Anda di halaman 1dari 4

TEKNOLOGI, GLOBALISASI SERTA TATA KRAMA BERSOSIAL MEDIA DI

INDONESIA

1
Darma Faskaris Simbolon

ABSTRAK
Masyarakat Indonesia dikenal memiliki kesopanan yang tinggi. Akan tetapi sekarang ini
masyarakat Indonesia tidak menunjukkan hal ini, Terutama ketika menggunakan media sosial.
Teknologi dan globalisasi juga mengambil peran yang besar dalam pembentukan anomali ini.
Kurangnya literasi masyarakat juga menjadi hal yang mendorong hal seperti ini terjadi. Oleh
sebab itu Karya tulis ini disusun bertujuan untuk memaparkan anomali yang terjadi ini
Kata kunci : teknologi, globalisasi, Tata Krama Bersosial media

ABSTRACT
Indonesian people are known to have high politeness. However, currently Indonesians do
not show this, especially when using social media. Technology and globalization play a big role
in the formation of this anomaly. Lack of public literacy is also the thing that drives things like
this to happen. Therefore, this paper is structured with the aim of describing this anomaly

PENDAHULUAN
Sebagai masyarakat Indonesia, kita kerap mendengar tentang kesopanan dan budi luhur
masyarakat Indonesia. masyarakat Indonesia dikenal sebagai orang timur yang menjunjung
tinggi budi pekerti dan sopan santun. Kendali hal ini tidak mencerminkan masyarakat Indonesia
dalam menggunakan Internet.
Dalam survei Digital Civility Index (DCI) untuk mengukur tingkat kesopanan digital
global, Indonesia menduduki peringkat paling bawah di kawasan Asia Tenggara. Dari total 32
negara yang disurvei pun Indonesia menduduki peringkat bawah yakni urutan ke-29.
(Kompas.com, 2021)
Dalam hasil survey DCI tersebut, terdapat 3 faktor yang menyebabkan hasil survey
tersebut. hoaks dan penipuan menjadi faktor tertinggi sebanyak 47%, dilanjutkan dengan ujaran
kebencian sebanyak 27% dan urutan terakhir adalah diskriminasi sebanyak 13%
Hasil survey ini secara nyata dapat dibuktikan dengan bagaimana masyarakat Indonesia
menanggapi hasil survey microsoft tersebut. DCI melalui microsoft membuktikan bahwa survey
mereka memang betul adanya dengan berbagai bentuk balasan yang dikirim oleh masyarakat
Indonesia.
Beberapa kasus yang terjadi belakangan ini juga memperkuat hasil survey tersebut. virus
Covid-19 beserta vaksin menjadi hoaks atau berita bohong paling sering dimunculkan di internet.
Beberapa kasus lainnya adalah kasus perundungan(bully) pada beberapa artis Luar negeri
maupun dalam negeri.
Berbeda dengan hoaks atau berita bohong, ujaran kebencian, perundungan dan
diskriminasi paling sering disebabkan oleh BIAS. Menurut Oxford Dictionary, BIAS is
Inclination or prejudice for or against one person or group, especially in a way considered to be
unfair (Kecenderungan atau prasangka untuk atau terhadap satu orang atau kelompok, terutama
dengan cara yang dianggap tidak adil.). BIAS merupakan kecenderungan untuk mempercayai
seseorang, sebuah ide, atau sesuatu yang lain, lebih baik daripada yang lain. Kegemaran yang
terlalu besar pada seseorang atau sekelompok orang menyebabkan terjadinya BIAS tersebut dan
kerap melakukan diskriminasi ataupun perundungan pada orang lain yang tidak mengikuti
mereka.
Kenyataannya ujaran kebencian, perundungan dan diskriminasi menjadi bentuk ketidak
sopanan masyarakat Indonesia yang paling menonjol. ujaran kebencian dapat menghampisi siapa
saja ketika di dunia maya, begitu pula dengan perundungan dan diskriminasi dapat terjadi pada
siapapun baik itu individu, maupun kelompok orang dan organisasi.
Lalu, apa yang menyebabkan menurunnya kesopanan masyarakat Indonesia dalam
menggunakan internet?

BAGIAN INTI
Dari hasil pengamatan, ditemukan beberapa hal yang menjadi faktor degradasi kesopanan
masyarakat Indonesia, antara lain
1. Efek kejut perkembangan globalisasi dan internet yang pesat
Efek kejut yang dimaksud adalah berupa kesiapan masyarakat Indonesia untuk menggunakan
internet. Di Indonesia, Internet bukanlah hal lumrah hingga, di tahun 2010 internet menjadi hal
yang umum dan dapat diakses dengan merebaknya alat komunikasi elektronik seperti
smartphone.
Kemunculan internet yang secara tiba tiba ketika masyarakat Indonesia belum memiliki
bekal dan pengetahuan yang cukup dalam menggunakan internet membuat masyarakat Indonesia
tidak mengerti aturan dan norma dalam berinternet.
Penulis menyebut arti lain dari keterkejutan ini sebagai puberitas IT. Seperti namanya
masyarakat Indonesia sedang mengalami puberitas dalam menggunakan IT dan tidak mengetahui
dengan jelas bagaimana berselancar(istilah lain untuk berinternet) dengan baik dan benar.
Sehingga menciptakan euforia(kesenangan yang berlebih) saat menggunakan internet.
Lebih jauh lagi, efek dari puberitas IT ini membuat banyak orang terkena terpaan arus
globalisasi yang tidak dapat ditangkal karena kurangnya pengetahuan dasar dalam menggunakan
internet. Terpaan arus globalisasi ini, menciptakan banyak masalah baru didalam sendi
kehidupan masyarakat seperti pola hidup konsumtif, sikap individualistik, kesenjangan sosial
serta memudarnya budaya dan meniru gaya kebarat-baratan.
Dalam kehidupan sehari-hari, efek terpaan arus globalisasi ini sudah terlihat dalam
masyarakat. Masyarakat cenderung menjadi individualis dan juga terpisah dengan orang lain dan
lebih sering menggunakan telepon genggam. Para remaja mengikuti tren-tren luar negeri dan tak
mengindahkan kebudayaan sendiri. Cara berbahasa serta cara berpakaian adalah contoh paling
lumrah ditemukan terkait bagaimana masyarakat Indonesia meninggalkan kebudayaannya dan
mengikuti gaya kebarat-baratan. Dengan mengikuti gaya kebarat-baratan, maka pola konsumtif
menjadi terbentuk dalam masyarakat. Pola konsumtif ini menyebabkan import yang meningkat.
Puberitas IT dan terpaan arus globalisasi ini berefek paling besar pada anak-anak dan remaja.
Pola pikir sederhana dan simpel yang dimiliki anak-anak dan remaja membuat mereka mudah
terpapar. hal ini dikarenakan anak-anak dan remaja tidak mengetahui betul bagaimana
menggunakan internet.

2. Literasi masyarakat yang rendah.


Tingkat literasi Indonesia yang rendah menjadi salahsatu faktor yang menyebabkan
rendahnya pengetahuan masyarakat Indonesia dalam menggunakan Internet. Masyarakat dengan
literasi tinggi juga akan sulit menemukan informasi dan cenderung tidak mencari dan membaca
untuk memperoleh informasi.
Menurut data UNESCO pada 2016, minat baca masyarakat Indonesia sangat
memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya dari 1.000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin
membaca. Minat baca Indonesia berada di peringkat 60, hanya satu tingkat diatas Botswana,
salah satu negara di Afrika yang berada di peringkat 61. (SindoNews, 2019)
Rendahnya minat baca Indonesia menjadi salahsatu hal yang menjadikan masyarakat Indonesia
dalam berinternet. Efek dari rendahnya minat baca masyarakat adalah rendahnya literasi atau
pengetahuan cara berinternet dan bersosial media. Efek terbesar dari rendahnya minat baca
masyarakat adalah kegagalan masyarakat dalam mencerna informasi sehingga mudah
mempercayai hoaks atau berita bohong.

PENUTUP
Masyarakat Indonesia cenderung belum memahami penggunaan internet yang baik dan
benar. Dikarenakan kesiapan masyarakat Indonesia yang belum matang untuk menerima
perkembangan pesat globalisasi dan internet serta tingkat literasi masyarakat yang rendah.
Untuk menciptakan masyarakat yang madani, diharapkan orang tua sebagai tempat
pendidikan yang pertama dan terutama, harus mampu membimbing anak-anak untuk menyikapi
arus globalisasi dan mengajarkan norma dalam menggunakan internet.

DAFTAR RUJUKAN
https://ekbis.sindonews.com/berita/1444945/33/tingkat-baca-Indonesia-masih-rendah-sri-
mulyani-gencarkan-literasi#:~:text=JAKARTA%20%2D%20Menurut%20data%20UNESCO
%20pada,yang%20berada%20di%20peringkat%2061. Diakses pada Tanggal 12 Mei, 2021
https://tekno.kompas.com/read/2021/03/03/07000067/orang-Indonesia-dikenal-ramah-mengapa-
dinilai-tidak-sopan-di-dunia-maya-?page=all Diakses pada tanggal 12 Mei, 2021

Anda mungkin juga menyukai