Anda di halaman 1dari 78

HUBUNGAN STRUKTUR,

KELARUTAN, SIFAT KIMIA FISIKA,


AKTIVITAS TERMODINAMIK DAN
AKTIVITAS BIOLOGIS OBAT

Sumber: Prof. Dr. apt. Siswandono, MS.

Laboratorium Kimia Medisinal


FASE FARMAKOKINETIK - FARMAKODINAMIK

KETERSEDIAAN FARMASETIK

PO
INHALASI TRANSDERMAL (EFEK SISTEMIK)
ABSORBSI

MATA (EFEK SISTEMIK)


IM
PEREDARAN DARAH
IV
OBAT BEBAS
(KETERSIDAAN HAYATI)
DEPO
PENYIMPANAN

METAB
OLISM
Bioinaktivasi

E
EKSKRESI

RESEPTOR

RESPON BIOLOGIS
OBAT DAN KERJANYA
• SENYAWA OBAT BERSTRUKTUR SPESIFIK
adalah
• – Aktivitas biologis bergantung
• pada struktur kimianya
• – Bekerja dengan mengikat
reseptor atau asepror yang
sepesifik
• SENYAWA OBAT BERSTRUKTUR
TIDAK SPESIFIK adalah
– Struktur kimia bervariasi
– Tidak berinteraksi dengan reseptor
spesifik
– Sifat fisika kimia lebih berpengaruh
dibanding struktur kimianya
Dalam senyawa obat berstruktuk
spesifik yang menentukan untuk
terjadinya aktivitas biologis
adalah:
• KEREAKTIFAN KIMIA
• STEREOKIMIA
• IKATAN KIMIA
• INTRAKSI OBAT RESEPTOR
• DISTRIBUSI GUGUS FUNGSI
• EFEK INDUKSI & RESONANSI
• DISTRIBUSI ELEKTRONIK
MEKANISME KERJA Obat BERSTRUKTUR
SPESIFIK
• Bekerja pada Enzim Yaitu dengan cara
pengaktifan, penghambatan atau pengaktifan
kembali enzim-enzim tubuh.
• Antagonis yaitu antagonis kimia, fungsional,
farmakologis atau antagonis metabolik.
• Menekan fungsi gen yaitu dengan menghambat
biosentisis asam nukleat atau sintesis protein
• Bekerja pada membran yaitu dengan
mengunah membran sel dan mempengaruhi
sistem transpor membran sel
Pada Senyawa berstruktur spesifik sedikit
perubahan struktur kimianya dapat berpengaruh
terhadap aktifitas biologisnya.
• Contoh : SENYAWA KOLINERGIK
O
CH +
R O CH2 CH2 N (CH3)3
–R = CH3 = Asetilkolin = kolinergik masa kerja
pendek
–R = NH2 = Karbamilkolin = kolinergik masa
kerja panjang
TIDAK SPESIFIK
• STRUKTUR KIMIA _SIFAT KIMIA
FISIKA _AKTIVITAS BIOLOGIS
( Maksudnya adalah aktivitas
biologisnya tidak secara
langsung dipengaruhi oleh
struktur kimia tetapi lebih
dipengaruhi oleh sifat kimia
fisikanya) seperti
– AKTIVITAS TERMODINAMIK
– KELARUTAN
– KOEFISIEN PARTISI LEMAK –
AIR
– DERAJAT IONISASI
– PEMBENTUKAN KELAT
– POTENSIAL REDOKS
TIDAK SPESIFIK - CONTOH
• ANASTESI SISTEMIK berupa gas dan
uap ,seperti etil klorida,eter, nitrogen
oksida dll
• INSEKTISIDA yang mudah menguap
dan bakterisida tertentu seperti timol,
fenol, n-alkohol,kresol dan resorsinol.
• DIURETIK
KELARUTAN
KELARUTAN
Sifat kelarutan pada umumnya berhubungan dengan
kelarutan senyawa dalam media yg berbeda dan
bervariasi diantara dua hal yg ekstrem yaitu pelarut
polar seperti air dan pelarut nopolar seperti lemak.
Sifat hidrofilik atau lipofobik berhubungan dengan
kelarutan dalam air, sedang sifat lipofilik atau hidrofobik
berhubungan dengan kelarutan dalam lemak.
Gugus yang meningkatkan kelarutan molekul dalam air
disebut gugus hidrofilik (polar),
dalam lemak Gugus lipofilik (nonpolar).
SIFAT
Kuat
2 GUGUS2 2

