Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN

TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

Disusun oleh :
Aditya Candhra Eka Kurnia Putra 2302170045
A'izza Umma 2302170135
Anisa Khumaeroh 2302170211
Dhiya Tsaltsa Muharram 2302170050
Gugun Sugara 2302170054
Isnavia Fauziah Auriza 2302170214

PROGRAM STUDI D III PBB/PENILAI


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penilai panjatkan ke hadirat Tuhan YME yang telah


melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga Penilai dapat
menyelesaikan Laporan Praktikum Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ini
dengan baik.
Selama penilaian, Penilai banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak.
Oleh sebab itu, Penilai mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Eri Wahyudi, selaku Ketua Prodi D III PBB/Penilai beserta
jajarannya;
2. Bapak Ahyar Ismail beserta dosen Penilaian Sumber Daya Alam lain; dan
3. Semua pihak yang ikut terlibat yang tidak dapat Penilai sebutkan satu per
satu.

Penilai menyadari bahwa Laporan Praktikum ini bukanlah laporan yang


sempurna karena masih memiliki banyak kekurangan. Oleh sebab itu, Penilai
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi Penilai dan
pembaca. Aamiin.

Tangerang Selatan,

Kelompok 5
Penilai 4-06
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Ruang Lingkup.............................................................................................1
1.3 Rumusan Masalah........................................................................................2
1.4 Tujuan Penelitian.........................................................................................2
1.5 Manfaat Penelitian.......................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
METODOLOGI PENELITIAN...........................................................................3
2.1 Lokasi Penelitian...........................................................................................3
2.2 Teknik Pengambilan Data.............................................................................3
2.3 Jenis dan Sumber Data..................................................................................4
2.4 Teknik Analisa Data......................................................................................5
2.4.1 Productivity Function Approach........................................................5
2.4.2 Replacement Cost Approach..............................................................7
BAB III....................................................................................................................9
GAMBARAN UMUM LOKASI..........................................................................9
3.1 Profil Taman Nasional Gunung Gede Pangrango..........................................9
3.2 Profil Desa Cimacan...................................................................................17
BAB IV..................................................................................................................18
PEMBAHASAN...................................................................................................18
4.1 Karakteristik Responden...........................................................................18
4.2 Perhitungan Nilai Air Desa Cimacan Menggunakan Teknik Productivity
Function Approach.............................................................................................28
4.3 Perhitungan Nilai Air Desa Cimacan Menggunakan Teknik Replacement
Cost Approach....................................................................................................31
BAB V....................................................................................................................37
SIMPULAN, KENDALA DAN REKOMENDASI..........................................37
iii

5.1 Simpulan.....................................................................................................37
5.2 Kendala........................................................................................................37
5.3 Rekomendasi...............................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................40
LAMPIRAN DOKUMENTASI.........................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan wilayah yang
ditetapkan sebagai taman nasional melalui Surat Keputusan Menhut RI No
SK.3683/Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 08 Mei 2014 seluas 24.270,80 Ha.
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) ini masuk ke dalam
tiga wilayah di Provinsi Jawa Barat, yaitu Kabupaten Sukabumi, Kabupaten
Bogor dan Kabupaten Cianjur.

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki


keanekaragaman hayati serta menawarkan jasa lingkungan bagi masyarakat
sekitarnya. Terhitung sebanyak 68 desa memiliki ketergantungan yang kuat
dengan kawasan TNGGP. Hal itu antara lain disebabkan karena mayoritas
warga di sana berprofesi sebagai petani yang memiliki lahan kurang dari
0,25 Ha. Ketergantungan yang tinggi ini tentu akan berdampak buruk bila
suatu saat terdapat keadaan ketika salah satu sumber daya yang menjadi
inputnya hilang/rusak. Sebagai contoh, perbedaan musim antara musim
kemarau dan musim hujan tentu akan mempengaruhi produktivitas
pertanian. Saat musim kemarau, tentu lahan pertanian menjadi kurang
produktif daripada saat musim hujan terjadi. Perbedaan musim ini juga tentu
membuat petani harus memutuskan apa yang ia akan lakukan, antara
membiarkan lahan pertaniannya saat musim kemarau, atau membuat suatu
alat agar stok air dapat terjaga sehingga produktivitas pertanian tidak akan
menurun meski pada saat keadaan seburuk apapun.

1.2 Ruang Lingkup


Laporan praktikum ini dibatasi pada perhitungan nilai air di Desa
Cimacan.
2

1.3 Rumusan Masalah


1. Berapakah nilai TNGGP sebagai penyedia air berdasarkan teknik
Production Function Approach?;
2. Berapakah nilai TNGGP sebagai penyedia air berdasarkan teknik
Replacement Cost Method?;
3. Bagaimanakah urgensi ketersediaan air bagi aspek kehidupan masyarakat
Desa Cimacan berdasarkan indikasi nilai yang dihasilkan?

1.4 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui nilai TNGGP sebagai penyedia air berdasarkan teknik
Production Function Approach;
2. Mengetahui nilai TNGGP sebagai penyedia air berdasarkan teknik
Replacement Cost Method;
3. Mengetahui urgensi ketersediaan air bagi aspek kehidupan masyarakat
berdasarkan indikasi nilai yang dihasilkan.

1.5 Manfaat Penelitian


Penilai berharap tulisan ini dapat menjadi inspirasi dan rujukan
bagi siapapun yang akan melakukan riset mengenai Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango, atau lebih spesifiknya mengenai nilai air di
Desa Cimacan.
BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Lokasi Penelitian


Lokasi : Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Alamat : Jl. Raya Cibodas, Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, Indonesia
43253
Koordinat : 6°46′S 106°56′E
Luas : 24.270,80 hektare (242,708 km²)
Tahun didirikan : 1980
Pihak pengelola : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Waktu : Fieldtrip : Selasa, 30 April 2019
Penyusunan Laporan : 1 – 27 Mei 2019

2.2 Teknik Pengambilan Data


Metode penelitian yang digunakan pada karya tulis ini ialah metode
penelitian lapangan dan studi pustaka. Menurut Suharismi Arikunto
(1995:58), penelitian lapangan adalah suatu penelitian yang dilakukan secara
sistematis dengan mengangkat data yang ada di lapangan. Langkah-langkah
metode penelitian lapangan yang penulis lakukan ialah sebagai berikut:
1. Persiapan, mengkaji bahan pustaka, dan memperluas fokus perhatian;
2. Ikut meng-kaji kuesioner yang akan ditanyakan kepada narasumber;
3. Mengunjungi lokasi yang akan dilakukan penelitian;
4. Mengumpulkan data di lapangan;
5. Melakukan wawancara dengan narasumber berdasarkan kuesioner yang
telah dibuat; dan
6. Mengolah data yang didapat dan membuat laporan.

Metode selanjutnya yang penulis gunakan yaitu studi pustaka.


Menurut Depdiknas (2008:104), metode studi pustaka dilakukan dengan
mencari berbagai literatur yang sesuai dengan penelitian karya tulis yang
4

dibuat. Langkah-langkah metode studi pustaka yang penulis lakukan ialah


sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data yang relevan dengan topik melalui sumber literatur
tepercaya seperti buku, jurnal daring, majalah daring, dan surat kabar;
2. Memilih data yang relevan dengan topik yang akan diulas;
3. Mengutip sebagian atau seluruh data yang diperoleh;
4. Menganalisis data;
5. Mengonfirmasi data atau informasi yang telah penulis dapatkan kepada
ahli (dalam hal ini penulis berkonsultasi pada dosen yang menguasai
materi tersebut); dan
6. Menyusun karya tulis berlandaskan data yang telah dianalisis sehingga
diperoleh tujuan dan kesimpulan penelitian.

