Anda di halaman 1dari 11

JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA, VOLUME 3, NO.

1, MEI 2017: 43-53

Bahari dkk., Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

BEBAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA


DENGAN GANGGUAN JIWA BERAT

Kissa Bahari, Imam Sunarno, Sri Mudayatiningsih


Poltekkes Kemenkes Malang, Jalan Besar Ijen No 77 C Malang
E-mail : kissabahari@yahoo.com

Family Burden In Taking Care Of People With Severe Mental Disorders

Abstract: The Purpose of this study to depth analysis of family burden in taking care of people with
severe mental disorders. Research methods use qualitative with phenomenology design. Research loca-
tion in Blitar city. Amount Participants are four-person, those are taken by purposive sampling. The
result of these study is the family burden in taking care of people with severe mental disorders are three
themes, 1) objective burden, 2) subjective burden, 3) iatrogenic burden. Conclusions family of people
with severe mental disorders experience overload burden are three themes, consists of 1) objective
burden 2) subjective burden, 3) iatrogenic burden. Recommend of these study are given of holistic,
integrated, and continual social support from family, community, and government.

Keywords: burden of disease, family, severe mental disorder

Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk analisis mendalam tentang beban keluarga dalam merawat orang
dengan gangguan mental yang parah. Metode penelitian menggunakan kualitatif dengan desain
fenomenologi. Lokasi penelitian di kota Blitar. Jumlah Peserta terdiri dari empat orang, diambil secara
purposive sampling. Hasil dari penelitian ini adalah beban keluarga dalam merawat orang dengan
gangguan mental yang parah adalah tiga tema, 1) beban objektif, 2) Beban subyektif, 3) Beban
iatrogenik. Kesimpulan keluarga penderita gangguan mental berat mengalami beban obyektif, subjektif
dan iatrogenik. Rekomendasi dari penelitian ini diberikan secara holistik, terpadu, dan terus menerus
mendapat dukungan sosial dari keluarga, masyarakat, dan pemerintah.

Kata kunci: beban penyakit, keluarga, gangguan jiwa berat

PENDAHULUAN emosi dan berperilaku yang dapat diterima secara


Gangguan jiwa berat atau disebut dengan rasional
psikotik/psikosa adalah suatu gangguan jiwa yang Kompleksitas gejala yang ditimbulkan
serius, yang timbul karena penyebab organik gangguan jiwa berat akan berdampak pada
ataupun fungsional yang menunjukkan gangguan penurunan produktivitas seseorang pada seluruh
kemampuan berfikir, emosi, mengingat, ber- sendi kehidupan dalam jangka waktu yang relatif
komunikasi, menafsirkan dan bertindak sesuai lama, sehingga ketergantungannya sangat tinggi
dengan kenyataan, sehingga kemampuan untuk pada keluarga/orang lain. Ketidakproduktifan
memenuhi tuntutan hidup sehari-hari sangat akan semakin lama dan berat apabila tidak
terganggu (Maramis, 2004). Hal yang sama mendapat penanganan dan dukungan yang baik
dinyatakan Stuart & Laraia (2005) bahwa dari keluarga atau masyarakat sekelilingnya.
gangguan psikotik dapat mempengaruhi berbagai Kondisi inilah yang membuat kebanyakan
area fungsi individu meliputi fungsi berpikir dan masyarakat memberikan stigma negatif bahwa
berkomunikasi, menerima dan menginter- orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sudah tidak
ISSN 2460-0334
pretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan berguna lagi, harkat dan martabat mereka dan 43
keluarganya dianggap rendah.

43
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA, VOLUME 3, NO. 1, MEI 2017: 43-53

