Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CHRONIC


KIDNEY DISEASE (CKD) DENGAN DIABETES MELLITUS
DI RUANG HEMODIALISA RSUD TUGUREJO
SEMARANG

Disusun oleh :

Nama : Kiki Nurjanah

NIM : 202002040015

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
CHRONIC KIDNEY DISEASE CHRONIC KIDNEY DISEASE
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN
PEKALONGAN
2021
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah
keadaan kerusakan ginjal dimana ginjal mengalami kehilangan fungsi yang
progresif dan irreversibel (Pranowo et al, 2016). Menurut Muttaqin (2011)
menyatakan gagal ginjal kronik merupakan kegagalan untuk
mempertahankan meabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
penumpukan sisa metabolisme (toksik uremik) di dalam darah. Gagal ginjal
kronik yaitu kelainan struktur dan fungsi ginjal selama >3 bulan yang
mengakibatkan gangguan kesehatan (KDIGO, 2013 dalam Arianti,
Rahmawati, A, Marfianti, E, 2020).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan gagal ginjal kronis ialah
gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun di mana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit sehingga menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen
lain dalam darah).
Gangguan kerusakan ginjal dapat terlihat dari penanda diantaranya
albuminuria >30mg/24 jam, terdapat abnormalitas sedimen urin (hematuria,
red cell casts, dll), gangguan elektrolit dan tubular (asidosis tubulus ginjal,
diabetes insipidus nefrogenik, pengeluaran kalium dan magnesium ginjal,
sindrom Fanconi, proteinuria non albumin, cystinuria), kelainan ginjal yang
terlihat berdasarkan histologi maupun pencitraan, riwayat transplantasi
ginjal, serta adanya penurunan GFR <60 mL/min/1.73m2 (KDIGO, 2013).

2. Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronis adalah hilangnya sebagian nefron
fungsional yang bersifat irreversibel, sedikitnya 70% di bawah normal.
Penyebab hilangnya fungsi nefron antara lain :
a. Gangguan imunologis : glomerulonephritis
b. Gangguan metabolik : diabetes melitus.
c. Gangguan pembuluh darah ginjal: atherosklerosis.
d. Infeksi : tuberkolosis.
e. Gangguan tubulus primer : nefrotoksik (analgesik dan logam berat)
f. Obstruksi traktus urinarius : batu ginjal dan BPH.
g. Kelainan kongenital : hipoplasia renalis dan penyakit kulit polikistik.
h. Lingkungan atau agens berbahaya yang mempengaruhi gagal ginjal
kronis mencakup timah, merkuri, dan kromium
Berdasarkan data 7th Report of Indonesian Renal Registry, urutan
penyebab gagal ginjal pasien yang mendapatkan haemodialisis berdasarkan
data tahun 2014, karena hipertensi (37%), penyakit dibetes mellitus atau
nefropati diabetika (27%), kelainan bawaan atau glomerulopati primer
(10%), gangguan penyumbatan saluran kemih atau nefropati obstruksi (7%),
karena asam urat (1%), penyakit lupus (1%) dan penyebab lain lain-lain
(18%) (Pernefri, 2014).

3. Insidensi
Nefropati Diabetika adalah komplikasi Diabetes melitus pada ginjal
yang dapat berakhir sebagai gagal ginjal. Keadaan ini akan dijumpai pada
35-45% penderita diabetes melitus terutama pada DM tipe I. Pada tahun
1981 Nefropati diabetika ini merupakan penyebab kematian urutan ke-6 di
Negara barat dan saat ini 25% penderita gagal ginjal yang menjalani dialisis
disebabkan oleh karena Diabetes melitus terutama DM tipe II oleh karena
DM tipe ini sering dijumpai. Dibandingkan DM tipe II maka Nefropati
Diabetika pada DM tipe I jauh lebih progresif dan dramatis. Dengan
meremehkan penyakit DM maka bisa berkomplikasi ke Nefropati diabetika.
Berdasar studi Prevalensi mikroalbuminuria (MAPS), hampir 60% dari
penderita hipertensi dan diabetes di Asia menderita Nefropati diabetik.
Presentasi tersebut terdiri atas 18,8% dengan Makroalbuminuria dan 39,8%
dengan mikro albuminuria.
4. Prognosis
Prevalensi nefropati diabetik sekitar 15 tahun dari onset awal diabetes,
jadi biasanya terjadi pada pasien berusia lanjut (antara 50-70 tahun).
Penyakit ini cukup progresif dan dapat menyebabkan kematian dalam 2 atau
3 tahun dari lesi pertama, dan lebih banyak terjadi pada pria. Adanya
mikroalbuminuria pada DM tipe II merupakan prognosis yang buruk.

5. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik Gagal ginjal kronik antara lain :
a. Sistem kardiovaskuler
1) Hipertensi
2) Pitting edema
3) Edema periorbital
4) Pembesaran vena leher
5) Frinction sub pericardial
b. Sistem pulmonal
1) Krekel
2) Nafas dangkal
3) Kusmaull
4) Sputum kental dan liat
c. Sistem gastro intestinal
1) Anoreksia, mual dan muntah
2) Perdarahab saluran GI
3) Ulserasi dan perdarahan mulut
4) Nafas berbau ammonia
d. Sistem Muskuloskeletal
1) Kram otot
2) Kekuatan otot hilang
3) Fraktur tulang
e. Sistem Reproduktif
1) Amenore
2) Atrofi testikuler
f. Sistem Integumen
1) Warna kulit abu-abu mengkilat
2) Kulit kering bersisik
3) Pruritus
4) Ekimosis
5) Kuku tipis dan rapuh
6) Rambut tipis dan kasar

6. Patofisiologi
Patofisiologi GGK tergantung dari etiologi diagnosisnya, awal kejadian
keseimbangan cairan dan sisa-sisa metabolisme masih tergantung dengan
ginja yang sakit, hingga fungsi ginjal menurun kurang dari 25 %. Mulai
muncul tanda gejala GGK kecil dikarenakan nefron-nefron yang sehata
mengambil alih fungsi neufron yang rusak. Akibat dari neufron yang rusak
laju filtrasi, reabsorbsi dan sekresi, ginjal mengalami peningkatan serta
hipertrofi. Seirirng dengan bertambahnya nefron yang mati, maka nefron
yang sehat menadapatkan beban yang semakin berat. Seiring dengan
semakin parahya penyusutan dari nefron, maka terjadinya pembentukan
jaringan parut dan penurunan aliran darah ke ginjal.
Selanjutnya gagal ginja masuk ketahap insufisiensi ginjal. Sisa-sisa
metabolisme mulai terakumulasi dalam darah dan akan mengakibatkan
tertimbunnya produk buangan di dalam darah yang tidak dapat dikeuarkan
oleh ginjal, sehingga dapat mengganggu kerja sistem tubuh lainnya (Milner
dalam murdiyaningsih, 2014). Sistem kerja tubuh yang terganggu akibat
gagal ginjal meliputi sistem gastrointestinal, integumen, hematologi, saraf
dan otot, kardiovaskuler serta endokrin. Pasien GGK yang mrengalami
manifestasi klinis yang disebabkan oleh penyakit diabetes mellitus dan efek
patologi inrinsik uremia. Hal tersebut menimbulkan tanda-tanda gejala dan
komplikasi pada seluruh sistem tubuh. Semakin banaknya sisa-sisa
metabolisme yang tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal, maka gejala akan
semakin berat. Pasien akan merasa kesulitan menjalani aktivtas sehari-hari
dan berdampak pada kualitas hidup pasien.
7. Pathways
Terlampir

8. Pemeriksaan penunjang dan hasilnya


a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Laboratorium darah :
BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb,
trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan
immunoglobulin)
2) Pemeriksaan Urin
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM,
keton, SDP, TKK/CCT
b. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia,
dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
c. Pemeriksaan USG
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proximal, kandung
kemih dan prostat.
d. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan
rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.

9. Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif
Penanganan terapi konservatif bertujuan menghambat perkembanga
GGK, menstabilkan keadaan pasien, dan mengobati faktor-faktor
reversible (Haryanti & Khairun 2015). Adapun terapi konservatif antara
lain:
1) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat
dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif
nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
2) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
3) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual
tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal
disease).
b. Pengendalian gula darah
Dapat dilakukan dengan olahraga, diet dan obat anti diabetes. Pada
pasien ini diberikan diet DM 1700 kal/hari. Pemberian insulin diberikan
untuk mengendalikan kadar gula darah pasien. Pemberian anti diabetik
oral tidak diberikan karena pasien telah mengalami komplikasi berupa
gangguan ginjal. Akibat dari gangguan fungsi ginjal apabila obat oral
diberikan tidak dapat dieksresikan, sehingga mengalami penumpikan
akibatnya terjadi hipoglikemia.
c. Diet
Diet protein 0,6 /Kg/BB/hari dimaksudkan untuk mengurangi sindrom
uremik dan memperlambat penurunan GFR. Diet rendah garam
dimaksudkan untuk mengurangi retensi natrium yang dapat
mengakibatkan hipertensi dan edema. Diet rendah kalium dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya hiperkalemia yang dapat menimbulkan
aritmia jantung yang fatal.
d. Diuretik
Diuretik diberikan untuk mengurangi cairan akibat dari retensi Na dan
air. Pemberian diuretik pada pasien ini dimaksdukan untuk mengurangi
gejala sesak napas akibat edema paru. Diuretik yang diberikan furosemid
40 mg 1 tab/hari. Selain itu diuretik juga digunakan untuk menurunkan
tekanan darah. Target tekanan darah yang dianjurkan adalah kurang dari
130/80.
e. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolic
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum
kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis
metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium
bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau
serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi
darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan
utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain
adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang
harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan
simtomatik.
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
5) Kelainan neuromuscular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
6) Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
7) Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular
yang diderita.
f. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah
gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak
boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu
indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam
indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan
diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic
Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif,
yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah,
dan astenia berat.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai
sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.
Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya
adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).
Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang
tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya
yang mahal
2) Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia.
Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur
lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit
sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami
perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV
shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal)
dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik
disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu
keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan
sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan
faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih
70-80% faal ginjal alamiah
b) Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien hemodialisa adalah
1) Pasien mengeluh lemas, sesak nafas, gatal seluruh
tubuh
2) Mual, muntah, perdarahan GI.
3) Edema, gagal jantung, edema paru
4) Hipertensi
5) Tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai system
tubuh (mual, muntah, anoreksia berat, peningkatan letargi, konfunsi
mental), kadar serum yang meningkat.
b. Aktifitas
Gejala  : Kelelahan ekstrem, kalemahan, malaiseGangguan tidur
(insomnia / gelisah atau somnolen),
Tanda  : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

