Bimkgi 1 Edisi 1
Bimkgi 1 Edisi 1
Pelindung
Sekretaris Jendral Persatuan Senat Mahasiswa Kedokteran Gigi Indonesia (PSMKGI)
Pemimpin Umum
Ufo Pramigi, S.KG (Universitas Airlangga)
Pemimpin Ahli
Saka Winias, S.KG
Penyunting Ahli
Dr. Ernie Maduratna, drg., M.Kes., Sp. Perio (K). (Universitas Airlangga)
Ketut Suardita, drg., Sp.KG. (Universitas Airlangga)
Adi Hapsoro, drg., M.S. (Universitas Airlangga)
Tania Saskianti, drg., Ph.D., Sp.KGA. (Universitas Airlangga)
Desiana Radithia, drg., Sp.PM. (Universitas Airlangga)
Irma Josefina, drg., Ph.D., Sp.Perio. (Universitas Airlangga)
Madjidah, drg., Sp.Perio. (Dental Practitioner)
Penyunting Pelaksana
Nur Riflianty R, S.KG., Alivy Aulia Azzahra, S.KG., Fitria Rahmitasari, S.KG.,
Tiarisna H N, Nayu Nur Annisa S, Izzatul Barr El Haq
L a y o u t d a n Ta t a L e t a k
Irham M. Adinugraha, Lidyana F., Diesta Dhania Pertiwi
I n f o r m a t i o n a n d C o m m u n i c a t i o n Te c h n o l o g y
Bandaru Rahmatari, Novita Aristianty
Pelaksana Administratif
Elda Yuliantari (Sekretaris), Reindasty T (Sekretaris), Zahrina Sandra (Keuangan)
Sekretariat :
Kampus A Universitas Airlangga
Jl. Mayjen. Prof. Dr. Moestopo 47, Surabaya
No. Telp. 031-5020251, 5030253, Fax.031-5022472
bimkgi.bimkes.org bimkgi@gmail.com
Daftar Isi
B e r k a l a I l m i a h M a h a s i s w a K e d o k t e r a n G i g i I n d o n e s i a ..................... ii
Saka Winias
(Pemimpin Redaksi)
Literature Study
Abstract
Dental caries is a disease which is caused by the interaction between the host (tooth), agent
(bacteria Streptococcus mutans), and environment (carbohydrate). Although the cause is multifactorial, but
it can be said that the trigger of dental caries is bacteria Streptococcus mutans, particularly serotype c. The
prevalence of dental caries in Indonesia is high, about 72,1% depend on SKRT 2007. The high prevalence
of caries requires high prevention too, one of that is by control plaque. Nowdays,it was being developed
for the prevention of caries passive immunization by using monoclonal antibodies topically. The working
principle of immunization is to induce a cellular immune response and humoral immune responses in the
oral cavity to prevent dental plaque formation and colonization of Streptococcus mutans on tooth surfaces,
so that dental caries can be prevented. Locally passive immunization with monoclonal antibodies is an
effective anticaries immunization with monoclonal antibodies and this will eliminate Streptococcus mutans
for a long time in oral cavity. Streptococcus mutans monoclonal antibody 1 (c) 67 kDa is a monoclonal
antibody of the bacteria Streptococcus mutans 1 (c) has been done so that the specific purification of the
67 kDa protein from the bacterium Streptococcus mutans serotype c. Monoclonal antibodies prevent the
adhesion between the bacteria Streptococcus mutans receptor tooth structure so bacteria can’t produce
acid, then not going process of demineralization of the enamel surface and a normal pH of the oral cavity.
Prevention of caries with Streptococcus mutans monoclonal antibody 1 (c) 67 kDa can improve dental
health. To make this usable, It need to mix Streptococcus mutans monoclonal antibody 1 (c) 67 kDa into the
products of oral health care in topical such as tooth paste and mouthwash.
keywords : monoclonal antibody, passive immunization,caries, Streptococcus mutans
Abstrak
Karies merupakan suatu penyakit gigi yang disebabkan oleh interaksi antara host (gigi), agent
(bakteri Streptococcus mutans), dan environment (karbohidrat). Walaupun penyebabnya multifaktorial,
namun pemicu terjadinya karies gigi adalah bakteri kariogenik Streptococcus mutans, terutama serotipe c.
Prevalensi karies gigi di Indonesia cukup tinggi, yaitu sekitar 72,1% menurut SKRT 2007. Prevalensi karies
yang tinggi memerlukan suatu pencegahan, salah satunya adalah dengan mencegah pembentukan plak.
Saat ini sedang dikembangkan imunisasi pasif untuk pencegahan karies dengan menggunakan antibodi
monoklonal secara topikal. Prinsip kerja imunisasi adalah dengan menginduksi respon imun seluler dan
respon imun humoral di dalam rongga mulut untuk mencegah pembentukan plak gigi dan kolonisasi
Streptococcus mutans pada permukaan gigi, sehingga karies gigi dapat dicegah. Imunisasi pasif secara lokal
dengan antibodi monoklonal merupakan antikaries yang efektif dan imunisasi dengan antibodi monoklonal
ini akan mengeliminasi Streptococcus mutans dalam waktu yang lama di dalam mulut. Antibodi monoklonal
Streptococcus mutans 1 (c) 67 kDa merupakan antibodi monoklonal dari bakteri Streptococcus mutans 1 (c)
yang telah dilakukan pemurnian sehingga spesifik terhadap protein 67 kDa dari bakteri Streptococcus mutans
serotipe c. Antibodi monoklonal tersebut bisa mencegah perlekatan antara reseptor bakteri Streptococcus
mutans dengan struktur gigi sehingga bakteri tidak menghasilkan asam, selanjutnya tidak terjadi proses
demineralisasi pada permukaan enamel serta pH rongga mulut menjadi normal. Pencegahan karies dengan
antibodi monoklonal Streptococcus mutans 1 (c) 67 kDa dapat meningkatkan kualitas kesehatan gigi. Dalam
meningkatkan penggunaannya diperlukan suatu usaha pencampuran antibodi monoklonal Streptococcus
mutans 1 (c) 67 kDa ke dalam produk-produk perawatan kesehatan gigi dan mulut secara topikal seperti
pasta gigi dan obat kumur.
Kata kunci : antibodi monoklonal, imunisasi pasif, karies gigi, Streptococcus mutans.
menghasilkan satu kelas imunoglobulin.14 Antibodi karies gigi adalah bakteri S.mutans. Akan tetapi
monoklonal ini mempunyai spesifisitas tertentu terjadinya karies gigi bukan hanya disebabkan
(mempunyai kemampuan untuk mengenal hanya bakteri S.mutans saja, melainkan interaksi yang
satu epitop), dengan afinitas yang tetap, serta spesifik antara 4 faktor, yaitu : (1) host, (2) bakteri
mempunyai kelas atau kelas imunoglobulin tertentu. plak, (3) diet dan (4) waktu. Faktor host dalam hal
ini termasuk struktur dari enamel dan kandungan
mineral pada gigi serta saliva.17 Sekresi saliva
berpengaruh pada tinggi rendahnya pH di rongga
mulut, hal ini dikarenakan adanya bikarbonat
yang bertindak sebagai buffer yang dapat menjaga
kestabilan pH di rongga mulut.18
Ditinjau dari faktor bakteri, karies gigi
Gambar 2 : Struktur dinding sel S. Mutans12 sering kali dikaitkan dengan peranan bakteri
S.mutans.19 Proses terjadinya infeksi karies diawali
dengan melekatnya S.mutans pada permukaan gigi.
Hal ini disebabkan karena S.mutans mempunyai
enzim glukosiltransferase yang dapat memecah
sukrosa menjadi glukan dalam jumlah yang besar.
Secara predominan, S.mutans membentuk rantai
dekstran yang tidak larut dalam air, yang mempunyai
daya lekat untuk berkolonisasi pada permukaan gigi.