Stigmatisasi ini memberikan satu beban disebabkan hambatan pasien dalam melak-
psikologis yang berat bagi keluarga penderita sanakan peran sosial, dan hambatan dalam
gangguan jiwa. Schultz dan Angermeyer, 2003 pekerjaan. Hasil studi Bank Dunia pada tahun
dalam Subandi, (2008) menyebutkan stigmatisasi 2001 di beberapa negara menunjukkan hari
sebagai penyakit kedua, yaitu sebuah produktif yang hilang atau Dissability Adjusted
penderitaan tambahan yang tidak hanya Life Years (DALY’s) dari Global Burden of
dirasakan oleh penderita, namun juga dirasakan Desease sebesar 13% disebabkan oleh masalah
oleh anggota keluarga. Dampak merugikan dari kesehatan jiwa. Angka ini lebih tinggi dari pada
stigmatisasi ini adalah kehilangan self esteem, dampak yang disebabkan oleh penyakit
perpecahan dalam hubungan kekeluargaan, tuberkolosis (2%), kanker (5%), penyakit
isolasi sosial, rasa malu, yang akhirnya jantung (10%), diabetes (1%) (WHO, 2003).
menyebabkan perilaku pencarian bantuan Tingginya persentase tersebut menunjukkan
menjadi tertunda (Lefley, 1996 dalam Subandi, bahwa beban terkait masalah kesehatan jiwa
2008). Stigmatisasi juga menyebabkan kepe- paling besar dibandingkan dengan masalah
dulian masyarakat akan kesehatan jiwa sangat kesehatan atau penyakit kronis lainnya. Beban
minim. Hal tersebut terbukti masih sering kita yang dapat ditimbulkan meliputi beban obyektif,
jumpai orang dengan gangguan jiwa berat beban subyektif, dan beban iatrogenik (Mohr,
ditelantarkan dan banyak berkeliaran di jalanan. 2006).
Kekurangpedulian masyarakat tersebut Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
tentunya dapat berdampak pada semakin dalam memberikan perawatan bagi penderita
meningkatnya jumlah orang yang mengalami gangguan jiwa, anggota keluarga mereka
gangguan jiwa. Berdasar hasil Riset Kesehatan mengalami beban psikologis yang sangat berat.
Dasar tahun 2007 prevalensi nasional gangguan Hal ini tercermin dalam beberapa istilah yang
mental emosional pada penduduk 15 tahun mereka gunakan untuk menggambarkan kondisi
sudah sebesar 11,6%, di Jawa Timur sudah yang mereka alami. Misalnya anggota keluarga
mencapai 12,3%. Adapun prevalensi gangguan menggambarkan pengalaman merawat penderita
jiwa berat di Indonesia sebesar 4.6 permil, dengan gangguan jiwa sebagai pengalaman yang
kata lain dari 1000 penduduk Indonesia 4-5 traumatis, sebuah malapetaka besar,
diantaranya menderita gangguan jiwa berat. pengalaman menyakitkan, menghancurkan,
Prevalensi tertinggi terdapat di provinsi DKI penuh kebingungan, dan kesedihan yang
Jakarta (20.3 permil), dan di Jawa Timur 3,1 berkepanjangan (Marsh, 1992; Pejlert, 2001).
permil (Depkes, 2008). Jika penduduk Jawa Kata-kata seperti merasa kehilangan dan duka
Timur pada tahun 2010 mencapai 37.476.757 yang mendalam juga seringkali digunakan dalam
jiwa (BPS Jatim, 2010), maka penduduk Jawa konteks ini. Keluarga mengalami perasaan
Timur yang mengalami gangguan jiwa berat pada kehilangan, baik dalam arti yang nyata
tahun 2014 diperkirakan lebih dari 116.000 (kehilangan orang yang dicintai), maupun
orang. kehilangan secara simbolik (kehilangan harapan
Besarnya dampak yang ditimbulkan Orang dimasa depan karena penderita tidak mampu
Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) menyebabkan mencapai apa yang di cita-citakan) (Lefley, 1987;
kemampuan dan beban keluarga dalam Marsh dan Johnson, 1997 dalam Subandi, 2008).
menyediakan sumber-sumber penyelesaian Beberapa penelitian lain melaporkan tentang
masalah (coping resources) semakin berat dan tingginya beban yang berhubungan dengan
kompleks. Kompleksitas beban tersebut perawatan terhadap anggota keluarga dengan

