Anda di halaman 1dari 9

TOKOH INDONESIA DAN PERANANNYA DALAM ORDE BARU

JENDRAL SOEHARTO
Nama Lengkap : Soeharto
Profesi : -
Tempat Lahir : Kemusuk | Yogyakarta
Tanggal Lahir : Rabu, 8 Juni 1921
Zodiac : Gemini
Beliau memimpin Republik Indonesia, selama 32 tahun
meninggal di Jakarta, 27 Januari 2008, itu oleh MPR dianugerahi penghargaan Bapak
Pembangunan Nasional.
PERANAN PADA MASA ORDE BARU
1.      mengajukan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang isinya sebagai berikut:
·         Pembubaran PKI beserta organisasi massanya.
·         Pembersihan Kabinet Dwikora.
·         Penurunan harga-harga barang.
2.      Jenderal Soeharto mengeluarkan keputusan membubarkan PKI atas nama
Presiden
3.      pemerintah Orde Baru memurnikan kembali politik luar negeri yang bebas-aktif.
4.      Presiden masa orde baru, pengganti Ir. SOEKARNO
5.      Politik konfrontasi dengan Malaysia dihentikan. Normalisasi hubungan Indonesia-
Malaysia berhasil dicapai dengan ditandatanganinya Jakarta Accord pada tanggal 11
Agustus 1966.
6.      Mengembalikan Indonesia sebagai anggota PBB (Perserikatan Bangsa Bansa) pada
tanggal 28 September 1966 setelah sebelumnya pada masa Soekarno, Indonesia
keluar sebagai anggota PBB.
7.      melaksanakan pembangunan nasional. Pambangunan Jangka Pendek dirancang
melalui Pembangunan Lima Tahun (Pelita)

BRIGJEND AMIR MACHMUD


Nama Lengkap: Brigjend Amir Machmud
Lahir di Cimahi, 21 Februari 1923 – meninggal di Cimahi, 21 April 1995 pada umur 72
tahun
Merupakan seorang Jenderal Militer Indonesiayang merupakan saksi mata
penandatanganan Supersemar, sebuah dokumen serah terima kekuasaan dari
Presiden Sukarno kepada Jenderal Suharto.
Ketua DPR Ke-8 Masa jabatan1982 – 1987                    
Menteri Dalam Negeri Indonesia Ke-17, masa jabatan 9 Jan 1969-19 Mar 1983
PERANAN PADA MASA ORDE BARU
1.      salah satu saksi supersemar
JENDRAL A.H. NASUTION
Nama Lengkap : A. H. Nasution
Profesi : -
Agama : Islam
Tempat Lahir : Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara
Tanggal Lahir : Selasa, 3 Desember 1918
Zodiac : Sagittarius
Hobby : Membaca | Bermain tenis
Warga Negara : Indonesia
Peranan dalam masa orde baru: 
1. Ketua MPRS tahun 1966
2. Peletak dasar perang gerilya
3. Kepala staf TNI Angkatan Darat
4. Penggagas dwifungsi ABRI
5. Sasaran G 30 S / PKI yang lolos

BJ. HABIBIE

Jusuf Habibie dilahirkan di Pare-Pare, Sulawesi Selatan


Pada tanggal 25 Juni 1936.
Beliau merupakan anak keempat dari delapan bersaudara
Habibie yang menikah dengan Hasri Ainun Habibie pada tanggal 12 Mei 1962 ini
dikaruniai dua orang putra yaitu Ilham Akbar dan Thareq Kemal
Karena kecerdasannya, Setelah tamat SMA di bandung tahun 1954, beliau masuk di ITB
(Institut Teknologi Bandung), Ia tidak sampai selesai disana karena beliau
mendapatkan beasiswa dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk melanjutkan
kuliahnya di Jerman, karena mengingat pesan Bung Karno tentang pentingnya
Dirgantara dan penerbangan bagi Indonesia maka ia memilih jurusan Teknik
Penerbangan dengan spesialisasi Konstruksi pesawat terbang di  Rhein Westfalen
Aachen Technische Hochschule (RWTH) 
PERANAN PADA MASA ORDE BARU
1. Pada era pemerintahannya yang singkat ia berhasil memberikan landasan kokoh
bagi Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan
Sehat
2. perubahan UU Partai Politik dan yang paling penting adalah UU otonomi daerah. 

