Anda di halaman 1dari 28

13

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Supply Chain Management

2.1.1 Pengertian Supply Chain

Supply chain atau rantai pasok adalah serangkaian jaringan


perusahaan – perusahaan yang bekerja sama dalam menciptakan dan
menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan –
perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau
ritel, serta perusahaan – perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa
logistik (Pujawan; 2010: 5).
Selain itu Chopra dan Meindl (2013: 13) berpendapat bahwa supply
chain atau rantai pasok terdiri dari semua pihak yang terlibat untuk
memenuhi permintaan pelanggan dan menghasilkan keuntungan. Rantai
pasok terdiri dari produsen, pemasok, pengangkutan, pergudangan, pengecer
dan pelanggan itu sendiri. Rantai pasok memiliki sifat yang dinamis namun
melibatkan tiga aliran yang konstan, yaitu aliran informasi, produk dan uang.
Berdasarkan Stevenson dan Chuong (2014:130), supply chain atau
rantai pasok adalah urutan fasilitas, fungsi dan aktivitas yang terlibat dalam
produksi dan pengiriman suatu produk atau jasa.
Jadi, dari pengertian supply chain atau rantai pasok oleh para ahli
diatas dapat disimpulkan bahwa supply chain adalah seluruh rangkaian
aktivitas dari proses penciptaan produk atau jasa hingga produk atau jasa
sampai ke konsumen terakhir.

2.1.2 Pengertian Supply Chain Management

Heizer dan Render (2015:4) menyatakan bahwa supply chain


management menggambarkan integrasi dari keseluruhan rantai pasok,
dimulai dari bahan baku dan diakhiri dengan kepuasan pelanggan. Aktivitas
tersebut terdiri dari aktivitas pengadaaan bahan dan pelayanan, pengubahan
menjadi barang setengah jadi, dan produk akhir, serta pengiriman hingga ke
pelanggan Tujuan dari manajemen rantai pasokan adalah untuk

13
14

mengkordinasi kegiatan dalam rantai pasokan untuk memaksimalkan


keunggulan kompetitif dan manfaat dari rantai pasokan untuk konsumen
akhir.
Pujawan (2010:7) berpendapat bahwa supply chain management
adalah metode, alat, atau pendekatan integratif untuk mengelola aliran
produk, informasi dan uang secara terintegrasi yang melibatkan pihak-pihak
mulai dari hulu ke hilir. Namun perlu ditekankan bahwa supply chain
management menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan
dasar semangat kolaborasi.
Siahaya (2013:13) menyatakan bahwa pengertian supply chain
management adalah sebagai berikut: Supply chain management adalah
pengintegrasian sumber bisnis yang kompeten dalam penyaluran barang,
mencakup perencanaan dan pengelolaan aktivitas pengadaan dan logistik
serta informasi terkait mulai dari penempatan bahan baku sampai tempat
konsumsi, termasuk koordinasi dan kolaborasi dengan jaringan mitra usaha
(pemasok, manufaktur, pergudangan, transportasi, distribusi, retail dan
konsumen) untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
Jadi, dari pengertian supply chain management oleh para ahli diatas
dapat disimpulkan bahwa supply chain management dapat didefinisikan
sebagai koordinasi aktivitas yang berhubungan dengan bergeraknya barang
dari thap bahan baku hingga sampai pada konsumen terakhir sehingga
mencapai pengintegrasian yang efisien untuk setiap pihak yang terlibat.

2.1.3 Tujuan Supply Chain Management

Tujuan dari supply chain management adalah untuk memaksimalkan


nilai seluruh rantai pasok dan meminimalkan seluruh biaya rantai pasok
(biaya pemesanan, biaya penyimpanan, biaya bahan baku, biaya transportasi
dan lain-lain) yang dapat menghasilkan penawaran produk akhir yang
berbeda kepada pelanggan (Chopra dan Meindl, 2013:16).

2.1.4 Manfaat Supply Chain Management

Manfaat supply chain management berdasarkan Siahaya (2013:25)


yaitu:
a) Mengurangi biaya: meminimalisir biaya rantai pasok dapat dilakukan
dengan mengintegrasikan seluruh aliran produk dari pemasok hingga
sampai ke konsumen akhir.
b) Mengurangi lead time: pengurangan lead time dapat dilakukan dengan
adanya koordinasi seluruh sistem, data serta informasi pada kegiatan
aliran barang, pengadaan, produksi, dan distribusi.
c) Meningkatkan pendapatan: menjaga hubungan baik dengan para
konsumen akan meningkatkan kesetiaan pelanggan sehingga menjadi
mitra perusahaan. Hal ini akan meningkatkan pendapatan perusahaan.
d) Ketepatan waktu penyerahan: dengan terkontrolnya dan
terintegrasinya aliran barang, maka hal ini akan meningkatkan
efektifitas rantai pasok yang menghasilkan penyerahan barang tepat
waktu.
e) Menjamin kelancaran aliran barang: melakukan pengintegrasian
semua elemen rantai pasok dengan sistem dan informasi yang
didapatkan agar terciptanya kelancaran aliran barang.
f) Mengembangkan kemitraan (partnership): membina dan memelihara
kerjasama jangka panjang sehingga terciptanya tujuan yang sama
serta kepercayaan kepada satu sama lain.
g) Kepuasan pelanggan: melakukan pelayanan dan memberikan kuaitas
produk yang terbaik untuk meingkatkan kepuasan pelanggan.
h) Peningkatan kompetensi sumber daya manusia: Semakin
berkembangnya pengetahuan serta teknologi maka akan semakin
meningkat kompetensi sumber daya manusia
i) Perusahaan semakin berkembang: dengan pengaplikasian supply
chain management dengan baik, perusahaan yang mendapatkan
keuntungan dan berkembang menjadi lebih besar
j) Meningkatkan daya saing: peningkatan daya jaringan supply chain
management akan meningkatkan daya saing kompetiti perusahaan.
Sedangkan menurut Stevenson dan Chuong (2014:137), manfaat
manajemen rantai pasok yang efektif mencerminkan tingkat persediaan yang
lebih rendah, pencapaian efiesiensi biaya, peningkatan produtivitas,
peningkatan fleksibelitas atas kondisi pasar, waktu yang efektif, laba yang
lebih tinggi, dan tingkat loyalitas pelanggan yang tinggi.
2.1.5 Area Cakupan Supply Chain Management