44 ISSN 2460-0334
Bahari dkk., Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

gangguan jiwa. Memiliki anggota keluarga dengan METODE PENELITIAN


gangguan jiwa menimbulkan stress yang sangat Penelitian ini adalah qualitatif research
besar. Secara tidak langsung semua anggota dengan desain studi fenomenologi. Partisipan
keluarga turut merasakan pengaruh dari gangguan penelitian ini adalah keluarga dengan klien
tersebut. Individu dengan gangguan jiwa gangguan jiwa berat di kota Blitar sejumlah 4
membutuhkan lebih banyak kasih sayang, orang berasal dari suku jawa. Teknik pengambilan
bantuan dan dukungan dari semua anggota partisipan secara purposive sampling, dengan
keluarga. Pada saat yang sama, anggota keluarga kriteria partisipan: Keluarga dengan anggota
merasakan ketakutan, kekhawatiran, dan keluarga yang mengalami gangguan jiwa berat
dampak dari perubahan perilaku anggota minimal selama 6 bulan, telah tinggal bersama
keluarga dengan gangguan jiwa yang dapat anggota keluarga dengan gangguan jiwa berat
meningkatkan ketegangan dan kemampuan minimal selama tiga bulan pada saat penelitian
anggota keluarga lain untuk berpartisipasi dalam dilakukan, tidak mengalami gangguan wicara,
perawatan di rumah (Gibbons et al., 1963 dalam gangguan pendengaran yang parah, gangguan
McDonell et al., 2003). Perasaan dan ketakutan memori, dan tidak mengalami gangguan jiwa
keluarga berdampak pada kurangnya partisipasi yang dapat menyulitkan proses wawancara, dan
keluarga dalam perawatan dan penerimaan yang mampu berkomunikasi lisan dengan baik.
rendah. Sikap keluarga tersebut justru kontra Teknik pengumpulan data secara triangulasi
produktif dengan upaya kesembuhan pasien, dengan cara wawancara mendalam, observasi,
sehingga tidak heran apabila realitasnya pasien dan studi dokumenter. Alat pengumpul data saat
dengan gangguan jiwa berat seperti skizofrenia wawancara adalah dengan menggunakan voice
tingkat kekambuhannya sangat tinggi. Kondisi ini recorder, panduan wawancara dan field note,
berakibat masyarakat awam memandang salah serta peneliti sendiri. Observasi dilakukan untuk
bahwa gangguan jiwa tidak dapat disembuhkan. mengetahui respon nonverbal dan kondisi fisik
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik partisipan. Studi dokumenter untuk mengetahui
melakukan penelitian kualitatif dengan metode diagnosa gangguan jiwa yang dialami anggota
fenomenologi untuk menggali beban keluarga keluarga.
dalam merawat anggota keluarga dengan Pengumpulan data diawali dengan rekrutmen
gangguan jiwa berat. Penelitian kualitatif dengan partisipan sesuai dengan kriteria, selanjutnya
metode fenomenologi penting untuk dilakukan meminta kesediaan menjadi partisipan, dan
guna memahami suatu fenomena dengan baik. menandatangani lembar informed consent.
Metode fenomenologi adalah mempelajari Kemudian menjelaskan metode wawancara dan
kesadaran dan perspektif pokok individu melalui pencatatan lapangan yang akan dilakukan dalam
pengalaman subjektif atau peristiwa hidup yang penelitian.
dialaminya (Polit & Hungler, 2001). Pertemuan pertama peneliti dengan parti-
Tujuan penelitian ini adalah untuk meng- sipan untuk membina hubungan saling percaya,
analisis secara mendalam beban keluarga dalam dengan saling mengenal lebih jauh antara peneliti
merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa dan partisipan. Hal ini bertujuan untuk saling
berat, yang meliputi beban materiil (beban membuka diri dan partisipan merasa nyaman
obyektif), beban mental (beban subyektif), dan berkomunikasi dengan peneliti, sehingga pada
beban keluarga yang disebabkan karena kurang akhirnya akan diperoleh data yang lengkap sesuai
terjangkaunya atau bermutunya pelayanan dengan tujuan penelitian. Selain itu peneliti juga
kesehatan jiwa (beban iatrogenik). mengumpulkan data demografi/ biodata

ISSN 2460-0334 45
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA, VOLUME 3, NO. 1, MEI 2017: 43-53

partisipan, dan membuat kesepakatan waktu biaya perawatan sehari-hari, kebutuhan


pelaksanaan wawancara pertemuan berikutnya. pengobatan, tempat tinggal, dan penanganan saat
Proses pengumpulan data dilakukan pada kambuh.
pertemuan kedua, dengan melakukan wawancara Kebutuhan dasar yang harus dipenuhi
dirumah partisipan. Selama proses wawancara keluarga pada anggota keluarga yang mengalami
peneliti mencatat semua perilaku non-verbal yang gangguan jiwa berat secara umum partisipan
ditunjukkan oleh partisipan ke dalam catatan menyampaikan bahwa kebutuhan yang harus
lapangan. Waktu yang dibutuhkan untuk setiap dipenuhi adalah makan, minum, mandi, pakaian,
wawancara terhadap masing-masing partisipan membersihkan kotoran dan air kencing.
adalah sesuai dengan kesepakatan. Pada akhir Beban keluarga lainnya adalah biaya
pertemuan peneliti memperlihatkan transkrip hasil perawatan sehari-hari bagi penderita. Keluarga
wawancara. sebagian besar mengungkapkan kesulitan biaya,
Proses keabsahan data merupakan validitas dikarenakan kondisi ekonomi yang kurang dan
dan reliabilitas dalam penelitian kualitatif. Hasil sudah merawat anggota keluarga puluhan tahun.
penelitian kualitatif dapat dipercaya saat mampu Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari penderita
menampilkan pengalaman partisipan secara keluarga berusaha bekerja semampunya dan
akurat (Speziale & Carpenter, 2003). Teknik seadanya. Upaya lain keluarga adalah dengan
yang dilakukan untuk membuktikan keakuratan menyisakan kekayaan yang masih dipunyai dan
penelitian yaitu: Credibility, Dependability, berusaha menghemat.
Confirmability, dan Transferability. Beban materiil keluarga berikutnya adalah
Analisis data yang digunakan adalah menurut memberikan pengobatan pada penderita.
metode Colaizzi (1978 dalam Polit & Beck, Pengobatan berusaha dipenuhi keluarga
2004), meliputi langkah-langkah : 1) Membaca semampunya agar anggota keluarga yang sakit
transkrip secara seksama, 2) Mengidentifikasi tidak kambuh. Pengobatan diperoleh dari
kata kunci yang muncul, 3) Mengelompokkan Puskesmas yang setiap bulannya atau apabila
kata-kata kunci dalam kategori-kategori, 4) habis diambil keluarga.
Mengelompokkan kategori-kategori dalam suatu Penanganan keluarga terhadap anggota
tema, 5) Memformulasikan tema-tema yang keluarga yang mengalami kekambuhan juga
muncul dari kategori, 6) Membuat kluster tema menjadi beban. Upaya yang dilakukan keluarga
(koneksi diantara kategori-kategori dan tema- dengan cara yang bervariasi yaitu : 1) diam saja
tema), 7) Mengintegrasikan hasil analisis kedalam sambilmengawasi jangan sampai merusak
deskripsi atau penjabaran yang lengkap. barang, 2) berusaha menenangkan jangan
Tempat penelitian adalah di wilayah kerja sampai merusak barang-barang, 3) melakukan
Dinkes kota Blitar pada bulan Nopember 2014. pengikatan, 4) membawa ke RSJ, dan 5)
pengobatan alternatif.
HASIL PENELITIAN Beban berikutnya adalah penyediaaan
Diskripsi gambaran umum partisipan berserta tempat tinggal bagi anggota keluarga yang
anggota keluarga yang dirawat dapat dilihat pada mengalami gangguan jiwa. Cara yang dilakukan
tabel 1. keluarga adalah diletakkan di kamar/gubuk
Beban obyektif yang dialami oleh keluarga tersendiri dibelakang rumah, dengan tujuan agar
dengan gangguan jiwa berat terdiri dari 4 kategori tidak mengganggu keluarga yang lain.
yaitu beban dalam membantu kebutuhan dasar,

