Anda di halaman 1dari 7

KAJIAN PRODUKTIVITAS SDM, ZONA NYAMAN ATAU BUKAN?

(Telaah Permasalahan SDM di Yayasan Al Hidayah Sumenep)

Oleh: Ade Robi Islami

Yayasan Al Hidayah Sumenep meruapakan sebuah yayasan yang bergerak dalam


bidang pendidikan dan dakwah. Secara de jure, Yayasan Al Hidayah Sumenep resmi
didirikan pada 21 Desember 1998, artinya yayasan ini telah berusia kurang lebih 20 tahun,
atau 16 tahun setelah berdirinya SDIT Al Hidayah sebagai lembaga pendidikan formal
pertama yang berdiri pada tahun 2004. Dengan durasi yang sudah terbilang lama, maka
yayasan Al Hidayah Sumenep boleh dikatakan sebagai yayasan yang telah berpengalaman
dan telah meluluskan ratusan alumni di bawah lembaga pendidikannya.

Berbicara tentang Yayasan Al Hidayah, maka tidak hanya berbicara tentang mutu
pendidikan, proses dan kegiatan pendidikan di dalamnya, melainkan juga tentang aspek-
aspek dan unsur-unsur lain yang memiliki keterkaitan antara satu dan lainnya dalam menjaga
eksistensi yayasan Al Hidayah di tengah masayarakat, salah satunya adalah sumber daya
manusia.

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu unsur terpenting dalam sebuah
organisasi. Hal ini karena SDM berfungsi sebagai pelaku utama dalam menjalankan visi dan
misi sebuah organisasi. Maka, perlu ada perhatian khusus yang mengatur, mengelola, dan
me-manage tentang SDM ini, sehingga keberadaan SDM bisa menjadi lebih produktif dan
teratur. Untuk itu, kita mengenal istilah manajemen sumber daya manusia (MSDM), sebagai
manajemen yang khusus menangani permasalahan-permasalahan tentang SDM.

Permasalahan-permasalahan tentang SDM akan sangat mungkin terjadi dalam


sebuah yayasan dan lembaga pendidikan, seiring dengan berkembangnya zaman dan
pengetahuan yang menuntut profil SDM yang relevan dengan tuntutan zaman, hubungan
sosial dan pelayanan yang membutuhkan komunikasi yang baik dan sopan, acuan kerja,
motivasi berprestasi, aktualisasi diri, hingga taraf kesejahteraan dan kompensasi yang
didapatkan.

Jumlah SDM yayasan Al Hidayah per Agustus 2020 mencapai 137 orang, angka
yang cukup besar untuk ukuran yayasan yang membawahi lembaga pendidikan. Dengan
jumlah tersebut, ada dua kemungkinan yang muncul, pertama; potensi masalah yang cukup
besar, atau yang kedua; potensi produktivitas yang cukup besar, tergantung bagaimana
seluruh SDM tersebut dikelola oleh lembaga dan yayasan.

Seiring dengan perjalanan perkembangannya, Yayasan Al-Hidayah Sumenep


dihadapkan pada beberapa permasalahan SDM, di antaranya adalah “zona nyaman”. Sekilas,
zona nyaman ini, anggapan yang berangkat dari kenyataan atas menurunnya produktivitas
SDM, hasil kerja dan output yang dihasilkan. Anggapan tersebut bisa jadi benar adanya, tapi
bagi penulis tidak seluruhnya dapat dibenarkan. Mengapa demikian? Simak ulasannya
berikut ini.

The Right Man at The Right Place

Kita mungkin pernah mendengar, sebuah perumpamaan dari orang-orang yang


bekerja dalam sebuah tim atau organisasi itu seperti bangunan yang memiliki banyak bagian,
mulai dari atap, jendela, hingga tanaman yang ada di halaman, memiliki peran dan fungsinya
masing-masing. Tidak semua harus menjadi atap yang terkena panas dan hujan demi
melindungi bagian lainnya, tidak semua harus menjadi tiang penyangga yang kuat untuk
menopang tegak berdirinya, tidak juga semua harus menjadi pagar yang terekspos oleh dunia
luas, melindungi para penghuninya dari luar, tapi juga ada yang menjadi jendela untuk
mengatur sirkulasi udara, ada juga yang menjadi batu bata sebagai unsur pengokoh yang
tidak terlihat kasat mata. Tidak hanya tentang hal-hal yang besar, sebuah bangunan dengan
segala kelengkapannya juga perlu unsur penunjang dari sesuatu yang kecil dan yang mungkin
tak tampak, seperti paku, batu kerikil, dan lain-lain. Demikian, karena semua memiliki peran
dan fungsinya masing-masing.

