Anda di halaman 1dari 45

GAMBARAN STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA ANAK

BERKEBUTUHAN KHUSUS (SINDROM DOWN) DI SEKOLAH LUAR


BIASA DI BANDUNG

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan


Pendidikan Program Diploma III pada Jurusan Keperawatan Gigi
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Bandung

Rina Rodiawati
P17325113049

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITKENIK KESEHATAN BANDUNG
JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
2016
LEMBAR PENGUJIAN

Karya Tulis Ilmiah Dengan Judul

GAMBARAN STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA ANAK


BERKEBUTUHAN KHUSUS (SINDROM DOWN) DI SEKOLAH LUAR
BIASA DI BANDUNG

Diujikan pada Hari Selasa Tanggal 12 Bulan Juli Tahun 2016

Penguji 1 Penguji 2

drg. Rr. Megananda Hiranya.P, M.Kes Denden Ridwan.Ch, S.SIT,M.DSc


NIP. 1965 04 12 1991 03 2001 NIP.1971 11 14 1997 03 1002

Penguji 3

Hera Nurnaningsih, S.SIT, M.Kes


NIP. 1975 10 04 1996 03 2001
LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah Dengan Judul

GAMBARAN STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA ANAK


BERKEBUTUHAN KHUSUS (SINDROM DOWN) DI SEKOLAH LUAR
BIASA DI BANDUNG

Telah disetujui dan disahkan pada Hari...........Tanggal....... Bulan....... Tahun 2016

Pembimbing

Hera Nurnaningsih, S.SIT, M.Kes


NIP. 1975 10 04 1996 03 2001

Mengetahui,
Ketua Jurusan Keperawatan Gigi
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Bandung

Drg. Hj. Hetty Anggrawati K, M.Kes AIFO


NIP. 1956 10 05 1987 12 2001
GAMBARAN STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS (SINDROM DOWN) DI SEKOLAH LUAR
BIASA DI BANDUNG

Rina Rodiawati1), Hera Nurnaningsih2)

Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung

ABSTRAK

Kesehatan gigi dan mulut merupakan komponen penting dari kesehatan


secara keseluruhan dan menunjukkan bahwa gigi, gusi, dan jaringan mukosa
mulut bebas dari penyakit.Bagi banyak anak-anak berkebutuhan khusus, senyum
adalah cara yang paling efektif berinteraksi dengan dunia. Anak berkebutuhan
khusus merupakan anak yang memiliki hambatan dalam perkembangan dan
prilakunya. Kesehatan gigi dan mulut pada anak berkebutuhan khusus butuh
penanganan yang lebih daripada anak normal lainnya. Salah satu anak
berkebutuhan khusus akibat kelainan kromosom yang terbanyak ialah Sindrom
Down. Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dan dilakukan pada 17
anak yang mengalami Sindrom Down yang diambil dengan cara total sampling
yang bertujuan untuk mengetahui kebersihan mulut pada anak Sindrom Down di
Bandung. Cara pengumpulan data diperoleh dengan memeriksa langsung kepada
anak Sindrom Down dengan menggunakan OHI-S dan data sekunder dari pihak
sekolah yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa anak Sindrom
Down memiliki kriteria OHI-S yang baik yaitu sebanyak 70,6% (12 responden),
dengan rata – rata IQ kriteria Moderat atau memiliki IQ 35 – 40 sampai 50–55
yaitu 70,6% (12 responden), dikategorikan baik karena salah satu faktornya dari
erupsi gigi yang lambat, gigi yang kecil (Microdontia) yang mengakibatkan gigi
menjadi berjarak atau diastema, memiliki lidah yang besar (Macroglossia) dan
membuat air liur mengalir dan membasahi rongga mulutnya sehingga dapat
menghambat pertumbuhan plak dan berfungsi sebagai self cleansing.

Kata Kunci : status kebersihan gigi, Sindrom Down


DESCRIPTION OF DENTAL AND ORAL HYGIENE STATUS IN
CHILDREN WITH SPECIAL NEEDS (DOWN SYNDROME) AT SLB IN
BANDUNG

Rina Rodiawati 1), Hera Nurnaningsih2)

Dental Nursing Department of Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung

ABSTRACT

Oral health is an important component of overall health and shows that the
teeth, gums and oral mucosa tissue free of the disease. For many children with
special needs, a smile is the most effective way to interact with the world.
Children with special needs is a child who has a barrier in the development and
behavior. Oral health in children with special needs, usually need more treatment
than those in normal. One of the children with special needs as a result of
chromosomal abnormality is Down Syndrome majority. This type of research is
type of research descriptive that the sample amounted to 17 who have down
syndrome children were taken by total sampling and the purpose of this study is
determine the oral hygiene in Down Syndrome children in Bandung. Data
collection was obtained by direct exminination of down syndrome children using
the table OHI-S and secondary data from the school which is then presented in a
frequency distribution table. Based on these results the index of oral and dental
hygiene clinical criteria OHI-S good that is 70.6% (12 respondents), with the
average IQ criteria Moderate or an IQ 35-40 to 50-55 which is 70.6 % (12
respondents), categorized either as one factor of the delayed eruption teeth, small
teeth (Microdontia) Can result in spacing between the teeth, has a large tongue
(macroglossia) and make saliva flow and wetting the oral cavity that can inhibit
the growth of plaque and as self cleansing fuction.

Keyword : dental hygiene status, Down Syndrome


LEMBAR PERSEMBAHAN

“ Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu Dustakan”.


(QS. AR-Rahman 55:36)

“Dan jika kamu menghitung – hitung nikmat Allah, niscaya


kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Alloh
benar – benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
(QS. An-Nahl 16:18)

“Berbicara tentang lelah, percayalah segala sesuatu kelak


menjadi indah jika kita menikmati perjalanan sebuah
“PROSES”. Insya Allah Lillahi ta’ala”.
(Rodiawati)

Karya tulis ilmiah ini kupersembahkan untuk mamah, bapak,


almh. Nenek, alm. Kakek tercinta, kakak, om dan adik –
adikku tersayang, terima kasih atas doa, kasih sayang dan
support selama ini. Semoga kita semua senantiasa berada
dalam lindungan Allah SWT.
Aamiin Allohuma aamiin....
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala


karunia dan rahmat yang telah diberikan sehingga penulisan KTI yang
berjudul Gambaran Kebersihan Mulut dan Gigi pada Anak Sindrom Down
di SLB di Bandung dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan Karya
Tulis Ilmiah ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan akademis
dalam rangka menyelesaikan program Diploma III Jurusan Keperawatan
Gigi di Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Bandung.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak
mendapat bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik dalam
penelitian maupun dalam penyusunan isi serta teknik penulisan. Penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. H. Osman Syarif, MKM. Selaku Direktur Politeknik Kesehatan


