Anda di halaman 1dari 63

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

R DENGAN
GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN PNEUMONIA DI

Disusun oleh :

YUSTINUS DENDO NGARA

NIM :
2118025

PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada usia lanjut angka kejadian pneumonia mencapai 25-45


kasus per 1000 penduduk setiap tahun, Kejadian pneumonia cukup
tinggi di dunia, yaitu 15%-20% (Putri el al & Dahlan, 2014). Insiden
pneumonia komunitas akan semakin meningkat seiring dengan
pertambahan usia, dengan 81,2% kasus (Fung et al., 2010). Penderita
pneumonia komunitas usia lanjut memiliki kemungkinan lima kali
lebih banyak untuk rawat inap dibandingkan dengan penderita
pneumonia komunitas usia dewasa (Stupka et al., 2009). Pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor lima usia lanjut (Dahlan, 2014).
Di Indonesia, kejadian pneumonia pada tahun 2013 sebesar
4,5% (Kementrian Kesehatan RI, 2013). Selan itu, pneumonia
merupakan salah satu dari 10 besar penyakit rawat inap di rumah
sakit, dengan proposi kasus 53,95% laki-laki dan 46,05% perempuan.
Pneumonia memiliki tingkat crude fatality rate (CFR) yang tinggi,
yaitu 7,6% (PDPI, 2014). Berdasarkan riset kesehatan dasar
(Riskesdes) 2013, prevelensi pneumonia pada usia lanjut mencapai
15,5% (Kementrian Kesehatan RI, 2013).

1
2

berkisar antara 34%-52.7%, hal itu berarti selama 10 tahun tidak


sekalipun cakupan penemuan kasus Pneumonia mencapai target
penemuan sebesar 85.6%. Bila dibandingkan dengan cakupan 2011
maka cakupan 2012 tidak berubah yaitu berkisar di angka 44%. (Profil
Dinkes Jabar).
Cakupan penemuan penderita pneumonia provinsi Jawa Barat
2000 sd 2012 sama halnya dengan cakupan penemuan pneumonia
tingkat provinsi, maka bila dilihat cakupan penemuan pneumonia
Kabupaten Kota pun relative tidak jauh berbeda. Dari 26 Kabupaten
Kota di Jawa Barat hanya empat Kabupaten Kota yang dapat
mencapai target 85.6%, yaitu Kabupaten Subang, Kabupaten
Indramayu, Kota Banjar dan Kota Cirebon. Cakupan Penemuan
Pneumonia Per Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat 2012 Cakupan
Penemuan Pneumoni tertinggi dicapai oleh Kabupaten Subang.
Sedangkan yang terendah dicapai oleh Kabupaten Bekasi untuk
wilayah Kabupaten dan Kota Depok untuk wilayah Kota. (Profil
Dinkes Jabar).
Salah satu kelompok beresiko tinggi untuk pneumonia
komunitas adalah usia lanjut dengan usia 65 tahun atau lebih
(American Lung Assiaciation, 2015). Usia lanjut dengan pneumonia
komunitas memilki derajat perubahan memiliki yang tinggi, bahkan
dapat mengakibatkan kematian (PDPI, 2014 american Lung
association 2015).
Pneumonia merupakan penyakit Infeksi saluran Nafas bawah
akut pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh
mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit (PDPI,
2014). Peradangan pada paru yang disebabkan oleh Myrobacterium
Tubercullosis tidak di katagorikan ke dalam pneumonia (Dahlan,
2014). Pneumonia komunitas merupakan jenis pneumonia bakterial
yang di dapat dari masyarakat.
Pneumonia pada usia lanjut perlu mendapat perhatian lebih,
karena angka hidup penduduk Indonesia semakin meningkat dan
tingkat pertumbuhan usia lanjut lebih dari dua kali lipat populasi
dewasa muda (Stupka et al., 2009). Penyakit pada usia lanjut sering
berbeda dengan dewasa muda, karena penyakit pada usia lanjut
merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat
penyakit dan proses degeneratif. Proses degeneratif proses
menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur
dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
penyakit (termasuk infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Kementrian Kesehatan RI, 2013).
Sebagai tempat pelayanan kesehatan yang mempunyai tujuan
memberikan pelayanan semaksimal mungkin yaitu dengan
memberikan perawatan secara intensif begitu juga pada penyakit
pneumonia. Pneumonia merupakan penyakit yang harus segera
mendapatkan perawatan karena apabila tidak segera di tanggulangi
dapat menyebabkan kematiaan.
Januari s.d Mei. Walaupun jumlah penderita tidak banyak
namun pneumonia termasuk ke dalam daftar 10 besar penyakit di
ruang kenanga dan perlu perhatian khusus dalam penanganannya,
karena tanpa penatalaksanaan yang benar dalam pencegahan,
penularan dan modifikasi lingkungan sebagai faktor risiko untuk
penyakit pneumonia, maka akan memperpanjang rantai penularan
yang akhirnya menyebabkan peningkatan kasus pneumonia di
masyarakat.
Pada saat pengkajian yang dilakukan pada Tn. R di ruang
Kenanga 15 s.d 19 Jun 2021, adapun hasil pengkajian yang penulis
lakukan yaitu klien mengeluh sesak nafas dan batuk, serta masih
mual, respirasi 27x/m, sakit sekitar rongga dada, sesak
bertambah bila beraktivitas atau merubah posisi dan berkurang
apabila beristirahat.
Pneumonia mengganggu terhadap pemenuhan kebutuhan dasar
manusia seperti terganggunya pemenuhan kebutuhan nutrisi akibat
gejala mual dan muntah yang sering terjadi pada penderita pneumonia.
Adapun dampak yang lain pun sering terjadi, misalnya sesak,
kekurangan volume cairan, dan dapat menimbulkan gangguan
terhadap aktivitas serta istirahat dan tidur pun terganggu.
Berdasarkan Uraian tersebut diatas penulis merasa tertarik
mengambil kasus tersebut dan menerapkannya pada suatu bentuk
asuhan keperawatan secara komprehensif baik biologis, psikologis,
sosial maupun spiritual dengan menyajikannya dalam bentuk karya
tulis ilmiah dengan judul.
“Asuhan Keperawatan pada Tn. R dengan Gangguan
Sistem Pernafasan : Pneumonia Tanggal 15– 19 april 2021”