2.3 Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan pada karya tulis ini ialah data primer dan
data sekunder. Menurut Uma Sekaran (2011), data primer adalah data yang
mengacu pada informasi yang diperoleh dari tangan pertama oleh peneliti
yang berkaitan dengan variabel minat untuk tujuan spesifik studi. Sumber
data primer adalah responden individu, kelompok fokus, internet juga dapat
menjadi sumber data primer jika kuesioner disebarkan melalui internet.
Penulis mendapatkan data primer dengan metode wawancara kepada
responden berdasarkan kuesioner yang telah penulis buat.

Menurut Sugiyono (2014:131), data sekunder adalah sumber data


penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media
perantara (diperoleh dan dicatat pihak lain). Penulis sendiri memperoleh
informasi/data dari beragam sumber tepercaya baik buku, Dokumen
Pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang dirilis Balai
Besar TNGGP, jurnal daring, dan situs resmi TNGGP. Data sekunder penulis
gunakan untuk melengkapi data primer yang telah penulis dapatkan melalui
wawancara.
5

2.4 Teknik Analisa Data


2.4.1 Productivity Function Approach
Production Function Approach merupakan salah satu metode
yang dapat digunakan dalam menilai barang dan jasa lingkungan
berdasarkan Market Based Approach. Productivity Function Approach
yang selanjutnya disingkat PFA adalah pendekatan yang dilakukan
didasarkan pada perubahan kualitas lingkungan pada sumber daya
alam dan lingkungan. Secara umum metode ini dapat diterapkan pada
kasus-kasus deforestation, wetland and reef destruction, water
pollution in agricultural, dan lain-lain.

PFA, juga disebut sebagai pendapatan faktor neto atau


pendekatan nilai yang diperoleh, digunakan untuk memperkirakan
nilai ekonomi dari produk ekosistem atau jasa yang berkontribusi
terhadap produksi barang dipasarkan secara komersial. Misalnya,
kualitas air mempengaruhi produktivitas tanaman pertanian irigasi,
atau biaya memurnikan air minum kota. Dengan demikian, manfaat
ekonomi dari peningkatan kualitas air dapat diukur dengan
peningkatan pendapatan dari produktivitas pertanian yang lebih besar,
atau biaya penurunan menyediakan air minum bersih.

Pendekatan/metode fungsi produksi (PFA) telah banyak


digunakan, terutama untuk mengevaluasi dampak perubahan kualitas
lingkungan (misalnya hujan asam atau polusi air) pada pertanian
(Adams et al. 1986) dan perikanan (Kahn, 1991). Selain itu juga bisa
digunakan untuk penilaian manfaat perlindungan yang diberikan oleh
rawa-rawa pantai terhadap kerusakan yang ditimbulkan badai (Farber,
1987). Manfaat water supply untuk kegunaan irigasi juga bisa dinilai
berdasarkan peningkatan produksi pertanian akibat air irigasi tersebut.

Menurut Barbier (1998), adanya ketergantungan secara


langsung terhadap sumberdaya alam dan fungsi ekologis dalam
pelaksanaan berbagai sistem produksi di negara-negara berkembang,
6

maka PFA diterapkan secara luas dalam keputusan ekonomi penting


dan investasi.

a. Kelebihan Productivity Function Approach

Kelebihan Productivity Function Approach antara lain:


1. Nilai yang dihasilkan merupakan nilai gambaran pasar sumber
daya alam dan lingkungan;
2. Nilai yang dihasilkan pendekatan ini lebih diterima oleh
banyak orang; dan
3. Mudah dan fleksibel dalam penerapannya.

b. Kelemahan Productivity Function Approach

Kelemahan Productivity Function Approach antara lain:


1. Tidak semua sumber daya alam dan lingkungan memiliki nilai
pasar, sehingga pendekatan ini tidak mungkin untuk
diterapkan; dan
2. Nilai pasar terkadang jauh lebih rendah daripada nilai intrinsik
dari sumberdaya alam. Sebagai contoh harga terumbu karang
di pasar mencapai Rp30.000 per terumbu karang, namun
realitanya terumbu karang memiliki manfaat yang jauh lebih
besar daripada harga pasaran tersebut.

c. Langkah-langkah Productivity Function Approach


Langkah-langkah yang dilakukan dalam Productivity Function
Approach adalah sebagai berikut:
1. Menentukan faktor-faktor produksi dari sumber daya alam
yang akan dinilai. Contoh faktor produksi gabah terdiri dari
sewa lahan, bibit, pupuk, air, dan lain-lain;
2. Menentukan biaya dari faktor-faktor produksi sumber daya
alam yang akan dihitung dan menjumlahkan biaya
keseluruhan faktor produksi;
7

3. Menentukan besarnya output produksi dan harga output


produksi;
4. Nilai sumber daya alam diperoleh dengan cara mengurangkan
nilai penerimaan dengan biaya total faktor produksi;
5. Jika pendekatan didasari waktu, seperti per tahun, per 10
tahun dan lain-lain, maka nilai sumber daya alam dapat
dikalikan berapa kali siklus tanam per waktu serta dengan
suku bunga.

2.4.2 Replacement Cost Approach


Replacement Cost Approach merupakan salah satu teknik
dalam valuasi ekonomi SDAL dengan metode Cost Based Method
atau Averting Behavior Method (ABM). ABM mengestimasi nilai jasa
lingkungan berdasarkan biaya pencegahan kerusakan yang disebabkan
oleh hilangnya jasa lingkungan, atau biaya pengganti jasa suatu
ekosistem. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa apabila orang
menerima biaya untuk mencegah kerusakan yang disebabkan oleh
hilangnya jasa lingkungan atau mengganti jasa ekosistem, maka nilai
jasa lingkungan tersebut setidaknya harus sama dengan harga yang
dibayarkan individu untuk penggantian tersebut.

Secara umum, Replacement Cost Approach atau


pendekatan/teknik biaya pengganti dilakukan dengan cara
mengidentifikasi biaya pengeluaran untuk perbaikan lingkungan
hingga mencapai/mendekati keadaan semula. Biaya yang
diperhitungkan untuk mengganti SDA yang rusak dan kualitas
lingkungan yang menurun atau karena praktek pengelolaan SDA yang
kurang sesuai dapat menjadi dasar penaksiran manfaat yang kurang
diperkirakan dari suatu perubahan.

Penggantian yang dilakukan harus dapat mengganti manfaat


yang hilang sebagai akibat dari sumber daya alam dan lingkungan
hutan yang terganggu, bukan manfaat yang hilang karena penggunaan
8

yang dilakukan secara normal (ekstraksi optimal). Perlu diperhatikan


pendekatan ini mengasumsikan bahwa manfaat dari pengganti nilainya
melampaui biaya yang dikeluarkan.

Kelebihan pendekatan ini antara lain bisa digunakan untuk


menilai manfaat kegunaan tidak langsung (Indirect Use Benefit) pada
kondisi di mana data biofisik sulit diperoleh.

