Anda di halaman 1dari 42

S u su nan P e ng u r u s

Pelindung
Sekretaris Jendral Persatuan Senat Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (PSMKGI)

Pemimpin Umum
Ufo Pramigi, S.KG (Universitas Airlangga)

Pemimpin Ahli
Saka Winias, S.KG

Penyunting Ahli
Dr. Ernie Maduratna, drg., M.Kes., Sp. Perio (K). (Universitas Airlangga)
Ketut Suardita, drg., Sp.KG. (Universitas Airlangga)
Adi Hapsoro, drg., M.S. (Universitas Airlangga)
Tania Saskianti, drg., Ph.D., Sp.KGA. (Universitas Airlangga)
Desiana Radithia, drg., Sp.PM. (Universitas Airlangga)
Irma Josefina, drg., Ph.D., Sp.Perio. (Universitas Airlangga)
Madjidah, drg., Sp.Perio. (Dental Practitioner)

Penyunting Pelaksana
Nur Riflianty R, S.KG., Alivy Aulia Azzahra, S.KG., Fitria Rahmitasari, S.KG.,
Tiarisna H N, Nayu Nur Annisa S, Izzatul Barr El Haq

L a y o u t d a n Ta t a L e t a k
Irham M. Adinugraha, Lidyana F., Diesta Dhania Pertiwi

Humas dan Promosi


Moh. Khafid, Imam S. Azhar, S.KG., Ririh Khrisnanti

I n f o r m a t i o n a n d C o m m u n i c a t i o n Te c h n o l o g y
Bandaru Rahmatari, Novita Aristianty

Pelaksana Administratif
Elda Yuliantari (Sekretaris), Reindasty T (Sekretaris), Zahrina Sandra (Keuangan)

Sekretariat :
Kampus A Universitas Airlangga
Jl. Mayjen. Prof. Dr. Moestopo 47, Surabaya
No. Telp. 031-5020251, 5030253, Fax.031-5022472
bimkgi.bimkes.org bimkgi@gmail.com

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [i]


Daftar Isi
Susunan Pengurus
B e r k a l a I l m i a h M a h a s i s w a K e d o k t e r a n G i g i I n d o n e s i a ....................... i

Daftar Isi
B e r k a l a I l m i a h M a h a s i s w a K e d o k t e r a n G i g i I n d o n e s i a ..................... ii

Sambutan Pimpinan Redaksi


S a k a W i n i a s , S K G .................................................................................. iv

Literature Study : Antibodi Monoklonal Streptococcus Mutans 1 (C) 67 kDa


sebagai Imunisasi Pasif dalam Alternatif Pencegahan Karies Gigi secara
Topikal
B e r l i a n B i d a r i s u g m a , S e k a r P u t r i T i m u r , R i z k i P u r n a m a s a r i ............ 1

Literature Study : Potensi Pemanfaatan Flavonoid Limbah Kulit Kakao (Theobro-


ma Cacao L.) sebagai Bahan Tambahan Pembuatan Permen Antikariogenik
Dio Ariestanto, Muhammad Lutfan, Yusnida F u r o i d a ...................... 8

Case Study : Splinting Tetap dengan Benang Fiber Polyethylene di Geligi


Anterior Mandibula
Tika Raharjo .............................................................................................. 11

Research : Pemanfaatan Ekstrak Kecubung ( Datura Metel ) untuk Mengatasi


Nyeri Gigi dan Gingiva
Sylvia Paulina Panggono, Nabilla Vidyazti, Fitri Dwi Agus Pratiwi, Nanda
R a c h m a d P. G . , S y a f i r a D i k e N u r , E r i c P r i y o P r a s e t y o . . . . . . . . . . . . . .......... 15

Literature Study : Potensi Periodontal Ligament Stem Cell sebagai Terapi


pasca Bedah Eksisi Tulang Alveolar pada Penderita Ameloblastoma
N a y u N u r A n n i s a S o l i k h i n , A c h m a d Z a m Z a m A g h a z y ..................... 19

Advertorial : Dental Health’s Card for Children (DENTOCHIL) sebagai Instrumen


Pendukung Pencegahan Penyakit Gigi dan Mulut pada Anak
Imraatul F A, Nayu Nur A S, Adlia Fadia, Michael Salomo, Servy Aulia ................... 26

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [ii]


Literature Study : Potensi Flavonoid yang Terkandung dalam Propolis Lebah
sebagai Terapi Periodontitis Agresif
N i r m a l a M a u l i d a K . , D i a h A n d r y a n t i n i , I s n a d i a N a b a ’ a t i n ............ 31

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [iii]


Salam Pimpinan Redaksi
B erkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang bukanlah hal
yang dapat dielakkan lagi. Termasuk dalam bidang kedokteran gigi yang mengalami
kemajuan pesat seiring berjalannya waktu. Perkembangan dan kemajuan tersebut tidak
serta merta terjadi, melainkan dipacu oleh tuntutan konsumen, dalam hal ini pasien, dan
kesadaran dari praktisi di bidang kedokteran gigi untuk memberikan pelayanan terbaik.
Jurnal atau berkala ilmiah yang memuat penelitian serta temuan termutakhir menjadi
media yang tepat untuk memantau perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
tersebut. Selain itu, dengan adanya berkala ilmiah, dapat menyamaratakan pengetahuan
dalam bidang kedokteran gigi, bukan hanya untuk para praktisi yang menggeluti bidang
tersebut, tetapi juga masyarakat awam yang notabene-nya menjadi konsumen dalam se-
tiap perawatan gigi dan mulut.
Bukan hanya praktisi, mahasiswa kedokteran gigi pun sebaiknya berperan ak-
tif dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran gigi.
Sudah bukan masanya lagi bagi mahasiswa untuk berdiam diri dan hanya menerima
hasil jadi produk ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebaliknya, status ‘mahasiswa’ tidak
menghalangi seorang individu untuk turut berkontribusi dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Justru dengan menyandang status tersebut, mahasiswa yang
memiliki privilege untuk belajar, seharusnya memanfaatkan kesempatannya tersebut un-
tuk mendalami, menganalisa, serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan optimal dan lebih baik lagi.
Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Gigi Indonesia (BIMKGI) diharapkan dapat
menjadi media tukar ilmu, pengetahuan, serta informasi mengenai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi terbaru yang mudah diakses, baik untuk antar-mahasiswa,
praktisi, dan masyarakat awam di Indonesia. Di samping itu, dengan adanya BIMKGI
diharapkan dapat menjadi wadah serta memacu mahasiswa untuk mempublikasikan kar-
ya-karya terbarunya, baik berupa hasil penelitian, maupun case report. Semoga harapan
ini dapat menjadi pemicu dan pemacu semua mahasiswa kedokteran gigi di Indonesia
untuk turut berpartisipasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mela-
lui karya nyata yang dilandasi motivasi sebagai pengabdi yang berdedikasi tinggi.
Redaksi mengucapkan terimakasih dan selamat pada para penulis yang telah
memberikan kontribusi signifikan dalam pengembangan ilmu dan teknologi dalam bi-
dang kdokteran gigi. Redaksi juga mengucapkan banyk terimakasih kepada para pakar
(tim reviewer) yang telah meluangkan waktunya untuk menilai naskah yang dimuat
dalam edisi ini. Pada kesempatan ini, redaksi kembali mengundang pada praktsi, akad-
emisi dan peneliti di bidang kedokteran gigi untuk mempublikasikan hasil penelitiannya,
maupun ide - ide, gagasan baru dan orisinil.
Akhirnya redaksi hanya bisa berharap semoga artikel - artikel ilmiah yang termuat dalam
jurnal ini dapat memberikan inspirasi bagi para pembaca untuk berperan aktif dalam
rangka pengembangan ilmu dan teknologi terutama di bidang kedokteran gigi.
Surabaya, 19 Oktober 2012,

Saka Winias
(Pemimpin Redaksi)

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [iv]


Berkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia

Literature Study

Antibodi Monoklonal Streptococcus Mutans


1 (c) 67 kDa sebagai Imunisasi Pasif dalam
Alternatif Pencegahan Karies Gigi secara
Topikal
Berlian Bidarisugma1, Sekar Putri Timur1, Rizki Purnamasari1

Abstract
Dental caries is a disease which is caused by the interaction between the host (tooth), agent
(bacteria Streptococcus mutans), and environment (carbohydrate). Although the cause is multifactorial, but
it can be said that the trigger of dental caries is bacteria Streptococcus mutans, particularly serotype c. The
prevalence of dental caries in Indonesia is high, about 72,1% depend on SKRT 2007. The high prevalence
of caries requires high prevention too, one of that is by control plaque. Nowdays,it was being developed
for the prevention of caries passive immunization by using monoclonal antibodies topically. The working
principle of immunization is to induce a cellular immune response and humoral immune responses in the
oral cavity to prevent dental plaque formation and colonization of Streptococcus mutans on tooth surfaces,
so that dental caries can be prevented. Locally passive immunization with monoclonal antibodies is an
effective anticaries immunization with monoclonal antibodies and this will eliminate Streptococcus mutans
for a long time in oral cavity. Streptococcus mutans monoclonal antibody 1 (c) 67 kDa is a monoclonal
antibody of the bacteria Streptococcus mutans 1 (c) has been done so that the specific purification of the
67 kDa protein from the bacterium Streptococcus mutans serotype c. Monoclonal antibodies prevent the
adhesion between the bacteria Streptococcus mutans receptor tooth structure so bacteria can’t produce
acid, then not going process of demineralization of the enamel surface and a normal pH of the oral cavity.
Prevention of caries with Streptococcus mutans monoclonal antibody 1 (c) 67 kDa can improve dental
health. To make this usable, It need to mix Streptococcus mutans monoclonal antibody 1 (c) 67 kDa into the
products of oral health care in topical such as tooth paste and mouthwash.
keywords : monoclonal antibody, passive immunization,caries, Streptococcus mutans

Abstrak
Karies merupakan suatu penyakit gigi yang disebabkan oleh interaksi antara host (gigi), agent
(bakteri Streptococcus mutans), dan environment (karbohidrat). Walaupun penyebabnya multifaktorial,
namun pemicu terjadinya karies gigi adalah bakteri kariogenik Streptococcus mutans, terutama serotipe c.
Prevalensi karies gigi di Indonesia cukup tinggi, yaitu sekitar 72,1% menurut SKRT 2007. Prevalensi karies
yang tinggi memerlukan suatu pencegahan, salah satunya adalah dengan mencegah pembentukan plak.
Saat ini sedang dikembangkan imunisasi pasif untuk pencegahan karies dengan menggunakan antibodi
monoklonal secara topikal. Prinsip kerja imunisasi adalah dengan menginduksi respon imun seluler dan
respon imun humoral di dalam rongga mulut untuk mencegah pembentukan plak gigi dan kolonisasi
Streptococcus mutans pada permukaan gigi, sehingga karies gigi dapat dicegah. Imunisasi pasif secara lokal
dengan antibodi monoklonal merupakan antikaries yang efektif dan imunisasi dengan antibodi monoklonal
ini akan mengeliminasi Streptococcus mutans dalam waktu yang lama di dalam mulut. Antibodi monoklonal
Streptococcus mutans 1 (c) 67 kDa merupakan antibodi monoklonal dari bakteri Streptococcus mutans 1 (c)
yang telah dilakukan pemurnian sehingga spesifik terhadap protein 67 kDa dari bakteri Streptococcus mutans
serotipe c. Antibodi monoklonal tersebut bisa mencegah perlekatan antara reseptor bakteri Streptococcus
mutans dengan struktur gigi sehingga bakteri tidak menghasilkan asam, selanjutnya tidak terjadi proses
demineralisasi pada permukaan enamel serta pH rongga mulut menjadi normal. Pencegahan karies dengan
antibodi monoklonal Streptococcus mutans 1 (c) 67 kDa dapat meningkatkan kualitas kesehatan gigi. Dalam
meningkatkan penggunaannya diperlukan suatu usaha pencampuran antibodi monoklonal Streptococcus
mutans 1 (c) 67 kDa ke dalam produk-produk perawatan kesehatan gigi dan mulut secara topikal seperti
pasta gigi dan obat kumur.
Kata kunci : antibodi monoklonal, imunisasi pasif, karies gigi, Streptococcus mutans.

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [1]


Antibodi Monoklonal Streptococcus Mutans

Pendahuluan 1 (c) 67 kDa dalam upaya pencegahan karies gigi,


Masalah utama yang sering terjadi pada rongga khususnya di Indonesia, sehingga diharapkan
mulut adalah karies gigi. Prevalensi karies gigi antibodi monoklonal S.mutans 1 (c) 67 kDa dapat
pada negara maju terus menurun, sedangkan di diaplikasikan bersama dengan produk-produk
negara-negara berkembang termasuk Indonesia perawatan kesehatan gigi secara topikal.
ada kecenderungan meningkat. Data menunjukkan
sekitar 80% penduduk Indonesia memiliki gigi rusak
Tinjauan pustaka
yang disebabkan berbagai faktor, namun yang paling
banyak ditemui adalah karies atau gigi berlubang.
Streptococcus mutans (S. mutans)
Streptococcus mutans termasuk famili
Pada hampir setiap mulut orang Indonesia akan
Streptoccaceae dan merupakan bakteri kariogenik
ditemukan dua hingga tiga gigi berlubang.1 Hasil
yang merupakan penyebab utama terjadinya karies
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada
gigi. Rongga mulut adalah habitat utama yang
tahun 2007 menunjukkan bahwa tingkat prevalensi
mampu menimbulkan kolonisasi bakteri pada
karies gigi di Indonesia mencapai 72,1%. Data dari
permukaan gigi. S. mutans mampu memetabolisme
Departemen Kesehatan juga menunjukkan bahwa
karbohidrat sampai menjadi asam sehingga pH
angka keluhan sakit gigi oleh karena karies cukup
saliva dan pH plak mengalami penurunan hingga
tinggi, yaitu 1,3 % atau 2.620 penduduk Indonesia
dibawah titik kritis yang pada akhirnya dapat
perbulan.2
menyebabkan larutnya enamel. Selain itu juga
Prevalensi karies yang cukup tinggi di
mampu mensintesis glukan dari sukrosa dan glukan
Indonesia memunculkan suatu tindakan alternatif
yang terbentuk merupakan massa lengket, pekat dan
pencegahan yang merupakan upaya prioritas guna
tidak mudah larut serta berperan dalam perlekatan
menekan angka prevalensi karies gigi.3 Pencegahan
pada permukaan gigi.7
karies gigi yang telah dilakukan, diantaranya
Menurut Soerodjo (1989), beberapa faktor
dengan memperbaiki nutrisi, mengurangi konsumsi
yang menyebabkan S. mutans dianggap mempunyai
diet kariogenik, meningkatkan kebersihan mulut,
peranan penting dalam terjadinya karies gigi,
dan atau pemberian fluor sistemik atau topikal.
antara lain kemampuannya dalam membuat asam
Pencegahan secara perorangan juga telah dilakukan,
lebih cepat pada sukrosa dengan pH lebih rendah
misalnya memakai fissure sealant dengan bahan
daripada Lactobacillus.8 Selain itu juga mampu
adhesif, namun semua itu belum memberikan hasil
menghasilkan pH optimum 5,5 yang diperlukan
yang optimal, mengingat bahwa angka prevalensi
untuk demineralisasi gigi. Disebutkan juga bahwa S.
karies gigi masih cukup tinggi.4
mutans bersifat asidogenik (mempunyai kecepatan
Cara lain dalam pencegahan karies
yang tinggi dalam menghasilkan asam), sehingga
adalah mengusahakan agar pembentukan plak
dapat menyebabkan demineralisasi hidroksiapatite.
pada permukaan gigi dapat dibatasi baik dengan
cara mencegah pembentukannya atau dengan
pembersihan plak secara teratur. Pengendalian a. Klasifikasi Streptococcus mutans9
plak dapat dilakukan dengan cara pembersihan Menurut Bergey dalam Capuccino (1998),
plak secara mekanis seperti menggosok gigi dan klasifikasi S. mutans adalah sebagai berikut :
penggunaan bahan antibakteri untuk menekan Kingdom : Monera
pertumbuhan Streptococcus mutans (S.mutans).5 Divisio : Firmicutes
Salah satu alternatif pencegahan karies gigi yang Class : Bacilli
saat ini sedang dikembangkan adalah dengan Order : Lactobacilalles
menggunakan antibodi monoklonal S.mutans 1 (c) Family : Streptococcaceae
67 kDa sebagai tindakan imunisasi pasif lokal.6 Genus : Streptococcus
Berdasarkan penjelasan diatas, tujuan Species : Streptococcus mutans
penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui
mekanisme kerja dari antibodi monoklonal S.mutans

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [2]


Berkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia

b. Sifat Streptococcus mutans bulat teratur, dan oval teratur.8


Menurut Panjaitan (1995), S. mutans mempunyai
sifat-sifat tertentu yang berperan penting
dalam proses karies gigi, yaitu :10 (1) S. mutans
memfermentasikan berbagai jenis karbohidrat
menjadi asam sehingga mengakibatkan penurunan
pH. (2) S. mutans membentuk dan menyimpan
polisakarida intraselular dari berbagai jenis
karbohidrat, yang selanjutnya dapat dipecahkan
kembali oleh bakteri tersebut sehingga dengan
demikian akan menghasilkan asam terus-menerus.
(3) S. mutans mempunyai kemampuan untuk
membentuk polisakarida ekstraselular (dekstran)
yang menghasilkan sifat-sifat adhesif dan
kohesif plak pada permukaan gigi. (4) S. mutans
mempunyai kemampuan untuk menggunakan Gambar 1 : S. Mutan9

glikoprotein dari saliva pada permukaaan gigi.


