Anda di halaman 1dari 31

APLIKASI MATERI PENDIDIKAN HADITS TENTANG

TOLERANSI BERTETANGGA DI KERENG PANGI KM. 14,5


KATINGAN HILIR KALIMANTAN TENGAH

OLEH
RUWAIDA
NIM 16. 11. 1152

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL FALAH


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BANJARBARU
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara dengan kultur budaya dan sosial yang sangat

beragam. Berbagai suku, budaya, agama, ras dan cara berperilaku dalam bersosialisasi

mewarnai kehidupan bertoleransi di negara Indonesia. Indonesia pun bisa merdeka

secara mandiri karena semangat toleran yang menimbulkan persatuan dan kesatuan

seluruh masyarakat Indonesia untuk membasmi penjajah Belanda dan Jepang.

Masyarakat kita pada zaman itu memperkuat semangat dan tidak memperdulikan

egoistis suku, ras, serta agama bersama dengan para pahlawan proklamator dan

revolusi sehingga kemerdekaan dan pemerintahan Indonesia berjalan dengan lancar

hingga sekarang.1

Salah satu toleransi yang sangat nyata terasa di Indonesia adalah toleransi

dalam bertetangga. Dimana masyarakat yang saling berhubungan baik tanpa

mempermasalahkan agama dan suku antar tetangga. Berhubungan baik tidak hanya

sebatas antar umat beragama Islam saja, namun juga antar umat beragama lainnya,

karena bukan hanya jalinan Ukhuwah Islamiyah (Saudara Semuslim) saja yang harus

dipererat, namun jalinan Ukhuwah Insaniyah (Saudara Semanusia) pun juga harus

dijaga.

1
Moch wafiq alqurni ischaq, “pandangan masyarakat dan mahasiswa tentang toleransi di Indonesia saat
ini”, Kompasiana”, No. 4, Oktober 2019, h.85

1
Manusia merupakan makhluk sosial yang mesti berinteraksi dengan sesamanya.

Mereka membentuk komuntias sendiri lalu bermasyarakat dan bertetangga.

Kehidupan manusia tidak lepas dari hal-hal ini. Oleh karena itu ketika jiwa manusia

dipenuhi ruh keimanan dan agama sebagai wadah kehidupan seseorang, agama

mengajarkan ummatnya untuk memelihara dan menghargai orang lain dalam

pergaulan masyarakat.

Karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendirian

melainkan masih membutuhkan sesamanya, seseorang yang beragama menyadari

ajaran-ajaran agamanya mengajarkan agar menjadi pribadi yang berjiwa sosial,

bersopan santun serta menghormati dan menyayangi sesamanya, terutama tetangga.

Tetangga ibarat kata dapat dikatakan sebagai saudara yang paling dekat.

Karena jarak secara posisi rumah merupakan yang paling dekat. Mungkin kadang kita

memiliki banyak saudara, namun jarak rumahnya tidak selalu berdekatan dengan kita.

Sedangkan tetangga adalah orang yang paling dekat dengan kita, walau mereka bukan

saudara. Dengan kenyataan ini, maka para tetangga menjadi sangat penting dalam

kehidupan bermasyarakat. Pada kenyataannya pula, terkadang tetanggalah yang

pertama kali tahu tentang segala hal yang menimpa kita, bahkan saudara kita

sendiripun belum mengetahuinya.

Maka sudah sepatutnya kita berkewajiban memberikan hak dan menunaikan

kewajiban kita terhadap tetangga, yaitu dengan memuliakan/bertoleransi terhadap

tetangga kita, menolongnya ketika membutuhkan, memberi selamat padanya ketika

mendapat kesenangan, menghiburnya ketika tertimpa musibah, menjenguknya ketika

sakit, memberinya ketika membutuhkan, dan masih banyak lagi hal-hal yang dapat

kita lakukan kepada tetanga.


3

Dalam agama islam sendiri, kita sebagai seorang muslim haruslah bertoleransi

(memuliakan) terhadap tetangga kita, sebagaimana Firman Allah Ta’ala dalam Al

Qurãn Surah An Nisa Ayat 36:

ِ ‫و ْاعب ُدوا اللّــه واَل تُ ْش ِر ُكوا بِ ه َش ـــيئاً َّوبِالْوالِ َدي ِن اِحســانًا َّوبِ ِذى الْ ُق ر والْيتمى والْم‬
‫سكنْي ِ َواجْلَــا ِر ِذى‬ َ َ َ َ َ ‫ْ ىَب‬ َْ ْ َ ْ ْ ََ ُ َ
ِ ِ ِ ِ
ْ ‫الس بِْي ِل ۙ َو َمــا َملَ َك‬
ُّ ‫ت اَمْي ـــَانُ ُك ْم ۗ ا َّن اللّهَ اَل حُي‬
‫ب َم ْن َكـ ــا َن‬ ِ ‫ب ب اجْلَْن‬
َّ ‫ب َوابْ ِن‬ ِ ‫الصــَاح‬ ِ ُ‫الْ ُق رىَب واجْلَا ِر اجْلُن‬
ّ ‫ب َو‬ َ ْ
۳٦ : ‫﴾خُمْتَ ـااًل فَ ُخ ْو ًرا ﴿النساء‬
Rasulullah SAW juga pernah bersabda:

‫اهلل َوالَْي ْوِم‬


ِ ِ‫ من َكا َن ي ْؤ ِمن ب‬: ‫اهلل صلَّى اهلل علَي ِه وسلَّم قَ َال‬
ُ ُ َْ َ َ َ َْ ُ َ
ِ ‫َن رسو َل‬ ِ
ْ ُ َ َّ ‫َع ْن أَيِب ُهَر ْيَر َة َرض َي اهللُ َعْنهُ أ‬
ِ ‫اهلل واْليوِم‬
‫ َو َم ْن َكا َن يُ ْؤ ِم ُن‬،ُ‫اآلخ ِر َفْليُ ْك ِر ْم َجـ ـ َـاره‬ ِ ِ ِ ِ ِ
ْ َ َ ‫ َو َم ْن َكا َن يُ ْؤم ُن ب‬،‫ت‬ ْ َ‫اآلخ ِر َف ْلَي ُق ْل خَرْي اً أ ًْو لي‬
ْ ‫ص ُم‬
ِ ِ ِ
َ ‫بِاهلل َوالَْي ْوم اآلخ ِر َفْليُ ْك ِر ْم‬
ُ‫ضْي َفه‬
Dari Ayat dan Hadits tersebut telah dijelaskan bahwa memuliakan (yang mana

disini saya tulis menggunakan kalimat “toleransi”) tetangga sangatlah dianjurkan

dalam agama islam, bahkan sudah di pertegas oleh Rasulullah SAW.