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mampu menerapkan secara langsung asuhan keperawatan


pada klien dengan gangguan sistem pernafasan : pneumonia
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan dengan menggunakan
pola pikir ilmiah yang meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual
dengan pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus

Dalam melakukan asuhan keperawatan, penulis di


harapkan mampu :
a. Penulis mampu melaksanakan pengkajian secara pengkajian
secara komprehensif pada klien pneumonia secara bio-psiko-
sosial-spiritual dan analisis data.
b. Menegakan diagnose keperawatan serta menentukan prioritas
masalah.
c. Penulis mampu membuat perencanaan tindakan keperawatan
terhadap semua permasalahan yang timbul oleh pneumonia.
d. Penulis mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai
dengan rencana yang telah di tetapkan dan di susun
e. Penulis mampu mengevaluasi tindakan asuhankeperawatan
pada pasien pneumonia
f. Penulis mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan
pada kasus pneumonia

C. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan karya tulis ini adalah Studi


kasus dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Wawancara

Mengadakan suatu percakapan atau wawancara langsung


dengan pasien, keluarga pasien, tim medis serta tenaga lain yang
terkait,untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan
keperawatan yang dihadapi oleh pasien. Wawancara dapat di
lakukan setiap saat selama memberikan kepada pasien.
2. Observasi

Pengumpulan data informasi dengan mengamati perilaku


tentang kesehatan pasien. Observasi dilakukan dengan
menggunakan penglihatan, mendengar, peraba dan perasa.
3. Studi kepustakaan

Pengumpulan data dengan mengumpulkan atau


mempelajaridari buku-buku ilmu pengetahuan yang berkaitan
dengan masalah pneumonia.
4. Studi Dokumentasi

Metode atau teknik pengumpulan data yang dapat


diperoleh dari buku laporan, catatan medik, catatan keperawatan,
hasil pemeriksaan penujang lainya.

D. Sistematika penulisan

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini


menggunakan sistematika sebagai berikut :
BABI : PENDHULUAN

Terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan yaitu tujuan


umum dan tujuan khusus, metode penulisan dan
sistematik penulisan.
BAB II : TINJAUAN TEORITIS

Membahas tentang pneumonia dari pengertian, jenis-


jenis, proses terjadinya masalah dan konsep asuhan
keperawatan (yang terdiri dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, dan intervensi).
BAB III : TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

Terdiri dari tinjauan kasus yang meliputi pengkajian,


perencanaan, implementasi, evaluasi serta pembahasan.
Sedangkan pembahasan merupakan analisa terhadap
kesenjangan antara teori dengan kenyataan dilapangan
serta upaya pemecahan masalah.
BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan berisi pembahasan dan masalah-masalah


yang muncul sedangkan dokumentasi berisi tentang
penyelesaian masalah yang muncul.
BAB II

TINJAUAN
TEORITAS

A. Konsep Dasar penyakit

1. Pengertian Pneumonia

Pneumonia adalah peradangan paru


dimana sinus paru terisi cairan radang dengan
atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke
dalam dingding alveoli dan rongga interstisium
(Ardiansyah, 2012).
Menurut Mansjoer, tahun 2008
pneumonia adalah penyakit infeksi saluran
pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru.
Pneumonia adalah peradangan yang
mengenai parencim paru, dari broncheolus yang
mencakup terminalis yang mencakup
broncheeolus respiratorius, dan alveoli serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas
11

2. Anatomi Fisiologi Pernafasan

a. Anatomi pernafasan

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pernafasan

Sumber : (Muttaqqin, 2008;4)

