ABSTRAK
Di negara berkembang, angka kesakitan dan kematian pada anak balita banyak
dipengaruhi oleh keadaan gizi.Gizi kurang dan gizi buruk berdampak serius terhadap
kualitas generasi mendatang. Anak yang menderita gizi kurang akan mengalami
gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan mentalnya. Dalam masa
perkembangan anak terdapat masa kritis, dimana diperlukan rangsangan/stimulasi
yang berguna agar potensi berkembang, sehingga perlu mendapat perhatian
lebih.Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan status gizi dengan
perkembangan pada balita usia 24-59 bulan di Puskesmas Sebatung Kotabaru tahun
2014.
Rancangan penelitian ini adalah Analitikkorelasidengan pendekatan cross
sectional menggunakan teknik Total sampling, jumlah responden 41 anak. Alat ukur
yang digunakan pengukuran berat badan per tinggi badan (BB/TB) dan lembar
DDTK. Data disajikan dalam distribusi frekuensi dan dianalisis dengan uji statistik
spearman rankdengan taraf signifikansi α 0.05.
Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar 27 (65,9%) dengan status gizi
normal dan sebagian besar 29 (70,7%) responden dengan status perkembangan
abnormal. Uji Statistik dengan menggunakanspearman rankdengan taraf signifikansi
α = 0.05didapatkanρ-value = 0,699
Kesimpulan hasil penelitian tidak ada hubungan status gizi dengan
perkembangan balita usia 24-59 bulan. Jadi, peran orang tua sangat penting dan
dibutuhkan, agar dapat mengubah pola pemberian makanan yang tepat dan
memberikan stimulasi kepada balitanya demi kelangsungan tumbuh kembang balita
secara optimal.
anak. Ibu hamil yang kurang gizi akan dan gizi masyarakat dan intervensi
melahirkan bayi kurang gizi pula langsung kepada sasaran melalui
(Cynthia.A, 2011). Dengan demikian Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
dapat dilihat bahwa gizi kurang dan (Almatsier, S., 2006). Untuk mengatasi
gizi buruk berdampak serius terhadap kasus kurang gizi memerlukan peranan
kualitas generasi mendatang. Anak dari keluarga khususnya para ibu harus
yang menderita gizi kurang akan memiliki kesabaran bila anaknya
mengalami Status Berat Badan/Tinggi mengalami problema makan dan lebih
Badan (BB/TB) balita yang memperhatikan asupan makanan
menggambarkan kekurangan gizi akut sehari-hari bagi anaknya.
yang terjadi dalam waktu yang singkat Dalam masa perkembangan
dan mempengaruhi keadaan status gizi anak terdapat masa kritis, dimana
seseorang. Misalnya saja terserang diperlukan rangsangan/stimulasi yang
penyakit infeksi, hal ini tentu saja akan berguna agar potensi berkembang,
berpengaruh langsung kepada status sehingga perlu mendapat perhatian.
gizi anak, atau mungkin saja karena Perkembangan psiko-sosial sangat
kekurangan asupan makanan yang bisa dipengaruhi lingkungan dan interaksi
di pengaruhi oleh status ekonomi, antara anak dengan orang tuanya/orang
pengetahuan ibu yang kurang terhadap dewasa lainnya. Perkembangan anak
masalah gizi, dan pola asuh yang akan optimal bila interaksi social
mengakibatkan baik balita yang BBLR diusahakan sesuai dengan kebutuhan
ataupun yang normal dapat menjadi anak pada berbagai tahap
balita yang berbadan kurus. Sedangkan perkembangannya, bahkan sejak bayi
TB/Umur menggambarkan keadaan masih didalam kandungan. Sedangkan
kronis balita, menunjukkan keadaan lingkungan yang tidak mendukung
yang sudah terjadi sejak lama, atau akan menghambat perkembangan
dengan kata lain merupakan outcome anak. Karena itu tingkat
kumulatif status gizi sejak lahir hingga perkembangan yang harus dicapai
sekarang. Bayi yang lahir dengan berat anak pada umur tertentu pun harus
badan rendah menandakan kurang diketahui, untuk memastikan apakah
terpenuhinya kebutuhan zat gizi pada perkembangan anak tersebut terhambat
saat kehamilan atau karena sebagai atau masih dalam batas-batas normal.
akibat dari ibu yang juga menderita Jika ada kecurigaan, kita dapat
kekurangan energy kalori (KEK) melakukan tesskrining, dengan DDTK.
(Hidayat, 2010). Sehingga deteksi dini dan intervensi
Upaya penanggulangan gizi dini dapat dilakukan, agar tumbuh
kurang yang sudah dilakukan adalah kembang anak lebih optimal
peningkatan pelayanan gizi terpadu (Supariasa.dkk, 2002). Oleh karena itu
dan system rujukan dimulai dari peranan orang tua terutama ibu sangat
tingkat pos pelayanan terpadu diperlukan untuk meningkatkan status
(posyandu) hingga puskesmas dan gizi anak dan juga meningkatkan
rumah sakit, peningkatan komunikasi, perkembangannya melalui pola
informasi dan edukasi dibidang pangan asuhnya.