Perumpamaan di atas juga tidak jauh berbeda dengan manajemen sumber daya
manusia dalam sebuah yayasan atau lembaga pendidikan. Setiap manusia memiliki keunikan
dan kekhasannya masing-masing. Karakter yang berbeda satu sama lain membuat mereka
tidak bisa disamakan dan diseragamkan. Ketika dikaitakan soal teamwork misalnya,
pembagian kerja berdasarkan passion (kemampuan) mereka sangat mutlak diperlukan. Untuk
mencapai tujuan kelembagaan dan menghindari kesalahan dalam pengelolaan sumber daya
manusia, maka diperlukan prinsip the right man in the right place.

Dalam pengertian yang sederhana, the right man in the right place adalah
menempatkan seseorang sesuai keahliannya. Suatu tim akan mampu bergerak lebih cepat
kalau orang di dalamnya mampu mengurusi hal-hal sesuai keahliannya.
Manajemen Sumber Daya Manusia akan berbicara tentang efisiensi dan
produktivitas. Dalam hal ini, tidak bisa mengedapankan asumsi dasar (hipotesis) dalam
penentuan atau pemilihan seorang terhadap sebuah bidang pekerjaan. Hanya karena dianggap
mampu secara kasat mata misalnya, seseorang diberikan amanah terhadap sesuatu yang
mungkin bukan kemampuan terbaiknya. Dalam beberapa kondisi, memang bisa saja kita
menemukan seseorang yang fleksibel, terlihat bisa diandalkan dalam mengerjakan tugas-
tugas di luar bidangnya. Tapi apakah itu bisa berlangsung lama? Apakah semua orang bisa
fleksibel dan menyesuaikan diri dengan bidang pekerjaan baru dengan cepat? Lalu apakah
orang yang berada tidak pada the right place-nya merasa tenang dalam bekerja?
Kemungkinan besar mereka akan kurang menikmati pekerjaannya. Maka tidak heran, jika
dalam perjalanannya nanti, seorang pegawai tersebut mengalami penurunan produktivitas
dalam pekerjaannya. Ekpektasi yang diharapkan tidak lagi sesuai realita. Padahal, di sisi lain,
seandainya seorang pegawai tersebut diletakkan pada posisi dan bidang pekerjaan yang pas,
sesuai minat, kualifikasi, dan potensinya, bukan tidak mungkin akan membawa dampak
positif dan pengaruh yang sangat signifikan terhadap perkembangan dan peningkatan
lembaga tempat dia bekerja.

Sebagai contoh, dalam beberapa kasus, kita pernah mendapati karyawan kita yang
kesulitan dalam mengakomodir pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, setelah
ditelusuri ternyata kualifikasi pekerja tersebut memang tidak sesuai yang diharapkan. Contoh
lain misalnya, dalam suatu kesempatan seorang guru kesulitan menyelesaikan perangkat
pembelajaran dan penilaian yang diminta oleh kurikulum, setelah ditelaah lebih lanjut
ternyata guru yang bersangkutan memiliki beban kerja terlalu banyak sehingga tidak mampu
menyelesaikan administrasi pembelajaran yang diminta dengan tepat waktu, atau yang
bersangkutan tidak memiliki kemampuan administrasi yang baik. Barangkali masih ada
beberapa kasus lain yang mungkin belum ter-cover sampai saat ini.

Maka, tugas manajemen, dalam hal ini pengurus yayasan sebagai penentu kebijakan
dibantu Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia sebagai eksekutor di lapangan, adalah
menilai dan menggali kompetensi dari setiap SDM yang dimiliki untuk memahami nilai-nilai
(values) yang ada pada diri mereka, kemudian disesuaikan dengan bidang pekerjaan yang
tepat berdasarkan kualifikasi dan kemampuan yang mereka miliki. Sehingga, ketika mereka
ditempatkan pada tempat yang tepat, produktivitas dari mereka bisa diharapkan sekaligus
menghilangkan anggapan zona nyaman bagi mereka.
Optimalisasi Sumber Daya Manusia

Salah satu yang menyebabkan timbulnya zona nyaman dan turunnya produktivitas
yang lain adalah banyaknya sumber daya manusia yang belum dimanfaatkan dengan benar
(untapped resources). Maksud dari dimanfaatkan dengan benar di sini adalah kemampuan
yayasan atau lembaga dalam mengelola semua SDM yang ada di dalamnya untuk mencapai
tujuan kelembagaan atau yayasan yang telah dicanangkan.