Selanjutnya, S.mutans membentuk asam organik
dari sukrosa. Metabolisme sukrosa oleh S.mutans
menghasilkan asam laktat yang merupakan asam
yang dapat menyebabkan dekalsifikasi gigi.20
Faktor diet juga berperan dalam proses
Gambar 3 : Pembuatan antibodi monoklonal15
terjadinya karies. Bakteri plak dalam rongga mulut
akan memetabolisme karbohidrat yang ada sehingga
a. Antibodi Monoklonal S. mutans 1(c) menghasilkan zat asam. Semua karbohidrat adalah
67 kDa kariogenik, terutama pada golongan sukrosa yang
Antibodi monoklonal S. mutans 1 (c) 67 kDa memiliki tingkat kariogenik tertinggi dibanding
merupakan antibodi monoklonal terhadap S.mutans karbohidrat jenis lain. Dari faktor waktu, diketahui
1 (c) 67 kDa yang telah dilakukan pemurnian bahwa setelah makan, pH dalam rongga mulut akan
di Pusvetma Surabaya. Sifat fisika antibodi turun hingga 2 atau lebih. Jika pH rongga mulut
monoklonal S.mutans 1 (c) 67 kDa adalah sebagai cukup rendah terjadi dalam waktu yang lama, maka
berikut :16 (1) pH = 7.5. (2) Produksinya dilakukan kemungkinan terjadinya demineralisasi makin
dengan pemberian polyethilene glycol (PEG) 40% tinggi.17 Oleh karena itu kemungkinan peningkatan
- 50%. (3) Penyimpanan dilakukan dengan sodium resiko terjadinya karies tergantung dari individu
trimersol dan sodium asida 0,02% pada suhu -200C. masing-masing. Pada orang dengan frekuensi
(4) Pemanasan dari antibodi monoklonal ini dapat makan yang berulang lebih banyak, maka resiko
dilakukan sampai pada suhu 560C. (50 Konsentrasi karies yang terjadi pada orang tersebut semakin
1 mg/ml. tinggi. Hal ini dikarenakan saliva tidak memiliki
cukup waktu untuk menetralisir keasaman pH yang
ada.18
Pembahasan Di Indonesia angka prevalensi karies gigi
Karies gigi merupakan penyakit infeksi yang
masih tergolong tinggi, sehingga memerlukan suatu
menyerang jaringan keras gigi.4 Bakteri penyebab
pencegahan. Prinsip utama pencegahan terhadap
karies gigi adalah dengan mencegah perlekatan Surface protein antigen I/II adalah protein yang
bakteri S.mutans terhadap permukaan gigi. Saat terdapat pada dinding sel S.mutans yang berperan
ini sedang dikembangkan tindakan imunisasi pasif sebagai mediator perlekatan (initial adherence)
untuk pencegahan karies dengan menggunakan dengan pelikel saliva dan mikroorganisme lain
antibodi monoklonal secara topikal, mengingat dalam rongga mulut pada proses pembentukan
bahwa penyakit karies gigi secara imunologik biofilm. Berbagai serotipe yang dimiliki S.mutans
dapat dikatakan merupakan penyakit infeksi yaitu a, b, c, d, e, f, dan g dibedakan berdasarkan
tipe kondisional yang disebabkan oleh bakteri perbedaan protein permukaan atau antigen yang
yang spesifik. Dalam hal ini, S.mutans diyakini berada pada dinding sel. Hal ini akan menyebabkan
sebagai antigen yang berperan dominan pada perbedaan dalam resistensi terhadap antibiotik dan
proses terjadinya karies gigi.21 Oleh karena itu, mekanisme spesific adherence (tipe, c, e, dan f
secara teoritis terjadinya karies gigi dapat dicegah patogen terhadap manusia).17
dengan metode imunisasi.5 Dari beberapa metode S.mutans mempunyai Glukan Binding
imunisasi, imunisasi pasif secara lokal dengan Protein (GBP) yang berfungsi mengikat glukan
antibodi monoklonal merupakan antikaries yang ekstraseluler. GBP menyebabkan terjadinya
efektif dan metode yang aman untuk pencegahan akumulasi S.mutans pada plak. S.mutans
kolonisasi S. mutans di dalam rongga mulut karena mempunyai beberapa GBP, antara lain dengan
mampu mengeliminasi S. mutans dalam waktu yang berat molekul 74, 64, dan 59 kDa. Komponen GBP
lama di dalam rongga mulut.22 menyebabkan proteksi respon imun terhadap karies
Antibodi monoklonal adalah antibodi yang yang dilakukan dalam imunisasi sistemik maupun
diproduksi oleh hibridoma yang didapatkan dari lokal. Faktor – faktor virulensi yang dimiliki
teknik yang ditemukan oleh Kohler dan Milstein S.mutans tersebut akan menyebabkan S.mutans
pada tahun 1975.23 Teknik ini menyediakan mudah untuk melekatkan diri pada permukaan sel
tempat untuk tumbuhnya populasi klon dari sel host, berkolonisasi dan beragregasi, hal tersebut
yang menghasilkan antibodi dengan spesifisitas merupakan langkah awal terjadinya patogenesis
yang telah ditetapkan. Pada teknik ini, sel yang S.mutans sebagai etiologi karies gigi.24
menghasilkan antibodi, diisolasi dari binatang yang Mekanisme kerja imunisasi lokal dengan
telah diimunisasi, kemudian difusikan dengan sel antibodi monoklonal S.mutans 1 (c) 67 kDa, yaitu
myeloma, yaitu sel yang sejenis dengan tumor sel dengan cara antibodi monoklonal S.mutans 1
B. Sel hibrid atau hibridoma ini dapat dipertahankan (c) 67 kDa melekat pada acquired pelllicle pada
secara in vitro dan akan terus memproduksi antibodi permukaan gigi.7 Kemudian S.mutans diikat
spesifik. Adapun tiga sifat karakteristik dari antibodi oleh antibodi monoklonal S.mutans serotipe c
monoklonal yang sangat penting adalah mampu yang berikatan dengan reseptor antigen dengan
membuat ikatan yang sangat spesifik terhadap berat molekul 67 kDa selama interaksi awal yang
epitop antigen, memiliki sifat yang homogen, dan reversibel antara bakteri dan acquired pellicle.
dapat diproduksi dalam jumlah besar atau tidak Antibodi monoklonal S.mutans 1 (c) 67 kDa
terbatas. bereaksi secara spesifik dengan antigen determinan
Antibodi monoklonal yang digunakan (SA I/II) yang diekspresikan pada permukaan
untuk antikaries adalah antibodi monoklonal kelas sel bakteri yang bersifat hidrofobik dan sebagai
IgG terhadap antigen permukaan sel (SA I/II) adhesin. Selanjutnya, S.mutans diopsonisasi oleh
dari S.mutans, atau disebut antibodi monoklonal antibodi monoklonal S.mutans 1 (c) 67 kDa untuk
S.mutans 1(c) 67 kDa. Antibodi monoklonal kelas difagositosis, dibunuh dan dihilangkan oleh netrofil
IgG mampu menyebabkan penurunan kolonisasi dan komplemen dari gingiva.
bakteri S.mutans dari permukaan gigi.7 Dari penjelasan secara teoritis, antibodi
Antibodi monoklonal S.mutans 1 (c) 67 monoklonal S.mutans 1 (c) 67 kDa mampu
kDa merupakan antibodi yang spesifik terhadap menghambat kolonisasi S.mutans sehingga
surface protein antigen I/II S.mutans serotipe c. menurunkan resiko terjadinya karies gigi.
Penggunaan antibodi monoklonal S.mutans 1 (c) 67 Wistar [serial online] 2009. Accessed on May
kDa ini merupakan sebuah metode inovatif dalam 1st, 2010 at 15.30. Dental Caries Research.
Available from : http://jurnal.dikti.go.id
rangka meningkatkan kesehatan gigi masyarakat.
5. Roeslan BO. Kemungkinan pencegahan karies
Kekurangan dari antibodi monoklonal S.mutans 1 gigi melalui imunisasi. Majalah Kedokteran
(c) 67 kDa hanya terdapat pada penyimpanan bahan Gigi USAKTI 2001;33-44.
yang sedikit rumit penyimpanan dilakukan dengan 6. Soerodjo TS, Devijanti R, Qomarijah N,
Andayani S, Artama. Antibodi Monoklonal
sodium trimersol dan sodium asida 0,02% pada
IgA, IgG terhadap S.mutans (1,c) Indonesia
suhu -200C. untuk Prevalensi Karies Gigi. Usulan Hak
Oleh karena itu, penggunaan antibodi Paten; 2001.
monoklonal S.mutans 1 (c) 67 kDa berpotensi 7. Lehner T. Immunology pada penyakit mulut,
Alih bahasa : Farida R, Suryadhana NG, Ed 3,
untuk digunakan bersama bahan-bahan produk
Jakarta : EGC; 1995.p.26-41,61-91.
perawatan kesehatan gigi dan mulut seperti fissure 8. Soerodjo TS. Respon Imun Humoral terhadap
sealant, fletcher dan pasta gigi sebagai salah satu Streptococcus mutans Sehubungan dengan
upaya alternatif pencegahan karies gigi secara Karies gigi. Surabaya: Disertasi UNAIR;
1989: 12-88.
lokal (topikal). Dengan demikian, diharapkan
9. Capuccino, James G, Natalie Sherman.
dapat menurunkan angka prevalensi karies gigi Microbiology : A Laboratory Manual, 6th ed,
khususnya di Indonesia. Benjamin Cummings. San Fransisco; 2001.
10. Panjaitan M. Etiologi karies gigi dan penyakit
periodontal. Medan : USU Press; 1999. p.14-
Kesimpulan 21.
Antibodi monoklonal S.mutans 1 (c) 67 kDa 11. Bachtiar EW. Prospek vaksinasi dalam
pencegahan karies dengan antigen hasil
mampu menghambat kolonisasi S.mutans sehingga
rekayasa protein dinding sel Streptococcus
menurunkan resiko terjadinya karies gigi. Oleh mutans. JKG UI 1997; 4:641-7.
karena itu, penggunaan antibodi monoklonal 12. Guo JH, Jia R, Fan MW, Bian Z. Construction
S.mutans 1 (c) 67 kDa berpotensi untuk digunakan and immnuogenic characterization of a fusion
anti caries DNA vaccine against PAC and
bersama bahan-bahan produk perawatan kesehatan
glucosyltransferse I of treptococcus mutans. J
gigi dan mulut seperti fissure sealant, fletcher dan Dent Res 2004; 83:266-70.
pasta gigi sebagai imunisasi pasif dalam alternatif 13. Bangun A. Petunjuk laboratorium Antibodi
pencegahan karies gigi secara lokal (topikal). Monoklonal. Yogyakarta: PAU Bioteknologi
Universitas Gajah Mada; 1992.p.10-14, 107-
123.
Daftar pustaka 14. Artama WT. Antibodi monoklonal teori,
1. Kawuryan Uji. Hubungan Pengetahuan produksi, karakteristik dan penerapannya.
Tentang Kesehatan Gigi Dan Mulut Dengan Yogyakarta: Pedoman Kuliah Universitas
Kejadian Karies Gigi Anak Sdn Kleco II Kelas Gajah Mada; 1992.p.160-89.
V Dan VI Kecamatan Laweyansurakarta. 15. Mayer G. Immunoglobulis–Structure and
2008. Accessed on Oct 10th, 2010 at 22.59 Function, Microbiology and Immunology On-
WIB. Available on: http://etd.eprints.ums. line. University of South Carolina School of
ac.id/897/1/J210040006.pdf. Medicine; 2009.
2. BSMI. BSMI Jakarta Pusat – YDSF Gelar 16. Devijanti R, dkk. Uji tosisitas antibodi
Kartini Sehat. 2008. Akses 10 Mei 2010, 23.51 monoklonal Streptococcus mutans 1 (c) 67
WIB. Available on: http://bsmi-surabaya.or.id. kDa pada kultur dengan MTT assay. Surabaya:
3. Sundoro EH. Konsep Baru Perawatan LPPM UNAIR; 2006.
Karies. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas 17. Arora DR. Textbook of Microbiology for
Indonesia. Akses 18 Juni 2010, 18.38 WIB. Dental Student. Singapore: Alkem Co. (s) Pte,
Available on: http://www.pdpersi.co.id/?show Ltd; 2009.p.362-3.
=detailnews&kode=107&tbl=artikel. 18. Simon L. The Role of Streptococcus mutans
4. Roeslan BO. Hambatan Terjadinya And Oral Ecology in the Formation of Dental
Karies Gigi Setelah Diimunisasi Dengan Caries. Journal of Young Investigators
Glukosiltransferase Streptococcus mutans 2007;(17) Issue 6.
INA99 yang Diaplikasikan pada Mukosa 19. Antonio CV. Production of Monoclonal
Rongga Mulut : Kajian pada Tikus jenis Antibodiest Against Streptococcus mutans
Literature Study
Abstract
Indonesia is the third largest producer of cocoa in the world. Jember as one cocoa producing
areas in Indonesia that have the potential development of products made from cocoa and cocoa processing
waste. Total waste of skin cocoa will increase with the increasing number of world cocoa consumption.