S. mutans merupakan bakteri anaerobik
c. Morfologi Streptococcus mutans fakultatif, nonhemofilik asidogenik, dan dapat
Secara mikroskopis, S. mutans merupakan gram memproduksi polisakarida ekstraseluler dan
positif, tidak begerak aktif, tidak membentuk intraseluler. S. mutans tidak termasuk bakteri yang
spora, dan mempunyai susunan rantai dua atau didapat sejak lahir, melainkan bakteri yang didapat
lebih. Berbentuk bulat dengan diameter 0,5-0,7 sesuai perkembangan usia.11 Seperti pada coccus
mm. Kadang bentuknya mengalami pemanjangan gram positif lainnya, S. mutans terdiri dari dinding
menjadi batang pendek, tersusun berpasangan atau sel dan membran protoplasma. Matriks dinding
membentuk rantai pendek. Susunan rantai panjang sel terdiri atas peptidoglikan rantai silang yang
diperoleh S. mutans berada dalam media Brain mempunyai komposisi gula amino N-asetil, asam
Heart Infusion Broth (BHIB).11 N-asetilnuramik dan beberapa peptida. Sedangkan
Dinding sel S. mutans memiliki beberapa struktur antigenik dinding sel S. mutans terdiri dari
karakter, antara lain : (1) Surface protein antigen I/ antigen protein, polisakarida spesifik dan asam
II yang berfungsi sebagai mediator perlekatan. (2) lipotekoat. Antigen–antigen tersebut menentukan
Serotipe yang terdiri dari 6 serotipe yang berfungsi imunogenitas S. mutans.7
spesifik adherence. Dalam hal ini berupa setotipe c. Sejumlah antigen yang telah ditemukan
(3) Glukan Binding Protein (GBP) yang berfungsi yang terpenting adalah protein, yang terdiri dari
sebagai akumulasi.11 enzim glukosiltransferase dan antigen protein.
Media yang dapat digunakan untuk Enzim glukosiltransferase berfungsi sebagai
membiakkan S. mutans adalah Tryptone Yeast enzim yang mengubah sukrosa menjadi glukan.12
Cysteine (TYC) dan media agar darah. Menurut Sedangkan antigen protein yang bersifat hidrofobik
Soerodjo (1989), gambaran koloni bakteri berfungsi pada proses interaksi S. mutans dan
tersebut yaitu ukuran koloni dengan diameter pelikel-pelikel di permukaan gigi.12
1-5 mm, permukaan koloni berbutir kasar, licin,
menyerupai bunga kasar dengan pusat menyerupai Antibodi Monoklonal
kapas.8 Konsistensi koloni keras dan sangat lekat, Antibodi monoklonal terjadi sebagai interaksi satu
warna koloni seperti salju yang membeku, agak tipe epitop dengan satu klon limfosit B tunggal.13
buram mengkilat (opaque), kuning buram dengan Antibodi monoklonal merupakan antibodi
lingkaran putih. Sedangkan tepi koloni tidak teratur, yang diproduksi dari satu klon sel yang hanya

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [3]


Antibodi Monoklonal Streptococcus Mutans

menghasilkan satu kelas imunoglobulin.14 Antibodi karies gigi adalah bakteri S.mutans. Akan tetapi
monoklonal ini mempunyai spesifisitas tertentu terjadinya karies gigi bukan hanya disebabkan
(mempunyai kemampuan untuk mengenal hanya bakteri S.mutans saja, melainkan interaksi yang
satu epitop), dengan afinitas yang tetap, serta spesifik antara 4 faktor, yaitu : (1) host, (2) bakteri
mempunyai kelas atau kelas imunoglobulin tertentu. plak, (3) diet dan (4) waktu. Faktor host dalam hal
ini termasuk struktur dari enamel dan kandungan
mineral pada gigi serta saliva.17 Sekresi saliva
berpengaruh pada tinggi rendahnya pH di rongga
mulut, hal ini dikarenakan adanya bikarbonat
yang bertindak sebagai buffer yang dapat menjaga
kestabilan pH di rongga mulut.18
Ditinjau dari faktor bakteri, karies gigi
Gambar 2 : Struktur dinding sel S. Mutans12 sering kali dikaitkan dengan peranan bakteri
S.mutans.19 Proses terjadinya infeksi karies diawali
dengan melekatnya S.mutans pada permukaan gigi.
Hal ini disebabkan karena S.mutans mempunyai
enzim glukosiltransferase yang dapat memecah
sukrosa menjadi glukan dalam jumlah yang besar.
Secara predominan, S.mutans membentuk rantai
dekstran yang tidak larut dalam air, yang mempunyai
daya lekat untuk berkolonisasi pada permukaan gigi.
Selanjutnya, S.mutans membentuk asam organik
dari sukrosa. Metabolisme sukrosa oleh S.mutans
menghasilkan asam laktat yang merupakan asam
yang dapat menyebabkan dekalsifikasi gigi.20
Faktor diet juga berperan dalam proses
Gambar 3 : Pembuatan antibodi monoklonal15
terjadinya karies. Bakteri plak dalam rongga mulut
akan memetabolisme karbohidrat yang ada sehingga
a. Antibodi Monoklonal S. mutans 1(c) menghasilkan zat asam. Semua karbohidrat adalah
67 kDa kariogenik, terutama pada golongan sukrosa yang
Antibodi monoklonal S. mutans 1 (c) 67 kDa memiliki tingkat kariogenik tertinggi dibanding
merupakan antibodi monoklonal terhadap S.mutans karbohidrat jenis lain. Dari faktor waktu, diketahui
1 (c) 67 kDa yang telah dilakukan pemurnian bahwa setelah makan, pH dalam rongga mulut akan
di Pusvetma Surabaya. Sifat fisika antibodi turun hingga 2 atau lebih. Jika pH rongga mulut
monoklonal S.mutans 1 (c) 67 kDa adalah sebagai cukup rendah terjadi dalam waktu yang lama, maka
berikut :16 (1) pH = 7.5. (2) Produksinya dilakukan kemungkinan terjadinya demineralisasi makin
dengan pemberian polyethilene glycol (PEG) 40% tinggi.17 Oleh karena itu kemungkinan peningkatan
- 50%. (3) Penyimpanan dilakukan dengan sodium resiko terjadinya karies tergantung dari individu
trimersol dan sodium asida 0,02% pada suhu -200C. masing-masing. Pada orang dengan frekuensi
(4) Pemanasan dari antibodi monoklonal ini dapat makan yang berulang lebih banyak, maka resiko
dilakukan sampai pada suhu 560C. (50 Konsentrasi karies yang terjadi pada orang tersebut semakin
1 mg/ml. tinggi. Hal ini dikarenakan saliva tidak memiliki
cukup waktu untuk menetralisir keasaman pH yang
ada.18
Pembahasan Di Indonesia angka prevalensi karies gigi
Karies gigi merupakan penyakit infeksi yang
masih tergolong tinggi, sehingga memerlukan suatu
menyerang jaringan keras gigi.4 Bakteri penyebab
pencegahan. Prinsip utama pencegahan terhadap

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [4]


Berkala Ilmiah Kedokteran Gigi Indonesia

karies gigi adalah dengan mencegah perlekatan Surface protein antigen I/II adalah protein yang
bakteri S.mutans terhadap permukaan gigi. Saat terdapat pada dinding sel S.mutans yang berperan
ini sedang dikembangkan tindakan imunisasi pasif sebagai mediator perlekatan (initial adherence)
untuk pencegahan karies dengan menggunakan dengan pelikel saliva dan mikroorganisme lain
antibodi monoklonal secara topikal, mengingat dalam rongga mulut pada proses pembentukan
bahwa penyakit karies gigi secara imunologik biofilm. Berbagai serotipe yang dimiliki S.mutans
dapat dikatakan merupakan penyakit infeksi yaitu a, b, c, d, e, f, dan g dibedakan berdasarkan
tipe kondisional yang disebabkan oleh bakteri perbedaan protein permukaan atau antigen yang
yang spesifik. Dalam hal ini, S.mutans diyakini berada pada dinding sel. Hal ini akan menyebabkan
sebagai antigen yang berperan dominan pada perbedaan dalam resistensi terhadap antibiotik dan
proses terjadinya karies gigi.21 Oleh karena itu, mekanisme spesific adherence (tipe, c, e, dan f
secara teoritis terjadinya karies gigi dapat dicegah patogen terhadap manusia).17
dengan metode imunisasi.5 Dari beberapa metode S.mutans mempunyai Glukan Binding
imunisasi, imunisasi pasif secara lokal dengan Protein (GBP) yang berfungsi mengikat glukan
antibodi monoklonal merupakan antikaries yang ekstraseluler. GBP menyebabkan terjadinya
efektif dan metode yang aman untuk pencegahan akumulasi S.mutans pada plak. S.mutans
kolonisasi S. mutans di dalam rongga mulut karena mempunyai beberapa GBP, antara lain dengan
mampu mengeliminasi S. mutans dalam waktu yang berat molekul 74, 64, dan 59 kDa. Komponen GBP
lama di dalam rongga mulut.22 menyebabkan proteksi respon imun terhadap karies
Antibodi monoklonal adalah antibodi yang yang dilakukan dalam imunisasi sistemik maupun
diproduksi oleh hibridoma yang didapatkan dari lokal. Faktor – faktor virulensi yang dimiliki
teknik yang ditemukan oleh Kohler dan Milstein S.mutans tersebut akan menyebabkan S.mutans
pada tahun 1975.23 Teknik ini menyediakan mudah untuk melekatkan diri pada permukaan sel
tempat untuk tumbuhnya populasi klon dari sel host, berkolonisasi dan beragregasi, hal tersebut
yang menghasilkan antibodi dengan spesifisitas merupakan langkah awal terjadinya patogenesis
yang telah ditetapkan. Pada teknik ini, sel yang S.mutans sebagai etiologi karies gigi.24
menghasilkan antibodi, diisolasi dari binatang yang Mekanisme kerja imunisasi lokal dengan
telah diimunisasi, kemudian difusikan dengan sel antibodi monoklonal S.mutans 1 (c) 67 kDa, yaitu
myeloma, yaitu sel yang sejenis dengan tumor sel dengan cara antibodi monoklonal S.mutans 1
B. Sel hibrid atau hibridoma ini dapat dipertahankan (c) 67 kDa melekat pada acquired pelllicle pada
secara in vitro dan akan terus memproduksi antibodi permukaan gigi.7 Kemudian S.mutans diikat
spesifik. Adapun tiga sifat karakteristik dari antibodi oleh antibodi monoklonal S.mutans serotipe c
monoklonal yang sangat penting adalah mampu yang berikatan dengan reseptor antigen dengan
membuat ikatan yang sangat spesifik terhadap berat molekul 67 kDa selama interaksi awal yang
epitop antigen, memiliki sifat yang homogen, dan reversibel antara bakteri dan acquired pellicle.
dapat diproduksi dalam jumlah besar atau tidak Antibodi monoklonal S.mutans 1 (c) 67 kDa
terbatas. bereaksi secara spesifik dengan antigen determinan
Antibodi monoklonal yang digunakan (SA I/II) yang diekspresikan pada permukaan
untuk antikaries adalah antibodi monoklonal kelas sel bakteri yang bersifat hidrofobik dan sebagai
IgG terhadap antigen permukaan sel (SA I/II) adhesin. Selanjutnya, S.mutans diopsonisasi oleh
dari S.mutans, atau disebut antibodi monoklonal antibodi monoklonal S.mutans 1 (c) 67 kDa untuk
S.mutans 1(c) 67 kDa. Antibodi monoklonal kelas difagositosis, dibunuh dan dihilangkan oleh netrofil
IgG mampu menyebabkan penurunan kolonisasi dan komplemen dari gingiva.
bakteri S.mutans dari permukaan gigi.7 Dari penjelasan secara teoritis, antibodi
Antibodi monoklonal S.mutans 1 (c) 67 monoklonal S.mutans 1 (c) 67 kDa mampu
kDa merupakan antibodi yang spesifik terhadap menghambat kolonisasi S.mutans sehingga
surface protein antigen I/II S.mutans serotipe c. menurunkan resiko terjadinya karies gigi.

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [5]


Antibodi Monoklonal Streptococcus Mutans

Penggunaan antibodi monoklonal S.mutans 1 (c) 67 Wistar [serial online] 2009. Accessed on May
kDa ini merupakan sebuah metode inovatif dalam 1st, 2010 at 15.30. Dental Caries Research.
Available from : http://jurnal.dikti.go.id
rangka meningkatkan kesehatan gigi masyarakat.
5. Roeslan BO. Kemungkinan pencegahan karies
Kekurangan dari antibodi monoklonal S.mutans 1 gigi melalui imunisasi. Majalah Kedokteran
(c) 67 kDa hanya terdapat pada penyimpanan bahan Gigi USAKTI 2001;33-44.
yang sedikit rumit penyimpanan dilakukan dengan 6. Soerodjo TS, Devijanti R, Qomarijah N,
Andayani S, Artama. Antibodi Monoklonal
sodium trimersol dan sodium asida 0,02% pada
IgA, IgG terhadap S.mutans (1,c) Indonesia
suhu -200C. untuk Prevalensi Karies Gigi. Usulan Hak
Oleh karena itu, penggunaan antibodi Paten; 2001.
monoklonal S.mutans 1 (c) 67 kDa berpotensi 7. Lehner T. Immunology pada penyakit mulut,
Alih bahasa : Farida R, Suryadhana NG, Ed 3,
untuk digunakan bersama bahan-bahan produk
Jakarta : EGC; 1995.p.26-41,61-91.
perawatan kesehatan gigi dan mulut seperti fissure 8. Soerodjo TS. Respon Imun Humoral terhadap
sealant, fletcher dan pasta gigi sebagai salah satu Streptococcus mutans Sehubungan dengan
upaya alternatif pencegahan karies gigi secara Karies gigi. Surabaya: Disertasi UNAIR;
1989: 12-88.
lokal (topikal). Dengan demikian, diharapkan
9. Capuccino, James G, Natalie Sherman.
dapat menurunkan angka prevalensi karies gigi Microbiology : A Laboratory Manual, 6th ed,
khususnya di Indonesia. Benjamin Cummings. San Fransisco; 2001.
10. Panjaitan M. Etiologi karies gigi dan penyakit
periodontal. Medan : USU Press; 1999. p.14-
Kesimpulan 21.
Antibodi monoklonal S.mutans 1 (c) 67 kDa 11. Bachtiar EW. Prospek vaksinasi dalam
pencegahan karies dengan antigen hasil
mampu menghambat kolonisasi S.mutans sehingga
rekayasa protein dinding sel Streptococcus
menurunkan resiko terjadinya karies gigi. Oleh mutans. JKG UI 1997; 4:641-7.
karena itu, penggunaan antibodi monoklonal 12. Guo JH, Jia R, Fan MW, Bian Z. Construction
S.mutans 1 (c) 67 kDa berpotensi untuk digunakan and immnuogenic characterization of a fusion
anti caries DNA vaccine against PAC and
bersama bahan-bahan produk perawatan kesehatan
glucosyltransferse I of treptococcus mutans. J
gigi dan mulut seperti fissure sealant, fletcher dan Dent Res 2004; 83:266-70.
pasta gigi sebagai imunisasi pasif dalam alternatif 13. Bangun A. Petunjuk laboratorium Antibodi
pencegahan karies gigi secara lokal (topikal). Monoklonal. Yogyakarta: PAU Bioteknologi
Universitas Gajah Mada; 1992.p.10-14, 107-
123.
Daftar pustaka 14. Artama WT. Antibodi monoklonal teori,
1. Kawuryan Uji. Hubungan Pengetahuan produksi, karakteristik dan penerapannya.
Tentang Kesehatan Gigi Dan Mulut Dengan Yogyakarta: Pedoman Kuliah Universitas
Kejadian Karies Gigi Anak Sdn Kleco II Kelas Gajah Mada; 1992.p.160-89.
V Dan VI Kecamatan Laweyansurakarta. 15. Mayer G. Immunoglobulis–Structure and
2008. Accessed on Oct 10th, 2010 at 22.59 Function, Microbiology and Immunology On-
WIB. Available on: http://etd.eprints.ums. line. University of South Carolina School of
ac.id/897/1/J210040006.pdf. Medicine; 2009.
2. BSMI. BSMI Jakarta Pusat – YDSF Gelar 16. Devijanti R, dkk. Uji tosisitas antibodi
Kartini Sehat. 2008. Akses 10 Mei 2010, 23.51 monoklonal Streptococcus mutans 1 (c) 67
WIB. Available on: http://bsmi-surabaya.or.id. kDa pada kultur dengan MTT assay. Surabaya:
3. Sundoro EH. Konsep Baru Perawatan LPPM UNAIR; 2006.
Karies. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas 17. Arora DR. Textbook of Microbiology for
Indonesia. Akses 18 Juni 2010, 18.38 WIB. Dental Student. Singapore: Alkem Co. (s) Pte,
Available on: http://www.pdpersi.co.id/?show Ltd; 2009.p.362-3.
=detailnews&kode=107&tbl=artikel. 18. Simon L. The Role of Streptococcus mutans
4. Roeslan BO. Hambatan Terjadinya And Oral Ecology in the Formation of Dental
Karies Gigi Setelah Diimunisasi Dengan Caries. Journal of Young Investigators
Glukosiltransferase Streptococcus mutans 2007;(17) Issue 6.
INA99 yang Diaplikasikan pada Mukosa 19. Antonio CV. Production of Monoclonal
Rongga Mulut : Kajian pada Tikus jenis Antibodiest Against Streptococcus mutans

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [6]


Berkala Ilmiah Kedokteran Gigi Indonesia

Antigen. Brazil Oral Research 2006;20(4): 297-302.


20. Slot J, Taubman MA. Contemporary Oral Microbiology and Immunology. Mosby Year Book. 1992;
366-69, 377-414, 524-69.
21. Konig KG, Hoogendoorn H. Prevensi dalam Kedokteran Gigi dan Dasar Ilmiahnya. Alih bahasa,
RA Tomasowa. Jakarta: Indonesian Dental; 2006.
22. Devijanti R. Antibodi monoklonal Streptococcus mutans 1 (c) 67 kDa dalam pasta gigi untuk
menghambat pertumbuhan Streptococcus mutans Tesis. Surabaya: Universitas Airlangga; 2003.
23. Harlow ED, Lane D. Antibody Molecules In Antibodies a Laboratory Manual. Cold Spring Harbour
Laboratory 1988; 92-115.
24. Soerodjo TS, Sardjimah A, Cecillia GJ, dan Wulan P. Antibodi Monoklonal IgA S.mutans dalan Bahan
Tumpatan Sementara Sebagai Pengobatan Spesifik Antikaries Gigi. Surabaya: LPPM UNAIR; 2002.

