Anda di halaman 1dari 19

Gambar 1

Format Surat Permohonan Pengurangan atau Pembatalan SKP yang tidak


benar
Permohonan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud diatas tidak
dapat dipertimbangkan. Permohonan untuk memperoleh pengurangan atau
pembatalan Surat Ketetapan Pajak /Surat Tagihan Pajak yang tidak benar hanya dapat
diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 2 (dua) kali. Dalam hal Wajib Pajak
mengajukan permohonan kedua, permohonan tersebut harus diajukan dalam jangka
waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal keputusan Direktur Jenderal Pajak atas
permohonan yang pertama dikirim.
Permohonan untuk membatalkan hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa
Penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan atau Pembahasan akhir hasil
pemeriksaan hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak 1 (satu) kali.

Jangka Waktu Pengurangan atau Pembatalan


Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal
surat permohonan diterima, harus menerbitkan Surat Keputusan Pengurangan
Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak. Surat keputusan
berisi keputusan berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, atau menolak
permohonan Wajib Pajak.
Apabila jangka waktu 6 (enam) bulan telah lewat tetapi Direktur Jenderal Pajak tidak
menerbitkan surat keputusan atau tidak mengembalikan permohonan pengurangan
atau pembatalan Surat Tagihan Pajak, permohonan tersebut dianggap dikabulkan dan
Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan surat keputusan sesuai dengan
permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
 
 
Gambar 2
Format Surat Keputusan Pembatalan SKP Berdasarkan Pasal 36 ayat 1 huruf D
UU KUP

Hak Wajib Pajak terkait dengan Pengurangan atau Pembatalan


Wajib Pajak dapat melakukan pencabutan terhadap surat permohonan yang telah
disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum diterbitkan surat keputusan
terkait permohonan Wajib Pajak. Pencabutan terhadap surat permohonan tersebut
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
 Pencabutan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dapat
mencantumkan alasan pencabutan;
 Pencabutan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar; dan
 Surat pencabutan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat
pencabutan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat pencabutan tersebut
harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32 ayat (3) Undang-Undang KUP.

Apabila Wajib Pajak melakukan pencabutan terhadap surat permohonan, Wajib Pajak
tidak berhak untuk mengajukan kembali permohonan yang sama dengan jenis
permohonan yang dicabut. Wajib Pajak dapat meminta secara tertulis kepada Direktur
Jenderal Pajak mengenai alasan yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan
sebagian permohonan Wajib Pajak. Untuk itu Direktur Jenderal Pajak harus
memberikan keterangan secara tertulis atas permintaan Wajib Pajak

Pembetulan Surat Ketetapan Pajak, Tagihan Pajak, Surat Keputusan dan Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang

Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya dapat
membetulkan:
a. Surat ketetapan pajak yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar
b. Surat Tagihan Pajak
c. Surat Keputusan Pembetulan
d. Surat Keputusan Keberatan
e. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi
f. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi
g. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak
h. Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak
i. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
j. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga
k. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang
l. Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan
m. Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan
n. Surat Keputusan Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan atau
o. Surat Keputusan Pengurangan Denda Pajak Bumi dan Bangunan.

yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau


kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.

Ruang lingkup pembetulan meliputi:

a. Kesalahan tulis
Kesalahan penulisan nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak, nomor surat
ketetapan pajak, jenis pajak, Masa Pajak atau Tahun Pajak, tanggal jatuh tempo,
atau kesalahan tulis lainnya yang tidak mempengaruhi jumlah pajak terutang.
 
b.  Kesalahan hitung dan/atau
 Kesalahan yang berasal dari penjumlahan dan/atau pengurangan dan/atau
perkalian dan/atau pembagian suatu bilangan; atau
 Kesalahan hitung yang diakibatkan oleh adanya penerbitan surat ketetapan
pajak, Surat Tagihan Pajak, surat keputusan yang terkait dengan bidang
perpajakan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
    
c. Kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-
undangan perpajakan.
Kekeliruan dalam penerapan tarif, kekeliruan penerapan persentase Norma
Penghitungan Penghasilan Neto, kekeliruan penerapan sanksi administrasi,
kekeliruan Penghasilan Tidak Kena Pajak, kekeliruan penghitungan Pajak
Penghasilan dalam tahun berjalan, dan kekeliruan dalam pengkreditan pajak.
Pembetulan atas kesalahan atau kekeliruan yang terkait dengan pengkreditan Pajak
Masukan dalam Pajak Pertambahan Nilai, hanya dapat dilakukan apabila:
 Terdapat perbedaan besarnya Pajak Masukan yang menjadi kredit pajak
dan

