Anda di halaman 1dari 43

MAGANG - VK194729

PT MASPION UNIT II POLYFOAM


Jalan Raya Kemantren, Wadung, Wadungasih - Sidoarjo

YEHEZKHIEL OCTORA DENI ANNO KUSUMA


NRP. 10411710000024

Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Danawati Hari Prajitno, M.Pd.
NIP. 19510729 198603 2 001

PROGRAM SARJANA TERAPAN


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA 2021
MAGANG - VK194729

PT MASPION UNIT II POLYFOAM


Jalan Raya Kemantren, Wadung, Wadungasih - Sidoarjo

YEHEZKHIEL OCTORA DENI ANNO KUSUMA


NRP. 10411710000024

Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Danawati Hari Prajitno, M.Pd.
NIP. 19510729 198603 2 001

PROGRAM SARJANA TERAPAN


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA 2021
KK 2 1

kerusakan produk atau produk cacat (reject) akan


tetapi, kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa
4.1 Pendahuluan tingkat produk cacat (reject) masih bisa ditoleransi
karena produk cacat (reject) masi di cetak ulang lagi
K
sampai menjadi produk baik. Dengan proses tersebut
K 2A
akan membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak
efektif dan tidak efisien di karenakan harus mencetak
4.1.1 Latar ulang lagi menjadi produk baik
Belakang Di dalam proses produksi kadangkala masih
Tugas saja ada kegagalan walaupun proses produksi tersebut
Khusus
telah direncanakan dan dilaksanakan dengan baik.
PT.
Karena hal tersebut, maka perusahaan diharapkan
Maspion Unit II
dapat melakukan perbaikan terus- menerus dalam
Divisi Polyfoam
usahanya untuk mengurangi kegagalan produk.
Sidoarjo adalah
Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi,
perusahaan yang
maka persaingan yang terjadi antar perusahaan akan
bergerak dalam
semakin meningkat. Hal inilah mendorong perusahaan
produk barang
untuk lebih meningkatkan kualitas produk yang
yang terbuat
dihasilkan sehingga sesuai dengan spesifikasi produk
dari bahan
yang telah ditetapkan perusahaan sebelumnya.
plastik untuk
PT. Maspion Unit II Divisi Polyfoam
menghasilkan
Sidoarjo, merupakan usaha yang bergerak dalam
produk yang
bidang percetakan packaging yang menghasilkan
berkualitas,
produk berupa busa putih polyfoam, dan lain-lain.
bahwa
Proses produksinya berdasarkan pemesanan (Job
perusahaan telah
Order). Melalui pengendalian kualitas akan dapat
menerapkan
dicari factor-faktor yang menyebabkan
manajemen
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi serta cara
mutu yang baik
untuk menanggulanginya sehingga diharapkan jumlah
dan sesuai
presentasi produk gagal yang menyimpang jauh dari
dengan
standar atau spesifikasinya dapat dikurangi.
pedoman
standar mutu
4.1.2 Rumusan Masalah Tugas Khusus
yang berlaku.
Berdasarkan uraian latar belakang maka
Dalam kegiatan
didapatkan masalah yang dirumuskan yaitu
produksinya,
menganalisis Troubleshooting mengenai kualitas
perusahaan
proses produksi pada PT. Maspion Unit II Divisi
selalu berupaya
Polyfoam Sidoarjo dengan acuan dokumen
agar
Troubleshooting Pengendalian Key Operating
menghasilkan
Parameter (KOP) PT. Maspion Unit II Divisi
produk yang
Polyfoam Sidoarjo serta menambahkan referensi
baik dan
mengenai Troubleshooting pada upaya peningkatan
menekan
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI LAPORAN MAGANG
FAKULTAS VOKASI PT MASPION ( POLYFOAM DEPT)
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA 2020
KK 2 2

proses produksi
percetakan/pack
aging polyfoam.

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI LAPORAN MAGANG


FAKULTAS VOKASI PT MASPION ( POLYFOAM DEPT)
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA 2020
4.1.3 Tujuan Tugas Khusus
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka dapat dirumuskan tujuan
penelitian yang ingin dicapai, yaitu :
1. Mengetahui jenis kegagalan yang sering terjadi pada produk yang dihasilkan,
2. Menentukan faktor-faktor yang menjadi penyebab kegagalan produk yang
dihasilkan serta
3.Merekomendasikan tindakan yang sebaiknya dilakukan dalam mencegah
kegagalan produk

4.1.4 Manfaat Tugas Khusus


Manfaat dari tugas khusus ini adalah dapat menyelesaikan dan
menganalisis troubleshooting untuk mengetahui dan menganalisis manfaat
pengendalian mutu dalam peningkatan mutu produk pada PT. Maspion Unit II
Divisi Polyfoam Sidoarjo

4.2 Telaah Pustaka


4.2.1 Pengertian Kualitas
Definisi kualitas menurut Vincent Gaspersz (2005) adalah totalitas dari
karakteristik suatu produk yang menunjang kemapuannya untuk memuaskan
kebutuhan yang dispesifikasi atau diterapkan. Sedangkan menurut Yulian Zamit
(2003), mutu adalah istilah relatif yang sangat bergantung pada situasi ditinjau
dari pandangan konsumen, secara subjektif orang mengatakan kualitas adalah
sesuatu yang cocok dengan selera (fitness for use)

4.2.2 Langkah - Langkah Pengendalian Kualitas


Pengendalian kualitas harus dilakukan melalui proses yang terus-menerus
dan berkesinambungan. Proses pengendalian kualitas dapat dilakukan melalui
proses PDCA (plan, do, check, action) yang diperkenalkan oleh Dr. W. Edwards
Deming, seorang pakar kualitas ternama yang berkebangsaan Amerika Serikat,
sehingga siklus ini disebut siklus deming (Deming Cycle)(Fandy Tjiptono, 1997).
Siklus PDCA umumnya digunakan untuk alat statistik utama, yaitu check sheet,
histogram, control chart, diagram pareto, diagram sebab akibat, scatter diagram,
dan stratifikasi. Alat-alat ini berguna dalam pengumpulan informasi yang objektif
untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan (Murfidin Haning, 2007).
 Check Sheet
Check sheet atau lembar pemeriksaan merupakan alat pengumpul dan
penganalisis data yang disajikan dalam bentuk tabel yang berisi nama dan
jumlah barang yang diproduksi dan jenis ketidaksesuaian beserta dengan
jumlah yang dihasilkannya.
 Histogram
Histogram digunakan untuk memberikan kemudahan dalam membaca
atau menjelaskan data dengan cepat, berbentuk grafik balok yang
memperlihatkan distribusi nilai yang diperoleh dalam bentuk angka.
 Peta Kendali (Control Chart)
Peta kendali atau control chart merupakan suatu teknik yang dikenal
sebagai suatu metode grafik yang digunakan untuk mengevaluasi apakah suatu
proses berada dalam pengendalian kualitas secara statistika atau tidak
sehingga dapat memecahkan masalah dan menghasilkan perbaikan kualitas.

 Diagram Pareto
Diagram pareto adalah grafik yang menguraikan klasifikasi data secara
menurun mulai dari kiri ke kanan. Diagram pareto digunakan untuk
mengidentifikasi masalah dari yang paling besar sampai yang paling kecil.

 Diagram Sebab Akibat


Diagram ini disebut juga diagram tulang ikan (fishbone chart) dan
berguna untuk memperlihatkan faktor-faktor utama yang berpengaruh pada
kualitas dan mempunyai akibat pada masalah utama
 Scatter Diagram
Pada dasarnya diagram sebar merupakan suatu alat interpretasi data
yang digunakan untuk menguji bagaimana kuatnya hubungan antara dua
variabel dan menentukan jenis hubungan dari dua variabel tersebut, apakah
positif, negatif, atau tidak ada hubungan. Dua variabel yang ditunjukkan
dalam diagram sebar dapat berupa karakteristik kuat dan faktor yang
mempengaruhinya.

 Stratifikasi
Stratifikasi merupakan teknik pengelompokan data ke dalam kategori-
kategori tertentu, agar data dapat menggambarkan permasalahan secara jelas
sehingga kesimpulan-kesimpulan dapat lebih mudah diambil. Kategori-
kategori yang dibentuk meliputi data relatif terhadap lingkungan sumber daya
yang terlibat mesin yang digunakan dalam proses, bahan baku dan lain-lain.

