OLEH
RUWAIDA
NIM 16. 11. 1152
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan kultur budaya dan sosial yang sangat
beragam. Berbagai suku, budaya, agama, ras dan cara berperilaku dalam bersosialisasi
secara mandiri karena semangat toleran yang menimbulkan persatuan dan kesatuan
Masyarakat kita pada zaman itu memperkuat semangat dan tidak memperdulikan
egoistis suku, ras, serta agama bersama dengan para pahlawan proklamator dan
hingga sekarang.1
Salah satu toleransi yang sangat nyata terasa di Indonesia adalah toleransi
mempermasalahkan agama dan suku antar tetangga. Berhubungan baik tidak hanya
sebatas antar umat beragama Islam saja, namun juga antar umat beragama lainnya,
karena bukan hanya jalinan Ukhuwah Islamiyah (Saudara Semuslim) saja yang harus
dipererat, namun jalinan Ukhuwah Insaniyah (Saudara Semanusia) pun juga harus
dijaga.
1
Moch wafiq alqurni ischaq, “pandangan masyarakat dan mahasiswa tentang toleransi di Indonesia saat
ini”, Kompasiana”, No. 4, Oktober 2019, h.85
1
Manusia merupakan makhluk sosial yang mesti berinteraksi dengan sesamanya.
Kehidupan manusia tidak lepas dari hal-hal ini. Oleh karena itu ketika jiwa manusia
dipenuhi ruh keimanan dan agama sebagai wadah kehidupan seseorang, agama
pergaulan masyarakat.
Karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendirian
Tetangga ibarat kata dapat dikatakan sebagai saudara yang paling dekat.
Karena jarak secara posisi rumah merupakan yang paling dekat. Mungkin kadang kita
memiliki banyak saudara, namun jarak rumahnya tidak selalu berdekatan dengan kita.
Sedangkan tetangga adalah orang yang paling dekat dengan kita, walau mereka bukan
saudara. Dengan kenyataan ini, maka para tetangga menjadi sangat penting dalam
pertama kali tahu tentang segala hal yang menimpa kita, bahkan saudara kita
sakit, memberinya ketika membutuhkan, dan masih banyak lagi hal-hal yang dapat
Dalam agama islam sendiri, kita sebagai seorang muslim haruslah bertoleransi
ِ و ْاعب ُدوا اللّــه واَل تُ ْش ِر ُكوا بِ ه َش ـــيئاً َّوبِالْوالِ َدي ِن اِحســانًا َّوبِ ِذى الْ ُق ر والْيتمى والْم
سكنْي ِ َواجْلَــا ِر ِذى َ َ َ َ َ ْ ىَب َْ ْ َ ْ ْ ََ ُ َ
ِ ِ ِ ِ
ْ الس بِْي ِل ۙ َو َمــا َملَ َك
ُّ ت اَمْي ـــَانُ ُك ْم ۗ ا َّن اللّهَ اَل حُي
ب َم ْن َكـ ــا َن ِ ب ب اجْلَْن
َّ ب َوابْ ِن ِ الصــَاح ِ ُالْ ُق رىَب واجْلَا ِر اجْلُن
ّ ب َو َ ْ
۳٦ : ﴾خُمْتَ ـااًل فَ ُخ ْو ًرا ﴿النساء
Rasulullah SAW juga pernah bersabda:
Kita menyadari, bahwasanya tetangga disekitar kita tidak hanya satu saja,
tetapi banyak. Tetangga merupakan orang yang rumahnya berada disekeliling kita,
Makhluk Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa Yang Mengemban Tugas Mengelola Dan
Memelihara Alam Semesta Dengan Penuh Ketaqwaan Dan Penuh Tanggung Jawab
Asasi Untuk Menjamin Keberadaan Harkat Dan Martabat Kemuliaan Dirinya Serta
Keharmonisan Lingkungannya.2
Tujuan tersebut tak akan bisa dicapai jika pada kenyataannya masyarakat tak
bertoleransi antar tetangga. Keharmonisan lingkungan, hanya akan bisa didapat jika
2
UU Nomor 39 Tahun 1999
4
antar tetangga saling bersikap peduli, sopan, juga saling bergotong royong dalam
berbagai kegiatan. Juga saling mendekatkan diri, terbuka, serta jujur satu sama lain.