46 ISSN 2460-0334
Bahari dkk., Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

Tabel 1. Gambaran Umum Partisipan

ISSN 2460-0334 47
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA, VOLUME 3, NO. 1, MEI 2017: 43-53

Dukungan sosial pada keluarga berasal dari Beban iatrogenik yang dialami keluarga
saudara, tetangga, dan pemerintah. Dukungan terdiri dari 3 kategori yaitu keterjangkauan
dari saudara yang diperoleh keluarga adalah dari pelayanan kesehatan jiwa, fasilitas kesehatan jiwa
anak, istri, menantu atau anggota keluarga yang dan kualitas pelayanan kesehatan jiwa.
lain. Dukungan berupa bantuan makanan dan Keterjangkauan keluarga dalam meman-
tenaga untuk membersihkan kotoran penderita. faatkan fasilitas kesehatan di RSJ terbentur pada
Dukungan dari tetangga berupa makanan masalah biaya. Hal tersebut dikarenakan
seadanya namun tidak setiap hari ada. Terdapat jaraknya yang terlalu jauh yaitu berobat ke RSJ
satu partisipan tidak ada orang sekitar/tetangga Lawang atau RSJ Menur Surabaya. Sehingga
yang membantunya. Adapun dukungan dari membutuhkan biaya transportasi yang cukup
instansi pemerintah berupa bantuan uang dari banyak. Sedangkan layanan kesehatan jiwa di
tempat bekerja penderita sebelum sakit, bantuan Puskesmas sudah terjangkau namun hanya untuk
langsung tunai dari pemerintah, bantuan mengambil obat saja.
pengobtan gratis dari Puskesmas setiap bulan. Ketersedian fasilitas pelayanan kesehatan
Namun menurut keluarga dirasakan masih kurang disekitar tempat tinggal (puskesmas) secara
dan mengharapkan bantuan yang lebih dalam umum partisipan menyatakan belum memadai
memberikan biaya hidup, pengobatan bagi atau belum sesuai harapan keluarga karena
keluarga yang sakit, dan sembako secara rutin. puskesmas belum menyediakan tempat untuk
Beban subyektif atau beban mental yang merawat pasien gangguan jiwa terutama bila
dirasakan keluarga dalam merawat anggota kambuh.
keluarga dengan gangguan jiwa terdapat 3 Pandangan keluarga terhadap kualitas
kategori yaitu bermacam-macam perasaan pelayanan kesehatan jiwa secara umum
keluarga, sikap masyarakat, dan sikap petugas menyatakan pelayanan/pengobatan yang
kesehatan. diberikan belum memuaskan karena menurut
Perasaan keluarga dalam merawat anggota kelurga pengobatan yang sudah bertahun-tahun
keluarga yang gangguan jiwa mengalami dilakukan belum bisa menyembuhkan, masih
perasaan tidak menyenangkan yang bercampur tetap kambuhan.
aduk yaitu 1) merasa berat menanggung, terlebih
kondisi ekonomi/penghasilan keluarga yang PEMBAHASAN
sangat kurang, 2) merasa bosan, 3) perasaan Bantuan pemenuhan kebutuhan dasar pada
sabar dan tabah, 4) khawatir/cemas, 5) perasaan anggota keluarga dengan gangguan jiwa berat
takut melukai, 6) perasaan sedih, 7) perasaan yang harus dipenuhi adalah kebutuhan makan,
malu pada tetangga terutama saat kambuh. minum, mandi, pakaian, membantu buang air
Sikap masyarakat sekitar terhadap keluarga besar, buang air kecil, kebersihan tempat tidur.
cenderung memaklumi, namun terdapat sebagian Kondisi ini sesuai dengan pendapat Carpenito,
masyarakat yang tidak peduli. (2007) bahwa keadaan individu yang mengalami
Sikap tenaga kesehatan secara umum sudah kerusakan fungsi kognitif, menyebabkan
ada perhatian namun belum jelas seberapa intensif penurunan kemampuan untuk melakukan
petugas kesehatan memberikan perhatian. aktivitas perawatan diri (makan, mandi atau
Bentuk perhatian tenaga kesehatan berupa higiene, berpakaian atau berhias, toileting, in-
kunjungan ke rumah, memberikan saran untuk strumental). Hal senada juga disampaikan
mengambil obat ke Puskesmas setiap akhir bulan Mukhripah, (2008) Kurangnya perawatan diri
atau bila sudah habis.