4.3 Analisis dan Sintesis


Dalam melakukan pengendalian mutu untuk mencapai standar kualitas
perusahaan melakukan aktivitas pengendalian mutu yaitu pengendalian bahan
baku, pengendalian produksi dan pengendalian produk jadi. Walaupun perusahaan
melakukan pengendalian mutu tetapi masih saja terjadi kegagalan produk yang
mengakibatkan produk tidak dapat di konsumsi oleh konsumen dan perusahaan
mengalami kerugian, agar perusahaan dapat mengurangi kegagalan produk, maka
perusahaan harus lebih teliti dalam memproduksi produk.untuk mengetahui jenis-
jenis yang terjadi dalam kegagalan produk, penulis mengunakan data-data
kegiatan produksi yaitu jumlah produksi dan jenis kegagalan produk seperti,
( Persiapan Material, Melakukan Proses Quality Control terhadap Packaging busa
putih pada kriteria terpotong, tipis, kasar, dan tebal di PT. Maspion Unit II Divisi
Polyfoam Sidoarjo selama periode Januari hingga Agustus.
Dalam penelitian ini penulis mengunakan Statistic Quality Control (SQC)
adapun tahap tahap dalam menganalisa masalah adalah sebagai berikut : Analisis
lembar pengecekkan, (Ariani, 2004) tujuan pembuatan pengecekan adalah
menjamin bahwa data dikumpulkan secara teliti dan akurat untuk diadakan
pengendalian proses dan penyelesaian masalah.
Tabel 1 Lembar Pengecekkan
di PT. Maspion Unit II Divisi
Polyfoam Periode Januari – Agustus
2020 (dalam satuan unit)

Jumlah Jenis Kegagalan Produk Jumlah


No Bulan
Produksi Cacat
Terpotong Tipis Kasar Tebal
1 Januari 1100 20 27 35 30 112
2 Februari 1200 50 30 45 45 170
3 Maret 1000 30 30 34 50 144
4 April 900 24 25 30 67 146
5 Mei 1000 27 25 32 54 138
6 Juni 800 56 45 33 32 166
7 Juli 1500 57 34 35 34 160
8 Agustus 1202 42 27 45 57 171
Sumber : PT. Maspion Unit II Divisi Polyfoam

 Analisis Diagram Histrogram (Ariani, 2004), histrogram adalah grafik balok


yang memperlihatkan satu macam ukuran pengukuran dari suatu proses atau
kejadian.

Diagram
8
0
Histogram
7
0
6
0
5
0
4
0
Januari Februari MaretAprilMei Jun JuliAgustus
3
i
0 TerpotongTipisKasarTebal
2
0
1
0
0
Gambar 5 Diagram Histogram
Sumber : Excel

Kesimpulan : dari hasil excel bahwa jenis kerusakan yang sering terjadi adalah
terpotong sebesar 57 unit dalam setahun, karena terjadinya kelalaian atau
kurangnya konsentrasi pada karyawan dalam melakukan proses pres injection
moulding dan jenis kerusakan yang jarang terjadi adalah ketebalan yaitu sebesar
67 unit dalam setahun, karena terjadinya kesalahan prosedur terlambatnya
penggantian cetakan moulding.
 Analisis diagram pareto (Ariani, 2004) merupakan suatu gambar yang
mengurutkan klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut rangking tertinggi
hingga terendah.

Gambar 6 Diagram Paretro


Sumber : Excel

Kesimpulan : Dari hasil excel bahwa produk yang mengalami kecacatan yang
paling besar adalah pada Terpotong yaitu sebesar 57 unit dan persen kumulatif
sebesar 20 %, faktor ini perlu mendapatkan prioritas perbaikan sehingga
kedepannya kriteria penyebab cacat ini dapat diminimalisasi.

 Analisis Diagram Sebab-Akibat, Untuk mencari faktor-faktor penyebab


terjadinya penyimpangan kualitas hasil kerja maka orang akan selalu
mendapatkan bahwa ada 5 faktor penyebab utama yang signifikan yang perlu
diperhatikan, yaitu manusia, metode kerja, mesin atau peralatan kerja lainnya,
bahan baku dan lingkungan kerja
Usulan Tindakan Perbaikan untuk Jenis Kegagalan Ketebalan dan
terpotong berdasarkan atas faktor penyebab yang ditemukan dalam diagram tulang
ikan dapat dijabarkan kedalam tabel berikut.

Tabel 2 Usulan perbaikan berdarkan faktor penyebab kecacatan


Faktor penyebab Usulan tindakan
Manusia  Kelalaian karyawan  Memberikan peringatan kepada
karyawan yang lalai, untuk
menghindari kegagalan yang
mungkin terjadi dimasa yang akan
datang.
 Memberikan motivasi agar
karyawan bekerja dengan baik
berupa penghargaan terhadap hasil
kerja dan bonus.
Mesin/peralatan  Mesin cetak kurang  Perlu ditingkatkan pemeriksaan
pemeriksaan pada mesin cetak.
 Melakukan perawatan berkala
tanpa menunggu mesin mengalami
gangguan dan menyediakan suku
cadangnya untuk mengantisipasi
apabila mesin mengalami
gangguan agar proses produksi
tidak terganggu.
 Memperhatikan petunjuk standar
set up mesin cetak.
Metode  Pengawasan kurang  Melakukan pengawasan yang lebih
ketat lagi kepada karyawan.

4.4 Simpulan dan Rekomendasi


Simpulan
Berdasarkan atas pengolahan dan analisa yang telah dilakukan, maka
dapat disimpulkan bahwa :
1. Jenis-jenis kegagalan yang paling dominan dan sering terjadi pada produk
uji adalah Ketebalan dan terpotong dengan prosentase kejadian sebesar
20,00%.
2. Faktor yang menjadi penyebab kegagalan produk yang paling dominan
adalah berasal dari faktor manusia (human error).dimana Karyawan
kadangkala kurang berkonsentrasi dalam bekerja dan kurang
berpengalaman dalam bekerja. Hal ini bias jadi disebabkan karena
adannya Pengawasan yang kurang.
3. Usaha yang dapat dilakukan dalam mengatasi faktor-faktor penyebab
kegagalan diatas adalah:
 Memberikan peringatan kepada karyawan yang lalai dalam bekerja.
 Memberikan motivasi agar karyawan dapat bekerja dengan baik.
 Meningkatkan pemeriksaan dan perawatan terhadap mesin dan
peralatan produksi.
 Meningkatkan pengawasan terhadap kerja karyawan.
 Memberikan pelatihan kerja terhadap karyawan baru
Rekomendasi
Melihat jumlah kegagalan terbesar disebabkan oleh faktor manusia, maka
penerapan pemberian bonus kepada karyawan apabila bekerja dengan baik dan
memberikan peringatan kepada karyawan yang lalai dalam bekerja harus
dilaksanakan agar para karyawan bias termotivasi.
KK 2 11

KK 2C
V.1 Identifikasi Potensi Bahaya, Penilaian, dan Pengendalian Resiko
V.1.1. Identifikasi Potensi Bahaya (Hazard)
Potensi bahaya atau dapat disebut juga dengan hazard hampir terdapat
disetiap tempat dengan aktivitas yang dilakukan baik di rumah, di jalan, maupun
di tempat kerja. Hazard atau disebut dengan bahaya merupakan suatu aktifitas,
kondisi, kejadian, gejala, proses, material, dan segala sesuatu yang ada di tempat
kerja atau berhubungan dengan pekerjaan yang berpotensi menjadi sumber
kecelakaan, cidera, penyakit dan kematian. Apabila hazard tersebut tidak
dikendalikan dengan tepat akan dapat menyebabkan kelelahan, sakit, cidera, dan
bahkan kecelakaan yang serius. Oleh karena itu, harus dilakukan pengendalian
bahaya dengan menemukan sumber-sumber bahaya di tempat kerja. Bahaya yang
telah teridentifikasi perlu dievaluasi tingkat risikonya. Berdasarkan kegiatan
tersebut dapat diupayakan suatu usaha pengendalian sampai pada tingkat yang
aman bagi tenaga kerja, asset perusahaan, dan lingkungan (Retnowati, 2017).
Beberapa pengaruh buruk bagi lingkungan kerja atau hazard yang sering
dijumpai antara lain yaitu:
a. Physics Hazard (Bahaya Fisika)
Bahaya fisika yang dapat terjadi di lingkungan perusahaan yaitu dapat
berasal dari suhu, tekanan, getaran, pencahayaan, radiasi, dan kebisingan. Setiap
enam bulan sekali, PT Maspion Unit II Polyfoam. telah melakukan pengukuran
terhadap suhu, getaran, radiasi, dan kebisingan di beberapa area produksi dengan
bantuan pihak external dikarenakan alat-alat yang digunakan untuk mengukur
parameter parameter tersebut tidak tersedia di PT Maspion Unit II Polyfoam.
b. Physical Hazard (Bahaya Fisik)
Bahaya fisik yang dapat terjadi di lingkungan perusahaan yaitu dapat
berasal dan faktor yang dipengaruhi oleh mesin atau aktivitas yang memiliki
kontak langsung dengan tenaga kerja. Bahaya fisik yang ada di PT Maspion Unit
II Polyfoam. telah diidentifikasi dengan cara melalukan penilaian resiko setiap
area perusahaan.
c. Chemical Hazard (Bahaya Kimia)
Bahaya kimia yang dapat terjadi yaitu dapat berasal dari bahan-bahan yang
digunakan selama proses produksi berlangsung, dimana bahan-bahan kimia yang
digunakan tersebut tercecer dan berhamburan disekitar Iingkungan kerja
dikarenakan penanganan yang kurang memadai. Selain itu bahaya kimia yang
dapat terjadi yaitu berasal dari limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Bahan
kimia tersebut dapat memicu toksisitas, penyebab kanker, oksidasi, bahan kimia
yang mudah terbakar, dll.