Bukan malah saling benci bahkan menjelek-jelekkan satu dengan yang lainnya.
Tentu saja, dalam bertetangga kita juga pasti akan menemui berbagai macam
perselihan, baik itu berselisih paham tentang suatu perkara, atau mungkin berselisih
pendapat tentang hal lainnya. Namun hendaknya masalah seperti itu segera
diluruskan, dicari jalan keluarnya, jangan dipendam lama yang akhirnya akan
Toleransi Pun menjadi kata kunci. Baiknya kita bicarakan dengan baik dan
tanpa amarah, lalu bersama mencari jalan keluar dari perkara tersebut. Jika sekiranya
perkara tersebut tak mampu diselesaikan antar kita dan tetangga, boleh jadi kita
memanggil orang kepercayaan setempat seperti Pak ustadz atau Pak RT/RW untuk
membantu kita menyudahi perkara tersebut. Jangan sampai perkara tersebut dibiarkan
Dr. Hamka Hasan MA, dosen Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif
sebagai sesama muslim kita mempunyai tiga kewajiban. Pertama, karena ia itu
muslim. Kedua karena ia manusia. Dan yang ketiga karena ia tetangga kita.
yakni di Kecamatan Katingan Hilir Kabupaten Katingan KM. 14,5. Hubungan antar
3
Muhammad Hafil, “Toleransi Dalam Kehidupan Bertetangga”, Republika, No.1, Juli 2004, h. 72
5
yang diperintahkan Allah SWT dalam Al Qurãn, juga sebagaimana yang dianjurkan
oleh Rasulullah SAW dalam Haditsnya, dengan cara saling menghormati pendapat
satu sama lain, selalu bergotong royong dalam kegiatan keagamaan, saling membantu
jika ada yang tertimpa musibah, juga sering bersilaturrahmi guna membahas
Menariknya, lingkungan ini baru ada dalam kurun waktu yang belum terlalu
lama, yakni kurang lebih 11 tahun, terhitung dari tahun 2009. Dulunya lingkungan ini
hanya tanah warga yang tak diurus lalu dibiarkan tanpa dirawat. Banyak tumbuhan
liar dan pohon-pohon besar tumbuh ditanah ini, bisa dibilang dulunya lingkungan ini
adalah hutan.
Namun sekarang lingkungan ini ramai penduduk, bahkan hanya dalam kurun
waktu 5 tahun berdiri, lingkungan ini sudah mampu membangun sebuah pesantren
menonjolkan kualitas yang sangat baik, terbukti dari banyaknya wali santri yang
mengaku bahwa anak mereka yang bersekolah disana, menunjukkan dampak positif
baik dari segi ilmu pengetahuan maupun dari segi spiritual mereka.
Maka dari itu, hal inilan yang membuat masyarakat setempat merasa sangat
bersyukur, karena mereka tak perlu lagi menyekolahkan anak mereka di sekolah yang
terbilang jauh dari lingkungan ini, sekaligus bisa melaksanakan shalat berjamaah di
mushalla tersebut.
mengenal, namun sudah bisa menjalin hubungan dengan sangat baik, sebagaimana
yang diperintahkan Allah SWT dalam Al Qurãn, juga sebagaimana yang dianjurkan
oleh Rasulullah SAW dalam Haditsnya, maka penulis pun merasa perlu untuk
6
B. Rumusan Masalah
Beranjak dari uraian yang telah penulis sampaikan tersebut, maka masalah
pokok yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:
C. Definisi Operasonal
terhadap judul skripsi yang penulis bahas, maka berikut penulis sampaikan bahasan
diperbolehkan.4
bawahi dan tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Aplikasi Materi
sesuai dengan permasalahan yang penulis teliti, maka alasan penulis memilih
1. Kediaman penulis di RT. 14,5 adalah kawasan yang bisa dibilang masih baru di
kereng pangi, sehingga belum ada mahasiswa dari fakultas manapun yang
tetangga, selaras dengan yang dianjurkan Allah SWT dalam Al Qurãn, juga
melakukan penelitian dengan judul yang rumit, namun melupakan masalah yang
E. Tujuan Penulisan
bertetangga.