Kelemahan pendekatan ini yaitu seringkali sulit untuk


mendapatkan substitusi (pengganti) yang nyata untuk barang dan jasa
lingkungan, dengan level manfaat yang sama. Kelemahan lainnya
yaitu jika level jasa dari infrastruktur buatan lebih rendah, maka nilai
ekosistem mungkin dibawah nilai estimasi, berlaku sebaliknya.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam Replacement Cost


Approach adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi fungsi SDA yang hilang karena perubahan
kualitas lingkungan;
2. Menentukan pengganti fungsi SDA yang hilang;
3. Menyiapkan data fisik termasuk harga pasar untuk masing-masing
komponen yang dibutuhkan; dan
4. Menghitung jumlah nilai moneter untuk menciptakan semua
fungsi/manfaat yang diganti.
BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI

3.1 Profil Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Gambar 3.1 Peta TNGGP

Letak Geografis : Taman Nasional Gunung Gede Pangrango


(TNGGP)
Letak Astronomis : 106º51`-107º02`BT dan 6º41`-6º51` LS.
Letak Administrastif : Termasuk dalam wilayah tiga Kabupaten di
Provinsi Jawa Barat, yaitu Kabupaten Bogor,
Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur
Total Luasan : 24.270,80 Ha

Taman Nasional Gunung Pangrango, yang selanjutnya disebut


TNGGP, terbagi menjadi 22 resort dengan 6 resort utama (Resort
Mandalawangi (Cibodas), Gunung Putri, Cisarua, Bodogol, Selabintana, dan
10

Situgunung sebagai pintu masuk. Aksesibilitas menuju TNGGP dapat dilalui


dengan tiga pintu masuk utama yaitu Mandalawangi, Gunung Putri, dan
Selabintana. Pintu masuk lainnya, yaitu Situgunung dan Cisarua, lebih banyak
difungsikan sebagai kawasan wisata alam, sedangkan Bodogol lebih banyak
difungsikan sebagai Pusat Pendidikan Konservasi dan Pengamatan Hidupan
Liar.

1) Zona Kawasan TNGGP

Gambar 3.2. Zonasi Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Tabel 3.1 Zonasi Kawasan TNGGP


Persentase
Zona Luas Rincian
Luas
Zona Inti ± 10.475,57 Ha. (43,15 %)  Wilayah
Pengelolaan
Cianjur seluas ±
2.222,21 Ha
 Wilayah Bogor
seluas ± 2.575,13
Ha
 Wilayah
Sukabumi seluas
11

± 5.6739,23 Ha
 Wilayah
Pengelolaan
Cianjur seluas ±
1.382,46 Ha
 Wilayah
Zona Rimba ± 6.628,49 Ha 27,30 %
Sukabumi seluas
± 2.584,45 Ha
 Wilayah Bogor
seluas ± 2.661,59
Ha
 Wilayah
Pengelolaan
Cianjur seluas ±
1.037,70 Ha
Zona  Wilayah
luas ± 4.100,21 Ha (16,92 %
Rehabilitasi Sukabumi seluas
± 1.884,14 Ha
 Wilayah Bogor
seluas ± 1.178,36
Ha
Zona seluas ± 2.745,69
(11,31 %
Pemanfaatan Ha
Zona
seluas ± 297,17 Ha (1,22 %
Tradisional
Zona Khusus seluas ± 23,67 Ha (0,10 %
(Sumber: Dokumen Pengelolaan TNGGP)

a. Struktur Geografi
Kawasan TNGGP merupakan dataran tinggi tanah kering dan
sebagian kecil merupakan rawa, terutama di daerah sekitar Cibeureum,
yaitu Rawa Gayonggong.

b. Topografi
12

Topografinya bervariasi mulai dari landai hingga bergunung


dengan kisaran ketinggian antara 600 - 3.019 mdpl sebagai titik tertinggi
puncak Gunung Pangrango, dan di kawasan ini banyak terdapat jurang
dengan kedalaman hingga 70 m.

c. Kelembapan
Temperatur udara berada di antara 5 - 28oC dengan curah hujan
rata-rata sebesar 3.600 mm/tahun.

d. Ekosistem
TNGGP mempunyai ekosistem yang khas yang terdiri dari
ekosistem sub-montana, montana, sub-alpin, danau, rawa, dan savana.
Tidak kurang dari 1.500 jenis tumbuhan berbunga, 400 jenis paku-pakuan
dan lebih dari 120 jenis lumut dapat dijumpai di TNGGP. Dari
keseluruhan jenis tumbuhan yang ada, 300 jenis di antaranya dapat
digunakan sebagai bahan obat, serta 10 jenis berstatus dilindungi.
Edelweis (Anaphalis javanica) merupakan tumbuhan khas vegetasi sub-
alpin yang hanya tumbuh pada ketinggian di atas 2.000 mdpl menjadi
simbol pengelola kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Bunga ini hanya dapat ditemui di puncak Gunung Pangrango (Alun-alun
Mandalawangi) serta di puncak dan lereng Gunung Gede (Alun-alun
Suryakencana).

e. Flora
13

Jenis Flora di Kawasan TNGGP

Ganggang,Spa
gnum, Jamur,
Lumut
dll
9% 4%

Tumbuhan
Paku
19%
Tumbuhan
Berbunga
68%

Tumbuhan Berbunga Tumbuhan Paku


Lumut Ganggang,Spagnum, Jamur, dll

Taman nasional Gunung Gede Pangrango memiliki potensi hayati


yang sangat banyak. Adapun berikut Jenis Flora yang terdapat di TNGGP.
Diagram 3.1 Jenis Flora Kawasan TNGGP

Tabel 3.2 Jenis Flora Kawasan TNGGP


Jenis Flora Jumlah
Tumbuhan Berbunga 900 Jenis
Tumbuhan Paku > 250 Jenis
Lumut >123 Jenis
Ganggang, Spagnum, Jamur, dll. Data N/A
(Sumber: Dokumen Zona Pengelolaan TNGGP, 2016)

Sekitar 68% flora yang terdapat di Kawasan TNGGP merupakan


tumbuhan berbunga. Menurut situs resmi TNGGP sendiri, bahkan terdapat
lebih dari 200 jenis anggrek di Kawasan TNGGP. Kebanyakan anggrek
TNGGP merupakan jenis anggrek tanah dan kecil serta sangat sulit untuk
ditemukan.
14

f.
Jenis Fauna di Kawasan TNGGP
f.
Katak
Reptilia 3% f.
10%
Burung
f.
33%
f.
f.
Serangga
40% f.
Mamalia
15% f.
f.
Burung Mamalia Serangga Reptilia Katak Binatang Lunak f.
Fauna
Diagram 3.2 Jenis Fauna Kawasan TNGGP

Tabel 3.3 Jenis Flora Kawasan TNGGP


Jenis Fauna Jumlah
Burung 251 Jenis
Mamalia 110 Jenis
Serangga 300 Jenis
Reptilia 75 Jenis
Katak 20 Jenis
Binatang Lunak Data N/A
(Sumber: Dokumen Zona Pengelolaan TNGGP, 2016)

Terdapat beragam fauna yang dapat ditemui di Kawasan TNGGP.