 Pajak Masukan tersebut tidak mengandung sengketa antara fiskus dan


Wajib Pajak.
PERSYARATAN PEMOHONAN
Permohonan pembetulan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. 1 (satu) permohonan diajukan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, Surat
Tagihan Pajak, atau surat keputusan lain yang terkait dengan bidang
perpajakan.
b. permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib
Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan
c. permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
disertai alasan permohonan dan
d. surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf c ditandatangani oleh
Wajib Pajak, dan dalam hal surat permohonan ditandatangani bukan oleh
Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa
khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
PENYAMPAIAN SURAT PERMOHONAN PEMBETULAN
Surat permohonan dapat disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat
wajib pajak terdaftar atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan:
a. penyampaian secara langsung (bukti penerimaannya adalah Bukti Penerimaan
Surat),
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat (bukti penerimaannya adalah bukti
pengiriman surat), atau
c. dengan cara lain:
1. perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman
surat; atau
2. e-Filing melalui Penyedia Jasa Aplikasi (Application Service Provider)
atau yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak, dengan bukti
penerimaannya adalah Bukti Penerimaan Elektronik

PENERBITAN KEPUTUSAN PEMBETULAN


Dalam hal permohonan pembetulan memenuhi persyaratan diatas, maka Direktur
Jenderal Pajak menindaklanjuti permohonan dengan meneliti permohonan Wajib
Pajak. Dalam rangka meneliti permohonan pembetulan Direktur Jenderal Pajak dapat
meminta data, informasi, dan/atau keterangan yang diperlukan. Direktur Jenderal
Pajak harus menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan dalam jangka waktu paling
lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan pembetulan diterima.
Surat Keputusan Pembetulan berisi keputusan berupa:
a. mengabulkan permohonan Wajib Pajak dengan membetulkan kesalahan atau
kekeliruan yang dapat berupa menambahkan, mengurangkan, atau
menghapuskan jumlah pajak yang terutang atau
b. menolak permohonan Wajib Pajak.

Apabila jangka waktu 6 (enam) bulan telah terlampaui tetapi Direktur Jenderal Pajak
tidak menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan atau tidak mengembalikan
permohonan pembetulan permohonan pembetulan tersebut dianggap dikabulkan dan
Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan sesuai
dengan permohonan Wajib Pajak.
Dalam hal atas suatu surat ketetapan pajak diajukan permohonan pembetulan dan
keberatan, Surat Keputusan Pembetulan diterbitkan secara terpisah dengan Surat
Keputusan Keberatan.

PERMOHONAN PEMBETULAN TIDAK MEMENUHI KETENTUAN


Dalam hal permohonan pembetulan tidak memenuhi persyaratan yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka Direktur Jenderal Pajak mengembalikan permohonan pembetulan
dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Wajib Pajak sebelum jangka
waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) Undang-
Undang KUP berakhir.
Dalam hal permohonan pembetulan tersebut dikembalikan kepada Wajib Pajak, maka
Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan dengan ketentuan Pasal 4 dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2013.

SURAT KEPUTUSAN PEMBETULAN SECARA JABATAN


Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan secara jabatan
dalam hal:
a. terdapat kesalahan hitung dalam surat ketetapan pajak akibat pelaksanaan
MAP yang menghasilkan Persetujuan Bersama setelah surat ketetapan pajak
diterbitkan dan terhadap surat ketetapan pajak tersebut tidak diajukan
keberatan atau tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat
ketetapan pajak yang tidak benar
b. terdapat kesalahan hitung dalam Surat Keputusan Keberatan akibat
pelaksanaan MAP yang menghasilkan Persetujuan Bersama setelah Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan dan terhadap Surat
Keputusan Keberatan tersebut tidak diajukan banding atau Wajib Pajak
mengajukan banding tetapi dicabut
c. terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kekeliruan penerapan
ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang
diketahui oleh Direktur Jenderal Pajak dan belum diajukan permohonan
pembetulan oleh Wajib Pajak.

Dalam hal Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan secara
jabatan yang mengakibatkan jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam surat
ketetapan pajak berubah, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas surat
ketetapan pajak yang dibetulkan secara jabatan tersebut. Pengajuan keberatan
disampaikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim
Surat Keputusan Pembetulan.
Kemudian, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan
secara jabatan dalam hal terdapat Surat Keputusan Keberatan yang nyata-nyata tidak
benar sebagai akibat adanya kesalahan dalam penghitungan pajak yang terutang atau
pajak yang masih harus dibayar untuk Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak 2007 dan sebelumnya dan atas Surat Keputusan Keberatan tersebut tidak dapat
diajukan Banding atau diajukan banding dengan putusan tidak dapat diterima.