-OSO ONa, -COONa, -SO Na, -OSO H


Hidrofilik Sedang -OH, -SH, -O-, =C=O, -CHO, -NO2, -NH2, -NHR, -
NR2, -CN,-CNS, -COOH, -COOR,
-OPO3H2, - OS2O2H
Ikatan takjenuh
-C CH, -CH=CH2
Lipofilik Rantai Hidrokarbon alifatik, alkil,
aril,
hidrokarbon polisiklik
Sifat ke larutan berhubungan dengan
aktivitas biologis dari senyawa seri
homolog dan absorpsi proses obat
mempengaruhi intensitas aktivitas
biologis obat
Overton (1901) kelarutan senyawa
dalam orgnik lemak berhubungan dengan
penembusan membran sel.
Senyawa non polar bersifat mudah larut
dalam lemak nilai koefisien partisi
lemak/air besarmudah menembus
membran sel secara difusi pasif.
KELARUTAN – MODIFIKASI MOLEKUL

• SERI HOMOLOG Termasuk aktifitas biologis dalam


kelarutan yang mana senyawa sukar terdisosiasi
yang perbedaan strukturnya hanya menyangkut
perbedaan jumlahnya dan panjang rantai atom
c,intensitas aktifitas biologisnya tergantung jumlah
atom c.

– n-alkohol, alkilresorsinol, alkilfenol, alkilkresol


(antibakteri)
n-alkohol:
• Aktivitas antibakteri Bacillus typhosus
• Pada jumlah atom C1–C7
• Aktivitas maksimum C8 atau aktivitas maksimum pada
jumlah atom c = 8 (oktanol)
• C > 8 tidak berefek

– Ester asam para aminobenzoat anestesi


lokal
– Alkil 4.4’-stilbenediol hormon estrogen
Hubungan sifat kelarutan dalam lemak dan
aktivitas antivirus turunan
isatin- -tiosemikarbason
4
3
N NH C NH2
R 5
6 1 S
2 N O
7
H
Substituent (R) Kelarutan dalam Aktivitas antivirus
kloroform Relative
7-COOH 0 0
5-OCH3 3 0,03
4-CH3 8 3,4
4-Cl 10 8,6
6-F 16 39,8
7-Cl 29 85
Tidak tersubstitusi 32 100
Hubungan koefisien partisi lemak/air (P)
terhadap absorpsi bentuk tak terionisasi
beberapa obat turunan barbiturat.

100 Heksetal
Sekobarbital

50
Pentobarbital
P
(CH 3 Cl/H 2 O) Siklobarbital
1 Butetal
0 Asam
alilbarbiturat
5
Aprobarbital
Fenobarbital
1
Barbital

0 20 40 60
Persen (%) obat yang diabsorpsi
Aktivitas Biologis Senyawa Seri
Homolog
Pada seri homolog senyawa sukar terdisosiasi perbedaan struktur
hanya menyangkut perbedaan jumlah dan panjang rantai atom C,
intensitas aktivitas biologisnya tergantung pada jumlah atom C.
Makin panjang rantai samping atom C bagian molekul yang non polar ,
titik didih , kelarutan dalam air , koefisien partisi lemak/air , tegangan
permukaan dan kekentalan aktivitas biologis sampai tercapai aktivitas
maksimum.
Bila panjang rantai atom C terus ditingkatkan aktivitas secara drastis
atom C , kelarutan dalam air , kelarutan dalam cairan luar sel , proses
transpor obat ke tempat aksi atau reseptor aktivitas (-).
Kelarutan dan koefisien partisi lemak/air sifat fisik penting senyawa
seri homolog untuk menghasilkan aktivitas biologis.
Contoh senyawa seri homolog :
n-Alkohol, alkilresorsinol, alkilfenol dan alkilkresol (antibakteri).

Ester asam para-aminobenzoat (anestesi setempat).