48 ISSN 2460-0334
Bahari dkk., Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat adanya pasien skizofrenia tidak langsung mendapatkan
perubahan proses pikir sehingga kemampuan pengobatan yang sesuai saat pertama kali
untuk melakukan aktivitas perawatan diri mengalami sakit ini. Banyak pasien yang
menurun, seperti ketidak mampuan merawat sebelumnya melakukan terapi alternatif terlebih
kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias dahulu. Lamanya mendapatkan pertolongan
diri secara mandiri, dan toileting (Buang Air Besar pada pasien skizofrenia berhubungan dengan
atau Buang Air Kecil). Sedangkan menurut baik dan buruknya harapan kesembuhan pada
Depkes (2000) penyebab kurang perawatan diri pasien ini. Pada beberapa kasus pasien dengan
salah satunya adalah Kemampuan realitas turun, gangguan skizofrenia sering kali kambuh karena
kemampuan realitas yang kurang, menyebabkan sering menghentikan pengobatan. Hal ini
ketidak pedulian dirinya dan lingkungan termasuk disebabkan karena pasien sering merasa tidak
perawatan diri. sakit dan akhirnya tidak mau berobat. Inilah salah
Kebutuhan biaya perawatan sehari-hari, satu kendala terbesar berhadapan dengan pasien
sebagian besar mengungkapkan kesulitan biaya, skizofrenia, ketiadaan kesadaran bahwa dirinya
terlebih kondisi ekonomi/ penghasilan keluarga sakit membuat pengobatan menjadi sangat sulit
yang minim. Hasil tersebut sesuai dengan dilakukan. Peran keluarga sangat diperlukan agar
pendapat Videbeck, (2008) yang menyatakan pasien patuh makan obat sesuai aturan.
bahwa Gangguan jiwa akan menimbulkan beban Pada beberapa kasus skizofrenia yang sudah
berat bagi keluarga, baik mental maupun materi kambuhan, pengobatan seumur hidup adalah
karena penderita tidak dapat lagi produktif. pilihan yang paling disarankan. Pilihan
Pendapat lain mengatakan perawatan kasus pengobatan seumur hidup tentunya dengan
psikiatri mahal karena gangguannya bersifat memperhatikan kondisi pasien. Banyak pasien
jangka panjang. Biaya berobat yang harus yang bisa kembali mencapai kualitas hidupnya
ditanggung pasien tidak hanya meliputi biaya yang yang baik dengan minum obat.
langsung berkaitan dengan pelayanan medik Beban keluarga berikut nya adalah
seperti harga obat, jasa konsultasi tetapi juga penanganan saat anggota keluarga dengan
biaya spesifik lainnya seperti biaya transportasi gangguan jiwa kambuh. Cara yang dilakukan
ke rumah sakit dan biaya akomodasi lainnya keluarga bervariasi ada yang mendiamkan saja
(Djatmiko, 2007). Kondisi seperti itu tentunya dan mengawasi jangan sampai merusak barang-
membuat keluarga bekerja keras dengan segala barang, melakukan pengikatan, dibawa ke RSJ,
upaya untuk memenuhi kebutuhannya, serta dan melalui usaha pengobatan alternatif.
berusaha menyisihkan kekayaan yang masih Bermacam-macam cara ini menunjukkan
dipunyai dan bersikap hemat. kebingungan cara dan mengalami tekanan dalam
Beban berikutnya adalah dalam pemenuhan memberikan penanganan, sebagaimana pendapat
kebutuhan pengobatan agar keluarga tidak Kristayanti, (2009) saat kambuh pasien
kambuh. Orang dengan gangguan jiwa berat skizofrenia dapat muncul gejala halusinasi dan
seperti skizofrenia membutuhkan pengobatan delusi, penyimpangan dalam hal berpikir dan
yang relatif lama sebagaimana yang dipaparkan berbicara, penyimpangan tingkah laku, masalah
Andri, (Februari, 2012) yang menyatakan bahwa pada afek dan emosi serta menurunnya fungsi
skizofrenia pada episode pertama kali mengalami kognitif. Selain itu, pasien seringkali memiliki
gangguan jiwa biasanya memerlukan pengobatan gagasan bunuh diri atau membunuh orang lain,
minimal satu tahun. Hal ini untuk mencegah pasien yang karena kegelisahannya dapat
keberulangan kembali penyakit ini. Kebanyakan membahayakan dirinya atau lingkungannya,