Cocoa leather is one of the processing of cocoa waste to 75% of the overall weight of cocoa that contain
flavonoids. Flavonoid beneficial for oral health as it has antibacterial role as the cause of dental caries.
Dental caries is a dental and oral health problems are dominant in the country of Indonesia. National
prevalence of active caries aged 12 years and over was 46.5%. One reason is the high caries predilection
children consume sugary foods, especially sweets. This study is a literature that discusses the potential
use of leather waste flavonoid cocoa (Theobroma cacao L.) as an additive anticariogenik candy. The
mechanism includes the activation of certain enzymes, denaturation of proteins, altering the permeability
of the cell membranes of bacteria, intercalation into DNA and the formation of chelates. The results of
these mechanisms can affect physiological functions of bacteria so experiencing death. Utilization of cocoa
flavonoids on skin as raw products processed candy is one of the efforts in developing an appropriate
alternative food technology and medical technology are useful for the prevention of dental caries.
Keywords : Cocoa leather, flavonoid, caries, anticariogenik
Abstrak
Indonesia adalah produsen kakao terbesar ketiga di dunia. Jember merupakan salah satu wilayah
penghasil kakao di Indonesia yang memiliki potensi pengembangan produk berbahan kakao maupun
limbah pengolahan kakao. Jumlah limbah kulit kakao akan meningkat seiring dengan semakin banyaknya
konsumsi kakao dunia. Kulit kakao adalah salah satu limbah dari pengolahan kakao yaitu 75% dari berat
kakao secara keseluruhan yang didalamnya mengandung flavonoid. Kandungan flavonoid bermanfaat
bagi kesehatan rongga mulut karena memiliki peran sebagai antibakteri penyebab karies gigi. Prevalensi
Nasional karies aktif umur 12 tahun ke atas adalah 46,5%. Salah satu penyebab tingginya karies adalah
kegemaran anak-anak mengonsumsi makanan yang manis, terutama permen. Kajian ini merupakan studi
literatur yang membahas tentang potensi pemanfaatan flavonoid limbah kulit kakao (Theobroma cacao
L.) sebagai bahan tambahan pembuatan permen antikariogenik. Mekanisme kerja kulit kakao sebagai
antikariogenik meliputi pengaktifan enzim tertentu, denaturasi protein, mengubah permeabilitas membran
sel bakteri, interkalasi ke dalam DNA dan pembentukan kelat. Hasil dari mekanisme tersebut menyebabkan
terganggunya fungsi fisiologis dari bakteri sehingga mengalami kematian. Pemanfaatan flavonoid pada
kulit kakao sebagai bahan pembuatan produk olahan permen merupakan salah satu usaha alternatif yang
tepat dalam mengembangkan teknologi pangan dan teknologi kedokteran gigi yang bermanfaat untuk
pencegahan karies gigi.
Keywords : kulit kakao, flavonoid, karies, antikariogenik
1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember
Correspondence:
Jl. Kalimantan I No. 58
Jember, Jawa Timur 68121
Tel. (62-331) 333536
Fax. (62-331) 339029
acp dehydratase dan enoyl–acp–reductase. buah kakao dan pemanfaatan konsumsi permen
Selain merusak membran luar flavonoid juga jelly kunyah dapat dijadikan solusi inovatif
memutuskan ikatan-ikatan yang terdapat antara untuk dijadikan suatu produk olahan permen
N–Acetylglukosamine dan N–Acetylmuramic acid antikariogenik.
yang terdapat pada lapisan peptidoglikan membran
sel. Dengan rusaknya lapisan peptidoglikan
yang merupakan kerangka membran sel akan Kesimpulan
mengakibatkan tidak stabilnya membran sel, Berdasarkan telaah berbagai literatur, maka
apalagi dengan rusaknya fosfolipid membran sel dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan flavonoid
mengakibatkan permeabilitas senyawa dari dalam dari kulit buah kakao berpotensi untuk digunakan
sel keluar sel akan tidak terkontrol sehingga bakteri sebagai bahan tambahan dalam pembuatan permen
mati 17. antikariogenik. Permen antikariogenik ini dapat
Dengan adanya aktivitas antibakteri dijadikan produk inovatif dalam upaya pencegahan
flavonoid terhadap S. Mutans, maka dapat dijadikan penyakit karies.
solusi sebagai bahan tambahan pada permen
antikariogenik. Salah satu permen yang bisa diolah
yakni permen jelly. Jenis makanan selingan ini
merupakan produk pangan setengah padat yang Saran
dibuat dari buah-buahan dan campuran gula. Buah- Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
buahan yang dikandungnya bisa menjadi pemanis mengenai pengaruh permen jelly yang mengandung
alami pada permen. Permen jelly bisa menjadi flavonoid terhadap kesehatan rongga mulut.
pilihan karena aman dari tertelan, khususnya pada
anak-anak 18. Daftar pustaka
Pemanfaatan permen jelly juga bermanfaat 1. Ed, F Man. Cocoa Report Market No. 371
untuk rongga mulut. Konsumsi permen jelly dengan March 2004. Ed dan F Man Ltd; 2004.
gerakan pengunyahan juga mampu merangsang 2. Sabir A. Pemanfaatan Flavonoid Di Bidang
aktivitas saliva. Saliva sebagian besar yaitu Kedokteran Gigi. Maj Kedokteran Gigi (Dent
sekitar 90 persennya dihasilkan saat makan yang J) FKG Unair 2003;(Edisi Khusus Timnas III):
merupakan reaksi atas rangsangan yang berupa 81–7.
pengecapan dan pengunyahan makanan. Dengan 3. Pasiga, Burhanuddin. Clinical Efficacy of An
adanya rangsangan ini, kadar saliva menjadi Toothpaste Containing Extract of Cocoa Pod
meningkat. Saliva membantu mempertahankan Husk As An Active Component. Jurnal Ilmiah
integritas gigi, lidah, dan membrana mukosa dan Teknologi Kedokteran Gigi FKG UPDM
mulut. Saliva dapat menurunkan akumulasi plak Maret; 2006.
pada permukaan gigi dan juga menaikkan tingkat 4. Pasiga Burhanuddin, Elly W, Uleng U, Noyan.
pembersihan karbohidrat dari rongga mulut. Selain Identifikasi Senyawa dalam Ekstrak Kasar
itu, difusi komponen saliva seperti kalsium, fosfat, Kulit Buah Kakao yang Bertanggung Jawab
ion OH–, dan fluor ke dalam plak dapat menurunkan Sebagai Antibakteri Terhadap Streptococcus
kelarutan email. Saliva juga mampu melakukan Mutans. Plaque Jurnal Kesehatan Gigi
aktivitas antibakterial karena mengandung beberapa Masyarakat 2007;I(2):47-54.
komponen yang antara lain adalah lisosim, sistem 5. Bilondatu, Kartini F.S., Burhanudin DP.
laktoperoksidase-isitiosianat, laktoferin, dan Efektivitas Salep Cocoa Pod Husk (CPH)
imunoglobulin 19, 20. 10% Terhadap Penurunan Jumlah Koloni
Bertambahnya sekresi saliva akan Streptococcus Sp. yang Diisolasi Dalam Mulut
menyebabkan peningkatan kapasitas buffer saliva Penderita Stomatitis Aphtosa. Plaque Jurnal
sehingga dapat menetralkan pH plak yang asam, Kesehatan Gigi Masyarakat. Edisi Suplemen
karena bertambahnya ion bikarbonat (HCO3–) 2007;1:10-14.
yang berperan dalam kapasitas buffer saliva. 6. Kawuryan. Hubungan Pengetahuan Tentang
Bertambahnya aliran saliva akan meningkatkan Kesehatan Gigi dan Mulut dengan Kejadian
kadar urea, amoniak (NH3), kalsium (Ca2+), fosfat Karies Gigi Anak SDN Kleco II Kelas V
(HPO42+), natrium (Na+) yang merupakan sumber Dan Vi Kecamatan Laweyan Surakarta.
alkalinitas saliva sehingga dapat menaikkan pH Skripsi. Fakultas Kesehatan Universitas
plak yang turun akibat proses glikolisis karbohidrat. Muhammadiyah. Surakarta; 2008.
Akibat pertambahan ion kalsium di dalam saliva, 7. Pudji Lestari. Catatan Klinik Konservasi Paket
maka proses remineralisasi email akan meningkat 1. Jember: Universitas Jember Pub; 1998.
21
. 8. Yuyus R, Magdarina DA, Sintawati F. Karies
Oleh karena itu, dengan adanya kombinasi Gigi Pada Anak Balita Di 5 Wilayah Dki Tahun
dari pemanfaatan flavonoid dari limbah kulit 1993. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran
Case Study
ABSTRACT
Wire or silk ligature is one example of dental material for stabilizing tooth mobility. These
materials can only be mechanically bonded with resin restoration, so when the pressure concentration
high, it can cause fracture composite and splinting premature failures. The advantages of dental resins
and resin adhesive techniques especially polyethylene fiber strands allowed clinicians to achieve better
treatment for stabilizing tooth mobility to patient and more esthetic stabilization techniques. Polyethylene
fiber strands had a strong, biocompatible, easy to manipulate, could be embedded into a resin structure.
Polyethylene fiber could give not only a strong splint, but also an esthetic results.
ABSTRAK
Wire atau silk ligature adalah salah satu material kedokteran gigi yang digunakan untuk
menstabilkan kegoyangan gigi. Bahan-bahan tersebut hanya mampu berikatan secara mekanis dengan
restorasi resin sehingga saat terjadi konsentrasi tekanan, dapat mengakibatkan patahnya komposit
dan kegagalan prematur pada splinting. Dengan adanya bahan dental resin dan resin adhesive seperti
polyethylene fiber strands memungkinkan dokter gigi untuk melakukan pengobatan yang lebih baik
kepada pasien. Polyethylene fiber strands memiliki kekuatan yang baik, biokompabilitas, mudah
dimanipulasi dan dapat dimasukkan dalam struktur resin. Polyethylene fiber juga tidak hanya memiliki
kekuatan yang baik tapi juga memberikan estetik yang baik.