Hubungan kelarutan dan aktivitas
antibakteri n-alkohol primer terhadap
kuman B. typhosus (A) dan S. aureus (B), C
adalah garis kejenuhan
C Garis Kejenuhan
B S. aureus
6,2
A B. typhosus

5,4
Log kadar toksik
-6
( x 10 Butanol
grl/l ) 4,6
Amilalkohol
Heksanol
3,8 Heptanol
Oktanol

3,0

3,2 4,0 4,8 5,6 6,4


-6
Log Kelarutan ( x 10 grl/l )
Hubungan jumlah atom C dengan
aktivitas antibakteri seri
homolog n-alifatis alkohol

Staphylococcus aureus Atom C , Aktivitas ad maks


Atom C , Aktivitas
Aktivitas
Pengaruh percabangan dan
ikatan rangkap Kelarutan air
Bacilus typhosus
Kuadran kiri Aktivitas
Aktivitas n- heksanol >
heksanol sekunder > heksanol
tersier terhadap B. typhosus

2 10 Kuadran kanan Aktivitas


4 5 6
8

Jumlah atom C
Aktivitas antibakteri seri homolog 4-n-
alkilresorsinol terhadap Bacillus typhosus

60

50
Koefisien
Fenol 40

30

20

10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jumlah atom karbon pada
rantai samping
Terhadap S. aureus atom C maks = 9
Hubungan struktur seri homolog ester asam para-
hidroksibenzoat (PHB ) dengan nilai koefisien
partisi lemak/air dan aktivitas antibakteri
terhadap Staphylococcus aureus
Ester PHB Koefisien Koefisien Fenol
Partisi terhadap
Staphylococcus
Aureus
Metil 1,2 2,6
Etil 3,4 7,1
n-Propil 13 15
Isopropil 7,3 13
Alil 7,6 12
n-Butil 17 37
Benzil 119 83
KOEFISIEN PARTISI
Membran Biologis
KELARUTAN KOEF PART
• OVERTON
Heksetal
100
P Sekobarbital
CHCl / air

3 50
Pentobarbital

10 Siklobarbital

5 Apobarbital
Fenobarbital
1
Barbital
20
0 40 60

% Obat yg
diabsorbsi
Hubungan Koefisien Partisi vs Efek Anestesi
Sistemik
Overton dan Meyer (1899) tiga postulat yang berhubungan
dengan efek anestesi suatu senyawa (teori lemak), sbb.:
1. Senyawa kimia yang tidak reaktif dan mudah larut dalam lemak,
seperti eter, hidrokarbon dan hidrokarbon terhalogenasi, dapat
memberikan efek narkosis pada jaringan hidup sesuai dengan
kemampuannya untuk terdistribusi ke dalam jaringan sel.
2. Efek terlihat jelas terutama pada sel-sel yang banyak
mengandung lemak, seperti sel saraf.
3. Efisiensi anestesi tergantung pada koefisien partisi (P) lemak/air
atau distribusi senyawa dalam fasa lemak dan fasa air jaringan.
ada hubungan antara aktivitas anestesi dengan Partisi lemak/air.
• Hanya mengemukakan afinitas suatu senyawa terhadap tempat
aksi dan tidak menunjukkan mekanisme kerja biologisnya
• Tidak dapat menjelaskan mengapa suatu senyawa yang mempunyai
P lemak/air tinggi tidak selalu menimbulkan efek anestesi.
DERAJAT IONISASI
AKTIF – TIDAK TERIONISASI
• Kerja didalam sel & membran sel
• HANDERSON HASELBACH
• Pka = pH + log[Cu/Ci]
• Pkb = pH – log[Cu/Ci]

• CONTOH :
– Fenobarbital
– Asam aromatik lemah asam benzoat,
asam salisilat, asam mandelat
antibakteri
– pH = 3 100x netral
AKTIF - TERIONISASI
• Kerja diluar sel

• Sulfonamida
– Bell & Robin maks saat Cu = Ci
– Cowles Cu menembus membrane.
Cu menjadi Ci( fraksi asam
terionisasi) berinteraksi dengan
reseptor