c. Sirkulasi
Gejala  : Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri
dada (angina)
Tanda : Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada
kaki, telapak , tangan. Nadi lemah, hipotensi
ortostatikmenunjukkan hipovolemia, yang jarang pada
penyakit tahap akhir.Pucat, kulit coklat kehijauan,
kuning.Kecenderungan perdarahan
d. Integritas Ego
Gejala  : Faktor stress, contoh finansial, hubungan dan
sebagainya.Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada
kekuatan.
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan  kepribadian.
e. Eliminasi
Gejala  : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal
tahap lanjut)
Tanda  :`Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah,
coklat,oliguria.
f. Makanan / cairan
Gejala  : Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat
badan (malnutrisi).
Tanda : Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap
pada mulut (pernapasan amonia)
g. Neurosensori
Gejala  : Sakit kepala, penglihatan kabur, Kram otot / kejang, syndrome
“kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan
kelemahan, khususnya ekstremiras bawah.
Tanda  : Gangguan status mental, contah penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, stupor.Kejang, fasikulasi otot,
aktivitas kejang.
h. Nyeri /
kenyamanan
Gejala  : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki
Tanda  : Perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah
i. Pernapasan
Gejala  : Napas pendek, dispnea, batuk dengan / tanpa sputum kental
dan banyak
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman, Batuk
dengan sputum encer (edema paru)
j. Keamanan
Gejala  : Kulit gatal, ada / berulangnya infeksi
Tanda  : Pruritis, demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara
aktual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu
tubuh lebih rendah dari normal, ptekie, area ekimosis pada
kulit
k. Interaksi sosial
Gejala  : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA (2018-2020) Diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien GGK adalah:
a. Ketidakefektifan pola nafas b/d ansietas, hiperventilasi, keletihan, nyeri,
obesitas, posisi tubuh menghambat ekspansi paru dan sindrom
hiperventilasi
b. Kelebihan volume cairan b/d gangguan mekanisme regulasi, kelebihan
asupan cairan dan kelebihan asupan natrium
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d faktor
biologi, faktor ekonomi, gangguan psikososial, ketidakmampuan makan,
ketidakmampuan mencerna makan, ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrien
d. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan produksi energi metabolic, anemia,
retensi produk sampah dan prosedur dialisa
e. Gangguan rasa nyaman b/d gejala terkait penyakit
f.Kerusakan integitras kulit b/d gejala penyakit (pruritus/gatal)
g. Gangguan pola tidur b/d proses penyakit