Kementrian Kesehatan Bandung.
2. Drg. Hj. Hetty Anggrawati K, M. Kes., AIFO Selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Gigi.
3. Hera Nurnaningsih., S.Si.T. M.Kes Selaku Dosen Pembimbing Karya
Tulis Ilmiah yang memberikan saran, gagasan, dan pengarahan kepada
penulis dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
4. Denden Ridwan, S.SIT, MD.Sc. selaku dosen pembimbing akademik
yang selalu siap mendengarkan keluh kesah selama berkuliah dan
memberikan motivasi yang selalu membuat semangat.
5. Drg. Megananda Hiranya Putri, M.Kes selaku dosen penguji yang
telah memberikan masukan sehingga penulis dapat memperbaiki dan
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Denden Ridwan, S.SIT, MD.Sc. selaku dosen penguji yang telah
memberikan masukan sehingga penulis dapat memperbaiki dan
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Drg. Neneng Nurjanah M.Kes, selaku wali tingkat yang selalu
mendukung dan memberi solusi.
8. Agus Suryana, S.Sos. Selaku petugas perpustakaan yang telah
membantu dalam mencari sumber referensi dalam penulisan Karya
Tulis Ilmiah.
9. Kepada kedua orang tua tercinta Aneng Sanusi dan Tati Hartati, kakak
Reni Widyasari, adik Annisa safitri dan Aden Wildan Zamzami yang
selalu mengalirkan doanya dan menguatkan sehingga bisa sampai di
masa ini.
10. Kepada SLB-C YPLB Asih Manunggal, SLB ABCD Asyifa dan SLB
Purnama yang telah memberikan tempat dan responden sehingga
memperlancar Karya Tulis Ilmiah ini.
11. Seluruh dosen dan staf tata usaha Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik
Kesehatan Kemenkes Bandung.
12. Dita Nurani, Isti Aprilyani, Hilwa Sobia, Reysita dan Aida yang telah
menemani dan membantu dalam segala hal.
13. Meilina, Sri Diyanti, Zeniar, Teh Riwinda, Rivan, Kelompok Kamar
Tertutup dan Mamen atas support dalam segala hal.
14. Seluruh mahasiswa JKG angkatan 19, sahabat – sahabat seperjuangan
yang saling mendukung
15. Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, oleh karena itu saran
dan kritik yang membangun akan sangat penulis harapkan untuk
membantu melengkapi dan menyempurnakan Karya Tulis Ilmiah ini.
Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua. Amin.
Bandung, April 2016

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGUJIAN
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERSEMBAHAN
ABSTRAK
ABSTRACT

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................... vi
BAB 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang ................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 3
C Tujuan Penelitian .............................................................................................................. 3
1. Tujuan Umum ............................................................................................................... 3
2. Tujuan Khusus .............................................................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian........................................................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebersihan Gigi dan Mulut .............................................................................................. 5


1. Definisi Kebersihan gigi dan mulut ............................................................................ 5
2. Indikator Kebersihan Gigi dan Mulut ......................................................................... 6
B. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ................................................................................. 9
1. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus ............................................................................ 9
2. Sindrom Down .............................................................................................................. 10
a. Definisi Sindrom Down............................................................................................. 10
b. Gambaran Karakteristik ........................................................................................... 12
c. Gejala Klinis ditinjau dari segi Ilmu Kedokteran Gigi.............................................. 16
C.Kerangka Konsep .............................................................................................................. 17
BAB 3 METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ................................................................................................................ 18


B. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................................................... 18
C. Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................................................... 18
1. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................................ 18
2. Cara Pengambilan Sampel ........................................................................................ 19
D. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................................................... 19
1. Alat ............................................................................................................................ 19
2. Bahan......................................................................................................................... 19
E. Pengolahan Data.............................................................................................................. 19
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .............................................................................................................. 20
B. Pembahasan ................................................................................................................... 21
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 26
B. Saran ............................................................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik dari retardasi mental berdasarkan range umur ................................ 14
Tabel 4.1 Distribusi Tingkat Kebersihan Mulut (OHI-S) pada anak Sindrom
Down di 3 SLB............................................................................................... 20
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan IQ ........................................... 21
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 2 : Surat Telah Melakukan Penelitian

Lampiran 3 : Informed consent

Lampiran 4 : Format Pemeriksaan

Lampiran 5 : Master Tabel Penelitian

Lampiran 6 : Foto Penelitian


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan gigi dan mulut merupakan komponen penting dari

kesehatan secara keseluruhan dan menunjukkan bahwa gigi, gusi, dan

jaringan mukosa mulut bebas dari penyakit. Bagi banyak anak-anak

berkebutuhan khusus, senyum adalah cara yang paling efektif berinteraksi

dengan dunia (Slayton, 2013).

Anak dengan retardasi mental memiliki keterbatasan fungsi mental

dan keterampilan komunikasi, menjaga diri sendiri, dan keterampilan sosial.

Keterbatasan ini akan menyebabkan anak belajar dan berkembang lebih

lambat daripada anak lain. Keterampilan komunikasi intelegensia yang

rendah dan gangguan tingkah laku menyebabkan pendidikan kesehatan gigi

dan mulut sulit diterima, sehingga tingkat keparahan karies anak retardasi

mental masih tinggi. Penyebab retardasi mental akibat kelainan kromosom

yang terbanyak ialah Sindrom Down. Sindrom Down merupakan kerusakan

perkembangan dan berhubungan dengan kelebihan kromosom pada sepasang

kromosom 21. Normalnya sel tubuh manusia mempunyai 46 kromosom

(Mawardiyanti, 2012).

Menurut Wilkins (2005) anak Sindrom Down mempunyai ciri–ciri

seperti mata sipit, juling, minus, dan jarak mata yang lebih lebar. Selain itu

kondisi rongga mulut Sindrom Down berbeda dengan anak normal. Keadaan
umum rongga mulut anak Sindrom Down mempunyai susunan gigi geligi

yang tidak beraturan, kelainan pada bibir, oklusi atau gigitan dan penyakit

periodontal, palatum tinggi, makroglosia, bentuk gigi lebih kecil, dan erupsi

terlambat baik pada gigi sulung maupun gigi tetap.

Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 Angka kecacatan Down

Sindrom memiliki nilai sebesar 0,12% pada tahun 2010 dan mengalami

peningkatan sebesar 0,13% pada tahun 2013 (Riskesda, 2013). Dan

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan jumlah anak berkebutuhan

khusus di Indonesia adalah sekitar 7% dari total jumlah anak usia 0-18 tahun

atau sebesar 6.230.000 pada tahun 2007. Sekitar 66.610 anak usia sekolah

penyandang cacat ini terdaftar di Sekolah Luar Biasa (SLB). Ini berarti masih

ada 295.250 anak penyandang cacat (85,6%) ada di masyarakat dibawah

pembinaan dan pengawasan orang tua dan keluarga dan pada umumnya

belum memperoleh akses pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya

(DikJen BinkesMas, 2010).