Pada prinsipnya, manusia butuh akan aktualisasi diri, termasuk dalam dunia
pekerjaan mereka. Dalam sebuah teori manajemen, disebutkan bahwa pada dasarnya
karyawan ingin selalu maju, dapat berfungsi dan dapat menyumbangkan kemampuannya
kepada lembaga atau organisasi. Namun, di satu sisi, keterbatasan dalam fasilitas dan wadah
eskplorasi (termasuk bekerja tidak sesuai bidangnya) membuat mereka menjadi tidak dapat
mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Oleh karena itu, peran manajerial dari para manajer
dan pimpinan dalam meningkatkan kinerja organisasi dan tim, mendorong dan memberi
fasilitas para pegawai untuk mengekpresikan segala kemampuan yang dimilikinya dalam
bidang pekerjaannya masing-masing sangatlah diperlukan.

Dalam dunia MSDM, pegawai atau karyawan dipandang sebagai suatu aset dan
investasi, yang jika dikembangkan dan dikelola secara efektif akan memberika imbalan-
imbalan jangka panjang bagi lembaga atau yayasan dalam bentuk produktivitas yang lebih
besar.

Maka, untapped resources ini tidak boleh sampai terjadi di lingkungan yayasan Al
Hidayah, dengan cara memanfaatkan dan mengoptimalkan dengan benar setiap SDM sebaik
mungkin melalui peran para manajer dan pimpinan lembaga.

Kebijakan Mutasi Kerja dan Kemunculan GAYA

Sebagaimana disebutkan di awal opini ini, bahwa yayasan Al Hidayah telah


berumur sekitar 20 tahun sejak berdirinya. Tentunya, saat ini yayasan Al Hidayah telah
memiliki banyak SDM tenaga kerja dengan usia dan angakatan kerja yang tidak sama.
Tercatat sampai saat ini, rata-rata usia SDM di yayasan Al Hidayah adalah 30 tahun, dengan
8 orang di antaranya telah memasuki usia 40 atau lebih.
Menurut Simanjuntak, usia produktif adalah ketika seseorang masih mampu bekerja
dan menghasilkan sesuatu.1 Selanjutnya dia juga mengemukakan bahwa produktivitas kerja
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang berhubungan dengan lingkungan perusahaan
maupun dengan kebijakan pemerintah secara keseluruhan, seperti: pendidikan, keterampilan,
disiplin, sikap dan etika kerja, motivasi, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan dan iklim
kerja, hubungan industrial, teknologi, sarana produksi, manajemen, dan kesempatan
berprestasi.2 Berdasarkan pernyataan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa untuk menjadi
produktif tidak harus mereka yang berusia muda, mereka yang lebih tua juga memiliki
potensi yang sama. Hanya saja, dalam beberapa pengamatan penulis di lembaga di bawah
naungan yayasan Al Hidayah, mereka dengan masa kerja yang lebih lama terkadang
mengalami penurunan produktivitas dan kinerja. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa
faktor, seperti: kurangnya pelatihan yang sesuai dengan tugasnya, kurangnya motivasi dari
atasan dan teman sejawat, merasa tidak mengalami perubahan yang signifikan dalam hal
kesejahteraan pegawai, tanggung jawab dalam keluarga yang semakin besar, kebosanan
dalam pekerjaan, tidak adanya kesempatan untuk maju dan berprestasi, dan faktor-faktor lain
yang mungkin bisa ditelaah lebih dalam lagi.

Salah satu yang bisa penulis usulkan dalam menyikapi masalah di atas adalah
dengan adanya job rotation atau mutasi kerja. Rotasi pekerjaan (job rotation) adalah strategi
yang dapat dilakukan oleh manajemen guna merefresh dan meningkatkan kinerja seorang
pegawai. Selain itu, rotasi pekerjaan juga menjadi salah satu cara untuk mengimbangi
kebosanan, yang dapat terjadi ketika seorang pegawai melakukan pekerjaan yang sama dalam
jangka waktu yang panjang. Job Rotation juga bisa meningkatkan pengalaman dan wawasan
seorang pegawai dengan bidang pekerjaan baru, iklim dan suasana yang baru yang
diamanahkan kepadanya. Akan tetapi, Job Rotation ini tetaplah harus dengan pertimbangan
dan pemikiran yang matang agar tidak justru mempersulit keadaan seorang pegawai.