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI LAPORAN MAGANG


FAKULTAS VOKASI PT MASPION ( POLYFOAM DEPT)
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA 2020
d. Biological Hazard (Bahaya biologi)
Bahaya biologi dapat berasal dari virus, jamur, bakteri, tanaman, burung,
binatang yang dapat menginfeksi atau memberikan reaksi negatif kepada manusia.
PT Maspion Unit II Polyfoam. sudah malakukan pencegahan yaitu dengan
menyemprot semua lingkungan kerja setiap satu minggu sekali dengan
menggunakan pestisida Sehingga dapat mengurangi bahkan menghilangkan
serangga atau binatang yang mengganggu aktifìtas kerja.
e. Psychological Hazard (Bahaya PsikoIogi)
Bahaya psikologis atau bahaya yang dapat berasal dari hubungan kejiwaan
tenaga kerja itu sendiri di dalam lingkungan kerja yang disebabkan karena adanya
tekanan seperti hubungan kerja antara tenaga kerja yang tidak harmonis serta
banyaknya tugas yang dibebankan kepada karyawan, gangguan tersebut dapat
berupa gangguan pada fisik seperti stres dan tekanan darah.
f. Ergonomic Hazard (Bahaya Ergonomis)
Bahaya ergonomis dapat berasal dan faal tubuh dikarenakan overloading,
dimana peralatan yang digunakan untuk melakukan pekerjaan tidak sesuai dengan
tenaga kerja yang memakainya, serta sikap kerja yang kurang tepat dalam
melaksanakan pekerjaan yang kurang tepat.

V.1.2. Analisis Risiko Kerja di PT Maspion Unit II Polyfoam


Dalam melakukan penilaian risiko (risk assessment), PT Maspion Unit II
Polyfoam menggunakan metode analisis semi kuantitatif. Terdapat Iangkah-
Iangkah yang dilakukan oleh PT Maspion Unit II Polyfoam dalam menilai risiko
yaitu sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi bahaya, merupakan kegiatan mengidentifikasi bahaya
atau hazard yang dapat berpotensi terjadi kecelakaan kerja di setiap area yang ada
di perusahaan. Kegiatan dalam mengidentifikasi bahaya dapat dilakukakan dengan
dua tahapan. Tahapan yang pertama yaitu pengenalan kegiatan, yaitu tahapan
mengenali dan mendeskripsikan kegiatan dari suatu pekerjaan atau kegiatan.
Tahapan kedua yaitu pengenalan bahaya, yaitu tahapan mengendalikan dan
mendeskripsikan potensi bahaya yang terdapat dalam setiap kegiatan atau
pekerjaan.
2. Penilalan resiko, merupakan kegiatan menilai seberapa besar
peluang/kemungkinan dan konsekuensi apabila suatu risiko benar-benar terjadi.
Kegiatan dalam penilaian resiko dapat dilakukakan dengan tiga tahapan yaitu
sebagai berikut:
a. Pengkuran tingkat peluang/kemungkinan dari suatu insiden dengan
melihat pada Tabel 5.1
Tabel 5.1 Nilai tingkat kemungkinan
Probability Rating Deskripsi
Probable 4 Sering terjadi
Kadang-kadang dapat
Occasional 3
terjadi
Unlikely 2 Mungkin dapat terjadi
Improbable 1 Sangat jarang terjadi
(Sumber: PT Maspion Unit II Polyfoam)

b. Pengukuran tingkat konsekuensi/keparahan dari suatu kejadian dengan


melihat pada Tabel 5.2.
Saverity Rating Deskripsi
Major 4 Cacat tetap, kronis atau meninggal, insiden
yang memerlukan response dari tim
emergency eksternal dan keterpulihan 3
bulan – 6 bulan.
Moderate/Serious 3 Cidera/sakit menyebabkan loss time injury
(kehilangan jam kerja akibat kecelakaan),
cacat sementara, insiden yang memerlukan
response dari tim emergency eksternal dan
keterpulihan 2 minggu - < 3 bulan.
Minor 2 Cidera/sakit butuh perawatan medis (pihak
eksternal), tidak menyebabkan luka parah
dan menyebabkan keterbatasan kerja,
insiden menyebabkan kerusakan kecil pada
lingkungan, dan keterpulihan 1 hari - < 2
minggu.
Negligible 1 Luka ringan atau tidak ada luka, perawatan
medis internal, sakit ringan, tidak ada
keluhan, insiden kecil tanpa menyebabkan
kerusakan lingkungan dan keterpulihan < 1
hari

(Sumber: PT Maspion Unit II Polyfoam)


c. Setelah didapatkan nilai kemungkinan dan tingkat keparahan,
selanjutnya yaitu menilai resiko dengan menggunakan rumus berikut ini :

Risiko = Tingkat kemungkinan x tingkat keparahan

Berdasarkan rumus diatas, akan didapatkan nilai resiko dengan kriteria masing-
masing sesuai dengan tingkat resiko. Kriteria penilaian resiko dapat dilihat pada
Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Skala Tingkatan Risiko


Tingkat Tingkat tindakan terhadap Interval waktu
Resiko resiko tindakan
High Risk ≥9 Mendesak untuk segera Maksimal dalam
ditangani kurun waktu 1 bulan
Medium Risk Wajib ditangani Maksimal dalam
kurun waktu 3 bulan

Low Risk <3 Bisa diabaikan namun tetap continue


dipantau sesuai mekanisme
inspeksi

V.1.2.1. Faktor fisika


Berdasarkan analisis dan identifikasi yang dilakukan, potensi bahaya dan
risiko kerja yang berasal dari faktor fisika, yang dipengaruhi oleh mesin dan
peralatan yang memiliki kontak tidak langsung dengan tenaga kerja dapat dilihat
sebagai berikut:
1. Kebisingan
Kebisingan yang ada pada area perusahaan merupakan kebisingan yang
bersifat continue atau terus menerus. Kebisingan tersebut dikarenakan akibat
penggunaan mesin mesin yang ada pada area produksi salah satunya mesin
hammer mill. Nilai Ambang Batas dan kebisingan di tempat kerja sesuai dengan
Kepmenaker No.Kep.51/Men/1999) atau SNI 7231-2009 yaitu 85dB untuk
pemaparan selama 8 jam/hari, apabila intensitas kebisingan semakin tinggi maka
lama pemaparan semakin dipersingkat. Tingkat kebisingan yang melebihi nilai
ambang batas dapat mendorong timbulnya gangguan pendengaran dan risiko
kerusakan pada telinga baik bersifat sementara maupun permanen setelah terpapar
dalam periode waktu tertentu tanpa penggunaan alat proteksi yang memadai.
Kebisingan berpotensi mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan operator yang
bekerja di dalam lingkungan pabrik. Gangguan yang tidak dicegah maupun diatasi
bisa menimbulkan kecelakaan, baik pada pekerja maupun orang di sekitarnya
(Rimantho dan Bambang, 2015).
Hasil pengukuran atau pengujian pada bagian produksi blok moulding dan
injection moulding pada PT Maspion Unit II Polyfoam memiliki nilal kebisingan
rata-rata sebesar 68.6 dB. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk saat ini tingkat
kebisingan yang ada di area proses produksi poultry masih dibawah nilai ambang
batas. Upaya pencegahan kecelakaan kerja pada setiap unit kerja dengan intenstas
kebisingan tinggi, dapat dilakukan dengan cara melakukan pengurangan lama
pemaparan, identifikasi masalah kebisingan di pabrik, menentukan tingkat
kebisingan yang diterima oleh karyawan, pembuatan SOP dan pemasangan
peringatan atau tanda bahaya kebisingan pada lingkungan kerja.
2. Pencahayaan / Ventilasi

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan fisik kerja


seorang operator adalah intensitas pencahayaan. Menurut Rahmayantì dan Angela
(2015), pencahayaan yang baik memungkinkan pekerja memilih objek yang
dikerjakan secara jelas dan cepat. Fungsi dari pencahayaan di area kerja antara
lain memberikan pencahayaan kepada benda-benda yang menjadi objek kerja
operator tersebut, antara lain mesin atau peralatan, proses produksi, dan
lingkungan kerja. Intensitas cahaya yang baik sangat mempengaruhi kinerja mata,
jika cahaya kurang, otot mata harus berkontraksi semaksimum mungkin untuk
melihat objek atau sebaliknya. Jika ini terjadi terus menerus dapat menyebabkan
kerusakan pada mata. Intensitas cahaya dan kelelahan mata memiliki pengaruh
terhadap produktifitas pekerja, konsentrasi, dan penyakit akibat kerja. Selain itu
belum adanya tindakan khusus terhadap salah satu bahaya fisika lingkungan kerja
ini selain melakukan inspeksi secara rutin.
Setiap area terutama area produksi membutuhkan penerangan yang
berbeda beda tergantung dari aktifitas pekerjaan yang dilakukan. Hal tersebut
dikarenakan untuk rnenghindari terjadinya kecelakaan serta penyakit akibat kerja
pada tempat kerja. Menurut lES (Illuminating Engineering Society, sebuah area
kerja dapat dikatakan rnemiliki pencahayaan yang baik apabila memiliki tingkat
pencahayaan sebesar 100-300 lux yang merata pada bidang kerja. Apabila tingkat
pencahayaan kurang atau lebih dari angka tersebut, maka dapat menyebabkan
ketidaknyamanan dalam bekerja, dan pada akhirnya menurunkan kinerja pekerja.
Pada PT Maspion Unit II Polyfoam belum melakukan pengukuran untuk tingkat
pencahayaan terutama pada area produksi, dikarenakan tidak tersedianya alat ukur
yang digunakan untuk mengukur tingkat pencahayaan. Pencahayaan yang ada
pada area produksi sudah didukung dengan pencahayaan alami yang berasal dan
luar yaitu melalui ventilasi.
3. Temperatur dan Relative Humadity

