Anda di halaman 1dari 31

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Uraian Teoritis

1. Manajemen Resiko

a. Pengertian Manajemen Resiko

Manajemen resiko adalah suatu sistem pengawasan resiko dan

perlindungan harta benda, hak milik dan keuntungan badan usaha atau

perorangan atas kemungkinan timbulnya kerugian karena adanya suatu

resiko. Menurut Fahmi (2010 : 2), manajemen resiko adalah “suatu

bidang ilmu yang membahas tentang bagaimana suatu organisasi

menerapkan ukuran dalam memetakan berbagai permasalahan yang

ada dengan menempatkan berbagai pendekatan manajemen secara

komprehensif dan sistematis”.

Menurut Djohanputro (2008 : 43), manajemen resiko dapat

diartikan sebagai proses terstruktur dan sistematis dalam

mengidentifikasi, mengukur, memetakan, mengembangkan alternatif

penanganan resiko, dan memonitor serta mengendalikan implementasi

penanganan resiko.

Menurut Hanafi (2012 : 1), manajemen resiko sebagai

keseluruhan sistem pengelolaan dan pengendalian resiko yang dihadapi

oleh bank yang terdiri dari seperangkat alat, teknik, proses manajemen

dan organisasi yang ditujukan untuk memelihara tingkat profitabilitas

dan tingkat kesehatan bank yang ditetapkan dalam corporate plan.

9
10

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa

manajemen resiko merupakan “sistem yang digunakan untuk

mengelola resiko yang dihadapi dan mengendalikan resiko tersebut

agar tidak merugikan”.

b. Tujuan dan Manfaat Manajemen Resiko

Secara umum manajemen resiko digunakan untuk dasar agar

bisa memprediksikan bahaya yang akan dihadapi dengan perhitungan

yang akurat serta pertimbangan yang matang dari berbagai informasi

awal untuk menghindari kerugian. Menurut Karim (2008 : 255), secara

khusus tujuan dari manajemen resiko adalah:

1) Menyediakan informasi tentang resiko kepada pihak regulator.

2) Meminimalisasi kerugian dari berbagai resiko yang bersifat

uncontrolled (tidak dapat diterima).

3) Mengalokasikan modal membatasi resiko.

4) Agar perusahaan tetap hidup dengan perkembangan yang

berkesinambungan.

5) Memberikan rasa aman.

6) Biaya Risk manajemen yang efisien dan efektif.

7) Agar pendapatan perusahaan stabil dan wajar, memberikan

kepuasan bagi pemilik dan pihak lain.

Menurut Ramli (2010 : 4) bahwa manfaat lain dari manajemen

resiko adalah :
11

1) Manajemen kelangsungan usaha dengan mengurangi resiko dari

setiap kegiatan yang mengandung bahaya.

2) Menekan biaya untuk penanggulangan kejadian yang tidak

diinginkan.

3) Menimbulkan rasa aman di kalangan pemegang saham mengenai

kelangsungan dan keamanan investasinya.

4) Meningkatkan pemahaman dan kesadaran mengenai resiko operasi

bagi setiap unsur dalam organisasi/perusahaan.

c. Langkah-langkah Manajemen Resiko

Ada beberapa langkah yang harus ditempuh untuk membuat

suatu perencanaan yang baik dalam menghindari resiko yang dihadapi

perusahaan atau usaha dagang, yaitu :

1). Identifikasi resiko usaha

Identifikasi resiko merupakan proses mengidentifikasikan semua

resiko usaha yang dihadapi, baik resiko yang sifatnya spekulatif

maupun resiko yang sifatnya murni. Tujuannya adalah agar

organisasi dapat meminimalisasi resiko yang terjadi. Menurut

Hendro (2011 : 263), cara yang dapat dilakukan untuk

meminimalisasi resiko adalah sebagai berikut :

a) Menggunakan metode analisis dari pengalaman dan sejarah

Metode ini dilakukan dengan menggunakan informasi dan data

yang ada untuk mengetahui resiko yang akan terjadi pada masa

yang akan datang, seperti :


12

1) Informasi mengenai keluhan pelanggan

2) Informasi tentang kecacatan produk

3) Informasi mengenai track record SDM (rekam jejak

karyawan)

4) Informasi mengenai data piutang pelanggan

5) Pertumbuhan penjualan dan lain-lain

b) Menggunakan metode pengamatan dan survei. Tujuan

melakukan metode ini adalah untuk mendapatkan sekumpulan

informasi tentang hal yang diinginkan, seperti :

1) Pengamatan dan survei untuk tingkat kebutuhan pasar

2) Pengamatan dan survei tentang ketidakpuasan pelanggan

3) Pengamatan dan survei untuk menemukan produk baru

4) Pengamatan dan survei gaya hidup pelanggan

c) Metode acuan. Metode ini akan sering digunakan dalam

menemukan kelemahan, peluang, hambatan, kekuatan, dan

ancaman sehingga wirausahawan mengetahui apakah produk,

strategi, dan mutunya telah sesuai dengan pasar. Acuan yang

biasa digunakan adalah pemimpin pasar atau produk unggulan.

d) Metode dari para pakar atau pendapat ahli. Dengan

menggunakan metode ini seorang wirausahawan bisa

mengidentifikasikan resiko dan hal-hal yang akan terjadi

dengan bertanya kepada para ahli tentang resiko apa yang akan

diterima serta bagaimana cara untuk meminimalisir resiko

tersebut.
13

2). Mengukur resiko

Setelah melakukan identifikasi resiko, maka langkah

selanjutnya adalah melakukan pengukuran terhadap resiko tersebut.

Gunanya untuk menentukan relatif pentingnya dan untuk

memperoleh informasi yang akan menolong untuk menetapkan

kombinasi peralatan manajemen resiko yang cocok untuk

menanganinya.