• Amonium kuartener
Ar-NH2 Plasma
pH
7.4

Ar-NH2 Ar-NH2
Lambung

Membran dinding saluran cer


pH = 1 -
3
Ar-NH3+

Ar-NH3+

Ar-NH3+
Usus
pH = 5 - 8

Ar-NH2 Ar-NH2
Untuk berinteraksi dengan protein plasma, molekul
obat harus mempunyai struktur dengan derajat
kekhasan tinggi.
Contoh :
Analog tiroksin, untuk dapat bergabung secara maksimal
dengan albumin plasma, strukturnya harus mempunyai :
a. struktur inti difenileter,
b. empat atom iodida pada posisi 3,5 dan 3',5',
c. gugus hidroksil fenol bebas,
d. rantai samping alanin atau gugus anion yang
terpisah dengan tiga atom C dari inti aromatik.
Bila salah satu keempat syarat di atas tidak dipenuhi
penggabungan analog tiroksin dengan albumin plasma
Hubungan struktur analog tiroksin dengan
penggabungan albumin plasma
3 3'

Struktur umum : R O O R'

5 5'
Fungsi kompleks obat-protein :
1. Transpor senyawa biologis, contoh : pengangkutan O2 oleh
hemoglobin, Fe oleh transferin dan Cu oleh seruloplasmin.
2. Detoksifikasi keracunan logam berat, contoh : pada keracunan
Hg, Hg diikat secara kuat oleh gugus SH protein sehingga efek
toksisnya dapat dinetralkan.
3. Meningkatkan absorpsi obat, contoh : dikumarol diabsorpsi
dengan baik di usus karena dalam darah obat diadsorpsi
secara kuat oleh protein plasma.
4. Mempengaruhi sistem distribusi obat membatasi interaksi
obat dengan reseptor, menghambat metabolisme dan ekskresi
obat memperpanjang masa kerja obat.
Contoh : suramin, obat antitripanosoma, dosis tunggal diberikan
secara I.V., mencegah serangan penyakit tidur selama 2-3 bulan,
karena ukuran molekul besar tidak dapat melewati filtrasi glomerulus
dan ikatan kompleks suramin-protein plasma cukup kuat
kompleks terdisosiasi dengan lambat, melepas obat bebas
sedikit demi sedikit.
Interaksi Obat dengan Jaringan
Obat dapat berinteraksi dengan jaringan
membentuk depo di luar plasma darah
Contoh : Klorpromazin, kadar dalam jaringan otak dan
plasma darah (501 : 11)

Jaringan otak Membran lemak Plasma darah

Obat bebas = 1 Obat bebas = 1


Selektif
permeabel
Obat terikat = 500 Obat terikat = 10

Total = 501 Total = 11

Kuinakrin (Atebrin), antimalaria, kadar total obat dalam jaringan


hati 2000 x > protein plasma, setelah 4 jam pemberian per oral.
Pengikatan obat oleh protein plasma dan jaringan dapat memberi
penjelasan mengapa kadar total obat yang tinggi dalam darah belum
tentu mempunyai keefektifan yang tinggi.

Obat terikat
Kadar
Total

Obat bebas

KEM

Darah Jaringan Darah Jaringan

Obat A Obat B

Respons biologis ditentukan oleh kadar obat bebas


dalam darah dan bukan kadar total obat dalam darah.
Interaksi Obat dengan Asam Nukleat
Obat tertentu dapat berinteraksi dengan asam nukleat dan terikat
secara reversibel pada asam ribosa nukleat (ARN), asam
deoksiribosa nukleat (ADN) atau nukleotida inti sel.
Contoh : Kuinakrin, terikat pada asam nukleat dengan kuat
sehingga untuk mencapai secara cepat kadar kemoterapetik harus
diberikan dosis awal yang besar.