Dalam kegiatan rantai pasok terdapat beberapa kegiatan yang


dilakukan untuk mencapai tujuan perusahaan. Pujawan (2010: 9) menyatakan
bahwa pengategorian dalam supply chain management terdiri dari beberapa
kegiatan yaitu sebagai berikut :
a) Kegiatan merancang produk baru (product development)
b) Kegiatan pengadaan bahan baku (procurement, purchasing,
atau supply)
c) Kegiatan perencanaan produksi dan persediaan (planning and
control)
d) Kegiatan produksi (production)
e) Kegiatan pengiriman / distribusi (distribution)
f) Kegiatan pengelolaan pengembalian produk / barang (Return)

Tabel 2.1 Cakupan Supply Chain Management

Bagian Cakupan Kegiatan


Pengembangan Melakukan riset pasar terhadap produk baru dan
Produk merancang produk baru dengan melibatkan pemasok
dalam perancangan produk baru.
Pengadaan Membeli bahan baku dan material yang diperlukan,
menseleksi pemasok, mengevaluasi kinerja pemasok,
memantau kegiatan pemasokan, menjaga serta
memelihara hubungan baik dengan pemasok
Perencanaan dan Perencanaan permintaan, peramalan permintaan,
Pengendalian perencanaan kapasitas, perencanaan produksi dan
persediaa
Produksi Melakukan produksi barang dan pengontrolan
kualitas
Distribusi Persiapan pendistribusian, penjadwalan pengiriman,
memilih jasa pengiriman, menjaga hubungan dengan
perusahaan jasa pengiriman, dan pemantauan
pelayanan di setiap pusat distribusi.
Sumber: Pujawan (2010:10)
2.1.6 Kegiatan-Kegiatan Supply Chain Management

Pengategoriaan kegiatan pada supply chain management yaitu


menurut Pujawan (2010: 17):
a) Kegiatan Mediasi Pasar
Kegiatan mediasi pasar bertujuan untuk menemukan titik temu
antara permintaan konsumen dengan apa yang dibuat serta
dikirimkan pada kegiatan rantai pasok. Aktivitas-aktivitas
mediasi pasar meliputi:
1. Riset pasar
2. Pengembangan produk
3. Penetapan harga diskon
4. Pelayanan purna jual
b) Kegiatan Fisik
Kegiatan fisik adalah kegiatan untuk mendapatkan bahan
baku, mengubah bahan baku dan komponen menjadi produk
jadi, serta melakukan penyimpanan dan pengiriman hingga
sampai ke tangan pelanggan. Aktivitas – aktivitas fisik
meliputi:
1. Sourcing ( mencari bahan baku)
2. Produksi
3. Penyimpanan material/produk
4. Distribusi/transportasi
5. Pengembalian produk (return)

2.1.7 Arus Material dan Informasi dalam Supply Chain Management

Terdapat tiga macam aliran yang harus dikelola dalam suatu supply
chain (Pujawan, 2010:5):
a) Aliran barang yang mengalir dari hulu ke hilir
b) Aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu.
c) Aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun
sebaliknya.
Gambar 2.1 Arus Supply Chain Management

Sumber : I Nyoman Pujawan (2010: 5)

Pada gambar diatas, terlihat bahwa supply chain management adalah


koordinasi dari material, informasi dan arus keuangan diantara perusahaan
yang berpartisipasi.
a) Arus material mencakup arus barang fisik dari pemasok sampai
konsumen melalui rantai, sama baiknya dengan arus balik dari
retur produk, layanan, daur ulang dan pembuangan.
b) Arus informasi mencakup kapasitas, status pengiriman, dan
quaotation dengan arus balik ramalan permintaan, transmisi
pesanan dan laporan status pesanan.
c) Arus keuangan mencakup informasi kartu kredit, syarat-syarat
kredit, jadwal pembayaran, penetapan kepemilikan dan
pengiriman. dengan arus balik pembayaran kepada pemasok.

2.1.8 Strategi Supply Chain Management

Siahaya (2013:23) berpendapat bahwa strategi supply chain


management akan tercapai apabila perusahaan memiliki kemampuan
beroperasi yang cepat, fleksibel, inovatif dan efisien. Untuk menciptakan
strategi supply chain management yang tepat, maka perusahaan harus
memahami karakteristik produk dan pasar dengan baik agar mampu
mempertemukan aspirasi pelanggan dan kemampuan supply chain. Sehingga
tujuan strategi supply chain management, adalah:
a) Cost reduction, dengan meminimalkan biaya di semua sector
b) Service improvement, dengan meningkatkan tingkat layanan.
c) Tanggap dalam menghadapi perubahan lingkungan bisnis yang
sangat cepat
d) Memperoleh kepercayaan dari semua unsur terkait terutama
pelanggan
e) Mengembangkan prinsip kemitraan