Setiap area terutama pada area produksi membutuhkan temperature atau


suhu yang berbeda-beda, begitupula dengan relative humadity atau tingkat
kelembapan. Temperatur dan RH setiap area berbeda-beda tergantung dan
aktifitas pekerjaan yang dilakukan. Temperatur atau suhu merupakan ukuran
panas atau dinginnya dan suatu keadaan di suatu area atau lingkungan. Satuan
ukur dari temperatur yang banyak digunakan di Indonesia adalah °C atau derajat
Celcius. Suhu yang baik di tempat kerja yang memberikan produktivitas kerja
yang tinggi adalah pada temperatur 24° C- 27° C (Faristy dan Yohannes, 2017).
Pada area produksi blok moulding dan injection moulding yang ada di PT
Maspion Unit II Polyfoam rata-rata memiliki suhu atau temperature sebesar 36%
C. Hal tersebut menunjukkan bahwa suhu atau temperature yang ada di produksi
blok moulding dan injection moulding memiliki suhu diatas ambang batas,
dikarenakan mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi memiliki
suhu yang tinggi. Upaya pengendalian suhu atau temperatur tinggi tersebut dapat
dilakukan dengan penambahan ventilasi udara yang cukup dan tidak terlalu sering
mendekat pada mesin-mesin yang memiliki temperatur tinggi (panas).
Menurut Faristy dan Yohannes (2017), kelembaban merupakan banyaknya
air yang terkandung alam udara (dalam %). Suatu keadaan dimana udara sangat
panas dan kelembaban tinggi akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh
secara besar-besaran (karena sistem penguapan) dan semakin cepatnya denyut
jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan akan
oksigen. Menurut Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002 batas kelembaban ruangan
industri adalah 40%-60%. Pada PT Maspion Unit II Polyfoam, rata-rata relative
humadity atau tingkat kelembaban di area produksi blok moulding dan injection
moulding sebesar 54 %. hal tersebut rnenunjukkan bahwa tingkat kelembapan di
area produksi poultry PT Maspion Unit II Polyfoam masih diantara nilai ambang
batas atau tergolong baik (standar).

V.1.2.2. Faktor Fisik


Berdasarkan analisis dan identifikasi yang dilakukan, potensi bahaya dan
risiko kerja yang berasal dari faktor fisik, yang dipengaruhi oleh mesin dan
peralatan yang memiliki kontak langsung dengan tenaga kerja. Penilaian resiko
dapat dilihat pada Tabel 5.4
Tabel 5.4 Hasil pengamatan terhadap faktor fisik

Score Score
Aspek Dampak tingkat tingkat Total
No Aktifitas
bahaya resiko kemungk keparah score
inan an
Memindahka
Tertabrak Cidera tubuh 1 3 5
n dan curah
1 forklift,
material
kejatuhan Patah tulang 2 3 6
(forklift)

(Sumber: PT Maspion Unit II Polyfoam)

V.1.2.3. Faktor Psikologis


Potensi bahaya atau resiko kerja dapat terjadi dalam Iingkungan kerja
salah satu faktomya yaitu gangguan psikologis atau hubungan yang berkaitan
dengan kejiwaan dan tenaga kerja itu sendiri yang disebabkan karena adanya
tekanan seperti hubungan kerja antara tenaga kerja yang kurang harmonis.
Gangguan tersebut dapat berupa gangguan pada fisik seperti tekanan darah tau
bisa juga terjadi stres. Stres kerja merupakan kondisi yang muncul dari interaksi
antara manusia dan pekerjaannya serta dikarakteristikkan oleh perubahan manusia
yang memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka. Pada
umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan.
Pada diri karyawan, konsekunsi tersebut dapat berupa menurunnya semangat
kerja, kecemasan yang tinggi, frustasi dan sebagainya. Jika seorang karyawan
tidak dapat mengatasi beban
bahaya ini dengan baik, maka karyawan tersebut akan jatuh dalam kondisi bosan,
jenuh, stres, dan lambat laun akan mengalami gangguan serta keluhan-keluhan
penyakit serta menurunkan produktifitas kerja karyawan (Utami, dkk., 2017).
Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas
kerja saja, akan tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti
tidak dapat tidur dengan nyaman, selera makan berkurang, kurang mampu
berkonsentrasi, dan sebagainya. Hal tersebut dapat dihilangkan atau diminimalisir
dengan cara mengadakan kegiatan atau acara seperti family gathering dan outbond
yang dilaksanakan bergantian selama dua tahun sekali, sport game, serta masih
banyak lagi kegiatan-kegiatan yang Iainnya yang dapat mempererat kekeluargaan
dan tali silaturahmi antar karyawan, serta antar atasan dan bawahan. Selain itu,
upaya lainnya untuk menghilangkan potensi bahaya tersebut yaitu dengan
mengendalikan beban kerja dengan cara istirahat yang cukup, menggerakkan
badan jika lelah, berolahraga dan minum vitamin. Kegiatan tersebut akan
memberikan efek positif bagi karyawan agar tidak mengalami gangguan
psikologis.
V.1.2.4. Faktor Ergonomi
Menurut Mayasari, dkk. (2016), faktor ergonomi merupakan faktor yang
mempengaruhi keserasian antara tenaga dan pekerjaannya (cara kerja, posisi kerja,
alat kerja, dan beban kerja). Ketidakserasian dan faktor di atas dapat menimbulkan
penyakit akibat kerja yaitu sakit otot, sakit pinggang, cidera punggung, dll. Tujuan
penerapan prinsip ergonomi yaitu tercipta kondisi dan lingkungan kerja yang
sehat, aman, nyaman, dan efisien. Faktor-faktor ergonomi yang menyebabkan
adanya resiko kerja atau potensi bahaya yaitu seperti desain lokasi dan tata ruang
kerja yang buruk, penanganan material terlalu berlebihan, desain peralatan dan
alat kerja yang buruk, beban tangung jawab berlebihan, pekerjaan atau aktifitas
yang mengharuskan perpindahan bolak-balik, ketidakserasian jam kerja dengan
istirahat, pengaturan shift yang tidak sesuai.
Tanda sistem kerja yang tidak ergonomi yaitu ditandai dengan hasil kerja
yang tidak memuaskan, sering terjadi kecelakaan kerja, pekerja mengeluh adanya
nyeri atau sakit pada bagian tubuh, alat kerja atau mesin yang tidak sesuai dengan
karakteristik fisik pekerja, pekerja terlalu cepat lelah dan butuh istirahat yang
panjang, postur kerja yang buruk misalnya sering membungkuk, lingkungan kerja
yang tidak teratur, bising, pengap atau redup, dan hilangnya sikap kepedulian
terhadap pekerjaan (Mayasari, dkk., 2016).
Gangguan yang disebabkan oleh faktor ergonomi dapat mengakibatkan
penyakit akibat kerja misalnya nyeri otot, nyeri punggung, ambeien, dll.
Penerapan dari ilmu ergonomi di perusahaan berguna dalam meningkatkan
efektifitas dan efisiensi pekerja, baik dalam meningkatkan kenyamanan dalam
penggunaan alat kerja, mengurangi kesalahan posisi atau sikap kerja, menghindari
penyakit akibat kerja baik yang berakibat Iangsung maupun jangka panjang, serta
untuk meningkatkan produktifitas. Berdasarkan pengamatan yang dulakukan
pada PT
Maspion Unit II Polyfoam, ditemukan permasalahan-permasalahan yang
berpotensi menyebabkan bahaya dan risiko kerja, seperti tempat kerja yang
sempit, postur kerja yang kurang diperhatikan, dan penggunaan fasilitas dan
peralatan kerja yang kurang ergonomis.