SANKSI PERPAJAKAN
Sanksi pajak adalah suatu tindakan yang diberikan kepada Wajib Pajak ataupun
pejabat yang berhubungan dengan pajak yang melakukan pelanggaran baik secara
sengaja maupun karena alpa. Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan akan dipatuhi. Dengan kata lain, sanksi
perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma
perpajakan
Berikut ini contoh-contoh kesalahan tersebut:
1. Lupa Tanggal Pembayaran dan Pelaporan Pajak

Salah satu penyebab utama keterlambatan pembayaran pajak adalah karena wajib
pajak lupa tanggal pelaporan. Hal ini biasanya terjadi pada wajib pajak yang
mengurus seluruh administrasi perpajakannya sendiri tanpa bantuan orang lain.
2. Menunda Pembayaran Pajak

Sering menunda pembayaran pajak dapat menyebabkan wajib pajak terkena sanksi
pajak. Tidak hanya sanksi karena telat membayar pajak, wajib pajak juga bisa terkena
sanksi karena telat menyampaikan SPT.
Sebab, jika Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dilaporkan tidak tepat waktu, wajib
pajak akan dikenakan sanksi pajak berupa denda dan bunga.
3. Menyembunyikan Data

Ini merupakan tindakan ilegal dari wajib pajak yang bertujuan mengurangi jumlah
nominal pajak yang akan dibayarkan. Caranya dengan menyembunyikan atau
memalsukan beberapa data seperti data pendapatan yang diperoleh dan lain
sebagainya. Hal ini sudah tentu dapat membuat wajib pajak terkena sanksi pajak.

2 Jenis Sanksi Pajak

 Sanksi Administrasi Pajak

Sanksi administrasi adalah sanksi berupa pembayaran kerugian terhadap negara


seperti denda, bunga dan kenaikan. Adapun perbedaan antara denda, bunga dan
kenaikan dapat dijelaskan sebagai berikut:

A. Sanksi pajak berupa denda ditujukan kepada pelanggaran yang berhubungan


dengan kewajiban pelaporan. Besaran nya pun bermacam-macam, sesuai dengan
aturan undang-undang. Contohnya, telat menyampaikan SPT Masa PPN, maka
nominal denda yang dikenakan senilai Rp 500.000. Sedangkan telat dalam
menyampaikan SPT Masa PPh, maka nominal denda yang dikenakan senilai
Rp1.000.000 untuk wajib pajak badan usaha dan Rp100.000 untuk wajib pajak
perorangan.

 Sanksi denda:

No Pasal Masalah Sanksi Keterangan


1 7 (1) SPT Terlambat disampaikan :
No Pasal Masalah Sanksi Keterangan
Rp100.000
a. Masa PPN atau Per SPT
Rp500.000
Rp100.000
b. Tahunan PPh atau RpPer SPT
1.000.000
Dari jumlah
2 8 (3) Pembetulan sendiri dan belum disidik 150% pajak yang
kurang dibayar
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai
PKP, tetapi tidak membuat faktur pajak atau
3 14 (4) 2% Dari DPP
membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat
waktu;
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai
PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara2% Dari DPP
lengkap
PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai
2% Dari DPP
dengan masa penerbitan faktur pajak

B. Sanksi bunga ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran terkait
kewajiban membayar pajak. Besarannya sudah ditentukan per bulan. Contohnya,
keterlambatan pembayaran pajak masa tahunan akan dikenakan sanksi pajak berupa
bunga senilai 2% per bulan dari jumlah pajak terutang.

Kekurangan pajak akibat penundaan SPT pun dikenakan sanksi berupa nilai bunga
senilai 2% per bulan atas kekurangan pembayaran pajak. Mengangsur atau menunda
pajak juga dikenakan bunga senilai 2% per bulan dengan ketentuan bagian dari bulan
tetap dihitung penuh 1 bulan.