Sistem pernafasan terdiri dari


saluran pernafasan atas yaitu: hidung,
paring sedangkan saluran pernafasan bagian
bawah yaitu: laring, trakea, bronkus dan
alveoli yang akan diuraikan dibawah ini
12

yaitu :
1) Rongga Hidung

Rongga hidung adalah dua


kanal sempit yang salah satu sama
lainnya dipisahkan oleh septum.
Dinding rongga hidung dilapisi semu.
Mukosa respirasi serta sel
epitel batang, menghangatkan dan
melembapkan udara yang masuk
melalui hidung (Mutaqqin, 2008:4).
2) Faring

Faring (tekak) adalah pipa yang


bermula dari dasar tengkorak dan
berakhir sampai persembuhannya
dengan esophagus dan batang tulang
rawan trikoid. Faring terdiri atas tiga
bagian yang dinamai berdasarkan
letaknya, yakni nasofaring letaknya di
belakang hidung, orofaring letaknya di
belakang mulut dan larifaring letaknya
di belakang faring (Mutaqqin, 2008:5).
3) Laring

Laring (tenggorokan) terletak


diantara faring dan trakhea berdasarkan
letak vertebra servikalis, laring berada
di ruas ke-4 disusun oleh 9 kartilago
yang disatukan oleh ligment dan otot
rangka pada tahun hyoid dibagian atas
dan trakhea di bawahnya (Mutaqqin,
2008:5).
4) Trakhea

Trakhea sebuah tabung yang


berdimeter 2,5 cm dengan panjang 11
cm, trakea terletak setelah laring dan
memanjang ke bawah setara dengan
vertebra trakalis ke-
5. Ujung trakea bercabang menjadi dua
bronchus kiri dan bronchus kanan
yang memisahkan trakhea menjadi
bronkhus kiri dan bronchus kanan
disebut karina (carina). Trakhea
tersusun atas 16-20 kartilago hialin
berbentuk huruf c yang melekat pada
dinding trakhea dan berfungsi untuk
melindungi jalan nafas (Mutaqqin,
2008:7).
5) Bronkhus

Bronchus mempunyai bentuk


serupa dengan trakhea. Bronkhus
kanan dan kiri tidak simetris, bronchus
kanan lebih pendek, lebih besar dan
arahnya hampir vertical dengan
trakhea. Sebaliknya, bronchus kiri lebih
panjang, lebih sempit dan sudutnya pun
lebih runcing. Bentuk anatomi yang
khusus ini memiliki aplikasi klinis
tersendiri seperti jika ada benda di
bronkhus kanan dibandingkan berada
di bronkhus kiri karena arah dan
lebarnya (Mutaqqin, 2008:7).
6) Paru-paru

Paru-paru merupakan organ


yang elastis, berbentuk kerucut dan
terletak dalam rongga thoraks, kedua
paru dipisahkan oleh mediastinum
sentral yang berisi jantung dan
beberapa pembuluh darah besar. Paru
kanan lebih besar dari pada paru kiri.
Selain itu, paru juga dibagi menjadi
tiga lobus, satu lobus pada paru kanan,
dan dua lobus di paru kiri. Lobus
tersebut dibagi menjadi beberapa
segmen, yaitu 10 segmen pada paru-
paru
kanan dan 9 segmen pada paru-paru
kiri. Proses patologis seperti etalaktasis
dan pneumonia sering kali terbatas
pada satu lobus atau satu segmen satu
saja (Mutaqqin, 2008:13).
7) Pleura

Pleura merupakan kantung


tertutup yangyang terbuat dari
membrane serosa (masing-masing
untuk setiap paru) yang didalamnya
mengandung cairan serosa. Paru
terinvaginasi (tertekan yang masuk
kedalam) lapisan ini, sehingga menutup
cairan tertutup. Satu bagian melekat
pada paru didebut pleura viselaris dan
lapisan paru yang membatasi rongga
thoraks disebut pleura parietalis. Pleura
viresalis adalah pleura yang menempel
pada paru, menutup masing-masing
lobus paru dan melewati fisura yang
memisahkan keduanya. Pleura
parietalis melekat pada dinding dada
dan permukaan thoraks diafragma.
Pleura parietalis juga melekat pada
media stenum dan disambung dengan
pleura viseralis di sekelilingi
perbatasan hilum.
3. Etiologi

Menurut Mansjoer (2008), etiologi


terjadinya pneumonia diantaranya :
a. Bakteri

1) Pneumotorakokus, merupakan penyebab


utama pneumonia. Pada orang dewasa
umumnya disebabkan oleh
pneumokokus serotype 1 sampai dengan
8. Sedangkan pada anak-anak serotype
14, 1, 6, dan 9. Insiden meningkat pada
usia lebih kecil 4 tahun dan menurun
dengan meningkatnya umur.
2) Steptokokus, sering merupakan
komlikasi dari penyakit virus lain,
seperti mobildan varisela atau komlikasi
penyakit kuman lainnya seperti pertusis,
pneumonia oleh pnemokokus.
3) Himiphilus influenza, pneumokokus
aureginosa, tuberculosa.
4) Streptokokus, lebih banyak pada anak-
anak dan bersifat progresif, resisten
terhadap pengobatan dan sering
menimbulkan komplikasi seperti : abses
paru, empiema, tension pneumotoraks.
b. Virus