3. Intervensi dan rasional


No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Rencana Rasional
Keperawatan Hasil Tindakan
1. Ketidakefektifan 1. - Observasi - Mengetahui
pola nafas b/d normal/stabil pernafasan pernafasan
ansietas, 2. - Posisikan klien
hiperventilasi, 3. klien semi - Memaksimalka
keletihan, nyeri, (16-20x/menit) fowler n oksigen
obesitas, posisi 4. - Kolaborasika masuk
tubuh nyaman n dengan - Membantu
menghambat dokter pernafasan
ekspansi paru pemberian klien
dan sindrom Oksigen
hiperventilasi
2. Kelebihan 1. Terbebas dari - Monitor - Mengetahui
volume cairan edema, efusi, intake dan balance cairan
b/d gangguan anaskar output klien
mekanisme 2. Terbebas dari - Kaji lokasi - Mengetahui
regulasi, distensi vena dan luas lokasi edema
kelebihan jugularis edema - Agar klien
asupan cairan 3. Memelihara - Anjurkan tidak kelebihan
dan kelebihan tekanan vena klien cairan
asupan natrium sentral, tekanan membatasi - Membantu
kapiler paru, cairan mengurangi
output jantung dan - Kolaborasi peimbunan
vital sign DBN pemberian cairan
4. Bunyi nafas bersih, obat diuretik
tidak ada
dyspneu/ortopneu
3 Ketidakseimban 1. - Monitor - Mengetahui
gan nutrisi : adekuat Berat Badan perkembangan
kurang dari 2. - Anjurkan diet BB klien
kebutuhan tubuh makan, ketidak untuk gagal - Untuk
b/d faktor mampuan ginjal kronik memberika
biologi, faktor mencerna - Anjurkan nutrisi yang
ekonomi, makan,ketidak pembatasan sesuai dengan
gangguan mampuan cairan kebutuhan
psikososial, mengabsorbsi - Kolaborasi klien
ketidakmampua nutrient. dengan ahli - Sesuai dengan
n makan, 3. gizi balance
ketidakmampua Kriteria Hasil : cairan/agar
n mencerna a. Albumin serum tidak terjadi
makan, b. Pre albumin asites/ edema
ketidakmampua serum - Untuk
n mengabsorbsi c. Hematokrit mengetahui
nutrien d. Hemoglobin diet yang sesuai
e. Total iron dengan kondisi
binding klien
capacity
f. Jumlah limfosit
4 Intoleransi 4. - Kaji adanya - Mengetahui
aktivitas b.d. 1. Berpartisipasi faktor yang penyebab
penurunan dalam aktivitas menyebabkan kelelahan
produksi energi fisik tanpa disertai kelelahan - Mengetahui
metabolic, peningkatan - Monitor nutrisi klien
anemia, retensi tekanan darah, nadi nutrisi dan - Membantu
produk sampah dan RR sumber klien
dan prosedur 2. Mampu melakukan energi yang mengetahui
dialisa aktivitas sehari adekuat kemampuan
hari (ADLs) secara - Bantu klien aktivitas klien
mandiri untuk - Membantu
3. Keseimbangan mengidentifi klien dalam
aktivitas dan kasi aktivitas perencanaan
istirahat yang mampu kegiatan
dilakukan
- Kolaborasika
n dengan
Tenaga
Rehabilitasi
Medik dalam
merencanaka
n progran
terapi yang
tepat.
4 Kerusakan 1. Integritas kulit - Monitor kulit - Mengetahui
integitras kulit yang baik bisa akan adanya kondisi kulit
b/d gejala dipertahankan kemerahan - Menjaga
penyakit (sensasi, elastisitas, - Jaga kebersihan
(pruritus/gatal) temperatur, hidrasi, kebersihan kulit
pigmentasi) kulit agar - Mengurangi
2. Tidak ada luka/lesi tetap bersih gatal
pada kulit dan kering - Mengurangi
3. Perfusi jaringan - Anjurkan rasa gatal
baik pasien untuk
mengganti
pakaian
minimal 1x
sehari
- Kolaborasika
n pemberian
obat gatal
5 Gangguan pola 1. - Determinasi - Mengetahui
tidur b/d proses dalam batasnormal efek-efek efek medikasi
penyakit 2. medikasi terhadap pola
dalam batas terhadap pola tidur
normal tidur - Agar klien
3. - Jelaskan mengetahui
sesudah pentingnya pentingnya
tidur/istirahat tidur yang tidur yang
4. adekuat cukup
mengidentifikasi - Fasilitasi - Membantu
hal-hal yang untuk kenyaman
meningkatkan tidur mempertahan untuk klien
kan aktivitas dalam proses
sebelum tidur tidur
(membaca) - Membantu
- Ciptakan klien unuk
lingkungan tidur
yang nyaman - Membantu
- Kolaburasi klien dapat
pemberian tidur
obat tidur
DAFTAR PUSTAKA

Arianti, Rahmawati, A, Marfianti, E. (2020). Karakteristik faktor risiko pasien


Chronic kidney disease (CKD) yang menjalani hemodialisa di RS X Madiun,
Biomedika, Volume 12 No 1, Februari

Muttaqin, A, Sari, K. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta : Selemba Medika

Pranowo et al (2016) ‘Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Penurunan Nyeri


Pasien Saat Kanulasi (Inlet Akses Femoral) Hemodialisis’, Jurnal Kesehatan
Al-Irsyad (JKA), Vol. IX No. Available at: http://jka.stikesalirsyadclp.ac.id.

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri). 2014. 7th Report Of Indonesian


Renal Registry. Available at:
https://www.indonesianrenalregistry.org/data/INDONESIAN%20RENAL
%20REGISTRY%202014.pdf
Pathways

Anda mungkin juga menyukai