SOEMITRO DJOJOHADIKOESOEMO
Lahir :
Gombong, Jawa Tengah, 29 Mei 1917
Agama :
Islam
Pendidikan :
- Universitas Sorbonne, Paris, Prancis (1938)
– Sekolah Tinggi Ekonomi Nederland, Rotterdam, Negeri Belanda (Sarjana, 1940
– Doktor, 1942)
Karir :
- Pembantu Staf Perdana Menteri RI (1946)
– Presiden Direktur Indonesian Banking Corporation (1947)
– Wakil Ketua Perutusan Indonesia pada Dewan Keamanan PBB (1948-1949)
– Anggota Delegasi RI pada Konperensi Meja Bundar, Den Haag (1949)
– Kuasa Usaha KBRI di Washington DC, AS (1950)
– Menteri Perdagangan dan Perindustrian (1950-1951)
– Guru Besar Universitas Indonesia (1951-sekarang)
– Menteri Keuangan (1952-1953 dan 1955-1956)
– Konsultan Ekonomi di Malaysia, Hong Kong, Muangthai, Prancis, Swiss (1958-1967)
– Menteri Perdagangan (1968-1973)
– Menteri Negara Riset (1973-1978)
Peranan pada masa orde baru
· PEMBANGUNGAN INDUSTRI BERKELANJUTAN DI INDONESIA BERLANDASKAN
PEMIKIRAN PROF. DR. SUMITRO DJOJOHADIKUSUMO
·      Profesor Manajemen dan Sistem Industri serta Lean Six Sigma Master Black Belt. 
Menulis Disertasi Doktor di ITB (1991) tentang Keterkaitan Struktur Industri dengan
Produktivitas di Indonesia (Studi Pembangunan Ekonomi dan Sistem Industri di
Indonesia Periode 1967-1987)
TOKOH KEBANGKITAN NASIONAL YANG BERPERAN PENTING

1. Wahidin Sudirohusodo
Wahidin Sudirohusodo adalah seorang tokoh pencetus ide lahirnya Budi Utomo 1908.
Beliau lahir pada tanggal 7 Januari 1852 di Mlati, Sleman, Yogyakarta dan wafat pada
tanggal 26 Mei 1917 dan dimakamkan di Mlati, Sleman, Yogyakarta. Semasa hidupnya,
tahun 1895 bersama rekan-rekannya mendirikan Surat Kabar dua bahasa (Jawa dan
Melayu) Retno Dumilah di Yogyakarta. Pada tahun 1906 sampai sdengna 1907 giat
melaksanakan perjalanan mengumpulkan Studiefonds (Dana Pendidikan) bagi
penduduk pribumi. Setelah bertemu dengan Sutomo berpadulah gagasan mereka yang
teraktualisasi dengan berdirinya organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908.
Organisasi ini akhirnya menjadi pioner terhadap bangkitnya kesadaran nasional
sehingga setiap tanggal 20 Mei diperingati sebagai hari kebangkitan nasional hingga
sekarang.Wahidin Sudirohusodo beristri seorang wanita Betawi yang bernama Anna.
Dari perkawinannya lahirlah dua orang anak. Salah satunya bernama Abdullah Subroto
yang kemudian menurunkan Sujono Abdullah dan Basuki Abdullah (keduanya pelukis).

Sebagai akibat politik etis yang didalamnya terkandung usaha memajukan pengajaran
maka pada dekade pertama abad XX bagi anak-anak Indonesia masih mengalami
hambatan kekurangan dana belajar. Keadaan yang demikian menimbulkan keprihatinan
dr. Wahidin Sudirohusodo untuk dapat menghimpun dana itu maka pada tahun 1906-
1907 melakukan propraganda keliling Jawa. Perjalanan keliling Jawa ini dilakukan
dalam rangka menganjurkan perlunya perluasan pengajaran sebagai salah satu langkah
untuk memajukan kehidupan rakyat. Anjurannya itu dapat terealisasi tidak hanya
bergantung kepada pemerintah Hindia Belanda, tetapi juga dapat terealisasinjika
bangsa Indonesia juga mau berusaha sendiri dengan cara membentuk studiefonds atau
dana pelajar yang hasilnya akan digunakan untuk membantu para pelajar yang pandai
tetapi kurang mampu untuk dalam hal biaya. Dalam tperjalanan kelilingnya itu akhirnya
pada tahun 1907 sampai di Jakarta dan bertemu dengan para pelajar Stovia (Sekolah
Dokter Pribumi). Disitulah Wahidin bertemu dengan pemuda Sutomo dan berbincang-
bincang tentang nasib rakyat yang masih kurang mendapat perhatian di bidang
pendidikan. Sejak itu rupanya tumbuh pemikiran dalam diri Sutomo untuk melanjutkan
cita-cita Wahidin Sudirohusodo. Dari sinilah muncul gagasan untuk mendirikan suatu
organisasi.