Virus respiratory syncytial, virus influenza, virus


adeno, virus sistomegalik.
c. Aspirasi

Makanan, pada tetanus neonatorum, benda asing,


koreson.

d. Pneumonia hipostatik

Penyakit ini disebabkan tidur terlentang


terlalu lama, misal pada anak sakit dengan
kesadaran menurun.
e. Jamur

Histoplasmamosis capsultatum candi dan


abicans, biastomokasis, kalsedis mikosis,
aspergilosis dan aktino mikosis.
4. Manifestasi klinis

Menurut Arief Mansjoer (2008),


manisfestasi klinis secara umum dapat dibagi
menjadi :
a. Manifestasi nonspesifik infeksi dan
toksisitas berupa demam, sakit kepala,
iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan
kurang, keluhan gastrointestinal.
b. Gejala umum pernafasan bahwa berupa
batuk buruk, ekspektorasi sputum, cuping
hidung, sesak, sianosis.
c. Tanda pneumonia berupa peningkatan
frekuensi nafas, suara nafas melemah,
ronchi, wheezing.
d. Tanda empiema berupa perkusi pekak,
nyeri dada, kaku kuduk, nyeri abdomen.
e. Infeksi ekstrapulmonal.
5. Patofisiologis Pneumonia

Bakteri penyebab terisap ke paru


parifer melalui saluran nafas menyebabkan
reaksi jaringan berupa edema, yang
mempermudahkan poliferasi dan penyebaran
kuman. Bagian paru yang terkena mengalami
kosolidasi yaitu terjadinya seberkas sel PMN
(Polimorfonuklear) fibrin, hepatisasi merah.
Sedangkan hepatisasi kelabu adaah lanjutan
proses infeksi berupa deposisi fibrin ke
permukaan pleura. Ditemukan pula fibrin dan
leukosit PMN di alveoli dan proses fagositosis
yang cepat. Dilanjutkan stadium resolusi dengan
peningkatan jumlah sel makrofag di alveoli,
degenerasi sel dan menipisnya fibrin, serta
meningkatnya kuman dan debris (Mansjoer,
2008).
6. Pathway Pneumonia

Bagan 2.2 Patofisiologi pneumonia (Hidayat, 2011).


7. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada


penyakit pneumonia diantaranya : abses kulit,
OMA, sinusitis, meningitis purulenta, dan
perikarditis, sedangkan menurut Whaley Wong
(2006) yaitu atelektasis adalah pengembangan
paru yang tidak sempurna atau kolaps paru yang
merupakan akibatnya kurangnya mobilisasi atau
reflek batuk hilang, empyema adalah suatu
keadaan dimana terkumupulnya nanah dalam
rongga pleura yang terdapat di satu tempat atau
seluruh rongga pleura, abses baru adalah
pengumpulan pus dalam paru yang meradang.
8. Penatalaksanaan

a. Koreksi kelainan yang mendasari.

b. Tirah baring.

c. Obat-obat simtomatis seperti : parasetamol (pada


hiperaksia).

d. Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit


dengan bantuan infuse, dekstrose 5%,
normal salin atau RL.
e. Pemilihan obat-obat anti infeksi : tergantung kuman
penyebab.
f. Pertahankan jalan nafas.

g. Oksigenasi
9. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

Pemeriksaan labolatorium dilakukan


pemeriksan darah untuk mengetahui
meningkatnya leukosit, bakteri dan
pemeriksaan sputum untuk menditeksi agen
infeksius.
b. Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang di periksa


adalah rontgen thorak dan laringos kopi
untuk menentukan adanya sumbatan benda
padat.
10. Dampak Penyakit terhadap Kebutuhan
Dasar Manusia, menurut (Ngastiyah, 2008)
a. Menjaga kelancaran pernafasan

Pasien pneumonia berada dalam keadaan


dispnea dan sianosis karena adanya radang
paru dan banyaknya lendir di dalam
bronkus/paru. Agar pasien dapat bernafas
secara lancar lendir tersebut harus
dikeluarkan dan untuk memenuhi
kebutuhan O2 perlu diberikan kebutuhan
O2 2 liter/menit secara rumat.
b. Kebutuhan istirahat
Pasien pneumonia adalah pasien payah,
suhu tubuhnya tinggi, sering hiperpireksi,
maka pasien sering perlu istirahat, semua
kebutuhan pasien harus ditolong di tempat
tidur. Usahakan pemberian obat secara
tepat. Pengambilan bahan
pemeriksaan atau pemberian suntikan
jangan dilakukan waktu pasien sedang
tidur. Usahakan dalam keadaan tenang dan
nyaman agar pasien dapat beristirahat
sebaik-baiknya.
c. Kebutuhan nutrisi dan cairan