Untuk mencapai tujuan strategi rantai pasok, maka diperlukannya


penyesuaian strategi kompetitif dengan penyesuaian strategi rantai pasok.
Menurut Chopra dan Meindl (2013: 34), terdapat tiga langkah dasar untuk
mencapai kesesuaian strategi, yaitu:
a) Mengerti konsumen
Untuk memudahkan perusahaan melakukan pemahaman
konsumen, perusahaan harus melakukan segmentasi pasar agar
pelayanan kebutuhan tepat pada target yang dituju. Berikut hal-hal
penting pada pemahaman konsumen, yaitu:
1. Jumlah dari produk yang dibutuhkan dalam setiap segmen.
2. Waktu respon yang konsumen bersedia ditolerir.
3. Varitas produk yang dibutuhkan.
4. Level pelayanan yang dibutuhkan.
5. Harga produk.
6. Tingkat keinginan inovasi produk.
b) Mengerti Supply Chain
Pada tahap ini dilakukan pemahaman akan rantai pasok untuk
menentukan tingkat daya tanggap dari rantai pasok. Hal ini
termasuk kemampuan rantai pasok untuk melakukan:
1. Merespon permintaan pada rentang yang lebar.
2. Waktu tenggang yang singkat.
3. Mengatasi variasi produk dalam jumlah besar.
4. Mengembangkan produk yang berinovasi tinggi.
5. Tingkat pelayanan yang sangat tinggi.
c) Mencapai kesesuaian strategi
Penyesuaian strategi ini dilakukan untuk mengsinkronisasikan
strategi rantai pasok sesuai dengan kebutuhan konsumen. Untuk
itu, tingkat daya tanggap atau respon dari rantai pasok harus
konsisten dengan tingkat permintaan konsumen.

2.2 Supply Chain Operation Reference (SCOR) Model versi 10.0

2.2.1 Pengertian SCOR Model


Supply Chain Operations Reference (SCOR) Model dibuat pada tahun
1996 oleh Supply Chain Council (SCC). SCOR Model ini merupakan model
yang paling diakui di dunia untuk mengevaluasi dan membandingkan setiap
aktivitas rantai pasok dengan membangun suatu kerangka aktivitas rantai
pasok secara menyeluruh sehingga tercipta gambaran dan mengidentifikasi
akar masalah dalam kegiatan rantai pasok tersebut. Selain itu, SCOR Model
juga dapat membantu perusaaahaan untuk menentukan dan membandingkan
secara cepat kinerja rantai pasokan dan operasional lainnya dalam organisasi
mereka serta terhadap organisasi lain (Supply Chain Council, 2010:1).
SCOR memungkinkan pengguna untuk mendeskripsikan,
meningkatkan, dan mengkomunikasikan praktek antara semua pihak yang
berkepentingan dalam aktivitas komersial atau bisnis. Penerapan SCOR
menggambarkan aktivitas bisinis yang terkait dengan semua tahap
memuaskan permintaan konsumen (Jameshooran, Shaharoun, dan Haron,
2015:2). SCOR Model memungkinkan sebuah perusahaan untuk
meningkatkan kinerja rantai pasok dengan menggambarkan sebuah proses
kegiatan rantai, metrik kinerja, praktek terbaik dan teknologi (Georgise,
Thoben dan Seifert, 2012:2).
SCOR Model merupakan sistem pengukuran performansi pada
berbagai tingkatan yang meliputi proses rantai pasok. Model ini sangat
berguna dalam pengambilan keputusan strategis untuk rantai pasok. Selain
itu, model ini menyediakan framewok yang dapat berguna untuk evaluasi,
positioning, dan implementasi proses rantai pasok (Qayyum, Ahmad, Usman,
dan Haider, 2013:87). Jadi, dapat disimpulkan bahwa SCOR Model
merupakan model yang membentuk kerangka rantai pasok yang dapat
digunakan untuk mengukur performansi rantai pasok pada proses kegiatan
yang ada sebagai bahan evaluasi perusahaaan.
2.2.2 Cakupan SCOR Model
Dalam Supply Chain Operations Reference Model, SCOR Version
10.0 Overview disebutkan bidang-bidang yang termasuk dalam SCOR adalah:
a) Keseluruhan interaksi yang terjadi pada proses rantai pasok
perusahaan (interaksi dengan pemasok, vendor luar, serta dengan
konsumen) yang dimulai dari proses pemesanan produk hingga
dilakukan proses pembayaran oleh konsumen.
b) Transaksi dengan pihak pemasok atas material fisik hingga sampai
kepada konsumen terakhir, termasuk peralatan, bahan-bahan
pendukung, suku cadang, produk curah (bulk), perangkat lunak.
c) Interaksi dengan pasar, meliputi tentang pemahaman akan agregat
permintaan hingga proses pemenuhan setiap order yang ada.
d) Proses pengembalian yang dilakukan akibat adanya barang cacat
yang rusak dalam kegiatan rantai pasok
SCOR tidak mencakup hal-hal berikut ini:
a) Proses administrasi penjualan (demand generation).
b) Proses penelitian dan pengembangan teknologi.
c) Proses perancangan dan pengembangan produk.
d) Elemen-elemen post-delivery customer support.

2.2.3 Pemetaan SCOR Model


Dalam Supply Chain Council (2010), Tahapan pemetaan dalam SCOR
Version 10.0 terbagi atas 4 level, yaitu:
a) Level 1: Top Level (Process Type)
Tahap ini mendefinisikan cakupan utama dalam kegiatan rantai
pasok pada SCOR Model. Pada level 1 ini dilakukan penetapan
target-target performansi pada perusahaan untuk dapat bersaing di
pasar.
b) Level 2: Configuration level (Process Categories)
Tahap ini mengkonfigurasikan proses rantai pasok perusahaan
berdasarkan kegiatan-kegiatan inti pada proses tersebut dalam
perusahaan. Konfigurasi ini dapat dibentuk berdasarkan apa yang
terjadi ssat ini ataupun yang diinginkan perusahaan.
c) Level 3: Process Element Level (Decompose Processes)
Tahap ini merupakan penguraian proses-proses pada rantai pasok
menjadi beberapa tahapan yaitu input, elemen-elemen proses, dan
output dari informasi yang berkaitan dengan proses elemen, metrik-
metrik kinerja rantai pasok, best practices serta kapabilitas sistem
yang diperlukan untuk mendukung best practices yang
menunjukkan kemapuan perusahaan untuk berkompetisi.
d) Level 4: Implementation Level ((Decompose Process Element)
Tahap ini dilakukan penerapan secara spesifik dengan melakukan
pemetaaan pada rancangan-rancangan serta mendefinisikan
perilaku-perilaku untuk beradaptasi terhadap perubahan kondisi
bisnis sehingga tercapainya competitive advantage.