ISSN 2460-0334 49
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA, VOLUME 3, NO. 1, MEI 2017: 43-53

menolak makan atau minum sehingga memba- dalam setiadi, 2008) bahwa Dukungan sosial
hayakan kelangsungan hidupnya, dan pasien merupakan suatu yang bermanfaat bagi individu
menelantarkan diri, yaitu kondisi di mana pasien yang diperoleh dari orang lain yang dapat
tidak merawat diri dan menjaga kebersihannya dipercaya sehingga seseorang menjadi tahu ada
dengan mandiri, seperti makan, mandi, buang air orang lain yang menghargai, mencintai, dan
besar (BAB), buang air kecil, dan lainnya. memperhatikan. Sebaliknya ketiadaan dukungan
Perilaku-perilaku pasien tersebut menjadi beban sosial dapat menyebabkan keluarga merasa berat
tersendiri bagi keluarga, sehingga keluarga juga dalam memikul beban dalam merawat anggota
mengalami krisis dan mengalami tekanan. keluarga dengan gangguan jiwa. Dukungan sosial
Beban materiil keluarga yang lain adalah ketika penderita membutuhkan merupakan
penyediaan tempat tinggal. Sebagian besar langkah vital proses penyembuhan. Dukungan
partisipan mengusahakan menempatkan sosial yang dimiliki seseorang dapat mencegah
penderitan gangguan jiwa dikamar atau ruangan berkembangnya masalah akibat tekanan yang
dibelakang rumah yang terpisah bahkan dengan dihadap (Videbeck, 2008)
diikat. Tindakan ini dilakukan keluarga demi Beban subyektif atau beban mental keluarga
keamanan keluarga yang lain dan masyarakat dalam merawat anggota keluarga dengan
sekitar. Tempat tinggal orang dengan gangguan gangguan jiwa muncul tiga kategori yaitu perasaan
jiwa semestinya tidak perlu disendirikan, keluarga, sikap masyarakat dan tenaga kesehatan
waspada boleh namun pengawasan dan perhatian pada keluarga. Perasaan keluarga dalam
keluarga serta penyediaan lingkungan tempat merawat anggota keluarga yang mengalami
tinggal yang layak merupakan hak setiap orang gangguan jiwa mengeluh merasa berat, perasan
termasuk penderita dengan gangguan jiwa. bosan, perasaan sabar dan tabah, perasaan
Sebagaimana yang diamanatkan UU no 18 tahun khawatir/cemas, takut, sedih, dan malu pada
2014 tentang Kesehatan Jiwa pasal 68 hak tetangga.
orang dengan gangguan jiwa antara lain Munculnya berbagai perasaan yang tidak
mendapatkan lingkungan yang kondusif bagi menyenangkan bagi keluarga juga hampir sama
perkembangan jiwa. Lingkungan yang kondusif dengan hasil penelitian sebelumnya yang
bagi ODGJ dapat menciptakan suasana menunjukkan bahwa dalam memberikan
lingkungan terapeutik yang dapat menenangkan perawatan pada penderita gangguan jiwa,
kondisi mental seseorang. anggota keluarga mengalami beban psikologis
Beban materiil yang terakhir adalah baik yang sangat berat. Hal ini tercermin dalam
tidaknya dukungan sosial dari lingkungan sekitar. beberapa istilah yang mereka gunakan untuk
Dukungan yang diperoleh keluarga dalam menggambarkan kondisi yang mereka alami,
merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa seperti sebagai pengalaman yang traumatis,
adalah berasal dari saudara atau anggota sebuah malapetaka besar, pengalaman yang
keluarga lain, tetangga, dan instansi pemerintah. menyakitkan, menghancurkan, penuh
Adanya dukungan sosial dari berbagai pihak kebingungan, dan kesedihan yang berke-
dapat meringankan beban keluarga dalam panjangan’ (Marsh, 1992; Pejlert, 2001 dalam
membantu merawat anggota keluarga yang sakit. Subandi, 2008).
Dukungan sosial sangat bermanfaat dalam Sikap masyarakat sekitar terhadap keluarga
mengatasi masalah dan merupakan wujud rasa sebagian besar partisipan menyatakan sikap
memperhatikan, menghargai, dan mencintai masyarakat memaklumi, namun ada juga yang
sebagaimana pendapat Cohen & Syme, (1996 menyatakan masyarakat tidak peduli.

