Beban Keluarga Dalam Merawat Anggota Keluarga Dengan Gangguan Jiwa Berat
Beban Keluarga Dalam Merawat Anggota Keluarga Dengan Gangguan Jiwa Berat
Bahari dkk., Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat
Abstract: The Purpose of this study to depth analysis of family burden in taking care of people with
severe mental disorders. Research methods use qualitative with phenomenology design. Research loca-
tion in Blitar city. Amount Participants are four-person, those are taken by purposive sampling. The
result of these study is the family burden in taking care of people with severe mental disorders are three
themes, 1) objective burden, 2) subjective burden, 3) iatrogenic burden. Conclusions family of people
with severe mental disorders experience overload burden are three themes, consists of 1) objective
burden 2) subjective burden, 3) iatrogenic burden. Recommend of these study are given of holistic,
integrated, and continual social support from family, community, and government.
Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk analisis mendalam tentang beban keluarga dalam merawat orang
dengan gangguan mental yang parah. Metode penelitian menggunakan kualitatif dengan desain
fenomenologi. Lokasi penelitian di kota Blitar. Jumlah Peserta terdiri dari empat orang, diambil secara
purposive sampling. Hasil dari penelitian ini adalah beban keluarga dalam merawat orang dengan
gangguan mental yang parah adalah tiga tema, 1) beban objektif, 2) Beban subyektif, 3) Beban
iatrogenik. Kesimpulan keluarga penderita gangguan mental berat mengalami beban obyektif, subjektif
dan iatrogenik. Rekomendasi dari penelitian ini diberikan secara holistik, terpadu, dan terus menerus
mendapat dukungan sosial dari keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
43
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA, VOLUME 3, NO. 1, MEI 2017: 43-53
Stigmatisasi ini memberikan satu beban disebabkan hambatan pasien dalam melak-
psikologis yang berat bagi keluarga penderita sanakan peran sosial, dan hambatan dalam
gangguan jiwa. Schultz dan Angermeyer, 2003 pekerjaan. Hasil studi Bank Dunia pada tahun
dalam Subandi, (2008) menyebutkan stigmatisasi 2001 di beberapa negara menunjukkan hari
sebagai penyakit kedua, yaitu sebuah produktif yang hilang atau Dissability Adjusted
penderitaan tambahan yang tidak hanya Life Years (DALY’s) dari Global Burden of
dirasakan oleh penderita, namun juga dirasakan Desease sebesar 13% disebabkan oleh masalah
oleh anggota keluarga. Dampak merugikan dari kesehatan jiwa. Angka ini lebih tinggi dari pada
stigmatisasi ini adalah kehilangan self esteem, dampak yang disebabkan oleh penyakit
perpecahan dalam hubungan kekeluargaan, tuberkolosis (2%), kanker (5%), penyakit
isolasi sosial, rasa malu, yang akhirnya jantung (10%), diabetes (1%) (WHO, 2003).
menyebabkan perilaku pencarian bantuan Tingginya persentase tersebut menunjukkan
menjadi tertunda (Lefley, 1996 dalam Subandi, bahwa beban terkait masalah kesehatan jiwa
2008). Stigmatisasi juga menyebabkan kepe- paling besar dibandingkan dengan masalah
dulian masyarakat akan kesehatan jiwa sangat kesehatan atau penyakit kronis lainnya. Beban
minim. Hal tersebut terbukti masih sering kita yang dapat ditimbulkan meliputi beban obyektif,
jumpai orang dengan gangguan jiwa berat beban subyektif, dan beban iatrogenik (Mohr,
ditelantarkan dan banyak berkeliaran di jalanan. 2006).
Kekurangpedulian masyarakat tersebut Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
tentunya dapat berdampak pada semakin dalam memberikan perawatan bagi penderita
meningkatnya jumlah orang yang mengalami gangguan jiwa, anggota keluarga mereka
gangguan jiwa. Berdasar hasil Riset Kesehatan mengalami beban psikologis yang sangat berat.