2.2.3.1 Pemetaan Level 1: Top Level (Process Type)

Berdasarkan Supply Chain Operations Reference (SCOR)


Model versi 10.0, model referensi proses SCOR terdiri dari beberapa
komponen yaitu sebagai berikut (Supply Chain Council, 2010:6):
a) Performance Metric adalah standar metrik yang digunakan
sebagai alat pengukuran kinerja proses.
b) Processes adalah kerangka hubungan proses serta standar
deskripsi pada proses manajemen.
c) Practices adalah kinerja terbaik di kelasnya yang dihasilkan
praktek manajemen.
d) People adalah keterampilan serta persyaratan yang dibutuhkan
sebagai syarat yang sesuai pada proses, praktek terbaik dan
metrik.

Gambar 2.2 Pemetaan Level 1

Sumber: Supply Chain Council (2010: 6)


Dalam SCOR model level 1, proses-proses yang ada dalam
rantai pasok dikategorikan dalam lima proses utama dalam
manajemen (Pujawan, 2010: 244):
a) Plan: Proses perancangan perencanaan untuk menentukan
strategi terbaik dalam memenuhi kebutuhan rantai pasok seperti
pengadaan, produksi, dan pengiriman dengan menyeimbangkan
permintaan customer. Proses ini tercakup kegiatan penaksiran
kebutuhan dalam distribusi barang dengan melakukan
perencanaan kebutuhan material, perencanaan produksi, serta
kapasitas dan pengendalian persediaan dan melakukan
penyesuaian supply chain plan dengan financial plan
b) Source: Proses pengadaan barang atau pun jasa untuk
memenuhi permintaan. Proses ini mencakup pemilihan
pemasok, pembuatan jadwal pengiriman bahan baku dari
pemasok, penerimaan, pengecekan, dan pemberian otorisasi
pembayaran atas barang yang dikirim pemasok, dan
pengevaluasian kinerja pemasok, dan sebagainya.
c) Make: Proses pembuatan produk dimana proses ini dilakukan
pengubahan bahan baku menjadi produk yang diinginkan
pelanggan. Proses ini terdiri dari kegiatan penyusunan jadwal
produksi, kegiatan produksi, melakukan pengontrolan serta
pengetesan kualitas produk, pengelolaan barang setengah jadi
(work in process), pemeliharaan mesin produksi.
d) Deliver: Proses pemenuhan permintaan customer barang atau
jasa yang ditawarkan perusahaan. Pada proses deliver ini terdiri
dari kegiatan pengelolaan pemesanan customer, pemilihan
perusahaan jasa transportasi, penanganan persediaan barang
jadi (finish good) dan distribusi atau pengiriman, serta
pengiriman dokumen tagihan ke customer.
e) Return: Proses penerimaan pengembalian produk dari customer
karena berbagai alasan seperti barang cacat. Kegiatan yang
dilakukan pada proses ini yaitu verifikasi kondisi produk,
otorisasi pengembalian cacat kepada pemasok, menyusun
schedule pengembalian, serta melakukan pengembalian.
2.2.3.2 Pemetaan Level 2: Configuration level (Process Categories)

Pemetaan level 2 akan menetapkan strategi pada setiap


rantai pasok dengan menentukan posisi perusahaan tersebut. Pada
pemetaan level 2 ini, perusahaan akan mampu mengidentifikasi akar
masalah yang menyebabkan metrik kinerja rantai pasok yang tidak
maksimal karena level 2 ini adalah hasil konfigurasi dari pemetaan
level 1. Hasil konfigurasi ini dilakukan untuk melihat alur rantai
pasok secara jelas dengan menguraikan proses rantai pasok pada level
1 menjadi beberapa bagian (Supply Chain Council, 2010:13). Proses
pemetaan level 2 terdiri dari 3 jenis proses , yaitu:
a) Planning, yaitu serangkaian proses penyesuaian perencanaan
terhadap sumber daya yang diharapkan untuk memenuhi
permintaan. Perencanaan terdiri dari proses-proses:
1. Menyeimbangkan agregat permintaan maupun
penawaran
2. Horizon perencanaan yang tersusun secara konsisten
3. Kontribusi terhadap waktu tanggapan rantai pasokan.
b) Execution, yaitu proses pelaksanaan kegiatan rantai pasok yang
telah direncanakan akibat adanya permintaan aktual dari customer
atas produk/jasa yang disediakan perusahaan. Proses pada
kegiatan ini berupa penjadwalan, transformasi produk, dan/atau
memindahkan produk ke proses selanjutnya
c) Enable, yaitu proses yang mendukung keberlangsungan kegiatan
perencanaan dan eksekusi dengan melakukan persiapan dan
pengelolaan informasi serta hubungan agar kegiatan rantai pasok
dapat berjalan dengan baik.
Gambar 2.3 Pemetaan Level 2
Sumber: Supply Chain Council (2010: 10)

