Pembimbing
Mengetahui,
Ketua Jurusan Keperawatan Gigi
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Bandung
ABSTRAK
ABSTRACT
Oral health is an important component of overall health and shows that the
teeth, gums and oral mucosa tissue free of the disease. For many children with
special needs, a smile is the most effective way to interact with the world.
Children with special needs is a child who has a barrier in the development and
behavior. Oral health in children with special needs, usually need more treatment
than those in normal. One of the children with special needs as a result of
chromosomal abnormality is Down Syndrome majority. This type of research is
type of research descriptive that the sample amounted to 17 who have down
syndrome children were taken by total sampling and the purpose of this study is
determine the oral hygiene in Down Syndrome children in Bandung. Data
collection was obtained by direct exminination of down syndrome children using
the table OHI-S and secondary data from the school which is then presented in a
frequency distribution table. Based on these results the index of oral and dental
hygiene clinical criteria OHI-S good that is 70.6% (12 respondents), with the
average IQ criteria Moderate or an IQ 35-40 to 50-55 which is 70.6 % (12
respondents), categorized either as one factor of the delayed eruption teeth, small
teeth (Microdontia) Can result in spacing between the teeth, has a large tongue
(macroglossia) and make saliva flow and wetting the oral cavity that can inhibit
the growth of plaque and as self cleansing fuction.
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGUJIAN
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERSEMBAHAN
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakteristik dari retardasi mental berdasarkan range umur ................................ 14
Tabel 4.1 Distribusi Tingkat Kebersihan Mulut (OHI-S) pada anak Sindrom
Down di 3 SLB............................................................................................... 20
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan IQ ........................................... 21
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
dan mulut sulit diterima, sehingga tingkat keparahan karies anak retardasi
(Mawardiyanti, 2012).
seperti mata sipit, juling, minus, dan jarak mata yang lebih lebar. Selain itu
kondisi rongga mulut Sindrom Down berbeda dengan anak normal. Keadaan
umum rongga mulut anak Sindrom Down mempunyai susunan gigi geligi
yang tidak beraturan, kelainan pada bibir, oklusi atau gigitan dan penyakit
periodontal, palatum tinggi, makroglosia, bentuk gigi lebih kecil, dan erupsi
Sindrom memiliki nilai sebesar 0,12% pada tahun 2010 dan mengalami
khusus di Indonesia adalah sekitar 7% dari total jumlah anak usia 0-18 tahun
atau sebesar 6.230.000 pada tahun 2007. Sekitar 66.610 anak usia sekolah
penyandang cacat ini terdaftar di Sekolah Luar Biasa (SLB). Ini berarti masih
pembinaan dan pengawasan orang tua dan keluarga dan pada umumnya
cukup besar. Anak Sindrom Down tidak bisa menjaga kesehatan diri sendiri
sehingga kemungkinan besar terjadi masalah kesehatan gigi dan mulut. Oleh
karena itu anak Sindrom Down memerlukan jenis pelayanan kesehatan gigi
dan mulut yang lebih baik ( Dikutip dari Karya Tulis Ilmiah Lismaya, 2015).
Menurut informasi yang penulis peroleh dari pengurus Sekolah Luar
Biasa di SLB Purnama Asih, SLB ABCD Asyifa dan SLB-C YPLB Asih
Manunggal selama ini belum ada petugas kesehatan gigi yang memeriksa
kesehatan gigi dan mulut pada murid – murid tersebut dan untuk melengkapi
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Down di Bandung.
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
Sindrom Down.