Interaksi Obat dengan Jaringan Lemak


Kelarutan dalam lemak dapat berpengaruh terhadap aktivitas obat.
Contoh : Tiopental (pKa = 7,6), nilai P lemak/air = 100 (log P = 2). Dalam
plasma darah (pH = 7,4), terdapat dalam bentuk mol. ± 50 % kelarutan
dalam lemak besar. Pemberian dosis tunggal secara I.V., obat cepat
didistribusikan ke jaringan otak (SSP) terjadi efek anestesi (awal kerja
obat cepat) . Tiopental juga cepat terakumulasi dalam depo lemak
kadar obat dalam plasma drastis. Untuk mencapai kesetimbangan,
tiopental pada jaringan otak masuk kembali ke plasma darah kadar
anestesi tidak tercapai lagi (masa kerja obat singkat).
Pengaruh Lain-lain dari Interaksi Tidak Khas
Afinitas terhadap tempat pengikatan (binding site) tiap obat berbeda-beda
terjadi persaingan antar molekul obat atau antara molekul obat
dengan bahan normal tubuh dalam memperebutkan tempat pengikatan.

Obat B

Obat A +
Obat A bebas

Albumin Afinitas obat B terhadap albumin > obat A

Contoh:
1. Turunan fenilbutazon, kumarin dan asam salisilat dapat mendesak
turunan sulfonamida dari ikatannya dengan albumin. Sulfonamida
yang terbebaskan menimbulkan efek antibakteri lebih lanjut.
2. Asam salisilat dosis tinggi dapat mendesak tiroksin dari
ikatannya dengan protein plasma. Tiroksin yang terbebaskan
berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respons biologis.
Obat tertentu dapat berikatan secara irreversible
dengan mineral dalam struktur tubuh
merugikan.

Contoh :
Tetrasiklin dapat menyebabkan warna gigi
menjadi kuning permanen bila diberikan pada anak < 8
tahun karena membentuk kompleks dengan ion Ca struktur
gigi.

Vitamin D dan hormon paratiroid, dosis besar dan waktu


pemberian yang lama menyebabkan kerapuhan tulang
karena dapat mengikat ion Ca tulang.
Interaksi Khas

Interaksi yang menyebabkan perubahan


struktur makromolekul reseptor sehingga timbul
rangsa-ngan/memicu perubahan fungsi
fisiologis normal, yang diamati sebagai respons
biologis.

1. Interaksi obat dengan enzim biotransformasi


2. Interaksi obat dengan reseptor.
Interaksi Obat dg Enzim Biotransformasi

Ditinjau dari tipe interaksi bersifat tidak khas, ditinjau dari


akibat interaksi bersifat khas.

Contoh :
Fisostigmin, penghambat enzim asetilkolinesterase, dapat
menghambat pemecahan asetilkolin pada reseptor khas terjadi
akumulasi asetilkolin dalam tubuh respons kolinergik (+).

Asetazolamid, penghambat enzim karbonik anhidrase, dapat


menghambat pembentukan H2CO3 jumlah H+ sebagai
pengganti Na+ dalam tubulus renalis . Na+ yang tidak
reabsorpsi dikeluarkan + air efek diuresis (+).
Interaksi Obat dengan Reseptor
Reseptor obat : makromolekul jaringan sel, mengandung
gugus fungsional atau atom -atom terorganisir, reaktif secara
kimia dan bersifat khas, dapat berinteraksi secara reversibel
dengan molekul obat yang mengandung gugus fungsional khas,
menghasilkan respons biologis.

Bila mikromolekul obat berinteraksi dengan gugus


fungsional makromolekul reseptor, timbul energi yang
berkompetisi dengan energi yang menstabilkan reseptor,
terjadi perubahan struktur dan distribusi muatan molekul,
menghasilkan makromolekul dengan bentuk konformasi baru
memicu modifikasi fungsi organ khas respons biologis (+).

Respon biologis merupakan perbedaan utama antara interaksi


khas dan interaksi yang tidak khas.
O afinitas efikasi
+ R Kompleks (OR) Respons biologis