Pada gambar Model Pemetaan Level 2 rantai pasok


dengan SCOR menjelaskan bahwa setiap proses level 1 dibagi
menjadi sub-kategori tergantung pada produknya (Supply Chain
Council,2010:15):
a) Proses Plan terdiri dari seluruh proses Plan supply chain (P1) dan
satu proses perencanaan untuk setiap proses lain seperti Plan
Source (P2), Plan Make (P3), Plan Deliver (P4), Plan Return (P5).
b) Proses Source terdiri dari Source Stocked Product (S1), Source
Make-to-order Product (S2), Source Engineered to-order (S3).
c) Proses Make (M) dibagi menjadi Make-to-stock (M1), Make-to-
order (M2), dan Engineered to-order (M3).
d) Proses Deliver terdiri dari Deliver Stocked Product (D1), Deliver
Make-to-order Product (D2), Deliver Engineered to-order (D3).
Deliver retail Product (D4).
e) Proses return terdiri dari dua proses yaitu source return dan
deliver return. Kedua proses tersebut terbagi menjadi tiga sub
proses yaitu return of defective product (barang cacat / tidak
sesuai spesifikasi), return of Maintenance, Repair dan Overhaul /
MRO product (dikembalikan untuk diperbaiki), dan return on
excess product (kelebihan barang yang dikirim).
Proses setiap kegiatan eksekusi pada pemetaan level 2
tersebut terbagi menjadi 3 yang berdasarkan jenis produk tersebut.
Berikut pengelompokkan produk pada level 2 (Paul, 2014:19):
1. Make-to-stock
Produk yang diproduksi untuk dapat disimpan atau dijadikan stock
produk untuk dikirimkan kepada customer.
2. Make-to-order
Produk yang diproduksi sesuai dengan pesanan customer
sehinggan pesanan dilakukan setelah menerima pesanan dari
customer.
3. Engineered to-order
Produk yang diproduksi sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan
customer dari segi design, prototype, serta pengembangan produk.
Bersamaan dengan semua proses level 2 ini, SCOR
Model juga mencakup enabling processes. Enabling processes
mendukung proses-proses lain dan mendefinisikan sebagian besar
metodologi serta menentukan perencanaan dan pengendalian
kebijakan.

2.2.3.3 Pemetaan Level 3: Process Element Level (Decompose Processes)

Pemetaan level 3 merupakan tahap dimana perusahaan akan


menunjukkan kemampuannya dalam persaingan di pasar yang
ditetapkan. Pemetaan level 3 ini akan dilakukan diagnosa pada
konfigurasi pemetaan level 2 dengan mendefinisikan sistem kerja
rantai pasok perusahaan. Sistem kerja rantai pasok ini akan diuraikan
sebagai langkah-langkah pelakasanaan aktivitas pemetaan level 2.
Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan pada level 3 ini akan
berpengaruh kepada kinerja rantai pasok pada level 2.

Gambar 2.4 Pemetaan Level 3


Sumber : http://courses.ischool.berkeley.edu

Kegiatan process elements yang dilakukan pada pemetaan


level 3 dibagi menjadi 3 yaitu informasi Input, Process Elements /
Throughput, dan Output yang terdiri dari (Supply Chain Council,
2010:16):

a) Definisi proses elemen


b) Informasi output dan input proses elemen
c) Metrik pengukuran kinerja
d) Best Practices
e) Kemampuan sistem yang diperlukan untuk menerapkan Best
Practices
f) Sistem dan alat bantu untuk melakukan “fine tuning” pada level
strategi operasi.

2.2.4 Sistem Metrik Atribut Kinerja Supply Chain Pada Scor Model
Pengukuran performansi rantai pasok dapat diukur dengan
menggunakan sistem metrik atribut kinerja. Pengelompokkan metrik kinerja
akan dilakukan berdasarkan atributnya. Atribut ini merupakan suatu
pengarahan strategi perusahaan untuk mencapai perusahaan yang lebih
efisien dan efektif. Atribut kinerja ini dibagi menjadi 5 yaitu Reliability,
Responsiveness, Flexibility, Costs, dan Assets Berikut pengertian atribut
kinerja SCOR Model (Supply Chain Council, 2010:7):
1. Supply chain reliability, merupakan kemampuan dalam melakukan
kegiatan rantai pasoknya dimana kegiatan tersebut dikatakan tepat dalam
waktu, kuantitas dan kualitasnya. Reliability ini atribut yang berfokus
pada customer atau eksternal.
2. Supply chain responsiveness, merupakan kecepatan kemampuan dalam
melakukan kegiatan rantai pasoknya. Responsiveness ini atribut yang
berfokus pada customer atau eksternal.
3. Supply chain flexibility /agility, merupakan kemampuan untuk merespon
permintaan pasar atau memelihara keunggulan bersaing yang merupakan
pengaruh dari luar. Flexibility ini atribut yang berfokus pada customer
atau eksternal.
4. Supply chain cost, merupakan atribut yang mendefinisikan biaya yang
dikeluarkan pada kegiatan rantai pasok. Cost ini atribut yang berfokus
pada internal perusahaan.
5. Supply chain asset, merupakan kemampuan perusahaan dalam mengelola
aset agar mencapai efektifitas dan efisiensi untuk mendukung kepuasaan
permintaan pelanggan. Asset ini atribut yang berfokus pada internal
perusahaan.
Dengan atribut kinerja diatas, maka kegiatan rantai pasok dapat diukur
dengan metrik kinerjanya. Metrik kinerja ini dibentuk dalam sebuah kartu
SCOR yang digunakan sebagai tolak ukur pengukuran kinerja rantai pasok.
Metrik kinerja ini dibuat berdasarkan SCOR Model versi 10.0 level 1.
Berikut merupakan kartu SCOR metrik kinerja level 1:

Tabel 2.2 Metrik Kinerja level 1

Sumber: Paul (2014:130)

Sistem metrik atribut kinerja pada level 1 bersifat eksternal dan


internal. Menurut Paul (2014:129), atribut kinerja Reliability,
Responsiveness, dan Flexibility bersifat eksternal dimana kinerja yang
diukur merupakan kinerja rantai pasok dengan penilaian pihak luar terhadap
perusahaaan. Atribut Costs dan Assets bersifat internal dimana pengukuran
kinerja rantai pasok diukur dengan kegiatan yang dilakukan khusus internal
perusahaan. Berikut definisi dari setiap metrik kinerja level 1 (Supply Chain
Council, 2010: 9-10):
1. Reliability: Perfect Order Fulfillment
Pada atribut reliability terdapat metrik kinerja perfect order fulfillment
yang merupakan suatu pengukuran dalam ketepatan produk, tempat,
pengemasan, kualitas, dan jumlah produk yang dapat dikirimkan tepat
waktu, dokumentasi lengkap, serta sesuai keinginan customer yang telah
tercatat pada dokumen seperti PO ataupun kontrak kerjasama dengan
customer.
2. Responsiveness: Order Fulfillment Cycle Time
Pada atribut responsiveness terdapat metrik kinerja order fulfillment
cycle time yang merupakan tingkat kecepatan perusahaan dalam
melakukan kegiatan untuk mempersiapkan produk. Hal ini diukur
dengan jumlah waktu yang dibutuhkan sejak diterimanya pesanan hingga
produk sampai di tempat customer.
3. Flexibility: Upside Supply Chain Flexibility; Upside Supply Chain
Adaptability; Downside Supply Chain Adaptability; Overall Value at
Risk
Pada atribut flexibility terdapat metrik kinerja upside supply chain
flexibility yang merupakan waktu yang dibutuhkan untuk dapat
merespon permintaan dengan terjadinya peningkatan produksi sebesar
20% yang diasumsikan tidak ada kendala dalam bahan baku. Metrik
kinerja upside supply chain adaptability merupakan persentase batas
maksimum peningkatan jumlah pesanan yang dapat terkirim dalam 30
hari sedangkan metrik kinerja downside supply chain adaptability
merupakan persentase pengurangan jumlah pemesanan berkelanjutan
sebelum terjadinya pengiriman dalam waktu 30 hari tanpa persediaan
atau biaya tambahan. Metrik kinerja overall value at risk merupakan
nilai yang didapatkan dengan pengambilan resiko akan perubahan yang
terjadi.
4. Cost: Total Supply Chain Management Cost dan Cost of Good Sold
Pada atribut cost terdapat metrik kinerja total supply chain management
merupakan seluruh biaya langsung dan tidak langsung yang dikeluarkan
untuk melakukan proses perencanaan, pengadaan, pembuatan, dan
pengiriman produk. Metrik kinerja cost of good sold merupakan biaya
langsung yang dikeluarkan untuk melakukan pembuatan produk seperti
biaya material dan upah buruh.
5. Asset: Cash-to-Cash Cycle Time; Return on Supply Chain Fixed Asset;
Return on Working Capital
Pada atribut asset terdapat metrik kinerja cash-tocash cycle time
merupakan waktu yang dibutuhkan untuk menagih invoice kepada
customer dan melakukan pembayaran hutang kepada pemasok dan jasa
pengirim. Metrik kinerja return on supply chain fixed asset merupakan
pengembalian yang didapatkan dari setiap asset tetap pada rantai pasok
yang telah diinvestasikan. Metrik kinerja return on working capital
merupakan hasil kembalinya dari investasi pada modal kerja rantai
pasok.
Metrik kinerja level 1 diatas diukur oleh metrik kinerja level 2 yang akan
membantu perusahaan mencari akar masalah yang terjadi kesenjangan pada
kegiatan rantai pasok. Metrik kinerja level 2 ini dapat disebut sebagai indikator
pada metrik kinerja level 1. Berikut merupakan indikator metrik kinerja level 2
yang dikelompokkan berdasarkan atribut kinerja:

Tabel 2.3 Atribut dan Metrik Kinerja SCOR Model

Metrik Kinerja
Atribut Kinerja Metrik Kinerja Level 2
Level 1
Perfect Condition
Kemampuan untuk melakukan pengiriman
dengan kondisi yang baik, sempurna sesuai
dengan permintaan customer.
Percentage of Orders Delivered in Full
Kemampuan untuk melakukan pengiriman
dengan sesuai dengan kuantitas dan produk
Reliability Perfect Order yang dipesan customer.
Fulfillment Delivery Performance to Customer Commit
Date
Kemampuan untuk melakukan pengiriman
dengan tepat waktu sesuai dengan permintaan
customer.
Documentation Accuracy
Kemampuan untuk melakukan pengiriman
dengan dokumen yang lengkap.
Source Cycle Time
Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
kegiatan pengadaan barang.
Order Fulfillment
Responsiveness Make Cycle Time
Cycle Time
Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
kegiatan produksi barang.
Deliver Cycle Time
Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
kegiatan pengiriman barang.
Delivery Retail Cycle Time
Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan
kegiatan pengiriman pada
Upside Flexibility (Source, Make, Deliver)
Waktu yang dibutuhkan dalam melakukan
kegiatan pengadaaan, produksi, serta
pengiriman untuk merespon permintaan
Upside Supply dengan terjadinya peningkatan produksi
Chain Flexibility sebesar 20%.
Upside Return Flexibility (Source, Deliver)
Pengembalian yang didapatkan pada kegiatan
pengadaan dan pengiriman barang akibat
terjadinya peningkatan produksi sebesar 20%.
Upside Adaptability (Source, Make,
Deliver) Persentase peningkatan jumlah
pesanan yang terkirim hari pada pengadaan,
Upside Supply produksi,
Chain pengiriman barang selama 30.
Upside Return Adaptability (Source, Deliver)
Flexibility Adaptability
Persentase pengembalian yang didapatkan
pada kegiatan pengadaan dan pengiriman
barang akibat peningkatan jumlah pesanan
yang terkirim selama 30 hari.
Downside Adaptability (Source, Make,
Downside Supply Deliver)
Chain Persentase pengurangan pesanan sebelum
Adaptability terjadi pengiriman pada pengadaan,
produksi, pengiriman barang akibat selama
30 hari.
Supplier’s; Customer’s; Product’s Risk
Rating
Besarnya resiko yang dapat ditanggung
Overall Value at
pemasok, pelanggan, serta resiko pada produk
Risk
akibat terjadinya perubahan.
Value at Risk (Plan, Source, Make, Deliver,
Return)
nilai yang didapatkan pada kegiatan
perencanann, pengadaan, produksi,
pengiriman, serta pengembalian atas
pengambilan resiko akan perubahan yang
terjadi.
Cost to Plan
Biaya yang dibutuhkan untuk
melakukan perencanaan.
Cost to Source
Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan
pengadaan barang.
Cost to Make
Total Supply Chain
Biaya yang dibutuhkan untuk
Management Cost
memproduksi suatu barang.
Cost to Deliver
Biaya yang dibutuhkan untuk mengantarkan
pemesanan.
Cost Cost to Return
Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan
proses pengembalian barang.
Direct Labor Cost
Biaya yang dibutuhkan pada untuk membayar
upah karyawan yang melakukan kegiatan
produksi.
Direct Material Cost
Cost of Goods Sold Biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan
material yang merupakan komponen dalam
produksi barang.
Indirect Cost to Related to Production
Biaya tidak langsung yang berkaitan dengan
kegiatan produksi.
Days Sales Outstanding
Waktu yang dibutuhkan untuk
Asset Cash-to-cash Cycle
menagihkan hutang kepada customer.
Time
Inventory Days of Supply
Rata-rata waktu pemakaian persediaan hingga
habis sebelum adanya pasokan persedian
selanjutnya.
Days Payable Outstanding
Waktu untuk membayar hutang kepada pihak
pemasok maupun jasa pengiriman.
Supply Chain Fixed Assets
Return on Supply
Aset tetap untuk kegiatan rantai pasok yang
Chain Fixed Assets
diinvestasikan perusahaan.
Accounts Payable (Payables
Outstanding) Hasil kembalinya dari
investasi pada modal kerja rantai pasok
maka diperlukan
pengaturan pada hutang.
Accounts Receivable (Sales Outstanding)
Return on Working
Hasil kembalinya dari investasi pada modal
Capital
kerja rantai pasok maka diperlukan
pengaturan pada piutang.
Inventory
Hasil kembalinya dari investasi pada modal
kerja rantai pasok maka diperlukan
pengaturan pada persediaan.
Sumber: Supply Chain Council (2010: 9-10)

Selain metrik kinerja yang dijabarkan diatas, menurut Purnomo


(2015) pengukuran rantai pasok dilakukan berdasarkan pada setiap proses
rantai pasok yaitu plan, source, make, deliver, dan return. Hal ini dilakukan
agar pengukuran lebih mengarah pada setiap kegiatan rantai pasok yang
kemudian akan dinilai kemampuannya dalam segi Reliability,
Responsiveness, Flexibility, Costs, dan Assets yang memiliki indikator-
indikatorya masaing-masing untuk mengukur kinerja rantai pasok. Berikut
merupakan indikator penukuran kinerja (Purnomo, 2015):
1. Plan
a. Reliability
i. Forecast Inaccuracy
Persentase ketidaktepatan peramalan permintaan dengan
permintaan actual yang terjadi. Semakin kecil nilain
forecasting inaccuracy maka akan semakin baik perusahaan
melakukan perencanaan produksi barang.
ii. Inventory Level for Packaging
Tingkat jumah barang yang disimpan sebagai persediaan.
Inventory level ini tidak boleh kosong maupun terlalu banyak
persediaan yang menumpuk pada gudang.
iii. Internal Meeting
Jumlah rapat yang dilakukan antar divisi pada perusahaan.
iv. Number of Trainee
Jumlah karyawan yang melakukan pelatihan perencanaan
pembuatan barang (produksi). Kegiatan ini dilakukan untuk
meningkatkan keahlian karyawan
b. Responsiveness
i. Time to Identify New Product Specification
Waktu yang digunakan untuk melakukan riset pasar serta
pengembangan produk dengan spesifikasi yang baru.
ii. Planning Cycle Time
Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses perencanaan
pada kegiatan produksi, pengadaan, dan pengiriman dengan
melakukan penyusunan jadwal kerja.
2. Source
a. Reliability
i. Defect Rate
Persentase jumlah barang cacat yang berasal dari pemasok
terhadap barang yang dipesan.
ii. Source Fill Rate
Persentase total jumlah barang yang dapat dipasok oleh
pemasok terhadap barang yang dipesan.
iii. Incorrect Quantity for Product
Persentase jumlah barang yang kurang dikirimkan pemasok
terhadap total seluruh barang yang dikirimkan
iv. Meeting with Project Client
Jumlah rapat yang dilakukan bersama supplier atau project
client untuk melakukan evaluasi.
v. Number of Trainee in Purchasing
Jumlah karyawan divisi purchasing yang melakukan pelatihan
pada kegiatan penyeleksian supplier atau project client
maupun pembelian kebutuhan perusahaan.
b. Responsiveness
i. Purchase Order Cycle Time
Waktu yang dibutuhkan untuk pemrosesan Purchase Order.
ii. Source Lead Time
Waktu yang dibutuhkan dari pegiriman PO ke supplier hingga
penerimaan produk.
iii. Source Flexibility
Jumlah banyaknya pemasok yang dapat menggantikan jika
terjadi kendala pada pemenuhan pasokan pada pemasok
utama.
iv. Minimum Order Quantity
Jumlah kuantitas terkecil pesananan untuk dapat melakukan
pemesanan pada pemasok.
3. Make
a. Reliability
i. Failure in Process
Persentase terjadinya kegagalan ketika melakukan proses
produksi.
ii. Machine Material Efficiency
Persentase penggunaan mesin pada proses produksi untuk
mencapai tingkat yang efisien.
iii. Number of Trainee for PPC
Jumlah karyawan divisi produksi yang melakukan pelatihan
pada kegiatan perencanaan produksi.
b. Flexibility
i. Production Item Flexibility
Jumlah perubahan produksi yang diakibatkan terjadinya
perubahan permintaan dari customer.
4. Deliver
a. Reliability
i. Fill Rate
Persentase total jumlah barang yang dapat dikirmkan terhadap
barang yang dipesan oleh customer.
ii. Stockout Probability
Tingkat kemungkinan terjadinya kehabisan persediaan barang
jadi atau finish good.
iii. Orders Ready to Pick by Customer
Persentase pesanan yang dapat diambil langsung oleh
customer terhadap total jumlah pesanan.
iv. Number of Visit to Customer
Jumlah kunjungan yang dilakukan kepada customer.
v. Number of Meeting with Customer
Jumlah rapat yang dilakukan bersama customer untuk
melakukan riset mengetahui keinginan customer.
vi. Number of Trainee in Marketing
Jumlah karyawan divisi pemasaran yang melakukan pelatihan
untuk kegiatan pemasaran.
b. Responsiveness
i. Delivery Deadline
Batas waktu dalam pengambilan barang oleh perusahaan jasa
pengiriman terhitung dari penerbitan Delivery Order.
5. Return
a. Reliability
i. Customer Complaint
Jumlah Customer yang melakukan keluhan atas
ketidaksesuaian servis atau jasa yang kita berikan dengan apa
yang diinginkannya.
ii. Return Rate to Customer
Persentase jumlah produk cacat yang dikembalikan kepada
pemasok.
b. Responsiveness
i. Project Client Repaired Time
Waktu dalam perbaikan produk cacat oleh perusahaan.
ii. Product Replacement Time
Waktu yang dibutuhkan untuk mengebalikan barang baru
kepada customer.