 Sanksi bunga:
No Pasal Masalah Sanksi Keterangan
Per bulan, dari
1. 8 (2 dan 2a) Pembetulan SPT Masa dan Tahunan 2% jumlah pajak yang
kurang dibayar
Per bulan, dari
Keterlambatan pembayaran pajak masa
2. 9 (2a dan 2b) 2% jumlah pajak
dan tahunan
terutang
Per bulan, dari
Kekurangan pembayaran pajak dalam jumlah kurang
3. 13 (2) 2%
SKPKB dibayar, max 24
bulan
SKPKB diterbitkan setelah lewat waktu Dari jumlah paak
5 tahun karena adanya tindak pidana yang tidak mau
4. 13 (5) 48%
perpajakan maupun tindak pidana atau kurang
lainnya dibayar.
Per bulan, dari
jumlah pajak
5. 14 (3) a. PPh tahun berjalan tidak/kurang bayar 2% tidak/ kurang
dibayr, max 24
bulan
Per bulan, dari
jumlah pajak
b. SPT kurang bayar 2% tidak/ kurang
dibayr, max 24
bulan
Per bulan, dari
jumlah pajak
PKP yang gagal berproduksi dan telah
14 (5) 2% tidak/ kurang
diberikan pengembalian Pajak Masukan
dibayr, max 24
bulan
6. 15 (4) SKPKBT diterbitkan setelah lewat 48% Dari jumlah pajak
No Pasal Masalah Sanksi Keterangan
waktu 5 tahun karena adanya tindak
yang tidak atau
pidana perpajakan maupun tindak pidana
kurang dibayar
lainnya
SKPKB/T, SK Pembetulan, SK Per bulan, atas
Keberatan, Putusan Banding yang jumlah pajak yang
7. 19 (1) 2%
menyebabkan kurang bayar terlambat tidak atau kurang
dibayar dibayar
Per bulan, bagian
dari bulan
8. 19 (2) Mengangsur atau menunda 2%
dihitung penuh 1
bulan
Kekurangan pajak akibat penundaan Atas kekurangan
9. 19 (3) 2%
SPT pembayaran pajak

C. Sanksi kenaikan ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran terkait
dengan kewajiban yang diatur dalam material. Sanksi pajak ini berupa kenaikan
jumlah pajak yang harus dibayar. Penyebabnya bisa karena adanya pemalsuan data
seperti meminimalkan jumlah pendapatan pada SPT setelah lewat 2 tahun sebelum
terbit SKP. Sanksi kenaikan besarannya adalah 50% dari pajak yang kurang dibayar.

 Sanksi kenaikan:

No Pasal Masalah Sanksi Keterangan


Dari pajak
Pengungkapan ketidak benaran SPT sebelum
1. 8 (5) 50% yang kurang
terbitnya SKP
dibayar
2. 13 (3) Apabila: SPT tidak disampaikan sebagaimana
disebut dalam surat teguran, PPN/PPnBM yang tidak
seharusnya dikompensasikan atau tidak tarif 0%,
No Pasal Masalah Sanksi Keterangan
tidak terpenuhinya Pasal 28 dan 29
Dari PPh
yang tidak/
a. PPh yang tidak atau kurang dibayar 50%
kurang
dibayar
Dari PPh
yang tidak/
b. tidak/kurang dipotong/ dipungut/ disetorkan 100% kurang
dipotong/
dipungut
Dari PPN/
PPnBM yang
c. PPN/PPnBM tidak atau kurang dibayar 100% tidak atau
kurang
dibayar
Dari jumlah
3. 15 (2) Kekurangan pajak pada SKPKBT 100% kekurangan
pajak tersebut

 Sanksi Pidana Pajak

Sanksi Pidana adalah sanksi pajak yang diberikan berupa hukuman pidana seperti
denda pidana, pidana kurungan dan pidana penjara. Wajib pajak dapat dikenakan
sanksi pidana bila diketahui dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau
menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar. Berikut ini adalah penjelasan dari sanksi
denda, penjara dan kurungan dalam pidana pajak:

1. Denda pidana. Sanksi ini dikenakan pada wajib pajak/pejabat pajak maupun pihak
ketiga yang melakukan pelanggaran norma. Contoh pelanggaran norma adalah pejabat
pajak yang tidak menjaga kerahasiaan data wajib pajaknya sendiri sehingga bisa
dikenakan sanksi pajak pidana berupa denda senilai Rp 4 juta.

2. Pidana Kurungan. Sanksi ini berupa perampasan kebebasan wajib pajak/pejabat


pajak dan pihak ketiga yang melakukan pelanggaran peraturan perpajakan. Seorang
wajib pajak/pejabat pajak atau orang ketiga juga dapat dikenakan kombinasi sanksi
pajak seperti denda dan kurungan. Namun, hal itu tergantung dari tingkat pelanggaran
norma yang dilakukan dan jumlah kerugian negara yang ditimbulkan.