Pengetahuan tentang cara memelihara kesehatan gigi dan mulut pada

anak Sindrom Down sangat rendah. Keterbatasan fisik dan sulitnya

komunikasi yang berbeda dengan anak normal merupakan kendala yang

cukup besar. Anak Sindrom Down tidak bisa menjaga kesehatan diri sendiri

sehingga kemungkinan besar terjadi masalah kesehatan gigi dan mulut. Oleh

karena itu anak Sindrom Down memerlukan jenis pelayanan kesehatan gigi

dan mulut yang lebih baik ( Dikutip dari Karya Tulis Ilmiah Lismaya, 2015).
Menurut informasi yang penulis peroleh dari pengurus Sekolah Luar

Biasa di SLB Purnama Asih, SLB ABCD Asyifa dan SLB-C YPLB Asih

Manunggal selama ini belum ada petugas kesehatan gigi yang memeriksa

kesehatan gigi dan mulut pada murid – murid tersebut dan untuk melengkapi

data yang masih kurang, penulis melakukan penelitian di 3 tempat tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimanakah gambaran status

kebersihan mulut pada anak Sindrom Down di SLB Bandung?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui Gambaran status kebersihan mulut pada anak Sindrom

Down di Bandung.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui status kebersihan mulut pada anak-anak Sindrom Down

dengan menggunakan indeks Oral Hygiene Index Simplified.

b. Mengetahui derajat keparahan berdasarkan IQ

D. Manfaat Penelitian

1. Memberi informasi mengenai kondisi kebersihan mulut pada anak - anak

Sindrom Down.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data sekunder yang

bermanfaat untuk penelitian selanjutnya.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebersihan Gigi dan Mulut

1. Definisi Kebersihan Gigi dan Mulut

Kebersihan gigi dan mulut merupakan suatu pemeliharaan

kebersihan struktur gigi dan mulut melalui sikat gigi, stimulasi jaringan,

pemijatan gusi, dan prosedur lain yang berfungsi untuk mempertahankan

gigi dan kesehatan mulut (Dorlan, 2002). Rongga mulut adalah bagian

tubuh yang langsung bersinggung dengan makanan dan minuman yang

masuk kedalam tubuh, rongga mulut termasuk gigi dan lidah rentan

terserang penyakit. Sayangnya, banyak orang yang tidak peduli akan

kesehatan gigi dan mulut, padahal kesehatan gigi dan mulut sangat

berpengaruh terhadap kesehatan organ tubuh yang lain (Mumpuni, 2013).

Gigi merupakan jaringan tubuh yang paling keras dibanding yang

lainnya. Strukturnya berlapis-lapis mulai dari email yang amat keras,

dentin (tulang gigi) didalamnya, pulpa yang berisi pembuluh darah,

pembuluh saraf, dan bagian lain yang memperkokoh gigi. Namun

demikian, gigi merupakan jaringan tubuh yang mudah sekali mengalami

kerusakan (Kusumawardani, 2011).


2. Indikator Kebersihan Gigi dan Mulut

Menurut Putri (2009) mengukur kebersihan gigi dan mulut

merupakan upaya untuk menentukan keadaan kebersihan gigi dan mulut

seseorang. Indikator yang biasa digunakan mengukur tingkat kebersihan

mulut seseorang atau masyarakat adalah menggunakan indeks Oral Hygiene

Index Simplified (OHI-S) dari Green and Vermillion.

Pada awalnya indeks ini digunakan untuk menilai penyakit

peradangan gusi dan penyakit periodontal, akan tetapi dari data yang

diperoleh ternyata kurang berarti. Oleh karena itu indeks ini hanya

digunakan untuk mengukur tingkat kebersihan gigi dan mulut dan menilai

efektivitas dari penyakit gigi (Putri, 2009).

Untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut seseorang, Green and

Vermilillion memilih enam permukaan gigi tertentu yang cukup mewakili

bagian depan maupun bagian belakang dari seluruh pemeriksaan gigi yang

ada dalam rongga mulut. Gigi yang diperiksa ada enam buah dengan

perincian yang telah ditentukan sebelumnya, empat gigi diperiksa

permukaan bukal (bagian pipi) atau fasialnya (bagian depan) yaitu Molar

satu atas kanan, insisivus satu atas kanan, molar satu atas kiri dan insisivus

satu bawah kiri. Dua gigi diperiksa pada permukaan lingualnya (bagian

lidah) Molar satu bawah kanan dan kiri (Putri, 2009).

Permukaan yang diperiksa adalah permukaan gigi yang jelas terlihat

dalam mulut, yaitu permukaan klinis bukan permukaan anatomis. Jika gigi
indeks pada suatu bagian atau segmen tidak ada, lakukan pengganti gigi

tersebut dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jika gigi molar atau geraham pertama tidak ada, penilaian dilakukan pada

gigi molar kedua, jika gigi molar kedua tidak ada penilaian dilakukan

pada gigi molar ketiga akan tetapi jika gigi molar pertama, kedua dan

ketiga tidak ada maka tidak ada penilaian untuk segmen tersebut.

b. Jika gigi insisif pertama kanan atas tidak ada, dapat diganti oleh gigi

insisif pertama kiri atas dan jika gigi insisif pertama kiri atas tidak ada,

dapat diganti dengan insisif pertama kanan bawah, akan tetapi jika gigi

insisif pertama kiri dan kanan tidak ada, maka tidak ada penilaian untuk

segmen tersebut.

c. Gigi indeks dianggap tidak ada pada keadaan – keadaan seperti : gigi

hilang karena dicabut, gigi yang merupakan sisa akar, gigi yang

merupakan mahkota jaket, mahkota gigi sudah hilang atau rusak lebih

dari ½ bagiannya akibat lubang gigi maupun patah gigi atau fraktur, gigi

yang tumbuhnya belum mencapai ½ tinggi mahkota gigi.

d. Penilaian dapat dilakukan jika minimal ada dua gigi indeks yang dapat

diperiksa.

1) Mencatat Skor Debris (Debris Index)

Oral debris adalah bahan lunak dipermukaan gigi yang dapat

merupakan plak dan sisa makanan. Skoring untuk DI-S sesuai dengan

kriteria berikut :

a) 0 = tidak terdapat debris atau stain


b) 1 = terdapat debris lunak yang menutupi tidak lebih dari 1/3

bagian permukaan gigi ataupun terdapat stain tanpa debris

yang menutupi permukaan gigi.

c) 2 = terdapat debris lunak yang menutupi lebih dari 1/3 bagian

permukaan gigi tetapi tidak boleh lebih dari 2/3 bagian

permukaan gigi.

d) 3 = terdapat debris lunak menutupi lebih dari 2/3 bagian

permukaan gigi. Skor DI per individu didapat dengan

menunjukkan skor permukaan gigi dan membaginya dengan

jumlah gigi yang diperiksa.

2) Mencatat Skor Karang Gigi (Calculus Index)

Pemeriksaan dilakukan dengan menentukan terlebih dahulu

apakah karang gigi termasuk karang gigi supragingival (diatas gusi)

atau subgingival (dibawah gusi). Pemeriksaan dilakukan dengan

menggerakkan sonde yang meliputi daerah separuh keliling gigi.

Skoring untuk CI-S sesuai dengan kriteria berikut:

a) 0 = tidak terdapat kalkulus

b) 1 = terdapat kalkulus supragingival yang menutupi tidak lebih

dari 1/3 bagian permukaan gigi.

c) 2 = terdapat kalkuklus supragingival yang menutupi lebih dari

1/3 bagian permukaan gigi namun tidak lebih dari 2/3 bagian

permukaan gigi ataupun terdapat bercak kalkulus individual


yang terletak subgingival disekitar bagian leher gigi atau

keduanya.

d) 3 = terdapat kalkulus supragingival yang menutupi lebih dari 2/3

bagian permukaan gigi atau adanya kalkulus subgingival yang

tebal dan melingkar di bagian servikal gigi atau keduanya. Skor

CI per individu didapatkan dengan menjumlahkan skor yang

didapat dan kemudian membaginya dengan jumlah gigi yang

diperiksa.

B. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

1. Definisi Anak berkebutuhan khusus

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami hambatan

fisik atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya

secara wajar, dan anak yang mengalami akibat dari kekerasan, berada di

lembaga permasyarakatan / rumah tahanan, dijalan, didaerah terpencil yang

memerlukan penanganan secara khusus ( DirJen BinKesMas KemenKes RI,

2010 ).

Menurut WHO (World Health Organization) jumlah anak

berkebutuhan khusus di Indonesia adalah sekitar 7% dari total jumlah anak

usia 0-18 tahun atau sebesar 6.230.000 pada tahun 2007. Menurut data

Sensus Nasional Biro Pusat Statistik tahun 2003 jumlah penyandang cacat

di Indonesia sebesar 0,7% dari jumlah penduduk sebesar 211.428.572 atau

sebanyak 1.480.000 jiwa. Dari jumlah tersebut 24,45% atau 361.860

diantaranya adalah anak-anak usia 0-18 tahun dan 21,42% atau 317.016
anak merupakan anak cacat usia sekolah (5-18 tahun). Sekitar 66.610 anak

usia sekolah penyandang cacat (14,4% dari seluruh anak penyandang cacat)

ini terdaftar di SLB. Ini berarti masih ada 295.250 anak penyandang cacat

(85,6%) ada di masyarakat dibawah pembinaan dan pengawasan orang tua

dan keluarga dan pada umumnya belum memperoleh akses pelayanan

kesehatan sebagaimana mestinya. Pada tahun 2009 jumlah anak penyandang

cacat yang ada di Sekolah meningkat menjadi 85.645 dengan rincian di SLB

sebanyak 70.501 anak dan di sekolah inklusif sebanyak 15.144 anak (DirJen

BinKesMas KemenKes RI, 2010).

2. Sindrom Down

a. Definisi Sindrom Down

Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang paling sering

dengan angka kejadian secara umum adalah 1 diantara 650-1000 orang.

Kelainan ini bersifat universal, tidak mengenal batas ras, bangsa, suku

bangsa, geografi, musim, dan jenis kelamin . Sindrom Down

disebabkan karena adanya tiga kromosom nomor 21 di dalam sel tubuh

penderita yang terjadi akibat peristiwa gagal berpisah (non disjunction)

kromosom 21 pada saat terjadi pembelahan sel atau pembentukan sel

kelamin (Rosida, 2006).

Sindrom Down dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor

genetik, faktor radiasi, faktor virus, faktor umur ibu dan faktor umur

ayah. Menurut hasil penelitian epidemiologi mengatakan adanya

peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan


Sindrom Down. Ada sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30% ibu

yang melahirkan anak dengan Sindrom Down pernah mengalami

radiasi di daerah sebelum terjadi konsepsi. Virus Mengakibatkan

rekombinasi genetik yang membuat DNA (Deoxy-ribo Nucleic Acid)

manusia dikendalikan oleh virus. Risiko untuk mendapat bayi dengan

Sindrom Down didapatkan meningkat dengan bertambahnya usia ibu

saat hamil, khususnya bagi wanita yang hamil pada usia di atas 35

tahun. Walau bagaimanapun, wanita yang hamil pada usia muda tidak

bebas terhadap risiko mendapat bayi dengan Sindrom Down. Usia ayah

juga dapat membawa pengaruh pada anak Sindrom Down. Orang tua

dari anak dengan Sindrom Down mendapatkan bahwa 20 – 30 % kasus

ekstra kromosom 21 bersumber dari ayahnya, tetapi korelasinya tidak

setinggi dengan usia ibu. Faktor tersebut mengakibatkan adanya

abnormalitas pada kromosom 21 yang terjadi akibat kegagalan

sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi

pembelahan (Rahmah, 2014).

b. Gambaran Karakteristik

Gambaran karakteristik Sindrom Down yaitu:

a) Umum: Keterbelakangan mental.

b) Kepala dan muka: Brachisefali/ bagian kepala belakang sedikit

rata, mata sipit seperti bangsa mongol, telinga kecil dan letak

rendah, kulit leher berlebih, wajah datar, perawakan pendek, lidah


yang menonjol dan cacat, jembatan hidung yang datar, memiliki

rambut yang lemas dan lurus.

c) Toraks: penyakit jantung bawaan (50- 70 %).

d) Tangan dan kaki: Tangan yang pendek dan lebar, jari ke lima hanya

dua ruas dan. Bentuk jari kaki cenderung pendek dan gemuk

dengan jarak yang lebar antara ibu jari dengan telunjuk

e) Gambaran lain yang diamati: Kepandaian lebih rendah dari normal,

gangguan pendengaran kongenital/didapat, penis yang kecil.

Sindrom Down atau Retardasi mental akibat kromosom

merupakan tampilan utama dari sindrom ini, dimana IQ

(intelligence quotient) level dapat muncul pada berbagai derajat,

dari derajat profound (IQ dibawah 20) sampai batas normal tingkat

inteligensi mild (IQ antara 71-84). Walaupun tampilan klinis dapat

dengan mudah didiagnosis saat lahir, namun fungsi intelektual dan

sosial tidak dapat diprediksi kemungkinannya. Fungsi intelektual

secara signifikan dibawah rata-rata didefinisikan sebagai IQ yang

berada sekitar 70 atau dibawahnya. Fungsi adaptif menunjukkan

bagaimana individu mengatasi kebutuhan hidup sehari-hari dan

seberapa baik individu mencapai standard kemandirian pribadi

dirinya yang diharapkan tercapai pada individu seusianya. Perilaku

adaptif dipengaruhi oleh individu dan atau faktor lingkungan

termasuk ada atau tidaknya gangguan mental atau fisik. Derajat


keparahan dari Sindrom Down dapat dispesifikkan pada kelemahan

intelektual, yaitu:

1) Mild : IQ level 50-55 sampai sekitar 70

2) Moderat : IQ level 35-40 sampai 50-55

3) Severe : IQ level 20-25 sampai 35-40

4) Profound : IQ level dibawah 20 atau 25.

1. Mild: IQ level 50-55 sampai sekitar 70

Pada tingkatan ini dalam segi pendidikan termasuk masih

bisa didik disekolah umum, meskipun hasilnya lebih rendah

dari anak – anak normal lainnya pada umumnya karena

rentang perhatian mereka lebih pendek, sehingga sulit

berkonsentrasi dalam jangka waktu yang lama. Diluar

pendidikan, mereka dapat melakukan beberapa keterampilan

seperti makan, mandi, berpakaian dan mampu menikah.

2. Moderat: IQ level 35-40 sampai 50-55

Pada tingkatan ini dapat dilatih untuk beberapa

keterampilan tertentu. Meskipun berespon lama terhadap

pendidikan dan pelatihan. Mereka dapat dilatih untuk mengurus

dirinya sendiri dan dilatih untuk membaca dan menulis

sederhana.

3. Severe: IQ level 20-25 sampai 35-40

Pada tingkatan ini memperlihatkan banyak masalah dan

kesulitan meskipun mereka telah disekolahkan pada sekolah


khusus. Mereka juga mengalami gangguan bicara. Kondisi fisik

lemah sehingga hanya bisa dilatih keterampilan khusus selama

kondisi fisik mereka memungkinkan.

4. Profound: IQ level dibawah 20 atau 25

Pada tingkatan ini mereka meliliki masalah yang serius

menyangkut fisik dan program pendidikan yang tepat untuk

mereka. Mereka juga sangat kurang dalam hal penyesuaian diri

seperti saat mereka berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.

Meski demikian anak Sindrom Down memiliki IQ yang

berkisaran antara mild dan moderate (Goldman, 2000 dikutip

dari Skripsi Alresna, 2009).


Tabel 2.1 Karakteristik dari retardasi mental berdasarkan range umur.

Derajat Persentase Awal masa Sekolah dasar dan Dewasa


keparahan mental Kanak - remaja
retardasi kanak
Profound : Fungsi sangat Masih mungkin dalam Penyendiri/tersembu
Sangat terganggu berbicara&perkembangan
berat 1–2% motorik nyi
<20-25

Severe: Sedikit atau Dapat mempelajari untuk Dapat mengerjakan


Berat 20– tidak dapat berbicara, kemampuan tugas sederhana
25 sampai 3–4% berbicara perawatan diri dasar sendiri/tersembunyi
35–40 komunikatif

Moderat: Dapat Dapat belajar sampai Dapat mengerjakan


Sedang 35 berkomunikasi dengan kemampuan kelas tugas umum dibawah
– 40 10% atau berbicara dua, dapat berjalan-jalan pengawasan
sampai 50– mandiri di tempat yang
55 dikenali, dapat
(dapat memberikan hasil positif
dilatih) jika dilatih

Mild: Sering tidak Akhir masa remja dapat Dapat hidup di


Ringan 50 dapat mencapai kelas enam komunitas dengan
– 55 85% dibedakan dari support
sampai normal,
70 (dapat penurunan
dididik) fungsi motorik
minimal
Dapat disimpulkan dari tabel diatas bahwa derajat retardasi mental yang sering
terjadi adalah derajat ringan (dapat dididik). diadaptasi dari Review of general
psychiatry

Dapat disimpulkan dari tabel diatas bahwa derajat retardasi mental yang

sering terjadi Sindrom Down yang tak ditentukan adalah kondisi dimana terdapat

dugaan retardasi mental, tetapi individu tersebut tidak dapat dites dengan tes

standar karena, sebagi contoh, orang tersebut tidak kooperatif. Batas fungsi

intelektual (IQ 71- 84) lebih tinggi dibandingkan untuk retardasi mental

(Goldman, 2000 dikutip dari Skripsi Alresna, 2009).


c. Gejala Klinis ditinjau dari segi Ilmu Kedokteran Gigi

Pasien Sindrom Down mempunyai susunan geligi yang tidak

beraturan, dan ini merupakan faktor predisposisi dari retensi plak dan

mempersulit upaya menghilangkan plak. Mereka juga menyatakan bahwa

bila bibir terbuka maka gingiva bagian depan tidak akan terbasahi oleh

saliva sehingga keadaan ini mempunya efek antara lain: aksi pembersihan

oleh saliva berkurang sehingga memudahkan timbunan plak bertambah.

Serta terjadi dehidrasi dari jaringan yang akan mengganggu retensinya.

Khusus pada penderita retardasi mental yang mengalami Sindrom Down,

macam maloklusi yang sering ditemukan adalah gangguan pertumbuhan

dentokraniofasial yaitu mikrodonsi, gigi berdesakan, gigitan silang dan

gigitan terbuka. ( Mawardiyanti, 2012).

Ciri khas Sindrom Down adalah pertumbuhan yang lambat. Anak-

anak dengan Sindrom Down sering memiliki infeksi saluran pernapasan atas

kronis. Ini menyebabkan sering terjadi pernafasan melalui mulut dan

berefek xerostomia (mulut kering). Beberapa penelitian telah melaporkan

adanya gangguan pertumbuhan dentokraniofasial, umumnya dijumpai

mikrodonsi, anomali struktur fasial, keterlambatan erupsi gigi, oligodonsia

gigi berjejal, gigitan terbuka dan gigitan silang anterior. Keadaan umum

rongga mulut anak Sindrom Down adalah lidah maupun bibir terbentuk

celah dan fissure. Pembentukan fissure pada lidah dapat menjadi berat dan

merupakan faktor kontribusi pada terjadinya halitosis (Pilcher, 1998).


C. KERANGKA TEORI

SINDROM DOWN

1. Gambaran Karakteristik
KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT
2. Gejala Klinis ditinjau dari

segi Ilmu Kedokteran Gigi

OHI-S

Sumber : Wilkins (2005), (Lismaya, 2015), (Dorlan, 2002), (Mumpuni, 2013),


Kusumawardani, 2011), (Putri, 2009), (Alresna, 2009), ( Mawardiyanti, 2012).

Pertanyaan Peneliti :

1. Bagaimana status kebersihan mulut pada anak-anak Sindrom Down dengan


menggunakan indeks OHI-S ?
BAB 3

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu suatu metode

penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran

tentang suatu keadaan secara objektif dengan menggambarkan keadaan

kesehatan gigi dan mulut anak Sindrom Down (Notoatmodjo, 2005).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini dilaksanakan di 3 tempat yaitu SLB Purnama

Asih di Jl. Terusan Sari Asih No.1, Karyawangi, Parongpong, Kabupaten

Bandung Barat, Jawa Barat. SLB ABCD Asyifa di Jl. Terusan Ligar Raya

No.28, Cibeunying, Cimenyan, Bandung, Jawa Barat. SLB-C YPLB Asih

Manunggal di Jl. Singa Perbangsa, Lebak Gede, Kec. Coblong, Bandung.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Juni 2016 .

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh anak-anak Sindrom Down

yang berjumlah 17 orang yaitu di SLB Purnama Asih 8 orang, SLB

ABCD Asyifa 3 orang dan SLB-C YPLB Asih Manunggal 6 orang

dengan IQ Mild/ ringan sampai Profound atau sangat berat.


2. Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah secara Total

Sampling yaitu suatu pengambilan sampel yang dilakukan dengan

cara memakai seluruh populasi dalam pelaksanaan penelitian.

Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan beberapa rekan melalui

pemeriksaan OHI-S pada anak Sindrom Down.

D. Alat dan Bahan Penelitian

A. Alat

Alat yang digunakan antara lain:

a. Form pemeriksaan OHI-S

b. Kaca mulut

c. Sonde

d. Pinset

f. Masker

g. Handscon

B. Bahan

Bahan yang digunakan antara lain:

a. Cotton roll dan cotton pellet

b. Alkohol 70%

E. Pengolahan Data

Data yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil pemeriksaan kebersihan mulut pada anak Sindrom Down di

SLB Purnama Asih, SLB ABCD Asyifa dan SLB-C YPLB Asih

Manunggal. Pemeriksaan yang telah dilakukan mengenai kebersihan

mulut didapatkan dari hasil penjumlahan perhitungan skor indeks debris

dan indeks kalkulus yang kemudian disajikan dalam bentuk skor angka

dan skor tersebut dapat menunjukkan kriteria kebersihan rongga mulut.

Pemeriksaan OHI-S di SLB Purnama Asih, SLB ABCD Asyifa dan

SLB-C YPLB Asih Manunggal didapatkan sampel sebanyak 17

responden. Hasil pemeriksaan mengenai kebersihan mulut pada anak

Sindrom Down di SLB Purnama Asih, SLB ABCD Asyifa dan SLB-C

YPLB Asih Manunggal disajikan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1
Distribusi Tingkat Kebersihan Mulut (OHI-S)
pada anak Sindrom Down di 3 SLB.

No Kriteria OHI-S N Persentase


1 Baik : 0,0 – 1,2 12 70,6 %
2 Sedang : 1,3 – 3,0 5 29,4%
3 Buruk : 3,1 – 6,0 0 0%
Jumlah 17 100%

Tabel 4.1 menunjukkan distribusi tingkat kebersihan mulut OHI-S

pada anak Sindrom Down persentase tertinggi terdapat pada kriteria -


OHI-S baik yaitu sebesar 70,6% (12 responden), sedangkan yang

mempunyai kriteria sedang sebesar 29,4% (5 responden) dan yang

mempunyai kriteria buruk sebesar 0% (0 responden).

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan IQ

No Klasifikasi IQ N Persentase
1 Mild : Ringan 50 – 55 sampai 70 5 responden 29,4%
(dapat dididik)
2 Moderat : Sedang 35 – 40 sampai 12 responden 70,6%
50-55 (dapat dilatih)
3 Severe : Berat 20 – 25 sampai 35–40 0 responden 0%

4 Profound : Sangat berat < 20-25 0 responden 0%


Jumlah 17 responden 100%

Tabel 4.2 menunjukkan distribusi frekuensi responden berdasarkan IQ

persentase terbanyak terdapat pada kriteria Moderat atau memiliki IQ 35 –

40 sampai 50–55 yaitu sebanyak 70,6% (12 responden), yang mempunyai

kriteria Mild atau ringan dengan IQ 50 – 55 sampai 70 yaitu sebanyak

29,4% (5 responden), sedangkan pada kriteria Severe atau Berat dengan IQ

20 – 25 sampai 35–40 dan Profound atau Sangat berat dengan IQ < 20-25

masing – masing sebanyak 0% (0 responden).

B. Pembahasan

Untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut seseorang, Green and

Vermilillion memilih enam permukaan gigi tertentu yang cukup mewakili

bagian depan maupun bagian belakang dari seluruh pemeriksaan gigi yang

ada dalam rongga mulut. Gigi yang diperiksa ada enam buah dengan
perincian yang telah ditentukan sebelumnya, empat gigi diperiksa

permukaan bukal (bagian pipi) atau fasialnya (bagian depan) yaitu Molar

satu atas kanan (Gigi 16), insisivus satu atas kanan (Gigi 11), molar satu

atas kiri (Gigi 26) dan insisivus satu bawah kiri (31). Dua gigi diperiksa

pada permukaan lingualnya (bagian lidah) Molar satu bawah kanan (46)

dan kiri (36) (Putri, 2009). Berdasarkan hasil yang telah tercantum pada

tabel 4.1 tentang Distribusi Frekuensi Tingkat Kebersihan Mulut (OHI-S)

pada anak Sindrom Down di 3 SLB menunjukkan bahwa hasil penelitian

terhadap SLB Purnama Asih, SLB ABCD Asyifa dan SLB-C YPLB Asih

Manunggal di Bandung menunjukan anak Sindrom Down memiliki indeks

kebersihan gigi dan mulut paling banyak kriteria klinis Baik sebanyak 12

responden (70,6%).

Walaupun menurut beberapa referensi menyebutkan bahwa anak

dengan Sindrom Down mempunyai status kebersihan mulut yang buruk

seperti yang digambarkan bahwa anak dengan Sindrom Down mempunyai

susunan geligi yang tidak beraturan, ini merupakan faktor predisposisi

(lebih mungkin atau rentan) terjadi retensi plak sehingga mempersulit

upaya menghilangkan plak (Mawardiyanti, 2012). Namun dari penelitian

yang telah dilakukan penyusun menunjukkan gambaran bahwa status

kebersihan mulut pada anak Sindrom Down secara garis besar ialah Baik

yaitu sebesar 70,6%, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Erma

Poltekkes Kemenkes Bandung Jurusan Keperawatan Gigi tahun 2015 yang


menyebutkan indeks kebersihan mulut pada anak Sindrom Down berada

pada skor Sedang yaitu sebanyak 54,54%.

Keadaan tersebut menggambarkan bahwa kebersihan mulut pada

anak Sindrom Down saat ini sudah baik, hal ini dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, salah satu faktornya dari erupsi gigi yang lambat, gigi

yang kecil (Microdontia) yang mengakibatkan gigi menjadi berjarak atau

diastema, memiliki lidah yang besar (Macroglossia) dan membuat air liur

mengalir dan membasahi rongga mulutnya sehingga rongga mulut bisa

terbersihkan secara alami atau berfungsi sebagai self cleansing dan dapat

menghambat pertumbuhan plak (Bord, 2011).

Hal ini bukan berarti mereka tidak kesulitan dalam gerakan –

gerakan menyikat gigi, gerakan yang dilihat secara langsung pada saat

penelitian dan melakukan sikat gigi bersama rata – rata seperti tertera pada

tabel 4.2, mereka hanya dapat melakukan sikat gigi secara vertikal saja

pada bagian depan dan samping, tanpa memperhatikan bagian

pengunyahan dan bagian dalam gigi karena anak dengan Sindrom Down

secara keseluruhan mengalami kelemahan akal dan perkembangan motorik

kasar mereka lambat disebabkan otot-otot yang lembek tetapi mereka

akhirnya bisa melakukan hampir semua pergerakan kasar. Ini berarti masih

harus dilatih secara rutin agar keterampilannya berkembang dalam

memelihara kebersihan gigi dan mulut dan ketergantungan kepada pihak

lain menjadi berkurang.


Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan IQ

menunjukkan hasil sebagian besar responden memiliki kriteria Moderat

atau memiliki IQ 35 – 40 sampai 50–55 yaitu 12 responden. Menurut

Goldman, (2000), pada tingkatan ini dapat dilatih untuk beberapa

keterampilan tertentu. Meskipun merespon lama terhadap pendidikan dan

pelatihan. Mereka dapat dilatih untuk mengurus dirinya sendiri dan dilatih

untuk membaca dan menulis sederhana (Alresna, 2009).

Dari penelitian Alresna (2009) mengemukakan gejala yang

biasanya merupakan keluhan utama dari orang tua adalah retardasi mental,

biasanya IQ antara 50-70. Tetapi kadang-kadang IQ bisa sampai 90

terutama pada kasus-kasus yang diberi latihan. Ini berarti untuk melatih

dan mengembangkan keterampilan serta kemampuannya dalam

pendidikan kesehatan gigi dan mulut harus dilakukan secara rutin dibantu

oleh guru dan orang tuanya (Kay, 2006, dikutip dari skripsi Alresna,

2009).

Klasifikasi awal tentang IQ yang diusulkan oleh the American

Association on Mental Retardation, ditujukan kepada individu dengan

retardasi mental sebagai lemah pikiran, yang berarti bahwa perkembangan

mereka terhenti pada usia dini atau ketidakmampuan mengalami

perkembangan sesuai umur teman sebaya dan mengatur kehidupan pribadi

secara mandiri (Alresna, 2009).


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa

anak Sindrom Down memiliki kriteria OHI-S yang baik yaitu sebesar

70,6% (12 responden), dengan rata – rata IQ kriteria Moderat atau

memiliki IQ 35 – 40 sampai 50–55 yaitu yaitu 70,6% (12 responden), ini

berarti kebersihan gigi dan mulut responden dapat dikategorikan baik

karena salah satu faktornya dari erupsi gigi yang lambat, gigi yang kecil

(Microdontia) yang mengakibatkan gigi menjadi berjarak atau diastema,

memiliki lidah yang besar (Macroglossia) dan membuat air liur mengalir

dan membasahi rongga mulutnya sehingga rongga mulut bisa terbersihkan

secara alami atau berfungsi sebagai self cleansing dan dapat menghambat

pertumbuhan plak (Bord, 2011). Untuk membantu menjaga kebersihan

gigi dan mulut anak berkebutuhan khusus terutama sindrom down

diberikan latihan sehingga dapat mengembangkan keterampilannya agar

mereka bisa menjaga kebersihan gigi dan mulut secara mandiri. Selain itu

tindakan promotif, preventif dan kuratif sederahana harus tetap dijalankan

bila perlu diadakannya Unit Kesehatan Gigi dan Mulut Sekolah untuk

anak berkebutuhan khusus.


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada anak Sindrom Down

sebanyak 17 responden dapat disimpulkan bahwa:

1. Gambaran kebersihan mulut pada anak Sindrom Down menunjukkan

kriteria klinis OHI-S baik sebanyak 70,6 % (12 responden) di SLB

Purnama Asih, SLB ABCD Asyifa dan SLB-C YPLB Asih.

2. Kriteria IQ yang terbanyak terdapat pada kriteria Moderat atau

memiliki IQ 35 – 40 sampai 50–55 yaitu 12 reponden (70,6%) di SLB

Purnama Asih, SLB ABCD Asyifa dan SLB-C YPLB Asih..

B. Saran

1. Memberikan pendidikan dan penyuluhan tentang pentingnya menjaga

kebersihan gigi dan mulut pada anak – anak Sindrom Down.

2. Perlu adanya pemeriksaan yang rutin terhadap anak Sindrom Down agar

terjaga kesehatan gigi dan mulutnya.

3. Perlu diadakannya kerjasama antara orang tua, tenaga pendidik dan

dokter gigi dalam upaya menjaga kesehatan mulut pada anak Sindrom

Down.

4. Diadakannya UKGS di sekolah berkebutuhan khusus untuk

mendapatkan kesehatan dan kebersihan mulut yang optimal.


DAFTAR PUSTAKA

Alresna, Fitrinilla. 2009. Karakteristik Dismorfologi dan Analisis Kelainan


Kromosom Pada
Siswa Retardasi Mental di SLB C/C1 Widya Bhakti Semarang.
Skripsi. Universitas Diponegoro Semarang: Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang.
https://core.ac.uk/download/files/379/11708089.pdf. Diakses pada tanggal
10 April
2016 Pukul 17.04 wib

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.


2013. Riset
Kesehatan Dasar 2013. Jakarta.

Bord, Jessica De 2011. Oral Health and Down Syndrome. Dental Public
Health and Pediatric Dentistry. Los Angeles: University Center for
Excellence in Developmental Disabilities.
http://www.ndss.org/Global/oral_health_webinar.pdf. Diakses pada tanggal
15 Juli 2016.

Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Kesehatan


Anak Kementrian. 2010. “Pedoman Yankes Anak di SLB bagi Tenaga
Kesehatan” Jurnal Kesehatan RI. www.giziadepkes.go.id. Diakses tanggal
06 April 2016 pukul 14:20 wib

Dorlan, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorlan. Jakarta: EGC.

Kusumawardani, Endah. 2011. Buruknya Kesehatan Gigi dan Mulut.


Yogyakarta: SIKLUS

Laela, Dewi Sodja. 2007. Teknik Penulisan Usulan Penelitian dan Karya
Tulis Ilmiah.
Bandung : Politeknik Kesehatan Bandung.

Lismaya, Erma. 2015. Gambaran Status Kesehatan Gigi dan Mulut Pada
Penderita Down Syndrom di SLB Muhammadiyah Bandung dan SLB Negri
A Citereup. Karya Tulis Ilmiah. Politeknik Kesehatan Kementrian
Kesehatan Bandung: Jurusan Keperawatan Gigi Bandung.

Mawardiyanti, Diska. 2012. Gambaran Kebersihan Gigi Dan Mulut Pada


Penderita Down Syndrom SLB Patrang Jombang. Skripsi. Universitas
Jember: Fakultas Kedokteran
Gigi.http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/3455/Skripsi.p
df?sequence=1 Diakses pada tanggal 19 November 2015 pukul 09:32 wib

Mumpuni, Yekti., Erlita, P. 2013. Empat Puluh Lima Masalah dan Solusi
Penyakit Gigi dan Mulut. Yogyakarta: Rapha Publishing.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta :


Rineka Cipta

Plicher, Elizabeth. S. 1998. “Dental Care For The Patient Withdown


Syndrom”. Down Syndrom Research and Practice. Jurnal vol. 5, No 3, pp
111-116, from Medical University of South Carolina. https://www.down-
syndrome.org/reviews/84/. Diakses pada tanggal 29 Februari 2016 pukul
13:36 wib

Putri, M.H., Eliza, H., Neneng, N. 2009. Ilmu Pencegahan Penyakit


Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta: EGC.

Rahmah, Hajar Nur. 2014. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi


Terjadinya Down
Syndrome. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta: Fakultas
Ilmu Kesehatan. http://eprints.ums.ac.id/30787/ . Diakses pada tanggal 14
April 2016 pukul 20:32 wib

Rosida, Lena. Panghiyangani, Roselina. 2006. “Gambaran dermatoglifi


pada penderita
sindrom down di Banjarmasin dan Martapura Kalimantan Selatan”.
volume 01 No. 02 Desember 2006 Halaman 71 – 78. Jurnal Anatomi
Indonesia. Fakultas Kedokteran. Universitas Lambung. Lambung
Mangkurat, Banjarbaru. http://journal.ugm.ac.id/jai/article/view/1122.
Diakses pada tanggal 17 Maret 2016 pukul 19:08 wib

Slayton. 2013. “Oral health Oral Health Care for Children With
Developmental
Disabilities”, Jurnal. Volume 131 / Issue 3, From the American
Academy of Pediatrics. http://www.down-syndrome.org/reviews/84/.
Diakses pada tanggal 29 Februari 2016 pukul 13:36 wib.

Wilkins, Esther M. 2005. Clinical practice of the Dental Hygienist. United


States Of America: Lippincot.
LAMPIRAN
Lampiran
PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

(INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Menyatakan telah mendapat penjelasan mengenai maksud, tujuan,


prosedur, dan manfaat dari penelitian yang berjudul “Gambaran status kebersihan
mulut pada anak berkebutuhan khusus (Sindrom Down) Pada Sekolah Luar Biasa
di Bandung”

Oleh karena itu dengan rasa kesadaran, tanpa adanya paksaan dan
keikhlasan hati, saya menyatakan bersedia berpartisipasi menjadi responden
dalam penelitian ini dan bersedia untuk melaksanakan prosedur penelitian yang
telah dijelaskan peneliti.

Bandung,09 Mei 2016

Peneliti Responden/Wali

(Rina Rodiawati) ( )
Lampiran
SURAT PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Yang terhormat

Bapak/Ibu .....

Di tempat

Bersama ini saya Rina Rodiawati selaku mahasiswa dari Jurusan


Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Bandung, mengharapkan bapak/ibu untuk
bersedia menjadi responden pada peneliti yang berjudul : “Gambaran status
kebersihan mulut pada anak berkebutuhan khusus (Sindrom Down) Pada Sekolah
Luar Biasa di Bandung”.

Adapun kegiatan yang akan dilakukan yaitu pemeriksaan kesehatan


gigi dan mulu dengan menggunakan kaca mulut dan sonde serta mengisi kuisioner
yang disediakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Gambaran
status kebersihan mulut pada anak berkebutuhan khusus (Sindrom Down) Pada
Sekolah Luar Biasa di Bandung.

Segala data dan informasi yang diperoleh dari penelitian ini akan
diolah secara rahasia dan data mengenai identitas akan disimpa dalam tempat
yang terjamin dan hanya peneliti yang dapat membuka tempat penyimpanan data
tersebut.

Keikutsertaan bapak/ibu menjadi responden dalam penelitian ini, saya


selaku peneliti mengucapkan terimakasih.
FOTO PENELITIAN
Daftar Tabel Indeks OHI-S Sindrom Down di 3 SLB Bandung
No Nama Nama Sekolah Umur IQ Kriteria DI CI OHI-S Kriteria
1 JF SLB-C YPLB Asih Manunggal 12 49 Moderat 0,50 0 0,50 Baik
2 AS SLB-C YPLB Asih Manunggal 18 50 Mild 0,67 0,67 1,34 Sedang
3 JP SLB-C YPLB Asih Manunggal 9 48 Moderat 0,67 0 0,67 Baik
4 FP SLB-C YPLB Asih Manunggal 14 49 Moderat 0,67 0,16 0,83 Baik
5 FH SLB-C YPLB Asih Manunggal 14 47 Moderat 1,25 0 1,25 Baik
6 AYM SLB-C YPLB Asih Manunggal 8 35 Moderat 1,75 1 2,75 Sedang
7 IS SLB ABCD Asyifa 18 45 Moderat 1,16 0,16 1,32 Sedang
8 AR SLB ABCD Asyifa 7 40 Moderat 0,80 0 0,8 Baik
9 SRP SLB ABCD Asyifa 42 40 Moderat 1,00 0,33 1,33 Sedang
10 IFM SLB-C Purnama Asih 14 48 Moderat 0,67 0,16 0,83 Baik
11 FTN SLB-C Purnama Asih 9 54 Mild 0,67 0 0,67 Baik
12 DM SLB-C Purnama Asih 46 64 Mild 0,80 0 0,80 Baik
13 MF SLB-C Purnama Asih 20 49 Moderat 0,67 0 0,67 Baik
14 AD SLB-C Purnama Asih 8 40 Moderat 0,16 0 0,16 Baik
15 AR SLB-C Purnama Asih 22 65 Mild 1,33 0 1,33 Sedang
16 VR SLB-C Purnama Asih 11 56 Mild 1,00 0 1,00 Baik
17 CC SLB-C Purnama Asih 12 46 Moderat 0,50 0 0,50 Baik

Anda mungkin juga menyukai