Kita menyadari, bahwasanya tetangga disekitar kita tidak hanya satu saja,

tetapi banyak. Tetangga merupakan orang yang rumahnya berada disekeliling kita,

baik depan ataupun belakang, kiri ataupun kanan.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999

Tentang Hak Asasi Manusia Adalah Penghormatan Kepada Manusia Sebagai

Makhluk Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa Yang Mengemban Tugas Mengelola Dan

Memelihara Alam Semesta Dengan Penuh Ketaqwaan Dan Penuh Tanggung Jawab

Untuk Kesejahteraan Umat Manusia, Oleh Pencipta-Nya Yang Dianugerahi Hak

Asasi Untuk Menjamin Keberadaan Harkat Dan Martabat Kemuliaan Dirinya Serta

Keharmonisan Lingkungannya.2

Tujuan tersebut tak akan bisa dicapai jika pada kenyataannya masyarakat tak

bertoleransi antar tetangga. Keharmonisan lingkungan, hanya akan bisa didapat jika

2
UU Nomor 39 Tahun 1999
4

antar tetangga saling bersikap peduli, sopan, juga saling bergotong royong dalam

berbagai kegiatan. Juga saling mendekatkan diri, terbuka, serta jujur satu sama lain.

Bukan malah saling benci bahkan menjelek-jelekkan satu dengan yang lainnya.

Tentu saja, dalam bertetangga kita juga pasti akan menemui berbagai macam

perselihan, baik itu berselisih paham tentang suatu perkara, atau mungkin berselisih

pendapat tentang hal lainnya. Namun hendaknya masalah seperti itu segera

diluruskan, dicari jalan keluarnya, jangan dipendam lama yang akhirnya akan

menumbuhkan rasa dendam dihati masing-masing.

Toleransi Pun menjadi kata kunci. Baiknya kita bicarakan dengan baik dan

tanpa amarah, lalu bersama mencari jalan keluar dari perkara tersebut. Jika sekiranya

perkara tersebut tak mampu diselesaikan antar kita dan tetangga, boleh jadi kita

memanggil orang kepercayaan setempat seperti Pak ustadz atau Pak RT/RW untuk

membantu kita menyudahi perkara tersebut. Jangan sampai perkara tersebut dibiarkan

berlarut-larut dan akhirnya terabaikan.

Dr. Hamka Hasan MA, dosen Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta mengungkapkan, bahwa Rasulullah sampai memberi seseorang

cap “tidak beriman” jika tidak peduli terhadap tetangga.

Islam, sambung alumni Universitas Al Azhar Mesir ini, sangat menganjurkan

ummatnya untuk menjalin hubungan yang baik dengan tetangganya. Ia menyebutkan,

sebagai sesama muslim kita mempunyai tiga kewajiban. Pertama, karena ia itu

muslim. Kedua karena ia manusia. Dan yang ketiga karena ia tetangga kita.

Sedangkan kepada Non-Muslim, ummat memiliki dua kewajiban. Pertama, karena ia

adalah manusia, dan yang kedua, karena ia tetangga.3

Di Kereng Pangi sendiri, khususnya di lingkungan tempat tinggal penulis,

yakni di Kecamatan Katingan Hilir Kabupaten Katingan KM. 14,5. Hubungan antar
3
Muhammad Hafil, “Toleransi Dalam Kehidupan Bertetangga”, Republika, No.1, Juli 2004, h. 72
5

tetangga sangatlah baik, masyarakat setempat memuliakan tetangga sebagaimana

yang diperintahkan Allah SWT dalam Al Qurãn, juga sebagaimana yang dianjurkan

oleh Rasulullah SAW dalam Haditsnya, dengan cara saling menghormati pendapat

satu sama lain, selalu bergotong royong dalam kegiatan keagamaan, saling membantu

jika ada yang tertimpa musibah, juga sering bersilaturrahmi guna membahas

kesejahteraan lingkungan setempat.

Menariknya, lingkungan ini baru ada dalam kurun waktu yang belum terlalu

lama, yakni kurang lebih 11 tahun, terhitung dari tahun 2009. Dulunya lingkungan ini

hanya tanah warga yang tak diurus lalu dibiarkan tanpa dirawat. Banyak tumbuhan

liar dan pohon-pohon besar tumbuh ditanah ini, bisa dibilang dulunya lingkungan ini

adalah hutan.

Namun sekarang lingkungan ini ramai penduduk, bahkan hanya dalam kurun

waktu 5 tahun berdiri, lingkungan ini sudah mampu membangun sebuah pesantren

salafiyah juga membangun sebuah mushalla. Pesantren salafiyah tersebut juga

menonjolkan kualitas yang sangat baik, terbukti dari banyaknya wali santri yang

mengaku bahwa anak mereka yang bersekolah disana, menunjukkan dampak positif

baik dari segi ilmu pengetahuan maupun dari segi spiritual mereka.

Maka dari itu, hal inilan yang membuat masyarakat setempat merasa sangat

bersyukur, karena mereka tak perlu lagi menyekolahkan anak mereka di sekolah yang

terbilang jauh dari lingkungan ini, sekaligus bisa melaksanakan shalat berjamaah di

mushalla tersebut.

Melihat betapa singkatnya waktu masyarakat di lingkungan ini untuk saling

mengenal, namun sudah bisa menjalin hubungan dengan sangat baik, sebagaimana

yang diperintahkan Allah SWT dalam Al Qurãn, juga sebagaimana yang dianjurkan

oleh Rasulullah SAW dalam Haditsnya, maka penulis pun merasa perlu untuk
6

melakukan penelitian (dengan JUDUL) dalam hal bagaimana masyarakat setempat

mengaplikasikan materi pendidikan Hadits tentang toleransi bertetangga di kereng

pangi KM. 14,5 kecamatan katingan hilir kalimantan Tengah ini.

B. Rumusan Masalah

Beranjak dari uraian yang telah penulis sampaikan tersebut, maka masalah

pokok yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. Bagaimana cara masyarakat Kereng Pangi KM. 14,5 Mengaplikasikan Materi

Pendidikan Hadits tentang toleransi bertetangga?

2. Apa sajakah Materi Pendidikan Hadits tentang toleransi bertetangga?

C. Definisi Operasonal

Demi mengetahui secara jelas dan menghindari kesalahpahaman pengertian

terhadap judul skripsi yang penulis bahas, maka berikut penulis sampaikan bahasan

istilah yang terdapat pada judul, yaitu:

1. Aplikasi: Penggunaan, penerapan.

2. Materi: Sesuatu yang menjadi bahan untuk diujikan, dipikirkan,

dibicarakan, dikarangkan, dan sebagainya.

3. Toleransi: Batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih

diperbolehkan.4

Berdasarkan uraian definisi operasional diatas, penulis dapat menggaris

bawahi dan tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Aplikasi Materi

Pendidikan Hadits Tentang Toleransi Bertetangga di Kereng Pangi Km 14,5

Katingan Hilir Kalimantan Tengah” yaitu tentang Pengaplikasian Materi

Pendidikan Hadits tentang toleransi bertetangga, juga bagaimana cara masyarakat

Kereng Pangi mengaplikasikannya.

D. Alasan Memilih Judul


4
https://kbbi.kemdikbud.go.id diakses pada hari rabu tanggal 28 oktober 2020, pukul 12:58 wita
7

sesuai dengan permasalahan yang penulis teliti, maka alasan penulis memilih

judul seperti diatas adalah sebagai berikut:

1. Kediaman penulis di RT. 14,5 adalah kawasan yang bisa dibilang masih baru di

kereng pangi, sehingga belum ada mahasiswa dari fakultas manapun yang

melakukan penelitian dengan judul serupa di lingkungan ini.

2. Penduduk di kawasan ini, saling berhubungan baik antar tetangga. Memuliakan

tetangga, selaras dengan yang dianjurkan Allah SWT dalam Al Qurãn, juga

dalam Hadits Rasulullah SAW.

3. Termotivasi dari orang tua sendiri, yang menganjurkan penulis untuk

menggunakan judul ini, lantaran maraknya mahasiswa zaman sekarang

melakukan penelitian dengan judul yang rumit, namun melupakan masalah yang

ada disekitarnya yakni “Kehidupan Bertetangga”.

E. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan rumusan masalah yang diteliti, maka penulis mengadakan

penelitian dengan tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui, cara masyarakat Kereng Pangi KM. 14,5 dalam

pengaplikasian materi pendidikan Hadits tersebut.

2. Untuk mengetahui, apa sajakah materi pendidikan Hadits tentang toleransi

bertetangga.

F. Signifikansi Penelitian

Aspek Teoritis: Dari hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menambah

khazanah keilmuan dalam bidang penelitian terlebih lagi dalam bidang penelitian

Pendidikan Agama Islam, sekaligus dari hasil penelitian ini diharapkan dapat

dijadikan bahan informasi dan acuan bagi semua pihak yang akan melakukan

penelitian lebih lanjut terkait dengan Kehidupan Bertetanga.


8

Aspek Praktis: Secara praktis hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai

pedoman bagi Masyarakat untuk pengaplikasian materi pendidikan Hadits tentang

toleransi bertetangga dalam kehidupan sehari-hari.

G. Kajian Pustaka

Demi mencapai sebuah penelitian ilmiah, agar tidak terjadi duplikasi karya

ilmiah atau pengulangan penelitian yang sudah pernah diteliti oleh pihak yang lain

dengan permasalahan yang serupa, penulis akan memberikan beberapa penelitian

serupa dengan judul yang penulis angkat.

1. M. Nahdi Fahmi mahasiswa IAIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas

Ushuluddin pada tahun 2013 dengan skripsinya yang berjudul “Toleransi

Antar Umat Beragama Dalam Al-Quran”. Skripsi ini bertujuan untuk

menjelaskan dan mengetahui bagaimana proses penanaman nilai-nilai

toleransi beragama dalam masyarakat. Aktualisasi toleransi beragama di

Indonesia dipandang masih jauh dari kata ideal karena sosialisasi dan

pembinaan umat beragama di Indonesia perlu untuk ditingkatkan.

2. Ratno Komaruddin, Mahasiswi IAIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas

Ushuluddin pada tahun 2012 dengan skripsinya yang berjudul “Konsep

Hubungan Sesama Manusia Dalam Bermasyarakat”. Penelitian ini

menjelaskan tentang fenomena yang terjadi dalam kehidupan modern. Seperti

adanya perkelhian, tawuran, bahkan saling membunuh. Hal ini terjadi karena

seseorang masih tidak menjaga perilakunya dalam berinteraksi dengan

anggota masyarakat yang lain. Pada intinya penelitian ini adalah bagaimana

seharusnya perilaku manusia yang baik untuk bisa terwujudnya masyarakat

yang harmonis.
9

3. Dewi Noviani Mahasiswi IAIN Wali Songo Semarang Fakultas Dakwah pada

tahun 2006 dengan judul “Pesan Dakwah Abdurrahman Al-Baghdadi dalam

Membangun Kehidupan Bertetangga yang Serba Sekularistik dan

Materialistik”. Dalam skripsi tersebut membahas penghormatan dan

permuliaan terhadap tetangga yang merupakan tradisi yang dijunjung sejak

masa jahiliyah hingga masa Islam. Bahkan, agama Islam telah menetapkan

tradisi ini sebagai salah satu bagian dari syariatnya.

Berdasarkan beberapa judul skripsi tersebut, yang berbeda dengan penelitian

penulis adalah bahwa penulis ingin meneliti tentang pengaplikasian masyarakat terkait

Materi Pendidikan Hadits tentang toleransi bertetangga, berbeda dengan beberapa

judul diatas yang lebih terfokus membahas tentang toleransi beragama, konsep

bermasyarakat dan asal muasal tradisi bertetangga.

H. Sistematika Penulisan

Demi memudahkan penulisan skripsi ini, maka penulis membuat sistematika

penulisan yang terdiri dari 5 (Lima) BAB dengan rincian sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan yang berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan

Masalah, Definisi Operasional, Alasan Memilih Judul, Tujuan Penelitian,Signifikansi

Penelitian, Kajian Pustaka dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Landasan Teori yang berisi tentang Aplikasi Materi

Pendidikan Hadits tentang Toleransi Bertetangga, beberapa Hadits dan Ayat Al Qurãn

yang berkaitan dengan Toleransi Bertetangga, macam-macam pengaplikasian

masyarakat terkait Materi Pendidikan Hadits tentang Toleransi Bertetangga, dan


10

kendala yang ditemukan saat masyarakat mengaplikasikan materi pendidikan Hadits

tersebut.

BAB III : Metode Penelitian Yang Meliputi Pendekatan dan Jenis

Penelitian, Subjek dan Objek Penelitian, Data dan Sumber Data, Teknik Pengumpulan

Data, Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data serta Prosedur Penelitian.

BAB IV : Laporan hasil penelitian, membahas tentang gambaran umum

lokasi penelitian, Penyajian Data dan Analisis Data.

BAB V : Penutup, terdiri dari Kesimpulan dan Saran dari Penulis.


11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Aplikasi Materi Pendidikan Hadits Tentang Toleransi Bertetangga

1. Pengertian Materi

Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Materi diartikan sebagai konten, isi

yang terlekat atau terikat. Berdasarkan definisi operasional inilah menurut sanjaya

definisi dari materi adalah komponen penting yang harus disesuaikan dalam

kehidupan, karena akan menyebabkan kesalahan yang sangat besar apabila materi

tidak sesuai. Oleh karena itu hakikat penggunaan dan penyesuaian materi adalah

agar manusia mampu terarah dengan baik, tidak hanya sekedar belajar tanpa

materi yang sudah disesuaikan dengan kehidupannya sendiri.5

2. Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah sesuatu yang penting dan sangat urgen dalam kehidupan

manusia. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat terlepas dari pendidikan.

Disaat manusia terlepas dari pendidikan maka manusia akan merasakan kesesatan

sepanjang hidupnya.

Pendidikan juga merupakan salah satu perintah Allah SWT kepada hamba-

hambanya. Allah SWT memerintahkan hamba-hambanya untuk menuntut ilmu

dan mempelajari apa-apa yang telah menjadi ciptaan Allah SWT. Sehingga Allah

meninggikan derajat orang-orang yang berilmu dibanding para ahli ibadah.

Pendidikan juga dapat membedakan mana seorang hamba Allah dan mana

seorang penentang Allah SWT. Pendidikan mengarahkan manusia dari jalan yang
5
Mays Brim Bahari, dkk, “Materi Pendidikan Islam dalam Hadits Nabi dan Relevansinya dengan
Konsep dan Sistem Pendidikan Modern”, Jurnal Manajemen dan Pendidikan Islam, Vol. 4 No. 2 (Desember
2018), h. 208-209
12

sesat menuju jalan yang diridhoi Allah SWT. Pendidikan juga membawa manusia

pada tujuan dari penciptaan manusia itu sendiri yaitu menghambakan diri kepada

Allah.6

3. Pengertian Hadits

Hadits atau Al-hadits menurut bahasa, berarti Al Jadid (sesuatu yang baru),

lawan dari kata Al-qadim (yang terdahulu). Kata Hadits juga berarti Al-khabar

(berita), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada

orang lain. Bentuk pluralnya adalah Al-hadits.7

Hadits, sebagaimana tinjauan Abdul Baqa’ adalah isim dari Tahdits yang

berarti pembicaraan. Kemudian didefinisikan sebvagai ucapan, perbuatan atau

penetapan yang dissandarkan kepada Rasulullah SAW. Barangkali Al-farrra’

telah memahami arti ini ketika berpendapat bahwa mufrad kata Ahadits adalah

Uhdutsah (buah pembicaraan). Lalu kata Ahadits itu dijadikan Jama’ dari kata

Hadits.8

Ada sejumlah ulama yang merasakan adanya arti “baru” dalam kata Hadits

lalu mereka menggunakannya sebagai lawan kata dari Qadim (lama), dengan

maksud Qadim sebagai Kitab Allah, sedangkan “yang baru” ialah apa yang

disandarkan kepada Rasulullah SAW. Dalam Syarah Al-Bukhari, Syekh Islam

Ibnu Hajar berkata, bahwa yang dimaksud dengan Hadits menurut pengertian

syara’ adalah apa yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, dan hal itu seakan-

akan dimaksudkan sebagai bandingan yang Qadim.9

Ulama Ushul memberikan definisi yang terbatas, yaitu segala perkataan

Rasulullah SAW, yang dapat dijadikan dalil untuk menetapkan hukum syara’.

6
Firdaus, “Penerapan Konsep Belajar Islam Menurut Al-Quran di TK Islam YLPI Marpoyan”, Jurnal
Al-Thariqah, Vol.3 No.1 (Januari-Juni 2018), h. 29
7
Zainul Arifin, Studi Kitab Hadits, (Surabaya: Al-Muna, 2010), h. 1
8
Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadits,. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009), h. 21
9
Ibid, 22
13

Dari pengertian tersebut bahwa segala perkataan atau aqwal Rasulullah yang

tidak ada hubungannya dengan hukum atau tidak mengandung misi kerasulan,

seperti tentang cara berpakaian, berbicara, tidur, makan, minum, atau segala yang

menyangkut hal ihwal Rasulullah, tidak termasuk Hadits. Ulama Ahli Hadits

memberi definisi yang saling berbeda. Perbedaan tersebut mengakibatkan dua

macam ta’rif Hadits.

Pertama, ta’rif yang terbatas, sebagaimana dikemukakan oleh Jumhur Al-

Muhadditsin, “sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah SAW baik berupa

perkataan, perbuatan, pernyataan (Taqrir) dan sebagainya.10 Ta’rif ini

mengandung empat macam unsur, yakni perkataan, perbuatan, pernyataan dan

sifat-sifat atau keadaan-keadaan Rasulullah SAW yang lain, yang semuanya

hanya disandarkan kepadanya saja, tidak termasuk hal-hal yang disandarkan

kepada sahabat dan Tabi’in.11

Kedua, pengertian yang luas, sebagaimana dikemukakan oleh sebagian

Muhadditsin, tidak hanya mencakup sesuatu yang di-marfu’-kan kepada

Rasulullah SAW saja, tetapi juga perkataan, perbuatan, dan Taqrir yang

disandarkan kepada sahabat dan Tabi’in pun disebut Hadits. Pemberian terhadap

hal-hal tersebut dusandarkan kepada Rasulullah SAW disebut berita yang Marfu’,

yang disandarkan kepada sahabat disebut berita Mauquf, dan yang disandarkan

kepada Tabi’in itu disebut Maqthu’. Sebagaimana dikatakan oleh Mahfudh,

“sesungguhnya Hadits itu bukan hanya yang di-marfu’-kan kepada Rasulullah

saja, melainkan dapat pula disebutkan pada apa yang Mauquf dan Maqthu’.12

Dari beberapa pengertian tersebut, baik dari ulama ushul maupun dari ulama

Hadits, dapat ditarik kesimpulan bahwa Hadits merupakan sesuatu yang


10
Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahah Al-Hadits, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1974), h. 20
11
Ibid.
12
Fatchur Rahman, Op. Cit.
14

disandarkan pada Rasulullah SAW, Sahabat, dan para Tabi’in yang dapat

dijadikan hukum Syara’.

4. Pengertian Toleransi

Toleransi secara etimologi berasal dari kata tolerance dalam bahasa inggris

yang berarti sikap membiarkan, mengakui dan menghormati keyakinan orang lain

tanpa memerlukan persetujuan. Didalam bahasa arab disebut Tasamuh, yakni

saling mengizinkan dan saling memudahkan, dikenal juga dengan Ikraman, yang

artinyamenghargai dan memuliakan.13

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa toleransi secara etimologi

adalah sikap saling mengizinkan dan sikap saling menghargai antara satu dan

yang lainnya.

Pada umumnya, toleransi diartikan sebagai pemberian kebebasan kepada

sesama manusia atau kepada sesama warga masyarakat untuk menjalankan

keyakinannya atau mengatur hidupnya dan menentukan nasibnya masing-masing,

selama didalam menjalankan dan menetukan sikapnya itu tidak bertentangan

dengan syarat-syarat atas terciptanya ketertiban dan perdamaian dalam

masyarakat.14

W.J.S Poerwadarminto menyatakan, toleransi adalah sikap atau sifat

menenggang berupa menghargai serta membolehkan suatu pendirian, pendapat,

pandangan, kepercayaan maupun yang lainnya yang berbeda dengan pendirian

sendiri.15

Dewan Ensiklopedia Indonesia menyatakan, toleransi dalam aspek sosial,

politik, merupakan suatu sikap membiarkan orang untuk mempunyai suatu

13
Said Agil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, (Jakarta: Ciputat Press, 2003), h. 13
14
Umar Hasyim, Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai Dasar Menuju Dialog
dan Kerukunan Antar Agama, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1979), h. 22
15
W.J.S Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), h. 1084
15

keyakinan yang berbeda. Selain itu menerima pernyataan ini sebagai pengakuan

dan menghormati hak asasi manusia.16

Di dalam memaknai toleransi ini terdapat dua penafsiran tentang konsep

tersebut. Pertama, penafsiran negatif yang menyatakan bahwa toleransi itu cukup

mensyaratkan adanya sikap membiarkan dan tidak menyakiti orang atau

kelompok lain baik yang berbeda maupun yang sama. Sedangkan, yang kedua

adalah penafsiran positif yaitu menyatakan bahwa toleransi tidak hanya sekedar

seperti pertama (penafsiran negatif) tetapi harus adanya bantuan dan dukungan

terhadap keberadaan orang lain atau kelompok lain.17

Selain itu, toleransi mempunyai unsur-unsur yang harus ditekankan dalam

mengekspresikannya terhadap orang lain. Unsur-unsur tersebut adalah:

a. Memberikan Kebebasan atau Kemerdekaan

Setiap manusia diberikan kebebasan untuk berbuat, bergerak maupun

berkehendak menurut dirinya sendiri dan juga didalam memilih suatu

agama atau kepercayaan. Kebebasan ini diberikan sejak manusia lahir

sampai nanti ia meninggal, dan kebebasan atau kemerdekaan yang

manusia miliki tidak dapat digantikan atau direbut oleh orang lain dengan

cara apapun. Karena kebebasan itu datangnya dari Tuhan YME yang

harus dijaga dan dilindungi. Di setiap negara melindungi kebebasan-

kebebasan setiap manusia baik dalam Undang-Undang maupun dalam

peraturan yang ada. Begitu pula di dalam memilih satu agama atau

16
Dewan Ensiklopedia Indonesia, Ensiklopedia Indonesia Jilid 6, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve,
1992), h. 3588
17
Maskuri Abdullah, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keagamaan, (Jakarta: Buku Kompas,
2001), h. 13
16

kepercayaan yang diyakini, manusia berhak dan bebas dalam memilihnya

tanpa ada paksaan dari siapapun.18

b. Mengakui Hak Setiap Orang

Suatu sikap mental yang mengakui hak setiap orang didalam

menentukan sikap, perilaku san nasibnya masing-masing. Tentu saja sikap

atau perilaku yang dijalankan itu tidak melanggar hak orang lain, karena

kalau demikian, kehidupan di dalam masyarakat akan kacau.19

c. Menghormati Keyakinan Orang Lain

Landasan keyakinan tersebut adalah berdasarkan kepercayaan, bahwa

tidak benar ada orang atau golongan yang berkeras memaksakan

kehendaknya sendiri kepada orang atau golongan lain. Tidak ada orang

atau golongan yang memonopoli kebenaran dan landasan ini disertai

catatan bahwa soal keyakinan adalah urusan pribadi masing-masing

orang.20

d. Saling Mengerti

Tidak akan terjadi, saling menghormati antara sesama manusia bila

mereka tidak ada saling mengerti. Saling anti dan saling membenci, saling

berebut pengaruh adalah salah satu akibat dari tidak adanya saling

mengerti dan saling menghargai antara satu dengan yang lain.21

18
Maskuri Abdullah, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keagamaan, (Jakarta: Buku Kompas,
2001), h. 202
19
Ibid,
20
Umar Hsyim, Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai Dasar Menuju Dialog dan
Kerukunan Antar Agama, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1979), h. 22
21
Ibid,
17

Sedangkan toleransi dalam pergaulan hidup antara umat beragama

yang didasarkan pada tiap-tiap agama menjadi tanggung jawab pemeluk

agama itu sendiri, mempunyai bentuk ibadah (ritual) dengan sistem dan

cara tersendiri yang ditaklifkan (dibebankan) serta menjadi tanggung

jawab orang yang memeluknya atas dasar itu. Maka toleransi dalam

masalah-masalah keagamaan, melainkan perwujudan sikap keberagamaan

pemeluk suatu agama dalam pergaulan hidup antara orang yang tidak

seagama, dalam masalah-masalah kemasyarakatan atau kemaslahatan

umum.22

Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa toleransi adalah

suatu sikap atau sifat dari seseorang untuk memberikan kebebasan kepada orang

lain, menghormati dan memuliakan orang lain, serta memberikan kebenaran atas

perbedaan tersebut sebagai pengakuan atas dasar hak asasi manusia. Serta

memberikan kebebasan, mengakui hak setiap orang, menghormati keyakinan

orang lain dan juga saling mengerti untuk tujan kemaslahatan masyarakat.

5. Pengertian Bertetangga

Agama adalah keserasian dan interaksi sosial yang baik, salah satu aspek

hubungan sosial yang tidak boleh dipandang remeh oleh seorang muslim ialah

hubungan bertetangga. Bahkan menurut Islam, baik buruknya agama seseorang

diantaranya bergantung pada bagaimana hubungannya dengan tetangga

disekitarnya.

Secara umum, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, tetangga adalah

orang yang tinggal disebelah rumah kita, orang yang tinggal berdekatan dengan

22
Said Agil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agamam (Jakarta: Ciputat Press, 2003), h. 14
18

rumah kita, sedangkan bertetangga adalah hidup berdekatan karena bersebelahan

rumah.23

Banyak sekali para ulama yang berbeda pendapat mengenai batasan atau

pengertian tetangga itu sendiri.

Adapun pengertian tetangga itu sendiri menurut islam adalah sebagaimana

pendapat Sayyidah Aisyah RA, Al-Auza’i dan Hasan Al-Bashri, bahwa tetangga

adalah empat puluh rumah dari setiap penjurunya (empat puluh dari barat rumah,

empat puluh dari timur rumah, empat puluh dari utara rumah, dan empat puluh

dari selatan rumah).24

Seperti yang dikutip oleh Hasan Ayyub dalam bukunya Etika Islam, Ibnu

Syihab mengemukakan bahwa empat puluh rumah itu dengan rincian, sepuluh

rumah dari kanan, sepuluh rumah dari kiri, sepuluh rumah dari depan, dan

sepuluh rumah lagi dari belakang rumah kita. Jadi, menurut rincian ini, tetangga

adalah sepuluh orang dari setiap sudut atau penjuru (janib). 25

Jadi setelah dilihat dari berbagai definisi tersebut, ada yang mengartikan

bahwa tetangga adalah orang atau rumah yang saling berdekatan dengan kita,

dalam batas empat puluh rumah dari segala arah, baik kiri, kanan, depan maupun

belakang. Dan ada juga yang mengartikan sepuluh rumah dari segala arah. Tetapi

pada umumnya masyarakat sekarang tidak melihat dengan adanya batasan

tetangga itu sendiri, melainkan dengan adat kebiasaan yang ada di lingkungan

sekitarnya, karena dengan adanya perubahan kebudayaan dan sosialisasinya yang

membuat masyarakat tidak terlalu memperhatikan hal tersebut.

Klasifikasi Tetangga

23
J.S. Badudu dan Sultan Muhammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1996), Cet Ke-3, h. 1497
24
Hasan Ayyub, Etika Islam: Menuju Kehidupan yang Hakiki, (Bandung: Trigenda Karya, 1994), Cet
Ke-1, h. 380
25
Ibid, h.380
19

Al Quran telah mengklasifikasikan tetangga menjadi dua macam, yakni

tetangga dekat (Al-jar dzi al-qurba) dan tetangga jauh (Al-jar dzi al-junubi).

Klasifikasi ini disebutkan dalam Al Quran Surah An Nisa Ayat 36, dimana Allah

SWT berfirman:

ِ ‫تُ ْش ِر ُكوا بِ ه َش ـ ْــيئاً َّوبِالْوالِ َديْ ِن اِ ْحســانًا َّوبِ ِذى الْ ُق رىَب والْيَتمى والْمس ِكنْي‬ ‫َو ْاعبُ ُدوا اللّــهَ َواَل‬
َ َ َ َ ْ َ َ ْ
‫ت اَمْي ـــَانُ ُك ْم ۗ اِ َّن‬
ْ ‫الس بِْي ِل ۙ َو َمــا َملَ َك‬
َّ ‫ب َوابْ ِن‬ِ ‫ب بِاجْلَْن‬ِ ‫اح‬ ِ ‫ب والصــ‬
َ ّ َ ِ ُ‫َواجْلَا ِر اجْلُن‬
ِ
‫َواجْلَــا ِر ذى الْ ُق ْرىَب‬
۳٦ : ‫ب َم ْن َكـ ــا َن خُمْتَ ـااًل فَ ُخ ْو ًرا ﴿النساء‬ ُّ ِ‫﴾اللّهَ اَل حُي‬
Menurut imam Al Qurtubi yang dikutip oleh Abdurrrahman Al-Baghdadi dan

Syamsuddin Ramadhan dalam bukunya fikih bertetangga, yang dimaksud dengan

“Al-jar dzi al-qurba” adalah tetangga dekat, sedangkan “Al-jar al-junubi” adalah

tetangga jauh. Makna semacam ini adalah makna literal dan pendapat yang dipegang

oleh Ibnu Abbas dan sejumlah para ulama.26

Imam Asy-Syauqani dalam Fathul Qadir menyatakan yang dikutip oleh

Abdurrahman Al-Baghdadi dan Syamsuddin Ramadhan dalam bukunya Fikih

Beertetangga, bahwa sebagian ulama menafsirkan tetangga dekat dengan tetangga

yang memiliki kedekatan dari sisi nasab, sedangkan tetangga jauh adalah

kebalikannya, yakni tetangga yang tidak memiliki hubungan nasab.27

Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan tetangga dekat dan

tetangga jauh. Menurut Ali bin Abi Thalhah dari sahabat Ibnu Abbas, yang dimaksud

dengan tetangga dekat adalah tetangga yang memiliki hubungan kekerabatan dan

kedekatan (qurabah). Sedangkan yang dimaksud dengan tetangga jauh adalah

tetangga yang tidak memiliki hubungan tersebut. Pendapat seperti ini juga yang

26
Abdurrahman Al Baghdadi dan Syamsuddin Ramadhan Al Nawi, Fikih Bertangga, (Bogor: Al Azhar
Press, 2018), h. 12
27
Ibid
20

dipegang oleh Ikrimah, Mujahid, Maimun bin Mahraan, Adh-Dhahak, Zaid bin

Aslam, Muqati bin Hayan, serta Qatadah.28

Menurut Abu Ishaq dari Nauf Al-Bakaali, yang dimaksud dengan tetangga

dekat adalah setiap orang muslim, sedangkan tetangga jauh adalah Yahudi dan

Nasrani.dengan kata lain tetanga dekat kita adalah setiap muslim sedangkan tetangga

jauh adalah tetangga yang beragama Yahudi dan Nasrani. Pendapat semacam ini juga

dipegang oleh Nauf Al-Syami. Beliau berpendapat bahwa yang dimaksud dengan

tetangga dekat adalah muslim, sedangkan tetangga jauh adalah Yahudi dan Nasrani.29

Jika dikaitkan dengan tempat, atau tentang dimana keberadaan tetangga itu,

keberadaannya bisa didekat rumah, satu rukun tetangga (RT), rukun warga (RW),

komplek dan kampung.30 Namun yang dekat rumah pun, jika harus memilih kepada

tetangga mana yang harus didahulukan, maka menurut tuntunan Rasulullah SAW

adalah mendahulukan yang dekat dengan pintu rumahnya. Hal ini sebagaimana hadits

Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Aisyah RA, bahwa Aisyah

pernah bertanya kepada Rasulullah SAW:

ِ
َ ‫ال إِىَل أَْقَرهِبِ َما ِمْن‬
)‫ (رواه البخاري‬.‫ك بَابًا‬ ِ ِ ِ
َ ‫يَ َار ُس ْو َل اللّه ْإ َّن يِل ْ َج َاريْ ِن فَإىَل أَيِّه َما أ ُْهد‬
َ َ‫ي؟ ق‬

Sekelompok ulama menganggap hadits ini sebagai tafsir dari Firman Allah

SWT Qs. An-Nisa; 36. Menurut mereka, yang dimaksud dengan tetangga dekat

adalah tetangga yang jarak rumahnya paling dekat. Sedangkan tetangga jauh adalah

tetangga yang rumahnya paling jauh. Akan tetapi para ulama berbeda pendapat dalam

menetapkan jaraknya.31

28
Abdurrahman Al Baghdadi dan Syamsuddin Ramadhan Al Nawi, Fikih Bertangga, (Bogor: Al Azhar
Press, 2018), h. 12
29
Ibid, h. 36
30
Muhsin MK, Bertetangga dan Bermasyarakat dalam Islam, (Jakarta: Al-Qalam, 2004), Cet Ke-1, h. 5
31
Abdurrahman Al-Baghdadi dan Syamsuddin Ramadhan An-Nawi, Fikih Bertetanmgga, (Bogor: Al-
Azhar Press, 2018), h. 13
21

Beberapa ulama berbeda pendapat, bahwa siapa saja yang mendengar Iqamah,

maka ia adalah tetangga Masjid tersebut. Sebagian lagi menyatakan, bahwa siapa saja

yang tinggal sekampung atau satu kota, maka ia adalah tetangga.32

Setelah dilihat dari beberapa pengertian terkait klasifikasi tetangga atau

macam-macam tetangga, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tetangga itu dibagi

menjadi dua macam yaitu tetangga dekat (Al-Jar dzi Al-Qurba) dan tetangga jauh (Al-

Jar Al-Junubi). Pengertian ini mengacu kepada Al Quran Surah An-Nisa ayat 36.

Ulama berbeda pendapat dalam mengartikan dekat dan jauh. Ada yang mengartikan

tetangga dekat adalah yang memiliki hubungan nasab dan tetanga jauh adalah yang

tidak memiliki hubungan nasab. Namun ada pula yang mengartikan tetangga dekat

adalah setiap orang muslim dan tetangga jauh adalah Yahudi dan Nasrani.

Kita sebagai manusia harus memenuhi hak-hak tetangga, baik itu terhadap

sesama muslim mapun non muslin. Karena Islam itu sendiri menekankan bahwa

dalam bertetangga tidak dilihat dari agamanya, artinya tidak ada perbedaan tentang

toleransi bertetangga selama tidak menyangkut masalah Aqidah. Hal inilah yang harus

diketahui oleh semua orang, karena dengan inilah akan tercipta suatu kebersamaan

antar tetangga.

32
Ibid, h. 14
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini berjenis penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan

kualitatif. Penelitian ini di konsentrasikan untuk menjelaskan kenyataan-kenyataan

yang berada di lapangan. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pendekatan kualitatif yang bersifat menggambarkan kenyataan di lapangan.33

Pendekatan kualitatif, ialah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.34

B. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah Ustadz setempat yang mengajarkan

hadits tentang toleransi bertetangga.

2. Objek Penelitian

Dalam penelitian ini, yang menjadi objek adalah Aplikasi Materi

Pendidikan Hadits tentang toleransi bertetangga di Kereng Pangi KM. 14,5

Katingan Hilir Kalimantan Tengah.

C. Data dan Sumber Data

1. Data

Dalam penelitian ini ada dua jenis penelitian yang penulis gali yakni,

data pokok dan data penunjang.

33
Nusa Putra dan Santi Lisnawati, Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2012), h. 57
34
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 36

22
23

a. Data Pokok

Data pokok merupakan data yang berhubungan dengan

Aplikasi materi pendidikan hadits tentang toleransi bertetangga di

Kereng Pangi KM. 14,5 yang meliputi:

1) Hadits-Hadits Rasulullah SAW tentang toleransi bertetangga

2) Cara masyarakat mengaplikasikannya

Faktor penunjang dan penghambat terhadap di Kereng Pangi

KM. 14,5 yang meliputi:

1) Motivasi dari ustadz setempat

2) Faktor lingkungan

3) Faktor tempat kerja

4) Faktor lainnya

b. Data Penunjang

Data penunjang adalah data yang meliputi gambaran umum

tentang lokasi penelitian, yaitu:

1) Sejarah singkat tentang Kereng Pangi KM. 14,5 Kecamatan

Katingan Hilir Kabupaten Katingan.

2) Keadaan lingkungan Kereng Pangi KM. 14,5 Kecamatan

Katingan Hilir Kabupaten Katingan.

2. Sumber Data

Guna lebih jelas dalam melakukan penelitian dan memperoleh data,

maka penulis melakukan penelitian melalui:


24

1) Responden, yaitu orang yang menjawab pertanyaan dalam kepentingan

penelitian.35 Yakni Ustadz pimpinan majelis yang mengajarkan Hadits

tentang toleransi bertetangga.

2) Informan, yaitu Masyarakat setempat dan ketua RT 14,5.

3) Dokumentasi, yaitu pengumpulan, pemilihan, pengolahan dan

penyimpanan informasi di bidang pengetahuan.36

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Wawancara

Wawancara, adalah teknik pengumpulan data melalui proses tanya

jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari pihak

yang mewawancarai dan jawaban diberikan oleh yang diwawancarai.37

2. Observasi

Observasi adalah pengamatan secara cermat.38 Menurut Abdurrahman

Fathoni didalam buku karangannya yang berjudul Metodologi Penelitian dan

Teknik Penyusunan Skripsi, observasi adalah teknik pengumpulan data yang

dilakukan melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan

terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran.39

3. Dokumentasi
35
Tim Prima Pena, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: PT. Reality Publisher, 2008), Cet Ke-
1, h. 554
36
Meity Taqdir Qodratilah, dkk, Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar, (Jakarta: Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011), h.101
37
Ibid, h. 105
38
Ibid, h.367
39
Abdurrahman Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2006), h. 104
25

Dokumentasi, yaitu mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis,

seperti arsip-arsip. Termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil

atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah

penelitian.40

MATRIKS DATA, SUMBER DATA DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA

No Jenis Data Sumber Data Teknik

Pengumpulan Data

1 Data Pokok: Ustadz Wawancara dan


a. Data tentang Aplikasi Materi pimpinan Observasi
Pendidikan Hadits tentang Toleransi majelis yang
Bertetangga di Kereng Pangi KM. mengajarkan
14,5 Kecamatan Katingan Hilir Hadits
Kalimantan Tengah, yang meliputi: tentang
1) Hadits-Hadits Rasulullah SAW toleransi
tentang toleransi bertetangga. bertetangga.
2) Cara mengaplikasikannya. Dan
b. Faktor penunjang dan penghambat masyarakat
Aplikasi Materi Pendidikan Hadits setempat.
tentang toleransi bertetangga di
Kereng Pangi KM. 14,5 Kecamatan
Katingan Hilir Kalimantan Tengah,
yang meliputi:
1) Motivasi dari Ustadz setempat
2) Faktor lingkungan
3) Faktor tempat kerja
4) Faktor lainnya
2 Data Penunjang Masyarakat Wawancara dan
Adalah data yang meliputi tentang setempat, Dokumentasi
gambaran umum lokasi penelitian, ketua RT
meliputi: 14,5, dan
a. Sejarah singkat tentang Kereng Pangi Tokoh
KM. 14,5 Kecamatan Katingan Hilir Masyarakat
Kabupaten Katingan. setempat.
b. Keadaan lingkungan Kereng Pangi
KM. 14,5 Kecamatan Katingan Hilir
Kabupaten Katingan.

E. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data

40
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007), Cet Ke-6, h. 181
26

1. Teknik Pengumpulan Data

Setelah data ini terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah

melakukan pengolahan data sebagai berikut:

a. Editing, adalah pemeriksaan kembali data hasil penelitian yang

tercantum pada kuesioner untuk mengetahui kelengkapan dan

kejelasan isi jawaban, kesesuaian antara jawaban satu dengan yang

lain. Relevansi jawaban dengan pertanyaan dan keseragaman satuan

data. Kesemuanya dilakukan untuk menghindari kekeliruan dalam

proses analisa data.41

b. Klasifikasi data merupakan kata serapan dari bahasa belanda yakni

classificatie,yang sendirinya berasal dari bahasa prancis yakni

classification. Istilah ini menunjuk kepada sebuah metode untuk

menyusun data secara sistematis atau menurut beberapa aturan atau

kaidah yang telah ditetapkan.

c. Interpretasi data, yaitu teknik yang digunakan oleh penulis untuk

memberi penjelasan data yang diperoleh sehingga mudah dalam

memakainya.42

F. Analisis Data

Setelah data disajikan dan di interpretasikan, kemudian diadakanlah analisis

data, dengan demikian pokok permasalahan yang dirumuskan dapat tergambar dengan

jelas.

Adapun metode yang dipakai dalam analisis data ini adalah Deskriptif

Kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menggambarkan keadaan atau

fenomena di lapangan yang dipilih secara sistematis menurut kategorinya, untuk


41
Abdurrahman Fathoni, Metodologi Penelitian..., h. 112
42
https://id.m.wikipedia.org., klasifikasi, (diakses di Kereng Pangi pada hari senin 21 September 2020,
pukul 18:00 WIB)
27

memperoleh kesimpulan dengan menggunakan bahasa yang mudah dicerna atau

mudah difahami oleh masyarakat umum.43

Untuk ini penulis menggunakan analisis data dengan metode induktif yaitu

menarik kesimpulan dari kenyatan khusus yang ada pada responden menuju

kesimpulan umum.

G. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang penulis laksanakan, yaitu:

1. Tahap Pendahuluan

a. Penjajakan pendahuluan terhadap lokasi penelitian

b. Berkonsultasi dengan dosen pembimbing

c. Persiapan mengajukan proposal

2. Tahap Persiapan

a. Seminar proposal

b. Berkonsultasi dengan dosen pembimbing

c. Meminta surat perintah riset kepada Bapak Ketua STAI Al Falah

Banjarbaru dalam rangka pengumpulan data

d. Menyampaikan surat riset kepada yang bersangkutan

3. Tahap Akhir

a. Menghubungi narasumber dan informan untuk mendapatkan data

dengan teknik yang telah ditentukan

b. Mengolah dan menyusun dengan sistematika data yang telah diperoleh

c. Penulisan skripsi dengan sistematika yang telah ditentukan

d. Selanjutnya siap dibawa ke sidang munaqasah untuk diuji dan

dipertahankan

DAFTAR TERJEMAH
43
Anas Sudiyono, Statistik Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 1987), h. 46
28

NO BAB HALAMA TERJEMAH

N
1 I 3 “Sembahlah Allah dan janganlah kamu

mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan

berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa,

karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang

miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang

jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba

sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai

orang-orang yang sombong dan membangga-

banggakan diri. (Qs. An Nisa: 36)


2 I 3 Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW

bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan

hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.

Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari

akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan

barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir,

hendaklah ia memuliakan tamunya.”

(HR. Bukhari dan Muslim)


DAFTAR TABEL SEMENTARA

Hal.

1. MATRIK DATA, SUMBER DATA DAN TEKNIK

PENGUMPULAN ................................................................ 16

2. DAFTAR TERJEMAH ......................................................... 19

29
DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA

Anna, Toleransi, https://id.m.wikipedia.org/wiki/toleransi, 2020/04/02, diakses pada

hari sabtu , 29 Agustus 2020

Fathoni, Abdurrahman, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi,

Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006

Hafil, Muhammad, “Toleransi Dalam Kehidupan Bertetangga”, Republika, No 1, Juli

2014

https://id.m.wikipedia.org., klasifikasi, diakses di Kereng Pangi pada hari senin 21

September 2020, pukul 18:00 WIB

Ischaq, Moch wafiq alqurni, “pandangan masyarakat dan mahasiswa tentang toleransi

di Indonesia saat ini”, kompasiana, No.4 Oktober 2019

Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Cet Ke-6, Jakarta: PT. Rineka Cipta,

2007

Putra, Nusa, dan Santi Lisnawati, Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama Islam,

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012

Qodratilah, Meity Taqdir, dkk, Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar, Jakarta:

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan,

2011

Sudiyono, Anas, Statistik Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers, 1987

Tim Prima Pena, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Cet Ke-1, Surabaya: PT. Reality

Publisher, 2008

Undang-Undang Nomor. 39 Tahun 1999, Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 33 Ayat

(1) dan Ayat (3)

https://kbbi.kemdikbud.go.id

30

Anda mungkin juga menyukai