F. Signifikansi Penelitian
Aspek Teoritis: Dari hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menambah
khazanah keilmuan dalam bidang penelitian terlebih lagi dalam bidang penelitian
Pendidikan Agama Islam, sekaligus dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan bahan informasi dan acuan bagi semua pihak yang akan melakukan
Aspek Praktis: Secara praktis hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
G. Kajian Pustaka
Demi mencapai sebuah penelitian ilmiah, agar tidak terjadi duplikasi karya
ilmiah atau pengulangan penelitian yang sudah pernah diteliti oleh pihak yang lain
Indonesia dipandang masih jauh dari kata ideal karena sosialisasi dan
adanya perkelhian, tawuran, bahkan saling membunuh. Hal ini terjadi karena
anggota masyarakat yang lain. Pada intinya penelitian ini adalah bagaimana
yang harmonis.
9
3. Dewi Noviani Mahasiswi IAIN Wali Songo Semarang Fakultas Dakwah pada
masa jahiliyah hingga masa Islam. Bahkan, agama Islam telah menetapkan
penulis adalah bahwa penulis ingin meneliti tentang pengaplikasian masyarakat terkait
judul diatas yang lebih terfokus membahas tentang toleransi beragama, konsep
H. Sistematika Penulisan
penulisan yang terdiri dari 5 (Lima) BAB dengan rincian sebagai berikut:
Pendidikan Hadits tentang Toleransi Bertetangga, beberapa Hadits dan Ayat Al Qurãn
tersebut.
Penelitian, Subjek dan Objek Penelitian, Data dan Sumber Data, Teknik Pengumpulan
Data, Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data serta Prosedur Penelitian.
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Pengertian Materi
Dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Materi diartikan sebagai konten, isi
yang terlekat atau terikat. Berdasarkan definisi operasional inilah menurut sanjaya
definisi dari materi adalah komponen penting yang harus disesuaikan dalam
kehidupan, karena akan menyebabkan kesalahan yang sangat besar apabila materi
tidak sesuai. Oleh karena itu hakikat penggunaan dan penyesuaian materi adalah
agar manusia mampu terarah dengan baik, tidak hanya sekedar belajar tanpa
2. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah sesuatu yang penting dan sangat urgen dalam kehidupan
Disaat manusia terlepas dari pendidikan maka manusia akan merasakan kesesatan
sepanjang hidupnya.
Pendidikan juga merupakan salah satu perintah Allah SWT kepada hamba-
dan mempelajari apa-apa yang telah menjadi ciptaan Allah SWT. Sehingga Allah
Pendidikan juga dapat membedakan mana seorang hamba Allah dan mana
seorang penentang Allah SWT. Pendidikan mengarahkan manusia dari jalan yang
5
Mays Brim Bahari, dkk, “Materi Pendidikan Islam dalam Hadits Nabi dan Relevansinya dengan
Konsep dan Sistem Pendidikan Modern”, Jurnal Manajemen dan Pendidikan Islam, Vol. 4 No. 2 (Desember
2018), h. 208-209
12
sesat menuju jalan yang diridhoi Allah SWT. Pendidikan juga membawa manusia
pada tujuan dari penciptaan manusia itu sendiri yaitu menghambakan diri kepada
Allah.6
3. Pengertian Hadits
Hadits atau Al-hadits menurut bahasa, berarti Al Jadid (sesuatu yang baru),
lawan dari kata Al-qadim (yang terdahulu). Kata Hadits juga berarti Al-khabar
(berita), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada
Hadits, sebagaimana tinjauan Abdul Baqa’ adalah isim dari Tahdits yang
telah memahami arti ini ketika berpendapat bahwa mufrad kata Ahadits adalah
Uhdutsah (buah pembicaraan). Lalu kata Ahadits itu dijadikan Jama’ dari kata
Hadits.8
Ada sejumlah ulama yang merasakan adanya arti “baru” dalam kata Hadits
lalu mereka menggunakannya sebagai lawan kata dari Qadim (lama), dengan
maksud Qadim sebagai Kitab Allah, sedangkan “yang baru” ialah apa yang
Ibnu Hajar berkata, bahwa yang dimaksud dengan Hadits menurut pengertian
syara’ adalah apa yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, dan hal itu seakan-
Rasulullah SAW, yang dapat dijadikan dalil untuk menetapkan hukum syara’.