V.1.3. Pengendalian Hazard


Dalam usaha pengendalian bahaya atau hazard dapat dilakukan dengan
tiga cara sebagai berikut:
1. Engineering Control
Engineering control merupakan suatu aktifitas dengan melakukan
perubahan fisik tempat kerja dengan cara eliminasi (penghilangan), subsitusi
(pergantian), dan isolasi (rekayasa engineering). Menurut Supriyadi dan Fauzi
(2017), engineering control adalah pengendalian yang dilakukan untuk
memisahkan bahaya dengan pekerja serta mencegah terjadinya kesalahan
manusia. Pengendillan ini terpasang dalam suatu unit system mesin atau peralatan.
Eliminasi merupakan pengendalian bahaya dengan menghilangkan proses kerja
atau peralatan dan mesin yang bermasalah dan dapat menimbulkan bahaya
potensial bagi tenaga kerja di area kerja. Pada PT Maspion Unit II Polyfoam
belum pernah melakukan aktifitas eliminasi.
Substitusi merupakan aktifitas mengganti peralatan dan mesin yang
menimbulkan bahaya dengan sesuatu yang lebih aman. Substitusi yang pernah
dilakukan pada PT Maspion Unit II Polyfoam yaitu dengan mengganti mesin atau
komponen mesin yang rusak dikarenakan umur mesin yang sudah tua atau yang
kondisinya sudah tidak layak pakai dan harus digantikan dengan mesin yang baru.
Hal tersebut dilakukan karena apabila dilakukan rekayasa engineering maka biaya
yang dibutuhkan lebih tinggi.
Isolasi atau rekayasa engineering merupakan aktifitas yang dilakukan
dengan cara memodifikasi atau rekayasa teknis terhadap material, alat kerja atau
tempat kerja. Isolasi yang pernah dilakukan di PT Maspion Unit II Polyfoam yaitu
modifikasi rest area, hand rail, tempat sampah dibagi menjadi 3 tempat yang
berwama hijau (organik), kuning (non organik), dan merah (limbah B3), lantai
kerja/grating, mesin yang awalnya tidak tercover kemudian di modif dengan
menambahkan cover (misalnya hammer mill), dan steam yang dilapisi dengan
isolasi pelindung panas. Hal tersebut bertujuan meminimalisir risiko yang
berbahaya bagi tenaga kerja.
2. Administrative Control
Administrative Control merupakan suatu aktifitas yang dilakukan apabila
kegiatan engineering control tidak dapat atau tidak layak dilakukan. Menurut
Supriyadi dan Fauzi (2017), administrative control adalah pengendalian bahaya
dengan melakukan modifikasi pada interaksi pekerja dengan lingkungan kerja,
seperti rotasi kerja, pelatihan, pengembangan standar kerja (SOP), shift kerja, dan
housekeeping. Tujuan dari administrative control yaitu untuk mengurangi risiko
tenaga kerja dari bahaya yang telah teridentifikasi. Komponen yang termasuk
dalam administrative control antara lain SOP, IK, pembagian shift, pemeriksaan
kesehatan, dan briefing K3.
Menurut Setiawati (2015), SOP merupakan panduan untuk
mengidentifikasi perubahan yang diperlukan, menggambarkan kinerja yang
diinginkan, mengevalusi kinerja operasional untuk peningkatan efisiensi
operasional, dan peningkatan keamanan. SOP safety yang ada di PT Maspion Unit
II Polyfoam antara lain yaitu SOP bencana alam, kecelakaan kerja, merokok di
perusahaan, dan pemadam kebakaran. Sedangkan IK atau lnstruksi Kerja menurut
Tangradi dan Jani (2018) merupakan tata cara pelaksanaan dari suatu pekerjaan
yang mengatur suatu aktivitas secara rinci dan jelas. lnstruksi kerja ini dapat
membantu dalam melakukan pekerjaan dengan benar. lnstruksi Kerja (IK) yang
ada di PT Maspion Unit II Polyfoam antara lain yaitu IK APAR, Hydrant,
penanganan limbah B3 laboratorium, dan satety patrol. Adapun terdapat SOP-
HSE antara lain yaitu kotak P3K, K3, CSMS (Contractor Safety Management
System), emergency responce, safety permit, penyimpanan sementara lirnbah B3,
forklift truck, memasuki ruang terbatas, bekerja di ketinggian, material handling,
penanggulangan keadaan darurat tumpahan oli, investigasi kecelakaan, dan Alat
Pelindung Diri (APD).
Pembagian shift kerja bertujuan untuk mengurangi kecelakaan kerja yang
yang disebabkan oleh human error dan mencegah kelalaian tenaga kerja akibat
kelelahan. Pemeriksaan kesehatan atau disebut dengan medical check-up yaitu
pemeriksaan atau pengecekan kesehatan seluruh karyawan secara menyeluruh.
Melalui pemeriksaan ini diharapkan suatu penyakit atau gangguan kesehatan bisa
dideteksi sejak dini. Pemerikasaan kesehatan ini sekaligus berguna untuk
merencanakan metode penanganan dan pengobatan yang tepat sebelum penyakit
berkembang. Medical check-up pada PT Maspion Unit II Polyfoam dilakukan
setiap satu tahun sekali.
3. Personal Protective Equipment atau Alat Pelindung Diri (APD)
Personal Protective Equipment atau biasa disebut alat Pelindung Diri
(APD) merupakan usaha pengendalian yang terakhir apabila engineering control
dan administrative control tidak dapat dilakukan untuk memberikan perlindungan
secara maksimal terhadap tenaga kerja. Alat Pelindung Diri (APD) merupakan
suatu alat kelengkapan yang wajib digunakan oleh tenaga kerja saat melakukan
aktifitas kerja sesuai dengan bahaya dan risiko kerja di tempat kerja yang
bertujuan untuk melindungi dan menjaga kesehatan dan keselamatan kerja dan
pekerja itu sendiri serta masyarakat yang ada di lingkungan sekitarnya. Menurut
Supriyadi dan Fauzi (2017), Alat Pelindung Diri (APD) dirancang untuk
melindungi diri dari bahaya dan zat pencemar di lingkungan kerja agar tetap selalu
aman dan kesehatan terjaga. PT Maspion Unit II Polyfoam telah menyediakan
APD bagi tenaga kerja di setiap bagian tempat kerja. APD yang ada pada PT
Maspion Unit II Polyfoam sudah terdapat logo SNI, jika APD tersebut rusak atau
tidak dapat berfungsi dengan baik maka dilakukan pembuangan di TPS Jombang
kecuali safety helmet dan safety
shoes yang rusak dilakukan pemusnahan oleh pihak perusahaan sendiri serta harus
membuat berita acara mengenai pemusnahan tersebut. Pemakaian APD yang ada
di PT Maspion Unit II Polyfoam disesuaikan dengan tingkat bahaya yang
mungkin terjadi. Menurut Suma’mur (2014), APD yang digunakan harus
memenuhi syarat yaitu nyaman ketika digunakan, tidak mengganggu pelaksanaan
pekerjaan dan memberikan perlindungan efektif terhadap macam bahaya yang
dihadapi. Berikut merupakan APD (Alat Pelindung Diri) yang digunakan pada PT
Maspion Unit II Polyfoam :

Tabel 5.6 Daftar Alat Pelindung Diri (APD) pada PT Maspion Unit II Polyfoam

2. Ear muff (penutup Sebagai pelindung telinga pada saat bekerja


telinga) diarea yang menghasilkan bunyi yang
dikeluarkan oleh mesin yang memiliki volume
suara cukup keras dan tingkat kebisingan yang
tinggi. Ukuran kebisingan atau pengurangan
kebisingan mencapai 30-35 dB.
3. Ear plug (penutup Sebagai pelindung telinga pada saat bekerja
telinga) diarea yang menghasilkan bunyi yang
dikeluarkan oleh mesin yang memiliki volume
suara dan tingkat kebisingan yang cukup
tinggi. Ukuran pengurangan kebisingan
mencapai 25
dB.
4. Full body hamess Sebagai pelindung diri bagi pekerja yang
melaksanakan kegiatan atau pekerjaan diatas
>1.8 m atau pada posisi yang membahayakan.
Fungsi utama tali pengaman ini adalahmenjaga
seorang pekerja dari kecelakaan kerja pada saat
bekerja di ketinggian.
5. Sarung tangan Sebagai pelindung tangan pada saat bekerja
(welding gloves) ditempat atau situasi yang dapat
mengakibatkan cidera tangan. Tujuan
penggunaan sarung tangan yaitu melindungi
tangan dari benda keras dan tajam selama
melakukan pekerjaan. Bahan dan bentuk
sarung tangan disesuaikan dengan fungsi
masing-masing pekerjaan. PT Maspion Unit II
Polyfoam menyediakan sarung tangan dengan
bahan
kulit, karet, dan kain.
6. Safety mask Sebagai pelindung hidung yang berfungsi
untuk menyaring udara yang dihirup saat
bekerja di tempat yang mengandung banyak
debuserta berbagai material konstruksi
berukuran besar hingga sangat kecilyang
merupakan sisa dari suatu kegiatan, misalnya
serbuk kayu sisa dari
kegiatan memotong, mengampelas, dll.
7. Chemical respirator Sebagai pelindung hidung yang berfungsi
untuk menyaring udara yang dihirup setiap
hari saat bekerja di tempat dengan kualitas
udara buruk yang mengandung banyak debu
dan berbagai material konstruksi berukuran
besar hingga sangat kecil yang merupakan sisa
dari suatu kegiatan, serta area beracun yang
mengandung
senyawa kimia yang berbahaya.
8. Safety glasses Sebagai pelindung mata pada saat bekerja agar
tidak terjadi iritasi mata atau cidera mata.
Kacamata pengaman digunakan untuk
melindungi mata dari debu kayu, batu, atau
serpih besi yang beterbangan. Mengingat
partikel-partikel debu berukuran sangat kecil
yang terkadang tidak terlihat oleh mata.
9. Face shield Sebagai pelindung wajah saat melakukan
aktifitas atau pekerjaan yang berbahaya
apabila mengenai wajah atau kepala seperti
aktifitas yang menghasilkan percikan api
misalnya kegiatan mengelas.
10. Safety shoes Sebagai pelindung kaki untuk mencegah
kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena
benda tajam atau berat, benda panas, cairan
kimia, dan sebagainya. Setiap pekerja
konstruksi perlu memakai sepatu dengan sol
yang tebal agar dapat bebas berjalan
kemanapun tanpa terluka oleh benda-benda
tajam atau kotoran yang dapat masuk dari
bagian bawah.
(Sumber: PT Maspion Unit II Polyfoam)

V.2. SMK3 (Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja)


V.2.1. SMK3 PT Maspion Unit II Polyfoam
Menurut PP 50 2012 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya
disingkat SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara
keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan
kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan
produktif.
2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 adalah
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja.
3. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan
sendiri maupun untuk masyarakat.
4. Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah
atau imbalan dalam bentuk lain.
5. Perusahaan adalah:
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang
perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik
swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh
dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus
dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan
dalam bentuk lain.
6. Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan
suatu perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara
berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di
Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
7. Audit SMK3 adalah pemeriksaan secara sistematis dan independen
terhadap pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur suatu
hasil kegiatan yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan
SMK3 di perusahaan.
8. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang ketenagakerjaan.