Obat Reseptor

Reseptor Nama Obat Respons Biologis


Adenil siklase Epinefrin Adrenergik
Timidilat sintetase 5-Fluorourasil Antikanker
AND Mekloretamin Antikanker
AND Klorokuin Antimalaria
Transfer kompleks ARN-asam amino Tetrasiklin Antibiotik
Ribosom 30 S Streptomisin Antibiotik
Ribosom 50 S Kloramfenikol Antibiotik
Dihidropteroat sintetase Sulfonamida Bakteriostatik
Dihidrofolat reduktase Pirimetamin Antimalaria
Dihidrofolat reduktase Metotreksat Antileukemia
Transpeptidase Penisilin Antibiotik
Transpeptidase Sefalosporin Antibiotik
Prostaglandin sintetase Asetosal Analgesik
Suksinat dehydrogenase Tiabendazol Anthelmintik
PEMBENTUKAN KELAT
KELAT
• Senyawa yang dihasilkan oleh
kombinasi senyawa yang
mengandung gugus elektron donor
dengan ion logam membentuk
suatu cincin

• Logam dalam biologis :


– Fe, Mg, Cu, Mn, Co, Zn.
KELAT DALAM SISTIM BIOLOGIS
Kelat yang mengandung logam
Cu
– Enzim oksidase

• Kelat yang mengandung logam Fe


– Enzim forfirin
– Enzim non forfirin
– Molekul transfer oksigen

• Kelat yang mengandung logam Zn


– Insulin
• Kelat yang mengandung logam Co
– Vitamin B12

• Kelat yang mengandung logam Mg


– Enzim proteolitik,
fosfatase, karboksilase.

• Kelat yang mengandung


logam Mn
– Oksaloasetat
dekarboksilase, arginase,
LIGAN
• Senyawa yang dapat membentuk
kelat dengan ion logam karena
mempunyai gugus elektron
donor
• Ligan dalam sistem biologis :
– Vitamin : Riboflavin, Asam folat
– Basa purin :
Hipoxantin, Guanosin
– Asam trikarboksilat : Asam
laktat, Asam sitrat
– Asam amino protein : Glisin,
PENGGUNAAN LIGAN
• Membunuh mikroorganisme
• Antidotum
• Studi fungsi logam & metaloenzin dalam
sistim biologis
H2C CH
+ R As O
CH2OH SH SH

Dimerkaprol
H2C CH
CH2OHS S + HO
As 2

R Antidotum As organik, Sb, Au, Hg


PRINSIP FERGUSON
Prinsip
Ferguson
Fuhner (1904) untuk mencapai aktivitas sama, anggota seri
homolog yang lebih tinggi memerlukan kadar lebih rendah, sesuai
persamaan deret ukur sbb. : 1/31, 1/32, 1/33, 1/34, ....... 1/3n
Perubahan sifat fisik suatu seri homolog, seperti tekanan uap,
kelarutan dalam air, tegangan permukaan dan distribusi dalam
pelarut yang saling tidak campur juga sesuai dengan deret ukur.
1. Kelarutan dalam air (mol x
7,8
10-6/l).
7,0 2. Kadar toksis vs
Bacillu
s typhosus (mol x 10-
6,2 1 6/l).
3. Kadar untuk menurunkan
Log nilai 2 tegangan permukaan air
5,4
3 menjadi 50 dynes/cm (mol x
4,6 4 10-6/l).
4. Tekanan uap pada
3,8 25o C (mm x 10 4).
5
3,0 5. Koefisien partisi air/minyak
1 2 3 4 5 6 7 8
biji kapas ( x 10-3).

Jumlah atom karbon (C)


Ferguson kadar molar toksik ditentukan oleh keseimbangan distribusi
pada fasa eksternal dan biofasa. Pada keadaan kesetimbangan
kecenderungan obat untuk meninggalkan biofasa dan fasa eksternal
adalah sama, walau kadar obat dalam masing-masing fasa berbeda.

Kecenderungan obat untuk meninggalkan fasa disebut aktivitas


termodinamik.

molekul obat

cairan ekstra sel


(fasa eksternal)
cairan dalam
sel (biofasa)
inti sel

dinding sel
Model kerja obat Senyawa
berstruktur tidak spesifik dan
Senyawa berstruktur spesifik.