Dr Wahidin Sudirohusodo adalah salah satu pelopor pergerakan nasional, pendiri
organisasi Boedi Utomo dan tokoh yang memberi inspirasi terhadap perjuangan
kemerdekaan Indonesia. Gagasan penting yang mewarnai perjuangan pergerakan
nasional adalah memprakarsai organisasi yang bertujuan memajukan pendidikan dan
meninggikan martabat bangsa. Diantara itu, dia juga mengemukakan gagasan tentang
strategi perjuangan kemerdekaan yaitu dengan mencerdaskan kehidupan masyarakat
melalui pendidikan, mengabdikan pengetahuannya sebagai dokter yang memberikan
layanan kesehatan secara gratis kepada masyarakat dan memperluas pendidikan dan
pengajaran dan memupuk kesadaran kebangsaan.
2. Dr. Sutomo
Dokter Sutomo yang semula bernama Subroto kemudian berganti nama menjadi
Sutomo lahir di desa Ngepeh, Jawa Timur, pada tangggal 30 Juli 1888. Pada waktu
belajar di Stovia (Sekolah Dokter) ia sering bertukar pikiran dengan pelajar-pelajar
laintentang penderitaan rakyat akibat penjajahan Belanda. Terkesan oleh saran dr.
Wahidin untuk memajukan pendidikan sebagai jalan untuk membebaskan bangsa  dari
penjajahan, pada tanggal 20 Mei 1908 para pelajar STOVIA mendirikan Budi Utomo,
organisasi modern pertama yang lahir di Indonesia. Sutomo diangkat menjadi ketuanya.
Tujuan organisasi itu ialah memajukan pengajaran dan kebudayaan.
Setelah lulus dari Stovia tahun 1911, Sutomo bertugas sebagai dokter, mula-mula di
Semarang, sesudah itu ia dipindahkan ke Tuban. Dari Tuban dipindahkan ke Lubuk
Pakam (Sumatera Timur) dan akhirnya ke Malang. Waktu bertugas di Malang, ia
membasmi wabah pes yang melanda daerah Magetan. Sering berpindah tempat itu
ternyata membawa manfaat. Ia semakin banyak mengetahui kesengsaraan rakyat dan
secara langsung dapat membantu mereka. Sebagai dokter, Sutomo tidak menetapkan
tarif. Adakalanya si pasien dibebaskan dari pembayaran.
Kesempatan memperdalam pengetahuan di negeri Belanda diperoleh dr. Sutomo pada
tahun 1919. Setibanya kembali di tanah air, ia melihat kelemahan yang ada pada Budi
Utomo. Waktu itu sudah banyak berdiri partai politik. Karena itu, diusahakannya agar
Budi Utomo bergerak dibidang politik dan keanggotaannya terbuka buat seluruh rakyat.
Pada tahun 1924 Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club (ISC) yang merupakan
wadah bagi kaum terpelajar Indonesia. ISC berhasil mendirikan sekolah tenun, bank
kredit, koperasi, dan sebagainya. Pada tahun 1931 ISC berganti nama menjadi
Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Di bawah pimpinan Sutomo PBI cepat berkembang.
Sementara itu, tekanan-tekanan dari pemerintah Belanda terhadap pergerakan nasional
semakin keras. Karena itu, pada bulan Desember 1935 Budi Utomo dan PBI
digabungkan menjadi satu dengan nama Partai Indonesia Raya (Parindra). Sutomo
diangkat menjadi ketua. Parindra berjuang untuk mencapai Indonesia merdeka.