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [7]


Potensi Pemanfaatan Flavonoid Limbah Kakao

Literature Study

POTENSI PEMANFAATAN FLAVONOID


LIMBAH KULIT KAKAO
(Theobroma cacao L.) SEBAGAI BAHAN
TAMBAHAN
PEMBUATAN PERMEN ANTIKARIOGENIK
Dio Ariestanto1, Muhammad Lutfan1, Yusnida Furoida1

Abstract
Indonesia is the third largest producer of cocoa in the world. Jember as one cocoa producing
areas in Indonesia that have the potential development of products made from cocoa and cocoa processing
waste. Total waste of skin cocoa will increase with the increasing number of world cocoa consumption.
Cocoa leather is one of the processing of cocoa waste to 75% of the overall weight of cocoa that contain
flavonoids. Flavonoid beneficial for oral health as it has antibacterial role as the cause of dental caries.
Dental caries is a dental and oral health problems are dominant in the country of Indonesia. National
prevalence of active caries aged 12 years and over was 46.5%. One reason is the high caries predilection
children consume sugary foods, especially sweets. This study is a literature that discusses the potential
use of leather waste flavonoid cocoa (Theobroma cacao L.) as an additive anticariogenik candy. The
mechanism includes the activation of certain enzymes, denaturation of proteins, altering the permeability
of the cell membranes of bacteria, intercalation into DNA and the formation of chelates. The results of
these mechanisms can affect physiological functions of bacteria so experiencing death. Utilization of cocoa
flavonoids on skin as raw products processed candy is one of the efforts in developing an appropriate
alternative food technology and medical technology are useful for the prevention of dental caries.
Keywords : Cocoa leather, flavonoid, caries, anticariogenik
Abstrak
Indonesia adalah produsen kakao terbesar ketiga di dunia. Jember merupakan salah satu wilayah
penghasil kakao di Indonesia yang memiliki potensi pengembangan produk berbahan kakao maupun
limbah pengolahan kakao. Jumlah limbah kulit kakao akan meningkat seiring dengan semakin banyaknya
konsumsi kakao dunia. Kulit kakao adalah salah satu limbah dari pengolahan kakao yaitu 75% dari berat
kakao secara keseluruhan yang didalamnya mengandung flavonoid. Kandungan flavonoid bermanfaat
bagi kesehatan rongga mulut karena memiliki peran sebagai antibakteri penyebab karies gigi. Prevalensi
Nasional karies aktif umur 12 tahun ke atas adalah 46,5%. Salah satu penyebab tingginya karies adalah
kegemaran anak-anak mengonsumsi makanan yang manis, terutama permen. Kajian ini merupakan studi
literatur yang membahas tentang potensi pemanfaatan flavonoid limbah kulit kakao (Theobroma cacao
L.) sebagai bahan tambahan pembuatan permen antikariogenik. Mekanisme kerja kulit kakao sebagai
antikariogenik meliputi pengaktifan enzim tertentu, denaturasi protein, mengubah permeabilitas membran
sel bakteri, interkalasi ke dalam DNA dan pembentukan kelat. Hasil dari mekanisme tersebut menyebabkan
terganggunya fungsi fisiologis dari bakteri sehingga mengalami kematian. Pemanfaatan flavonoid pada
kulit kakao sebagai bahan pembuatan produk olahan permen merupakan salah satu usaha alternatif yang
tepat dalam mengembangkan teknologi pangan dan teknologi kedokteran gigi yang bermanfaat untuk
pencegahan karies gigi.
Keywords : kulit kakao, flavonoid, karies, antikariogenik

1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember
Correspondence:
Jl. Kalimantan I No. 58
Jember, Jawa Timur 68121
Tel. (62-331) 333536
Fax. (62-331) 339029

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [8]


Berkala Ilmiah Kedokteran Gigi Indonesia

Pendahuluan asupan gula menyebabkan penyakit karies gigi


Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) meningkat. Oleh karena itu, dicari suatu inovasi
banyak tumbuh di perkebunan Indonesia. Indonesia dalam pembuatan permen antikariogenik. Karya
merupakan produsen kakao terbesar ketiga setelah tulis ini dibuat agar dapat mengkaji pemanfaatan
Pantai Gading dan Ghana dengan produksi tahunan flavonoid dari kulit kakao sebagai bahan tambahan
mencapai 435 ribu ton dan luas areal penanaman pembuatan permen antikariogenik 8,9,10.
kakao pada tahun 2002 telah mencapai 776.900
hektar yang tersebar di seluruh provinsi, kecuali
DKI Jakarta. Potensi ini didukung pula dengan
adanya pusat penelitian kakao yang tersebar di Pembahasan
pelosok Indonesia, terutama di kabupaten Jember Karies merupakan penyakit jaringan keras
yang menjadi pusat penelitian terbaik nasional1. gigi, yaitu email, dentin dan sementum. Terdapat
Kulit kakao sekitar 75% dari berat kakao empat faktor yang menyebabkan terjadinya karies,
merupakan limbah dari pengolahan kakao. Kulit keempat faktor tersebut adalah host yaitu gigi itu
kakao memiliki kandungan berupa senyawa aktif sendiri, substrat berupa sisa makanan yang terdapat
flavonoid yang memiliki peran sebagai antimikroba, dalam rongga mulut, mikroorganisme dalam rongga
antivirus dan antioksidan. Penelitian secara in vitro mulut, dan faktor waktu. Bakteri yang sering
maupun in vivo menunjukkan bahwa flavonoid ditemukan sebagai penyebab utama karies adalah
memiliki aktivitas biologis dan farmakologis antara Streptococcus mutans. S. mutans serta produk-
lain bersifat antibakteri karena flavonoid mampu produknya mampu mendekalsifikasi gigi sehingga
berinteraksi dengan DNA bakteri 2. terbentuk lubang dan menyebabkan infeksi pada
Terbukti pada tahun 2006, Burhanudin saluran akar gigi yang berisi sel-sel, saraf, getah
Pasiga melaporkan bahwa senyawa golongan bening serta pembuluh darah yang memberikan
flavonoid dan steroid dalam ekstrak kulit buah suplai makanan bagi gigi sehingga menyebabkan
kakao bertanggung jawab sebagai anti bakteri kematian pada gigi 11,12,13.
Streptococcus mutans. Selain itu, Bilodontu, Pertumbuhan mikroorganisme dapat
2007 melaporkan salep ekstrak kulit buah kakao diperlambat atau dihentikan sama sekali oleh
10% efektif terhadap penurunan jumlah koloni sederetan bahan kimia. Kalau petumbuhan ini
Streptococcus sp yang diisolasi dalam mulut berhenti oleh pengaruh sesuatu bahan dan sesudah
penderita sariawan. Pada tahun yang sama, bahan ini disingkarkan mulai lagi, maka bahan
Sulastrianah dan Burhanuddin melaporkan bahwa ini disebut bakteriostatik dan pengaruhnya adalah
obat kumur yang mengandung ekstrak kulit buah pengaruh bakteriostatik. Bahan-bahan bakterisid
kakao memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan meniadakan kemampuan hidup. Kedua efek tersebut
Streptococcus sp 3,4,5. tergantung dari konsentrasi bahan-bahan ini 14.
Karies gigi merupakan masalah kesehatan Kulit buah kakao merupakan tanaman
gigi dan mulut yang dominan di negara Indonesia. yang dapat digunakan sebagai bahan antikariogenik
Indeks DMF-T secara nasional sebesar 4,85. Ini karena secara keseluruhan didalamnya mengandung
berarti rata-rata kerusakan gigi pada penduduk flavonoid. Penelitian pendahuluan, mengungkapkan
Indonesia 5 buah gigi per orang. Prevalensi tentang kandungan zat bioaktif dalam kulit kakao
Nasional karies aktif umur 12 tahun ke atas adalah yakni flavonoid mempunyai potensi sebagai
46,5% dan yang mempunyai pengalaman karies antibakteri 15,16.
sebesar 72,1%. Karies merupakan kerusakan gigi Mekanisme kerja antibakteri meliputi
yang progresif dari email dan dentin yang dimulai penginaktifan enzim tertentu, denaturasi protein,
dari bekerjanya mikroorganisme pada permukaan mengubah permeabilitas membran sel bakteri,
gigi. Agen penyebab utama terjadinya karies adalah interkalasi ke dalam deoxiribose nucleatid acid
bakteri Streptococcus mutans yang menyebabkan (DNA) dan pembentukan kelat 14.
terjadinya demineralisasi gigi akibat produk yang Pada mekanisme antibakteri flavonoid,
dihasilkan. Karies pada awalnya adalah proses yang melalui pengubahan permeabilitas membran sel
lambat dan reversibel. Jika terdapat suatu larutan bakteri yakni model kerja turunan amin, guanidin,
yang dapat memicu remineralisasi maka proses turunan fenol dan senyawa amonium kuartener.
karies akan berhenti 6,7. Dengan mengubah permeabilitas membran sel
Permen merupakan makanan ringan olahan bakteri, senyawa-senyawa di atas menimbulkan
gula yang digemari oleh segala usia terutama anak- kebocoran konstituen sel yang esensial sehingga
anak. Jenis gula yang paling banyak digunakan bakteri mengalami kematian 14.
adalah sukrosa. Konsumsi sukrosa dalam jumlah Flavonoid menghambat pertumbuhan
besar dapat menurunkan kapasitas buffer saliva bakteri dengan cara mencegah terbentuknya
sehingga mampu meningkatkan insiden terjadinya terbentuknya fosfolipid baru dengan menghambat
karies. Bahkan di negara berkembang, peningkatan beta–ketocyl-acp reductase, beta– hydroyacyl–

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [9]


Potensi Pemanfaatan Flavonoid Limbah Kakao

acp dehydratase dan enoyl–acp–reductase. buah kakao dan pemanfaatan konsumsi permen
Selain merusak membran luar flavonoid juga jelly kunyah dapat dijadikan solusi inovatif
memutuskan ikatan-ikatan yang terdapat antara untuk dijadikan suatu produk olahan permen
N–Acetylglukosamine dan N–Acetylmuramic acid antikariogenik.
yang terdapat pada lapisan peptidoglikan membran
sel. Dengan rusaknya lapisan peptidoglikan
yang merupakan kerangka membran sel akan Kesimpulan
mengakibatkan tidak stabilnya membran sel, Berdasarkan telaah berbagai literatur, maka
apalagi dengan rusaknya fosfolipid membran sel dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan flavonoid
mengakibatkan permeabilitas senyawa dari dalam dari kulit buah kakao berpotensi untuk digunakan
sel keluar sel akan tidak terkontrol sehingga bakteri sebagai bahan tambahan dalam pembuatan permen
mati 17. antikariogenik. Permen antikariogenik ini dapat
Dengan adanya aktivitas antibakteri dijadikan produk inovatif dalam upaya pencegahan
flavonoid terhadap S. Mutans, maka dapat dijadikan penyakit karies.
solusi sebagai bahan tambahan pada permen
antikariogenik. Salah satu permen yang bisa diolah
yakni permen jelly. Jenis makanan selingan ini
merupakan produk pangan setengah padat yang Saran
dibuat dari buah-buahan dan campuran gula. Buah- Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
buahan yang dikandungnya bisa menjadi pemanis mengenai pengaruh permen jelly yang mengandung
alami pada permen. Permen jelly bisa menjadi flavonoid terhadap kesehatan rongga mulut.
pilihan karena aman dari tertelan, khususnya pada
anak-anak 18. Daftar pustaka
Pemanfaatan permen jelly juga bermanfaat 1. Ed, F Man. Cocoa Report Market No. 371
untuk rongga mulut. Konsumsi permen jelly dengan March 2004. Ed dan F Man Ltd; 2004.
gerakan pengunyahan juga mampu merangsang 2. Sabir A. Pemanfaatan Flavonoid Di Bidang
aktivitas saliva. Saliva sebagian besar yaitu Kedokteran Gigi. Maj Kedokteran Gigi (Dent
sekitar 90 persennya dihasilkan saat makan yang J) FKG Unair 2003;(Edisi Khusus Timnas III):
merupakan reaksi atas rangsangan yang berupa 81–7.
pengecapan dan pengunyahan makanan. Dengan 3. Pasiga, Burhanuddin. Clinical Efficacy of An
adanya rangsangan ini, kadar saliva menjadi Toothpaste Containing Extract of Cocoa Pod
meningkat. Saliva membantu mempertahankan Husk As An Active Component. Jurnal Ilmiah
integritas gigi, lidah, dan membrana mukosa dan Teknologi Kedokteran Gigi FKG UPDM
mulut. Saliva dapat menurunkan akumulasi plak Maret; 2006.
pada permukaan gigi dan juga menaikkan tingkat 4. Pasiga Burhanuddin, Elly W, Uleng U, Noyan.
pembersihan karbohidrat dari rongga mulut. Selain Identifikasi Senyawa dalam Ekstrak Kasar
itu, difusi komponen saliva seperti kalsium, fosfat, Kulit Buah Kakao yang Bertanggung Jawab
ion OH–, dan fluor ke dalam plak dapat menurunkan Sebagai Antibakteri Terhadap Streptococcus
kelarutan email. Saliva juga mampu melakukan Mutans. Plaque Jurnal Kesehatan Gigi
aktivitas antibakterial karena mengandung beberapa Masyarakat 2007;I(2):47-54.
komponen yang antara lain adalah lisosim, sistem 5. Bilondatu, Kartini F.S., Burhanudin DP.
laktoperoksidase-isitiosianat, laktoferin, dan Efektivitas Salep Cocoa Pod Husk (CPH)
imunoglobulin 19, 20. 10% Terhadap Penurunan Jumlah Koloni
Bertambahnya sekresi saliva akan Streptococcus Sp. yang Diisolasi Dalam Mulut
menyebabkan peningkatan kapasitas buffer saliva Penderita Stomatitis Aphtosa. Plaque Jurnal
sehingga dapat menetralkan pH plak yang asam, Kesehatan Gigi Masyarakat. Edisi Suplemen
karena bertambahnya ion bikarbonat (HCO3–) 2007;1:10-14.
yang berperan dalam kapasitas buffer saliva. 6. Kawuryan. Hubungan Pengetahuan Tentang
Bertambahnya aliran saliva akan meningkatkan Kesehatan Gigi dan Mulut dengan Kejadian
kadar urea, amoniak (NH3), kalsium (Ca2+), fosfat Karies Gigi Anak SDN Kleco II Kelas V
(HPO42+), natrium (Na+) yang merupakan sumber Dan Vi Kecamatan Laweyan Surakarta.
alkalinitas saliva sehingga dapat menaikkan pH Skripsi. Fakultas Kesehatan Universitas
plak yang turun akibat proses glikolisis karbohidrat. Muhammadiyah. Surakarta; 2008.
Akibat pertambahan ion kalsium di dalam saliva, 7. Pudji Lestari. Catatan Klinik Konservasi Paket
maka proses remineralisasi email akan meningkat 1. Jember: Universitas Jember Pub; 1998.
21
. 8. Yuyus R, Magdarina DA, Sintawati F. Karies
Oleh karena itu, dengan adanya kombinasi Gigi Pada Anak Balita Di 5 Wilayah Dki Tahun
dari pemanfaatan flavonoid dari limbah kulit 1993. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [10]


Berkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia

Case Study

Splinting Tetap dengan Benang Fiber


Polyethylene di Gigi-Gigi Anterior
Mandibula
Tika Raharjo1

ABSTRACT
Wire or silk ligature is one example of dental material for stabilizing tooth mobility. These
materials can only be mechanically bonded with resin restoration, so when the pressure concentration
high, it can cause fracture composite and splinting premature failures. The advantages of dental resins
and resin adhesive techniques especially polyethylene fiber strands allowed clinicians to achieve better
treatment for stabilizing tooth mobility to patient and more esthetic stabilization techniques. Polyethylene
fiber strands had a strong, biocompatible, easy to manipulate, could be embedded into a resin structure.
Polyethylene fiber could give not only a strong splint, but also an esthetic results.

Keywords: periodontic splinting, polyethylene fiber, composite resin.

ABSTRAK
Wire atau silk ligature adalah salah satu material kedokteran gigi yang digunakan untuk
menstabilkan kegoyangan gigi. Bahan-bahan tersebut hanya mampu berikatan secara mekanis dengan
restorasi resin sehingga saat terjadi konsentrasi tekanan, dapat mengakibatkan patahnya komposit
dan kegagalan prematur pada splinting. Dengan adanya bahan dental resin dan resin adhesive seperti
polyethylene fiber strands memungkinkan dokter gigi untuk melakukan pengobatan yang lebih baik
kepada pasien. Polyethylene fiber strands memiliki kekuatan yang baik, biokompabilitas, mudah
dimanipulasi dan dapat dimasukkan dalam struktur resin. Polyethylene fiber juga tidak hanya memiliki
kekuatan yang baik tapi juga memberikan estetik yang baik.

Kata kunci : splinting periodontal, polyethylene fibe, resin komposit

1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga
Correspondence:
Universitas Airlangga
Kampus A Jl. Mayjen.Prof. Dr. Moestopo 47, Surabaya
No. tlp. 031-5020251, 5030253, Fax.031-5022472

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [11]


Splinting Tetap dengan Benang Fiber Polyethylene

Latar Belakang kasus ini menunjukkan splinting dengan


Periodontitis kronis adalah kasus periodontal benang fiber polyethylene pada gigi dengan
yang paling umum yang ditandai dengan kegoyangan derajat 2 menunjukkan hasil yang
terbentuknya formasi plak mikroba, inflamasi baik.
periodontal, hilangnya perlekatan dan tulang
alveolar. Periodontitis kronis menyebabkan gigi Metode
goyang dan mengakibatkan gigi dapat lepas Pasien, wanita usia 70 tahun, datang ke Rumah
sendiri.1,2 Etiologi utama dari kasus kegoyangan Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas
gigi adalah kehilangan tulang alveolar, traumatik Kedokteran Gigi Universitas Airlangga ingin
oklusi, dan inflamasi menetap pada gingiva atau membersihkan karang gigi. Pasien tidak memiliki
dari periapikal ke ligamen periodontal. Pasien riwayat penyakit sistemik, kencing manis, maupun
dengan periodontitis kronis yang parah biasanya darah tinggi. Pada pemeriksaan klinis ditemukan
mengalami kehilangan tulang yang sangat banyak poket sedalam 4 mm pada regio 12, 13, 14, 15, 22,
di sekitar insisif rahang bawah bila dibandingkan 24, 25, 26, 34, 37, 46, 48. Resesi pada regio 31,
dengan gigi kaninus dan premolar.3,4 Pada sebagian 32, 41, 42.Terdapat kegoyangan derajat 2 pada gigi
besar pasien, situasi seperti ini dapat diatasi dengan 13, 31, 32, 33, 41, 42, 43. Tidak terdapat kontak
dilakukan splinting. prematur.
Dental splinting dapat didefinisikan Tiga minggu setelah perawatan fase
sebagai penyatuan dua atau lebih gigi menjadi unit 1, yaitu scaling and root planing, terdapat
yang rigid dengan restorasi terfiksir, removable, kegoyangan derajat 2 pada Gigi 31, 41, 42. Gigi
atau dengan menggunakan alat tertentu.5 Indikasi kemudian dipulas dengan brush dan pumis di sisi
splinting pada gigi dengan defek jaringan labial dan lingual. Setelah itu, dilakukan preparasi
periodontal menurut Tarnow and Fletcher adalah: di atas cingulum membentuk parit dengan ukuran
(1)Trauma oklusal primer, (2) Trauma oklusal 15 x 15 mm pada mesiodistal gigi 31, 32, 41, 42,
sekunder, (3) Mobilitas dan migrasi yang progresif, 43. Gigi kemudian diisolasi dan dietsa dengan
serta fungsioleisa.6 32% gel etsa fosforik selama 30 detik, diirigasi
Trauma oklusal primer terjadi karena untuk menghilangkan semua residu asam,
tekanan oklusal yang besar pada gigi dengan dikeringkan hingga tampak frosty. Bahan bonding
jaringan periodontal yang normal. Trauma oklusal diaplikasikan lalu dilakukan penyinaran dengan
sekunder terjadi pada gigi dengan support jaringan light cured selama 10 detik. Benang fiber yang
periodontal yang kurang baik dengan tekanan dibasahi sedikit dengan bahan bonding diukur
oklusal normal.7 kemudian dimasukkan kedalam parit, disinari
Berbagai material yang digunakan untuk dengan light cured selama 10 detik. Resin komposit
splinting termasuk pembuatan gigi tiruan jembatan, dimasukkan ke dalam parit dan dirapikan dengan
komposit, kawat dan komposit. Permasalahan yang sonde, disinari selama 20 detik. Restorasi komposit
sering ditemukan saat menggunakan komposit yang berlebih kemudian dirapikan dan dihaluskan.
adalah pecahnya komposit antara gigi-gigi. Pasien diberi edukasi tentang kebersihan gigi dan
Masalah ini dapat diatasi dengan ditemukannya mulut. 7 hari setelah perawaatan, pasien dipanggil
benang fiber yang kuat, estetik, biokompatibel, dan kembali untuk kontrol.
mudah digunakan yang dapat ditanam ke dalam
struktur resin komposit.8
Saat ini ada berbagai macam bahan
benang fiber resin reinforcement. Bahan benang
fiber resin reinforcement mempengaruhi sifat
fisik dan pengaruhnya terhadap bahan komposit.9
Benang fiber polyethylene memiliki sifat untuk
berikatan secara kimia dengan resin.10 Laporan

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [12]


Berkala Ilmiah Kedokteran Gigi Indonesia

sehingga saat terjadi konsentrasi tekanan,


dapat mengakibatkan patahnya komposit dan
kegagalan prematur pada splinting. Penemuan
benang fiber polyethylene dapat mengatasi
kegagalan splinting seperti masalah klinis yang
dapat ditimbulkan diantaranya oklusi traumatik,
berlanjutnya penyakit jaringan periodontal, dan
karies rekuren.12,13

Gambar 1. Bahan-bahan yang digunakan berupa benang fiber


polyethylene fiber strands (Merk Biodental Technologies Pty
ltd), etsa, bonding dan flowable composite

Pembahasan
Kegoyangan gigi memiliki pengaruh penting
sebagai parameter klinis dalam menentukan
prognosa pada gigi dengan kelainan jaringan Gambar 3. Tampak lingual post splinting

periodontal. Splinting telah diakui sebagai metode


yang dapat menstabilkan gigi dengan jaringan Pembuatan parit sebelum aplikasi
periodontal yang lemah. Stabilisasi gigi dengan benang fiber bertujuan agar setelah diberi resin
splinting dilakukan agar dapat meningkatkan komposit, anatomi gigi tetap terbentuk seperti
kenyamanan pasien dan meningkatkan fungsi semula sehingga pasien tetap merasa nyaman.
mastikasi. Benang fiber yang dibasahi dengan bahan bonding
Pada kasus diatas, terdapat 3 gigi sebelum diaplikasikan ke dalam parit membantu
goyang derajat 2. Gigi-gigi tersebut dilakukan memperkuat ikatan kimia yang terjadi antara
splinting dengan 1 gigi sebelahnya menggunakan bahan bonding dengan resin komposit. Hal ini
polyethylene fiber strands. Pada saat kontrol 1 dapat mengurangi kemungkinan terjadinya patah
minggu sesudah perawatan, dilakukan evaluasi pada restorasi resin komposit.
pada gigi-gigi yang di-splinting dan gigi-gigi Splinting telah diakui dapat menstabilkan
tersebut tidak lagi mengalami kegoyangan. gigi dengan jaringan periodontal yang kurang
baik.14 Keberhasilan dari perawatan splinting ini
dapat dimaksimalkan dengan menjaga kebersihan
gigi dan mulut, khususnya di daerah interdental
gigi anterior mandibula yang terbuka. Selain itu
kerjasama antara dokter dan pasien sangat penting
untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Kesimpulan
Gambar 2. Tampak labial post splinting
Splinting dengan benang fiber polyethylene pada
gigi dengan kegoyangan derajat 2 menunjukkan
Pada masa sebelum ini, stabilisasi dan
hasil yang baik. Gigi stabil dan tidak goyang,
splinting gigi menggunakan tehnik perekat yang
serta memiliki tampilan estetik yang baik. Adanya
memerlukan Wire atau silk ligature, pin, atau
ikatan kimia antara benang fiber dengan resin
mesh grid.11 Bahan-bahan tersebut hanya mampu
dapat memperkuat restorasi sehingga tidak mudah
berikatan secara mekanis dengan restorasi resin
pecah.

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [13]


Splinting Tetap dengan Benang Fiber Polyethylene

Daftar Pustaka
1. Carranza F, Takei N, et al. Carranza’s Clinical Periodontology 10th ed. Missouri: Elsevier; 2006.p.494.
2. Flemmig TF: Periodontitis, Ann Periodontol 1999;4:32
3. Loe H, Anerud A, Boysen H, Smith M. The natural history of periodontal disease of man. J Peridontol
1978;49:607-20.
4. Chace R, Low S. Survival characteristics of periodontally involved teeth: A 40 year study. J
Peridontol 1993;64:701-5.
5. The Glossary of Prosthodontic Terms. 7th Edition. The Journal of Prosthetic Dentistry; January
1999.
6. Tarnow DP, Fletcher P: Splinting of periodontally involved teeth: indications and contraindications.
NY State Dent J 1986;52(5):24-27.
7. Serio FG, Hawley CE: Periodontol trauma and mobility. Diagnosis and treatment planning. Dent
Clin North Am 1999;43(1):37-44.
8. Strassler HE, Haeri A, Gultz JP: New generation bonded reinforcing materials for anterior periodontal
tooth stabilization and splinting. Dent Clin North Am 1999;43(1):105-126.
9. Rudo DN, Karbhari VM: Physical behaviors of fiber rein- forcement as applied to tooth
stabilization. Dent Clin North Am 1999;43(1):7-35
10. Kau K, Rudo DN: A technique for fabricating a reinforced composite splint. Trends Tech Contemp
Dent Lab 1992;9(9):31-33.
11. Strassler HE, Brown C. Periodontal splinting with a thin-high-modulus polyethylen ribbon.
Compendium 2001; 22:610-20.
12. Hughes TE, Strassler HE: Minimizing excessive composite resin when fabricating fiber- reinforced
splints. J Am Dent Assoc 2000;131(7):977-979.
13. Karbhari VM, Dolgopolsky A: Transitions between micro- brittle and micro-ductile material
behavior during FCP in short fibre reinforced composites. Int J Fatigue 1990;12:51-61.
14. Syme SE, Fried JL. Maintaining the oral health of splinted teeth. Dental Clinics of North
America1999;43(1):179-96.

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [14]


Berkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia

Research

Pemanfaatan Ekstrak Kecubung


(Datura metel) untuk Mengatasi Nyeri Gigi
dan Gingiva
Sylvia Paulina Panggono1, Nabilla Vidyazti R.P. 1, Fitri Dwi Agus Pratiwi1,
Nanda Rachmad P.G1, Syafira Dike Nur R.1, Eric Priyo Prasetyo1

ABSTRACT
Dental and gingival pain is the most common pain in the orofacial region. Incorrect treatment
may cause the patient afraid to visit the dentist, and dental pain or gingiva pain will be more severe and
difficult for treatment. It is necessary to find correct treatment for relief these dental and gingiva pain.
Alternative treatment to eliminate the pain, that can use herbal medicines like the roots of amethyst plant
or Datura metel. The root of Datura metel contains high alkaloids to overcome the pain, especially in the
dental and gingiva. The study was conducted to determine what concentration of alkaloid extract of Datura
metel can relieve pain. The methods of this study is 50% concentration of root extract of Datura metel
which applied in experimental animals, it’s 8 Mus musculus males. Experimental animals were divided into
4 groups, 2 experimental groups for gingival pain and 2 other groups to experiment dental pain. The results
of this study is Datura metel with 50% concentration in s 0.1 ml can reduce dental and gingiva pain.

Keyword: Datura metel, dental pain, gingival pain

ABSTRAK
Nyeri gigi dan gingiva merupakan nyeri yang paling sering dijumpai di daerah orofasial. Penanganan
nyeri yang tidak tepat dapat menyebabkan pasien menjadi takut dan enggan untuk berkunjung ke dokter gigi,
sehingga nyeri gigi atau gingivanya akan semakin parah dan sulit diobati. Untuk itu diperlukan penanganan
yang tepat untuk menghilangkan nyeri pada gigi dan gingiva ini. Salah satu cara menghilangkan nyeri
yang dapat menggunakan obat-obatan herbal yaitu dengan pengolahan akar dari tumbuhan kecubung atau
Datura metel. Akar Datura metel memiliki kandungan alkaloid yang tinggi sehingga dapat mengatasi
rasa nyeri, khususnya pada gigi dan gingiva. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pada konsentrasi
berapakah alkaloid ekstrak akar kecubung dapat menghilangkan nyeri. Metode kerja berupa konsentrasi
akar 50% ekstrak Datura metel aplikasikan pada hewan coba yang dipakai dalam penelitian ini berupa
8 Mus musculus jantan. Hewan coba dibagi menjadi 4 kelompok, 2 kelompok untuk percobaan nyeri
gingiva dan 2 kelompok lainnya untuk percobaan nyeri gigi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan Datura
metel dengan konsentrasi 50% sebanyak 0.1 ml yang diberikan dapat mengurangi nyeri gigi dan dapat
menghilangkan nyeri gusi pada mencit.
.
Kata kunci: Datura metel, nyeri gigi, nyeri gingiva

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga


1

Correspondence:
Universitas Airlangga
Kampus A Jl. Mayjen.Prof. Dr. Moestopo 47, Surabaya
No. tlp. 031-5020251, 5030253, Fax.031-5022472

BIMKGI Volume 1 Edisi September 2012 [15]


Pemanfaatan Ekstrak Kecubung untuk Mengatasi Nyeri

Pendahuluan bagi dokter gigi. Hal ini disebabkan oleh


Nyeri gigi dan gingival merupakan salah satu dua faktor utama, yaitu persepsi rasa nyeri dan
nyeri yang paling sering dijumpai di daerah reaksi terhadap rasa nyeri tersebut dipengaruhi oleh
orofasial.1 Nyeri gigi merupakan perasaan tidak kecemasan dan rasa takut terhadap rasa nyeri.6
menyenangkan pada gigi yang menandakan adanya Salah satu cara utnuk menghilangkan rasa
kerusakan pada struktur gigi yang disebabkan oleh nyeri yaitu dengan menggunakan obat-obatan
rangsangan dari luar (seperti mekanik, suhu dan herbal. Salah satunya yaitu dengan pengolahan
kimia) dan rangsangan dari dalam (seperti flora akar dari tumbuhan Datura metel. Akar Datura
rongga mulut, penyakit sistemik, plak dan karang metel dengan kandungan alkaloid yang cukup tinggi
gigi, kerusakan pada salah satu struktur gigi dan dapat mengatasi rasa nyeri, khususnya pada gigi dan
jaringan sekitarnya). Nyeri merupakan alarm gingiva.5
potensi kerusakan, tidak adanya sistem ini akan Datura metel mengandung 0,3% –
menimbulkan kerusakan yang lebih luas.2 0,43% alkaloid (sekitar 85% skopolamin dan
Pasien seringkali mengubungkan bahwa 15% hyoscyamine), atropin (tergantung varietas,
perawatan gigi identik dengan nyeri. Penanganan lokasi, dan musim), hyoscin, flavonoid, saponin,
nyeri yang tidak tepat dapat menyebabkan pasien dan polifenol. Zat aktifnya dapat menimbulkan
menjadi takut dan enggan untuk berkunjung ke halusinasi bagi pemakainya. Jika alkaloid kecubung
dokter gigi, sehingga nyeri gigi atau gingivanya diisolasi maka akan terdeteksi adanya senyawa
akan semakin parah dan sulit diobati.3 Untuk methyl crystalline yang mempunyai efek relaksasi
itu diperlukan penanganan yang tepat untuk pada otot gerak. Bagian yang digunakan dari
menghilangkan nyeri pada gigi dan gingiva ini. kecubung adalah bunga, akar, dan daun. Bunga
Banyak cara yang dilakukan untuk digunakan untuk mengatasi asma, batuk, nyeri
menghilangkan nyeri gigi dan gusi, baik dengan lambung, rematik, syok, serta dapat juga sebagai
menggunakan terapi analgesik maupun obat herbal. obat bius pada operasi. Akarnya untuk pengobatan
Terapi analgesik memiliki daya kerja cepat. Namun kolera. Sedangkan daunnya selain untuk mengatasi
terkadang obat-obatan kimia memiliki beberapa ketombe juga dapat digunakan untuk mengatasi
efek samping. Apabila obat kimia dikonsumsi rematik, memar, dan cacingan.5
terlalu banyak juga berbahaya bagi kesehatan tubuh
kita. 4 Metode
Pengobatan lain untuk menghilangkan Penelitian eksperimental laboratorium murni
nyeri yang dapat menggunakan obat-obatan herbal. dilakukan di Laboratorium Ilmu Faal, Fakultas
Salah satunya yaitu dengan pengolahan akar dari Kedokteran Universitas Airlangga. Konsentrasi
tumbuhan kecubung atau Datura metel. Akar Datura ektrak akar Datura metel yang digunakan adalah
metel dengan kandungan alkaloid yang cukup tinggi 50%. Hewan coba yang dipakai dalam penelitian
dapat mengatasi rasa nyeri, khususnya pada gigi dan ini ada 8 tikus jantan dengan umur 2-3 bulan.
gingiva.5 Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Semua tikus dikarantina selama satu minggu dan
pada konsentrasi berapakah alkaloid ekstrak akar dipelihara dalam kandang yang sama dengan
kecubung dapat menghilangkan nyeri. perlakuan serta makan yang sama. Masing-masing
tikus dipuasakan selama 18 jam untuk mendapat
Tinjauan pustaka keadaan standar. Hewan coba dibagi menjadi 4
Menurut Cohen dan Burns, 1994, nyeri gigi kelompok, 2 kelompok untuk percobaan nyeri gusi
merupakan suatu gejala nyeri yang dapat timbul dan 2 kelompok lainnya untuk percobaan nyeri gigi.
ketika terkena bermacam-macam rangsangan, Rasa nyeri pada mencit adalah 5 tingkat (skor) yang
antara lain; rangsang termis yang ditandai dengan menunjukkan reaksi berupa kontraksi, dimulai dari
perubahan suhu, minum minuman yang panas atau respons tingkat terendah, seperti berikut1:
dingin; mekanis terjadi melalui masuknya makanan 0 = tidak terjadi kontraksi,
yang manis dan lengket, ataupun juga elektris yaitu 1 = terjadi kontraksi lokal pada mukosa tempat
rasa nyeri pada saat gigi dikenai tindakan perawatan rangsangan diberikan,
seperti dibor. Selain adanya rangsangan, nyeri juga 2 = terjadi kontraksi pada mukosa tempat
dapat timbul secara spontan. 2 rangsangan diberikan, dan bibir ipsilateral,
Keluhan nyeri yang dikemukakan oleh 3 = terjadi kontraksi pada mukosa tempat
setiap individu bersifat subyektif yaitu ngilu, rangsangan diberikan, bibir ipsilateral dan
nyeri yang kadang timbul dan berdenyut. Menurut kontralateral, serta gerakan ekstremitas atas
Hawes, 2003, kecemasan dan rasa nyeri merupakan baik ipsilateral maupun kontralateral
dua hal yang sangat berpengaruh terhadap perilaku 4 = terjadi kontraksi pada mukosa tempat
pasien dalam perawatan gigi. Menurut Guyton, rangsangan diberikan, bibir baik ipsilateral
1995, kegagalan dalam mengontrol dan mencegah maupun kontralateral, gerakan ekstremitas
rasa nyeri sewaktu perawatan gigi menjadi masalah atas, ekstermitas bawah baik ipsilateral

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [16]


Berkala Ilmiah Kedokteran Gigi Indonesia

maupun kontralateral. persepsi, proses impuls nyeri yang


Dua penelitian ini menggunakan variasi ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan
perlakuan yang hampir sama yaitu seperti tabel subyektif.7
dibawah ini: Kerusakan jaringan dan inflamasi
menghasilkan berbagai mediator inflamasi seperti
Tabel 1. Variasi Perlakuan bradikinin, prostanoid, sitokin dan peptida termasuk
Kelompok Perlakuan/uji substance P yang dapat merangsang nociceptors
1 Tikus jantan yang dilukai dilukai untuk menimbulkan rasa sakit. Prostanoid mempunyai
Gusinya dan setelah 15 menit, peranan dalam inflamasi dengan menimbulkan rasa
ditetesi ekstrak akar kecubung nyeri serta tanda-tanda keradangan. Salah satu jenis
0.1 ml prostanoid adalah prostaglandin yang merupakan
2 Tikus jantan yang dilukai produk metabolisme asam arakidonat melalui
gusinya
3 Tikus jantan yang dilukai siklooksigenase. Prostaglandin terbentuk dari asam
dipotong giginya hingga bagian lemak tak jenuh yang dikeluarkan oleh sel yang
pulpa dan setelah15 menit, rusak. Sintesis prostaglandin memperkuat jumlah
ditetesi ekstrak akar kecubung rasa sakit yang dialami dengan berperan sebagai pain
0.1 ml activator serta meningkatkan sensitivitas saraf untuk
4 Tikus jantan yang dilukai impuls nyeri.8
dipotong giginya hingga bagian Prostaglandin E2 (PGE2) mempunyai peran
pulpa penting dalam nociception dan inflamasi. Prostaglandin
E2 (PGE2) dihasilkan oleh sel-sel sebagai respon
Hasil dan pembahasan mekanik, suhu (thermal) atau kimia dan inflamasi yang
Pada penelitian ini didapatkan bahwa pemberian menghasilkan sensitisasi atau activation sensory nerve
Datura metel sebanyak 2 tetes (0.1 ml) dengan endings.8 Antioksidan merupakan agen antiinflamasi
konsentrasi 50% dengan frekuensi rangsangan 100 yang bekerja melalui penangkapan radikal bebas
Hz menunjukkan bahwa terjadi adanya pengurangan oksigen yang dilepaskan oleh peroksida. Penurunan
rasa sakit pada mencit, baik pada gigi maupun gusi jumlah prostaglandin E2 (PGE2) dikarenakan
(tabel 2). Hal itu disebabkan karena kandungan pengikatan senyawa prostaglandin G2 (PGG2)
terbesar dari akar Datura metel yaitu alkaloid. dan prostaglandin H2 (PGH2) saat konversi asam
arakhidonat menjadi prostaglandin E2 (PGE2) oleh
Tabel 2. Hasil perlakuan phenolic compound.9
Kelompok Rata-rata pada Keterangan Kedua senyawa tersebut adalah suatu
poin 4 (volt) senyawa endoperoksida yang dihasilkan selama
1 0 - konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin.
2 0.5 - Asam asetat merangsang pelepasan prostaglandin
3 0 (bereaksi ke peritoneum melalui nociceptive neurons yang
hanya pada sensitif terhadap non-steroid anti inflammatory
poin 2 sebesar drug. Kontraksi abdominal akibat induksi asam
115) asetat menyebabkan pelepasan substansi endogen
4 127.5 - seperti prostaglandin, yang dapat menstimulasi
peripheral nociceptor dan neuron yang sensitif
Terjadinya stimulus yang menimbulkan terhadap non-steroid anti-inflamatory drug.9 Oleh
kerusakan jaringan hingga timbulnya pengalaman karena itu, asam asetat yang menyebabkan kontraksi
subyektif mengenai nyeri, terdapat rangkaian abdominal berhubungan dengan mekanisme
peristiwa elektrik dan kimiawi yang kompleks, penghambatan siklooksigenase dalam jaringan
yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. perifer, sehingga mengurangi sintesis prostaglandin
Transduksi adalah proses stimulus noksius diubah dan mengganggu mekanisme transduksi utama
menjadi aktivitas elektrik pada ujung saraf sensorik. dalam afferent nociceptor.10
Proses berikutnya adalah transmisi, dalam proses Alkaloid tertentu mempunyai kemampuan
ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik mengurangi rasa nyeri (analgesik) dan bersifat
perifer yang meneruskan impuls ke medulla spinalis, sebagai penenang. Kandungan alkaloid menyebabkan
kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls antinociception dan terjadi keterlibatan jalur oksida
dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus L-arginin-nitrat. Ekstrak analgesik sebagian besar dari
serta hubungan timbal balik antara thalamus dan nalokson dan prekursor oksida nitrat, L-ARG. Fakta
cortex. Proses ketiga adalah modulasi yaitu aktivitas menunjukan bahwa alkaloid diberikan oleh rute yang
saraf yang bertujuan mengontrol transmisi nyeri. berbeda, pameran antinociception yang signifikan
Suatu jaras tertentu telah ditemukan di sistem saraf ketika dinilai terhadap yang neurogenik dan capsaicin
pusat yang secara selektif menghambat transmisi induced respon algesic tampaknya relevan.11
nyeri di medulla spinalis. Proses terakhir adalah

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [17]


Pemanfaatan Ekstrak Kecubung untuk Mengatasi Nyeri

Alkaloid telah dibuktikan memiliki 1. Pertumbuhan Pityrosporum ovale.


antiprostagladin dan antiinflamasi. Fraksi alkaloid 2008. Available on: http://eprints.undip.
bekerja dengan cara menghambat pembentukan ac.id/24411/1/Alun.pdf
prostaglandin. Ada kaitan antara dosis fraksi 2. Taylor C, Carol L and Pricilla L.
alkaloid dengan hambatan prostagladin12. Fundamental Of Nursing, The Art and
Penghambatan sintesis dan pelepasan prostagladin Science of Nursing. Lippicott Philadelphia;
merupakan mekanisme utama yang terjadi pada 1997.p.267.
proses nonsteroidal anti inflammatory drugs 3. Moriyama, Tomoko, Tomohiro Higashi,
(NSAIDs) atau obat nonsteroid anti keradangan Kazuya Togashi, Tohko Iida, Eri Segi,
di dalam tubuh. NSAIDs menghasilkan analgesia Yukihiko Sugimoto, Tomoko Tominaga,
dan mengurangi inflamasi. Dengan tindakan ini, Shuh Narumiya and Makoto Tominaga.
NSAIDs mengurangi sensitisasi neuron afferent Sensitization of TRPV1 by EP1 and IP
oleh prostaglandin untuk tindakan analgesik reveals peripheral nociceptive mechanism
bradikinin dan mediator rangsangan nyeri lainnya. of prostaglandins. J.Molecular Pain
Kemungkinan besar bahwa ekstrak akar Datura 2005;1(3):1-2.
metel menginduksi analgesia dengan menghambat 4. Bukhari IA, Khan RA, Gilani AH,
produksi dan pelepasan prostaglandin atau Ahmed S and Saeed SA. Analgesic, Anti-
memblokir reseptor prostagladin.13 inflamatory and Anti-platelet Activity
of The Methanolic Exctract of Acacia
Kesimpulan Modesta Leaves. Inflammopharmacolgy
Kandungan Alkaloid pada ekstrak akar Datura 2010; 18:191-2.
metel dengan konsentrasi 50% sebanyak 0.1 ml 5. Prabhu VV, Nalini N, Chidambarathan
yang diberikan dapat mengurangi nyeri gigi dan N and Kisan SS. Evaluation of Anti
dapat menghilangkan nyeri gusi pada mencit. Inflammatory and Analgesic Activity of
Tridax Procumber Linn Againts Formalin,
Acetic Acid and CFA Induced Pain Models.
Saran Int J Pharm Pharm Sci 2011; 3(2): 129.
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan 6. Sunariyani, Jenny, dkk. Pengaruh Alkohol
pemanfaatan ekstrak akar Datura metel dapat Terhadap Penjalaran Impuls Pada Tikus
dikembangkan menjadi obat herbal sehingga dapat Putih. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi
menurunkan presentase nyeri gigi dan gusi pada Dental Journal 2000; 119.
masyarakat luas. 7. Santos, Adair, dkk. Antinociceptive
Properties of the New Alkaloid, cis-8,10-
Daftar pustaka Di-NPropyllobelidiol Hydrochloride
1. Sessle, BJ. Orofacial Pain and Headache, Dihydrate Isolated from Siphocampylus
editor by Yair Sharav and Rafael B. verticillatus: Evidence for the Mechanism
Philadelphia: Mosby Elsevier; 2008.p.76. of Action. The Journal of Pharmacology
2. Walton RE, Torabinejad M. Prinsip dan and Experimental Therapeutics
praktek ilmu endodonsi. Alih bahasa: 1999;289(1):416-7.
Narlan S, Winiati S, Bambang N. ed ke-3. 8. Prempeh, ABA dan J Mensah-Attipoe.
Jakarta: EGC; 2008.p.33,331-2. Analgesic Activity of Crude Aqueous
3. Mechlisch DR. The Efficacy of Extract of the Root Bark of Zanthoxylum
Combination Analgesic Therapy in Dental Xanthoxyloides. Ghana Medical Journal
Pain. J Am Dent Assoc 2002; 133:861-71. 2008;42(2): 79-84.
4. Utami, Prapti. Buku Pintar Tanaman Obat.
Jakarta: Agromedia; 2008.p.123.
5. Pratama, Alun D. Perbandingan Efektifitas
Air Perasan Daun Datura metel (Datura
metel L.) 100% dengan Ketokonazol 1%
secara In-vitro terhadap Pertumbuhan
sPitrosporum ovale. 2008. Available on:
http://eprints.undip.ac.id/24411/1/ Alun
.pdf
6. Pratama, Alun Dhika. Perbandingan
Efektifitas Air Perasan Daun Kecubung
( Datura metel L. ) 100% dengan
Ketokonazol 1% Secara Invitro Terhadap

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [18]


Berkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia

Literature Study

Potensi Periodontal Ligament Stem Cell


sebagai Terapi Pasca Bedah Eksisi Tulang
Alveolar pada Penderita Ameloblastoma
Nayu Nur Annisa Sholikhin 1, Achmad Zam Zam Aghazy1

Abstract
Ameloblastoma is a benign tumor derived from epithelial odontogenic. Ameloblastoma is an
odontogenic tumor variants of the most common with a prevalence of 66.67%. The growth of abnormal
cells can destroy the tissue surrounding alveolar bone. Surgical excision is required to minimize the
high recurrenc of ameloblastoma, the procedure is not only remove tumor, but also most of the normal
alveolar bone surrounding it. Some therapies can be done to restore the alveolar bone after excision, one
of which is PDLSC (Periodontal ligament Stem Cell). This Literature study aims to examine the therapeutic
potential of PDLSC as alveolar bone after surgical excision in patients with ameloblastoma. PDLSC
stem cell is good because it has a higher proliferation compared derivate Bone Marrow Mesenchymal
Stem Cell (BMMSC). Additionally PDLSC more efficient in the utilization of third molar post-extraction
in the case of impaction and post-extraction premolars orthodonti therapy. PDLSC an isolated stem cells
from the periodontal ligament of teeth have been extracted by using fluorescence activated. Periodontal
ligament is a specialized tissue located between the cementum and alveolar bone that has the role of
raising and maintaining the position of teeth. Periodontal ligament containing stro-1 that have the
potential to differentiate into a phenotype adipogenic, condrogenic and osteogenic. The expressed of
stro-1 on the surface of the periodontal ligament showed that periodontal ligament stem cells have the
ability to differentiate into osteoblasts. Based on this theory, it can be concluded that periodontal ligament
cells can potentially be used as alveolar bone regeneration therapy in patients with ameloblastoma.
Keywords: ameloblastoma, periodontal ligament stem cell, alveolar bone

Abstrak
Ameloblastoma adalah suatu tumor jinak yang berasal dari epitel odontogen. Ameloblastoma
merupakan jenis tumor dengan prevalensi tinggi mencapai 66,67% dari keseluruhan kejadian tumor
odontogenik. Pertumbuhan abnormal sel pada ameloblastoma dapat merusak jaringan di sekitar tulang
alveolar. Bedah eksisi dibutuhkan untuk meminimalisir kambuhnya ameloblastoma, prosedur bedah eksisi
tidak hanya menghilangkan tumor tapi juga tulang alveolar sekitar. Salah satu terapi yang dapat digunakan
untuk memperbaiki tulang alveolar setelah eksisi adalah PDLSC (Periodontal ligament Stem Cell).
Artikel studi literatur ini bertujuan untuk menguji potensi terapi PDLSC sebagai tulang alveolar setelah
eksisi bedah pada pasien dengan ameloblastoma. Stem cell PDLSC baik karena memiliki proliferasi lebih
tinggi dibandingkan derivat Bone Marrow Stem Cell Mesenchymal (BMMSC). Periodontal Ligament Stem
Cell (PDLSC) dapat diisolasi dari gigi molar ketiga yang dicabut karena impaksi dan gigi premolar yang
dicabut untuk perawatan ortodonti. PDLSC mempunyai kapasitas proliferasi yang lebih tinggi dibandingkan
bone marrow stem cells. Ligamen periodontal adalah jaringan yang terspesialisasi yang berada diantara
sementum dan tulang alveolar dan memiliki peranan dalam memelihara dan menyangga gigi. Periodontal
mengandung CD-146 / STRO-1 positif yang dapat berdiferensiasi menjadi fenotip adipogenik, osteogenik,
dan kondrogenik. Terekspresinya STRO-1 pada permukaan PDLSC mengindikasikan bahwa PDLSC
memiliki prekursor osteogenik yang dapat terdiferensiasi menjadi osteoblas. Berdasarkan teori ini, dapat
disimpulkan bahwa ligament periodontal dapat digunakan sebagai terapi regenerasi tulang alveolar pada
pasien ameloblastoma.
Kata kunci : ameloblastoma, Periodontal Ligament Stem Cell (PDLSC), tulang alveolar

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [19]


Potensi Periodontal Ligament Stem Cell sebagai Terapi

Pendahuluan kejadian ameloblastoma mencapai 1-3 % dari


Prevalensi ameloblastoma mencapai 66,67% keseluruhan kejadian tumor dan kista rahang. Tumor
dari keseluruhan kejadian tumor odontogenik. ini bersifat unisentrik, nonfungsional, pertumbuhannya
Ameloblastoma sering muncul sebagai tumor yang intermiten, secara anatomis jinak dan persisten secara
tumbuh secara lambat, menimbulkan pembengkakan klinis. 6
tanpa rasa sakit, menyebabkan ekspansi tulang a. Perkembangan ameloblastoma
kortikal, perforasi lingual ataupun buccal.1 Apabila Ameloblastoma tumbuh secara lambat
tidak segera dirawat, ameloblastoma tumbuh dan lokal invasif. Secara klinis ameloblastoma
ke segala arah secara lambat membentuk massa merupakan neoplasma jinak, terjadi lebih sering
yang lebih massif, menginvasi jaringan lunak dan pada ramus mandibula dibanding pada maksila7
menghancurkan tulang baik dengan tekanan secara yaitu mencapai 99,1 % .8
langsung ataupun dengan memicu resorpsi tulang Pada tahap awal ameloblastoma, tulang
oleh osteoklas.2 keras dan mukosa diatasnya masih berwarna
Ameloblastoma memiliki kecenderungan normal, berikutnya tulang mulai menipis dan ketika
rekurensi yang tinggi, sehingga diperlukan teresobsi seluruhnya tumor yang menonjol terasa
perawatan secara radikal untuk menekan terjadinya lunak dan dapat memiliki gambaran berlobul pada
rekurensi. Bedah eksisi lebih banyak dipilih radiografi. Dengan pembesarannya, tumor tersebut
sebagai penanganan ameloblastoma karena dapat mengekspansi tulang kortikal yang luas
mampu menekan rekurensi tumor yang tinggi. dan memutuskan batasan tulang serta menginvasi
Pengangkatan tumor dengan prosedur eksisi tidak jaringan lunak. Pada tahap ini penderita akan
hanya mengikutkan tumor saja tetapi juga sebagian menyadari adanya pembengkakan yang progresif.
tulang normal yang mengelilinginya.3 Sehingga Ketika menembus mukosa, permukaan tumor dapat
konsekuensinya penderita kehilangan sebagian menjadi memar dan mengalami ulserasi akibat
tulang alveolar. penguyahan. Pada tahap lebih lanjut, kemungkinan
Sebagai terapi untuk mengganti defek ada rasa sakit didalam atau sekitar gigi dan gigi
alveolar pasca pembedahan, bone graft kurang tetangga dapat goyang bahkan tanggal.2
memberikan hasil yang memuaskan karena
berisiko terjadi penolakan dalam tubuh.4 Perawatan
menggunakan bahan sintetis juga memiliki
b. Etiologi terjadinya ameloblastoma
Beberapa ahli mengatakan bahwa
kelemahan menyebabkan reaksi benda asing dan
ameloblastoma dapat terjadi setelah pencabutan
peradangann 5
gigi, pengangkatan kista dan atau iritasi lokal dalam
Perkembangan ilmu terbaru merekomendasikan
rongga mulut. Ameloblastoma berasal dari sumber-
stem cell sebagai pilihan perawatan untuk memperbaiki
sumber; sisa sel organ enamel (hertwig’s sheat, epitel
kerusakan jaringan tubuh. Termasuk defek tulang alveolar
rest of mallassez), gangguan pertumbuhan organ
yang dapat diperbaiki dengan regenerasi jaringan
enamel, epitel dinding kista odontogenik terutama
menggunakan dental stem cell. PDLSC (Periodontal
kista dentigerous dan sel epitel basal permukaan
Ligament Stem Cell) merupakan dental stem cell dengan
rongga mulut. 8
daya poliferasi yang tinggi dan mudah didapatkan.
Ameloblastoma merupakan tumor basaloid
Penelusuran pustaka ini bertujuan untuk menelaah potensi
yang memiliki tingkat keganasan rendah, namun
PDLSC sebagai terapi pasca bedah eksisi tulang alveolar
mampu mengalami perubahan tingkat keganasan
pada penderita ameloblastoma.
dari rendah hingga tinggi. Tumor ini memiliki
kecenderungan rekurensi sangat tinggi.2
Tinjauan pustaka
a. Ameloblastoma c. Penanganan ameloblastoma
Ameloblastoma merupakan tumor Perawatan ameloblastoma beragam mulai
odontogenik yang paling umum terjadi. Tingkat dari kuretase sampai reseksi tulang yang

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [20]


Berkala Ilmiah Kedokteran Gigi Indonesia

luas, dengan atau tanpa rekonstruksi. Konsekuensi dari penangan dengan


Radioterapi tidak diindikasikan karena lesi ini prosedur ini penderita akan kehilangan sebagian
radioresisten. Pemeriksaan kembali sangatlah tulang alveolar. Oleh karena itu, perawatan
penting karena hampir 50% kasus rekurensi terjadi regenerasi tulang alveolar perlu dilakukan sebagai
pada lima tahun pertama pasca operasi.3 Beberapa perbaikan defek alveolar pasca eksisi.
studi menunjukkan tingkat rekurensi ameloblastoma
adalah 50-90%9 pasca kuretase. Kuretase tumor
Stem cell
dapat meninggalkan tulang yang sudah diinvasi oleh
Saat ini stem cell menjadi pilihan perawatan
sel tumor. 3
yang paling direkomendasikan untuk regenerasi
1 Enukleasi berbagai jaringan termasuk tulang alveolar. Stem
Enukleasi merupakan pengangkatan tumor cell atau yang biasa disebut sel induk adalah sel
dengan mengikisnya dari jaringan normal yang ada yang dalam perkembangan embrio manusia menjadi
disekelilingnya10. Enukleasi menyebabkan kasus sel awal yang tumbuh menjadi berbagai organ
rekurensi hampir tidak dapat dielakkan. Enukleasi manusia. Sel ini belum terspesialisasi dan mampu
yang merupakan perawatan konservatif diindikasikan meregenerasi diri sendiri.
pada penderita usia muda dan ameloblastoma Dental stem cell adalah stem cell yang
unikistik. Sedangkan indikasi perawatan radikal berada atau didapat pada gigi. Baik ketika gigi masih
yaitu bedah eksisi adalah ameloblastoma tipe menjadi benih maupun sudah erupsi.12 Dental stem
solid dengan tepi yang tidak jelas, lesi dengan cell dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya :
gambaran soap bubble, lesi yang tidak efektif Dental Follicle Stem Cell (DFSC), Stem cells from
dengan penatalaksanaan secara konservatif dan human exfoliated deciduous teeth (SHED), Dental
ameloblastoma ukuran besar. 11 pulp stem cells (DPSC), Apical part of the Papilla
2 Bedah Eksisi Stem Cell (APSC), Periodontal ligament stein cells
Perawatan ameoblastoma yang paling (PDLSC). 15
direkomendasikan dan banyak dilakukan adalah
prosedur bedah eksisi. Eksisi merupakan prosedur
Periodontal Ligament Stem Cell
pengangkatan tumor yang meliputi neoplasma
Ligamen periodontal adalah jaringan yang
sampai jaringan sehat yang berada di bawah
terspesialisasi yang berada diantara sementum
tumor. Prosedur ini dapat menekan terjadinya
dan tulang alveolar dan memiliki peranan dalam
rekurensi sebab eksisi tidak hanya mengangkat
memelihara dan menyangga gigi. Ligament
tumor saja tetapi juga sebagian tulang normal yang
periodontal mengandung marker untuk stem cell,
mengelilinginya.3
yaitu CD-146 / STRO-1 positif yang berfungsi untuk
memelihara kekuatan sel tersebut. Marker STRO-
1 ini secara vitro, dapat berdiferensiasi menjadi
fenotip adipogenik, osteogenik, dan kondrogenik.14
Periodontal Ligament Stem Cell (PDLSC)
dapat diisolasi dari gigi premolar yang dicabut untuk
perawatan ortodonti, gigi sulung yang dicabut, dan
gigi molar ketiga yang dicabut karena impaksi.
PDLSC mempunyai kapasitas proliferasi yang lebih
tinggi dibandingkan bone marrow stem cells.15

Gambar 1. Eksisi pada prosedur eksisi tidak hanya dilakukan


pengangkatan seluruh massa tumor namun juga mengikut
sertakan jaringan tulang sehat disekitarnya3.

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [21]


Potensi Periodontal Ligament Stem Cell sebagai Terapi

terdiferensiasi menjadi osteoblas. Tahapan


dalam pembentukan osteoblas melibatkan sejumlah
gen spesifik dan pada tiap tahapan tersebut nampak
ciri fenotip.18 PDLSC merupakan multipotent
mesenchymal stem cell yang dapat berdiferensiasi
menjadi beberapa sel, antara lain adiposit, kondrosit,
dan osteosit. Hal ini dibuktikan melalui penelitian
dengan mengisolasi dan mengkarakterisasi PDLSC
manusia.12 Untuk mengetahui induksi osteogenik,
PDLSC diuji dengan menggunakan Alizarine Red S
Staining untuk mengetahui ekspresi ALP dan BSP.
Gambar 2. Isolasi PDLSC 14 (A)Pencabutan Molar ketiga Hasilnya, ekspresi BSP nampak pada hari ke-7 dan
pada manusia menunjukkan perlekatan ligamen periodontal
pada permukaan akar gigi (tanda panah). (B) kultur dari ASP nampak pada hari ke-14.15
PDLSC. (C) Tampak kumpulan sel ligament periodontal Induksi adipogenik pada PDLSC dapat
yang membentuk koloni tunggal setelah dilakukan pengecatan
dengan Toluidine blue 0,1%. (D-E) Pengecatan diketahui menggunakan Oil Red O Staining dengan
Immunocytochemical menunjukkan bahwa kultur mengamati ekspresi PPARγ2. Hasilnya, ekspresi
PDLSC mengekspresikan STRO-1 (Gb. D) dan CD 146 (Gb.
E), keduanya merupakan mesenchymal progenitor markers. (F- PPARγ2 nampak pada hari ke-25. Untuk mengetahui
G) Pada pengecatan immunohistochemical (F) dan fluorescence
induksi kondrogenik, PDLSC diuji menggunakan
(G), menunjukkan adanya antibodi STRO-1 pada jaringan
periodontal. Toluidine Blue Staining dengan mengamati ekspresi
kolagen tipe II. Hasilnya, pada hari ke-21 nampak
PDLSC merupakan sel heterogen yang ekspresi kolagen tipe II dan glikosaminoglikan.13
memiliki potensi replikasi dan dapat membentuk Pembentukan osteoblas dibagi menjadi beberapa
single-cell colony. PDLSC memiliki perangkat tahapan, diantaranya bipoten mesenchymal stem
stem cell yang penting dan memiliki peran untuk cell, tripoten mesenchymal stem cell, commited
perbaikan diri, multipotensi, serta mengekspresikan osteoprogenitor cell, preosteoblas, osteoblas dan
mesenchymal stem cell marker, antara lain CD 105, osteosit. Pada tahapan bipoten mesenchymal stem
CD 166 dan STRO-1 pada permukaan selnya.16 cell dan tripoten mesenchymal stem cell, PDLSC
PDLSC mengandung banyak organel berdiferensiasi menjadi adiposit, kondrosit dan
sel, diantaranya mitokondria, ribosom, reticulum osteosit. Pada tahap ini cirri fenotip yang nampak
endoplasma kasar dan matriks ekstraselular. Kolagen pada PDLSC antara lain renewing-cell, ekspresi
fibril yang dihasilkan PDLSC lebih besar dan tebal STRO-1, ALP, dan kolagen tipe I, III, V.
jika dibandingkan dengan APSC pada kondisi yang Pada tahapan commited osteoprogenitor
sama.17 Strategi terapi regenerasi jaringan periodontal cell, gen MSX-2 menstimulasi peningkatan ekspresi
adalah untuk mengendalikan peradangan dan faktor transkripsi RUNX-2. Faktor transkripsi
merangsang stem cell progenitor untuk meregenerasi RUNX-2 adalah faktor yang dibutuhkan untuk
jaringan periodontal baru.17 Dengan menggunakan diferensiasi osteoblas. MSX-2 bersama dengan
pengecatan immunohistochemical dan western RUNX-2 mengatur transkripsi osteocalcin yang
blot analysis menunjukkan bahwa kultur PDLSC dibutuhkan untuk proses mineralisasi tulang.19 Pada
mengekspresikan sejumlah marker osteoblasik/ tahap pre-osteoblas, TGFβ berperan untuk merekrut
sementoblastik antara lain alkaline phosphatase dan menstimulasi proliferasi sel osteoprogenitor.
(ASP), bone sialoprotein (BSP), osteocalcin dan Selanjutnya, sel osteoprogenitor akan diekspresikan
TGFβ receptor.14 oleh faktor transkripsi RUNX-2 yang sangat
STRO-1 merupakan colony-forming dibutuhkan untuk diferensiasi osteoblas dengan
osteogenic precursor yang dapat diisolasi dari sum- bantuan MSX-2 sehingga sel osteoprogenitor
sum tulang. Terekspresinya STRO-1 pada permukaan berdiferensiasi menjasi sel pre-osteoblas. Ciri yang
PDLSC mengindikasikan bahwa PDLSC memiliki nampak pada tahap ini antara lain proliferasi sel ALP,
prekursor osteogenik yang dapat kolagen tipe I, BSP dan PTH-related protein

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [22]


Berkala Ilmiah Kedokteran Gigi Indonesia

receptor dan dengan menggunakan normal di sekitar tumor. Sehingga akan terdapat
pengacatan immunohistochemical dan western blot defek tulang alveolar pasca dilakukannya eksisi.
analysis. Tahap pembentukan osteoblas diperantarai Oleh karena itu diperlukan sebuah terapi untuk
oleh gen RUNX-2 dan DLX-5.20 Pada tahap akhir memperbaiki defek tulang alveolar tersebut.
pembentukan osteoblas, TGFβ akan menghentikan Penelitian terbaru menyimpulkan bahwa
diferensiasi dan mineralisasi dari osteoblas dengan perawatan regenerasi jaringan menggunakan stem
cara meghambat ekspresi gen RUNX-2, sehingga sel cell akan lebih mengutungkan. Stem cell merupakan
tidak berpoliferasi secara terus menerus. Pada tahap sel multipoten yang dapat berdiferensissi menjadi
ini, cirri fenotip yang tampak antara lain, ALP, BSP, osteoblas dan osteosit dan membentuk tulang baru.
kolagen tipe I, osteopoietin, osteoclacin dan PTH- Dental stem cel adalah stem cell yang berada atau
related protein receptor.13 didapat pada gigi. Berdasarkan asalnya Dental
ALP merupakan enzim yang disekresi oleh stem cell dibagi menjadi beberapa jenis, salah
osteoblas pada saat osteoblas tersebut aktif. Enzim satunya adalah Periodontal ligament stem cells
ini berfungsi untuk meningkatkan konsentrasi (PDLSC). PDLSC mudah didapatkan serta efisien
fosfat inorganik dan mengaktifkan sabut kolagen dalam pemanfaatan gigi pasca ekstaksi , sebab
sehingga dapat menyebabkan pengendapan garam- dapat diisolasi dari gigi premolar yang dicabut
garam kalsium. ALP dalam darah merupakan untuk perawatan orthodonsia, juga dapat diperoleh
indicator kecepatan pembentukan tulang. Kolagen dari gigi sulung yang telah dicabut dan gigi molar
tipe I merupakan matriks organik yang menyusun ketiga yang dicabut karena impaksi. PDLSC
90% tulang. Protein non-kolagen yang menyusun memiliki potensi replikasi dan dapat membentuk
tulang antara lain osteopoietin, osteonectin dan single-cell colony. PDLSC memiliki perangkat
BSP. Protein-protein tersebut memiliki aktivitas stem cell yang penting dan memiliki peran untuk
untuk mengikat kalsium yang bertanggung jawab perbaikan diri, multipotensi, serta mengekspresikan
pada regulasi hidroksi apatit. BSP dan osteopoietin mesenchymal stem cell marker. Keberadaan marker
mengandung asam amino arggly-asp dan dapat osteoblasik/sementoblastik yang di ekspresikan
memediasi perlekatan osteoblas pada matriks tulang. PDLSC seperti alkaline phosphatase (ASP), bone
Ekspresi dari osteocalcin berhubungan dengan sialoprotein (BSP), osteocalcin dan TGFβ receptor
regulasi masa tulang.21 mengindikasikan adanya progenitor cell dalam
Membran sel osteoblas memiliki reseptor PDLSC yang mempunyai peranan dalam mengatur
yang mengikat hormone paratiroid. Hormon homestasis jaringan dan regenerasi tulang alveolar.
paratiroid dapat meningkatkan permeabilitas Terekspresinya STRO-1 pada permukaan
membrane osteosit dan mengaktifkan pompa kalsium PDLSC mengindikasikan bahwa PDLSC memiliki
dengan kuat sehingga terjadi difusi ion kalsium ke prekursor osteogenik yang dapat terdiferensiasi
dalam membrane osteoblas. Selanjutnya, pompa menjadi osteoblas. Tahapan dalam pembentukan
kalsium disisi lain dari sel akan memindahkan ion osteoblas melibatkan sejumlah gen spesifik dan pada
kalsium yang tersisa kedalam cairan ekstavaskuler.22 tiap tahapan tersebut nampak ciri fenotip. PDLSC
merupakan multipotent mesenchymal stem cell
yang dapat berdiferensiasi menjadi beberapa sel,
Pembahasan
antara lain osteosit, adiposit dan kondrosit. Pada
Ameloblastoma merupakan varian tumor
tahapan awal pembentukan osteoblas yaitu bipoten
odontogenik yang paling sering terjadi. Perawatan
mesenchymal stem cell dan tripoten mesenchymal
yang paling banyak dipilih untuk menangani
stem cell, PDLSC berdiferensiasi menjadi adiposit,
ameloblastoma adalah bedah eksisisi. Bedah eksisi
kondrosit dan osteosit. Pada tahap ini cirri fenotip
lebih menguntungkan karena dapat menekan
yang nampak pada PDLSC antara lain renewing-
terjadinya rekurensi tumor. Dalam prosedurnya,
cell, ekspresi STRO-1, ALP, dan kolagen tipe I, III,
bedah eksisi tidak hanya menyingkirkan tumor saja
V.
akan tetapi juga menghilangkan sebagian tulang
Gen MSX-2 menstimulasi peningkatan

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [23]


Potensi Periodontal Ligament Stem Cell sebagai Terapi

ekspresi faktor transkripsi RUNX-2 pada perbaikan defek tulang alveolar pasca pembedahan
tahapan commited osteoprogenitor cell. Faktor eksisi pada penderita ameloblastoma.
transkripsi RUNX-2 adalah faktor yang dibutuhkan
untuk diferensiasi osteoblas. MSX-2 bersama Daftar pustaka
dengan RUNX-2 mengatur transkripsi osteocalcin 1 Ghandhi D, Ayoub AF, Anthony
M,MacDonald G, Brocklebank LM, Moos
yang dibutuhkan untuk proses mineralisasi tulang.. KF.Ameloblastoma: a surgeon’s dilemma. J
Pada tahap pre-osteoblas, TGFβ berperan untuk Oral Maxillofac Surg 2006;64:1010–4.
menstimulasi proliferasi sel osteoprogenitor yang 2 Archer WH. A Manual of Oral Surgery. 1st
selanjutnya akan diekspresikan oleh faktor transkripsi Ed. Philadelphia; W.B.Saundessrs Company;
1952.p. 313.
RUNX-2 dengan bantuan MSX-2. Sehingga sel 3 Shafer GS, Hine MR, Levy BM. A text book of oral
osteoprogenitor berdiferensiasi menjasi sel pre- pathology, 4thed.Philadelphia: WB Sauders Co;
osteoblas. Ciri yang nampak pada tahap ini antara 1983.p.276-85.
lain proliferasi sel ALP, kolagen tipe I, BSP dan 4 Carranza FA, McClain P, Schallorn R.
Regenerative osseous surgery. In: Newman,
PTH-related protein receptor. Tahap pembentukan Takei, Carranza, Carranza’s clinical
osteoblas diperantarai oleh gen RUNX-2 dan DLX- periodontology. 9ed Philadelphia: WB
5. Saunders Co.;2002
5 Nugraha DE, Bahan-Bahan Cangkok yang
Pada tahap akhir pembentukan osteoblas,
Digunakan pada Rahang Atas dan Dalam
TGFβ akan menghentikan diferensiasi dan Bedah Mulut.2012. Akses 6 september
mineralisasi dari osteoblas dengan cara meghambat 2012 Available on: http://www.scribd.
com/doc/96663147/Materialgraft-Yang-
ekspresi gen RUNX-2, sehingga sel tidak Digunakan-Pada-Bedah-Mulut-Dan-
berpoliferasi secara terus menerus. Pada tahap ini, Maxillofacial
cirri fenotip yang tampak antara lain, ALP, BSP, 6 Ghom,A Maskhe, Shubangin. Textbook of oral
pathology.New Delhi: Jaypee Brother Medical
kolagen tipe I, osteopoietin, osteoclacin dan PTH-
Publisher; 2008.
related protein receptor. ALP merupakan enzim yang 7 Reichart PA, Philipsen HP, Sonner S.
disekresi oleh osteoblas pada saat osteoblas tersebut Ameloblastoma: biological profile of 3677
aktif. Enzim ini berfungsi untuk meningkatkan cases”. Eur J Cancer B Oral Oncol. 1995;31B
(2): 86–99. PMID 7633291.
konsentrasi fosfat inorganik dan mengaktifkan sabut
8 Adekey EO, McLavery K. Recurrent
kolagen sehingga dapat menyebabkan pengendapan Ameloblastoma of the Maxillofacial region.
garam-garam kalsium. ALP dalam darah merupakan Clinical features andtreatment. J Maxillofac
indikator kecepatan pembentukan tulang. Kolagen Surg 1986;14:153-7.
9 De Haantjes van Het Oosten. Klasifikas
tipe I merupakan matriks organik yang menyusun
Ameloblastoma. 2010. Akses 6 Sptember
90% tulang. Protein non-kolagen yang menyusun 2012. Available on : http://potooloodental.
tulang antara lain osteopoietin, osteonectin dan blog.com/?p=257
BSP. Protein-protein tersebut memiliki aktivitas 10 Yudha HS, Diagnosa dan Penanganan
Ameloblastoma/Adamantinoma.2012 diakses
untuk mengikat kalsium yang bertanggung jawab
tanggal 24 Agustus 2012. Available on:
pada regulasi hidroksi apatit. BSP dan osteopoietin herrysetyayudha.wordpress.com/2012/03/25/
mengandung asam amino arggly-asp dan dapat diagnosa-dan-penanganan-ameloblastoma-
memediasi perlekatan osteoblas pada matriks tulang. adamantinoma
11 Ohishi M. Management of mandibula ameloblastoma
Ekspresi dari osteocalcin berhubungan dengan
the clinical basis for tratment alogaritm. J Oral
regulasi masa tulang. Maxillofacial Surgery 1999:37.
12 Bluteau G, HU Luder, C Debari, TA Mitsiadis.
Stem Cell for Tooth Engineering. Eur Cell and
Kesimpulan Material 2008;16:1-9.
Berdasarkan kajian literatur ini dapat disimpulkan 13 Gay IC, Chen S, MacDougall M. Isolation
bahwa PDLSC mampu berdiferensiasi menjadi and Characterization of Multipotent Human
Periodontal Ligament Stem Cells. Orthodontics
osteoblas dan merangsang regenerasi tulang dengan
and Craniofacial Research 2007;10(3):149-60.
baik. Sehingga dapat dimanfaatkan untuk terapi 14 Seo BM, Miura M, Gronthos S, Bartold PM,

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [24]


Berkala Ilmiah Kedokteran Gigi Indonesia

1 Batouli S, Brahim J, Young M, Robey PG, Wang CY, Shi S. Investigation of Multipotent Postnatal
Stem Cells from Human Periodontal Ligament. Lancet 2004;364(9429):149-55.
2 Morsczek C. Gene Expression of runx2, Osterix, c-fos, DLX-3, DLX-5, and MSX-2 in Dental Follicle
Cells during Osteogenic Differentiation In Vitro. Calcif Tissue Int. 2006;78(2):98-102.
3 Isaka J, Ohazama A, Kobayashi M, Nagashima C, Takiguchi T, Kawasaki H, Tachikawa T, Hasegawa
K. Participation of Periodontal Ligament Cells with Regeneration of Alveolar Bone. J Periodontol
2001;72(3):314-323.
4 Yi Liu, Ying Z, Gang D, Dianji F, Chunmei Z, Peter MB, Stan G, Songtao S, Songlin. Periodontal
Ligament Stem Cell-Mediated Treatment for Periodontitis in Miniature Swine. Stem Cell 2008;26
(4): 1065–73.
5 Hughes J, Wendy T, Georgeous B, Gianlucca M. Effects of Growth Factors and Cytokines on Osteoblas
Differentiation. Periodontology 2000 2006;41:51-54.
6 Cho, Moon-Il and Garant, Philias R. Expression and Role of Epidermal Growth Factor Receptors
during Differentiation of Cementoblasts, Osteoblass, and Periodontal Ligament Fibroblasts in The
Rat. The Anatomical Record 1996;245:342–360.
7 Yoshinori S, Tatsuya Y, Fumio T, Mika I, Osamu I, Kazuhiro O K H, Kotaro I, Masuo O, Hiroyuki
K. A Cell Line with Characteristics of The Periodontal Ligament FIbroblasts is Negatively Regulated
for Mineralization and Runx2/Cbfa1/Osf2 Activity, Part of Which Can be Overcome by Bone
Morphogenetic Protein-2. Journal of Cell Science 2002;115:4191-4200.
8 Karina GS, Bruno BB, Márcio ZC & Enílson AS, Francisco HN Jr. Stem Cells: Potential Therapeutics
for Periodontal Regeneration. Stem Cell Rev 2008;4:13–19.
9 Guyton dan Hall. Medical Physiology. WB Saunder Company; 2005.p.1250.