1. Senyawa Berstruktur Tidak Spesifik


Struktur kimia bervariasi
Tidak berinteraksi dengan reseptor spesifik
Aktivitas biologisnya lebih dipengaruhi oleh sifat-sifat
kimia fisika, seperti derajat ionisasi, kelarutan,
aktivitas termodinamik, tegangan permukaan
dan redoks potensial
Efek biologis terjadi karena akumulasi obat pada
daerah yang penting dari sel sehingga menyebabkan
ketidakteraturan rantai proses metabolisme.
Karakteristik senyawa berstruktur tidak
spesifik
1. Efek biologis berhubungan langsung dengan
aktivitas termodinamik ( a = 0,01-1) dosis relatif besar.
2. Walaupun perbedaan struktur kimia besar, asal
aktivitas termodinamik hampir sama akan memberikan efek yang
sama.
3. Ada kesetimbangan kadar obat dalam biofasa dan fasa
eksternal
aktivitas termodinamik masing-masing fasa harus sama.
4. Pengukuran aktivitas termodinamik pada fasa eksternal
mencerminkan aktivitas termodinamik biofasa.
5. Senyawa dengan derajat kejenuhan sama, mempunyai
aktivitas termodinamik sama sehingga derajat efek biologis
sama pula larutan jenuh senyawa dengan struktur yang
berbeda dapat memberikan efek biologis sama.
6. Aktivitas termodinamik (a) dari obat yang berupa gas atau uap :
a = Pt/Ps
Pt : tekanan parsial senyawa untuk menimbulkan efek biologis
Ps : tekanan uap jenuh senyawa.

Untuk obat yang berupa larutan :


a = St/So
S : kadar molar senyawa untuk menimbulkan efek biologis
Hubungan kadar isoanestesi beberapa obat
anestesi (uap atau gas) dengan aktivitas
termodinamik, pada manusia (37 C) o

Nama Gas/Uap P uap Kadar Anestesi P parsial (a)

(Ps) mm.
(% vol) (Pt) mm. (Pt/Ps)
Nitrogen oksida 59.3 100 760 0,01
Etilen 49.5 80 610 0,01
Asetilen 51.7 65 495 0,01
Etil klorida 1.78 5 38 0,02
Etil eter 830 5 38 0,05
Vinil eter 760 4 30 0,01
Etil bromida 725 1,9 14 0,02
Kloroform 324 0,5 4 0,01
Hubungan kadar bakterisid & insektisida yang
mudah menguap terhadap Salmonella typhosa
dengan aktivitas termodinamik
Nama Kadar Kelarutan (a)
Insektisida (St), molar (So) molar, 25oC (St/So)

Timol 0,0022 0,0057 0,38


Oktanol 0,0034 0,004 0,88
o-Kresol 0,039 0,23 0,17
Fenol 0,097 0,90 0,11
Anilin 0,17 0,40 0,44
Sikloheksanol 0,18 0,38 0,47
Metilpropilketon 0,39 0,70 0,56
Metiletilketon 1,25 3,13 0,40
Butiraldehid 0,39 0,51 0,76
Propaldehid 1,08 2,88 0,37
Resorsinol 3,09 6,08 0,54
Aseton 3,89 0,40
Metanol 10,8 0,33
Senyawa Berstruktur
Spesifik
Senyawa yang memberikan efek dengan mengikat reseptor spesifik.
Aktivitas tidak tergantung pada aktivitas termodinamik (a <
0,01) lebih tergantung pada struktur kimia yang spesifik.
Reaktifitas kimia, bentuk, ukuran dan pengaturan stereokimia
molekul, distribusi gugus fungsional, efek induksi dan
resonansi, distribusi elektronik dan interaksi dengan reseptor
berperan menentukan untuk terjadinya aktivitas biologis.
Karakteristik :
1. Efektif pada kadar rendah.
2. Melibatkan kesetimbangan obat dalam biofasa dan fasa
eksternal, pada keadaan ini aktivitas biologis maksimal.
3. Melibatkan ikatan kimia yang lebih kuat dibanding senyawa
berstruktur tidak spesifik.
4. Sifat fisik dan kimia berperan dalam menentukan efek biologis.
5. Mempunyai struktur dasar karakteristik yang bertanggung
jawab terhadap efek biologis senyawa analog.
Sedikit perubahan struktur dapat
mempengaruhi aktivitas biologis obat
O
+
R C O CH2 CH2N (CH3)3
Senyawa kolinergik
R