6
Firdaus, “Penerapan Konsep Belajar Islam Menurut Al-Quran di TK Islam YLPI Marpoyan”, Jurnal
Al-Thariqah, Vol.3 No.1 (Januari-Juni 2018), h. 29
7
Zainul Arifin, Studi Kitab Hadits, (Surabaya: Al-Muna, 2010), h. 1
8
Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadits,. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009), h. 21
9
Ibid, 22
13
Dari pengertian tersebut bahwa segala perkataan atau aqwal Rasulullah yang
tidak ada hubungannya dengan hukum atau tidak mengandung misi kerasulan,
seperti tentang cara berpakaian, berbicara, tidur, makan, minum, atau segala yang
menyangkut hal ihwal Rasulullah, tidak termasuk Hadits. Ulama Ahli Hadits
Rasulullah SAW saja, tetapi juga perkataan, perbuatan, dan Taqrir yang
disandarkan kepada sahabat dan Tabi’in pun disebut Hadits. Pemberian terhadap
hal-hal tersebut dusandarkan kepada Rasulullah SAW disebut berita yang Marfu’,
yang disandarkan kepada sahabat disebut berita Mauquf, dan yang disandarkan
saja, melainkan dapat pula disebutkan pada apa yang Mauquf dan Maqthu’.12
Dari beberapa pengertian tersebut, baik dari ulama ushul maupun dari ulama
disandarkan pada Rasulullah SAW, Sahabat, dan para Tabi’in yang dapat
4. Pengertian Toleransi
Toleransi secara etimologi berasal dari kata tolerance dalam bahasa inggris
yang berarti sikap membiarkan, mengakui dan menghormati keyakinan orang lain
saling mengizinkan dan saling memudahkan, dikenal juga dengan Ikraman, yang
adalah sikap saling mengizinkan dan sikap saling menghargai antara satu dan
yang lainnya.