Terhitung terdapat 16 jenis elang berada di kawasan TNGGP itu sendiri.
Bahkan, TNGGP merupakan habitat bagi Elang Jawa yang langka. Selain
itu, terdapat Owa Jawa (satwa mamalia) yang dilindungi melalui Peraturan
Perundang-Undangan RI sejak tahun 1931. Owa Jawa sendiri tergolong
kelompok Apes, kelompok monyet yang memiliki ekor.

g. Jasa Lingkungan
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango juga memiliki potensi
Sumber Daya Alam dan Lingkungan yang luar biasa. Menurut Zul Zunaidi
(Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan) dan Ida Rohaida (Polisi Hutan
TNGGP), TNGGP menawarkan berbagai jasa lingkungan bagi masyarakat
sekitarnya sebagaimana tertera pada tabel 3.4.
15

Tabel 3.4 Jasa Lingkungan TNGGP

Jasa Lingkungan Produk

Hasil Hutan Bukan Kayu Buah, Pakan Ternak, Getah, Madu, Pakis
Wisata Alam, Wahana Pendidikan
Lingkungan, Wahana Penelitian, Resort
Wisata Mandala, Danau, Camp Site, Jalur
Pendakian, Sumber Air Panas, Jalur
Cibodas.
Tanaman Wortel, Kol, Kentang, Bawang
Pertanian
dan Tomat
Aliran Sungai Ciliwung, Cisadane, Citarum
Sumber Air
dan Cimandiri
Mitigasi Perubahan Iklim

Pengatur Tata Air

Penyerap Polusi Udara


Penyimpan
Keanekaregaman hayati
dan Plasma Nutfah
Wahana Penelitian dan
Pendidikan Lingkungan
(Sumber: Dokumen Zona Pengelolaan TNGGP, 2016)

h. Jumlah Air Yang diproduksi


Terdapat 58 sungai (Orde 3) dan 1.075 anak sungai (Order 1 dan
Orde 2) yang berhulu di kawasan. Adapun data-data mengenai Daerah
Aliran Sungai sebagai berikut.

Tabel 3.5 Daerah Aliran Sungai Kawasan TNGGP


DAS Persentase Besar Letak
Cimandiri 52% Kabupaten Sukabumi
Cisadane dan Ciliwung 33% Kabupaten Bogor
Citarum 15% Kabupaten Cianjur
(Sumber: Dokumen Zona Pengelolaan TNGGP, 2016)

Adapun data mengenai jumlah air yang diproduksi di Kawasan TNGGP


sebagai berikut.
16

Tabel 3.6 Penelitian mengenai Jumlah Air

Peneliti Tahun Penelitian Air yang dihasilkan


Otto
1996 231 milyar air/tahun
Sumarwoto
Hasil
Inventarisasi 594.687.018.240
2014, 2015 s.d. 2016
Potensi liter/tahun.
TNGGP
(Sumber: Dokumen Zona Pengelolaan TNGGP, 2016)

Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa Kawasan TNGGP


berperan menawarkan jasa lingkungan sebagai penyimpan cadangan
air/water storage bagi wilayah sekitarnya sejumlah 594.687.018.240 liter
setiap tahunnya.

i. Jumlah Desa di Kawasan TNGGP


Jumlah desa penyangga di Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango berjumlah 65 desa. Tercatat, yang memiliki ketergantungan
yang kuat dengan kawasan TNGGP berjumlah 68 desa.

Tabel 3.7 Jumlah Desa di Kaasan TNGGP


Jumlah
Kabupate Jumlah Jumla Luas Kepadatan
Pendudu
n Kecamatan h Desa Wilayah Penduduk
k
Kabupaten 18 92,42 123.896 1.262
5
Cianjur Desa km2 Jiwa Jiwa/km2
Kabupaten 26 201,64 139.577 692
8
Sukabumi Desa km2 jiwa jiwa/km2
Kabupaten 17 129,40 97.529 754
5
Bogor Desa km2 jiwa jiwa/km2
(Sumber: Dokumen Zona Pengelolaan TNGGP 2016)

3.2 Profil Desa Cimacan


Tim Penilai mendapatkan penugasan untuk melakukan penelitian di Desa
Cimacan, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Berdasarkan data Badan
17

Pusat Statistik Kabupaten Cianjur Tahun 2016, luas Desa Cimacan 6,4 km 2
terdiri dari 5 dusun, dengan ketinggian 1070 km. Jarak Desa Cimacan dengan
Ibukota Kecamatan Cipanas sekitar 4 km, dengan Ibukota kabupaten 21 km,
sementara dengan Ibukota Jawa Barat sekitar 86 km.
Jumlah Penduduk Cimacan yaitu 19.082 jiwa dengan jumlah rumah tangga
sekitar 4.768, dan rata-rata anggota rumah tangga berjumlah 3 (tiga).

Gambar 3.3 Zonasi Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Gambar 3.4 Zonasi Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango


18

13% 13%
BAB
30% IV
13%
17%

70%

43%

61-70 51-60 41-50 31-40 21-30 Perempuan Laki-laki

PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Responden


4.1.1. Jenis Kelamin

Diagram 4.1 Jenis Kelamin Responden

Responden terdiri dari 21 laki-laki dan 9 perempuan. Responden


berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada responden berjenis kelamin
wanita. Hal ini disebabkan karena jenis kelamin petani pada umumnya
adalah laki-laki.

4.1.2. Usia

Diagram 4.2 Usia Responden

Terhitung sebanyak 13 responden berusia antara 41-50 tahun.


Responden berusia di bawah 40 tahun hanya sebanyak 4 responden,
sedangkan di atas 50 tahun sebanyak 9 responden. Hal ini menandakan
bahwa profesi petani digeluti oleh orang tua yang telah berumur.
19

10% 3% 4.1.3.
10%
4.1.3.

10%
4.1.3.
4.1.3.
4.1.3.
4.1.3.
4.1.3.
67%
4.1.3.
Sarjana
SD/Sederajat
SMA/Sederajat
Tidak pernah sekolah
SMP/Sederajat 4.1.3.
4.1.3.
Riwayat Pendidikan

Diagram 4.3 Riwayat Pendidikan Responden

Sebanyak 20 responden lulusan SD/Sederajat, 7 responden lainnya


lulusan SMP/Sederajat, SMA/Sederajat, dan sarjana. Sedangkan 3
responden sisanya tidak pernah mengenyam pendidikan formal.
Karakteristik riwayat pendidikan tentu penting agar pertanyaan yang Penilai
ajukan dapat dipahami oleh narasumber. Semakin rendah tingkat pendidikan
narasumber, maka besar kemungkinan narasumber akan kurang memahami
konteks pertanyaan yang Penilai ajukan. Sehingga pada akhirnya data yang
diperoleh dikhawatirkan kurang maksimal.
20

3% 4.1.4.
4.1.4.
4.1.4.
4.1.4.
4.1.4.
4.1.4.
4.1.4.
4.1.4.
97%

Menikah Belum Menikah


4.1.4.
4.1.4.
Status

Diagram 4.4 Status Responden

Dari 30 responden, hanya satu responden yang statusnya belum


menikah, selebihnya berstatus sudah menikah. Banyaknya responden yang
sudah menikah tentu akan berpengaruh pada perhitungan nantinya, karena
terdapat variabel total Kepala Keluarga.