TINJAUAN PUSTAKA
kebersihan struktur gigi dan mulut melalui sikat gigi, stimulasi jaringan,
gigi dan kesehatan mulut (Dorlan, 2002). Rongga mulut adalah bagian
masuk kedalam tubuh, rongga mulut termasuk gigi dan lidah rentan
kesehatan gigi dan mulut, padahal kesehatan gigi dan mulut sangat
peradangan gusi dan penyakit periodontal, akan tetapi dari data yang
diperoleh ternyata kurang berarti. Oleh karena itu indeks ini hanya
digunakan untuk mengukur tingkat kebersihan gigi dan mulut dan menilai
bagian depan maupun bagian belakang dari seluruh pemeriksaan gigi yang
ada dalam rongga mulut. Gigi yang diperiksa ada enam buah dengan
permukaan bukal (bagian pipi) atau fasialnya (bagian depan) yaitu Molar
satu atas kanan, insisivus satu atas kanan, molar satu atas kiri dan insisivus
satu bawah kiri. Dua gigi diperiksa pada permukaan lingualnya (bagian
dalam mulut, yaitu permukaan klinis bukan permukaan anatomis. Jika gigi
indeks pada suatu bagian atau segmen tidak ada, lakukan pengganti gigi
a. Jika gigi molar atau geraham pertama tidak ada, penilaian dilakukan pada
gigi molar kedua, jika gigi molar kedua tidak ada penilaian dilakukan
pada gigi molar ketiga akan tetapi jika gigi molar pertama, kedua dan
ketiga tidak ada maka tidak ada penilaian untuk segmen tersebut.
b. Jika gigi insisif pertama kanan atas tidak ada, dapat diganti oleh gigi
insisif pertama kiri atas dan jika gigi insisif pertama kiri atas tidak ada,
dapat diganti dengan insisif pertama kanan bawah, akan tetapi jika gigi
insisif pertama kiri dan kanan tidak ada, maka tidak ada penilaian untuk
segmen tersebut.
c. Gigi indeks dianggap tidak ada pada keadaan – keadaan seperti : gigi
hilang karena dicabut, gigi yang merupakan sisa akar, gigi yang
merupakan mahkota jaket, mahkota gigi sudah hilang atau rusak lebih
dari ½ bagiannya akibat lubang gigi maupun patah gigi atau fraktur, gigi
d. Penilaian dapat dilakukan jika minimal ada dua gigi indeks yang dapat
diperiksa.
merupakan plak dan sisa makanan. Skoring untuk DI-S sesuai dengan
kriteria berikut :
permukaan gigi.
1/3 bagian permukaan gigi namun tidak lebih dari 2/3 bagian
keduanya.
diperiksa.
secara wajar, dan anak yang mengalami akibat dari kekerasan, berada di
2010 ).
usia 0-18 tahun atau sebesar 6.230.000 pada tahun 2007. Menurut data
Sensus Nasional Biro Pusat Statistik tahun 2003 jumlah penyandang cacat
diantaranya adalah anak-anak usia 0-18 tahun dan 21,42% atau 317.016
anak merupakan anak cacat usia sekolah (5-18 tahun). Sekitar 66.610 anak
usia sekolah penyandang cacat (14,4% dari seluruh anak penyandang cacat)
ini terdaftar di SLB. Ini berarti masih ada 295.250 anak penyandang cacat
cacat yang ada di Sekolah meningkat menjadi 85.645 dengan rincian di SLB
sebanyak 70.501 anak dan di sekolah inklusif sebanyak 15.144 anak (DirJen
2. Sindrom Down
Kelainan ini bersifat universal, tidak mengenal batas ras, bangsa, suku
genetik, faktor radiasi, faktor virus, faktor umur ibu dan faktor umur
saat hamil, khususnya bagi wanita yang hamil pada usia di atas 35
tahun. Walau bagaimanapun, wanita yang hamil pada usia muda tidak
bebas terhadap risiko mendapat bayi dengan Sindrom Down. Usia ayah
juga dapat membawa pengaruh pada anak Sindrom Down. Orang tua
b. Gambaran Karakteristik
rata, mata sipit seperti bangsa mongol, telinga kecil dan letak
d) Tangan dan kaki: Tangan yang pendek dan lebar, jari ke lima hanya
dua ruas dan. Bentuk jari kaki cenderung pendek dan gemuk
dari derajat profound (IQ dibawah 20) sampai batas normal tingkat
intelektual, yaitu:
sederhana.