Hal lain yang bisa diterapkan oleh yayasan Al Hidayah adalah dengan mulai
memunculkan GY (Pegawai Yayasan). Istilah GY (pegawai yayasan) adalah status
kepegawaian tertinggi di Yayasan Al Hidayah. Di antara syarat-syarat untuk menjadi GY
adalah; masa bakti sekurang-kurangnya 3 tahun, bersedia diangkat menjadi Guru Yayasan,
lulus uji kelayakan yang salah satunya adalah berusia maksimal 40 tahun. Keuntungan yang

1
Simanjuntak. J. Payama, Peningkatan Produktivitas Dan Mutu Pelayanan Sektor Pemerintah, (Jakarta: Dewan
Produktivitas Nasional Depnaker, 1995), 38.
2
Simanjuntak. J. Payaman, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Penerbit FEUI (Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 1985), 13.
diterima seorang GY terbilang cukup fantastis. Jika mengacu pada peraturan pengelolaan
keuangan yayasan Al Hidayah Sumenep, seorang GY memiliki beberapa hak yang
didapatkan, di antaranya adalah: tunjangan keluarga, bantuan studi lanjut, dan jaminan hari
tua.

Jika mengacu pada persyaratan di atas, yayasan Al Hidayah diharapkan mampu


menyeleksi para pegawai yang telah memenuhi syarat minimum untuk diangkat menjadi GY.
Apalagi sejauh ini sudah ada 7 orang dari GTY/PTY yayasan Al Hidayah yang telah berusia
40 tahun bahkan lebih. Artinya jika GY ini belum juga dimunculkan, mereka seperti
kehilangan kesempatan untuk menjadi GY. Padahal, bisa jadi 7 orang tersebut merupakan
aset potensial dengan kinerja yang baik, loyalitas yang baik, yang mampu membawa yayasan
Al Hidayah berkembang dan maju di masa-masa yang akan datang. Tentu jajaran pengurus
yayasan tidak ingin kehilangan aset potensialnya bukan?

Selain itu, memunculkan GY juga mampu memotivasi seluruh SDM yang lain untuk
lebih produktif lagi dalam menjaga konsistensi dan ritme pekerjaan mereka dengan baik.
Selain itu, juga mampu meningkatkan loyalitas seorang pegawai dengan adanya kejelasan
tentang jenjang karing selama bekerja dan berkhidmah di yayasan Al Hidayah Sumenep.

Sebagai pengingat, angka turn over SDM di yayasan Al Hidayah dalam 3 tahun
terakhir terbilang cukup tinggi, 4-7 orang setiap tahunnya. Angka tersebut meliputi berbagai
alasan, dengan seleksi CPNS sebagai faktor terbesar, di samping alasan lain seperti faktor
keluarga, pinda bekerja ke tempat lain, masalah kesehatan, dan lain-lain.

Tentunya, dengan memunculkan GY, harapanya bisa mengurangi angka turn over
tersebut, sehingga yayasan dapat menjaga stabilitas SDM yang ada di dalamnya, serta mampu
menjaga aset-aset potensial yang ada untuk kepentingan dan perkembangan yayasan Al
Hidayah ke depan.

Demikian beberapa catatan dalam opini ini yang bisa penulis tulis. Semoga bisa
membawa pencerahan dan memberi masukan untuk peningkatan produktivitas SDM yayasan
Al Hidayah ke depan. Amin Ya Rabbal ‘Alamin!
DAFTAR PUSAKA

Simanjuntak. J. Payama, Peningkatan Produktivitas Dan Mutu Pelayanan Sektor


Pemerintah. Jakarta: Dewan Produktivitas Nasional Depnaker, 1995.

Simanjuntak. J. Payaman, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit


FEUI (Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia), 1985.

---------- Peraturan Kepegawaian Yayasan Al Hidayah Sumenep, 2018.

---------- Peraturan Pengelolaan Keuangan Yayasan Al Hidayah Sumenep, 2018.

Anda mungkin juga menyukai