Selain bergerak di bidang politik dan kedokteran, dr. Sutomo giat pula di bidang
kewartawanan dan memimpin beberapa buah surat kabar. Ia meninggal dunia di
Surabaya pada tanggal 30 Mei 1938 dan dimakamkan disana. Berdasarkan Surat
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 657 Tahun 1961, tanggal 27 Desember
1961, ia diangkat menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
3. HOS Cokroaminoto
Nama lengkap beliau adalah Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto atau H.O.S
Cokroaminotolahir di Ponorogo, Jawa Timur, 16 Agustus 1882 dan meninggal di
Yogyakarta, 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun. Tjokroaminoto adalah anak kedua
dari 12 bersaudara dari ayah bernama R.M. Tjokroamiseno, salah seorang pejabat
pemerintahan pada saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga
menjabat sebagai bupati Ponorogo. Sebagai salah satu pelopor pergerakan nasional, ia
mempunyai beberapa murid yang selanjutnya memberikan warna bagi sejarah
pergerakan Indonesia, yaitu Musso yang sosialis/komunis, Soekarno yang nasionalis,
dan Kartosuwiryo yang agamis. Namun ketiga muridnya itu saling berselisih. Pada
bulan Mei 1912, Tjokroaminoto bergabung dengan organisasi Sarekat Islam.
Sebagai pimpinan Sarikat Islam, HOS dikenal dengan kebijakan-kebijakannya yang tegas
namun bersahaja. Kemampuannya berdagang menjadikannya seorang guru yang
disegani karena mengetahui tatakrama dengan budaya yang beragam. Pergerakan SI
yang pada awalnya sebagai bentuk protes atas para pedagang asing yang tergabung
sebagai Sarekat Dagang Islam yang oleh HOS dianggap sebagai organisasi yang terlalu
mementingkan perdagangan tanpa mengambil daya tawar pada bidang politik. Dan
pada akhirnya tahun 1912 SID berubah menjadi Sarekat Islam.
Seiring perjalanannya, SI digiring menjadi partai politik setelah mendapatkan status
Badan Hukum pada 10 September 1912 oleh pemerintah yang saat itu dikontrol oleh
Gubernur Jenderal Idenburg. SI kemudian berkembang menjadi parpol dengan
keanggotaan yang tidak terbatas pada pedagang dan rakyat Jawa-Madura saja.
Kesuksesan SI ini menjadikannya salah satu pelopor partai Islam yang sukses saat itu.
Perpecahan SI menjadi dua kubu karena masuknya infiltrasi komunisme memaksa HOS
Cokroaminoto untuk bertindak lebih hati-hati kala itu. Ia bersama rekan-rekannya yang
masih percaya bersatu dalam kubu SI Putih berlawanan dengan Semaun yang berhasil
membujuk tokoh-tokoh pemuda saat itu seperti Alimin, Tan Malaka, dan Darsono dalam
kubu SI Merah. Namun bagaimanapun, kewibaan HOS Cokroaminoto justru dibutuhkan
sebagai penengah di antara kedua pecahan SI tersebut, mengingat ia masih dianggap
guru oleh Semaun. Singkat cerita jurang antara SI Merah dan SI Putih semakin lebar saat
muncul pernyataan Komintern (Partai Komunis Internasional) yang menentang Pan-
Islamisme (apa yang selalu menjadi aliran HOS dan rekan-rekannya). Hal ini mendorong
Muhammadiyah pada Kongres Maret 1921 di Yogyakarta untuk mendesak SI agar
segera melepas SI merah dan Semaun karena memang sudah berbeda aliran dengan
Sarekat Islam. Akhirnya Semaun dan Darsono dikeluarkan dari SI dan kemudian pada
1929 SI diusung sebagai Partai Sarikat Islam Indonesia hingga menjadi peserta pemilu
pertama pada 1950.
HOS Cokroaminoto hingga saat ini akhirnya dikenal sebagai salah satu pahlawan
pergenakan nasional yang berbasiskan perdagangan, agama, dan politik nasionalis.