Dapat disimpulkan dari tabel diatas bahwa derajat retardasi mental yang
sering terjadi Sindrom Down yang tak ditentukan adalah kondisi dimana terdapat
dugaan retardasi mental, tetapi individu tersebut tidak dapat dites dengan tes
standar karena, sebagi contoh, orang tersebut tidak kooperatif. Batas fungsi
intelektual (IQ 71- 84) lebih tinggi dibandingkan untuk retardasi mental
beraturan, dan ini merupakan faktor predisposisi dari retensi plak dan
bila bibir terbuka maka gingiva bagian depan tidak akan terbasahi oleh
saliva sehingga keadaan ini mempunya efek antara lain: aksi pembersihan
anak dengan Sindrom Down sering memiliki infeksi saluran pernapasan atas
gigi berjejal, gigitan terbuka dan gigitan silang anterior. Keadaan umum
rongga mulut anak Sindrom Down adalah lidah maupun bibir terbentuk
celah dan fissure. Pembentukan fissure pada lidah dapat menjadi berat dan
SINDROM DOWN
1. Gambaran Karakteristik
KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT
2. Gejala Klinis ditinjau dari
OHI-S
Pertanyaan Peneliti :
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Bandung Barat, Jawa Barat. SLB ABCD Asyifa di Jl. Terusan Ligar Raya
1. Populasi Penelitian
A. Alat
b. Kaca mulut
c. Sonde
d. Pinset
f. Masker
g. Handscon
B. Bahan
b. Alkohol 70%
E. Pengolahan Data
A. Hasil Penelitian
SLB Purnama Asih, SLB ABCD Asyifa dan SLB-C YPLB Asih
dan indeks kalkulus yang kemudian disajikan dalam bentuk skor angka
Sindrom Down di SLB Purnama Asih, SLB ABCD Asyifa dan SLB-C
Tabel 4.1
Distribusi Tingkat Kebersihan Mulut (OHI-S)
pada anak Sindrom Down di 3 SLB.
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan IQ
No Klasifikasi IQ N Persentase
1 Mild : Ringan 50 – 55 sampai 70 5 responden 29,4%
(dapat dididik)
2 Moderat : Sedang 35 – 40 sampai 12 responden 70,6%
50-55 (dapat dilatih)
3 Severe : Berat 20 – 25 sampai 35–40 0 responden 0%
20 – 25 sampai 35–40 dan Profound atau Sangat berat dengan IQ < 20-25
B. Pembahasan
bagian depan maupun bagian belakang dari seluruh pemeriksaan gigi yang
ada dalam rongga mulut. Gigi yang diperiksa ada enam buah dengan
perincian yang telah ditentukan sebelumnya, empat gigi diperiksa
permukaan bukal (bagian pipi) atau fasialnya (bagian depan) yaitu Molar
satu atas kanan (Gigi 16), insisivus satu atas kanan (Gigi 11), molar satu
atas kiri (Gigi 26) dan insisivus satu bawah kiri (31). Dua gigi diperiksa
pada permukaan lingualnya (bagian lidah) Molar satu bawah kanan (46)
dan kiri (36) (Putri, 2009). Berdasarkan hasil yang telah tercantum pada
terhadap SLB Purnama Asih, SLB ABCD Asyifa dan SLB-C YPLB Asih
kebersihan gigi dan mulut paling banyak kriteria klinis Baik sebanyak 12
responden (70,6%).