50 ISSN 2460-0334
Bahari dkk., Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

Sikap memaklumi masyarakat sekitar perawatan tetapi juga biaya tranportasi.


menunjukkan sikap toleran, kasihan dan Sebagaimana pendapat Djatmiko, (2007) Biaya
pemahaman masyarakat akan beratnya beban berobat yang harus ditanggung pasien tidak
yang dirasakan keluarga. Menurut Sears (1999) hanya meliputi biaya yang langsung berkaitan
sikap penerimaan masyarakat pada penderitan dengan pelayanan medik seperti harga obat, jasa
gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor konsultasi tetapi juga biaya spesifik lainnya
budaya, adat istiadat, dan pengetahuan akan seperti biaya transportasi ke rumah sakit dan
gangguan jiwa. Dari aspek budaya asumsi peneliti biaya akomodasi lainnya. Sedangkan untuk
budaya lokal disekitar keluarga berlaku budaya pelayanan di Puskesmas sudah terjangkau
teposliro atau sikap tidak ingin menggangu or- dikarenakan obat-obatan untuk penderita
ang lain termasuk pada penerita gangguan jiwa. gangguan jiwa yang tersedia di Puskesmas
Diantara faktor-faktor tersebut yang paling diperoleh secara gratis.
berpengaruh adalah faktor pengetahuan. Ketersedian fasilitas pelayanan kesehatan
Sikap tenaga kesehatan menurut informasi disekitar tempat tinggal (puskesmas) belum
partisipan secara umum sudah ada perhatian memadai atau belum sesuai harapan keluarga
namun belum jelas seberapa intensif petugas yaitu belum adanya tempat untuk merawat pasien
kesehatan memberikan perhatian. Perhatian gangguan jiwa. Pelayanan kesehatan jiwa yang
tenaga kesehatan ditunjukkan dengan adanya ada hanya sebagai tempat pengambilan obat saja.
kunjungan petugas kesehatan ke rumah keluarga Menurut Andri, (Feb, 2012) hal ini menunjukkan
dengan gangguan jiwa untuk melakukan para profesional kesehatan pun melakukan
penyuluhan. Namun semestinya tidak hanya diskriminasi pelayanan terhadap penderita
sebatas kegiatan tersebut. Perlu ada upaya gangguan jiwa, dimana secara tidak sadar juga
proaktif dari petugas untuk merawat pasien. melakukan stigmatisasi terhadap penderita
Sikap tersebut tentunya sangat dipengaruhi oleh gangguan jiwa. Kondisi kurangnya fasilitas
pengetahuan petugas tentang perawatan pelayanan kesehatan jiwa tentunya dapat
kesehatan jiwa. Berdasarkan informasi dari dinas menghambat penangan masalah kesehatan jiwa
kesehatan kota Blitar belum ada tenaga yang lebih bermutu.
kesehatan yang berlatar belakang pendidikan Pandangan keluarga terhadap kualitas
dokter/ keperawatan jiwa. Menurut Sears pelayanan kesehatan jiwa secara umum
(1999) sikap tenaga kesehatan pada penderita menyatakan pelayanan yang diberikan belum
gangguan jiwa salah satunya dipengaruhi oleh memuaskan karena pengobatan yang telah
faktor kemampuan penanganan gangguan jiwa. diperoleh belum bisa menyembuhkan keluarga-
Beban iatrogenik yang dialami keluarga nya. Menurut perspektif keluarga bahwa yang
terdiri dari 3 kategori yaitu kurang terjangkaunya dikatakan pelayanan memuaskan apabila sesuai
pelayanan kesehatan jiwa, kurangnya fasilitas dengan harapan keluarga yaitu pasien dapat
kesehatan jiwa dan kualitas pelayanan kesehatan disembuhkan seperti sediakala dengan meng-
jiwa yang tidak sesuai dengan harapan keluarga. konsumsi obat yang diperoleh-nya. Sebagaimana
Keterjangkauan keluarga dalam memanfaat- menurut Lovelock dan Wright (2005), kualitas
kan fasilitas kesehatan rujukan (RSJ) secara pelayanan dapat diukur dengan membandingkan
umum terbentur pada masalah biaya. Biaya yang persepsi antara pelayanan yang diharapkan (ex-
dibutuhkan untuk membawa keluarga berobat ke pected service) dengan pelayanan yang diterima
RSJ yang jaraknya jauh membutuhkan biaya dan dirasakan (perceived service) oleh
tidak hanya sekedar untuk pengobatan dan biaya pelanggan. Dalam pengukuran mutu pelayanan,