Kata-kata mutiaranya seperti “Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-
pintar siasat” akhirnya menjadi embrio pergerakan para tokoh pergerakan nasional
yang patriotik, dan ia menjadi salah satu tokoh yang berhasil membuktikan besarnya
kekuatan politik dan perdagangan Indonesia. H.O.S. Cokroaminoto meninggal di
Yogyakarta pada 17 Desember 1934 pada usia 52 tahun.
4. Douwes Dekker
Douwes Dekker terlahir dari keluarga yang berada. ayahnya bernama Auguste Henri
Edoeard Douwes Dekker yang bekerja sebagai agen di sebuah bank ternama yang
bernama Nederlandsch Indisch Escomptobank. Kemudian Ibunya bernama Louisa
Neumann, orang Belanda yang memiliki darah keturunan Indonesia.
Douwes Dekker diketahui memiliki saudara berjumlah tiga orang. Pendidikan Douwes
Dekker pertama kali dimulai kota Pasuruan. Tamat dari sana, ia kemudian masuk di
HBS di Surabaya, namun tidak lama disana, orang tuanya kemudian memindahkannya
ke sekolah elit di Batavia yang bernama Gymnasium Koning Willem III School. Selepas
lulus dari sana, ia kemudian diterima bekerja di kebun kopi di wilayah Malang, Jawa
Timur. Disini, beliau kemudian melihat bagaimana perlakuan semena-mena yang
dialami oleh para pekerja pribumi di kebun kopi tersebut. 
Tindakan semena-mena tersebut membuat Douwes Dekker kemudian biasa membela
para pekerja kebun tersebut yang membuat ia cenderung dimusuhi oleh para pengawas
kebun yang lain. Hingga membuat ia kemudian berkonflik dengan managernya yang
pada akhirnya Douwes Dekker kemudian dipindahkan ke perkebunan Tebu namun ia
kemudian tidak lama bekerja disana sebab ia kembali berkonflik perusahaannya karena
masalah pembagian irigasi antara perkebunan tebu dan para petani padi diwilayah
tersebut yang pada akhirnya membuat ia dipecat dari pekerjaannya. 
Setelah dipecat dan menjadi seorang pengangguran, ibunya Louisa Neumann kemudian
meninggal dan menyebabkan Douwes Dekker kemudian depresi. Ia kemudian
meninggalkan Hindia Belanda dan kemudian ke Afrika Selatan menerima tawaran
pemerintah kolonial Belanda untuk ikut berperang dalam perang Boer melawan Inggris
pada tahun 1899 dan Di Afrika Selatan, ia bahkan sempat menjadi warga negara disana
dan membuat saudaranya yang lain menyusulnya kesana. 
Di Indonesia, Douwes Dekker kemudian kembali aktif di dunia jurnalistik. Tulisan-
tulisannya kemudian banyak menyindir kaum kolonial. Di saat itu juga, Douwes Dekker
kemudian mendirikan partai baru penerus Indische Partij yang bernama Nationaal
Indische Partij namun partai tersebut tidak mendapat izin dari pemerintahan kolonial
Belanda.
Di tahun 1919, Douwes Dekker dituduh terlibat dalam peristiwa kerusuhan petani
perkebunan tembakau Polanharjo, Klaten. Namun di pengadilan, ia kemudian
dibebaskan karena tidak terbukti bersalah.
Namun tuduhan baru kemudian menimpanya, Ia dituduh menulis hasutan dan
melindungi seorang redaktur surat kabar yang menulis komentar tajam terhadap
pemerintah kolonial Belanda namun setelah di pengadilan kemudian dinyatakan tidak
bersalah dan dibebaskan dari segala tuduhan. Di tahun yang sama juga, ia memilih
bercerai dengan istrinya yaitu Clara Charlotte Deije.
Larangan mengajar membuat Douwes Dekker kemudian bekerja di kantor Kamar
Dagang Jepang di Batavia (Jakarta). Disini, ia kemudian akrab dengan Mohammad Husni
Thamrin. Serangan Jerman ke Eropa membuat banyak orang-orang Eropa yang
ditangkap termasuk Douwes Dekker yang dituduh sebagai Komunis.