1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga
Correspondence:
Universitas Airlangga
Kampus A Jl. Mayjen.Prof. Dr. Moestopo 47, Surabaya
No. tlp. 031-5020251, 5030253, Fax.031-5022472
Pembahasan
Kegoyangan gigi memiliki pengaruh penting
sebagai parameter klinis dalam menentukan
prognosa pada gigi dengan kelainan jaringan Gambar 3. Tampak lingual post splinting
Kesimpulan
Gambar 2. Tampak labial post splinting
Splinting dengan benang fiber polyethylene pada
gigi dengan kegoyangan derajat 2 menunjukkan
Pada masa sebelum ini, stabilisasi dan
hasil yang baik. Gigi stabil dan tidak goyang,
splinting gigi menggunakan tehnik perekat yang
serta memiliki tampilan estetik yang baik. Adanya
memerlukan Wire atau silk ligature, pin, atau
ikatan kimia antara benang fiber dengan resin
mesh grid.11 Bahan-bahan tersebut hanya mampu
dapat memperkuat restorasi sehingga tidak mudah
berikatan secara mekanis dengan restorasi resin
pecah.
Daftar Pustaka
1. Carranza F, Takei N, et al. Carranza’s Clinical Periodontology 10th ed. Missouri: Elsevier; 2006.p.494.
2. Flemmig TF: Periodontitis, Ann Periodontol 1999;4:32
3. Loe H, Anerud A, Boysen H, Smith M. The natural history of periodontal disease of man. J Peridontol
1978;49:607-20.
4. Chace R, Low S. Survival characteristics of periodontally involved teeth: A 40 year study. J
Peridontol 1993;64:701-5.
5. The Glossary of Prosthodontic Terms. 7th Edition. The Journal of Prosthetic Dentistry; January
1999.
6. Tarnow DP, Fletcher P: Splinting of periodontally involved teeth: indications and contraindications.
NY State Dent J 1986;52(5):24-27.
7. Serio FG, Hawley CE: Periodontol trauma and mobility. Diagnosis and treatment planning. Dent
Clin North Am 1999;43(1):37-44.
8. Strassler HE, Haeri A, Gultz JP: New generation bonded reinforcing materials for anterior periodontal
tooth stabilization and splinting. Dent Clin North Am 1999;43(1):105-126.
9. Rudo DN, Karbhari VM: Physical behaviors of fiber rein- forcement as applied to tooth
stabilization. Dent Clin North Am 1999;43(1):7-35
10. Kau K, Rudo DN: A technique for fabricating a reinforced composite splint. Trends Tech Contemp
Dent Lab 1992;9(9):31-33.
11. Strassler HE, Brown C. Periodontal splinting with a thin-high-modulus polyethylen ribbon.
Compendium 2001; 22:610-20.
12. Hughes TE, Strassler HE: Minimizing excessive composite resin when fabricating fiber- reinforced
splints. J Am Dent Assoc 2000;131(7):977-979.
13. Karbhari VM, Dolgopolsky A: Transitions between micro- brittle and micro-ductile material
behavior during FCP in short fibre reinforced composites. Int J Fatigue 1990;12:51-61.
14. Syme SE, Fried JL. Maintaining the oral health of splinted teeth. Dental Clinics of North
America1999;43(1):179-96.
Research
ABSTRAK
Nyeri gigi dan gingiva merupakan nyeri yang paling sering dijumpai di daerah orofasial. Penanganan
nyeri yang tidak tepat dapat menyebabkan pasien menjadi takut dan enggan untuk berkunjung ke dokter gigi,
sehingga nyeri gigi atau gingivanya akan semakin parah dan sulit diobati. Untuk itu diperlukan penanganan
yang tepat untuk menghilangkan nyeri pada gigi dan gingiva ini. Salah satu cara menghilangkan nyeri
yang dapat menggunakan obat-obatan herbal yaitu dengan pengolahan akar dari tumbuhan kecubung atau
Datura metel. Akar Datura metel memiliki kandungan alkaloid yang tinggi sehingga dapat mengatasi
rasa nyeri, khususnya pada gigi dan gingiva. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pada konsentrasi
berapakah alkaloid ekstrak akar kecubung dapat menghilangkan nyeri. Metode kerja berupa konsentrasi
akar 50% ekstrak Datura metel aplikasikan pada hewan coba yang dipakai dalam penelitian ini berupa
8 Mus musculus jantan. Hewan coba dibagi menjadi 4 kelompok, 2 kelompok untuk percobaan nyeri
gingiva dan 2 kelompok lainnya untuk percobaan nyeri gigi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan Datura
metel dengan konsentrasi 50% sebanyak 0.1 ml yang diberikan dapat mengurangi nyeri gigi dan dapat
menghilangkan nyeri gusi pada mencit.
.
Kata kunci: Datura metel, nyeri gigi, nyeri gingiva
Correspondence:
Universitas Airlangga
Kampus A Jl. Mayjen.Prof. Dr. Moestopo 47, Surabaya
No. tlp. 031-5020251, 5030253, Fax.031-5022472
Literature Study
Abstract
Ameloblastoma is a benign tumor derived from epithelial odontogenic. Ameloblastoma is an
odontogenic tumor variants of the most common with a prevalence of 66.67%. The growth of abnormal
cells can destroy the tissue surrounding alveolar bone. Surgical excision is required to minimize the
high recurrenc of ameloblastoma, the procedure is not only remove tumor, but also most of the normal
alveolar bone surrounding it. Some therapies can be done to restore the alveolar bone after excision, one
of which is PDLSC (Periodontal ligament Stem Cell). This Literature study aims to examine the therapeutic
potential of PDLSC as alveolar bone after surgical excision in patients with ameloblastoma. PDLSC
stem cell is good because it has a higher proliferation compared derivate Bone Marrow Mesenchymal
Stem Cell (BMMSC). Additionally PDLSC more efficient in the utilization of third molar post-extraction
in the case of impaction and post-extraction premolars orthodonti therapy. PDLSC an isolated stem cells
from the periodontal ligament of teeth have been extracted by using fluorescence activated. Periodontal
ligament is a specialized tissue located between the cementum and alveolar bone that has the role of
raising and maintaining the position of teeth. Periodontal ligament containing stro-1 that have the
potential to differentiate into a phenotype adipogenic, condrogenic and osteogenic. The expressed of
stro-1 on the surface of the periodontal ligament showed that periodontal ligament stem cells have the
ability to differentiate into osteoblasts. Based on this theory, it can be concluded that periodontal ligament
cells can potentially be used as alveolar bone regeneration therapy in patients with ameloblastoma.
Keywords: ameloblastoma, periodontal ligament stem cell, alveolar bone
Abstrak
Ameloblastoma adalah suatu tumor jinak yang berasal dari epitel odontogen. Ameloblastoma
merupakan jenis tumor dengan prevalensi tinggi mencapai 66,67% dari keseluruhan kejadian tumor
odontogenik. Pertumbuhan abnormal sel pada ameloblastoma dapat merusak jaringan di sekitar tulang
alveolar. Bedah eksisi dibutuhkan untuk meminimalisir kambuhnya ameloblastoma, prosedur bedah eksisi
tidak hanya menghilangkan tumor tapi juga tulang alveolar sekitar. Salah satu terapi yang dapat digunakan
untuk memperbaiki tulang alveolar setelah eksisi adalah PDLSC (Periodontal ligament Stem Cell).
Artikel studi literatur ini bertujuan untuk menguji potensi terapi PDLSC sebagai tulang alveolar setelah
eksisi bedah pada pasien dengan ameloblastoma. Stem cell PDLSC baik karena memiliki proliferasi lebih
tinggi dibandingkan derivat Bone Marrow Stem Cell Mesenchymal (BMMSC). Periodontal Ligament Stem
Cell (PDLSC) dapat diisolasi dari gigi molar ketiga yang dicabut karena impaksi dan gigi premolar yang
dicabut untuk perawatan ortodonti. PDLSC mempunyai kapasitas proliferasi yang lebih tinggi dibandingkan
bone marrow stem cells. Ligamen periodontal adalah jaringan yang terspesialisasi yang berada diantara
sementum dan tulang alveolar dan memiliki peranan dalam memelihara dan menyangga gigi. Periodontal
mengandung CD-146 / STRO-1 positif yang dapat berdiferensiasi menjadi fenotip adipogenik, osteogenik,
dan kondrogenik. Terekspresinya STRO-1 pada permukaan PDLSC mengindikasikan bahwa PDLSC
memiliki prekursor osteogenik yang dapat terdiferensiasi menjadi osteoblas. Berdasarkan teori ini, dapat
disimpulkan bahwa ligament periodontal dapat digunakan sebagai terapi regenerasi tulang alveolar pada
pasien ameloblastoma.
Kata kunci : ameloblastoma, Periodontal Ligament Stem Cell (PDLSC), tulang alveolar
receptor dan dengan menggunakan normal di sekitar tumor. Sehingga akan terdapat
pengacatan immunohistochemical dan western blot defek tulang alveolar pasca dilakukannya eksisi.
analysis. Tahap pembentukan osteoblas diperantarai Oleh karena itu diperlukan sebuah terapi untuk
oleh gen RUNX-2 dan DLX-5.20 Pada tahap akhir memperbaiki defek tulang alveolar tersebut.
pembentukan osteoblas, TGFβ akan menghentikan Penelitian terbaru menyimpulkan bahwa
diferensiasi dan mineralisasi dari osteoblas dengan perawatan regenerasi jaringan menggunakan stem
cara meghambat ekspresi gen RUNX-2, sehingga sel cell akan lebih mengutungkan. Stem cell merupakan
tidak berpoliferasi secara terus menerus. Pada tahap sel multipoten yang dapat berdiferensissi menjadi
ini, cirri fenotip yang tampak antara lain, ALP, BSP, osteoblas dan osteosit dan membentuk tulang baru.