Dasar tahun 2007 prevalensi nasional gangguan Hal ini tercermin dalam beberapa istilah yang
mental emosional pada penduduk 15 tahun mereka gunakan untuk menggambarkan kondisi
sudah sebesar 11,6%, di Jawa Timur sudah yang mereka alami. Misalnya anggota keluarga
mencapai 12,3%. Adapun prevalensi gangguan menggambarkan pengalaman merawat penderita
jiwa berat di Indonesia sebesar 4.6 permil, dengan gangguan jiwa sebagai pengalaman yang
kata lain dari 1000 penduduk Indonesia 4-5 traumatis, sebuah malapetaka besar,
diantaranya menderita gangguan jiwa berat. pengalaman menyakitkan, menghancurkan,
Prevalensi tertinggi terdapat di provinsi DKI penuh kebingungan, dan kesedihan yang
Jakarta (20.3 permil), dan di Jawa Timur 3,1 berkepanjangan (Marsh, 1992; Pejlert, 2001).
permil (Depkes, 2008). Jika penduduk Jawa Kata-kata seperti merasa kehilangan dan duka
Timur pada tahun 2010 mencapai 37.476.757 yang mendalam juga seringkali digunakan dalam
jiwa (BPS Jatim, 2010), maka penduduk Jawa konteks ini. Keluarga mengalami perasaan
Timur yang mengalami gangguan jiwa berat pada kehilangan, baik dalam arti yang nyata
tahun 2014 diperkirakan lebih dari 116.000 (kehilangan orang yang dicintai), maupun
orang. kehilangan secara simbolik (kehilangan harapan
Besarnya dampak yang ditimbulkan Orang dimasa depan karena penderita tidak mampu
Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) menyebabkan mencapai apa yang di cita-citakan) (Lefley, 1987;
kemampuan dan beban keluarga dalam Marsh dan Johnson, 1997 dalam Subandi, 2008).
menyediakan sumber-sumber penyelesaian Beberapa penelitian lain melaporkan tentang
masalah (coping resources) semakin berat dan tingginya beban yang berhubungan dengan
kompleks. Kompleksitas beban tersebut perawatan terhadap anggota keluarga dengan
44 ISSN 2460-0334
Bahari dkk., Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat
ISSN 2460-0334 45
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA, VOLUME 3, NO. 1, MEI 2017: 43-53
46 ISSN 2460-0334
Bahari dkk., Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat
ISSN 2460-0334 47
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA, VOLUME 3, NO. 1, MEI 2017: 43-53
Dukungan sosial pada keluarga berasal dari Beban iatrogenik yang dialami keluarga
saudara, tetangga, dan pemerintah. Dukungan terdiri dari 3 kategori yaitu keterjangkauan
dari saudara yang diperoleh keluarga adalah dari pelayanan kesehatan jiwa, fasilitas kesehatan jiwa
anak, istri, menantu atau anggota keluarga yang dan kualitas pelayanan kesehatan jiwa.
lain. Dukungan berupa bantuan makanan dan Keterjangkauan keluarga dalam meman-
tenaga untuk membersihkan kotoran penderita. faatkan fasilitas kesehatan di RSJ terbentur pada
Dukungan dari tetangga berupa makanan masalah biaya. Hal tersebut dikarenakan
seadanya namun tidak setiap hari ada. Terdapat jaraknya yang terlalu jauh yaitu berobat ke RSJ
satu partisipan tidak ada orang sekitar/tetangga Lawang atau RSJ Menur Surabaya. Sehingga
yang membantunya. Adapun dukungan dari membutuhkan biaya transportasi yang cukup
instansi pemerintah berupa bantuan uang dari banyak. Sedangkan layanan kesehatan jiwa di
tempat bekerja penderita sebelum sakit, bantuan Puskesmas sudah terjangkau namun hanya untuk
langsung tunai dari pemerintah, bantuan mengambil obat saja.
pengobtan gratis dari Puskesmas setiap bulan. Ketersedian fasilitas pelayanan kesehatan
Namun menurut keluarga dirasakan masih kurang disekitar tempat tinggal (puskesmas) secara
dan mengharapkan bantuan yang lebih dalam umum partisipan menyatakan belum memadai
memberikan biaya hidup, pengobatan bagi atau belum sesuai harapan keluarga karena
keluarga yang sakit, dan sembako secara rutin. puskesmas belum menyediakan tempat untuk
Beban subyektif atau beban mental yang merawat pasien gangguan jiwa terutama bila
dirasakan keluarga dalam merawat anggota kambuh.