2.3 Analytical Hierarchy Process

Berdasarkan Koc dan Burhan (2015), Analytical Hierachy Process


merupakan suatu model metode pengambilan keputusan alternative dari
sejumlah alternative lain yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada
tahun 1976. Model ini membantu menguraikan masalah banyak alternatif
(multi-criteria) yang kompleks menjadi suatu hirarki. Model hirarki ini akan
mempermudah dalam keterlibatan pembuat keputusan dalam proses
pembuatan solusi serta jika dibutuhkan, dapat melakukan penilaian ulang atas
keputusan yang diambil. Selain itu, berdasarkan Felice dkk (2015), model
hirarki AHP dibuat menjadi beberapa tingkatan yaitu top level, lower level,
dan bottom level. Top Level merupakan suatu tujuan utama untuk
pengambilan keputusan atau merupakan masalah yang akan dipecahkan,
Lower Level merupakan kriteria dan sub-kriteria dalam masalah pengambilan
keputusan. Bottom Level merupakan alternatif untuk mengevaluasi kriteria-
kriteria pada masalah tersebut.
AHP merupakan suatu pendekatan subjektif dimana setiap elemen
dalam tingkatan hiraki akan diberikan bobot sesuai dengan perspektif para
ahli di perusahaan. Pembobotan dilakukan oleh perusahaan dalam penentuan
tingkat kepentingan indikator kinerja metrik perusahaan (Perdana, 2014
dalam Padillah dkk, 2016). Proses AHP dilakukan dengan menggunakan
matriks perbandingan berpasangan yang dapat mengdentifikasikan bobot
kepentingan suatu alternatif yang dibandingkan dengan alternatif lain dan
mengukur alternatif berdasarkan kriteria dari masing-masing keputusan
individu (Sultana dkk, 2016).
Kelebihan dari AHP ini adalah menjadi strategi agar dapat
diperhitungkan dalam proses di perusahaan, meningkatkan konsitensi sistem
dan penyerdehanaa perhitungan perusahaan dengan menggunakan data nyata,
serta melakukan kebijakan yang sistematis agar dapat memberikan
pembobota dan peringkat pada kriteria atas masalah pengabilan keputusan.
Namun, kekurangan dalam AHP adalah metode ini sangat bergantung pada
pemikiran, pengalaman, serta pengetahuan seorang ahli pada perusahaan
dimana hal tersebut bersifat subjektif serta AHP tidak mempertimbangkan
kendala atau keterbatasan pada kriteria (Felice dkk, 2015).
2.4 Kerangka Berpikir

PT. Tunas Titan Maju


(Distributor HSD)

Performansi Supply Chain PT. Tunas Titan Maju

Pengukuran Performansi Supply Chain menggunakan SCOR Model versi 10.0

Pemetaan Level 1 Pemetaan Level 2 Pemetaan Level 3



Plan Source Deliver Return Planning Input
 Process element
Execution
 Output
 Enable

Indikator Metrik Kinerja

Pembobotan dengan AHP dan pengolahan data

Penilaian Performansi PT. Tunas Titan

Hasil Penelitian

Kesimpulan

Gambar 2.5 Kerangka Berpikir

Sumber: Penulis (2017)

Anda mungkin juga menyukai