kolagen tipe I, osteopoietin, osteoclacin dan PTH- Dental stem cel adalah stem cell yang berada atau
related protein receptor.13 didapat pada gigi. Berdasarkan asalnya Dental
ALP merupakan enzim yang disekresi oleh stem cell dibagi menjadi beberapa jenis, salah
osteoblas pada saat osteoblas tersebut aktif. Enzim satunya adalah Periodontal ligament stem cells
ini berfungsi untuk meningkatkan konsentrasi (PDLSC). PDLSC mudah didapatkan serta efisien
fosfat inorganik dan mengaktifkan sabut kolagen dalam pemanfaatan gigi pasca ekstaksi , sebab
sehingga dapat menyebabkan pengendapan garam- dapat diisolasi dari gigi premolar yang dicabut
garam kalsium. ALP dalam darah merupakan untuk perawatan orthodonsia, juga dapat diperoleh
indicator kecepatan pembentukan tulang. Kolagen dari gigi sulung yang telah dicabut dan gigi molar
tipe I merupakan matriks organik yang menyusun ketiga yang dicabut karena impaksi. PDLSC
90% tulang. Protein non-kolagen yang menyusun memiliki potensi replikasi dan dapat membentuk
tulang antara lain osteopoietin, osteonectin dan single-cell colony. PDLSC memiliki perangkat
BSP. Protein-protein tersebut memiliki aktivitas stem cell yang penting dan memiliki peran untuk
untuk mengikat kalsium yang bertanggung jawab perbaikan diri, multipotensi, serta mengekspresikan
pada regulasi hidroksi apatit. BSP dan osteopoietin mesenchymal stem cell marker. Keberadaan marker
mengandung asam amino arggly-asp dan dapat osteoblasik/sementoblastik yang di ekspresikan
memediasi perlekatan osteoblas pada matriks tulang. PDLSC seperti alkaline phosphatase (ASP), bone
Ekspresi dari osteocalcin berhubungan dengan sialoprotein (BSP), osteocalcin dan TGFβ receptor
regulasi masa tulang.21 mengindikasikan adanya progenitor cell dalam
Membran sel osteoblas memiliki reseptor PDLSC yang mempunyai peranan dalam mengatur
yang mengikat hormone paratiroid. Hormon homestasis jaringan dan regenerasi tulang alveolar.
paratiroid dapat meningkatkan permeabilitas Terekspresinya STRO-1 pada permukaan
membrane osteosit dan mengaktifkan pompa kalsium PDLSC mengindikasikan bahwa PDLSC memiliki
dengan kuat sehingga terjadi difusi ion kalsium ke prekursor osteogenik yang dapat terdiferensiasi
dalam membrane osteoblas. Selanjutnya, pompa menjadi osteoblas. Tahapan dalam pembentukan
kalsium disisi lain dari sel akan memindahkan ion osteoblas melibatkan sejumlah gen spesifik dan pada
kalsium yang tersisa kedalam cairan ekstavaskuler.22 tiap tahapan tersebut nampak ciri fenotip. PDLSC
merupakan multipotent mesenchymal stem cell
yang dapat berdiferensiasi menjadi beberapa sel,
Pembahasan
antara lain osteosit, adiposit dan kondrosit. Pada
Ameloblastoma merupakan varian tumor
tahapan awal pembentukan osteoblas yaitu bipoten
odontogenik yang paling sering terjadi. Perawatan
mesenchymal stem cell dan tripoten mesenchymal
yang paling banyak dipilih untuk menangani
stem cell, PDLSC berdiferensiasi menjadi adiposit,
ameloblastoma adalah bedah eksisisi. Bedah eksisi
kondrosit dan osteosit. Pada tahap ini cirri fenotip
lebih menguntungkan karena dapat menekan
yang nampak pada PDLSC antara lain renewing-
terjadinya rekurensi tumor. Dalam prosedurnya,
cell, ekspresi STRO-1, ALP, dan kolagen tipe I, III,
bedah eksisi tidak hanya menyingkirkan tumor saja
V.
akan tetapi juga menghilangkan sebagian tulang
Gen MSX-2 menstimulasi peningkatan
ekspresi faktor transkripsi RUNX-2 pada perbaikan defek tulang alveolar pasca pembedahan
tahapan commited osteoprogenitor cell. Faktor eksisi pada penderita ameloblastoma.
transkripsi RUNX-2 adalah faktor yang dibutuhkan
untuk diferensiasi osteoblas. MSX-2 bersama Daftar pustaka
dengan RUNX-2 mengatur transkripsi osteocalcin 1 Ghandhi D, Ayoub AF, Anthony
M,MacDonald G, Brocklebank LM, Moos
yang dibutuhkan untuk proses mineralisasi tulang.. KF.Ameloblastoma: a surgeon’s dilemma. J
Pada tahap pre-osteoblas, TGFβ berperan untuk Oral Maxillofac Surg 2006;64:1010–4.
menstimulasi proliferasi sel osteoprogenitor yang 2 Archer WH. A Manual of Oral Surgery. 1st
selanjutnya akan diekspresikan oleh faktor transkripsi Ed. Philadelphia; W.B.Saundessrs Company;
1952.p. 313.
RUNX-2 dengan bantuan MSX-2. Sehingga sel 3 Shafer GS, Hine MR, Levy BM. A text book of oral
osteoprogenitor berdiferensiasi menjasi sel pre- pathology, 4thed.Philadelphia: WB Sauders Co;
osteoblas. Ciri yang nampak pada tahap ini antara 1983.p.276-85.
lain proliferasi sel ALP, kolagen tipe I, BSP dan 4 Carranza FA, McClain P, Schallorn R.
Regenerative osseous surgery. In: Newman,
PTH-related protein receptor. Tahap pembentukan Takei, Carranza, Carranza’s clinical
osteoblas diperantarai oleh gen RUNX-2 dan DLX- periodontology. 9ed Philadelphia: WB
5. Saunders Co.;2002
5 Nugraha DE, Bahan-Bahan Cangkok yang
Pada tahap akhir pembentukan osteoblas,
Digunakan pada Rahang Atas dan Dalam
TGFβ akan menghentikan diferensiasi dan Bedah Mulut.2012. Akses 6 september
mineralisasi dari osteoblas dengan cara meghambat 2012 Available on: http://www.scribd.
com/doc/96663147/Materialgraft-Yang-
ekspresi gen RUNX-2, sehingga sel tidak Digunakan-Pada-Bedah-Mulut-Dan-
berpoliferasi secara terus menerus. Pada tahap ini, Maxillofacial
cirri fenotip yang tampak antara lain, ALP, BSP, 6 Ghom,A Maskhe, Shubangin. Textbook of oral
pathology.New Delhi: Jaypee Brother Medical
kolagen tipe I, osteopoietin, osteoclacin dan PTH-
Publisher; 2008.
related protein receptor. ALP merupakan enzim yang 7 Reichart PA, Philipsen HP, Sonner S.
disekresi oleh osteoblas pada saat osteoblas tersebut Ameloblastoma: biological profile of 3677
aktif. Enzim ini berfungsi untuk meningkatkan cases”. Eur J Cancer B Oral Oncol. 1995;31B
(2): 86–99. PMID 7633291.
konsentrasi fosfat inorganik dan mengaktifkan sabut
8 Adekey EO, McLavery K. Recurrent
kolagen sehingga dapat menyebabkan pengendapan Ameloblastoma of the Maxillofacial region.
garam-garam kalsium. ALP dalam darah merupakan Clinical features andtreatment. J Maxillofac
indikator kecepatan pembentukan tulang. Kolagen Surg 1986;14:153-7.
9 De Haantjes van Het Oosten. Klasifikas
tipe I merupakan matriks organik yang menyusun
Ameloblastoma. 2010. Akses 6 Sptember
90% tulang. Protein non-kolagen yang menyusun 2012. Available on : http://potooloodental.
tulang antara lain osteopoietin, osteonectin dan blog.com/?p=257
BSP. Protein-protein tersebut memiliki aktivitas 10 Yudha HS, Diagnosa dan Penanganan
Ameloblastoma/Adamantinoma.2012 diakses
untuk mengikat kalsium yang bertanggung jawab
tanggal 24 Agustus 2012. Available on:
pada regulasi hidroksi apatit. BSP dan osteopoietin herrysetyayudha.wordpress.com/2012/03/25/
mengandung asam amino arggly-asp dan dapat diagnosa-dan-penanganan-ameloblastoma-
memediasi perlekatan osteoblas pada matriks tulang. adamantinoma
11 Ohishi M. Management of mandibula ameloblastoma
Ekspresi dari osteocalcin berhubungan dengan
the clinical basis for tratment alogaritm. J Oral
regulasi masa tulang. Maxillofacial Surgery 1999:37.
12 Bluteau G, HU Luder, C Debari, TA Mitsiadis.
Stem Cell for Tooth Engineering. Eur Cell and
Kesimpulan Material 2008;16:1-9.
Berdasarkan kajian literatur ini dapat disimpulkan 13 Gay IC, Chen S, MacDougall M. Isolation
bahwa PDLSC mampu berdiferensiasi menjadi and Characterization of Multipotent Human
Periodontal Ligament Stem Cells. Orthodontics
osteoblas dan merangsang regenerasi tulang dengan
and Craniofacial Research 2007;10(3):149-60.
baik. Sehingga dapat dimanfaatkan untuk terapi 14 Seo BM, Miura M, Gronthos S, Bartold PM,
1 Batouli S, Brahim J, Young M, Robey PG, Wang CY, Shi S. Investigation of Multipotent Postnatal
Stem Cells from Human Periodontal Ligament. Lancet 2004;364(9429):149-55.
2 Morsczek C. Gene Expression of runx2, Osterix, c-fos, DLX-3, DLX-5, and MSX-2 in Dental Follicle
Cells during Osteogenic Differentiation In Vitro. Calcif Tissue Int. 2006;78(2):98-102.
3 Isaka J, Ohazama A, Kobayashi M, Nagashima C, Takiguchi T, Kawasaki H, Tachikawa T, Hasegawa
K. Participation of Periodontal Ligament Cells with Regeneration of Alveolar Bone. J Periodontol
2001;72(3):314-323.
4 Yi Liu, Ying Z, Gang D, Dianji F, Chunmei Z, Peter MB, Stan G, Songtao S, Songlin. Periodontal
Ligament Stem Cell-Mediated Treatment for Periodontitis in Miniature Swine. Stem Cell 2008;26
(4): 1065–73.
5 Hughes J, Wendy T, Georgeous B, Gianlucca M. Effects of Growth Factors and Cytokines on Osteoblas
Differentiation. Periodontology 2000 2006;41:51-54.
6 Cho, Moon-Il and Garant, Philias R. Expression and Role of Epidermal Growth Factor Receptors
during Differentiation of Cementoblasts, Osteoblass, and Periodontal Ligament Fibroblasts in The
Rat. The Anatomical Record 1996;245:342–360.
7 Yoshinori S, Tatsuya Y, Fumio T, Mika I, Osamu I, Kazuhiro O K H, Kotaro I, Masuo O, Hiroyuki
K. A Cell Line with Characteristics of The Periodontal Ligament FIbroblasts is Negatively Regulated
for Mineralization and Runx2/Cbfa1/Osf2 Activity, Part of Which Can be Overcome by Bone
Morphogenetic Protein-2. Journal of Cell Science 2002;115:4191-4200.