keluarga dengan gangguan jiwa terdapat 3 Pandangan keluarga terhadap kualitas
kategori yaitu bermacam-macam perasaan pelayanan kesehatan jiwa secara umum
keluarga, sikap masyarakat, dan sikap petugas menyatakan pelayanan/pengobatan yang
kesehatan. diberikan belum memuaskan karena menurut
Perasaan keluarga dalam merawat anggota kelurga pengobatan yang sudah bertahun-tahun
keluarga yang gangguan jiwa mengalami dilakukan belum bisa menyembuhkan, masih
perasaan tidak menyenangkan yang bercampur tetap kambuhan.
aduk yaitu 1) merasa berat menanggung, terlebih
kondisi ekonomi/penghasilan keluarga yang PEMBAHASAN
sangat kurang, 2) merasa bosan, 3) perasaan Bantuan pemenuhan kebutuhan dasar pada
sabar dan tabah, 4) khawatir/cemas, 5) perasaan anggota keluarga dengan gangguan jiwa berat
takut melukai, 6) perasaan sedih, 7) perasaan yang harus dipenuhi adalah kebutuhan makan,
malu pada tetangga terutama saat kambuh. minum, mandi, pakaian, membantu buang air
Sikap masyarakat sekitar terhadap keluarga besar, buang air kecil, kebersihan tempat tidur.
cenderung memaklumi, namun terdapat sebagian Kondisi ini sesuai dengan pendapat Carpenito,
masyarakat yang tidak peduli. (2007) bahwa keadaan individu yang mengalami
Sikap tenaga kesehatan secara umum sudah kerusakan fungsi kognitif, menyebabkan
ada perhatian namun belum jelas seberapa intensif penurunan kemampuan untuk melakukan
petugas kesehatan memberikan perhatian. aktivitas perawatan diri (makan, mandi atau
Bentuk perhatian tenaga kesehatan berupa higiene, berpakaian atau berhias, toileting, in-
kunjungan ke rumah, memberikan saran untuk strumental). Hal senada juga disampaikan
mengambil obat ke Puskesmas setiap akhir bulan Mukhripah, (2008) Kurangnya perawatan diri
atau bila sudah habis.
48 ISSN 2460-0334
Bahari dkk., Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat
pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat adanya pasien skizofrenia tidak langsung mendapatkan
perubahan proses pikir sehingga kemampuan pengobatan yang sesuai saat pertama kali
untuk melakukan aktivitas perawatan diri mengalami sakit ini. Banyak pasien yang
menurun, seperti ketidak mampuan merawat sebelumnya melakukan terapi alternatif terlebih
kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias dahulu. Lamanya mendapatkan pertolongan
diri secara mandiri, dan toileting (Buang Air Besar pada pasien skizofrenia berhubungan dengan
atau Buang Air Kecil). Sedangkan menurut baik dan buruknya harapan kesembuhan pada
Depkes (2000) penyebab kurang perawatan diri pasien ini. Pada beberapa kasus pasien dengan
salah satunya adalah Kemampuan realitas turun, gangguan skizofrenia sering kali kambuh karena
kemampuan realitas yang kurang, menyebabkan sering menghentikan pengobatan. Hal ini
ketidak pedulian dirinya dan lingkungan termasuk disebabkan karena pasien sering merasa tidak
perawatan diri. sakit dan akhirnya tidak mau berobat. Inilah salah
Kebutuhan biaya perawatan sehari-hari, satu kendala terbesar berhadapan dengan pasien
sebagian besar mengungkapkan kesulitan biaya, skizofrenia, ketiadaan kesadaran bahwa dirinya
terlebih kondisi ekonomi/ penghasilan keluarga sakit membuat pengobatan menjadi sangat sulit
yang minim. Hasil tersebut sesuai dengan dilakukan. Peran keluarga sangat diperlukan agar
pendapat Videbeck, (2008) yang menyatakan pasien patuh makan obat sesuai aturan.