CH3 : Asetilkolin - kolinergik, masa kerja pendek NH2


: Karbamilkolin - kolinergik, masa kerja panjang

HO CH CH2NH
R OH
Turunan feniletilamin HO
R
CH3 : Epinefrin - menaikkan tekanan
darah
CH(CH3)2: Isoproterenol - menurunkan tekanan darah

OH R
R
N
Turunan pirimidin CH : Timin - metabolit normal
HO 3F : 5-Fluorourasil - antimetabolit
Pada obat tertentu struktur berbeda, efek
farmakologis sama, dan perubahan sedikit struktur
tidak mempengaruhi efek.
Contoh : obat diuretikstruktur kimia bervariasi (turunan merkuri
organik, turunan sulfamid, turunan tiazid, dan spironolakton) masing-
masing turunan mempengaruhi proses biokimia yang berbeda
mekanisme aksi diuretiknya berbeda.
H3COCHN S SO2NH2
OCH3

H2NCONHCH2 CH CH2 Hg . Cl N N

Klormerodrin Asetazolamid
(Mengikat gugus SH enzim K,Na-dependent-ATP-ase) (Penghambat enzim karbonik anhidrase)
O

CH3 O
H
Cl
N CH3
NH
H2NO2S S
O2 O SCOCH3

Hidroklorotiazid Spironolakton
(Menghambat reabsorpsi Na di ginjal) (Aldosteron antagonis)
POTENSIAL REDOKS
• Reaksi biologis potensial
redoks optimum bervariasi

• Nerst :
Eh = Eo – 0.06/n x log
[Oks/Red]
Eh = pot redoks diukur
Eo = pot redoks
baku n = jumlah
elektron
CONTOH
• Turunan Kuinon antibakteri
Staphylococcus aureus -0.1V
Eo sampai 0.15V maks 0.03V

• Sb & As anti Trypanosoma sp


Eo -0.12V sampai 0.06V maks -0.01V
RIBOFLAVIN
Koenzim faktor vitamin Eo -0.185V

N O
H3 C NH

H3 C N N O
H
CH2 (CHOH)3 CH2 OH
O
H
O
H
H 3 C

N NH

H3 C N N O
H
CH2 (CHOH)3 CH2 OH
TEGANGAN PERMUKAAN
SURFAKTAN
Senyawa yang karena orientasi &
pengaturan molekul pada
permukaan larutan dapat
menurunkan tegangan permukaan

Aktivitas – HLB
FASE AIR
Amfifilik COOH

C H
18 36

FASE MINYAK
JENIS SURFAKTAN
• Anionik sabun

• Kationik amonium kuartener

• Non ionik polisorbat 80

• Amfoterik N-laurir--
aminopropionat
SURFAKTAN
• Encer monomer
• > CMC koloid reversible
• Polisorbat 80 – Absorbsi
sekobarbital Na

Polisorbat 80 – Sekobarbital Na
• < CMC mempengaruhi
permeabilitas membran biologis
meningkatkan absorbsi
• > CMC absorbsi menurun
SURFAKTAN – ANTISEPTIK
• Denaturasi protein membran
sel bakteri lisis

• Sistemik hemolisis sel darah


merah & ketidakteraturan
membran sel tidak digunakan
AKTIVITAS TERMODINAMIK
ANESTESI SISTEMIK
• CADANGAN OBAT DALAM
CAIRAN TUBUH EFEK ANESTESI
• OBAT HABIS EFEK HILANG
• KESETIMBANGAN KADAR OBAT
FASE EKSTERNAL – BIOFASE

• KEADAAN SETIMBANG
• AKTIVITAS
TERMODINAMIK SAMA
• DERAJAT KEJENUHAN MASING
– MASING FASE
OBAT GAS

a = Pt / Ps
a = aktivitas termodinamik
Pt = tekanan uap parsial senyawa
dalam larutan yang diperlukan
untuk menimbulkan efek biologis
Ps = tekanan uap jenuh senyawa
OBAT LARUTAN

a = St / So
a = aktivitas termodinamik
St = kadar molar senyawa yang
diperlukan untuk
menimbulkan efek biologis
So = kelarutan senyawa
TERIMA KASIH ...
Jangan lupa untuk membaca buku literatur
yang relevan...

Anda mungkin juga menyukai