ISSN 2460-0334 51
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA, VOLUME 3, NO. 1, MEI 2017: 43-53

menurut Kotler (1997), harus bermula dari masyarakat, serta bekerjasama dengan dinas
mengenali kebutuhan pelanggan dan berakhir tenaga kerja untuk melatih bekerja kembali bagi
pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa eks ODGJ. 3) Dilakukannya penelitian lanjutan
gambaran kualitas pelayanan harus mengacu tentang sikap dan penerimaan tenaga kesehatan
pada pandangan pelanggan dan bukan pada terhadap pelayanan pasien gangguan jiwa di
penyedia jasa, karena pelanggan mengkonsumsi puskesmas.
dan memakai jasa. Pelanggan layak menentukan
apakah pelayanan itu berkualitas atau tidak. DAFTAR PUSTAKA
Andri, Feb. (2012). Berobat ke psikiater
PENUTUP berapa lama. http://kesehatan.kompa-
Kesimpulan hasil penelitian ini adalah Beban siana.com /kejiwaan/2012/02/11/berobat-
keluarga dalam merawat anggota keluarga ke-psikiater-berapa-lama-438365.html
dengan gangguan jiwa ada tiga tema meliputi: 1) BPS Jatim. (2010). Jawa Timur dalam angka.
Beban obyektif, yaitu keluarga mengalami beban www.jatimprov.go.id. tanggal 2 Nopember
dalam pemenuhan kebutuhan dasar, biaya 2013
perawatan dan kebutuhan sehari-hari, kebutuhan Depkes. (2008). Riset Kesehatan Dasar tahun
pengobatan, penanganan saat kambuh, 2007. Jakarta: Depkes RI
penyediaan tempat tinggal, dan dukungan sosial. Kristayanti. (2009). Manajemen Stres bagi
2) Beban subyektif, yaitu keluarga mengalami Keluarga Penderita Skizofrenia.https://
berbagai perasaan yang kompleks yang tidak lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=
menyenangkan, menghadapi sikap masyarakat 61&src=k&id=159548. tangal 5 Desember
sekitar yang tidak peduli. Sikap negatif petugas 2014
kesehatan tidak ditemukan. 3) Beban iatrogenik, Lovelock and Wright, L. (2005). Principles of
yaitu keluarga merasa keterjangkauan terhadap Service Marketing and Management,
layanan kesehatan jiwa lanjutan (RSJ) kurang, Second Edition, Prentice Hall, an imprint of
sedangkan pelayanandi puskesmas sudah Pearson Education, Inc
terjangkau. Ketersedian fasilitas dan kualitas Maramis, WF. (2004). Ilmu Kedokteran Jiwa.
pelayanan kesehatan jiwa dipelayanan kesehatan Surabaya: Airlangga University Press
primer (puskesmas) dirasa masih kurang. McDonell, Short, Berry, And Dyck. (2003). Bur-
Berdasarkan hasil penelitian tersebut peneliti den in schizophrenia caregiver: impact of
menyampaikan beberapa saran yaitu 1) perlunya Family Psycoeducation and Awareness of
dikembangkannya program kesehatan jiwa Patient Suicidality. Family Process, Vol. 42,
masyarakat yang terpadu dengan melibatkan No 1, pg 91-103
partisipasi masyarakat untuk peduli pada Mohr, W. K. (2006). Psychiatric mental health
kesehatan jiwa dengan cara dibentuk kader nursing. (6 th ed.). Philadelphia: Lipincott
kesehat an jiwa diwilayah setempat. 2) Williams Wilkins.
Dibentuknya sistem dukungan sosial yang Mukhripah, D (2008). Komunikasi Terapeutik
terpadu melibatkan lintas sektor dan lebih dalam Praktik Keperawatan, Bandung :
berkesinambungan, misalkan dengan cara PT. Refika Aditama.
membentuk dana kesehatan bagi masyarakat Polit, D. F., & Beck,C.T. (2004). Nursing Re-
miskin yang bersumber dari masyarakat search: Priciples and Methods. 7 th edi-
setempat, dikelola oleh masyarakat, dan untuk tion. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins

52 ISSN 2460-0334
Bahari dkk., Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat

Setiadi. (2008). Konsep dan Proses Kepera- Psikologi Fakultas Psikologi Universitas
watan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu Gadjah Mada. Volume 35, No. 1, 62 – 79
Speziale , H.J.S, & Carpenter, D.R. (2003). ISSN: 0215-8884
Qualitatif Research In Nursing (3th ed.). Videbeck,S.L. (2008). Buku Ajar Kepera-
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. watan. Jakarta: EGC
Stuart, G.W., & Laraia M.T. (2005). Principles WHO. (2003). The world Health Report:
and practice of psychiatric nursing, (8th 2001: mental health: new Understand-
ed), St. Louis: Mosby. ing, new hope. www.who.int/whr/2001/en/
Subandi, A.M. (2008). Ngemong: Dimensi diakses tanggal 2 Januari 2009
Keluarga Pasien Psikotik di Jawa.Jurnal

ISSN 2460-0334 53

Anda mungkin juga menyukai