8 Karina GS, Bruno BB, Márcio ZC & Enílson AS, Francisco HN Jr. Stem Cells: Potential Therapeutics
for Periodontal Regeneration. Stem Cell Rev 2008;4:13–19.
9 Guyton dan Hall. Medical Physiology. WB Saunder Company; 2005.p.1250.
Advertorial
ABSTRACT
Dental and oral diseases as caries and gingivitis is one of the most health problems in children. Decreasing
quality of oral health in children is caused by biological factors, such as bacteria. This situation is getting
worse by the lack of knowledge and dental health awareness. On the other hand there are few programs that
support oral health in children. Dental Health’s Card for Children (DENTOCHIL) provides a solution as
instruments that support generally consists of columns of oral health history, health status and progress chart
of dental health, and oral health educations. DENTOCHIL is an innovation in community service, which
care about health issues, particularly the oral health in children. DENTOCHIL designed in an interesting
and practical, easy to understand, while still providing full functionality. In practice the main objectives of
the program DENTOCHIL were children aged 6-12 years attending primary school. They were selected
because it has the highest prevalence of dental caries as a patient and other periodontal diseases. Al-Fath
SD was chosen as a representative sample of the target communities because it has a UKGS which will
support the passage of the program directly. Dental schools will conduct inspections and monitoring of oral
health of children, and students to socialize and play a role in guiding children in the charging instrument.
With the direct involvement of children in this program, is expected to increase the active role of children
and foster awareness of oral health.
KEYWORDS: DENTOCHIL, children, oral health , card
ABSTRAK
Penyakit gigi dan mulut seperti halnya karies dan gingivitis merupakan salah satu masalah kesehatan
yang paling banyak terjadi pada anak. Penurunan kualitas kesehatan gigi dan mulut pada anak disebabkan
oleh faktor biologis, seperti bakteri. Keadaan ini bertambah parah dengan rendahnya pengetahuan dan
kepedulian anak-anak terhadap kesehatan gigi dan mulut serta minimnya program yang mendukung upaya
pencegahan penyakit gigi dan mulut pada anak-anak. Untuk mengatasi permasalahan tersebut program
Dental Health’s Card for Children (DENTOCHIL) memberikan solusi berupa media kartu yang secara
umum berisikan kolom riwayat kesehatan gigi dan mulut, tabel status kesehatan dan perkembangan gigi,
grafik kesehatan gigi anak, dan halaman edukasi kesehatan gigi dan mulut. DENTOCHIL merupakan
inovasi dalam bidang edukasi kesehatan gigi dan mulut. DENTOCHIL didesain secara menarik dan
praktis, mudah dimengerti, namun tetap memberikan fungsi yang maksimal. Dalam pelaksanaannya
masyarakat sasaran utama dari program DENTOCHIL adalah anak-anak usia 6-12 tahun yang duduk di
bangku Sekolah Dasar. Mereka dipilih karena memiliki prevalensi paling tinggi sebagai penderita karies
gigi dan penyakit periodontal lain. SD AL-Fath dipilih sebagai sampel yang mewakili masyarakat sasaran
karena telah memiliki UKGS yang nantinya akan mendukung berjalannya program secara langsung.
Dokter gigi sekolah akan melakukan pemeriksaan dan pemantauan kesehatan gigi dan mulut anak, dan
mahasiswa berperan dalam memberikan sosialisasi serta membimbing anak dalam pengisian instrumen.
Dengan keterlibatan langsung anak-anak dalam program ini, diharap dapat meningkatkan peran aktif dan
menumbuhkan kepedulian anak terhadap kesehatan gigi dan mulut.
KATA KUNCI : DENTOCHIL,anak-anak, kesehatan gigi dan mulut, kartu
1
Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas , Universitas Airlangga
PENDAHULUAN
Untuk mencapai target pelayanan kesehatan gigi berbagai indicator telah ditentukan WHO, antara lain
anak umur 5 tahun 90% bebas karies, anak umur 12 tahun mempunyai tingkat keparahan kerusakan gigi
(indeks DMF-T) sebesar 1 (satu).1
Namun kenyataannya prevalensi karies gigi anak tetap menjadi masalah klinik yang signifikan. Di
Indonesia data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 melaporkan bahwa prevalensi karies gigi aktif pada
usia 12 tahun sebesar 29,8% dengan indeks DMF-T 0,91 dan mencapai 4,46 pada usia 35-44 tahun 1
Selain itu di wilayah perkotaan, prevalensi penyakit periodontal pada anak meningkat dari 62%-
72% dan prevalensi karies meningkat dari 72%-73%. Didaerah pedesaan, prevalensi penyakit periodontal
pada anak meningkat dari 68% - 89% dan prevalensi karies meningkat dari 66%- 71%. 2
Tingginya angka penyakit gigi dan mulut saat ini sangat dipengaruhi oleh faktor perilaku yang
belum menyadari pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Hal ini salah satunya disebabkan
karena masih minimnya program yang dapat memberikan edukasi kesehatan gigi dan mulut pada anak-
anak secara menyenangkan sehingga proses transfer edukasi kesehatan gigi dan mulut dapat diterima
lebih retentif. Oleh karena itu, penulis memperkenalkan program Dental Health’s Card for Children
(DENTOCHIL).
DENTOCHIL merupakan program edukasi kesehatan gigi dan mulut dengan media kartu yang
diadaptasikan dengan perkembangan psikologis anak. Kartu DENTOCHIL di desain menarik, , edukatif
dan berisi dental record sederhana yang dapat dipahami oleh anak.
Target dari DENTOCHIL adalah timbul komunikasi yang baik antara praktisi kesehatan gigi dan
anak, sehingga anak mampu memahami pentingnya perawatan gigi sejak dini. Program ini diperuntukkan
bagi anak-anak usia 6-12 tahun atau setara dengan pendidikan sekolah dasar. Range usia tersebut dipilih
karena merupakan usia yang rentan terjangkit penyakit gigi dan mulut. 3
Pendekatan yang dilakukan dalam program DENTOCHIL disesuaikan dengan perkembangan
psikologis dan pemahaman anak. Halaman edukasi berisi materi yang disesuaikan dengan pemahaman
kelompok usia. DENTOCHIL dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu untuk anak usia 6-8 tahun ( kelas 1-2 SD)
, untuk anak usia 9-10 tahun ( 3- 4 SD), dan usia 11-12 tahun ( 5-6 SD).
Pelaksanaan program ini kami lakukan di SD Al-Fath, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri. SD
Al-fath merupakan sekolah dasar yang memiliki Unit Kegiatan Gigi Sekolah yang mandiri, sehingga
pelaksanaan program ini dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
METODE PELAKSANAAN
Pada pelaksanaan program ini Dental Health’s Card for Children (DENTOCHIL) menjadi instrumen utama
dalam penyuluhan kesehatan gigi. Instrumen ini berupa kartu yang berisikan halaman edukasi kesehatan
gigi dan mulut, kolom riwayat kesehatan gigi dan mulut, tabel status kesehatan dan perkembangan gigi,
grafik kesehatan gigi anak serta halaman keluhan pasien anak dan nasihat dokter gigi.
DENTOCHIL menjadi media yang praktis dalam menyimpan informasi riwayat penanganan
kesehatan gigi dan mulut. Selain itu, desain DENTOCHIL yang memperhatikan aspek psikologis
anak terbukti mampu menarik minat anak untuk ikut berpartisipasi dalam pengisian DENTOCHIL.
DENTOCHIL memiliki fungsi ganda yaitu edukasi dini sebagai pencegahan dan media penulisan riwayat
dalam penanganan. Hal-hal seperti status kesehatan dan perkembangan gigi anak dikomunikasikan secara
rutin antara anak dan dokter gigi sekolah. Sehingga, kartu ini menjadi data sekunder bagi dokter gigi dan
pencatat riwayat kesehatan gigi anak yang sederhana sehingga mampu dipahami oleh anak.
Halaman edukasi DEDNTOCHIL berisi mengenai pesan-pesan kesehatan gigi disertai gambar-
gambar menarik dengan materi yang mencakup : (1) Cara menyikat gigi yang benar (2) Makanan dan
Minuman yang menyehatkan gigi serta yang dapat merusak gigi (3) Pengenalan bagian-bagian gigi (4)
kebiasaan-kebiasaan buruk yang dapat merubah oklusi gigi. Materi tersebut diadaptasi dari teori Albert
4
mengenai langkah yang perlu dilakukan untuk memastikan gigi dan mulut berada dalam keadaan yang
sehat.
Sistem pengisian kartu secara mandiri oleh anak mampu mengubah ketidakpedulian anak menjadi
peran aktif dan kemandirian anak dalam memantau kesehatan gigi dan mulut. Adanya kolom bagi anak untuk
bercerita mengenai keluhan gigi dan mulutnya, dan juga kolom untuk menyampaikan nasihat serta motivasi
untuk anak mampu menjadi media bagi praktisi kesehatan gigi dan pasien anak-anak untuk berinteraksi
secara menyenangkan. Lembar edukasi dan pesan-pesan singkat di setiap halaman DENTOCHIL secara
efektif mampu memberikan pemahaman mengenai kesehatan gigi dan mulut kepada anak-anak
Sasaran pelaksanaan DENTOCHIL adalah siswa-siswi SD Al-Fath kecamatan Pare kabupaten
Kediri. Kelas 2 sebanyak 21 siswa , 24 siswa kelas 4 dan klas 5 sebanyak 23 siswa
Pre-test dilaksanakan oleh tim DENTOCHIL sebagai tolak ukur keberhasilan program ini.
Kuisioner dibedakan per tingkat dengan memperhatikan tiga aspek penilaian, yaitu: Kebiasaan menjaga
kesehatan gigi dan mulut (oral hygiene), pengetahuan seputar kesehatan gigi dan mulut, dan peran aktif
anak dalam menangani masalah gigi dan mulut.
Bagan berikut menunjukkan rangkaian dari tahapan pelaksanaan program DENTOCHIL :
Pemberian sosialisasi DENTOCHIL dilakukan untuk menambah wawasan anak seputar masalah
kesehatan gigi. Bahan dari materi sosialisasi sendiri sudah terdapat pada halaman edukasi DENTOCHIL.
Praktisi kesehatan gigi dapat melakukan screening (pemeriksaan gigi standar) dan mengisi halaman riwayat
kesehatan gigi yang ada pada kartu DENTOCHIL.