Tujuan lain dari pengukuran terhadap resiko adalah

meningkatkan kesadaran resiko sehingga senantiasa waspada,

mengidentifikasi resiko-resiko kerugian atau mengetahui sumber-

sumber resiko dan frekuensi terjadinya resiko sehingga dapat

diukur sampai berapa jauh akibat keuangan bagi perusahaan atau

usaha dagang apabila suatu resiko benar-benar terjadi dan menilai

atau menetapkan tingkat prioritas dari langkah-langkah yang harus

diambil dalam manajemen resiko serta dampak keseluruhan dari

kegiatan-kegiatan, seandainya kerugian itu ditanggung sendiri.

3). Mengendalikan resiko

Setelah melakukan pengidentifikasian dan mengukur resiko

yang akan dihadapi, maka selanjutnya yang perlu dilakukan adalah

mengendalikan resiko tersebut. Untuk mengendalikan resiko

tersebut dapat digunakan beberapa solusi yang bisa diambil yaitu

(Idroes, 2008 : 5):

a). Hindari (avodaince)

Solusi ini adalah dengan cara tidak melakukan aktivitas yang

mengandung resiko yang dimaksud. Contohnya seperti menjual


14

barang yang dilarang untuk dijual, ini akan mengakibatkan

penjualnya bisa dikenakan hukuman tindak pidana. Oleh

karena itu pedagang memilih untuk tidak menjual barang

tersebut.

b). Pengalihan Resiko

Pilihan ini adalah dengan cara mengalihkan resiko kepada

pihak lain sehingga resiko yang ditanggung akan menurun.

Contohnya mengalihkan resiko dalam proses pengiriman

barang kepada pihak pengirim atau dengan meminta bantuan

pihak asuransi untuk mengasuransikan jenis usaha yang

dilakukan dengan konsekuensi membayar premi.

c) Menekan tingkat keparahan

Cara ini adalah dengan menekan tingkat keparahan yang

ditimbulkan dari resiko tersebut. Suatu resiko kemungkinan

tidak dapat dihilangkan sepenuhnya karena pertimbangan

teknis. Maka dari itu diperlukan tindakan yang tanggap darurat

dan penyediaan alat pelindung.

d). Menanggung resiko sendiri

Pada dasarnya adalah melakukan asuransi sendiri. Hal ini

dilakukan karena adanya anggapan bahwa kemungkinan resiko

tersebut terjadi adalah sangat kecil kalaupun terjadi maka

kerugian finansial yang diderita tidak berpengaruh pada

kegiatan yang dilakukan. Alasan lain untuk menanggung resiko


15

sendiri adalah untuk menghimpun dana atau tidak tersedianya

cukup dana untuk membayar premi asuransi. Contohnya adalah

jika terjadi kerugian atau bencana yang akan mengakibatkan

beban berat bagi keuangan perusahaan. Perusahaan yang

memiliki untuk mengelola resiko itu, akan membentuk dana

cadangan (funding) guna menghadapi kerugian yang harus

dihadapi dimasa yang akan datang.

2. Perilaku Organisasi

a. Pengertian Perilaku Organisasi

Bidang pengetahuan perilaku organisasi yang sudah

dikembangkan sejak lama, tampaknya akhir-akhir ini mulai dirasakan

kepentingannya. Kegiatan perilaku organisasi semakin mendapat

perhatian khusus pada kegiatan manajemen dalam berbagai organisasi

baik organisasi pemerintah maupun swasta, karena perilaku organisasi

merupakan suatu konsep kegiatan yang menyandang pandangan

menyeluruh tentang orang-orang dalam organisasi untuk memahami

sebanyak mungkin faktor yang mempengaruhi perilaku mereka. Semua

itu dianalisis dalam kaitannya dengan kesekuruhan situasi yang

mempengaruhinya, bukan hubungannya dengan peristiwa atau masalah

secara terpisah.

Penempatan kembali manusia sebagai salah satu unsur yang amat

penting dalam organisasi adalah orientasi dasar dari kegiatan perilaku

organisasi, ini berarti birokrat senantiasa sadar bahwa di antara tiga


16

dimensi pokok dalam organisasi tidaklah bisa memberikan penekanan

kepada dimensi yang lain sehingga menelantarkan dimensi teknis dan

dimensi konsep tetapi tidak mengindahkan dimensi manusia, sebagai

dimensi ketiga akan menimbulkan suatu iklim bekerja yang kurang

sehat dan tidak respektif terhadap faktor pendukung utama dari

organisasi yakni manusia. Perilaku organisasi mengurangi sikap birokrat

yang tidak respektif tersebut dengan menarik sebagian pandangannya

terpusat pada perilaku manusia itu sendiri.

Menurut Clumming dalam Thoha (2014 : 8) menekankan bahwa :

“Perilaku organisasi adalah suatu cara berpikir, suatu cara untuk

memahami persoalan-persoalan dan menjelaskan secara nyata hasil-

hasil penentuan berikut tindakan-tindakan pemecahan”.

Selanjutnya Gibson et al., (2011 : 6) menyatakan bahwa :

Perilaku organisasi sebagai penggunaan teori, metode dan


prinsip-prinsip dari berbagai disiplin ilmu seperti psikologi,
sosiologi dan antropologi budaya untuk mempelajari
persepsi, nilai-nilai, kapasitas belajar dan tindakan-tindakan
individu ketika bekerja didalam kelompok dan didalam
organisasi secara keseluruhan, penganalisisan dampak
lingkungan luar atas organisasi dari sumber daya manusia,
misi, tujuan dan strateginya.