masyarakat.14
sendiri.15
13
Said Agil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, (Jakarta: Ciputat Press, 2003), h. 13
14
Umar Hasyim, Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai Dasar Menuju Dialog
dan Kerukunan Antar Agama, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1979), h. 22
15
W.J.S Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), h. 1084
15
keyakinan yang berbeda. Selain itu menerima pernyataan ini sebagai pengakuan
tersebut. Pertama, penafsiran negatif yang menyatakan bahwa toleransi itu cukup
kelompok lain baik yang berbeda maupun yang sama. Sedangkan, yang kedua
adalah penafsiran positif yaitu menyatakan bahwa toleransi tidak hanya sekedar
seperti pertama (penafsiran negatif) tetapi harus adanya bantuan dan dukungan
manusia miliki tidak dapat digantikan atau direbut oleh orang lain dengan
cara apapun. Karena kebebasan itu datangnya dari Tuhan YME yang
peraturan yang ada. Begitu pula di dalam memilih satu agama atau
16
Dewan Ensiklopedia Indonesia, Ensiklopedia Indonesia Jilid 6, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve,
1992), h. 3588
17
Maskuri Abdullah, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keagamaan, (Jakarta: Buku Kompas,
2001), h. 13
16
atau perilaku yang dijalankan itu tidak melanggar hak orang lain, karena
kehendaknya sendiri kepada orang atau golongan lain. Tidak ada orang
orang.20
d. Saling Mengerti
mereka tidak ada saling mengerti. Saling anti dan saling membenci, saling
berebut pengaruh adalah salah satu akibat dari tidak adanya saling
18
Maskuri Abdullah, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keagamaan, (Jakarta: Buku Kompas,
2001), h. 202
19
Ibid,
20
Umar Hsyim, Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai Dasar Menuju Dialog dan
Kerukunan Antar Agama, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1979), h. 22
21
Ibid,
17
agama itu sendiri, mempunyai bentuk ibadah (ritual) dengan sistem dan
jawab orang yang memeluknya atas dasar itu. Maka toleransi dalam
pemeluk suatu agama dalam pergaulan hidup antara orang yang tidak
umum.22
suatu sikap atau sifat dari seseorang untuk memberikan kebebasan kepada orang
lain, menghormati dan memuliakan orang lain, serta memberikan kebenaran atas
perbedaan tersebut sebagai pengakuan atas dasar hak asasi manusia. Serta
orang lain dan juga saling mengerti untuk tujan kemaslahatan masyarakat.
5. Pengertian Bertetangga
Agama adalah keserasian dan interaksi sosial yang baik, salah satu aspek
hubungan sosial yang tidak boleh dipandang remeh oleh seorang muslim ialah
disekitarnya.
orang yang tinggal disebelah rumah kita, orang yang tinggal berdekatan dengan
22
Said Agil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agamam (Jakarta: Ciputat Press, 2003), h. 14
18
rumah.23
Banyak sekali para ulama yang berbeda pendapat mengenai batasan atau
pendapat Sayyidah Aisyah RA, Al-Auza’i dan Hasan Al-Bashri, bahwa tetangga
adalah empat puluh rumah dari setiap penjurunya (empat puluh dari barat rumah,
empat puluh dari timur rumah, empat puluh dari utara rumah, dan empat puluh
Seperti yang dikutip oleh Hasan Ayyub dalam bukunya Etika Islam, Ibnu
Syihab mengemukakan bahwa empat puluh rumah itu dengan rincian, sepuluh
rumah dari kanan, sepuluh rumah dari kiri, sepuluh rumah dari depan, dan
sepuluh rumah lagi dari belakang rumah kita. Jadi, menurut rincian ini, tetangga
Jadi setelah dilihat dari berbagai definisi tersebut, ada yang mengartikan
bahwa tetangga adalah orang atau rumah yang saling berdekatan dengan kita,
dalam batas empat puluh rumah dari segala arah, baik kiri, kanan, depan maupun
belakang. Dan ada juga yang mengartikan sepuluh rumah dari segala arah. Tetapi
tetangga itu sendiri, melainkan dengan adat kebiasaan yang ada di lingkungan
Klasifikasi Tetangga
23
J.S. Badudu dan Sultan Muhammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1996), Cet Ke-3, h. 1497
24
Hasan Ayyub, Etika Islam: Menuju Kehidupan yang Hakiki, (Bandung: Trigenda Karya, 1994), Cet
Ke-1, h. 380
25
Ibid, h.380
19
tetangga dekat (Al-jar dzi al-qurba) dan tetangga jauh (Al-jar dzi al-junubi).