Douwes Dekker kemudian dibuang ke Suriname di tahun 1941 yang juga menyebabkan
ia kemudian berpisah dengan istrinya Johanna Petronella Mossel yang memilih untuk
menikah lagi dengan seorang pribumi bernama Djafar Kartodiredjo. Di Suriname,
Douwes Dekker tinggal di kamp 'Jodensavanne' yang sempat menjadi kamp orang
Yahudi. Di kamp tersebut, kehidupan Douwes Dekker sangat memprihatikan bahkan
ketika ia berumur 60 tahun, ia sempat kehilangan penglihatan dan hidupnya sangat
tertekan.
Usainya perang dunia II, membuat Douwes Dekker kemudian dikirim ke Belanda tahun
1946. Disana ia bertemu dengan seorang perawat bernama Nelly Albertina Gertzema
nee Kruymel yang kemudian menemaninya ke Indonesia dan tiba pada tanggal 2 januari
1947 di Yogyakarta dan sempat mengganti namanya untuk menghindari intelijen. Di
tahun ittu juga ia menikah dengan Nelly Albertina Gertzema nee Kruymel yang
kemudian dikenal dengan nama Haroemi Wanasita setelah mengetahui bahwa istrinya
sebelumnya telah menikah lagi.
Setelah Indonesia mengumumkan kemerdekaan, Douwes Dekker kemudian mengisi
posisi penting sebagai menteri negara di kabinet Sjahrir III meskipun hanya 9 bulan
saja. Douwes Dekker juga sempat menjadi delegasi negosiasi dengan Belanda dan
pengajar di Akademi Ilmu Politik  dan kepala seksi penulisan sejarah yang berada
dibawah Kementrian Penerangan ketika itu. Pada tanggal 28 agustus 1950, Douwes
Dekker akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya, namun di batu nisan makamnya
tertulis ia wafat pada tanggal 29 agustus 1950. Beliau kemudian dimakamkan di Taman
Makam Pahlawan Cikutra, Bandung.
5. Dr. Cipto Mangunkusumo
Cipto Mangunkusumo dilahirkan di Desa Pecagakan, Jepara. Ia adalah putera tertua dan
Mangunkusumo, seorang priyayi rendahan dalam struktur masyarakat Jawa yang
bekerja sebagai guru. Meskipun demikian, Mangunkusumo berhasil menyekolahkan
anak-anaknya pada jenjang yang tinggi. Ketika menempuh pendidikan di STOVIA, Cipto
dinilai sebagai pribadi yang jujur, berpikiran tajam, dan rajin. Para guru menjuluki Cipto
sebagai “een begaald leerling” atau murid yang berbakat. Cipto juga dengan tegas
memperlihatkan sikapnya. Ia membuat tulisan-tulisan pedas mengkritik Belanda di
harian De locomotive dan Bataviaasch Nieuwsblad sejak tahun 1907. Setelah lulus
dari STOVIA, beliau bekerja sebagai dokter pemerintah kolonial Belanda yang
ditugaskan di Demak. Sikapnya yang tetap kritis melalui berbagai tulisan membuatnya
kehilangan pekerjaan.
Cipto Mangunkusumo menyambut baik kehadiran Budi Utomo sebagai bentuk
kesadaran pribumi akan dirinya. Ia menginginkan Budi Utomo sebagai organisasi politik
yang harus bergerak secara demokratis dan terbuka bagi semua rakyat Indonesia. Hal
ini menimbulkan perbedaan antara dirinya dan pengurus Budi Utomo lainnya. Cipto
Mangunkusumo lalu mengundurkan diri dan membuka praktek dokter di Solo, ia pun
mendirikan R.A. Kartini Klub yang bertujuan memperbaiki nasib rakyat.
Ia kemudian bertemu Douwes Dekker dan bersama Suwardi Suryaningrat mereka
mendirikan Indische Partij pada tahun 1912. Cipto selanjutnya pindah ke Bandung dan
aktif menulis di harian De Express. Menjelang perayaan 100 tahun kemerdekaan
Belanda dan Perancis, Cipto Mangunkusumo dan Suwardi mendirikan Komite
Bumiputera sebagai reaksi atas rencana Belanda merayakannya di Indonesia.