Duncan dalam Thoha (2014:5), mengemukakan pengertian

perilaku organisasi sebagai berikut :

Perilaku organisasi adalah suatu studi yang menyangkut


aspek-aspek manusia dalam suatu organisasi atau suatu
kelopok tertentu. Ia meliputi aspek yang menimbulkan dari
pengaruh manusia terhadap organisasi. Tujua praktis dari
penelaahan studi ini adalah untuk mendeterminasi
bagaimanakah perilaku manusia itu mempengaruhi usaha
pencapaian tujuan-tujuan organisasi.
17

Definisi di atas menegaskan mengenai aktivitas semua orang

dalam organisasi yang berurusan dengan upaya meningkatkan

kemampuan serta keterampilannya dalam rangka pencapaian tujuan

yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, para kepala atau pimpinan

cenderung memiliki tanggung jawab yang lebih besar, karena

pimpinanlah yang mengambil keputusan untuk mempengaruhi banyak

orang dalam organisasi dan hampir seluruh aktivitas pegawai

berorientasi manusia. Para kepala pimpinan mewakili sistem

administrasi atau sistem manajemen dan berperan untuk

mendayagunakan perilaku organisasi sehingga dapat meningkatkan

hubungan orang dengan organisasi dan berusaha menciptakan iklim

yang sehat serta dinamis, bekerjasama secara produktif, dan menjadi

orang-orang yang lebih produktif.

Perilaku organisasi juga sebagai suatu bidang inter disipliner, ini

berarti bahwa bidang itu memanfaatkan prinsip-prinsip, model, teori

metode disiplin ilmu yang ada. Selain itu didalam perilaku organisasi

terdapat suatu orientasi humanistik yang nyata yaitu sikap, persepsi,

kapasitas belajar, perasaan dan tujuannya, merupakan hal-hal yang

pokok yang harus diakui dan dipelajari keberadaannya. Bidang perilaku

organisasi juga berorientasi pada prestasi, sejauh mana usaha yang

dilakukan untuk meningkatkan prestasi, bagaimana cara, kiat dan

pedomannya. Semua ini masalah penting yang dihadapi para pimpinan


18

sebagai para praktisnya. Kemudian lingkungan eksternal dipandang

mempunyai dampak nyata atas perilaku organisasi dan akhirnya bidang

perilaku organisasi mempunyai orientasi aplikasi yang jelas, yaitu

menyangkut penyediaan jawaban yang berguna atas masalah yang

muncul dalam konteks pengelolaan organisasi.

b. Prinsip-prinsip Dasar Perilaku Organisasi

Menurut Nadler, Hackman dan Lawler yang dikutip Thoha (2014:

15) mengemukakan prinsip-prinsip dasar perilaku organisasi yaitu :

1). Kemampuan

Prinsip dasar kemampuan ini sangat penting diketahui untuk

memahami mengapa seseorang berbuat dan berperilaku berbeda dengan

orang lain. Perbedaan kemampuan ini ada yang beranggapan karena

disebabkan sejak lahir manusia tidak sama kemampuannya. Ada juga

yang beranggapan bukan disebabkan sejak lahir, melainkan karena

perbedaannya menyerap informasi dari suatu gejala. Lepas dari setuju

atau tidak setuju dari perbedaan-perbedaan tersebut ternyata bahwa

kemampuan seseorang dapat membedakan perilakunya dan karena

perbedaan kemampuannya ini maka dapat kiranya dipergunakan untuk

memprediksi pelaksanaan dan hail kerja seseorang yang bekerja sama

di dalam suatu organisasi tertentu.

2). Kebutuhan

Ahli-ahli ilmu perilaku umumnya membicarakan bahwa manusia

ini berperilaku karena didorong oleh serangkaian kebutuhan. Dengan


19

kebutuhan ini dimaksudkan adalah beberapa pernyataan di dalam diri

seseorang yang menyebabkan seseorang itu berbuat untuk mencapainya

sebagai objek atau hasil. Pemahaman kebutuhan yang berbeda dari

seseorang ini amat bermanfaat untuk memahami konsep perilaku

seseorang di dalam organisasi. Hal ini bisa dipergunakan untuk

memprediksi dan menjelaskan perilaku yang berorientasi tujuan di

dalam kerjasama organisasi.

3). Membuat Pilihan Untuk Bertindak

Kebutuhan-kebutuhan manusia dapat dipenuhi lewat perilakunya

masing-masing. Didalam banyak hal, seseorang dihadapkan dengan

sejumlah kebutuhan yang potensial harus dipenuhi lewat perilaku yang

dipilih. Cara untuk menjelaskan bagaimana seseorang membuat pilihan

diantara sejumlah besar rangkaian pilihan perilaku yang terbuka

baginya, adalah dengan mempergunakan penjelasan teori expectancy.

Teori ini berdasarkan atas proposisi yang sederhana yakni bahwa

seseorang memilih berperilaku sedemikian karena ia yakin dapat

mengarahkan untuk mendapat sesuatu hasil tertenru. Teori expectancy

ini berdasarkan suatu anggapan yang menunjukkan bagaimana

menganalisa dan meramalkan rangkaian tindakan apakah yang akan

diikiti oleh seseorang manakala ia mempunyai kesempatan untuk

membuat pilihan mengenai perilakunya.

c. Pengalaman

Memahami lingkungan adalah suatu proses yang aktif, dimana

seseorang mencoba membuat lingkungannya itu mempunyai arti

baginya. Proses yang aktif ini melibatkan seseorang individu mengakui


20

secara selektif aspek-aspek yang berada di lingkungannya, menilai apa

yang dilihatnya dalam hubungan dengan pengalaman masa lalu, dan

mengevaluasi apa yang dialami itu dalam kaitannya dengan kebutuhan-

kebutuhan dan nilai-nilainya. Oleh karena kebutuhan-kebutuhan dan

pengalaman seseorang itu seringkali berbeda sifatnya, maka persepsinya

terhadap lingkungan juga akan berbeda.

e. Reaksi Senang Atau Tidak Senang

Perasaan yang tidak senang ini akan menjadikan seseorang

berbuat yang berbeda dengan orang lain di dalam rangka menanggapi

sesuatu hal. Seseorang bisa puas mendapatkan gaji tertentu karena

bekerja di suatu tempat tertentu, orang lain pada tempat yang sama

merasa tidak puas. Kepuasan dan ketidakpuasan ini ditimbulkan karena

adanya perbedaan dari sesuatu yang diterima dengan sesuatu yang

diharapkan seharusnya diterima. Orang seringkali membandingkan apa

yang ia terima dalam suatu situasi kerja tertentu dengan apa yang

diterima orang lain dalam situasi yang sama. Jika hasil perbandingannya

ia rasakan tidak adil, maka timbullah rasa tidak puas terhadap hasil yang

diterima.