Penerapan SMK3 bertujuan untuk:


a. meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang
terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi;
b. mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan
melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat
buruh; serta
c. menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong
produktivitas.
Dalam menerapkan SMK3, setiap perusahaan wajib melaksanakan:
A. penetapan kebijakan K3;
B. perencanaan K3;
C. pelaksanaan rencana K3;
D. pemantauan dan evaluasi kinerja K3; dan
E. peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3.

Menurut OHSAS 18001, manajemen K3 adalah upaya terpadu untuk


mengelola risiko yang ada dalam aktivitas perusahaan yang dapat mengakibatkan
cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan terhadap perusahaan. Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pada PT Maspion Unit II Polyfoam tidak
terlepas dari POAC yaitu Planning (perencanaan), Organizing (pengorganisasian),
Actuating (pengarahan) dan Controlling (pengendalian). Metode POAC
digunakan untuk membentuk suatu sistem di dalam organisasi K3 yang dikenal
dengan istilah sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3)

V.2.1.1. Penetapan Kebijakan, Perencanaan, dan Peningkatan Kinerja


SMK3L
Planning atau perencanaan merupakan tahap awal yang dilakukan untuk
mencapai tujuan yang ada di dalam suatu organisasi atau perusahaan. Fungsi
perencanaan adalah fungsi yang terpenting dalam rnanajemen, dikarenakan akan
menentukan fungsi-fungsi manajemen berikutnya, serta merupakan landasan
pokok dari semua fungsi manajemen. Tanpa adanya perencanaan, fungsi-fungsi
manajemen lainnya pun sulit untuk dijalankan. Dalam perencanaan yang
dilakukan,
PT Maspion Unit II Polyfoam menginginkan penerapan sistem kesehatan dan
keselamatan kerja berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan yang
ditargetkan. Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang diterapkan
di PT Maspion Unit II Polyfoam sesuai dengan SMK3 (Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja) yang ada di Indonesia serta selalu siaga
tanggap darurat terhadap potensi kejadian darurat atau potensi bahaya pada
kegiatan yang ada di perusahaan sehingga dapat mengurangi kecelakaan kerja.
Menurut PP No. 50 tahun 2012 mengenai penerapan SMK3 pasal 1,
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau SMK3 adalah bagian
dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian
risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang
aman, efisien dan produktif. Tinjauan manajemen yang dilaksanakan dalam
planning atau perencanaan dilakukan dengan rapat atau meeting yang dihadiri
oleh semua tim safety committee MASPION Group yang dilakukan setiap 6 bulan
sekali dan juga rapat yang dilakukan oleh tim safety manajemen atau tim HSE
yang ada di PT Maspion Unit II Polyfoam yang dilakukan setiap bulan.
Perencanaan atau planning yang dilakukan dengan mengadakan meeting tersebut
membahas mengenai standar K3 yang diterapkan di PT Maspion Unit II Polyfoam
yaitu SMK3. Hal ini bertujan untuk mengetahui Iebih awal potensi bahaya yang
timbul, sehingga kesehatan dan keselamatan kerja d apat dimaksimalkan dengan
langkah identifikasi bahaya. Terdapat beberapa program kerja yang ada di PT
Maspion Unit II Polyfoam antara lain yaitu:
A. Daily
 Monitoring
Dilakukan oleh tim HSE (Safety, Health, Environmenf) dan P2K3 (Panitia
Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja) mengenai unsafe action dan
unsafe condition yang dilaporkan oleh safety keeper dan security di area kerja.
 Safety Permit dan inspection Equipment
Dokumen untuk memastikan bahwa prosedur kerja sudah diterapkan dan
aman sesuai dengan jenis pekerjaan dan risiko pekerjaanya. Dokumen ini
ditujukan untuk kontraktor.
 Safety Induction .
Pemberian materi dan pelatihan yang diberikan kepada karyawan baru,
kontraktor dan tamu yang berada di tempat kerja yang baru masuk di
perusahaan.
 Safety Patrol
Pemeriksaan yang dilakukan oleh safety keeper dan security mengenai
kondisi dan perilaku yang aman dan tidak aman di lingkungan perusahaan.
B. Weekly
 Safety Talk
Safety talk merupakan kegiatan untuk mengingatkan para kontraktor dan
tenaga harian lepas mengenai kondisi dan perilaku bekerja yang aman. Safety
talk dilakukan dengan cara mengumpulkan para kontraktor dan tenaga harian
lepas di lapangan yang berada di dekat pos security, kemudian tim safety akan
mengarahkan dan mengingatkan para kontraktor dan tenaga harian lepas untuk
bekerja dengan aman. Safety talk dilakukan rutin setiap hari Senin pukul 08.00
WIB dan16.00 WIB
 Patrol BK3 (Badan Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
Pemèriksaan terhadap situasi dan kondisi serta pelaksanaan program K3
pada bagian P2K3.
 Smart Meeting
Meeting ataù rapat yang dilakukan oleh safety officer bersama dengan
bagian engineer dan produksi. Meeting ini membahas mengenai program K3
yang telah berjalan maupun program di masa yang akan datang, serta
pemberian saran dan evaluasi demi keefektifan keselamatan kerja di PT
Maspion Unit II Polyfoam.
 Weekly Meeting
Meeting ataù rapat yang dilakukan oleh tim HSE bersama para manajemen
yang membahas atau berdiskusi mengenai program K3 yang dilakukan dan
program K3 di masa yang akan datang.
C. Monthly
 Meeting BK3
Dilakukan oleh P2K3 mengenai evaluasi pelaksanaan program K3 yang
ada di perusahaan.
 Safety Meeting
Kegiatan meeting diikuti oleh internal HSE saja. Meeting dilakukan untuk
membahas mengenai evaluasi program K3 yang telah dilakukan sebelumnya,
pembahasan program planning K3 pada bulan selanjutnya, isu K3 yang ada di
perusahaan, serta pemberian saran terhadap K3 yang ada di PT Maspion Unit
II Polyfoam
 Safety Training
Safety training merupakan kegiatan pelatihan khusus yang diberikan
kepada karyawan/personil tertentu. Kegiatan ini dilakukan untuk
meningkatkan dan menambah kompetensi serta keahlian kepada
karyawan/Personil tersebut.
 Safety Campaign
Safety campaign merupakan pemasangan papan himbauan keselamatan
dan kesehatan kerja yang berisikan lambing-lambang keselamatan serta APD
(Alat Pelindung Diri) yang perlu digunakan sesuai dengan area kerja dan jenis
pekerjaan. Kegiatan ini dilakukan dengan memasang rambu-rambu, spanduk,
poster dan banner di area PT Maspion Unit II Polyfoam.
D. Annualy
 Safety Audit dan Safety Committee
Safety audit merupakan suatu proses untuk mengevaluasi tingkat
pemenuhan audit kriteria safety audit yang telah diterapkan. Safety committee
merupakan kegiatan pertemuan atau rapat bersama para tim safety yang ada
pada CJ Group di seluruh Indonesia. Kedua kegiatan ini dilakukan setiap
enam bulan sekali.
 Emergency Responce
Emergency responce merupakan kegiatan yang berupa pelatihan persiapan
keadaan darurat dalam upaya aktif dan peduli terhadap stabilitas keamanan
dan keselamatan serta kesehatan kerja di lingkungan perusahaan. Emergency
responce meliputi prosedur, sumber daya manusia, fasilitas yang disiapkan
untuk rnenghadapi segala hal yang bersifat darurat. Kegiatan ini dilakukan
setiap enam bufan sekali.
 Management Review atau Meeting P2K3
Kegiatan ini untuk mengevaluasi dan memonitoring kinerja program K3,
komunikasi dengan pihak yang terkait, tindak lanjut dan manajemen review
sebelumnya, dan melalukan evaluasi atau perbaikan.
 Safety Competition
Safety Competition merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh tim
HSE dan ditujukan kepada tenaga kerja yang ada di perusahaan sebagai upaya
membudayakan dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya penerapan K3
di lingkungan perusahaan. Kegiatan ini dilakukan dengan mengadakan lomba-
lomba yang berhubungan dengan K3.
 Environment Monitoring Control
Kegiatan pemantauan meliputi proses pengamatan, pencatatan,
pengukuran, dan pendokumentasian sesuai dengan prosedur terhadap beberapa
komponen lingkungan yang ada di perusahaan. Kegiatan ini dilakukan dengan
uji emisi dan uji lingkungan di area perusahaan oleh pihak external yang rutin
dilakukan setiap enam bulan sekali.
 Medical Check-UP
Medical check-up yaitu pemeriksaan atau pengecekan kesehatan seluruh
karyawan secara rnenyeluruh. Melalui pemeriksaan ini diharapkan suatu
penyakit atau gangguan kesehatan bisa dideteksi sejak dini. Tes ini sekaligus
berguna untuk merencanakan metode penanganan dan pengobatan yang tepat
sebelum penyakit berkembang. Medical check-up pada PT Maspion Unit II
Polyfoam dilakukan setiap satu tahun sekali.
 Donor Darah
Kegiatan donor darah di PT Maspion Unit II Polyfoam dilaksanakan rutin
setiap tiga bulan sekali dengan mendatangkan petugas PMI (Palang Merah
lndonsia) di perusahaan. Kegiatan ini bertujuan untuk mewujudkan sikap
peduli dan sukarela dalam membantu sesama. Kegiatan donor darah ini
diharapkan dapat membantu masyarakat yang membutuhkan.
Tujuan program kerja K3 yang direncanakan di PT Maspion Unit II Polyfoam
antara lain:
1. Penanaman Budaya K3 (Safety talk, trainning, safety induction ,
kampanye, safety permit, safety patrol, safety meeting, dan safety
competion).
2. Penerapan Aspek K3 (penggunaan APD, tidak menciptakan kondisi yang
berbahaya)
3. Menjaga Budaya K3 (safety audit, safety patrol, dan management review)
Perencanaan (planning) merupakan keseluruhan proses perkiraan dan
penentuan secara matang hal-hal yang akan dilakukan di masa yang akan datang
dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Secara sederhana dapat
disimpulkan bahwa perencanaan merupakan suatu proses perumusan tentang apa
yang akan dilakukan dan bagaimana pelaksanaannya (Zariah dan Jaka, 2016). Hal
tersebut sudah sesuai dengan perencanaan yang dilakukan oleh PT Maspion Unit
II Polyfoam dalam hal mempersiapkan dan menentukan secara matang program-
program yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang dengan cara
melakukan meeting atau rapat bersama pihak-pihak yang terkait di perusahaan.