bahwa Gangguan jiwa akan menimbulkan beban Pada beberapa kasus skizofrenia yang sudah
berat bagi keluarga, baik mental maupun materi kambuhan, pengobatan seumur hidup adalah
karena penderita tidak dapat lagi produktif. pilihan yang paling disarankan. Pilihan
Pendapat lain mengatakan perawatan kasus pengobatan seumur hidup tentunya dengan
psikiatri mahal karena gangguannya bersifat memperhatikan kondisi pasien. Banyak pasien
jangka panjang. Biaya berobat yang harus yang bisa kembali mencapai kualitas hidupnya
ditanggung pasien tidak hanya meliputi biaya yang yang baik dengan minum obat.
langsung berkaitan dengan pelayanan medik Beban keluarga berikut nya adalah
seperti harga obat, jasa konsultasi tetapi juga penanganan saat anggota keluarga dengan
biaya spesifik lainnya seperti biaya transportasi gangguan jiwa kambuh. Cara yang dilakukan
ke rumah sakit dan biaya akomodasi lainnya keluarga bervariasi ada yang mendiamkan saja
(Djatmiko, 2007). Kondisi seperti itu tentunya dan mengawasi jangan sampai merusak barang-
membuat keluarga bekerja keras dengan segala barang, melakukan pengikatan, dibawa ke RSJ,
upaya untuk memenuhi kebutuhannya, serta dan melalui usaha pengobatan alternatif.
berusaha menyisihkan kekayaan yang masih Bermacam-macam cara ini menunjukkan
dipunyai dan bersikap hemat. kebingungan cara dan mengalami tekanan dalam
Beban berikutnya adalah dalam pemenuhan memberikan penanganan, sebagaimana pendapat
kebutuhan pengobatan agar keluarga tidak Kristayanti, (2009) saat kambuh pasien
kambuh. Orang dengan gangguan jiwa berat skizofrenia dapat muncul gejala halusinasi dan
seperti skizofrenia membutuhkan pengobatan delusi, penyimpangan dalam hal berpikir dan
yang relatif lama sebagaimana yang dipaparkan berbicara, penyimpangan tingkah laku, masalah
Andri, (Februari, 2012) yang menyatakan bahwa pada afek dan emosi serta menurunnya fungsi
skizofrenia pada episode pertama kali mengalami kognitif. Selain itu, pasien seringkali memiliki
gangguan jiwa biasanya memerlukan pengobatan gagasan bunuh diri atau membunuh orang lain,
minimal satu tahun. Hal ini untuk mencegah pasien yang karena kegelisahannya dapat
keberulangan kembali penyakit ini. Kebanyakan membahayakan dirinya atau lingkungannya,
ISSN 2460-0334 49
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA, VOLUME 3, NO. 1, MEI 2017: 43-53
menolak makan atau minum sehingga memba- dalam setiadi, 2008) bahwa Dukungan sosial
hayakan kelangsungan hidupnya, dan pasien merupakan suatu yang bermanfaat bagi individu
menelantarkan diri, yaitu kondisi di mana pasien yang diperoleh dari orang lain yang dapat
tidak merawat diri dan menjaga kebersihannya dipercaya sehingga seseorang menjadi tahu ada
dengan mandiri, seperti makan, mandi, buang air orang lain yang menghargai, mencintai, dan
besar (BAB), buang air kecil, dan lainnya. memperhatikan. Sebaliknya ketiadaan dukungan
Perilaku-perilaku pasien tersebut menjadi beban sosial dapat menyebabkan keluarga merasa berat
tersendiri bagi keluarga, sehingga keluarga juga dalam memikul beban dalam merawat anggota
mengalami krisis dan mengalami tekanan. keluarga dengan gangguan jiwa. Dukungan sosial
Beban materiil keluarga yang lain adalah ketika penderita membutuhkan merupakan
penyediaan tempat tinggal. Sebagian besar langkah vital proses penyembuhan. Dukungan
partisipan mengusahakan menempatkan sosial yang dimiliki seseorang dapat mencegah
penderitan gangguan jiwa dikamar atau ruangan berkembangnya masalah akibat tekanan yang
dibelakang rumah yang terpisah bahkan dengan dihadap (Videbeck, 2008)
diikat. Tindakan ini dilakukan keluarga demi Beban subyektif atau beban mental keluarga
keamanan keluarga yang lain dan masyarakat dalam merawat anggota keluarga dengan
sekitar. Tempat tinggal orang dengan gangguan gangguan jiwa muncul tiga kategori yaitu perasaan
jiwa semestinya tidak perlu disendirikan, keluarga, sikap masyarakat dan tenaga kesehatan
waspada boleh namun pengawasan dan perhatian pada keluarga. Perasaan keluarga dalam
keluarga serta penyediaan lingkungan tempat merawat anggota keluarga yang mengalami
tinggal yang layak merupakan hak setiap orang gangguan jiwa mengeluh merasa berat, perasan
termasuk penderita dengan gangguan jiwa. bosan, perasaan sabar dan tabah, perasaan
Sebagaimana yang diamanatkan UU no 18 tahun khawatir/cemas, takut, sedih, dan malu pada
2014 tentang Kesehatan Jiwa pasal 68 hak tetangga.
orang dengan gangguan jiwa antara lain Munculnya berbagai perasaan yang tidak
mendapatkan lingkungan yang kondusif bagi menyenangkan bagi keluarga juga hampir sama
perkembangan jiwa. Lingkungan yang kondusif dengan hasil penelitian sebelumnya yang
bagi ODGJ dapat menciptakan suasana menunjukkan bahwa dalam memberikan
lingkungan terapeutik yang dapat menenangkan perawatan pada penderita gangguan jiwa,
kondisi mental seseorang. anggota keluarga mengalami beban psikologis
Beban materiil yang terakhir adalah baik yang sangat berat. Hal ini tercermin dalam
tidaknya dukungan sosial dari lingkungan sekitar. beberapa istilah yang mereka gunakan untuk
Dukungan yang diperoleh keluarga dalam menggambarkan kondisi yang mereka alami,
merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa seperti sebagai pengalaman yang traumatis,
adalah berasal dari saudara atau anggota sebuah malapetaka besar, pengalaman yang
keluarga lain, tetangga, dan instansi pemerintah. menyakitkan, menghancurkan, penuh
Adanya dukungan sosial dari berbagai pihak kebingungan, dan kesedihan yang berke-
dapat meringankan beban keluarga dalam panjangan’ (Marsh, 1992; Pejlert, 2001 dalam
membantu merawat anggota keluarga yang sakit. Subandi, 2008).
Dukungan sosial sangat bermanfaat dalam Sikap masyarakat sekitar terhadap keluarga
mengatasi masalah dan merupakan wujud rasa sebagian besar partisipan menyatakan sikap
memperhatikan, menghargai, dan mencintai masyarakat memaklumi, namun ada juga yang
sebagaimana pendapat Cohen & Syme, (1996 menyatakan masyarakat tidak peduli.
50 ISSN 2460-0334
Bahari dkk., Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat
ISSN 2460-0334 51
JURNAL INFORMASI KESEHATAN INDONESIA, VOLUME 3, NO. 1, MEI 2017: 43-53
menurut Kotler (1997), harus bermula dari masyarakat, serta bekerjasama dengan dinas
mengenali kebutuhan pelanggan dan berakhir tenaga kerja untuk melatih bekerja kembali bagi
pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa eks ODGJ. 3) Dilakukannya penelitian lanjutan
gambaran kualitas pelayanan harus mengacu tentang sikap dan penerimaan tenaga kesehatan
pada pandangan pelanggan dan bukan pada terhadap pelayanan pasien gangguan jiwa di
penyedia jasa, karena pelanggan mengkonsumsi puskesmas.
dan memakai jasa. Pelanggan layak menentukan
apakah pelayanan itu berkualitas atau tidak. DAFTAR PUSTAKA
Andri, Feb. (2012). Berobat ke psikiater
PENUTUP berapa lama. http://kesehatan.kompa-
Kesimpulan hasil penelitian ini adalah Beban siana.com /kejiwaan/2012/02/11/berobat-
keluarga dalam merawat anggota keluarga ke-psikiater-berapa-lama-438365.html
dengan gangguan jiwa ada tiga tema meliputi: 1) BPS Jatim. (2010). Jawa Timur dalam angka.
Beban obyektif, yaitu keluarga mengalami beban www.jatimprov.go.id. tanggal 2 Nopember
dalam pemenuhan kebutuhan dasar, biaya 2013
perawatan dan kebutuhan sehari-hari, kebutuhan Depkes. (2008). Riset Kesehatan Dasar tahun
pengobatan, penanganan saat kambuh, 2007. Jakarta: Depkes RI
penyediaan tempat tinggal, dan dukungan sosial. Kristayanti. (2009). Manajemen Stres bagi
2) Beban subyektif, yaitu keluarga mengalami Keluarga Penderita Skizofrenia.https://
berbagai perasaan yang kompleks yang tidak lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=
menyenangkan, menghadapi sikap masyarakat 61&src=k&id=159548. tangal 5 Desember
sekitar yang tidak peduli. Sikap negatif petugas 2014
kesehatan tidak ditemukan. 3) Beban iatrogenik, Lovelock and Wright, L. (2005). Principles of
yaitu keluarga merasa keterjangkauan terhadap Service Marketing and Management,
layanan kesehatan jiwa lanjutan (RSJ) kurang, Second Edition, Prentice Hall, an imprint of
sedangkan pelayanandi puskesmas sudah Pearson Education, Inc
terjangkau. Ketersedian fasilitas dan kualitas Maramis, WF. (2004). Ilmu Kedokteran Jiwa.
pelayanan kesehatan jiwa dipelayanan kesehatan Surabaya: Airlangga University Press
primer (puskesmas) dirasa masih kurang. McDonell, Short, Berry, And Dyck. (2003). Bur-
Berdasarkan hasil penelitian tersebut peneliti den in schizophrenia caregiver: impact of
menyampaikan beberapa saran yaitu 1) perlunya Family Psycoeducation and Awareness of
dikembangkannya program kesehatan jiwa Patient Suicidality. Family Process, Vol. 42,
masyarakat yang terpadu dengan melibatkan No 1, pg 91-103
partisipasi masyarakat untuk peduli pada Mohr, W. K. (2006). Psychiatric mental health
kesehatan jiwa dengan cara dibentuk kader nursing. (6 th ed.). Philadelphia: Lipincott
kesehat an jiwa diwilayah setempat. 2) Williams Wilkins.
Dibentuknya sistem dukungan sosial yang Mukhripah, D (2008). Komunikasi Terapeutik
terpadu melibatkan lintas sektor dan lebih dalam Praktik Keperawatan, Bandung :
berkesinambungan, misalkan dengan cara PT. Refika Aditama.
membentuk dana kesehatan bagi masyarakat Polit, D. F., & Beck,C.T. (2004). Nursing Re-
miskin yang bersumber dari masyarakat search: Priciples and Methods. 7 th edi-
setempat, dikelola oleh masyarakat, dan untuk tion. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins
52 ISSN 2460-0334
Bahari dkk., Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Ganggaun Jiwa Berat
Setiadi. (2008). Konsep dan Proses Kepera- Psikologi Fakultas Psikologi Universitas
watan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu Gadjah Mada. Volume 35, No. 1, 62 – 79
Speziale , H.J.S, & Carpenter, D.R. (2003). ISSN: 0215-8884
Qualitatif Research In Nursing (3th ed.). Videbeck,S.L. (2008). Buku Ajar Kepera-
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. watan. Jakarta: EGC
Stuart, G.W., & Laraia M.T. (2005). Principles WHO. (2003). The world Health Report:
and practice of psychiatric nursing, (8th 2001: mental health: new Understand-
ed), St. Louis: Mosby. ing, new hope. www.who.int/whr/2001/en/
Subandi, A.M. (2008). Ngemong: Dimensi diakses tanggal 2 Januari 2009
Keluarga Pasien Psikotik di Jawa.Jurnal
ISSN 2460-0334 53