Pasien pneumonia hampir selalu mengalami


masukan makanan yang kurang. Suhu
tubuh tinggi selama beberapa hari dan
masukan cairan yang kurang dapat
menyebabkan dehidrasi. Untuk mencegah
dehidrasi dan kekurangan kalori dipasang
infuse dengan cairan glukosa 5% dan NaCI
0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambahkan
KCl 10 mEq/500 ml/botol infus.
d. Mengontrol suhu tubuh

Pasien jam sekali diusahakan untuk


menurunkan suhu dengan memberikan
kompres dingin den obat-obatan, satu jam
setelah dikompres dicek kembali apakah
suhu telah turun. pneumonia sewaktu-
waktu dapat mengalami hiperpireksia.
Untuk ini maka suhu harus dikontrol setiap

e. Mencegah komplikasi/gangguan rasa aman


dan nyaman Komplikasi yang terjadi
terutama disebabkan oleh lendir yang tidak
dapat dikeluarkan. Untuk menghindari
terjadinya lendir yang menetap, maka
sikap baring pasien, harus diubah
posisinya tiap-tiap jam dan menghisap
lendir sering dilakukan, setiap mengubah
sikap dilakukan sambil menepuk-nepuk
punggung pasien kemudian jika terluhat
lendirnya meleleh segera diisap. Bila
lendirnya tetap banyak dapat dilakukan
fisioterapi dengan drainase postural.
f. Kurang pengetahuan mengenal penyakit

Penyuluhan terutama ditunjukan untuk


mencegah terjadinya penyakit pneumonia
ialah dengan memberiakn pengertian jika
batuk pilek disertai demam sudah 2 hari
tidak juga sembuh agar dibawa berobat.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


pada klien dengan Pneumonia.
Proses keperawatan adalah suatu metode
sistematis dan ilmiah yang digunakan perawat untuk
memenuhi kebutuhan klien dalam mencapai atau
mempertahankan keadaan bio, psiko, sosial dan
spiritual yang optimal, melalui tahap pengkajian,
identifikasi diagnosa keperawatan, penentu rencana
keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan
serta evaluasi tindakan keperawatan.
1. Pengkajian

a. Pengumpulan Data

1) Identitas
Pengkajian merupakan tahap awal
proses keperawatan, tahap pengkajian
diperlukan kecermatan dan ketelitian
untuk mengenal masalah. Keberhasilan
proses keperawatan berikutnya sangat
tergantungnya pada tahap ini.

Biodata klien

Nama, umur, jenis kelamin, no


medrec, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, ruangan dan diagnosa
medis.
a) Biodata penanggung jawab

Nama ayah dan ibu, umur,


pendidikan, pekerjaan, suku I
bangsa, agama, alamat, hubungan
dengan anak (kandung atau
adopsi).
2) Riwayat kesehatan

a) Keluhan utama

Keluhan yang sering dikeluhkan


pada orang yang mengalami
pneumonia adalah sesak, batuk,
nyeri dada, kesulitan bernafas,
demam, terjadinya kelemahan
(Rohma dan Walid, 2009:35).
b) Riwayat kesehatan sekarang

Di kembangkan dari keluhan utama melalui


PQRST :
P : Palliative/provokatif yaitu
faktor-faktor apa saja yang
memperberat atau
memperingan keluhan
utama. Pada pasien
pneumonia tanyakan
tentang keluhan sesak
napas, hal yang
memperberat sesak, hal
yang memperingan sesak.
Q : Qualitatif/Quantitatif, yaitu
berupa gangguan atau
keluhan yang dirasakan
seberapa besar. Tanyakan
tentang akibat sesak, dapat
mempengaruhi aktivitas
klien, pola tidur klien dan
seberapa berat sesak yang
terjadi.
R : Region/radiasi, yaitu dimana
terjadi gangguan atau
apakah keluhan mengalami
penyebaran.
S : Skala berupa tingkat atau
keadaan sakit yang
dirasakan. Tanyakan
tingkat sesak yang dialami
klien.
T : Timing, yaitu waktu
gangguan dirasakan
apakah terus menerus atau
tidak. Sesak yang dialami
klien sering atau tidak.
(Rohmad dan Walid,
2009:36).
c) Riwayat kesehatan masa lalu
Diisi dengan riwayat penyakit
yang diderita klien yang
berhubungan dengan penyakit saat
ini atau penyakit yang mungkin
dapat dipengaruhi atau
memengaruhi penyakit yang
diderita klien saat ini (Rohman dan
Walid, 2009:37).
d) Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat kesehatan keluarga


dihubungkan dengan kemungkinan
adanya penyakit keturunan,
kecenderungan alergi dalam satu
keluarga, penyakit yang menular
akibat kontak langsung antara
anggota keluarga (Rohman dan
Walid, 2009:37).
3) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dengan pendekatan


persistem dimulai dari kepala sampai
ujung kaki dapat lebih mudah. Dalam
melakukan pemeriksaan fisik perlu
dibekali kemampuan dalam melakukan
pemeriksaan fisik secara sistematis dan
rasional. Teknik pemeriksaan fisik
perlu modalitas dasar yang digunakan
meliputi: inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Penampilan umum yaitu
penampilan klien dimulai pada saat
mempersiapkan klien untuk
pemeriksaan.
a) Kesadaran