V.2.1.2. Actuatíng (Tindakan) dan Application (Penerapan)


Actuating atau tindakan merupakan suatu kegiatan atau tindakan untuk
memberikan petunjuk atau langkah-langkah yang harus dilakukan dalam
menerapkan hal yang telah direncanakan sesuai perencanaan agar aktivitas yang
sebelum, sesudah, dan sedang berlangsung dapat berjalan dengan efektif dan
efisien. Tindakan pengarahan yang dilakukan oleh tim safety dan juga tim P2K3
pada PT Maspion Unit II Polyfoam yaitu dengan memberikan pelatihan atau
sosialisasi mengenai K3, simulasi tanggap darurat gempa (bencana alam),
pelatihan atau simulasi P3K (Pertolongan Pertama pada Kecelakaan) yang bekerja
sama dengan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Jombang, serta
simulasi tanggap darurat kebakaran dan evakuasi yang dilakukan setiap 6 buIan
sekali PT Maspion Unit II Polyfoam sudah dilengkapi SOP (Standar Operasional
Prosedur) maupun lnstruksi Kerja di masing-masing unit kerja maupun aktivitas
P2K3 dalam aktivitas yang berkaitan dengan K3 di perusahaan.
Menurut Setiawati (2015), SOP (Standar Operasionat Prosedur)
merupakan panduan untuk mengidentifikasi perubahan yang diperlukan,
menggambarkan kinerja yang diinginkan, dan mengevaluasi kinerja operasional
untuk peningkatan efisiensi operasional, akuntabilitas, dan peningkatan keamanan.
Hal tersebut sudah sesuai dengan PT Maspion Unit II Polyfoam yang telah
menyediakan SOP dan menerapkannya sebagai panduan di dalam perusahaan.
SOP yang ada di PT Maspion Unit II Polyfoam antara lain yaitu SOP bencana
alam, kecelakaan kerja, merokok di perusahaan, dan pemadam kebakaran.
Sedangkan IK atau lnstruksi Kerja menurut Tangradi dan Jani (2018) merupakan
tata cara pelaksanaan dan suatu pekerjaan yang mengatur suatu aktivitas secara
rinci dan jelas. lnstruksi kerja ini dapat membantu dalam melakukan pekerjaan
dengan benar. lnstruksi Kerja (IK)
yang ada di PT Maspion Unit II Polyfoam antara lain yaitu IK APAR, Hydrant,
penanganan limbah B3 laboratorium, dan safety patrol.
Terdapat pula SOP-HSE (Safely, Health, and Environment) antara lain
yaitu kotak P3K, K3, CSMS (Contractor Safety Management System), emergency
responce, safety permit, penyimpanan sementara limbah B3, forklift truck,
memasuki ruang terbatas, bekerja di ketinggian, manual handling,
penanggulangan keadaan darurat tumpahan oli, investigasi kecelakaan, dan Alat
Pelindung Diri (APD). Pada Iingkungan pabrik sudah terdapat banyak petunjuk
untuk menunjang kesehatan dan keselamatan kerja seluruh karyawan dan
operator. Dengan adanya pelatihan atau simulasi dan petunjuk K3, diharapkan
tenaga kerja lebih berhati-hati dan bekerja secara optimal dengan rasa aman dan
nyaman dalam bekerja.
Menurut Harahap (2017), actuating atau disebut dengan pengarahan
merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk memberikan petunjuk atau instruksi
serta keterampilan dalam berkomunikasi untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Actuating adalah sebuah tindakan membimbing, mengarahkan,
menggerakkan para karyawan agar bekerja secara baik, aman, dan nyaman, yang
mana actuating merupakan inti daripada manajemen yaitu menggerakkan untuk
mencapai hasil, menentukan prinsip-prinsip efisiensi, komunikasi yang baik dan
dalam rangka pencapaian tujuan. Tujuan dan pengarahan antara lain yaitu
menciptakan kerjasama yang lebih efisien, mengembangkan kemampuan dan
keterampilan staf, menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan,
mengusahakan suasana lingkungan kerja yang meningkatkan motivasi & prestasi
kerja staf dan membuat organisasi berkembang secara dinamis.
Menurut Walangitan dan Pingkan (2014), agar memahami kegiatan dalam
suatu pekerjaan dengan baik setiap organisasi harus memiliki suatu acuan,
instruksi ataupun prosedur kerja. Karena dengan adanya prosedur atau acuan ini
para karyawan, atasan, manajemen maupun masyarakat mendapatkan suatu
kejelasan yang diberikan. Ada beberapa istilah acuan dalam pekerjaan, antara lain
lnstruksi Kerja (work instruction) dan Standar Operasional Prosedur (SOP). Hal
tersebut sudah dilakukan oleh tim safety yang ada di PT Maspion Unit II
Polyfoam yang telah membuat dan menerapkan SOP dan IK mengenai aktifitas
yang berkaitan dengan safety dan juga aktifitas lainnya.

V.2.1.3. Controlling (Pengawasan)


Controlling merupakan suatu tindakan pengawasan yang dilakukan untuk
menghindari terjadinya kesalahan yang disebabkan oleh manusia (human error)
serta mesin dan peralatan itu sendiri. Kecelakaan kerja pada suatu perusahaan
merupakan sebuah nilai minus bagi perusahaan itu sendiri yang dikarenakan
lingkungan ataupun pekerja yang tidak aman. Oleh karena itu, setiap perusahaan
wajib mengontrol atau melakukan pengawasan pada setiap proses dan aktifìtas
yang ada di perusahaan. Pengawasan atau pengontrolan yang ada pada PT
Maspion Unit II Polyfoam dilakukan oleh tim HSE yang bertugas untuk
memonitoring setiap hari
mengenai unsafe action (tindakan tidak aman) dan unsafe condition (keadaan
tidak aman) yang dilaporkan oleh safety keeper yang melakukan safety patrol di
lingkugan perusahaan setiap hari. Unsafe action yang sering dijumpai di tempat
kerja antara lain tidak memakai alat pelindung diri dan tidak mematuhi prosedur
kerja, seperti menjalankan peralatan atau mesin tanpa wewenang, mengabaikan
peringatan dan keamanan. Sedangkan unsafe condition lebih mengarah pada
kondisi tempat kerja ataupun kondisi alat dan mesin yang berpotensi bahaya
apabila terus menerus digunakan.
Tim safety dan juga safety keeper malakukan pengawasan dengan
mengamati aktifitas yang berhubungan dengan safety atau K3 yang dilakukan di
lingkungan perusahaan dengan cara berkeliling (patrol) mengecek secara langsung
apakah APD yang digunakan oleh pekerja sesuai dan aman pada saat digunakan.
Hal ini bertujuan untuk saling menjaga keamanan semua elemen yang ada di
perusahaan. Selain safety keeper dan tim HSE terdapat security yang juga
melakukan patrol setiap hari dengan melakukan pengecekan check lock (kunci)
untuk memastikan apakah tiap-tiap area pabrik sudah terpantau atau belum.
Perbedaan saféty keeper dengan security yaitu apabila security lebih
mengontrol area bawah misalnya gudang, parkir, TPS (Tempat Pembuangan
Sampah), silo, sedangkan safety keeper melakukan control ke semua area. Jumlah
dari safety keeper yaitu sebanyak empat orang dengan jam kerja yang dibagi
sesuai shift masing-masing. Pergantian shift dari safety keeper yaitu setiap dua
hari sekali. Anggota safety keeper selain yang bertugas menjadi safety keeper,
kembali bertugas sebagai security. Sedangkan jumlah security yang bertugas
setiap pagi terdiri dari enam orang, tiga berada di posko dan sisanya yaitu tiga
orang melakukan patrol yang sistemnya mobile (bergantian). Pengawasan atau
controlling tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi aktifitas-aktifitas yang
dilakukan di area perusahaan utuk menjamin semua kejadian atau insiden
kecelakaan kerja yang telah diinvestigasi penyebab dan risiko kejadiannya sebagai
dasar data untuk melakukan tindakan lanjutan dan dasar kompensasi akibat
kecelakaan kerja, beberapa kategori kecelakaan kerja yang akan di identifikasi
seperti kecelakaan kerja kecil, sedang, fatal dan berisiko luka permanen, hingga
meninggal dunia.
Selain safety keeper dan security, tim P2K3 (Panitia Pembina Kesehatan
dan Keselematan Kerja) juga bertugas sebagai badan pembantu dari tim safety
atau HSE di perusahaan agar seluruh karyawan dapat menjalankan dan
menerapkan program-program K3 dan berpartisipasi dalam kesehatan dan
keselamatan kerja di perusahaan. Menurut Hermawati, dkk (2017), controlling
merupakan suatu tindakan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang
telah direncanakan, diorganisasikan dapat berjalan sesuai dengan target yang
diharapkan sekalipun terdapat berbagai perubahan. Kegiatan dalam fungsi
pengawasan dan pengendalian antara lain mengevaluasi keberhasilan dalam
pencapaian tujuan dan target yang sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan.
Hal ini harus secara rutin dilakukan
supaya tertihat pada point mana target yang telah tercapai dan target yang belum
tercapai sehingga dapat diambil langkah penyelesaian.
Menurut Putri, dkk (2015) pengawasan perlu dilakukan sebagai tindak
lanjut dan program pembinaan yang dilakukan perusahaan. Pengawasan dapat
berupa pengawasan terhadap peraturan keselamatan kerja yang dikeluarkan
perusahaan atau pengawasan terhadap petunjuk-petunjuk kerja yang berguna
terhadap keselamatan kerja di dalam penggunaan alat-alat mekanis. Hal tersebut
telah dilakukan oleh tim safety atau HSE yang ada di PT Maspion Unit II
Polyfoam yang mana telah melakukan controlling atau pengawasan setiap hari
mengenai unsafe action (tindakan tidak aman) dan unsafe condition (keadaan
tidak aman) di lingkungan perusahaan. Selain ìtu safety keeper juga melakukan
pengawasan mengenai APD yang digunakan pekerja saat melakukan aktivitas
kerja serta petunjuk-petunjuk kerja yang berguna terhadap keselamatan kerja di
dalam penggunaan alat atau mesin yang ada di perusahaan.

V.3. Sebab Akibat dari kejadian membahayakan


V.3.1. Data Kecelakaan Kerja
Kecelakaan disebut juga kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan.
Tidak terduga, karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan.
Kecelakaan kerja secara umum disebabkan oleh dua hal pokok, yaitu perilaku
kerja yang tidak aman (unsafe action) dan kondisi kerja yang tidak aman (unsafe
condition). Kondisi tidak aman dapat diartikan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan
pekerjaan dilingkungan kerja seharusnya mematuhi aturan yang berlaku, yang
mengatur agar kondisi tempat kerja aman dan sehat. Sedangkan tindakan tidak
aman yang dimaksud adalah kegiatan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja
yang dapat membahayakan pekerja itu sendiri atau pekerja lainnya (Inayah, dkk.,
2016). PT Maspion Unit II Polyfoam tergolong memiliki kecelakaan kerja yang
rendah, dan hampir tidak pernah mengalami kecelakaan kerja yang bersifat fatal.

V.3.2. Evaluasi K3
Berdasarkan hasi1 pengamatan yang dilakukan, terdapat beberapa evaluasi
mengenai K3 yang ada di PT Maspion Unit II Polyfoam. Evaluasi mengenai
kesehatan dan keselamatan kerja ini memiliki fungsi untuk mengetahui
keberhasilan program- program K3 serta mengidentifikasi clan melakukan tindak
perbaikan yang perlu dilakukan. Evaluasi K3 yang ada di PT Maspion Unit II
Polyfoam yaitu yang pertama beberapa peraturan penggunaan APD yang belum
diterapkan oleh tenaga .kerja. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya kesadaran
diri masing-masing dan kurangnya komitmen dalam penggunaan APD. Selain itu
dapat disebabkan oleh APD kurang nyaman atau terasa mengganggu apabila
digunakan pada saat melakukan aktifitas kerja, serta masih banyak APD kurang
layak yang digunakan oleh Tenaga Harian Lepas (THL), misalnya pada area
BAB VII
VII-1
PENUTUP

pencurahan dan pembongkaran obat atau premix secara manual di produksi


poultry, dan pada laboratorium QA/QC.
Evaluasi yang kedua yaitu proses penyetokan isi kotak P3K yang sering
telat dan kurang lengkap. Kotak P3K merupakan suatu komponen penting bagi
perusahaan yang berfungsi untuk membantu memberikan pertolongan pertama
berupa obat-obatan apabila terjadi sesuatu yang dialami tenaga kerja yang dapat
mengganggu kesehatan dan keselamatan kerja tenaga kerja.
Evaluasi yang ketiga yaitu tidak adanya pelabelan, simbol, dan
karakteristik limbah B3 yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja pada tempat
penyimpanan sementara limbah air boiler.
Evaluasi yang terakhir yaitu kurangnya anggota HSE dalam mengatur dan
mengawasi SMK3L yang berlaku di PT Maspion Unit II Polyfoam.

V.4. Penanganan Kecelakaan Kerja dan kompensasi Ketenagakerjaan


Setelah mengamati data kecelakaan yang terjadi selama 5 tahun terakhir
yaitu tahun 2016-2020 di PT Maspion Unit II Polyfoam, diketahui total
kecelakaan kerja yaitu sebanyak 7 kali kecelakaan kerja yang semuanya tergolong
dalam kategori ringan, karena tidak sampai mengalami cidera yang cukup parah.
Upaya yang dilakukan PT Maspion Unit II Polyfoam dalam menangani korban
yang mengalami kecelakaan kerja yaitu dengan secara langung menangani korban
kecelakaan kerja dan apabila tidak bisa ditangani oleh pihak internal perusahaan
maka korban kecelakaan kerja dilarikan ke rumah sakit terdekat. Berdasarkan data
kecelakaan yang ada di PT Maspion Unit II Polyfoam dapat diketahui bahwa dari
tahun ke tahun kecelakaan kerja yang terjadi semakin menurun, sehingga dapat
disimpulkan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang ada di PT Maspion
Unit II Polyfoam sudah berjalan dengan baik.
Kompensasi merupakan suatu imbalan yang diberikan kepada setiap
individu sebagai balas jasa atas kesediaan mereka untuk melaksanakan berbagai
pekerjaan dan tugas organisasi. Berdasarkan sistem kompensasi yang dilakukan
PT. PT Maspion Unit II Polyfoam mengacu pada UU No. 13 Tahun 2003.
Jaminan kesehatan merupakan jaminan yang diberikan oleh pihak PT Maspion
Unit II Polyfoam kepada tenaga kerja dan keluarganya. Jumlah maksimal jaminan
kesehatan yang diberikan pada tenaga kerja untuk keluarganya maksimal 3 orang
anak, maka anak ke 4 tidak mendapatkan jaminan kesehatan dari perusahaan.
Jaminan kesehatan tersebut dapat digunakan untuk berobat apabila mengalami
gangguan kesehatan atau sakit. Dilakukan juga pemeriksaan kesehatan atau
disebut medical check-up yang diperuntukkan bagi karyawan secara menyeluruh.
Melalui pemeriksaan ini diharapkan suatu penyakit atau gangguan kesehatan bisa
dideteksi sejak dini. Tes ini sekaligus berguna untuk merencanakan metode
penanganan dan pengobatan yang tepat sebelum penyakit berkembang. Medical
check-up di sekitar PT Maspion Unit II Polyfoam Sidoarjo.

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI LAPORAN MAGANG


FAKULTAS VOKASI PT MASPION ( POLYFOAM DEPT)
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA 2020

Anda mungkin juga menyukai