3. Kinerja Guru

a. Pengertian Kinerja Guru

Menurut Rivai (2010:14) kinerja merupakan terjemahan dari kata

performance yang didefinisikan sebagai hasil atau tingkat keberhasilan

seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu untuk

melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan,


21

seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah

ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.

Pendapat tentang kinerja guru tersebut di atas senada dengan

Mangkunegara, Anwar A (2011:67) yang menyatakan bahwa kinerja

(prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang

dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai

dengan tanggug jawabyang diberikan kepadanya.

Senada dengan pendapat Samsudin (2011:159) yang memberikan

pengertian kinerja sebagai tingkat pelaksanaan tugas yang dapat dicapai

seseorang dengan menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-

batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi.

Pendapat ini didukung oleh Nawawi (2008:234) yang memberikan

pengertian kinerja sebagai hasil pelaksanaan suatu pekerjaan yang

memberikan pema-haman bahwa kinerja merupakan suatu perbuatan

atau perilaku seseorang yang secara langsung maupun tidak langsung

dapat diamati oleh orang lain.

Pendapat senada juga dikemukakan oleh Mulyasa (2004:136)

yang mendefinisikan kinerja sebagai prestasi kerja, pelaksanaan kerja,

pencapaian kerja, hasil kerja atau unjuk kerja.

Pengertian kinerja tersebut di atas senada dengan pendapat

Murray dalam Suharsaputra (2010:145) yang mendifinisikan kinerja

adalah:

”Basiclly, it (perfomance) means an outcome a result, it is


the end point of people, resources and certain
environment being brought together, with intention of
pruducing certain things, wheather tangible product of
22

less tangible service. To the extent that this interaction


results in an otcome of the desired level and quality, at
egreed cost levels, performance will be judged as
satisfactory, good, or excellent. To the extent that the
outcome is disappointing, for whatever reason,
performance will be judged as poor or dificient”.

Sejalan dengan hal tersebut di atas, menurut pendapat

Sedarmayanti (2011: 53), bahwa pengertian kinerja menunjuk pada ciri-

ciri atau indikator sebagai berikut: ”Kinerja dalam suatu organisasi

dapat dikatakan meningkat jika memenuhi indikator-indikator antara

lain: kualitas hasil kerja, ketepatan waktu, inisiatif, kecakapan, dan

komunikasi yang baik”.

Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan di atas, dapat

dinyatakan bahwa kinerja guru merupakan prestasi yang dicapai oleh

seseorang guru dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya selama

periode tertentu sesuai standar kompetensi dan kriteria yang telah

ditetapkan untuk pekerjaan tersebut. Kinerja seorang guru tidak dapat

terlepas dari kompetensi yang melekat dan harus dikuasai. Kompetensi

guru merupakan bagian penting yang dapat menentukan tingkat

kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang

pengajar yang merupakan hasil kerja dan dapat diperlihatkan melalui

suatu kualitas hasil kerja, ketepatan waktu, inisiatif, kecepatan dan

komunikasi yang baik.

b. Standar Kompetensi Guru

Seorang guru yang profesional harus memiliki standar

kompetensi yang dapat menjadikan tolok ukur keberhasilan guru dalam

mengajar. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan


23

Dosen pasal 10 ayat 1 menjelaskan bahwa kompetensi guru meliputi

kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan

kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

1). Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam

mengelola pembelajaran. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

No 16 tahun 2007 menyebutkan bahwa standar kompetensi

pedagogik guru terdiri dari (a) menguasai karakteristik siswa dari

aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan

intelektual, (b) menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip

pembelajaran yang mendidik, (c) mengembangkan kurikulum yang

terkait dengan mata pelajaran yang diampu, (d) menyelenggarakan

pembelajaran yang mendidik. (e) memanfaatkan teknologi informasi

dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran. (f) memfasilitasi

pengembangan potensi siswa untuk mengaktualisasikan berbagai

potensi yang dimiliki, (g) berkomunikasi secara efektif, empatik,

dan santun dengan siswa. (h) menyelenggarakan penilaian dan

evaluasi proses dan hasil belajar, (i) memanfaatkan hasil penilaian

dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran, (j) melakukan

tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

2). Kompetensi Kepribadian

Kepribadian merupakan suatu masalah abstrak yang hanya

dapat dilihat lewat penampilan, tindakan, ucapan, dan cara

berpakaian seseorang. Setiap orang memiliki kepribadian yang


24

berbeda. Kompetensi kepribadian merupakan suatu performansi

pribadi (sifat-sifat) yang harus dimiliki seorang guru. Mulyasa

(2012:118) mengatakan bahwa kompetensi kepribadian bagi guru

adalah pribadi guru yang terintegrasi dengan penampilan

kedewasaan yang layak diteladani, memiliki sikap dan kemampuan

memimpin yang demokratis serta mengayomi siswa. Seorang guru

harus memiliki kepribadian yang: (a) mantap, (b) stabil, (c) dewasa,

(d) arif, (e) berwibawa, (f) berakhlak mulia, dan (g) dapat menjadi

tauladan.

Menurut Ryckman dalam Djatmiko, (2008:54), menyebutkan

ada lima faktor yang mencerminkan kepribadian manusia yaitu:

surgency, agreeableness, conscientiousness, emotional stability, and

intellect dan mempunyai lima domain kepribadian yang disebut Big

Five Personality yang terdiri dari: extraversion, agreeableness,

conscientiousness, neuoriticism, and openness to experiences.

Berdasarkan kompetensi kepribadian tersebut, seorang guru

harus: (a) mampu bertindak secara konsiten sesuai dengan norma

agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia, (b)

mampu menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil,

dewasa, arif dan berwibawa, (c) mampu menampilkan diri sebagai

pribadi yang berakhlak mulia sebagai tauladan bagi siswa dan

masyarakat, (d) mempunyai rasa bangga menjadi guru, dapat

bekerja mamdiri, mempunyai etos kerja, rasa percaya diri dan

tanggung jawab yang tinggi, (e) berperilaku jujur dan disegani, (f)
25

mampu mengevaluasi diri dan kinerja secara terus menerus, (g)

mampu mengembangkan diri secara berkelanjutan dengan belajar

dari berbagai sumber ilmu dan (h) menjunjung tinggi kode etik

profesi guru.

3). Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial adalah merupakan suatu kemampuan

seorang guru dalam hal berkomunikasi dan bergaul secara efektif

dengan: (a) siswa, (b) sesama pendidik, (c) tenaga kependidikan, (d)

orang tua/wali siswa dan (e) masyarakat sekitar, sedangkan

kemampuan seorang guru dalam melakukan hubungan dengan

seseorang atau masyarakat yang disebut sebagai social intellegence

atau kecerdasan sosial dan merupakan salah satu dari sembilan

kecerdasan yang terdiri dari logika, bahasa, musik, raga, ruang,

pribadi, alam, dan kuliner. Kecerdasan yang dimiliki seseorang

tersebut bekerja secara terpadu dan simultan ketika seseorang

berpikir dan atau mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan

seseorang atau kelompok masyarakat sosial.

Hal tersebut di atas senada dengan pendapat Ramly (2006:87)

yang menyatakan bahwa guru merupakan sebagai cermin

memberikan gambaran (pantulan diri) bagaimana dia memandang

dirinya, masa depannya, dan profesi yang ditekuninya, dan seorang

guru harus (a) bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak

diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras,

kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi, b)


26

berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama

pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat, c)

beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik

Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya, d)

berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain

secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.

4). Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional merupakan penguaaan materi

pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya

membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang

ditentukan Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP). Hal ini

merupakan suatu kemampuan seorang guru sesuai dengan

keahliannya dalam menyampaikan sesuatu kepada siswa dalam

rangka menjalankan tugas dan profesinya.

Pendapat tersebut di atas dikemukakan oleh Kanfel (2012:337)

yang menyatakan bahwa kompetensi di tempat kerja merupakan

perpaduan antara penampilan maksimum dan tipikal perilaku

seseorang yang harus dimiliki seorang guru profesional dalam

bidang keahliannya.

Senada dengan pendapat tersebut di atas, dikemukakan oleh

Hamalik (2011:150) yang dirumuskan oleh P3G yang menyebutkan

bahwa: seorang guru memiliki kompetensi profesional bila guru

tersebut memiliki pengetahuan dan pemahaman dasar di bidangnya


27

yang meliputi: ”(a) penguasaan bidang studi (materi) pembelajaran

secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing

siswa memenuhi kompetensi yang ditetapkan dalam standar

nasional pendidikan, dan (b) menguasai bahan pengayaan dan

pendalaman serta aplikasi bidang studi yang diajarkan, (c) mampu

mengelola program belajar mengajar, (d) mengelola kelas, (e)

menggunakan media dan sumber pengajaran, (f) mengenal dan

menerapkan landasan serta konsep-konsep dasar kependidikan

dengan berbaga sudut tinjauan (sosiologis, filosofis, historis dan

psikologis), (g) mengelola proses interaksi belajar-mengajar dengan

menggunakan prinsip CBSA, (h) mengenal dan melaksanakan

penilaian prestasi belajar siswa untuk kepentingan pengajaran, (i)

mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan di

sekolah, (j) mengerjakan administrasi belajar-mengajar, administrasi

kelas, administrasi sekolah, (k) memahami prinsip-prinsip

penelitian, mengolah perumusan penelitian dan menafsirkan hasil-

hasil penelitian pendidikan guna mengembangkan tugas-tuga

pendidikan dan pengajaran, (l) membina kerjasama dengan orang

tua/wali siswa, dengan organisasi profesi dan organisasi lainnya

guna kepentingan pendidikan.

Berdasarkan pendapat dan uraian di atas, maka kompetensi

profesional guru dapat dikategorikan atas: (a) memahami standar

kompetensi dan kompetensi dasar bidang keahliannya, (b) mampu

memilih dan mengembangkan materi pelajaran, (c) menguasai


28

materi, struktur, dan konsep pola pikir keilmuan yang mendukung

bidang keahlian, (d) menguasai metode untuk melakukan

pengembangan ilmu dan telaah kritis terkait dengan bidang keahlian,

(e) kreatif dan inovatif dalam penerapan bidang ilmu yang terkait

dengan bidang keahlian, (f) mampu mengembangkan kurikulum dan

silabus yang terkait dengan bidang keahlian, (g) mampu melakukan

tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran, (h)

mampu berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi

lain secara lisan maupun tulisan, (i) mampu memanfaatkan

teknologi informasi dan pembelajaran, berkomunikasi dan

mengembangkan diri sebagai seorang guru.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru berdasarkan

pendapat Gibson dalam Suharsaputra (2010:147) bahwa kinerja

seseorang dalam menjalankan peran dan fungsinya dipengaruhi oleh: (a)

variabel individu, (b) variabel organisasi, (c) variabel psikologis.

Pendapat tersebut di atas menggambarkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja seseorang adalah faktor individu dengan

karakteristik psikologisnya yang khas, dan faktor organisasi berinteraksi

dalam suatu proses yang dapat mewujudkan suatu kualitas kerja dalam

suatu lingkungan kerja seseorang tersebut.

Penilaian hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditujukan

untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga


29

proses pembelajaran yang telah dilakukan. Pada tahap ini seorang guru

dituntut memiliki kemampuan dalam menentukan pendekatan dan cara-

cara evaluasi, penyusunan alat-alat evaluasi, pengolahan, dan

penggunaan hasil evaluasi. Pendekatan atau cara yang dapat digunakan

untuk melakukan evaluasi/ penilaian hasil belajar adalah melalui

Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP).

PAN adalah cara penilaian yang tidak selalu tergantung pada jumlah

soal yang diberikan atau penilaian dimasudkan untuk mengetahui

kedudukan hasil belajar yang dicapai berdasarkan norma kelas. Siswa

yang paling besar skor yang didapat di kelasnya, adalah siswa yang

memiliki kedudukan tertinggi di kelasnya.

PAP adalah cara penilaian, dimana nilai yang diperoleh siswa

tergantung pada seberapa jauh tujuan yang tercermin dalam soal-soal tes

yang dapat dikuasai siswa. Nilai tertinggi adalah nilai sebenarnya

berdasarkan jumlah soal tes yang dijawab dengan benar oleh siswa.

PAP ada passing grade atau batas lulus, apakah siswa dapat dikatakan

lulus atau tidak berdasarkan batas lulus yang telah ditetapkan.

Pendekatan PAN dan PAP dapat dijadikan acuan untuk memberikan

penilaian dan memperbaiki sistem pembelajaran. Kemampuan lainnya

yang perlu dikuasai guru pada kegiatan evaluasi/ penilaian hasil belajar

adalah menyusun alat evaluasi. Alat evaluasi meliputi: tes tertulis, tes

lisan, dan tes perbuatan. Seorang guru dapat menentukan alat tes

tersebut sesuai tujuan yang disampaikan.


30

Bentuk tes tertulis yang banyak dipergunakan guru adalah ragam

benar/ salah, pilihan ganda, menjodohkan, melengkapi, dan jawaban

singkat. Tes lisan adalah soal tes yang diajukan dalam bentuk

pertanyaan lisan dan langsung dijawab oleh siswa secara lisan. Tes ini

umumya ditujukan untuk mengulang atau mengetahui pemahaman

siswa terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan sebelumnya.

Tes perbuatan adalah tes yang dilakukan guru kepada siswa. Dalam hal

ini siswa diminta melakukan atau memperagakan sesuatu perbuatan

sesuai denga materi yang telah diajarkan seperti pada mata pelajaran

kesenian, keterampilan, olahraga, komputer, dan sebagainya.

Indikasi kemampuan guru dalam penyusunan alat-alat tes ini

dapat digambarkan dari frekuensi penggunaan bentuk alat-alat tes secara

variatif, karena alat-alat tes yang telah disusun pada dasarnya digunakan

sebagai alat penilaian hasil belajar. Di samping pendekatan penilaian

dan penyusunan alat-alat tes, hal lain yang harus diperhatikan guru

adalah pengolahan dan penggunaan hasil belajar. Ada dua hal yang

perlu diperhatikan dalam penggunaan hasil belajar, yaitu: (a) Jika

bagian-bagian tertentu dari materi pelajaran yang tidak dipahami oleh

sebagian kecil siswa, guru tidak perlu memperbaiki program

pembelajaran, melainkan cukup memberikan kegiatan remidial bagi

siswa-siswa yang bersangkutan, (b) Jika bagian-bagian tertentu dari

materi pelajaran tidak dipahami oleh sebagian besar siswa, maka

diperlukan perbaikan terhadap program pembelajaran, khususnya

berkaitan dengan bagian-bagian yang sulit dipahami.


31

Mengacu pada kedua hal tersebut, maka frekuensi kegiatan

pengembangan pembelajaran dapat dijadikan indikasi kemampuan guru

dalam pengolahan dan penggunaan hasil belajar. Kegiatan-kegiatan

tersebut meliputi: (a) kegiatan remidial, yaitu penambahan jam

pelajaran, mengadakan tes, dan menyediakan waktu khusus untuk

bimbingan siswa (b) kegiatan perbaikan program pembelajaran, baik

dalam program semesteran maupun program satuan pelajaran atau

rencana pelaksanaan pembelajaran, yaitu menyangkut perbaikan

berbagai aspek yang perlu diganti atau disempurnakan.

Berdasarkan pendapat Mathis dan Jackson (2011:82) bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu :

(1) kemampuan mereka, (2) motivasi, (3) dukungan yang diterima, (4)

keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan (5) hubungan mereka

dengan organisasi. Mangkunegara (2011:67) menyatakan bahwa faktor

yang mempengaruhi kinerja antara lain: (1) faktor kemampuan secara

psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi

(IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai

perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan bidang

keahlihannya, (2) faktor motivasi yang terbentuk dari sikap (attitude)

seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja.

Penilaian kinerja guru yang merujuk pada Peraturan Menteri

Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

Nomor 16 Tahun 2009 menyebutkan bahwa penilaian kinerja guru


32

adalah penilaian dari tiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka

pembinaan karir, kepangkatan, dan jabatan. Penilaian kinerja guru

sangat berkaitan dengan pelaksanaan tugas utama seorang guru dalam

penguasaan pengetahuan, penerapan pengetahuan dan ketrampilan

sebagaimana kompetensi yang dibutuhkan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16

tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi

Guru bahwa penguasaan kompetensi dan penerapan pengetahuan serta

keterampilan guru, sangat menentukan tercapainya kualitas proses

pembelajaran atau pembimbingan siswa, dan pelaksanaan tugas

tambahan yang relevan bagi sekolah/madrasah, khususnya bagi guru

dengan tugas tambahan tersebut. Sistem penilaian kinerja guru adalah

sistem penilaian yang dirancang untuk mengidentifikasi kemampuan

guru dalam melaksanakan tugasnya melalui pengukuran penguasaan

kompetensi yang ditunjukkan dalam unjuk kerjanya. Hal ini sesuai

dengan pendapat Keith Davis yang dikutip oleh Mangkunegara

(2011:67) yang mengemukakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja adalah: (1) faktor motivasi (motivation), dan (2)

faktor kemampuan (ability).

Aspek yang dinilai dalam menentukan kinerja seorang guru

menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi No 16 tahun 2009, seorang guru mata pelajaran

harus memiliki kemampuan : (1) menyusun kurikulum pembelajaran

pada satuan pendidikan; (2) menyusun silabus pembelajaran; (3)


33

menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran; (4). melaksanakan

kegiatan pembelajaran; (5) menyusun alat ukur/soal sesuai mata

pelajaran; (6) menilai dan mengevaluasi proses dan hasil belajar pada

mata pelajaran yang diampunya; (7) menganalisis hasil penilaian

pembelajaran; (8) melaksanakan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan

dengan memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi; (9) menjadi

pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar

tingkat sekolah dan nasional; (10) membimbing guru pemula dalam

program induksi; (11) membimbing siswa dalam kegiatan

ekstrakurikuler proses pembelajaran; (12) melaksanakan pengembangan

diri; (13) melaksanakan publikasi ilmiah; dan (14) membuat karya

inovatif.

Penilaian kinerja guru tersebut secara garis besar dapat

dikelompokkan menjadi enam bagian utama yaitu (1) merencanakan

pembelajaran; (2) melaksanakan pembelajaran dan (3) melakukan

evaluasi atau penilaian hasil pembelajaran, (4) membimbing kegiatan

ekstrakurikuler dan (5) membimbing guru pemula dan (6)

pengembangan diri. Hal tersebut di atas senada dengan pendapat Usman

(2009:17) yang menyebutkan bahwa kemampuan profesional guru

meliputi, kemampuan guru dalam (1). menguasai landasan pendidikan;

(2). menguasai bahan pengajaran; (3). menyusun program pengajaran;

(4). melaksanakan program pengajaran; dan (5). menilai hasil dan

proses belajar mengajar.


34

Pendapat tersebut di atas senada dengan Sudjana (2010:17) yang

menyebutkan bahwa kinerja guru dapat dilihat dari kompetensinya

melaksanakan tugas-tugas guru, yaitu (1). merencanakan proses belajar

mengajar; (2). melaksanakan dan mengelola proses belajar mengajar;

(3). menilai kemajuan proses belajar mengajar dan (4). menguasai bahan

pelajaran.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang

guru dan dosen adalah sebagai berikut: ”(1) Guru wajib melaksankan

kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan

pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih

peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan. (2) Guru wajib

melakukan beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 jam tatap muka

dan sebanyak-banyaknya 40 jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu”.

Merujuk pada peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara

No 16 Tahun 2009, maka indikator penilaian kinerja guru dapat

disimpulkan menjadi lima yaitu : (1) menguasai bahan ajar (2)

merencanakan proses belajar mengajar (3) kemampuan melaksanakan

dan mengelola proses belajar mengajar, (4) kemampuan melakukan

evaluasi atau penilaian, dan (5) kemampuan melaksanakan bimbingan

belajar (perbaikan dan pengayaan).

Indikator penilaian kinerja guru seperti yang terdapat pada

Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Nomor 16 Tahun

2009 di atas, dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) Kemampuan


35

seseorang dalam mengkomunikasikan pengetahuan sangat bergantung

pada penguasaan pengetahuan yang akan dikomunikasikannya itu, (2)

Kemampuan guru dapat dilihat dari cara atau proses penyusunan

program kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru, (3)

Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran menjadi hal penting

karena berkaitan langsung dengan aktivitas belajar siswa di kelas, (4)

Kemampuan melakukan evaluasi/penilaian pembelajaran.

Pengelolaan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang

guru di kelas ini, menurut Uno (2011:129) yaitu kemampuan merujuk

pada kinerja seseorang dalam suatu pekerjaan yang dapat dilihat dari

pikiran, sikap, dan perilakunya yang merupakan kemampuan

berhubungan dengan kinerja efektif dalam suatu pekerjaan.

Pendapat di atas dijelaskan juga oleh Rohani (2014:123) yang

menyebutkan bahwa pengelolaan menunjuk kepada kegiatan-kegiatan

yang menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi

terjadinya proses suatu kegiatan.

Berdasarkan uraian di atas, kinerja guru dapat disimpulkan

sebagai prestasi yang dicapai oleh seseorang guru dalam melaksanakan

tugas mengajar selama periode tertentu sesuai standar kompetensi dan

kriteria yang telah ditetapkan untuk pekerjaan tersebut, dengan

indikator: (a) Menguasai bahan ajar, (b) kemampuan merencanakan

kegiatan pembelajaran, (c) kemampuan mengelola dan melaksanakan

kegiatan pembelajaran, (d) kemampuan mengadakan evaluasi atau

penilaian pembelajaran.
36

B. Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu

Nama/ Variabel Variabel Model Hasil


No Judul
Tahun X Y Analisis Penelitian
1 Lestari Pengaruh Manajemen Manajemen Kinerja Uji regresi Hasil penelitian
(2013) Resiko terhadap resiko. organisasi linier menunjukkan bahwa
Kinerja Organisasi serderhana manajemen resiko
(Studi pada Dana berpengaruh
Pensiun Pemberi signifikan terhadap
Kerja di Wilayah kinerja organisasi.
Jabar-Banten)
2 Nugraha, Pengaruh Perilaku 1. Perilaku Kinerja Regresi Hasil penelitian
dkk Organisasi dan organisasi Guru Linier menunjukkan bahwa
(2014) Motivasi terhadap 2. Motivasi Berganda perilaku organisasi
Kinerja Guru di dan motivasi
Kecamatan Ciranjang memiliki hubungan
Kabupaten Cianjur. yang signifikan
dengan kinerja guru.
3 Susatyo Peran Manajemen 1. Kinerja Regresi Hasil penelitian
(2011) Resiko dan Perilaku Ma Linier menunjukkan bahwa
Organisasi untuk najemen Berganda peran manajemen
Meningkatkan resiko resiko dan perilaku
Kinerja (Studi pada 2. Perilaku organisasi
Bank Umum Swasta organisasi berpengaruh
Nasional dan Persero) signifikan terhadap
kinerja.
4 Yuliani Pengaruh Perilaku Perilaku Kinerja Uji regresi Hasil penelitian
(2016) Organisasi terhadap organisasi pegawai linier menunjukkan bahwa
Kinerja Pegawai di sederhana terdapat pengaruh
Dinas Tenaga Kerja yang positif antara
Kabupaten Bandung. perilaku organisasi
terhadap kinerja
pegawai
5 Sulaima Pengaruh Perilaku Perilaku Kinerja Uji regresi Hasil penelitian
n (2016) Organisasi terhadap organisasi pegawai linier menunjukkan bahwa
Kinerja Pegawai di sederhana perilaku organisasi
Bagian mempunyai
Perbendaharaan Biro pengaruh terhadap
Keuangan Sekretariat peningkatan kinerja
Daerah Provinsi Jawa pegawai
6 Surtiandi Analisis Pengaruh Perilaku Kinerja Uji regresi Hasil penelitian
(2016) Perilaku Organisasi organisasi pegawai linier menunjukkan bahwa
terhadap Kinerja sederhana perilaku organisasi
Pegawai pada Urusan merupakan variabel
Umum dan Keuangan yang sangat penting
RSUD Kabupaten untuk meningkatkan
Sumedang. kinerja pegawai.
37

C. Kerangka Berpikir

Kerangka pikiran akan mengarahkan proses penelitian sesuai dengan

tujuan yang ingin dicapai dan akan menjadi alur pemikiran penelitian.

1. Pengaruh Manajemen Resiko terhadap Kinerja

Adanya manajemen resiko membuat organisasi dapat mengidentifikasi

resiko atas segala program yang telah ditetapkan baik yang bersifat spekulatif

maupun yang bersifat murni, sehingga membuat seorang guru dalam melakukan

pekerjaannya yaitu sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara dan Reformasi Birokrasi No 16 tahun 2009, dimana seorang guru mata

pelajaran harus memiliki kemampuan : menyusun kurikulum pembelajaran pada

satuan pendidikan, menyusun silabus pembelajaran, menyusun rencana

pelaksanaan pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran, menyusun alat

ukur/soal sesuai mata pelajaran, menilai dan mengevaluasi proses dan hasil

belajar pada mata pelajaran yang diampunya, menganalisis hasil penilaian

pembelajaran, melaksanakan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan dengan

memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi, menjadi pengawas penilaian dan

evaluasi terhadap proses dan hasil belajar tingkat sekolah dan nasional,

membimbing guru pemula dalam program induksi, membimbing siswa dalam

kegiatan ekstrakurikuler proses pembelajaran, melaksanakan pengembangan diri,

melaksanakan publikasi ilmiah dan membuat karya inovatif. Pelaksanaan fungsi

guru sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi No 16 tahun 2009 akan membuat kinerja guru semakin baik.
38

2. Pengaruh Perilaku Organisasi terhadap Kinerja

Keterkaitan dari perilaku organisasi dengan kinerja yaitu setiap organisasi

memiliki tujuan untuk mencapai sasaran yang telah di tetapkan dan direncanakan

sebelumnya sehingga mengalami suatu peningkatan sesuai dengan yang di

harapkan. Hal tersebut perlu ditunjang oleh beberapa faktor dalam organisasi,

salah satunya perilaku organisasi dimana apabila perilaku organisasi ini di

terapkan sesuai konsep dasar perilaku organisasi akan mempengaruhi terhadap

kinerja pegawai/ karyawan dalam memberikan pelayanan. Keterkaitan antara

perilaku organisasi dengan kinerja dimana kinerja dapat ditingkatkan melalui

telaah tentang perilaku yang di aplikasikannya dalam proses kegiatan organisasi.

Menurut Nadler, Hackman dan Lawler yang dikutip Thoha (2014 : 15)

perilaku organisasi dapat dilihat dari segi kemampuan, kebutuhan, membuat

pilihan untuk bertindak, pengalaman dan reaksi senang atau tidak senang,

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar

berikut :

Manajemen Resiko (X1)

Kinerja Guru (Y)


Perilaku Organisasi (X2)

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran


39

D. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah yang dipaparkan, maka penulis

mengajukan dugaan atau hipotesis yaitu:

1. Ada pengaruh positif dan signifikan manajemen resiko terhadap kinerja guru

pada Dinas Pendidikan Kecamatan Kutalimbaru.

2. Ada pengaruh positif dan signifikan perilaku organisasi terhadap kinerja guru

pada Dinas Pendidikan Kecamatan Kutalimbaru.

3. Ada pengaruh simultan manajemen resiko dan perilaku organisasi terhadap

kinerja guru pada Dinas Pendidikan Kecamatan Kutalimbaru.

Anda mungkin juga menyukai