kebersihan mulut pada anak Sindrom Down secara garis besar ialah Baik
yaitu sebesar 70,6%, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Erma
anak Sindrom Down saat ini sudah baik, hal ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satu faktornya dari erupsi gigi yang lambat, gigi
diastema, memiliki lidah yang besar (Macroglossia) dan membuat air liur
terbersihkan secara alami atau berfungsi sebagai self cleansing dan dapat
gerakan menyikat gigi, gerakan yang dilihat secara langsung pada saat
penelitian dan melakukan sikat gigi bersama rata – rata seperti tertera pada
tabel 4.2, mereka hanya dapat melakukan sikat gigi secara vertikal saja
pengunyahan dan bagian dalam gigi karena anak dengan Sindrom Down
akhirnya bisa melakukan hampir semua pergerakan kasar. Ini berarti masih
pelatihan. Mereka dapat dilatih untuk mengurus dirinya sendiri dan dilatih
biasanya merupakan keluhan utama dari orang tua adalah retardasi mental,
terutama pada kasus-kasus yang diberi latihan. Ini berarti untuk melatih
pendidikan kesehatan gigi dan mulut harus dilakukan secara rutin dibantu
oleh guru dan orang tuanya (Kay, 2006, dikutip dari skripsi Alresna,
2009).
anak Sindrom Down memiliki kriteria OHI-S yang baik yaitu sebesar
karena salah satu faktornya dari erupsi gigi yang lambat, gigi yang kecil
memiliki lidah yang besar (Macroglossia) dan membuat air liur mengalir
secara alami atau berfungsi sebagai self cleansing dan dapat menghambat
mereka bisa menjaga kebersihan gigi dan mulut secara mandiri. Selain itu
bila perlu diadakannya Unit Kesehatan Gigi dan Mulut Sekolah untuk
A. Kesimpulan
B. Saran
2. Perlu adanya pemeriksaan yang rutin terhadap anak Sindrom Down agar
dokter gigi dalam upaya menjaga kesehatan mulut pada anak Sindrom
Down.
Bord, Jessica De 2011. Oral Health and Down Syndrome. Dental Public
Health and Pediatric Dentistry. Los Angeles: University Center for
Excellence in Developmental Disabilities.
http://www.ndss.org/Global/oral_health_webinar.pdf. Diakses pada tanggal
15 Juli 2016.
Laela, Dewi Sodja. 2007. Teknik Penulisan Usulan Penelitian dan Karya
Tulis Ilmiah.
Bandung : Politeknik Kesehatan Bandung.
Lismaya, Erma. 2015. Gambaran Status Kesehatan Gigi dan Mulut Pada
Penderita Down Syndrom di SLB Muhammadiyah Bandung dan SLB Negri
A Citereup. Karya Tulis Ilmiah. Politeknik Kesehatan Kementrian
Kesehatan Bandung: Jurusan Keperawatan Gigi Bandung.
Mumpuni, Yekti., Erlita, P. 2013. Empat Puluh Lima Masalah dan Solusi
Penyakit Gigi dan Mulut. Yogyakarta: Rapha Publishing.
Slayton. 2013. “Oral health Oral Health Care for Children With
Developmental
Disabilities”, Jurnal. Volume 131 / Issue 3, From the American
Academy of Pediatrics. http://www.down-syndrome.org/reviews/84/.
Diakses pada tanggal 29 Februari 2016 pukul 13:36 wib.
(INFORMED CONSENT)
Nama :
Umur :
Oleh karena itu dengan rasa kesadaran, tanpa adanya paksaan dan
keikhlasan hati, saya menyatakan bersedia berpartisipasi menjadi responden
dalam penelitian ini dan bersedia untuk melaksanakan prosedur penelitian yang
telah dijelaskan peneliti.
Peneliti Responden/Wali
(Rina Rodiawati) ( )
Lampiran
SURAT PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
Yang terhormat
Bapak/Ibu .....
Di tempat
Segala data dan informasi yang diperoleh dari penelitian ini akan
diolah secara rahasia dan data mengenai identitas akan disimpa dalam tempat
yang terjamin dan hanya peneliti yang dapat membuka tempat penyimpanan data
tersebut.