Pengisian DENTOCHIL dilakukan pada saat pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut oleh anak
didampingi tim DENTOCHIL dan dokter gigi sekolah.
Empat minggu setelah pra-tes dan pengisian DENTOCHIL, kami mendatangi sekolah target
untuk memantau perkembangannya. Kami membagikan kuisioner pasca-penyuluhan untuk mengukur
keberhasilan program sekaligus untuk menilai perkembangan anak dengan cara memberikan skor hasil tes
dan nantinya dituliskan pada grafik pada halaman DENTOCHIL.
Gambar 3. Halaman Dental Record , Table Status Kesehatan Gigi , Grafik Perkembangan Kesehatan Gigi Anak dan
Kolom Interaksi Dokter Gigi dan Anak
Sesuai dengan materi penyuluhan DENTOCHIL kami mengadaptasikan isi halaman edukasi dan
materi penyuluhan ke dalam bentuk bentuk pertanyaan-pertanyaan di dalam kuisioner. Kami menggolongkan
indikator keberhasilan program in dalam tiga aspek yang telah disebutkan sebelumnya. Berdasarkan hasil
kuisioner pra dan post penyuluhan didapatkan hasil di masing-masing kelas pada ketiga aspek penilaian
seperti diagram di bawah ini yang secara pada setiap aspek di semua kelas terjadi peningkatan.
Pada pelaksanaannya, DENTOCHIL mampu menimbulkan komunikasi yang baik antara praktisi
kesehatan gigi dan anak, memberkan pemahaman kepada anak-anak terkait pengetehuan kesehatan gigi dan
mulut, meningkatkan kebiasaan baik dan partisipasi aktif anak dalam memantau dan menangani kesehatan
giginya.
Karena hasil dari pelaksanaan program DENTOCHIL sangat memberikan peningkatan terhadap
tiga aspek indikator kesehatan gigi dan mulut anak sehingga diharapkan terus meningkatkan kesehatan
gigi anak maka langkah selanjutnya yang akan dilakukan adalah dengan melakukan pemantauan di setiap
semester. Monitoring dilakukan pada sampel yang sama dan dengan menambah aspek pengetahuan di
setiap penyuluhan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kuisioner pra penyuluhan dan pasca penyuluhan yang dilakukan di SD Al-Fath Pare
Kediri dapat disimpulkan bahwa DENTOCHIL (Dental Health’s Card for Children) mampu meningkatkan
pengetahuan kesehatan gigi dan mulut, membentuk kebiasaan baik anak dalam upaya menjaga kesehatan
gigi dan mulut serta membuat anak peduli dan secara aktif berperan dalam menjaga kesehatan gigi dan
mulut. Sehingga program ini dapat dijadikan sutu alternatif program edukasi kesehatan gigi dan mulut pada
anak.
SARAN
Kami berharap agar program DENTOCHIL dapat terus berperan dalam pencegahan karies dan
manfaatnya terus dirasakan oleh masyarakat. Dentochil juga diharapkan dapat menjadi media penghubung
yang menyenangkan antara praktisi kesehatan gigi dan masyarakat, serta memotivasi pihak-pihak
terkait untuk kembali menggalakan UKGS sekolah sekolah. Gagasan program ini sebaiknya dapat terus
diregenerasi dan berkembang lebih baik di tangan kader-kader selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prevalensi Karies Gigi Aktif pada Usia 12 Tahun . Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2007.
2. Edi, S. Pengaruh pendidikan kesehatan gigi dan mulut terhadap pemeliharaan kesehatan gigi dan
mulut pada anak usia sekolah di SD Gadungan II Canden Jetis Bantul Yogyakarta. Program Studi Ilmu
Keperawatan. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta. 2005.
3. Rahayu, E.M. Pengaruh pendidikan kesehatan gigi dan mulut terhadap pengetahuan dan sikap anak
kelas V di SD Muhammadiyah Wirobrajan Yogyakarta. Program Studi Ilmu Keperawatan. Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. 2005.
4. Albert DA. Eight Steps to Dental Health. 2009. Diakses dari www.colgate.com/app/CP/US/EN/OC/
Information/Articles/oral-and-dental-health-basics/Oral-Hygiene-Basics/Articles/Eight-Steps-to Dental–
Health.cvsp (19 oktober 2012)
Literature Study
Abstract
Periodontal disease is the second most common oral disease in Indonesia, after dental caries. Periodontal
disease was in 7th ranked, survey by Health Department of Semarang. Aggressive periodontiti is one
of periodontitis type, which clinically characterized by attachment loss and alveolar bone loss of
more than one permanent tooth. Then etiology of aggressive periodontitis is bacteria Actinobacillus
actinomycetemcomitans (A.a) and abnormality of immune system such as hyperesponsive macrophages
which produces PGE2 and IL-1β in excessive amounts. Aggresive periodontitis treatment is needed an
effort to eliminating the causal of bacteria and increasing immune system at once because of the etiology.
Nowadays, the purpose of aggresive periodontitis treatment which use antibiotic is eliminating bacteria. .
Though, antibiotic affects immune system. An alternative treatment that can be used is propolis. Propolis
component which has an antimicrobal effect to gram (-) and gram (+) bacteria is ferulat acid. Beside that,
propolis also has an immunomodulator effect. Based on the explanation above, so can be concluded that
propolis has a potential in treating aggresive periodontitis disease.
Keyword : aggressive periodontitis, propolis
Abstrak
Penyakit periodontal adalah penyakit gigi dan mulut tertinggi kedua setelah karies yang banyak
diderita oleh penduduk Indonesia. Penyakit periodontal menduduki peringkat ke-7 menurut survey dari
Dinas Kesehatan kota Semarang. Periodontitis agresif merupakan salah satu tipe penyakit periodontitis yang
ditandai dengan hilangnya perlekatan jaringan ikat dan kerusakan tulang alveolar secara cepat pada lebih
dari satu gigi permanen. Etiologi periodontitis agresif adalah bakteri Actinobacillus actinomycetemcomitans
(A.a) dan pengaruh sistem imun berupa reaksi hiperesponsive makrofag yang memproduksi PGE2 dan
IL-1β dalam jumlah yang berlebihan. Dalam perawatan periodontitis agresif diperlukan usaha untuk
meningkatkan daya tahan tubuh sesuai dengan etiologi penyakit ini. Sampai saat ini, perawatan periodontitis
dengan antibiotika masih bertujuan untuk mengeliminasi bakteri. Padahal bila dicermati, antibiotika
ternyata dapat mempengaruhi respon imun. Alternatif pengobatan yang bisa digunakan adalah penggunaan
propolis lebah. Komponen propolis yang mempunyai efek antimikroba adalah asam ferulat yang dapat
membunuh kuman gram (-) maupun kuman gram (+). Selain memiliki efek antimikroba, propolis juga
berperan dalam meningkatkan sistem imun (imunomodulator). Berdasarkan telaah berbagai literatur, maka
dapat disimpulkan bahwa propolis lebah berpotensi sebagai terapi dalam mengobati penyakit periodontitis
agresif.
Keyword : periodontitis agresif, propolis lebah
1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember
Correspondence:
Jl. Kalimantan I No. 58
Jember, Jawa Timur 68121
Tel. (62-331) 333536
Fax. (62-331) 339029
memiliki beberapa aktivitas biologis dan periodontitis dengan antibiotika masih bertujuan
farmakologis antara lain bersifat antibakteri, untuk mengeliminasi bakteri. Efek samping dari
baik terhadap bakteri gram positif maupun gram antibiotika ternyata dapat mempengaruhi respon
negatif.15,16 Salah satu kandungan senyawa kimia imun. 20,21
yang bersifat antibakteri pada propolis adalah Dalam perawatan periodontitis agresif
senyawa flavonoid.17 diperlukan usaha untuk meningkatkan daya tahan
Berdasarkan fakta-fakta penelitian mengenai tubuh, mengingat karakteristik timbulnya penyakit
peran positif propolis lebah yang telah diuraikan ini, diawali dengan adanya gangguan imunitas.
di atas, penulis mencoba mengungkap rahasia Untuk itu diperlukan pemberian antibiotik yang
propolis lebah melalui berbagai studi pustaka bertujuan untuk mengeliminasi bakteri penyebab
dari segi ilmiah kedokteran mengenai potensi sekaligus meningkatkan daya tahan tubuh. Alternatif
dan mekanisme aksi propolis lebah sebagai terapi yang bisa digunakan adalah penggunaan antibiotika
periodontitis agresif. dari alam, salah satunya adalah penggunaan propolis
lebah.18
Kandungan senyawa kimia lain yang
Pembahasan
penting pada propolis adalah senyawa flavonoid.
Bakteri penyebab periodontitis agresif yaitu
Penelitian secara in vitro maupun invivo
A.a, dapat memicu terbentuknya LPS yang akan
menunjukkan aktivitas biologis dan farmakologis
mengaktifkan sitokin-sitokin (PGE2 dan IL-1β).
dari senyawa flavonoid sangat beragam, salah satu
Bakteri ini dapat menembus jaringan ikat ginggiva
diantaranya yakni memiliki aktivitas antibakteri.
hingga ligamen periodontal serta tulang alveolar.7
Flavonoid bisa memberikan efek antibiotik natural
Dengan demikian penyakit periodontitis agresif
yang terkuat dan berfungsi menyembuhkan atau
juga dapat memicu terjadinya resorpsi tulang
sedikitnya mengurangi rasa sakit, meredakan
alveolar. Sedangkan dari faktor imunologi, sistem
radang, mengikat zat racun yang masuk ke dalam
imun yang rendah dapat menyebabkan defek dari
tubuh dan memperkuat sistim imunitas tubuh. 17
sel-sel PMN (neutrofil) karena adanya hambatan
Para peneliti menyatakan pendapat yang
kemotaksis pada PMN. Defek dari neutrofil akan
berbeda-beda sehubungan dengan mekanisme kerja
berpengaruh pada reaksi hiperesponsive makrofag
dari flavonoid dalam menghambat pertumbuhan
yang memproduksi PGE2 dan IL-1β dalam jumlah
bakteri, antara lain bahwa flavonoid menyebabkan
yang berlebihan.5
terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel
Beberapa metode perawatan periodontitis
bakteri, mikrosom, dan lisosom sebagai hasil
agresif yang sering dijumpai dapat berupa terapi
interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri.