Aksi Komite Bumi Putera mencapai puncaknya pada 19 Juli 1913, ketika harian De
Express menerbitkan artikel Suwardi Suryaningrat yang berjudul “Ais ik Nederlands
Was” (Andaikan Saya Seorang Belanda). Cipto kemudian menulis artikel yang
mendukung Suwardi keesokan harinya. Akibatnya, 30 Juli 1913 Cipto Mangunkusumo
dan Suwardi dipenjara. Melihat kedua rekannya dipenjara, Douwes Dekker menulis
artikel di De Express yang menyatakan bahwa keduanya adalah pahlawan. Pada 18
Agustus 1913, Cipto Mangunkusumo bersama Suwardi Suryaningrat dan Douwes
Dekker dibuang ke Belanda.
Selama di Belanda, kehadiran mereka membawa perubahan besar terhadap Indische
Vereeniging, sebuah organisasi mahasiswa Indonesia di Belanda yang semula bersifat
social menjadi lebih politis. Konsep Hindia bebas dari Belanda dan pembentukan
sebuah negara Hindia yang diperintah rakyatnya sendiri mulai dicanangkan oleh
Indische Vereeniging. Oleh karena alasan kesehatan, pada tahun 1914 Cipto
Mangunkusumo diperbolehkan pulang kembali ke Jawa dan sejak saat itu dia bergabung
dengan Insulinde. Pada 9 Juni 1919 Insulinde mengubah nama menjadi Nationaal-
Indische Partij (NIP).
Pada tahun 1918, Pemerintah Hindia Belanda membentuk Volksraad (Dewan Rakyat).
Cipto Mangunkusumo terpilih sebagai salah satu anggota oleh gubernur jenderal Hindia
Belanda mewakili tokoh yang kritis. Sebagai anggota Volksraad, sikap  Cipto
Mangunkusumo tidak berubah. Melihat kenyataan itu, Pemerintah Hindia Belanda pada
tahun 1920 mengusir Cipto Mangunkusumo ke luar Jawa. Cipto kemudian dibuang lagi
ke Bandung dan dikenakan tahanan kota. Selama tinggal di Bandung, Cipto
Mangunkusumo kembali membuka praktek dokter dengan bersepeda ke kampung-
kampung. Di Bandung pula CiptoMangunkusumo bertemu dengan kaum nasionalis yang
lebih muda, seperti Sukarno yang pada tahun 1923 membentuk Algemeene Studie Club.
Pada tahun 1927 Algemeene Studie Club diubah menjadi Partai Nasional Indonesia
(PNI). Meskipun Cipto tidak menjadi anggota resmi dalam Algemeene Studie Club dan
PNI, Cipto tetap diakui sebagai penyumbang pemikiran bagi generasi muda, termasuk
oleh Sukarno.
Pada tahun 1927, Belanda Menganggap Cipto Mangunkusumo terlibat dalam upaya
sabotase sehingga membuangnya ke Banda Neira. Dalam pembuangan, penyakit
asmanya kambuh. Ketika Cipto Mangunkusumo diminta untuk menandatangani suatu
perjanjian bahwa dia dapat pulang ke Jawa untuk berobat dengan melepaskan hak
politiknya, Cipto secara tegas mengatakan bahwa lebih baik mati di Banda. Cipto
kemudian dipindahkan ke Makasar, lalu ke Sukabumi pada tahun 1940. Udara
Sukabumi yang dingin Ternyata tidak baik bagi kesehatan beliau sehingga dipindahkan
lagi ke Jakarta hingga Dokter Cipto Mangunkusumo wafat pada 8 Maret 1943.
6. Suwardi Suryaningrat
Tokoh berikut ini dikenal sebagai pelopor pendidikan untuk masyarakat pribumi di
Indonesia ketika masih dalam masa penjajahan Kolonial Belanda. Beliau merupakan
tokoh pendidikan indonesia dan juga seorang pahlawan Indonesia.  Beliau sendiri lahir
di Kota Yogyakarta, pada tanggal 2 Mei 1889, Hari kelahirannya kemudian diperingati
setiap tahun oleh Bangsa Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional. Beliau sendiri
terlahir dari keluarga Bangsawan, ia merupakan anak dari GPH Soerjaningrat, yang
merupakan cucu dari Pakualam III. Terlahir sebagai bangsawan maka beliau berhak
memperoleh pendidikan untuk para kaum bangsawan. Beliau juga mempunyai nama
lain yang terkenal yaitu Ki Hajar Dewantara

Anda mungkin juga menyukai