Status kesadaran dilakukan dengan


dua penilaian yaitu kualitatif dan
kuantitatif, secara kualitatif dapat
dinilai antara lain yaitu compos
mentis mempunyai arti mengalami
kesadaran penuh dengan
memberikan respon yang cukup
terhadap stimulus yang diberikan,
apatis yaitu mengalami acuh tak
acuh terhadap
lingkungan sekitarnya, samnolen
yaitu mengalami kesadaran yang
lebih rendah dengan ditandai
tampak mengai bahwa ntuk, sopor
mempunyai arti bahwa klien
memberikan respon dengan
rangsangan yang kuat dan refleks
pupil terhadap cahaya tidak ada.
Sedangkan penilaian kesadaran
terhadap kuantitatif dapat diukur
melalui penilaian (GCS) Glasgow
Coma Scale dengan aspek
membuka mata yaitu, 4 respon
verbal yaitu 5dan respons motorik
yaitu nilai 6
b) Tanda Tanda Vital

Tanda tanda vital merupakan


pemeriksaan fisik yang rutin
dilakukan dalam berbagai kondisi
klien. Pengukuran yang paling
sering dilakukan adalah
pengukuran suhu, dan frekuensi
pernafasan .
c) Sistem neurologi

Pada sistem neurologi kaji tingkat


kesadaran dan refleks Sistem
pendengaran
Pada sistem pendengaran kaji
tingkat ketajaman klien dalam
mendengarkan kata kata, palpas
bentuk
telinga, adanya cairan atau tidak,
adanya tekan ataupun lesi kulit
Sistem pernafasan

Pada sistem pernafasan kaji bentuk


dada, gerakan pernafasan, adanya
nyeri tekan atau tidak, adanya
penumpukan cairan atu tidak dan
bunyi khas nafas serta bunyi paru-
paru Sistem kardiovaskular

Pada sistem kariovaskular kaji


adanya sianosis atau tidak, oedema
pada ektremitas, adanya
peningkatan JVP atau tidak , bunyi
jantung Sistem gastrointestinal

Pada sistem gastrointesnital kaji


bentuk abdomen, frekuensi bising
usus, adanya nyeri tekan atau
tidak, adanya masa benjolan atau
tidak, bunyi yang dihasilkan saat
melakuka perkusi
Sistem perkemihan

Pada sistem perkemihan kaji


adanya nyeri atau tidak adanya
keluhan saat miksi, adanya oedema
atau tidak, adanya masa atau tidak
pada ginjal

d) Sistem integumen

Pada sistem integumen dilakukan secara


anamnesis pada klien untuk menemukan
permasalahan yang dikeluhkan oleh klien
meliputi : warna kulit, tekstur kulit, turgor
kulit, suhu tubuh, apakah ada oedema atau
adanya traumahkulit.
e) Sistem integumen

Pada sistem integumen dilakukan


secara anamnesis pada klien untuk
menemukan permasalahan yang
dikeluhkan oleh klien meliputi :
warna kulit, tekstur kulit, turgor
kulit, suhu tubuh, apakah ada
oedema atau adanya trauma kulit.
f) Sistem musculoskeletal

Kaji adnya deformitas atau


tidak,adanya keterbatasan gerak
atau tidak.
Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaanpenunjang ditulis


tanggal pemeriksaan, jenis
pemeriksaan, hasil dan satuanya.
Pemeriksaan penunjang
diantaranya : pemeriksaan
laboratorium, foto rotgen, rekam
kardiografi, dan lain- lain
(Rohman dan Walid, 2009:55).
g) Therapy

Pada therapy tulis nama obat


lengkap, dosis, frekuensi
pemberian dan cara pemberian,
secara oral, parental dan lain-lain
Analisa Data

Merupakan proses berfikir secara


ilmiah berdasarkan teori- teori
yang dihubungkan dengan data-
data yang ditemukan saat
pengkajian. Menginterpretasikan
data atau
membandingkan dengan standar fisiologis
setelah dianalisa, maka akan didapatkan
penyebab terjadinya
masalahpadaklienDiagnosa Keperawatan.

Diagnosa berdasarkan.