nonbedah, bedah, maupun kombinasi keduanya
Secara umum, terdapat 3 mekanisme flavonoid
yang disertai pemberian antimikroba.19 Terapi ini
dalam menghambat pertumbuhan bakteri, yaitu
banyak dilakukan dengan tingkat keberhasilan
menghambat sintesis asam nukleat, menghambat
yang bervariasi. 20,21 Data klinis menunjukkan
fungsi membran sitoplasma serta menghambat
keberhasilan jangka panjang perawatan lebih
metabolisme energi.17
bergantung pada hasil dari terapi tahap pertama
Terdapat tujuh komponen flavonoid
dibandingkan terhadap terapi bedah spesifik.23,24
yang berperan dalam menghambat sintesis asam
Sejak penelitian-penelitian yang melaporkan bakteri
nukleat. Salah satunya adalah quercetin yang akan
A.a berperan penting sebagai etiologi periodontitis
mengadakan ikatan dengan GyrB subunit dari
agresif, beberapa ahli menyarankan perawatan
DNA gyrase dan akan menghambat aktivitas dari
periodontitis agresif menggunakan pemakaian
enzim ATPase sehingga sintesis asam nukleat dapat
antibiotik.24 Prognosis terapi bergantung pada
dihambat.24
keadaannya yang bersifat lokal atau menyeluruh,
Mekanisme kedua propolis dalam
derajat kerusakan, serta usia pada waktu pertama kali
menghambat pertumbuhan bakteri adalah dengan
dilakukan pemeriksaan. Sampai saat ini, perawatan
menghambat fungsi membran sitoplasma dimana
komponen flavonoid yang terlibat adalah catechin. menstimulasi terbentuknya sitokin seperti IL-1 dan
Catechin memiliki aktivitas yang lebih besar TNF, melalui sel makrofag pada perut mencit, dan
terhadap bakteri gram positif daripada bakteri dapat memodulasi baik secara in vivo maupun in
gram negatif. Catechin terutama merusak membran vitro C1q oleh makrofag sebaik fungsi komplemen
bakteri dengan mengganggu lipid billayers secara reseptor yang secara langsung atau melalui sitokin.31
langsung dengan menembus membran bakteri Berdasarkan penjelasan di atas, selain
sehingga menyebabkan terganggunya fungsi memiliki kemampuan yang dapat menghambat
pertahanan bakteri. Catechin menyebabkan fusi pertumbuhan bakteri, propolis juga dapat
membran yaitu suatu proses yang mengakibatkan meningkatkan respon imun host. Selain itu,
kebocoran bahan intramembran. 25 beberapa penelitian menyimpulkan bahwa propolis
Selain kedua mekanisme di atas, mampu meningkatkan reaktivitas imun tanpa efek
licochalcone A dan C serta lonchocarpol yang samping. Oleh karena itu, propolis berpotensi
terkandung dalam flavonoid dapat menghambat digunakan untuk terapi periodontitis agresif.
metabolisme energi. Licochalcone A mengganggu
metabolisme energi dengan cara yang mirip dengan
Kesimpulan
antibiotik yang menghambat respirasi, yaitu
Berdasarkan telaah berbagai literatur, maka dapat
dengan menghambat pada tahap transport elektron.
disimpulkan bahwa propolis lebah berpotensi
Licochalcone A dan C relatif menghambat reduktase
sebagai terapi dalam mengobati penyakit
c NADH–sitokrom.26 Dengan terhambatnya
periodontitis agresif karena mengandung senyawa
metabolisme bakteri, maka pertumbuhan bakteri
flavonoid yang memiliki fungsi sebagai antimikroba
dapat terhambat.
dan imunomodulator sehingga dapat meningkatkan
Selain memiliki efek antimikroba, propolis
sistem imun.
juga berperan dalam meningkatkan sistem imun
(imunomodulator). Efek stimulsi imun dari terapi
prophylactic propolis telah banyak dilakukan studi
Saran
klinikal.27 Sekresi kapasitas sitokin meningkat
secara signifikan selama periode pengobatan dalam Berdasarkan telaah di atas, penulis dapat
tergantung dengan cara dan waktu. Sebuah laporan memberikan saran sebagai berikut.
tentang kegiatan imunomodulator ekstrak propolis 1. Perlu adanya penelitian secara in vivo dan
cair menunjukkan bahwa ekstrak propolis yang in vitro dan kajian lebih lanjut tentang
larut air (WSDP) meningkatkan perlindungan kandungan propolis lebah sebagai terapi dalam
terhadap infeksi bakteri gram negative, melalui mengobati penyakit periodontitis agresif,
aktivasi makrofag.28 sehingga hasilnya dapat disosialisasikan
Pada penilitian terbaru ditemukan sejumlah dan dimanfaatkan masyarakat luas sebagai
tipe flavonoid yang terkandung pada propolis penunjang pengobatan penyakit periodontitis
dapat menstimulasi proliferasi leukosit pada darah agresif.
perifer manusia. Terdapat 6 komponen cara kerja 2. Perlu adanya kajian lebih lanjut tentang
dari propolis yang diidentifikasi sebagai derivat propolis lebah sehingga bisa dipertimbangkan
asam caffeoylquinic, yaitu dengan meningkatkan bagi pemerintah dan masyarakat untuk
pergerakan dan penyebaran dari makrofag.29 pengembangan budidaya lebah penghasil
Peningkatan aktivitas yang signifikan propolis lebah, sehingga dapat meningkatkan
dari sel T helper, sitokin, IL2, g-interferon, dan kesejahteraan peternak lebah.
makrofag dan yang berguna dalam terapi dari
beberapa penyakit yang disebabkan oleh disfungsi Daftar Pustaka
imun.30 Propolis memodulasi sistem kekebalan 1. Albandar JM, Tinoco EM. Global
imun non spesifik melalui aktifitas makrofag. epidemiology of periodontal disease in
Berdasarkan pada beberapa penelitian, propolis
children and young persons. Periodontology Propolis and Its Chemical Composition.
2002; 29: 153-176 DARU. 2007;15(1): 45-48.
2. Albandar JM, Brown LJ, Loe H. Clinical 13. Bankova, V.S., de Castro, S.L., and Marcucci,
features of early onset periodontitis. J Am M.C. Propolis: Recent Advances in Chemistry
Dent Assoc 1997; 71: 867-9 and Plant Origin. Apidologie. 2000;3: 3-15.
3. Beck JD, Arbes SJ. Epidemiology of Gingival 14. Farre, R. Frasquet, I. & Sanchez, A. El Propolis
and Periodontal Disease. In: Newman MG, y La Salud (Propolis and Human Health). Ars
Takei HH, Klokkevold PR & Carranza FA. Pharmaceutica. 2004;45(1):21-43.
Carranza’s Clinical Periodontology, 10th. S: 15. Dobrowolski JW, Vohora SB, Sharma K, Shah
Saundert. Louis Missouri: Saunders Elsevier. SA, Naqvi SAH, Dandiya PC. Antibacterial,
2006; p.127-9 antifungal, antiamoebic, antiinflammatory and
4. Newman M.G., Takei H, Caranza, F.A. antipyretic studies on propolis bee products.J
Clinical periodontology.9th ed. Philadelphia Ethnopharmacol. 1991; 35:77–82.
London New-York: WB. Saunders Co. 2002 16. Moreno MIN, Isla MI, Cudmani NG, Vattuone
5. Carranza F. A., Henry H. T., Michael G. N. MA, Sampietro AR. Screening of antibacterial
Clinical Periodontology 9th ed. W. B. Saunders activity of Amaicha del Valle (Tucumán,
Co: Philadelphia. 2002 Argentina) propolis. J Ethnopharmacol. 1999;
6. Kido J, Kido R,Suryono, Kataoka M, Fagerhol 69:97–102.
MK, Nagata T. Induction of calprotectin 17. Ghisalberti EL. Propolis: a review. Bee
released by Porphyromonas gingivalis World.1979; 60:59–84.
lipopolysaccharidein human neutrophils. Oral 18. American Academy of Periodontology:
Microbiology and Immunology. 2004;19:182- Parameter on Agressive Periodontitis. J
7 Periodontol. 2000; 71: 867-9
7. Liorente MA, Griffiths GS. Periodontal status 19. Klokkevold PR, Nagy RJ. Treatment of
among relatives of aggressive periodontitis aggressive periodontitis and atypical forms
patients and reliability of family history report. of periodontitis. In: Newman MG, Takei HH,
J Clin Periodontol. 2006; 33: 121-5 Klokkevold PR and Carranza FA. Carranza’s
8. Xajigeorgiou C, Sakellari D, Slini T, Baka A, Clinical Periodontology, 10th. St.Louis
Konstantinidis A. Clinical and microbiological Missouri: Saunders Elsevier. 2006;693-700.
effects of different antimicrobials on 20. Omura, M. dan Satoh,T. Effects of antibiotics
generalized aggresive periodontitis. J Clin on chemotaxis of polymorphonuclear
Periodontol. 2006;33:254-64 leucocytes on experimental rabbit infection
9. Mabry T, Yukna R, Sepe W. Freeze-Dried models. Dentistry in Japan. 2001;37: 138-140
Bone Allografts With Tetracycline in The 21. Hamilton-Miller, J.M. Immunopharmacology
Treatment of Juvenile Periodontitis. J of antibiotics: Direct and indirect
Periodontal. 1995;56: 74-88 immunomodulation of defence mechanisms. J
10. Prawirohardjo, S. Ilmu Kandungan Edisi Chemother. 2001;13(20): 107-111
2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono 22. Hill. Propolis The Nature Antibiotik,6thed.
Prawirohardjo. 1999 Thorshone Publisher Limited:Willingborough.
11. Valcic, S. Montenegro, G. Mujica, AM. Avi, 1981
G. Franzblau, S. Singh, MP. Maiese, WM. 23. Klokkevold RP, Nagy RJ. Treatment of
Timme, BN. Phytochemical, Morphological, aggressive periodontiris and atypical form of
and Biological Investigations of Propolis Chile. periodontitis . In: Newman MG, Takei HH,
Verlag der Zeitschrift fűr Naturforshchung. Klokkevold RP and Carranza AF. Carranza’s
1999;54c: 406-416. clinical periodontology, 10th. St. Louis
12. Yaghoubi, SMJ. Ghorbani, GR. Soleimanian, Missouri: Saunders Elsevier; 2006.p.127-9.
ZS. Satari, R. Antimicrobial Activity of Iranian 24. Xajigeogiou C, Sakellari D, Slini T, Baka A,