Klasifikasi ini disebutkan dalam Al Quran Surah An Nisa Ayat 36, dimana Allah
SWT berfirman:
ِ تُ ْش ِر ُكوا بِ ه َش ـ ْــيئاً َّوبِالْوالِ َديْ ِن اِ ْحســانًا َّوبِ ِذى الْ ُق رىَب والْيَتمى والْمس ِكنْي َو ْاعبُ ُدوا اللّــهَ َواَل
َ َ َ َ ْ َ َ ْ
ت اَمْي ـــَانُ ُك ْم ۗ اِ َّن
ْ الس بِْي ِل ۙ َو َمــا َملَ َك
َّ ب َوابْ ِنِ ب بِاجْلَْنِ اح ِ ب والصــ
َ ّ َ ِ َُواجْلَا ِر اجْلُن
ِ
َواجْلَــا ِر ذى الْ ُق ْرىَب
۳٦ : ب َم ْن َكـ ــا َن خُمْتَ ـااًل فَ ُخ ْو ًرا ﴿النساء ُّ ِ﴾اللّهَ اَل حُي
Menurut imam Al Qurtubi yang dikutip oleh Abdurrrahman Al-Baghdadi dan
“Al-jar dzi al-qurba” adalah tetangga dekat, sedangkan “Al-jar al-junubi” adalah
tetangga jauh. Makna semacam ini adalah makna literal dan pendapat yang dipegang
yang memiliki kedekatan dari sisi nasab, sedangkan tetangga jauh adalah
tetangga jauh. Menurut Ali bin Abi Thalhah dari sahabat Ibnu Abbas, yang dimaksud
dengan tetangga dekat adalah tetangga yang memiliki hubungan kekerabatan dan
tetangga yang tidak memiliki hubungan tersebut. Pendapat seperti ini juga yang
26
Abdurrahman Al Baghdadi dan Syamsuddin Ramadhan Al Nawi, Fikih Bertangga, (Bogor: Al Azhar
Press, 2018), h. 12
27
Ibid
20
dipegang oleh Ikrimah, Mujahid, Maimun bin Mahraan, Adh-Dhahak, Zaid bin
Menurut Abu Ishaq dari Nauf Al-Bakaali, yang dimaksud dengan tetangga
dekat adalah setiap orang muslim, sedangkan tetangga jauh adalah Yahudi dan
Nasrani.dengan kata lain tetanga dekat kita adalah setiap muslim sedangkan tetangga
jauh adalah tetangga yang beragama Yahudi dan Nasrani. Pendapat semacam ini juga
dipegang oleh Nauf Al-Syami. Beliau berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
tetangga dekat adalah muslim, sedangkan tetangga jauh adalah Yahudi dan Nasrani.29
Jika dikaitkan dengan tempat, atau tentang dimana keberadaan tetangga itu,
keberadaannya bisa didekat rumah, satu rukun tetangga (RT), rukun warga (RW),
komplek dan kampung.30 Namun yang dekat rumah pun, jika harus memilih kepada
tetangga mana yang harus didahulukan, maka menurut tuntunan Rasulullah SAW
adalah mendahulukan yang dekat dengan pintu rumahnya. Hal ini sebagaimana hadits
Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Aisyah RA, bahwa Aisyah
ِ
َ ال إِىَل أَْقَرهِبِ َما ِمْن
) (رواه البخاري.ك بَابًا ِ ِ ِ
َ يَ َار ُس ْو َل اللّه ْإ َّن يِل ْ َج َاريْ ِن فَإىَل أَيِّه َما أ ُْهد
َ َي؟ ق
Sekelompok ulama menganggap hadits ini sebagai tafsir dari Firman Allah
SWT Qs. An-Nisa; 36. Menurut mereka, yang dimaksud dengan tetangga dekat
adalah tetangga yang jarak rumahnya paling dekat. Sedangkan tetangga jauh adalah
tetangga yang rumahnya paling jauh. Akan tetapi para ulama berbeda pendapat dalam
menetapkan jaraknya.31
28
Abdurrahman Al Baghdadi dan Syamsuddin Ramadhan Al Nawi, Fikih Bertangga, (Bogor: Al Azhar
Press, 2018), h. 12
29
Ibid, h. 36
30
Muhsin MK, Bertetangga dan Bermasyarakat dalam Islam, (Jakarta: Al-Qalam, 2004), Cet Ke-1, h. 5
31
Abdurrahman Al-Baghdadi dan Syamsuddin Ramadhan An-Nawi, Fikih Bertetanmgga, (Bogor: Al-
Azhar Press, 2018), h. 13
21
Beberapa ulama berbeda pendapat, bahwa siapa saja yang mendengar Iqamah,
maka ia adalah tetangga Masjid tersebut. Sebagian lagi menyatakan, bahwa siapa saja
macam-macam tetangga, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tetangga itu dibagi
menjadi dua macam yaitu tetangga dekat (Al-Jar dzi Al-Qurba) dan tetangga jauh (Al-
Jar Al-Junubi). Pengertian ini mengacu kepada Al Quran Surah An-Nisa ayat 36.