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [25]


Dental Health’s Card

Advertorial

DENTAL HEALTH’S CARD FOR CHILDREN


(DENTOCHIL) SEBAGAI INSTRUMEN
PENDUKUNG
PENCEGAHAN PENYAKIT GIGI DAN MULUT
PADA ANAK
Imraatul FitriyahA1), Nayu Nur AS1), Adlia Fadia1), Michael Salomo S1), Servy
Aulia1)

ABSTRACT
Dental and oral diseases as caries and gingivitis is one of the most health problems in children. Decreasing
quality of oral health in children is caused by biological factors, such as bacteria. This situation is getting
worse by the lack of knowledge and dental health awareness. On the other hand there are few programs that
support oral health in children. Dental Health’s Card for Children (DENTOCHIL) provides a solution as
instruments that support generally consists of columns of oral health history, health status and progress chart
of dental health, and oral health educations. DENTOCHIL is an innovation in community service, which
care about health issues, particularly the oral health in children. DENTOCHIL designed in an interesting
and practical, easy to understand, while still providing full functionality. In practice the main objectives of
the program DENTOCHIL were children aged 6-12 years attending primary school. They were selected
because it has the highest prevalence of dental caries as a patient and other periodontal diseases. Al-Fath
SD was chosen as a representative sample of the target communities because it has a UKGS which will
support the passage of the program directly. Dental schools will conduct inspections and monitoring of oral
health of children, and students to socialize and play a role in guiding children in the charging instrument.
With the direct involvement of children in this program, is expected to increase the active role of children
and foster awareness of oral health.
KEYWORDS: DENTOCHIL, children, oral health , card

ABSTRAK
Penyakit gigi dan mulut seperti halnya karies dan gingivitis merupakan salah satu masalah kesehatan
yang paling banyak terjadi pada anak. Penurunan kualitas kesehatan gigi dan mulut pada anak disebabkan
oleh faktor biologis, seperti bakteri. Keadaan ini bertambah parah dengan rendahnya pengetahuan dan
kepedulian anak-anak terhadap kesehatan gigi dan mulut serta minimnya program yang mendukung upaya
pencegahan penyakit gigi dan mulut pada anak-anak. Untuk mengatasi permasalahan tersebut program
Dental Health’s Card for Children (DENTOCHIL) memberikan solusi berupa media kartu yang secara
umum berisikan kolom riwayat kesehatan gigi dan mulut, tabel status kesehatan dan perkembangan gigi,
grafik kesehatan gigi anak, dan halaman edukasi kesehatan gigi dan mulut. DENTOCHIL merupakan
inovasi dalam bidang edukasi kesehatan gigi dan mulut. DENTOCHIL didesain secara menarik dan
praktis, mudah dimengerti, namun tetap memberikan fungsi yang maksimal. Dalam pelaksanaannya
masyarakat sasaran utama dari program DENTOCHIL adalah anak-anak usia 6-12 tahun yang duduk di
bangku Sekolah Dasar. Mereka dipilih karena memiliki prevalensi paling tinggi sebagai penderita karies
gigi dan penyakit periodontal lain. SD AL-Fath dipilih sebagai sampel yang mewakili masyarakat sasaran
karena telah memiliki UKGS yang nantinya akan mendukung berjalannya program secara langsung.
Dokter gigi sekolah akan melakukan pemeriksaan dan pemantauan kesehatan gigi dan mulut anak, dan
mahasiswa berperan dalam memberikan sosialisasi serta membimbing anak dalam pengisian instrumen.
Dengan keterlibatan langsung anak-anak dalam program ini, diharap dapat meningkatkan peran aktif dan
menumbuhkan kepedulian anak terhadap kesehatan gigi dan mulut.
KATA KUNCI : DENTOCHIL,anak-anak, kesehatan gigi dan mulut, kartu

1
Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas , Universitas Airlangga

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [26]


Berkala Ilmiah Kedokteran Gigi Indonesia

PENDAHULUAN
Untuk mencapai target pelayanan kesehatan gigi berbagai indicator telah ditentukan WHO, antara lain
anak umur 5 tahun 90% bebas karies, anak umur 12 tahun mempunyai tingkat keparahan kerusakan gigi
(indeks DMF-T) sebesar 1 (satu).1
Namun kenyataannya prevalensi karies gigi anak tetap menjadi masalah klinik yang signifikan. Di
Indonesia data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 melaporkan bahwa prevalensi karies gigi aktif pada
usia 12 tahun sebesar 29,8% dengan indeks DMF-T 0,91 dan mencapai 4,46 pada usia 35-44 tahun 1
Selain itu di wilayah perkotaan, prevalensi penyakit periodontal pada anak meningkat dari 62%-
72% dan prevalensi karies meningkat dari 72%-73%. Didaerah pedesaan, prevalensi penyakit periodontal
pada anak meningkat dari 68% - 89% dan prevalensi karies meningkat dari 66%- 71%. 2
Tingginya angka penyakit gigi dan mulut saat ini sangat dipengaruhi oleh faktor perilaku yang
belum menyadari pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Hal ini salah satunya disebabkan
karena masih minimnya program yang dapat memberikan edukasi kesehatan gigi dan mulut pada anak-
anak secara menyenangkan sehingga proses transfer edukasi kesehatan gigi dan mulut dapat diterima
lebih retentif. Oleh karena itu, penulis memperkenalkan program Dental Health’s Card for Children
(DENTOCHIL).
DENTOCHIL merupakan program edukasi kesehatan gigi dan mulut dengan media kartu yang
diadaptasikan dengan perkembangan psikologis anak. Kartu DENTOCHIL di desain menarik, , edukatif
dan berisi dental record sederhana yang dapat dipahami oleh anak.
Target dari DENTOCHIL adalah timbul komunikasi yang baik antara praktisi kesehatan gigi dan
anak, sehingga anak mampu memahami pentingnya perawatan gigi sejak dini. Program ini diperuntukkan
bagi anak-anak usia 6-12 tahun atau setara dengan pendidikan sekolah dasar. Range usia tersebut dipilih
karena merupakan usia yang rentan terjangkit penyakit gigi dan mulut. 3
Pendekatan yang dilakukan dalam program DENTOCHIL disesuaikan dengan perkembangan
psikologis dan pemahaman anak. Halaman edukasi berisi materi yang disesuaikan dengan pemahaman
kelompok usia. DENTOCHIL dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu untuk anak usia 6-8 tahun ( kelas 1-2 SD)
, untuk anak usia 9-10 tahun ( 3- 4 SD), dan usia 11-12 tahun ( 5-6 SD).
Pelaksanaan program ini kami lakukan di SD Al-Fath, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri. SD
Al-fath merupakan sekolah dasar yang memiliki Unit Kegiatan Gigi Sekolah yang mandiri, sehingga
pelaksanaan program ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

METODE PELAKSANAAN
Pada pelaksanaan program ini Dental Health’s Card for Children (DENTOCHIL) menjadi instrumen utama
dalam penyuluhan kesehatan gigi. Instrumen ini berupa kartu yang berisikan halaman edukasi kesehatan
gigi dan mulut, kolom riwayat kesehatan gigi dan mulut, tabel status kesehatan dan perkembangan gigi,
grafik kesehatan gigi anak serta halaman keluhan pasien anak dan nasihat dokter gigi.
DENTOCHIL menjadi media yang praktis dalam menyimpan informasi riwayat penanganan
kesehatan gigi dan mulut. Selain itu, desain DENTOCHIL yang memperhatikan aspek psikologis
anak terbukti mampu menarik minat anak untuk ikut berpartisipasi dalam pengisian DENTOCHIL.
DENTOCHIL memiliki fungsi ganda yaitu edukasi dini sebagai pencegahan dan media penulisan riwayat
dalam penanganan. Hal-hal seperti status kesehatan dan perkembangan gigi anak dikomunikasikan secara
rutin antara anak dan dokter gigi sekolah. Sehingga, kartu ini menjadi data sekunder bagi dokter gigi dan
pencatat riwayat kesehatan gigi anak yang sederhana sehingga mampu dipahami oleh anak.
Halaman edukasi DEDNTOCHIL berisi mengenai pesan-pesan kesehatan gigi disertai gambar-
gambar menarik dengan materi yang mencakup : (1) Cara menyikat gigi yang benar (2) Makanan dan
Minuman yang menyehatkan gigi serta yang dapat merusak gigi (3) Pengenalan bagian-bagian gigi (4)
kebiasaan-kebiasaan buruk yang dapat merubah oklusi gigi. Materi tersebut diadaptasi dari teori Albert
4
mengenai langkah yang perlu dilakukan untuk memastikan gigi dan mulut berada dalam keadaan yang
sehat.
Sistem pengisian kartu secara mandiri oleh anak mampu mengubah ketidakpedulian anak menjadi
peran aktif dan kemandirian anak dalam memantau kesehatan gigi dan mulut. Adanya kolom bagi anak untuk
bercerita mengenai keluhan gigi dan mulutnya, dan juga kolom untuk menyampaikan nasihat serta motivasi
untuk anak mampu menjadi media bagi praktisi kesehatan gigi dan pasien anak-anak untuk berinteraksi
secara menyenangkan. Lembar edukasi dan pesan-pesan singkat di setiap halaman DENTOCHIL secara
efektif mampu memberikan pemahaman mengenai kesehatan gigi dan mulut kepada anak-anak
Sasaran pelaksanaan DENTOCHIL adalah siswa-siswi SD Al-Fath kecamatan Pare kabupaten
Kediri. Kelas 2 sebanyak 21 siswa , 24 siswa kelas 4 dan klas 5 sebanyak 23 siswa

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [27]


Dental Health’s Card

Pre-test dilaksanakan oleh tim DENTOCHIL sebagai tolak ukur keberhasilan program ini.
Kuisioner dibedakan per tingkat dengan memperhatikan tiga aspek penilaian, yaitu: Kebiasaan menjaga
kesehatan gigi dan mulut (oral hygiene), pengetahuan seputar kesehatan gigi dan mulut, dan peran aktif
anak dalam menangani masalah gigi dan mulut.
Bagan berikut menunjukkan rangkaian dari tahapan pelaksanaan program DENTOCHIL :

Gambar 1. Metode pelaksanaan program

Pemberian sosialisasi DENTOCHIL dilakukan untuk menambah wawasan anak seputar masalah
kesehatan gigi. Bahan dari materi sosialisasi sendiri sudah terdapat pada halaman edukasi DENTOCHIL.
Praktisi kesehatan gigi dapat melakukan screening (pemeriksaan gigi standar) dan mengisi halaman riwayat
kesehatan gigi yang ada pada kartu DENTOCHIL.
Pengisian DENTOCHIL dilakukan pada saat pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut oleh anak
didampingi tim DENTOCHIL dan dokter gigi sekolah.
Empat minggu setelah pra-tes dan pengisian DENTOCHIL, kami mendatangi sekolah target
untuk memantau perkembangannya. Kami membagikan kuisioner pasca-penyuluhan untuk mengukur
keberhasilan program sekaligus untuk menilai perkembangan anak dengan cara memberikan skor hasil tes
dan nantinya dituliskan pada grafik pada halaman DENTOCHIL.

HASIL DAN PEMBAHASAN


DENTOCHIL dilaksanakan sesuai metode yang telah dijelaskan. Melalui pemberian kuisioner evaluasi
efektifitas pra dan post pelaksaan DENTOCHIL, didapatkan hasil berupa grafik mengenai tiga permasalahan
pokok, yaitu:
a) Kebiasaan menjaga kesehatan gigi dan mulut (oral hygiene)
b) Pengetahuan seputar kesehatan gigi dan mulut
c) Partisipasi aktif anak dalam menangani masalah gigi dan mulut

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [28]


Berkala Ilmiah Kedokteran Gigi Indonesia

Gambar 2. Halaman Edukasi Dentochil

Gambar 3. Halaman Dental Record , Table Status Kesehatan Gigi , Grafik Perkembangan Kesehatan Gigi Anak dan
Kolom Interaksi Dokter Gigi dan Anak

Sesuai dengan materi penyuluhan DENTOCHIL kami mengadaptasikan isi halaman edukasi dan
materi penyuluhan ke dalam bentuk bentuk pertanyaan-pertanyaan di dalam kuisioner. Kami menggolongkan
indikator keberhasilan program in dalam tiga aspek yang telah disebutkan sebelumnya. Berdasarkan hasil
kuisioner pra dan post penyuluhan didapatkan hasil di masing-masing kelas pada ketiga aspek penilaian
seperti diagram di bawah ini yang secara pada setiap aspek di semua kelas terjadi peningkatan.

Gambar 2. Grafik hasil penilaian pra dan post pelaksanaan DENTOCHIL

Pada pelaksanaannya, DENTOCHIL mampu menimbulkan komunikasi yang baik antara praktisi
kesehatan gigi dan anak, memberkan pemahaman kepada anak-anak terkait pengetehuan kesehatan gigi dan
mulut, meningkatkan kebiasaan baik dan partisipasi aktif anak dalam memantau dan menangani kesehatan
giginya.
Karena hasil dari pelaksanaan program DENTOCHIL sangat memberikan peningkatan terhadap
tiga aspek indikator kesehatan gigi dan mulut anak sehingga diharapkan terus meningkatkan kesehatan
gigi anak maka langkah selanjutnya yang akan dilakukan adalah dengan melakukan pemantauan di setiap
semester. Monitoring dilakukan pada sampel yang sama dan dengan menambah aspek pengetahuan di
setiap penyuluhan.

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [29]


Dental Health’s Card

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kuisioner pra penyuluhan dan pasca penyuluhan yang dilakukan di SD Al-Fath Pare
Kediri dapat disimpulkan bahwa DENTOCHIL (Dental Health’s Card for Children) mampu meningkatkan
pengetahuan kesehatan gigi dan mulut, membentuk kebiasaan baik anak dalam upaya menjaga kesehatan
gigi dan mulut serta membuat anak peduli dan secara aktif berperan dalam menjaga kesehatan gigi dan
mulut. Sehingga program ini dapat dijadikan sutu alternatif program edukasi kesehatan gigi dan mulut pada
anak.
SARAN
Kami berharap agar program DENTOCHIL dapat terus berperan dalam pencegahan karies dan
manfaatnya terus dirasakan oleh masyarakat. Dentochil juga diharapkan dapat menjadi media penghubung
yang menyenangkan antara praktisi kesehatan gigi dan masyarakat, serta memotivasi pihak-pihak
terkait untuk kembali menggalakan UKGS sekolah sekolah. Gagasan program ini sebaiknya dapat terus
diregenerasi dan berkembang lebih baik di tangan kader-kader selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Prevalensi Karies Gigi Aktif pada Usia 12 Tahun . Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2007.

2. Edi, S. Pengaruh pendidikan kesehatan gigi dan mulut terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan
mulut pada anak usia sekolah di SD Gadungan II Canden Jetis Bantul Yogyakarta. Program Studi Ilmu
Keperawatan. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta. 2005.

3. Rahayu, E.M. Pengaruh pendidikan kesehatan gigi dan mulut terhadap pengetahuan dan sikap anak
kelas V di SD Muhammadiyah Wirobrajan Yogyakarta. Program Studi Ilmu Keperawatan. Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. 2005.

4. Albert DA. Eight Steps to Dental Health. 2009. Diakses dari www.colgate.com/app/CP/US/EN/OC/
Information/Articles/oral-and-dental-health-basics/Oral-Hygiene-Basics/Articles/Eight-Steps-to Dental–
Health.cvsp (19 oktober 2012)

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [30]


Berkala Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia

Literature Study

Potensi Flavonoid yang Terkandung dalam


Propolis Lebah
sebagai Terapi Periodontitis Agresif
Nirmala Maulida K.1, Diah Andryantini1, Isnadia Naba`atin1

Abstract
Periodontal disease is the second most common oral disease in Indonesia, after dental caries. Periodontal
disease was in 7th ranked, survey by Health Department of Semarang. Aggressive periodontiti is one
of periodontitis type, which clinically characterized by attachment loss and alveolar bone loss of
more than one permanent tooth. Then etiology of aggressive periodontitis is bacteria Actinobacillus
actinomycetemcomitans (A.a) and abnormality of immune system such as hyperesponsive macrophages
which produces PGE2 and IL-1β in excessive amounts. Aggresive periodontitis treatment is needed an
effort to eliminating the causal of bacteria and increasing immune system at once because of the etiology.
Nowadays, the purpose of aggresive periodontitis treatment which use antibiotic is eliminating bacteria. .
Though, antibiotic affects immune system. An alternative treatment that can be used is propolis. Propolis
component which has an antimicrobal effect to gram (-) and gram (+) bacteria is ferulat acid. Beside that,
propolis also has an immunomodulator effect. Based on the explanation above, so can be concluded that
propolis has a potential in treating aggresive periodontitis disease.
Keyword : aggressive periodontitis, propolis

Abstrak
Penyakit periodontal adalah penyakit gigi dan mulut tertinggi kedua setelah karies yang banyak
diderita oleh penduduk Indonesia. Penyakit periodontal menduduki peringkat ke-7 menurut survey dari
Dinas Kesehatan kota Semarang. Periodontitis agresif merupakan salah satu tipe penyakit periodontitis yang
ditandai dengan hilangnya perlekatan jaringan ikat dan kerusakan tulang alveolar secara cepat pada lebih
dari satu gigi permanen. Etiologi periodontitis agresif adalah bakteri Actinobacillus actinomycetemcomitans
(A.a) dan pengaruh sistem imun berupa reaksi hiperesponsive makrofag yang memproduksi PGE2 dan
IL-1β dalam jumlah yang berlebihan. Dalam perawatan periodontitis agresif diperlukan usaha untuk
meningkatkan daya tahan tubuh sesuai dengan etiologi penyakit ini. Sampai saat ini, perawatan periodontitis
dengan antibiotika masih bertujuan untuk mengeliminasi bakteri. Padahal bila dicermati, antibiotika
ternyata dapat mempengaruhi respon imun. Alternatif pengobatan yang bisa digunakan adalah penggunaan
propolis lebah. Komponen propolis yang mempunyai efek antimikroba adalah asam ferulat yang dapat
membunuh kuman gram (-) maupun kuman gram (+). Selain memiliki efek antimikroba, propolis juga
berperan dalam meningkatkan sistem imun (imunomodulator). Berdasarkan telaah berbagai literatur, maka
dapat disimpulkan bahwa propolis lebah berpotensi sebagai terapi dalam mengobati penyakit periodontitis
agresif.
Keyword : periodontitis agresif, propolis lebah

1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember
Correspondence:
Jl. Kalimantan I No. 58
Jember, Jawa Timur 68121
Tel. (62-331) 333536
Fax. (62-331) 339029

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [31]


Potensi Flavonoid

Latar Belakang pada daerah furkasi setelah 1 tahun perawatan.9


Penyakit periodontal merupakan penyakit gigi dan Terapi kombinasi antibiotik hanya bertujuan
mulut tertinggi kedua setelah karies yang banyak mengeliminasi bakteri sedangkan pertimbangan
diderita oleh penduduk Indonesia. Berdasarkan kualitas host masih kurang diperhatikan, padahal
data dari Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun dalam terapi periodontitis diperlukan usaha
2009, menunjukkan bahwa penyakit gigi dan mulut untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Hal ini
menempati urutan 10 besar penyakit yang ada di disebabkan karena penderita dengan periodontitis
puskesmas wilayah kerja Dinas Kesehatan kota agresif seringkali memperlihatkan respon imun
Semarang, khususnya penyakit pulpa dan jaringan yang inadekuat terhadap organisme patogen5.
periapikal menduduki urutan kedua dan penyakit Oleh karena itu, dibutuhkan senyawa antimikroba
gusi serta jaringan periodontal pada urutan ke tujuh.1 yang selain bisa mengeliminasi bakteri penyebab,
Periodontitis agresif merupakan salah satu juga dapat meningkatkan aktivitas imun tubuh
tipe periodontitis yang ditandai dengan rusaknya (imunomodulator).
jaringan periodontal secara cepat dan sering terjadi Budaya kembali ke alam atau back to nature
pada pada usia 10-30 tahun atau dewasa muda. saat ini sangat populer dan tengah menjadi trend
Prevalensi periodontitis agresif di negara-negara di seluruh dunia termasuk Indonesia. Masyarakat
maju, telah dilaporkan antara 0,1-5%.1,2 Beberapa lebih memilih terapi dengan menggunakan bahan-
penelitian sebelumnya menyatakan bahwa bahan dari alam dari pada bahan kimia sintetik
perbandingan kelainan ini antara wanita dengan pria yang memiliki efek samping. Salah satu bahan
adalah 3:1.3 alami yang diketahui aman dan potensial dalam
Periodontitis agresif ditandai dengan oral mengobati berbagai penyakit adalah produk
hygine yang baik, jumlah plak dan kalkulus perlebahan.10 Masyarakat selama ini lebih mengenal
tidak banyak namun terjadi kerusakan tulang produk yang dihasilkan lebah berupa madu, royal
dan loss of attachment yang banyak dan cepat.4 jelly, dan tepung sari (bee pollen). Tetapi, terdapat
Etiologi periodontitis agresif adalah bakteri plak satu produk lebah lagi yang pemanfaatannya belum
Actinobacillus actinomycetemcomitans (A.a) dan optimal namun memiliki manfaat luar biasa bagi
reaksi hiperesponsive makrofag yang memproduksi kesehatan manusia. Produk lebah tersebut adalah
PGE2 dan IL-1β dalam jumlah yang berlebihan.5 propolis.
Bakteri plak lain yang dapat menyebabkan terjadinya Propolis adalah sejenis resin yang karena
periodotitis agresif adalah Porphyromonas bentuknya lengket seperti lem disebut sebagai bee
gingivalis (P.gingivalis).6 A.a dapat menembus glue. Propolis berguna untuk menambal sarang
jaringan ikat ginggiva hingga ligamen periodontal lebah yang bocor dan memperkuat sarang. Propolis
serta tulang alveolar kemudian memproduksi juga digunakan oleh lebah untuk mensterilkan
leukotoksin kuat yang akan menyebabkan defek sarang, menghentikan pertumbuhan dan penyebaran
fungsi neutrofil dan mengakibatkan aktifitas dari bakteri, virus, dan jamur. Propolis kaya akan
kemotaksis neutrofil menurun.7 berbagai senyawa kimia termasuk asam amino,
Selama ini, perawatan yang telah dilakukan asam sinamat, alkohol sinnamil, vanilin, asam kafeat
untuk mengatasi periodontitis agresif berupa terapi fenetil ester, tetokrisin, isalpinin pinosembrin, krisin,
bedah, non bedah maupun kombinasi keduanya galangin, asam ferulat, dan senyawa flavonoid yang
yang disertai pemberian antimikroba.5 Tindakan terkandung dalam propolis terdiri atas sejumlah
scaling and root planing merupakan terapi besar minyak volatil dan fenolik seperti flavon,
penyakit periodontal untuk menghilangkan deposit flavonon, dan flavonol.11,12
pada permukaan gigi.5 Beberapa ahli melaporkan Propolis memiliki kemampuan farmakologi
keberhasilan perawatan periodontitis dengan yang digunakan sebagai bahan antiinflamasi,
kombinasi pemakaian antibiotik, menunjukkan hasil hepatoprotektor, antitumor atau karsinostatik,
yang jauh memuaskan.8 Terapi kombinasi bone graft antimikroba, antivirus, antifungi, antiprotozoa,
dengan antibiotik menunjukkan pertumbuhan tulang anastesi dan regenerasi jaringan.13,14 Propolis

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [32]


Berkala Ilmiah Kedokteran Gigi Indonesia

memiliki beberapa aktivitas biologis dan periodontitis dengan antibiotika masih bertujuan
farmakologis antara lain bersifat antibakteri, untuk mengeliminasi bakteri. Efek samping dari
baik terhadap bakteri gram positif maupun gram antibiotika ternyata dapat mempengaruhi respon
negatif.15,16 Salah satu kandungan senyawa kimia imun. 20,21
yang bersifat antibakteri pada propolis adalah Dalam perawatan periodontitis agresif
senyawa flavonoid.17 diperlukan usaha untuk meningkatkan daya tahan
Berdasarkan fakta-fakta penelitian mengenai tubuh, mengingat karakteristik timbulnya penyakit
peran positif propolis lebah yang telah diuraikan ini, diawali dengan adanya gangguan imunitas.
di atas, penulis mencoba mengungkap rahasia Untuk itu diperlukan pemberian antibiotik yang
propolis lebah melalui berbagai studi pustaka bertujuan untuk mengeliminasi bakteri penyebab
dari segi ilmiah kedokteran mengenai potensi sekaligus meningkatkan daya tahan tubuh. Alternatif
dan mekanisme aksi propolis lebah sebagai terapi yang bisa digunakan adalah penggunaan antibiotika
periodontitis agresif. dari alam, salah satunya adalah penggunaan propolis
lebah.18
Kandungan senyawa kimia lain yang
Pembahasan
penting pada propolis adalah senyawa flavonoid.
Bakteri penyebab periodontitis agresif yaitu
Penelitian secara in vitro maupun invivo
A.a, dapat memicu terbentuknya LPS yang akan
menunjukkan aktivitas biologis dan farmakologis
mengaktifkan sitokin-sitokin (PGE2 dan IL-1β).
dari senyawa flavonoid sangat beragam, salah satu
Bakteri ini dapat menembus jaringan ikat ginggiva
diantaranya yakni memiliki aktivitas antibakteri.
hingga ligamen periodontal serta tulang alveolar.7
Flavonoid bisa memberikan efek antibiotik natural
Dengan demikian penyakit periodontitis agresif
yang terkuat dan berfungsi menyembuhkan atau
juga dapat memicu terjadinya resorpsi tulang
sedikitnya mengurangi rasa sakit, meredakan
alveolar. Sedangkan dari faktor imunologi, sistem
radang, mengikat zat racun yang masuk ke dalam
imun yang rendah dapat menyebabkan defek dari
tubuh dan memperkuat sistim imunitas tubuh. 17
sel-sel PMN (neutrofil) karena adanya hambatan
Para peneliti menyatakan pendapat yang
kemotaksis pada PMN. Defek dari neutrofil akan
berbeda-beda sehubungan dengan mekanisme kerja
berpengaruh pada reaksi hiperesponsive makrofag
dari flavonoid dalam menghambat pertumbuhan
yang memproduksi PGE2 dan IL-1β dalam jumlah
bakteri, antara lain bahwa flavonoid menyebabkan
yang berlebihan.5
terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel
Beberapa metode perawatan periodontitis
bakteri, mikrosom, dan lisosom sebagai hasil
agresif yang sering dijumpai dapat berupa terapi
interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri.
nonbedah, bedah, maupun kombinasi keduanya
Secara umum, terdapat 3 mekanisme flavonoid
yang disertai pemberian antimikroba.19 Terapi ini
dalam menghambat pertumbuhan bakteri, yaitu
banyak dilakukan dengan tingkat keberhasilan
menghambat sintesis asam nukleat, menghambat
yang bervariasi. 20,21 Data klinis menunjukkan
fungsi membran sitoplasma serta menghambat
keberhasilan jangka panjang perawatan lebih
metabolisme energi.17
bergantung pada hasil dari terapi tahap pertama
Terdapat tujuh komponen flavonoid
dibandingkan terhadap terapi bedah spesifik.23,24
yang berperan dalam menghambat sintesis asam
Sejak penelitian-penelitian yang melaporkan bakteri
nukleat. Salah satunya adalah quercetin yang akan
A.a berperan penting sebagai etiologi periodontitis
mengadakan ikatan dengan GyrB subunit dari
agresif, beberapa ahli menyarankan perawatan
DNA gyrase dan akan menghambat aktivitas dari
periodontitis agresif menggunakan pemakaian
enzim ATPase sehingga sintesis asam nukleat dapat
antibiotik.24 Prognosis terapi bergantung pada
dihambat.24
keadaannya yang bersifat lokal atau menyeluruh,
Mekanisme kedua propolis dalam
derajat kerusakan, serta usia pada waktu pertama kali
menghambat pertumbuhan bakteri adalah dengan
dilakukan pemeriksaan. Sampai saat ini, perawatan
menghambat fungsi membran sitoplasma dimana

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [33]


Potensi Flavonoid

komponen flavonoid yang terlibat adalah catechin. menstimulasi terbentuknya sitokin seperti IL-1 dan
Catechin memiliki aktivitas yang lebih besar TNF, melalui sel makrofag pada perut mencit, dan
terhadap bakteri gram positif daripada bakteri dapat memodulasi baik secara in vivo maupun in
gram negatif. Catechin terutama merusak membran vitro C1q oleh makrofag sebaik fungsi komplemen
bakteri dengan mengganggu lipid billayers secara reseptor yang secara langsung atau melalui sitokin.31
langsung dengan menembus membran bakteri Berdasarkan penjelasan di atas, selain
sehingga menyebabkan terganggunya fungsi memiliki kemampuan yang dapat menghambat
pertahanan bakteri. Catechin menyebabkan fusi pertumbuhan bakteri, propolis juga dapat
membran yaitu suatu proses yang mengakibatkan meningkatkan respon imun host. Selain itu,
kebocoran bahan intramembran. 25 beberapa penelitian menyimpulkan bahwa propolis
Selain kedua mekanisme di atas, mampu meningkatkan reaktivitas imun tanpa efek
licochalcone A dan C serta lonchocarpol yang samping. Oleh karena itu, propolis berpotensi
terkandung dalam flavonoid dapat menghambat digunakan untuk terapi periodontitis agresif.
metabolisme energi. Licochalcone A mengganggu
metabolisme energi dengan cara yang mirip dengan
Kesimpulan
antibiotik yang menghambat respirasi, yaitu
Berdasarkan telaah berbagai literatur, maka dapat
dengan menghambat pada tahap transport elektron.
disimpulkan bahwa propolis lebah berpotensi
Licochalcone A dan C relatif menghambat reduktase
sebagai terapi dalam mengobati penyakit
c NADH–sitokrom.26 Dengan terhambatnya
periodontitis agresif karena mengandung senyawa
metabolisme bakteri, maka pertumbuhan bakteri
flavonoid yang memiliki fungsi sebagai antimikroba
dapat terhambat.
dan imunomodulator sehingga dapat meningkatkan
Selain memiliki efek antimikroba, propolis
sistem imun.
juga berperan dalam meningkatkan sistem imun
(imunomodulator). Efek stimulsi imun dari terapi
prophylactic propolis telah banyak dilakukan studi
Saran
klinikal.27 Sekresi kapasitas sitokin meningkat
secara signifikan selama periode pengobatan dalam Berdasarkan telaah di atas, penulis dapat
tergantung dengan cara dan waktu. Sebuah laporan memberikan saran sebagai berikut.
tentang kegiatan imunomodulator ekstrak propolis 1. Perlu adanya penelitian secara in vivo dan
cair menunjukkan bahwa ekstrak propolis yang in vitro dan kajian lebih lanjut tentang
larut air (WSDP) meningkatkan perlindungan kandungan propolis lebah sebagai terapi dalam
terhadap infeksi bakteri gram negative, melalui mengobati penyakit periodontitis agresif,
aktivasi makrofag.28 sehingga hasilnya dapat disosialisasikan
Pada penilitian terbaru ditemukan sejumlah dan dimanfaatkan masyarakat luas sebagai
tipe flavonoid yang terkandung pada propolis penunjang pengobatan penyakit periodontitis
dapat menstimulasi proliferasi leukosit pada darah agresif.
perifer manusia. Terdapat 6 komponen cara kerja 2. Perlu adanya kajian lebih lanjut tentang
dari propolis yang diidentifikasi sebagai derivat propolis lebah sehingga bisa dipertimbangkan
asam caffeoylquinic, yaitu dengan meningkatkan bagi pemerintah dan masyarakat untuk
pergerakan dan penyebaran dari makrofag.29 pengembangan budidaya lebah penghasil
Peningkatan aktivitas yang signifikan propolis lebah, sehingga dapat meningkatkan
dari sel T helper, sitokin, IL2, g-interferon, dan kesejahteraan peternak lebah.
makrofag dan yang berguna dalam terapi dari
beberapa penyakit yang disebabkan oleh disfungsi Daftar Pustaka
imun.30 Propolis memodulasi sistem kekebalan 1. Albandar JM, Tinoco EM. Global
imun non spesifik melalui aktifitas makrofag. epidemiology of periodontal disease in
Berdasarkan pada beberapa penelitian, propolis

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [34]


Berkala Ilmiah Kedokteran Gigi Indonesia

children and young persons. Periodontology Propolis and Its Chemical Composition.
2002; 29: 153-176 DARU. 2007;15(1): 45-48.
2. Albandar JM, Brown LJ, Loe H. Clinical 13. Bankova, V.S., de Castro, S.L., and Marcucci,
features of early onset periodontitis. J Am M.C. Propolis: Recent Advances in Chemistry
Dent Assoc 1997; 71: 867-9 and Plant Origin. Apidologie. 2000;3: 3-15.
3. Beck JD, Arbes SJ. Epidemiology of Gingival 14. Farre, R. Frasquet, I. & Sanchez, A. El Propolis
and Periodontal Disease. In: Newman MG, y La Salud (Propolis and Human Health). Ars
Takei HH, Klokkevold PR & Carranza FA. Pharmaceutica. 2004;45(1):21-43.
Carranza’s Clinical Periodontology, 10th. S: 15. Dobrowolski JW, Vohora SB, Sharma K, Shah
Saundert. Louis Missouri: Saunders Elsevier. SA, Naqvi SAH, Dandiya PC. Antibacterial,
2006; p.127-9 antifungal, antiamoebic, antiinflammatory and
4. Newman M.G., Takei H, Caranza, F.A. antipyretic studies on propolis bee products.J
Clinical periodontology.9th ed. Philadelphia Ethnopharmacol. 1991; 35:77–82.
London New-York: WB. Saunders Co. 2002 16. Moreno MIN, Isla MI, Cudmani NG, Vattuone
5. Carranza F. A., Henry H. T., Michael G. N. MA, Sampietro AR. Screening of antibacterial
Clinical Periodontology 9th ed. W. B. Saunders activity of Amaicha del Valle (Tucumán,
Co: Philadelphia. 2002 Argentina) propolis. J Ethnopharmacol. 1999;
6. Kido J, Kido R,Suryono, Kataoka M, Fagerhol 69:97–102.
MK, Nagata T. Induction of calprotectin 17. Ghisalberti EL. Propolis: a review. Bee
released by Porphyromonas gingivalis World.1979; 60:59–84.
lipopolysaccharidein human neutrophils. Oral 18. American Academy of Periodontology:
Microbiology and Immunology. 2004;19:182- Parameter on Agressive Periodontitis. J
7 Periodontol. 2000; 71: 867-9
7. Liorente MA, Griffiths GS. Periodontal status 19. Klokkevold PR, Nagy RJ. Treatment of
among relatives of aggressive periodontitis aggressive periodontitis and atypical forms
patients and reliability of family history report. of periodontitis. In: Newman MG, Takei HH,
J Clin Periodontol. 2006; 33: 121-5 Klokkevold PR and Carranza FA. Carranza’s
8. Xajigeorgiou C, Sakellari D, Slini T, Baka A, Clinical Periodontology, 10th. St.Louis
Konstantinidis A. Clinical and microbiological Missouri: Saunders Elsevier. 2006;693-700.
effects of different antimicrobials on 20. Omura, M. dan Satoh,T. Effects of antibiotics
generalized aggresive periodontitis. J Clin on chemotaxis of polymorphonuclear
Periodontol. 2006;33:254-64 leucocytes on experimental rabbit infection
9. Mabry T, Yukna R, Sepe W. Freeze-Dried models. Dentistry in Japan. 2001;37: 138-140
Bone Allografts With Tetracycline in The 21. Hamilton-Miller, J.M. Immunopharmacology
Treatment of Juvenile Periodontitis. J of antibiotics: Direct and indirect
Periodontal. 1995;56: 74-88 immunomodulation of defence mechanisms. J
10. Prawirohardjo, S. Ilmu Kandungan Edisi Chemother. 2001;13(20): 107-111
2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono 22. Hill. Propolis The Nature Antibiotik,6thed.
Prawirohardjo. 1999 Thorshone Publisher Limited:Willingborough.
11. Valcic, S. Montenegro, G. Mujica, AM. Avi, 1981
G. Franzblau, S. Singh, MP. Maiese, WM. 23. Klokkevold RP, Nagy RJ. Treatment of
Timme, BN. Phytochemical, Morphological, aggressive periodontiris and atypical form of
and Biological Investigations of Propolis Chile. periodontitis . In: Newman MG, Takei HH,
Verlag der Zeitschrift fűr Naturforshchung. Klokkevold RP and Carranza AF. Carranza’s
1999;54c: 406-416. clinical periodontology, 10th. St. Louis
12. Yaghoubi, SMJ. Ghorbani, GR. Soleimanian, Missouri: Saunders Elsevier; 2006.p.127-9.
ZS. Satari, R. Antimicrobial Activity of Iranian 24. Xajigeogiou C, Sakellari D, Slini T, Baka A,

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [35]


Potensi Flavonoid

Konstantinidis A. Clinical and microbiological effect of different antimicrobial effect of defferent


microbials on generalizes aggressive periodontitis. J Clin Peiodontol 2006;33:254-64.
25. Ikigai H, Nakae T, Hara Y, Shimamura T. Bactericidal catechins damage the lipid bilayer. Biochim
Biophys Acta 1993;1147: 132–6.
26. Haraguchi H, Tanimoto K, Tamura Y, Mizutani K, Kinoshita T.Mode of antibacterial action of
retrochalcones from Glycyrrhiza inflata. Phytochemistry 1998;48:125–9.
27. Scully, CBE. Propolis: a Background. British Dental J. 2006;200(7): 359-360.
28. De Almeida E.C., Menezes H. Anti-Inflammatory Activity of Propolis Extract: A Review. J Venom
Anim Toxins. 2002;8(2).
29. Krell, R. Value Added Products From Beekeeping: Propolis. Chapter 5. United Nations Rome: FAO
Agricultural Services. 1996
30. Kawakita S.W., Giedlin H.S., Nomoto K. Immunomodulators from higher plants. J. Nat. Med.
2005;46:34-8.
31. Orsi, R.O., S.R.C. Funari, A.M.V.C. Soares, S.A. Calvi, S.L. Oliveira, J.M. Sforcin, V. Bankova,
Immunomodulatory action of propolis on macrophage activation. J. Venom. Anim. Toxins.,
2000;6:205-19. DOI: 10.1590/S010479302000000200006

BIMKGI Vol. 1 No. 1 Edisi Oktober 2012 [36]

Anda mungkin juga menyukai