3. Pidana penjara. Pidana penjara tidak sama dengan pidana kurungan. Perbedaannya
terlihat dari jangka waktu. Jika kurungan umumnya berlangsung singkat, pada pidana
penjara perampasan kebebasan bisa bertahun-tahun hingga seumur hidup. Pidana
pajak ditujukan bagi wajib pajak dan pejabat pajak yang melakukan tindak pidana
kejahatan.

Alasan Pemberlakuan Sanksi Pidana Pajak


Sanksi pidana pajak dibuat untuk berbagai macam tujuan yakni:

 Membuat wajib pajak lebih mematuhi aturan pajak.


 Membuat jera para pelanggar peraturan pajak.

Penyebab Seseorang Terkena Pidana Pajak


Jika merujuk pada kasus yang disampaikan pada awal artikel ini, sanksi pidana pajak
muncul karena terdakwa melakukan penggelapan pajak. Namun, di Indonesia, sanksi
pidana pajak juga bisa muncul karena sebab-sebab lain seperti:

 Wajib pajak yang dengan kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau wajib
pajak menyampaikan SPT namun memalsukan dokumen atau mengisi data
yang tidak benar.
 Wajib pajak dengan sengaja tidak melaporkan SPT.
 Menolak untuk diperiksa oleh petugas pajak.
 Tidak menyelenggarakan pembukuan yang benar.
 Menyalahgunakan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Sanksi Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan 


a. 38 ayat (1)  = Setiap orang yang karena kealpaannya :
- tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT); atau
- menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, 

Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana


dengan pidanakurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling tinggi
2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. 

b. 39 ayat (1) = Setiap orang yang dengan sengaja :


- tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan, atau menggunakan tanpa
hak Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak (PKP); atau
- tidak menyampaikan SPT; atau menyampaikan SPT dan atau keterangan yang
isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau
- menolak untuk dilakukan pemeriksaan; atau
- memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar; atau
- tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan
atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau
- tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut,
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, di pidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi
4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
c. 39 ayat (2) = Apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang
perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani
pidana penjara yang dijatuhkan, dikenakan pidana 2 (dua) kali lipat dari
ancaman pidana yang diatur sebagaimana butir b.
d.39 ayat (3) =  Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan
tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau
Pengukuhan PKP, atau menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya
tidak benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi
atau melakukan kompensasi pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama
2 (dua) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah restitusi yang
dimohon dan atau kompensasi yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
Sanksi tindak pidana berlaku juga bagi wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib
Pajak, yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang
menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan.
Daluwarsa Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan
Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu
sepuluh tahun sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak,
berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun Pajak yang
bersangkutan.
Delik Aduan Dan Sanksinya
Setiap pejabat baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di
bidang perpajakan, dilarang mengungkapkan kerahasiaan WP yang
menyangkut masalah perpajakan.
Pelanggaran atas larangan mengungkapkan kerahasiaan WP tersebut dapat
diancam sanksi pidana sebagai berikut:
a. Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan
hal kerahasiaan Wajib Pajak, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 4.000.000,00 (empat juta rupiah).
b. Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang
yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling
banyak Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Keterlibatan dan Sanksi bagi Pihak ketiga
- Setiap orang yang menurut ketentuan wajib memberikan keterangan atau
bukti yang diminta tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti;
atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah).
- Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan
tindak pidana perpajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Ketentuan ini berlaku juga bagi yang menyuruh melakukan , yang
menganjurkan atau membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

2.3 Pengecualian Sanksi Pajak


Ada pengecualian atas sanksi pajak terhadap wajib pajak, jika :
a.       Wajib pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia
b.      Wajib pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas
c.       Bentuk usaha tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia
d.      Wajib pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum di
bubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
e.       Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi

Agar dapat terhindar dari sanksi pajak yang berat, berikut ini kiat yang bisa Anda
lakukan:

 Mengisi SPT dengan jujur dan cermat agar tidak terjadi kesalahan data.
Pastikan nilai nominalnya benar, jelas rinciannya, dan lengkap lampirannya.
 Mengisi faktur pajak dengan lengkap.
 Hindari akitivitas yang menimbulkan tindak pidana perpajakan terutama
aktivitas yang dianggap grey area hanya karena tidak tercantum dengan jelas
dalam perundangan pajak.
 Setorkan pajak dan laporkan SPT tepat waktu.
 Hitung, setor, lapor secara cepat dan mudah dengan online.

Anda mungkin juga menyukai