4.1.5. Jumlah Tanggungan

3% 3%

13%

33%

20%

27%

1 orang 2 orang 3 orang 4 orang 5 orang 6 orang

Diagram 4.5 Jumlah Tanggungan Responden


21

Sebanyak 8 responden memiliki 4 orang tanggungan, 10 responden


memliki 5 orang tanggungan, 1 responden memiliki 6 orang tanggunan, 1
responden memiliki 1 orang tanggungan, 4 responden memiliki 2 orang
responden, dan 6 responden memiliki 3 orang tanggungan.
4.1.6.
3%
3%
3% 4.1.6.
4.1.6.
4.1.6.
4.1.6.
4.1.6.
4.1.6.
4.1.6.
90%
4.1.6.
Petani Pengurus Villa Pensiunan PNS Pegawai Swasta
4.1.6.
Jenis Pekerjaan Utama

Diagram 4.6 Jenis Pekerjaan Utama Responden

Mayoritas penduduk Desa Cimacan memiliki pekerjaan utama


sebagai petani. Sehingga dari 30 responden yang kami wawancarai,
mayoritas memiliki pekerjaan utama sebagai petani yaitu sebanyak 27
responden. Sedangkan 3 responden lainnya masing-masing memiliki
pekerjaan utama sebagai pengurus villa, pensiunan PNS, dan pegawai
swasta. Besarnya persentase profesi petani menandakan besarnya
ketergantungan petani terhadap ladangnya.

4.1.7. Jenis Pekerjaan Sampingan

3%
10%

10%

3%

3%

70%

Buruh NGO/LSM Pedagang Sayur Jasa Taman Marbot Masjid Tidak Ada
22

Diagram 4.7 Jenis Pekerjaan Sampingan Responden

Petani merupakan pekerjaan utama bagi penduduk Desa Cimacan.


Dari 30 responden yang kami wawancara, 21 responden tidak memiliki
pekerjaan sampingan selain menjadi petani. Sedangkan 9 responden lainnya
memiliki pekerjaan sampingan sebagai buruh, NGO/LSM, pedagang sayur,
jasa taman, dan marbot masjid. Dengan banyaknya responden yang tidak
memiliki pekerjaan sampingan, hal ini secara tidak langsung menandakan
besarnya ketergantungan petani terhadap ladangnya, termasuk segala hal
yang menjadi input, termasuk air sebagai obyek penelitian.

4.1.8. Pendapatan Pekerjaan Utama per Bulan

10%

7% 27%

17%

40%

<Rp1.000.000 Rp1.000.001 - Rp2.000.000 Rp2.000.001 - Rp3.000.000


Rp3.000.001 - Rp5.000.000 >Rp5.000.000

Diagram 4.8 Pendapatan Pekerjaan Utama per Bulan Responden

Sebanyak 12 responden memiliki penghasilan sebesar Rp1.000.000 -


Rp2.000.000 dari pekerjaan utamanya yang sebagian besar adalah petani.
Responden lainnya memiliki penghasilan yang bervariasi tergantung luas
lahan dan jenis tanaman yang digarapnya. Sebanyak 8 responden
berpenghasilan sampai dengan Rp 1.000.000, 5 responden berpenghasilan
23

Rp2.000.001 - Rp3.000.000, 2 responden berpenghasilan Rp3.000.001 -


Rp5.000.000, dan 3 responden berpenghasilan lebih dari Rp5.000.000.
Besar kecilnya pendapatan tentu dipengaruhi banyak hal. Namun hal
yang bisa diperoleh disini adalah sangat banyaknya responden
berpenghasilan kurang dari Rp 2.000.000,00. besar kemungkinan profesi
petani yang dijalani adalah buruh petani, bukan pemilik ladang.

4.1.9.
3%
7%
4.1.9.
4.1.9.
4.1.9.
4.1.9.
4.1.9.
4.1.9.
4.1.9.
90%
4.1.9.
<Rp1.000.000 Rp1.000.001 - Rp2.000.000 Rp2.000.001-Rp3.000.000
4.1.9.
Pendapatan Pekerjaan Sampingan per Bulan

Diagram 4.9 Pendapatan Pekerjaan Sampingan per Bulan Responden

Karena sebagian besar responden tidak memiliki pekerjaan


sampingan, maka sebagian besar responden tidak mempunyai pendapatan
dari pekerjaan sampingan. Ada pun yang memiliki pekerjaan sampingan,
rata-rata pendapatan mereka dari pekerjaan sampingan adalah sebesar di
24

bawah Rp1.000.000. Namun 2 responden memiliki penghasilan dari


pekerjaan sampingannya sebesar Rp1.000.001 - Rp2.000.000, serta 1
responden berpenghasilan Rp2.000.001 - Rp3.000.000.

4.1.10. Waktu Bekerja (Hari per bulan)

3%
7%

3%

20%

63%

3%

1-5 6-10 11-15 16-20 21-25 26-30

Diagram 4.6 Jenis Pekerjaan Utama Responden


Diagram 4.10 Waktu Bekerja Responden

Sebanyak 19 responden bekerja selama 26 - 30 hari dalam sebulan.


Mereka biasanya bekerja selama 6 hari dalam seminggu. Sementara itu, 6
responden bekerja selama 16 - 20 hari dalam sebulan, 2 responden bekerja
selama 6 - 10 hari dalam sebulan, dan 3 responden lainnya masing-masing
bekerja selama 1 - 5 hari, 11 -15 hari, serta 21 - 25 hari dalam sebulan.

3% 4.1.11. Waktu
Bekerja (Jam per
hari)
43%
Diagram 4.11 Waktu Bekerja
Responden

53%

1-5 6-10 11-15


25

Sebanyak 29 responden memilih untuk bekerja selama 1-10 jam


dalam sehari. Sedangkan 1 orang responden memilih bekerja selama 11 jam
dalam sehari.

4.1.12.
20%
4.1.12.
4.1.12.
43% 4.1.12.
4.1.12.
20% 4.1.12.
4.1.12.
4.1.12.
17%

<200 m 201 m - 500 m 501 m - 1000 m >1000 m


4.1.12.
4.1.12.
Jarak Tempat Tinggal ke Batas TNGGP

Diagram 4.12 Jarak Tempat Tinggal ke Batas TNGGP Responden

Mayoritas tempat tinggal responden berjarak lebih dari 1.000 meter


atau 1 km dari batas TNGGP. Terdapat 17 responden yang tempat
tinggalnya berjarak kurang dari 1.000 meter dari batas TNGGP, dimana 6
responden memiliki tempat tinggal yang berjarak kurang dari 200 meter, 6
responden berjarak 201 - 500 meter, serta 5 responden berjarak 501 – 1.000
meter ke batas TNGGP.
26

10%
4.1.13.
4.1.13.
4.1.13.
4.1.13.
4.1.13.
4.1.13.
4.1.13.

90%
4.1.13.

>10 tahun <10 tahun


4.1.13.
4.1.13.
Lama Tinggal di Desa

Diagram 4.13 Lama Tinggal Responden di Desa

Dari 30 responden yang kami wawancarai, 27 responden telah tinggal


di desa selama lebih dari 10 tahun. Hanya 3 responden yang tinggal kurang
dari 10 tahun di desa.

4.1.14. Lama Bekerja Sebagai Petani

3%
10%
23%

37%

27%

1 - 10 tahun 11 - 20 tahun 21 - 30 tahun 31 - 40 tahun 41 - 50 tahun

Diagram 4.14 Lama Bekerja Responden sebagai Petani


27

Waktu lamanya responden bekerja sebagai petani sangat bervariasi.


Oleh karena itu Tim Penilai kelompokkan menjadi lima kategori. Mayoritas
responden bekerja sebagai petani selama 21 - 30 tahun sebanyak 11
responden, diikuti dengan 1 - 10 tahun dan 11 - 20 tahun masing-masing 7
dan 8 responden. Sementara untuk 4 responden lainnya, 3 responden bekerja
sebagai petani selama 31 - 40 tahun dan 1 responden selama 41 - 50 tahun.

4.1.15.
13%

3% 4.1.15.
17%
4.1.15.
4.1.15.
4.1.15.
4.1.15.
43%
23% 4.1.15.
4.1.15.
4.1.15.
<500 m 500 - 999 m 1000 - 1999 m 2000 - 3000 m >3000 m
4.1.15.
Jarak ke Area Bercocok Tanam

Diagram 4.15 Jarak Responden ke Area Bercocok Tanam

Mayoritas responden bertempat tinggal yang jaraknya tidak terlalu


jauh dengan area bercocok tanam. Sebanyak 13 responden bertempat tinggal
dengan jarak kurang dari 300 meter dengan area bercocok tanam, 16
responden berjarak antara 500 – 3.000 meter, sedangkan 1 responden lebih
dari 3.000 meter.
28

4.1.16. Status Lahan yang Diusahakan

7%
20%
10%

63%

Milik Sewa Bagi Hasil Lainnya

Diagram 4.16 Status Lahan yang diusahakan Responden

Mayoritas lahan yang digarap oleh responden berupa tanah sewa.


Responden rata-rata membayar uang sewa sebesar 250 ribu rupiah per tahun
kepada pemilik lahan. Sementara sisanya yaitu 11 responden, status lahan
yang digarap berupa tanah milik dimiliki 6 responden, bagi hasil oleh 3
responden, dan status lainnya oleh 2 responden.

7% 4.1.17.
4.1.17.
33% 4.1.17.
27%
4.1.17.
4.1.17.
4.1.17.
4.1.17.
10%

23%
4.1.17.

<0,1 ha 0,1 ha - 0,2 ha 0,3 ha - 0,4 ha 0,5 ha - 1 ha >1 ha


4.1.17.
4.1.17.
Luas Lahan yang Diusahakan

Diagram 4.17 Luas Lahan yang diusahakan Responden

Lahan yang digarap oleh 10 responden mempunyai luas di bawah 0,1


ha. Lalu 18 responden lainnya mempunyai lahan garapan yang luasnya
29

antara 0,3 - 1 ha. Sedangkan 2 responden lainnya mempunyai lahan garapan


yang luasnya lebih dari 1 ha.
4.1.18. Jenis Tanaman yang Ditanam

9%

6%

9%

76%

Hortikultura Pangan Tanaman Bunga Hias Perkebunan

Diagram 4.18 Jenis Tanaman yang diusahakan Responden

Sebagian besar responden menanam jenis tanaman hortikultura pada


lahan yang digarapnya dengan berbagai macam jenis komoditas, seperti
tomat, brokoli, bawang, wortel, cabe, dan lainnya. Sementara itu, sebanyak
3 responden menanam jenis tanaman pangan, 3 responden menanam jenis
tanaman perkebunan, dan 2 responden menanam jenis tanaman bunga hias.
Terdapat 4 responden yang menanam lebih dari satu jenis tanaman di lahan
garapannya.

4.2 Perhitungan Nilai Air Desa Cimacan Menggunakan Teknik Productivity


Function Approach
Dari 70 responden di desa Cimacan yang telah diwawancarai, penilai
mengambil 19 responden terpilih yang mengalami kekurangan air saat terjadi
perubahan cuaca untuk menentukan nilai guna air. Penilai mengasumsikan
terdapat 2 situasi, yaitu saat kondisi normal, kondisi saat musim penghujan dan
kondisi tidak normal, kondisi dimana sedang musim kemarau.

Dari hasil perhitungan didapatkan hasil nilai sumber daya air lahan seluas
11,73 Ha saat kondisi normal sebesar Rp2.887.567.764/tahun, dan kondisi tidak
30

normal sebesar Rp1.028.639.800/tahun. Perhitungan dilakukan dengan cara


menghitung selisih revenue dengan cost pada masing-masing kondisi yang
menghasilkan net income pada kondisi normal maupun kondisi tidak normal.
Untuk memperoleh nilai guna air dengan pendekatan Productivity Function
Approach, Penilai mengasumsikan bahwa kondisi normal maupun tidak normal
sama-sama terjadi selama satu tahun, sehingga secara periode, kedua kondisi
tersebut dapat dikatakan sebanding, dengan tetap memperhatikan periode panen
per tahun setiap tanaman.

Tabel 4.1. Daftar Tanaman di Desa Cimacan


Tanaman Periode Tanam
Wortel 3 Bulan
Tomat 3 Bulan
Brokoli 3 Bulan
Daun Bawang 3 Bulan
Bawang 3 Bulan
Cabe 2.5 Bulan
Sawi 1.5 Bulan
Lobak 2.5 Bulan
Labu Siam 4 Bulan
Buncis 2 Bulan
Bayam 1 Bulan
Selada 3 Bulan
Jeruk Limo 6 Bulan

Dengan demikian, nilai sumber daya air menggunakan metode


Productivity Function Approach dengan perhitungan singkat sebagai berikut:

Penghasilan Kondisi Normal−Penghasilan Kondisi Tak Normal


Nilai Air =
Total Luas Lahan

Rp .2 .887 .567.764−Rp . 1.028.639 .800


Nilai Air= =Rp .158.476 .382,27 /Ha/Tahun .
11,73

Tabel 4.2. Perbandingan Nilai Air


31
32

4.3 Perhitungan Nilai Air Desa Cimacan Menggunakan Teknik


Replacement Cost Approach

1. Sumur

Tabel 4.3 Replacement Cost Sumur

Biaya pengganti untuk


membangun sumur jika
tidak ada mata air (Rp /
Sumur)
Responden 1 Rp 4.500.000
Responden 2 Rp 2.000.000
Responden 3 Rp 4.000.000
Responden 4 Rp 15.000.000
Responden 5 Rp 2.000.000
Responden 6 Rp 4.000.000
Responden 7 Rp 5.000.000
Responden 8 Rp 8.250.000
Responden 9 Rp 1.500.000
Total biaya Rp 46.250.000
Rata-rata biaya Rp 5.138.889
Umur ekonomis sumur 15 Tahun
Rata-rata biaya per tahun Rp 342.593

Dari 12 responden yang diwawancarai, Penilai mengambil 9 responden


terpilih karena 3 responden sisanya memberikan data yang outlayer dibanding
dengan data yang lain. Dari hasil wawancara 9 responden terpilih didapatkan rata-
rata biaya pembangunan sumur sebesar Rp 5.138.889. Dengan umur ekonomis
sumur pada umumnya selama 15 tahun, maka diperoleh rata-rata biaya per
tahunya sebesar Rp 342.593.

2. PDAM

Tabel 4.4 Normalisasi Data

Rata-rata konsumsi air


Referensi
per orang per hari
33

Rata-rata Responden 103 Liter


Permendagri 23 Tahun
60 Liter
2006

Penilai melakukan normalisasi karena terdapat banyak data yang outlayer.


Adapun Penilai melakukan normalisasi dengan cara merata-ratakan data dari
responden, kemudian hasil rata-rata tersebut (103 liter) menjadi batas atas
penggunaan air per orang setiap harinya. Sedangkan untuk batas bawah, Penilai
mengacu pada Permendagri Nomor 23 Tahun 2006, yang mana menjelaskan
bahwa Standar Kebutuhan Air sebesar 60 liter/hari/orang. Angka tersebut
kemudian Penilai jadikan sebagai batas bawah rata-rata konsumsi air per orang
per hari.

Tabel 4.5. Perhitungan Replacement Cost Air dari PDAM

Biaya Biaya
Jumlah
Penggunaan pengganti air pengganti air
Total Konsumsi konsumsi
Norma- air per dari PDAM dari PDAM
KK air per air PDAM
lisasi keluarga per jika tidak jika tidak
orang/hari per bulan
tahun (liter) ada mata air ada mata air
(m3)
(Rp / Bulan) (Rp / Tahun)
3 333 103 112.785 9,399 Rp 39.700 Rp 476.400
3 170 103 112.785 9,399 Rp 39.700 Rp 476.400
6 67 67 146.730 12,228 Rp 46.900 Rp 562.800
6 200 103 225.570 18,798 Rp 68.500 Rp 822.000
6 50 60 131.400 10,950 Rp 39.700 Rp 476.400
6 100 100 219.000 18,250 Rp 68.500 Rp 822.000
4 144 103 150.380 12,532 Rp 46.900 Rp 562.800
4 30 60 87.600 7,300 Rp 39.700 Rp 476.400
6 20 60 131.400 10,950 Rp 39.700 Rp 476.400
5 200 103 187.975 15,665 Rp 57.700 Rp 692.400
5 108 103 187.975 15,665 Rp 57.700 Rp 692.400
4 113 103 150.380 12,532 Rp 46.900 Rp 562.800
5 100 100 182.500 15,208 Rp 57.700 Rp 692.400
5 50 60 109.500 9,125 Rp 39.700 Rp 476.400
6 67 67 146.730 12,228 Rp 46.900 Rp 562.800
5 173 103 187.975 15,665 Rp 57.700 Rp 692.400
5 60 60 109.500 9,125 Rp 39.700 Rp 476.400
6 50 60 131.400 10,950 Rp 39.700 Rp 476.400
7 86 86 219.730 18,311 Rp 68.500 Rp 822.000
4 50 60 87.600 7,300 Rp 39.700 Rp 476.400
5 40 60 109.500 9,125 Rp 39.700 Rp 476.400
34

6 100 100 219.000 18,250 Rp 68.500 Rp 822.000


6 50 60 131.400 10,950 Rp 39.700 Rp 476.400
4 50 60 87.600 7,300 Rp 39.700 Rp 476.400
2 20 60 43.800 3,650 Rp 39.700 Rp 476.400
6 100 100 219.000 18,250 Rp 68.500 Rp 822.000
3 250 103 112.785 9,399 Rp 39.700 Rp 476.400
Rata-rata biaya PDAM per orang per tahun Rp 585.200

Pada Tabel 4.5. didapat hasil rata-rata biaya PDAM/orang/tahun sebesar


Rp 585.200,00. Angka ini merupakan hasil normalisasi berdasarkan tabel 4.4.
Normalisasi ini dilakukan karena banyak responden yang memberikan keterangan
yang berbeda-beda jauh antara satu sama lain.

3. Tangki air

Tabel 4.6 Harga Air Tangki/Liter

Harga air tangki per liter


Pasar Responden
Rp 54,00 Rp57,00
Rp 35,00 Rp24,00
Rp 33,00
Rata-rata
Rp 41,00

Dari dua responden terpilih, mereka menyatakan bahwa harga air tangki
per liter sebesar Rp57,00 dan Rp24,00. Sedangkan harga pasar sebesar Rp54,00,
Rp35,00 dan Rp33,00. Maka di sini Penilai mengambil rata-rata harga pasar dan
responden sehingga menghasilkan nilai Rp 41 per liter. Hasil angka ini kemudian
akan menjadi rujukan sebagai harga air tangki per liter untuk digunakan di
perhitungan biaya tangki air.

Tabel 4.7 Perhitungan Biaya Tangki Air


Jumlah Air
Penggunaan Harga
Konsumsi yang Biaya Air
Total Normalis air per Air
air per dibutuhkan Tangki per
KK asi keluarga per Tangki
orang/hari per bulan tahun
tahun (liter) per liter
(liter)
35

3 333 103 112.785 9.399 Rp 41 Rp 4.624.185


3 170 103 112.785 9.399 Rp 41 Rp 4.624.185
6 67 67 146.730 12.228 Rp 41 Rp 6.015.930
6 200 103 225.570 18.798 Rp 41 Rp 9.248.370
6 50 60 131.400 10.950 Rp 41 Rp 5.387.400
6 100 100 219.000 18.250 Rp 41 Rp 8.979.000
4 144 103 150.380 12.532 Rp 41 Rp 6.165.580
4 30 60 87.600 7.300 Rp 41 Rp 3.591.600
6 20 60 131.400 10.950 Rp 41 Rp 5.387.400
5 200 103 187.975 15.665 Rp 41 Rp 7.706.975
5 108 103 187.975 15.665 Rp 41 Rp 7.706.975
4 113 103 150.380 12.532 Rp 41 Rp 6.165.580
5 100 100 182.500 15.208 Rp 41 Rp 7.482.500
5 50 60 109.500 9.125 Rp 41 Rp 4.489.500
6 67 67 146.730 12.228 Rp 41 Rp 6.015.930
5 173 103 187.975 15.665 Rp 41 Rp 7.706.975
5 60 60 109.500 9.125 Rp 41 Rp 4.489.500
6 50 60 131.400 10.950 Rp 41 Rp 5.387.400
7 86 86 219.730 18.311 Rp 41 Rp 9.008.930
4 50 60 87.600 7.300 Rp 41 Rp 3.591.600
5 40 60 109.500 9.125 Rp 41 Rp 4.489.500
6 100 100 219.000 18.250 Rp 41 Rp 8.979.000
6 50 60 131.400 10.950 Rp 41 Rp 5.387.400
4 50 60 87.600 7.300 Rp 41 Rp 3.591.600
2 20 60 43.800 3.650 Rp 41 Rp 1.795.800
6 100 100 219.000 18.250 Rp 41 Rp 8.979.000
3 250 103 112.785 9.399 Rp 41 Rp 4.624.185
Rata-rata biaya tangki air per orang per tahun Rp 5.986.000

Setelah dilakukan wawancara, didapatkan hasil rata-rata biaya tangki


air/orang/tahun sebesar Rp5.986.000,00. Jika diamati sekilas, biaya tangki air
lebih besar dibandingkan dua opsi sebelumnya. Secara ilmu ekonomi, maka
tentunya masyarakat lebih banyak memilih untuk mencari pengganti yang lebih
murah.

Nilai sumber daya air untuk konsumsi

Jumlah KK Desa Cimacan = 4.831 KK

Tabel 4.8 Total Biaya Seluruh Opsi


Rata-rata biaya
Pengganti Total biaya
tiap penduduk
36

Sumur Rp342.593,00 Rp1.655.064.815,00


PDAM Rp585.200,00 Rp2.827.101.200,00
Tangki air Rp5.986.000,00 Rp28.918.366.000,00

Untuk menghitung nilai sumber daya air untuk konsumsi di Desa


Cimacan, Penilai mengambil biaya pengganti air yang paling rendah, yaitu
pembuatan sumur. Maka nilai sumber daya air untuk konsumsi di Desa Cimacan
adalah Rp 1.655.064.815. Adapun untuk menghitung berapa konsumsi rata-rata
per penduduk, Penilai dapat membagi total biaya masing-masing pengganti
dengan jumlah masyarakat di Desa Cimacan.
37

BAB V

SIMPULAN, KENDALA DAN REKOMENDASI

5.1 Simpulan
Air merupakan salah satu kebutuhan pokok sehari-hari manusia yang tidak
dapat terpisahkan. Masyarakat menggunakan air untuk memasak, mandi, mencuci,
keperluan industri, pertanian, dan lain-lain. Tidak terpisahkannya kehidupan manusia
dari air menyebabkan air berpengaruh besar terhadap kesehatan manusia. TNGGP
berperan menjaga ketersediaan air dengan kualitas yang baik. Dilihat dari nilai hasil
perhitungan, TNGGP bernilai tinggi sebagai penyedia air untuk masyarakat di
sekitarnya.

Dalam menentukan nilai manfaat Taman Nasional Gunung Gede Pangrango


sebagai penyedia air, dua teknik pendekatan digunakan yaitu Production
Function Approach dan Replacement Cost Method. Berdasarkan metode
Production Function Approach, nilai manfaat TNGGP sebagai penyedia air untuk
pertanian adalah sebesar Rp158.476.382,00 per hektar. Sedangkan dengan
menggunakan Replacement Cost Method, nilai manfaat TNGGP sebagai penyedia
air untuk konsumsi sehari-hari adalah sebesar Rp 1.655.064.815,00.

5.2 Kendala
Penilai mengalami berbagai kendala secara teknis ataupun non-teknis.
Adapun kendala-kendala tersebut antara lain:

 Kurangnya Pemahaman Enumerator terhadap Kuesioner


Kendala utama dalam pelaksanaan fieldtrip adalah kurangnya pemahaman
enumerator mengenai pertanyaan kuesioner yang diajukan kepada responden. Hal
ini disebabkan karena berbagai hal, salah satunya adalah kurangnya pengarahan
detail teknis tentang kuesioner. Sehingga data yang diperoleh bias, karena pada
beberapa kasus, responden sendiri kurang memahami pertanyaan yang diajukan
oleh Enumerator.
38

 Penggunaan bahasa Daerah


Mengingat obyek penelitian berlokasi di Jawa Barat, maka sudah tentu responden
menggunakan bahasa Sunda setiap harinya. Sedangkan, Enumerator sendiri pada
umumnya berasal dari luar Provinsi Jawa Barat. Seringkali Enumerator merasa
kurang mengerti jawaban yang diutarakan responden karena penggunaan bahasa
daerah.

 Proses Input di Google Form


Enumerator mengalami kendala saat akan memasukkan data hasil wawancara ke
Google Form. Kurangnya pengarahan mengenai penjelasan/additional info yang
disertakan pada masing-masing pertanyaan menyebabkan banyaknya kesalahan
input seperti digit angka 0 (nol) dan lain-lain oleh Enumerator.

 Responden tidak menjawab pertanyaan dengan baik


Sebagaimana dijelaskan pada pembahasan subbagian karakteristik responden,
rendahnya tingkat pendidikan petani/responden membuat pertanyaan yang
diajukan oleh Enumerator kurang dijawab responden dengan baik/tidak sesuai
dengan konteks pertanyaan. Di sisi lain, enumerator tidak dapat melakukan
antisipasi dengan menyesuaikan pertanyaan kuesioner sesuai dengan pemahaman
responden.

 Kondisi Topografi di lapangan


Kondisi lapangan berupa perbukitan membuat proses survei sedikit terhambat
membuat Penilai harus lebih berhati-hati.

5.3 Rekomendasi
Untuk mengatasi kendala-kendala di lapangan pada saat kegiatan fieldtrip berikutnya,
Penilai melakukan rekomendasi sebagai berikut:

 Enumerator dibekali wawasan komprehensif baik secara umum maupun teknis


mengenai pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada responden. Pengarah
dapat memulai memberi pemahaman kepada Enumerator dari mulai tujuan
39

mengapa pertanyaan-pertanyaan ini diajukan. Sehingga walaupun konteks


pertanyaan susah dipahami responden, diharapkan Enumerator dapat
menyesuaikan pertanyaan tersebut dengan bahasa yang lebih mudah dipahami.
Kemudian, Pengarah dapat memberi format kuesioner final dari jauh hari agar
terdapat waktu untuk memahami kuesioner.
 Bila perlu, di samping pertanyaan utama berbahasa Indonesia, terdapat pertanyaan
berbahasa Sunda. Hal ini bertujuan agar responden dapat lebih memahami
mengenai konteks pertanyaan yang diajukan.
 Terdapat pertemuan khusus setelah Field Trip mengenai cara mengolah data. Hal
ini bertujuan agar data mentah dapat diolah sebagai bahan Penilaian yang lebih
akurat.
 Pertanyaan dibuat semudah mungkin sesuai pemahaman responden.
 Menggunakan pakaian serta menyiapkan segala peralatan yang sesuai dengan
kondisi lapangan.
40

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharismi. 1995. Dasar-dasar Research. (Bandung: Tarsoto).

Narimawati, Umi. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif: Teori dan
Aplikasi. (Bandung: Agung Media)
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar 1. Gambar 2
Enumerator dari kampus PKN STAN Perjalanan menuju ke lokasi
sedang berkumpul di depan balai Taman pelaksanaan survey dilakukan
Nasional Gunung Gede-Pangrango dengan jalan kaki karena terdapat
(TNGGP) untuk mendengarkan beberapa tempat yang tidak bisa
pengarahan dari Dosen pembimbing diakses menggunakan moda
kegiatan. kendaraan bermotor.
Gambar 3 Gambar 4

Kondisi akses jalan di salah satu lokasi Kebun-kebun warga di Desa


pelaksanaan field trip. Cimacan yang tidak jauh dari
pemukiman tempat mereka tinggal.
Gambar 5 Gambar 6

Salah satu kebun warga yang menjadi Melakukan wawancara terkait hasil
responden Kelompok 5 Penilai 4-06. produktivitas dari lahan Ibu Titi
Rokoyah.
Gambar 7 Gambar 8
Melakukan Wawancara dengan salah Berfoto bersama salah satu warga
satu responden yang sedang berladang. yang menjadi responden dari desa
cimacan yang sedang beristirahat
setelah berladang.

Gambar 9

Melakukan wawancara dengan salah satu warga yang sedang berladang di lahan
yang berada di atas sebuah perbukitan.

Anda mungkin juga menyukai