b. Bersihan jalan napas tidak efektif berkaitan


dengan inflamasi trakheobronkial,
pembentukan edema, dan peningkatan
produksi sputum (pleuritic pain atau
timbulnya rasa nyeri saat bernapas).
c. Kerusakan pertukaran gas yang berkaitan
dengan perubahan membran alveoral
kapiler (efek inflamasi) dan ganguan
kapasitas pengangkutan oksigen dalam
darah (karena demam maupun perubahan
kurva oksiheoglobin).
d. Risiko tinggi penyebaran infeksi yang
berkaitan dengan tidak memadainya
mekanisme pertahanan tubuh primer
(penurunan aktivitas silia, sekresi, stasis di
saluran napas), tidak memadainya
mekanisme pertahanan tubuh sekunder
(infeksi, imunosupresi), penyakit kronis,
dan malnutrisi.
e. Intoleransi aktivitas yang berkaitan dengan
tidak seimbangnya persediaan dan
kebutuhan oksigen, kelemahan fisik yang
umum, kelelahan karena gangguan pola
tidur akibat munculnya ketidaknyamanan,
batuk produktif, dan dipisnea.
f. Nyeri akut yang berkaitan dengan inflamasi
pada parenkim paru, reaksi selular untuk
mengeluarkan toksin, dan batuk yang tidak
kunjung sembuh (batuk persisten).
g. Resiko ketidak seimbangan nutrisi karena
kurangnya asupan makan bergizi yang
berkaitan dengan peningkatan kebutuhan
metabolik sekunder terhadap demam dan
proses infeksi, anoreksia yang berhubungan
dengan toksin toksin bakteri, bau dan rasa
sputum, serta terapi aerosol. Kurangnya
asupan zat gizi juga bisa dipengaruhi oleh
distensi abdomen/udara yang berhubungan
dengan tertelannya udara selama periode
dispnea.
h. Resiko tinggi kekurangan volume cairan
yang berkaitan dengan kehilangan cairan
yang banyak (karena demam, diaphorsesis,
pernapasan mulut/hiperventilasi, vomiting)
dan penurunan asupan oral.
2. Rencana Keperawatan

a. Diagnosa 1

Bersihan jalan napas tidak efektif yang


berkaitan dengan inflamasi trekheobronikal,
pembentukan edema, peningkatan produksi
sputum, dan juga karena pleuritic pain
(nyeri yang timbul saat bernapas).
1) Tujuan: jalan napas bersih dan efektif.

2) Kriteria hasil : secara verbal tidak ada kelelahan


sesak
Tabel 2.1

Intervensi Rasionalisasi
1. Observasi tanda-tanda vital 1. Dengan mengobservasi tanda- tanda
vital diharapkan dapat mengetahui
perkembangan pasien.
2. Dapat mengetahui adanya perubahan
2. Kaji jumlah atau kedalaman
pada pola pernafasan dan pemakaian
pernafasan dan pergerakan
otot-otot
dada
3. Untuk mendengarakan ada atau
3. Auskultasi daerah paru
tidaknya Suara ronchi menandakan
adanya sekret.
4. Dengan mengatur posisi dapat
4. Atur posisi semi fowler dan
mengurangi sesak nafas, dan
bantu klien latihan nafas dalam
memudahkan untuk pengeluaran secret
dan yang efektif
5. Untuk msmfasilitasi ekspansi
maksimum paru-paru/saluran udara
5.Bantu pasien dalam
kecil
melakukan tarik nafas dalam

b. Diagnosis 2

Kerusakan pertukaran gas yang berkaitan


dengan perubahan membran alveoral
kapiler (efek infalamasi) dan gangguan
kapasitas pengangkutan oksigen dalam
darah (demam, perubahan kurva
oksihemoglobin).
1) Tujuan : pertukaran dapat teratasi.

2) Kreteria hasil.

a) Keluhan dipsnea berkurang.

b) Denyut nadi dalam rentang normal dan irama


regular.

c) Kesadaran penuh.

d) Hasil nilai AGD dalam batas normal.


Tabel 2.2

Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji frekuensi,kedaaman dan 1. Manisfestasi distress pernafasan
kemudahan bernafas tergantung pada derajat keterlibatan
paru dan status kesehatan umum
2. Observasi warna kulit dan 2. Sianosis kuku menunjukan vasokontrasi
membrane mukosa,kuku catat atau respon tubuh terhadap demam
adanya sianosi perifer namun sianosismembran mukosa kulit
menunjukan hpoksimia sistemik
3. Takikardi biasanya ada sebagai akibat
3. Awasi frekuensi dan irama demam atau dehidrasi atau hipoksia
jantung 4. Mencegah terlalu lelah dan
menurunkan kebutuhan atau konsumsi
4. Perthankan istirahat tidur oksigen untuk memudahkan
perbaikan infeksi
5. Untuk mempertahankan PaO2 diatas 60
mmHg
5. Kolaborasi dalam
pemberian O2

c. Diagnosis 3

Risiko tinggi penyebaran infeksi yang


berkaitan dengan tidak memadainya
mekanisme pertahanan tubuh primer
(penurunan aktivitas silia, lendir, statis di
saluran napas), tidak memadainya
mekanisme pertahanan tubuh sekunder
(infeksi, imunosupresi), penyakit kronis,
dan malnutrisi.
1) Tujuan : risiko infeksi tidak terjadi
selama masa perawatan.
2) Kriteria hasil : Tidak muncul tanda-tanda infeksi
sekunder.
Table 2.3

Intervensi Rasionalisasi
1. Monitor tanda-tanda vital 1. Dengan mengobservasi tanda-
selama proses terapi tanda vital diharapkan dapat
mengetahui perkembangan pasien
2. Tindakan ini sangat efektif untuk
2. Demonstrasikan teknik mencuci mengurangi penyebran infeksi
yang benar. 3. Untuk mengurangi kuman
pathogen yang lain.
3. batasi pengunjung atas indikasi 4. Untuk membunuh mikroba
penyebab pneumonia
4. Kolaborasi dalam pemberian
obat antimikroba

d. Daignosis 4

Intoleransi aktivitas yang berkaitan dengan


tidak seimbangnya kebutuhan dan
persediaan oksigen, kelemahan umum,
kelelahan karena gangguan pola tidur
akibat ketidaknyamanan, batuk produktif,
dan dipsnea.
1) Tujuan : aktivitas dapat terpenuhi selama perawatn.

