ABSTRACT
RIZKY NUR AINUN. Fishing Season and Fishing Ground Mapping of The Squid
Net in The Regional Fisheries Management (WPP) 711. Supervised by
PRIHATIN IKA WAHYUNINGRUM and EKO SRI WIYONO.
Squid is a kind of Indonesian export commodities. One of the potential
squid’s fishing ground is in the Waters of Regional Fisheries Management (RFM)
711. The squid that is landed on PPI Muara Angke which was found in the Water
of Regional Fisheries Management (RFM) was mostly captured by squid net.
Information about fishing season and fishing ground estimation especially squid
becomes important to improve the productivity of squid net. Squid’s fishing
season can be seen from the Fishing Season Index and the fishing ground
seasonally is obtained by interviewing the PPI Muara Angke’s squid net
fishermen. Fishing Season Index showed that the peak season of fishing squid on
September-November, while the average fishing season occured on Januari-
Agustus and Desember. In average season, squid’s fishing ground found in the
south and north of the waters of Bangka Belitung island, while the peak season
found in western and northern waters of Pontianak in West Kalimantan.
Key words: squid, squid net, squid fishing season, fishing ground, WPP 711
MUSIM PENANGKAPAN DAN PEMETAAN DAERAH
PENANGKAPAN JARING CUMI DI WILAYAH
PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP) 711
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Disetujui oleh
Prihatin Ika Wahyuningrum, SPi MSi Dr Eko Sri Wiyono, SPi MSi
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah
estimasi daerah penangkapan ikan, dengan judul “Musim Penangkapan dan
Pemetaan Daerah Penangkapan Jaring Cumi di Wilayah Pengelolaan Perikanan
(WPP) 711”. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2014 di
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke, Jakarta.
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Waktu dan Lokasi Penelitian 2
Alat Penelitian 3
Metode Penelitian 3
Metode Pengumpulan Data 3
Analisis Data 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Unit Penangkapan Jaring Cumi 6
Alat tangkap 6
Kapal 7
Nelayan 9
Hasil tangkapan 9
Operasi penangkapan ikan 10
Produksi Cumi-Cumi di PPI Muara Angke 11
Upaya Penangkapan (Effort) 12
Produktivitas 13
Pola Musim Penangkapan Cumi-Cumi di PPI Muara Angke 14
Pemetaan Daerah Penangkapan Cumi-Cumi Berdasarkan Pola Musim 16
KESIMPULAN DAN SARAN 21
Kesimpulan 21
Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 21
LAMPIRAN 24
RIWAYAT HIDUP 29
DAFTAR TABEL
1 Penggolongan musim penangkapan ikan berdasarkan nilai Indeks
Musim Penangkapan 5
2 Spesifikasi alat tangkap jaring cumi 7
3 Spesifikasi kapal jaring cumi 8
4 Musim penangkapan cumi di perairan WPP 711 15
5 Keadaan oseanografi perairan Laut Cina Selatan setiap musim 20
DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian 2
2 Alat tangkap jaring cumi 6
3 Kapal unit penangkapan jaring cumi di PPI Muara Angke 8
4 Hasil tangkapan cumi-cumi berdasarkan ukurannya 10
5 Produksi bulanan cumi-cumi di PPI Muara Angke tahun 2009-2013 11
6 Upaya penangkapan (effort) bulanan cumi-cumi di PPI Muara Angke
tahun 2009-2013 13
7 CPUE bulanan cumi-cumi di PPI Muara Angke tahun 2009-2013 13
8 Indeks musim penangkapan cumi-cumi di PPI Muara Angke 14
9 Daerah penangkapan cumi-cumi musim penangkapan sedang saat
musim barat 16
10 Daerah penangkapan cumi-cumi musim penangkapan sedang saat
musim peralihan 1 17
11 Daerah penangkapan cumi-cumi musim penangkapan sedang saat
musim timur 18
12 Daerah penangkapan cumi-cumi musim penangkapan puncak saat
musim peralihan 2 19
DAFTAR LAMPIRAN
1 Dokumentasi penelitian 24
2 Data produksi cumi-cumi tahun 2009-2013 26
3 Data upaya penangkapan cumi-cumi tahun 2009-2013 26
4 Nilai Catch Per Unit Effort 27
5 Perhitungan indeks musim penangkapn cumi-cumi 27
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai dengan Maret
2014, yang bertempat di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke Jakarta
Utara, Jakarta. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Alat Penelitian
Metode Penelitian
Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari dua data, yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh berdasarkan hasil
pengamatan atau wawancara nelayan pada saat penelitian di lapangan. Adapun
data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui hasil penelitian, laporan,
ataupun dokumen ilmiah lainnya.
Pengambilan dan pengumpulan data sekunder difokuskan pada objek
penelitian yaitu produksi hasil tangkapan dan upaya penangkapan selama lima
tahun terakhir, yaitu pada tahun 2009 sampai dengan 2013. Data tersebut
digunakan untuk menghitung hasil tangkapan per upaya penangkapan (CPUE) dan
pola musim penangkapan yang diperoleh dari tempat pelelangan ikan (TPI) dan
unit pelaksana teknis (UPT) Pelabuhan Perikanan Pantai (PPI) Muara Angke.
Teknik pengumpulan data responden menggunakan purposive sampling.
Pengambilan dan pengumpulan data primer difokuskan pada wawancara terhadap
nelayan, utamanya untuk menentukan daerah penangkapan setiap musim
penangkapan cumi-cumi. Semua kapal jaring cumi di PPI Muara Angke
melakukan operasi penangkapan di WPP 711. Responden berjumlah 33 orang
yang terdiri dari 3 orang pemilik kapal, 6 orang nahkoda, 24 orang ABK.
4
Analisis Data
Keterangan:
Rbi = rasio rata-rata bulan urutan ke-i
CPUEi = CPUE urutan ke-i
RGPi = rata-rata bergerak CPUE terpusat urutan ke-i
(5) Menyusun nilai rasio rata-rata dalam suatu matriks berukuran i x j yang
disusun untuk setiap bulan, dimulai dari bulan Juli tahun 2009 sampai dengan
bulan Juni tahun 2013.
(6) Menghitung total rasio rata-rata bulanan (JRRBi)
JRRBi = ∑ i
Keterangan:
JRRBi = jumlah rasio rata-rata bulanan
RBBi = rata-rata Rbij untuk bulan ke-i
i = 1,2,......,12
(7) Indeks musim penangkapan
Idealnya jumlah rasio rata-rata bulanan JRBB sama dengan 1200, namun
karena banyak faktor sehingga menyebabkan JRBB tidak selalu sama dengan
1200. Oleh karena itu nilai rasio rata-rata bulanan harus dikoreksi dengan suatu
nilai koreksi yang disebut dengan Faktor Koreksi (FK).
Rumus untuk memperoleh nilai Faktor Koreksi adalah:
FK =
Keterangan:
FK = nilai faktor koreksi
JRRB = jumlah rasio rata-rata bulanan
Indeks Musim Penangkapan (IMP) dapat dihitung dengan menggunakan
rumus:
IMPi = RRBi x FK
Keterangan:
IMPi = indeks musim penangkapan bulan ke-i
RRBi = rasio rata-rata bulanan
FK = nilai faktor koreksi
i = 1,2,.......,12
Peggolongan musim penangkapan ikan dapat digolongkan dalam tiga kategori
berdasarkan nilai Indeks Musim Penangkapan (IMP) yaitu musim paceklik,
musim sedang dan musim puncak (Zulkarnain et al. 2012) (Tabel 1).
Tabel 1 Penggolongan musim penangkapan ikan berdasarkan nilai Indeks
Musim Penangkapan (IMP)
No Nilai IMP Kategori Musim
1 < 50% Musim Paceklik
2 50% ≤ IMP < 100% Musim Sedang
3 ≥ 100% Musim Puncak
Alat Tangkap
Secara umum alat tangkap jaring cumi di Muara Angke tidak berbeda jauh
dengan jaring cumi di daerah lain. Alat tangkap jaring cumi yang digunakan oleh
nelayan Muara Angke terdiri atas kantong jaring, badan jaring, tali kolor, tali
kerek, pemberat, cincin, dan rig (Gambar 2).
Bagian jaring cumi secara umum dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu
bagian jaring, bagian tali, dan perlengkapan lain (pemberat, cincin, dan rig) (Tabel
2). Keterangan bagian-bagian jaring cumi adalah sebagai berikut, kantong jaring
terbuat dari polyamide (PA) dengan mesh size 1 inch. Badan jaring terbuat dari
polyamide (PA) dengan 4 lapisan dari bagian paling dalam dekat kantong hingga
paling luar dekat pemberat dengan mesh size lapisan 1 sebesar 1,5 inch, lapisan 2
sebesar 2 inch, lapisan 3 sebesar 2,5 inch, lapisan 4 sebesar 3 inch. Tali kolor
terbuat dari polyethylene dengan diameter 3 cm, panjang 30-50 m, dan berjumlah
satu buah. Tali kerek terbuat dari polyethylene dengan diameter 2,5 cm, panjang
40-45 m, dan berjumlah dua buah. Pemberat terbuat dari timah dengan berat 500
gram sejumlah 708 sampai 768 buah. Cincin terbuat dari stainless dengan berat
500 gram dan diameter 20 cm sejumlah 60-65 buah. Rig terbuat dari besi dengan
7
jumlah 2 buah yang berfungsi untuk mengatur setting dan hauling dalam
pengoperasian alat tangkap. Gambar mengenai alat tangkap jaring cumi dapat
dilahat pada Lampiran 1.
Kapal
Kapal yang digunakan dalam kegiatan operasi penangkapan jaring cumi
terbuat dari bahan kayu dan fiber. Badan kapal terbuat dari kayu dengan dilapisi
fiber. Kayu yang digunakan biasanya kayu bungur (Lagerstroemia) atau kayu jati
(Tectona grandis). Sebagian besar kapal jaring cumi di Muara Angke
pembuatannya dilakukan di Bangka. Kapal yang digunakan untuk
8
Panjang kapal adalah 12-18 m, lebar kapal 3,5-5 m, dan dalamnya 1,8-2,5 m.
Tenaga penggerak yang digunakan pada kapal merupakan jenis tenaga penggerak
inboard engine. Jenis mesin yang digunakan sebagai mesin utama atau penggerak
kapal adalah 6D22 Mitsubishi dengan kekuatan 260-310 HP sebanyak satu buah.
Selain mesin utama digunakan juga mesin bantu untuk menyalakan lampu dan
freezer, mesin yang biasa digunakan adalah 6D16 Mitsubishi dengan kekuatan
175 HP sebanyak dua buah. Pada kapal jaring cumi juga dilengkapi dengan alat
bantu berupa winch hauler sebanyak satu buah digunakan untuk membantu
menaikkan alat tangkap keatas kapal. Spesifikasi kapal dan mesin kapal jaring
cumi disajikan pada Tabel 3.
Kapal jaring cumi menggunakan bahan bakar solar dengan kebutuhan untuk
sekali melaut sebanyak 20-25 ton. Kapal jaring cumi juga dilengkapi dengan
palka yang berfreezer untuk menyimpan hasil tangkapan. Kapasitas palka tersebut
mampu menampung hingga 20-40 ton. Gambaran tentang palka unit penangkapan
jaring cumi dapat dilihat pada Lampiran 1.
Nelayan
Jumlah nelayan yang terlihat dalam kegiatan operasi penangkapan jaring
cumi sebanyak 10 sampai 17 orang. Satu orang bertugas sebagai nahkoda atau
juru mudi, dua orang bertugas sebagai teknisi mesin kapal, dan yang lainnya
bertugas dalam pengoperasian alat tangkap jaring cumi. Juru mudi dan teknisi
mesin kapal terkadang juga membantu dalam proses pengoperasian alat tangkap.
Pendapatan nelayan jaring cumi di Muara Angke sebagian besar berupa sistem
gaji perhari, dimana dalam satu hari gajinya sebesar Rp 15.000,00 hingga Rp
20.000,00. Akan tetapi ada beberapa pemilik kapal yang menggunakan sistem
bagi hasil. Sistem bagi hasil yang digunakan adalah 60% untuk pemilik dari
pendapatan bersih sedangkan nelayan buruh 40%. Jumlah pembagian untuk
nelayan adalah 12% untuk pengurus, 10% nahkoda, 10% ABK dan 8% juru mesin.
Sistem gaji lebih banyak diterapkan oleh pemilik daripada sistem bagi hasil,
karena menurut pemilik sistem gaji lebih menguntungkan daripada sistem bagi
hasil.
Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan utama jaring cumi adalah cumi-cumi (Loligo sp),
sedangkan hasil tangkapan sampingannya adalah ikan lemadang (Coryphaena
hippurus), ikan ekor kuning (Caesionidae sp), ikan lemuru (Sardinella lemuru),
ikan tembang (Sardinella gibbosa), ikan kembung (Rastrelliger sp) dan ikan
jambal siam (Pangasius suchi). Gambar hasil tangkapan sampingan jaring cumi
dapat dilihat pada Lampiran 1. Cumi-cumi yang tertangkap dikelompokkan dalam
lima ukuran yaitu ukuran 1 panjangnya 26-35 cm, ukuran 2 panjangnya 21-25 cm,
ukuran 3 panjangnya 16-20 cm, ukuran 4 panjangnya 11-15 cm, dan ukuran 5
panjangnya 5-10 cm atau yang sering disebut cendol (cumi-cumi dalam ukuran
kecil) (Gambar 4). Hasil tangkapan yang diperoleh langsung dicuci bersih setelah
proses hauling diatas kapal. Setelah cumi-cumi dicuci, kemudian langsung disortir
dan dikelompokkan berdasarkan ukuran dengan dibungkus plastik sebelum
disimpan pada palka ber-freezer. Berbeda dengan cumi-cumi, hasil tangkapan
sampingan setelah dicuci langsung dimasukkan kedalam palka dalam bentuk
curah. Hasil tangkapan cumi-cumi tersebut saat didaratkan sudah dalam keadaan
frozen, hal itulah yang membuat istimewa dari hasil tangkapan cumi-cumi nelayan
jaring cumi PPI Muara Angke.
10
Ukuran 1 Ukuran 2
Ukuran 3 Ukuran 4
Ukuran 5
Gambar 4 Hasil tangkapan cumi-cumi berdasarkan ukurannya
2) Setting
Proses setting diawali dengan membentangkan rig atau tiang melintang yang
terdapat pada sisi kanan kapal dan mengatur tali temali pada jaring.
Kemudian semua lampu yang terdapat pada bagian kiri dan kanan kapal
dinyalakan untuk menarik perhatian cumi-cumi. Lampu tetap dinyalakan
hingga cumi-cumi naik ke permukaan dan mendekat pada kapal. Setting
dilakukan sebanyak 10-15 kali dalam satu malam saat musim penangkapan
puncak dan 8-10 kali dalam satu malam saat musim penangkapan sedang.
3) Hauling
Proses hauling mulai dilakukan ketika cumi-cumi telah mendekat ke
permukaan. Satu per satu lampu dimatikan hingga hanya terdapat satu lampu
yang menyala agar cumi-cumi terfokus pada salah satu sisi kapal yang
terdapat jaring diatasnya. Setelah cumi-cumi tertangkap jaring diangkat dan
hasil tangkapan cumi-cumi dipindahkan menggunakan serok ke atas kapal.
Produktivitas
Hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian Hartati et al. (2004)
yang menyatakan bahwa musim puncak penangkapan cumi-cumi di Selat Alas
(Nusa Tenggara Barat) terjadi pada bulan November dengan musim paceklik
terjadi pada bulan April-September, sedangkan musim sedang terjadi pada bulan
Desember-Maret dan Oktober. Berdasarkan nilai IMP tersebut, dapat diketahui
kecenderungan pola musim yang menunjukkan waktu atau musim yang paling
tepat untuk menangkap cumi-cumi di WPP 711 yaitu pada bulan September-
November.
16
Musim penangkapan sedang saat musim barat yang terjadi pada bulan
Desember-Februari, nelayan melakukan penangkapan di posisi 10 -114
dan 03 -01 S. Menurut hasil wawancara nelayan, pada bulan Desember-
Februari daerah penangkapan cumi berada di selatan Pulau Bangka dan Pulau
Belitung. Hal ini disebabkan pada bulan Desember hingga Februari merupakan
musim barat, dimana angin yang berhembus adalah angin musim barat. Angin
musim barat adalah angin yang mengalir dari Benua Asia ke Benua Australia dan
17
mengandung curah hujan yang banyak di Indonesia bagian Barat, perairan dan
samudera yang dilewati adalah Laut Cina Selatan dan Samudera Hindia (Megalina
2010). Pada musim barat memungkinkan terjadi banyak badai, sehingga saat
cuaca ekstrim unit penangkapan jaring cumi beroperasi di selatan Pulau Bangka
dan Pulau Belitung untuk menghindari terjadinya kecelakaan laut akibat tingginya
gelombang yang dibentuk oleh angin musim barat. Jika sedang melakukan operasi
penangkapan ikan terjadi badai di laut, maka nahkoda memutuskan untuk
menambatkan kapalnya pada pelabuhan terdekat yang ada di Pulau Bangka dan
Pulau Belitung. Berbeda halnya dengan nelayan jaring cumi yang berasal dari PPI
Muara Angke, nelayan yang berasal dari Pulau Bangka pada saat terjadi musim
barat lebih memilih untuk tidak melaut dan beralih mata pencaharian (Adiatma
2013). Widyaprasetya (1999) dalam Almuas (2005) menyatakan bahwa pada
musim barat terjadi suhu minimum dan salinitas tinggi di perairan Laut Cina
Selatan diduga dipengaruhi oleh arus dari utara yang membawa massa air dari
Samudera Pasifik yang bersuhu rendah dan bersalinitas tinggi. Pada musim barat
arus dari utara bergerak menuju selatan (Almuas 2005). Hasil tangkapan cumi-
cumi pada musim penangkapan sedang di bulan Desember-Februari yang
bertepatan dengan musim barat adalah produksi terendah setiap tahunnya. Hal
tersebut terjadi karena saat musim barat nelayan melakukan operasi penangkapan
di perairan yang tidak terlalu jauh dari daratan, sementara itu sumberdaya cumi-
cumi pada saat itu berada pada perairan yang dalam yang terbawa oleh arus
(Roper et al. (1984) dalam Wiadnyana (1996)).
penangkapan cumi-cumi berada pada 110 -113 dan 03 -01 LS. Ketika
musim peralihan ini daerah penangkapan semakin bergerak menuju ke arah utara
yang bertepatan dengan utara perairan Pulau Bangka dan Belitung. Pada bulan
Maret-Mei (musim peralihan 1) arah arus di perairan tidak menentu dan
gelombang serta angin mulai mereda (Triharyuni 2012). Arus menuju ke arah
selatan hingga pada akhir musim peralihan 1 berbelok akibat desakan arus dari
selatan menuju ke utara, (Almuas 2005). Ketika musim peralihan 1 ini terjadi
cumi-cumi yang bermigrasi mulai kembali ke perairan pesisir akibat terbawa arah
arus yang terjadi Roper et al. (1984) dalam Wiadnyana (1996). Fenomena
pembelokan arus tersebut terjadi hanya terjadi di perairan tertentu, salah satunya
di WPP 711.Hal tersebut tidak terlalu membuat nelayan khawatir akan adanya
gelombang besar seperti saat musim barat, sehingga effort yang dilakukan lebih
banyak daripada musim barat. Widyaprasetya (1999) dalam Almuas (2005)
mengamati salinitas permukaan di Laut Cina Selatan tinggi pada musim peralihan
1 dan awal musim timur mulai menurun.
Musim penangkapan sedang saat musim timur yang terjadi pada bulan Juni-
Agusus, nelayan melakukan penangkapan di posisi 110 -114 dan 01 -03
LU. Pada musim timur angin yang berhembus adalah angin musim timur, yaitu
angin yang berhembus dari Australia ke Asia sehingga sedikit curah hujan yang
terjadi (Megalina 2010). Bulan Juni-Agustus (musim timur) gelombang tinggi
terjadi di perairan Indonesia bagian selatan seperti Samudera Hindia, Laut Timor,
Laut Arafuru, dan Laut Banda sehingga perairan Laut Cina Selatan tidak
mengalaminya (Kurniawan 2011). Saat musim timur terjadi nelayan jaring cumi
yang melakukan operasi penangkapan di daerah perairan Selat Karimata tidak
terkena dampak gelombang tinggi tersebut, sehingga armada penangkapan jaring
cumi bertambah pada musim timur. Masrikat (2002) menyatakan bagian selatan
19
perairan Laut Cina Selatan yang relatif lebih dangkal memiliki massa air yang
lebih homogen sehingga proses percampuran terjadi secara sempurna, selain itu
diduga adanya pengaruh arus yang membawa massa air dari Laut Jawa masuk ke
Laut Cina Selatan selama berlangsungnya musim timur. Arus selama musim timur
bergerak ke arah utara, dari selatan Khatulistiwa yang berasal dari Laut Jawa
menuju arah utara perairan Laut Cina Selatan dengan kecepatan 6 m/s (Almuas
2005). Sumberdaya cumi-cumi pada musim timur mulai bermigrasi kembali
kearah utara sesuai dengan pergerakan arusnya (Roper et al. (1984) dalam
Wiadnyana (1996)).
selatan akibat desakan arus dari utara (Almuas 2005). Sumberdaya cumi-cumi saat
musim peralihan 2 sudah mulai banyak terdapat di perairan Laut Cina Selatan
akibat terbawa oleh arus (Roper et al. (1984) dalam Wiadnyana (1996)). Secara
umum keadaan oseanografi perairan Laut Cina Selatan sesuai angin musim di
Indonesia terdapat pada Tabel 5.
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi penelitian
CPUE (ton/unit)
Bulan Rata-rata CPUE
2009 2010 2011 2012 2013
Januari 0,7609 1,2216 0,5474 1,5744 1,8524 1,1913
Februari 0,6247 1,2396 0,6482 1,5176 1,4974 1,1055
Maret 0,0933 0,9046 0,7106 2,1642 1,9701 1,1685
April 0,6952 1,4425 0,9037 3,1972 1,7158 1,5909
Mei 0,8294 1,1476 1,3505 3,6077 1,8480 1,7566
Juni 0,6625 0,7959 1,4691 3,4838 1,6121 1,6047
Juli 0,8900 0,9893 2,0166 2,5873 1,2838 1,5534
Agustus 0,4046 0,7140 2,9165 3,6703 1,3494 1,8109
September 1,6220 1,0780 4,0880 4,4290 1,7829 2,6000
Oktober 1,7623 2,1388 3,6439 3,4293 1,8917 2,5732
Nopember 1,5853 1,5861 3,1156 3,5646 2,0129 2,3729
Desember 0,8803 0,9755 1,9546 2,0326 1,0531 1,3792
TOTAL 10,8104 14,2336 23,3648 35,2580 19,8695 20,7073
Sumber: TPI dan UPT PPI Muara Angke 2009-2013, diolah kembali
RIWAYAT HIDUP