Ulama berbeda pendapat dalam mengartikan dekat dan jauh. Ada yang mengartikan
tetangga dekat adalah yang memiliki hubungan nasab dan tetanga jauh adalah yang
tidak memiliki hubungan nasab. Namun ada pula yang mengartikan tetangga dekat
adalah setiap orang muslim dan tetangga jauh adalah Yahudi dan Nasrani.
Kita sebagai manusia harus memenuhi hak-hak tetangga, baik itu terhadap
sesama muslim mapun non muslin. Karena Islam itu sendiri menekankan bahwa
dalam bertetangga tidak dilihat dari agamanya, artinya tidak ada perbedaan tentang
toleransi bertetangga selama tidak menyangkut masalah Aqidah. Hal inilah yang harus
diketahui oleh semua orang, karena dengan inilah akan tercipta suatu kebersamaan
antar tetangga.
32
Ibid, h. 14
BAB III
METODE PENELITIAN
yang berada di lapangan. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.34
1. Subjek Penelitian
2. Objek Penelitian
1. Data
Dalam penelitian ini ada dua jenis penelitian yang penulis gali yakni,
33
Nusa Putra dan Santi Lisnawati, Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2012), h. 57
34
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 36
22
23
a. Data Pokok
2) Faktor lingkungan
4) Faktor lainnya
b. Data Penunjang
2. Sumber Data
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Wawancara
jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari pihak
2. Observasi
3. Dokumentasi
35
Tim Prima Pena, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: PT. Reality Publisher, 2008), Cet Ke-
1, h. 554
36
Meity Taqdir Qodratilah, dkk, Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar, (Jakarta: Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011), h.101
37
Ibid, h. 105
38
Ibid, h.367
39
Abdurrahman Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2006), h. 104
25
penelitian.40
Pengumpulan Data
40
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007), Cet Ke-6, h. 181
26
memakainya.42
F. Analisis Data
data, dengan demikian pokok permasalahan yang dirumuskan dapat tergambar dengan
jelas.
Adapun metode yang dipakai dalam analisis data ini adalah Deskriptif
Kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menggambarkan keadaan atau
Untuk ini penulis menggunakan analisis data dengan metode induktif yaitu
menarik kesimpulan dari kenyatan khusus yang ada pada responden menuju
kesimpulan umum.
G. Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang penulis laksanakan, yaitu:
1. Tahap Pendahuluan
2. Tahap Persiapan
a. Seminar proposal
3. Tahap Akhir
dipertahankan
DAFTAR TERJEMAH
43
Anas Sudiyono, Statistik Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 1987), h. 46
28
N
1 I 3 “Sembahlah Allah dan janganlah kamu
Hal.
PENGUMPULAN ................................................................ 16
29
DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA
2014
Ischaq, Moch wafiq alqurni, “pandangan masyarakat dan mahasiswa tentang toleransi
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Cet Ke-6, Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2007
Putra, Nusa, dan Santi Lisnawati, Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama Islam,
Qodratilah, Meity Taqdir, dkk, Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar, Jakarta:
2011
Tim Prima Pena, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Cet Ke-1, Surabaya: PT. Reality
Publisher, 2008
Undang-Undang Nomor. 39 Tahun 1999, Tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 33 Ayat
https://kbbi.kemdikbud.go.id
30