2) Kriteria hasil

a) Mampu melaporkan kondisinya


secara verbal, kekuatan otot
meningkat, dan tidak ada perasaan
kelelahan.
b) Tidak ada sesak napas.

c) Denyut nadi dalam batas normal.

d) Tidak muncul sianosis.


Table 2.4

Intervensi Rasionalisasi
1. Evaluasi respon pasien 1. Menetapkan Kemampuan atau
terhadap aktivitas kekuatan pasien dan memudahkan
pilihan
2. Berikan lingkungan yang tenang 2. Menurunkan stress dan
dan batasi pengunjung meningkatkan istirahat
3. Beritahu arti pentingnya istrahat 3. Tirah baring dipertahankan
dan pengobatan perlunya selama fase akut untuk
keseimbangan aktivitas dan menurunkan kebutuhan
istrahat. metabolic
4. Bantu pasienmemilih posisi 4. Pasien mungkin nyaman dengan
nyaman untuk tidur kepala tinggi, tidur di kursi
5. Meminimalkan kelelahan dan
5. Bantu aktivitas perawatan yang membantu keseimbangan
diperlukan suplay kebutuhan oksigen

e. Diagnosis 5

Nyeri akut yang berkaitan dengan


perdagangan (inflamasi) pada jaringan
parenkim paru, reaksi selular untuk
mengeluarkan toksin, dan batuk yang tidak
sembuh-sembuh (persisten).
1) Tujuan : nyeri pasien teratasi.

2) Kriteria hasil
a) Secara verbal, pasien melaporkan
berkurangnya nyeri di dada.
b) Skala nyeri menurun.

c) Wajah pasien lebih rileks.

d) Pasien dapat beristirahat tanpa terganggu rasa


nyeri
Table 2.5

Intervensi Rasionalisasi
1. Tentukan karakteristik nyeri 1. Nyeri dada biasanya ada dalam
beberapa derajat
2. Pantau tanda-tanda vital 2. Perubahan frekuensi jantung dan
tekanan darah menunjukan bahwa
pasien mengalami nyeri
3. Berikan tindakan nyaman 3. Tindakan non anagetik diberikan
misal pemijatan,relaksasi dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan
4. Kolaborasi dalam pemberian 4. Obat ini dapat digunakan untuk
analgetik dan antitusif sesuai batuk, meningkatkan
indikasi kenyamanan.
Sumber (Ardiansyah, 2012)
3. Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana


tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik
(S.Suali dan Bachtiar, 2009: 107).
4. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk


melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnose
keperawatan, rencana tindakan tindakan dan
pelaksanaan sudah berhasil dicapai (Rohman
dan Walid, 2009:94).
Macam-macam evaluasi yang digunakan
dalam proses keperawatan :
a. Evaluasi Proses

1) Evaluasi yang dilakukan setiap seesai tindakan

2) Berorientasi pada etiologi

3) Dilakukan terus menerus sampai tujuan


yang ditentukan tercapai.
b. Evaluasi Hasil

1) Evaluasi yangdilakukan setelahakhir


tindakan ke perawatan secara paripurna.
2) Berorientasi pada masalah keperawatan.

3) Menjelaskan keberhasilan / ketidak berhasilan

4) Rekapitulasi dankesimpul
anstatuskesehatan klien dengan kerangka
waktu yang ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, Muhamad. 2012. Medikal Bedah Untuk


Mahasiswa.
Alqur’an surat Yunus: 57-58, tentang penyakit yang ada di dalam
dada.
Dahlan, 2014. Metode penelitian khasus pnueonia di
dunia,Jakarta:rineka cipta.
Stupka et al., 2009.Pengantar Ilmu Kesehatan komunitas.
Jakarta: Salemba Medika.
Profil dinkes jabar,2012.Cakupan penderita penemuan
Pnemonia Provinsi Jawa Barat 2000 sd
2012.
Kementrian Kesehatan RI, 2014.Prevelensi pneumonia pada usia
lanjut.
Kompas. 2006. Hak-hak yang Dilanggar.
http://www.kompas,com, diakses tanggal
09 Juni 2014.
Price dan Wilson. 2005. Buku Ajar Keperawatan.
Jakarta: EGC. Mansjoer, A. 2008. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid Dua.
Jakarta: Media Aeskulapius.
Tahun 2016. 10 Penyakit Di Ruang Kenanga Di.
PDPI, 2014,. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta. Hidayat ,2011.Buku
keperawatan Patofisiologi sitem pernafasan.
Jogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai