PERKULIAHAN
6
Fakultas: TEKNIK Kode Mata Kuliah : 32152E2FA
Penyajian
Program Studi: perkuliahan Pendidikan Pancasila dimimbar Perguruan
TEKNIK SIPIL tinggi
Disusun Oleh:berdasarkan peraturan
Aditya Rian RamadhanSE.,MM
perundang-undangan dan landasan hukum yang telah ada serta analisis obyektif-
IDEOLOGI PANCASILA
Suatu ideologi pada suatu bangsa pada hakikatnya memiliki ciri khas serta karakteristik masing-masing sesuai
dengan sifat dan ciri khas bangsa itu sendiri. Ideologi Pancasila mendasarkan pada hakikat sifat kodrat manusia
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Manusia dalam merealisasikan dan meningkatkan harkat dan martabat tidaklah mungkin untuk dipenuhinya
sendiri, oleh karena itu manusia sebagai makhluk social senantiasa membutuhkan orang lain dalam hidupnya.
Dalam pengertian inilah manusia membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut negara.
Nilai-nilai tersebut adalah berupa nilai-nilai adat-istiadat kebudayaan, serta nilai religius yang kemudian
dikristalisasikan menjadi suatu sistem nilai yang disebut Pancasila.
Pancasila, yaitu suatu negara Persatuan, suatu negara Kebangsaan serta suatu negara yang bersifat Integralistik.
Hakikat serta penertian sifat-sifat tersebut adalah sebagai berikut:
Hakikat negara persatuan dalam pengertian ini adalah negara yang merupakan suatu kesatuan dari unsur-unsur
yang membentuknya, yaitu rakyat yang terdiri atas berbagai macam etnis suku bangsa, golongan, kebudayaan
serta agama. Negara persatuan adalah merupakan satu negara, satu rakyat, satu wilayah dan tidak terbagi-bagi
misalnya seperti negara serikat, satu pemerintahan, satu tertib hukum yaitu tertib hukum nasionak, satu bahasa
serta satu bangsa yaitu Indonesia.
Pengertian ‘Persatuan Indonesia’ lebih lanjut dijelaskan secara resmi dalam Pembukaan UUD 1945 yang termuat
dalam berita republik Indonesia Tahun II No 7, bahwa bangsa Indonesia mendirikan negara Indonesia. ‘Negara
persatuan’ yaitu negara yang mengatasi segala paham golongan dan paham perseorangan.
HAKIKAT BANGSA
Hakikatnya adalah merupakan suatu penjelmaan dari sifat kodrat manusia tersebut dalam merealisasikan harkat
dan martabat kemanusiaannya.
Manusia membentuk suatu bangsa karena untuk memenuhi hak kodratnya yaitu sebagai individu dan mahkluk
sosial, oleh karena itu deklarasi bangsa Indonesia tidak mendasarkan pada deklarasi kemerdekaan individu
sebagaimana negara liberal.
TEORI KEBANGSAAN
Dalam tumbuh berkembangnya suatu bangsa atau juga disebut sebagai ‘nation’ terdapat berbagai macam teori
besar yang merupakan bahan komparasi bagi para pendiri negara Indonesia untuk mewujudkan suatu bangsa yang
memiliki sifat dan karakter tersendiri.
Lebih lanjut Ernest Renan menegaskan bahwa faktor-faktor yang membentuk jiwa bangsa adalah sebagai berikut :
Akan tetapi yang terlebih penting lagi adalah bukan apa yang berakar di masa silam melainkan apa yang harus
diperkembangkan di masa yang akan datang.
Pancasila adalah bersifat ‘majemuk tunggal’. Adapaun unsur-unsur yang membentuk nasionalsime (bangsa)
Indonesia adalah sebagai berikut :
Kesatuan sejarah, bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dari suatu proses sejarah, yaitu sejak zaman
prasejarah, zaman Sariwijaya, Majapahit kemudian datang penjajah, tercetus Sumpah Pemuda 1928 dan
akhirnya memproklamasikan sebagai bangsa yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, dalam suatu
wilayah negara republik Indonesia.
Kesatuan nasib, yaitu bangsa Indonesia terbentuk karena memiliki kesamaan nasib yaitu penderitaan
penjajahan selama tiga setengah abad dan memperjuangkan demi kemerdekaan secara bersama dan akhirnya
mendapatkan kegembiraan bersama atas karunia Tuhan yang Maha Esa tentang kemerdekaan.
Kesatuan Kebudayaan, walaupun bangsa Indonesia memiliki keragaman kebudayaan, namun
keseluruhannya itu merupakan satu kebudayaan yaitu kebudayaan nasional Indonesia. Jadi kebudayaan
nasional Indonesia tumbuh dan berkembang di atas akar-akar kebudayaan daerah yang menyusunnya.
Kesatuan Wilayah, bangsa ini hidup dan mencari penghidupan dalam wilayah Ibu Pertiwi, yaitu satu
tumpah darah Indonesia.
Kesatuan Asas Kerokhanian, bangsa ini sebagai satu bangsa memiliki kesamaan cita-cita, kesamaan
pandangan hidup dan filsafat hidup yang berakar dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri yaitu
pandangan hidup Pancasila (Notonagoro, 1975 106)
Berdasarkan pengertian paham integralistik tersebut maka rincian pandangan tersebut adalah sebagai berikut :
Individu yang hidup dalam suatu bangsa adalah sebagai makhluk Tuhan maka bangsa dan negara sebagai totalitas
yang integral adalah Berketuhanan, demikian pula setiap warganya juga berketuhanan Yang maha Esa.
Rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 yaitu bukan
merupakan negara sekuler yang memisahkan antara agama dengan negara demikian juga bukan merupakan negara
agama yaitu negara yang mendasarkan atas agama tertentu.
Kebangsaan beragama dan kebebasan agama adalah merupakan hak asasi manusia yang paling mutlak, karena
langsung bersumber pada martabat manusia yang berkedudukan kodrat sebagai pribadi dan sebagai makhluk
ciptaan Tuhan yang Maha Esa.
Berdasarkan kodrat manusia tersebut maka terdapat berbagai macam konsep tentang hubungan negara dengan
agama, dan hal ini sangat ditentukan oleh dasar ontologis manusia masing-masing.
Masing-masing negara kebangsaan yang Berketuhanan yang Maha Esa adalah negara yang merupakan
penjelmaan dari hakikat kodrat manusia sebagai individu makhluk sosial dan manusia adalah sebagai pribadi dan
makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Bilamana dirinci maka hubungan negara dengan agama menurut negara
Pancasila adalah sebagai berikut :
Berbeda dengan system Theokrasi yang langsung, Negara Theokrasi tidak Langsung bukan Tuhan sendiri yang
memerintah dalam Negara, melainkan Kepala Negara atau Raja, yang memiliki otoritas atas nama Tuhan. Kepala
Negara atau raja memerintah Negara atas kehendak Tuhan, sehingga kekuasaan dalam negara merupakan suatu
karunia dari Tuhan
Negara adalah urusan hubungan horizontal antar manusia dalam mencapai tujuannya. Agama adalah menjadi
unsur umat masing-masing agama. Walaupun dalam negara sekuler membedakan antara agama dan negara,
namun lazimnya negara diberikan kebebasan dalam memeluk agama masing-masing.
Sifat-sifat dan keadaan negara tersebut adalah meliputi (1) bentuk negara (2) tujuan negara (3) organisasi negara
(4) kekuasaan negara (5) penguasa negara (6) warga negara, masyarakat, rakyat dan bangsa (lihat Notonagoro,
1975). Negara dalam pengertian ini menempatkan manusia sebagai dasar ontologis, sehingga manusia adalah
sebagai asal mula negara dan kekuasaan negara. Manusia adalah merupakan paradigma sentral dalam setiap aspek
penyelenggara negara, terutama dalam pembangunan negara (pembangunan Nasional).
Pokok-pokok kerakyatan yang terkandung dalam sila keempat dalam penyelenggaraan negara dapat dirinci
sebagai berikut :
Hukum harus terpenuhi adanya tiga syarat pokok yaitu (1) pengakuan dan perlindungan atas hak-hak asasi
manusia, (2) peradilan yang bebas, (3) legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya, yang tercantum dalam
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 1 dan 2, Pasal 28, Pasal 29 ayat 2, Pasal 31 ayat 1.
Realisasinya Pembangunan Nasional adalah merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan negara, sehingga
Pembangunan Nasional harus senantiasa meletakkan asas keadilan sebagai dasar operasional serta dalam
penentuan berbagai macam kebijaksanaan dalam pemerintahan negara.
IDEOLOGI LIBERAL
Akar-akar rasionalisme yaitu paham yang meletakkan rasio sebagai sumber kebenaran tertinggi, materialisme
yang meletakkan materi sebagai nilai tertinggi, empirisme yang mendasarkan atas kebenaran fakta empiris (yang
dapat ditangkap dengan indra manusia).
Istilah Hobbes disebut “homo homini lupus” sehingga manusia harus membuat suatu perlindungan bersama. Atas
dasar kepentingan bersama.
Manusia pada hakikatnya adalah merupakan sekumpulan relasi, sehingga yang mutlak adalah komunitas dan
bukannya idividualitas.
Etika ideologi komunisme adalah mendasarkan suatu kebaikan hanya pada kepentingan demi keuntungan kelas
masyarakat secara totalitas.
Negara yang berpaham komunisme adalah bersifat atheis bahkan bersifat antitheis, melarang dan menekan
kehidupan agama.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hasan, M.Iqbal, MM. pokok pokok Materi Pendidikan Pancasila. PT Raja Graha Persada.
Jakarta, 2002.
2. Kaelan, Drs. MS. Pendidikan Pancasila, Yuridis Kenegaraan. paradigma. Yogyakarta. 1998
3. Pendidikan Pancasila. Paradigma. Yogyakarta, 2003.
4. A. W. Dewantara, Diskursus filsafat pancasila dewasa ini, Madiun, Sekolah tinggi keguruan dan
ilmu pendidikan, STKIP Widya Yuwana Madiun, 2017.
202 Pancasila (National Ideology) PusatBahan Ajar
0
dan eLearning
9
Aditya Rian Ramadhan SE.,MM 087776074670 http://www.undira.ac.id
5. Widiastiana, V, W, Pancasila dalam konteks sejarah perjuanan bangsa, Depok, Universitas
Gunadarma, 2020.