Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN PENILAIAN

PT TRISULA TEXTILE INDUSTRY


Jl. Mahar Martanegara No. 170, Cimahi

Kelompok 4
Aditya Candra Eka Kurnia P
A’izza Umma T
Gissela Isabella S
Mawalia Zakiyati

TANGGAL PENILAIAN
19 Juni 2019

POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN


PRODI D III PBB/PENILAI
2018
PENGANTAR

Yth. Bapak Nugroho Yonimurwanto


Selaku Dosen Mata Kuliah Pengantar Penilaian Bisnis

Sehubungan dengan instruksi yang Bapak berikan untuk melakukan penilaian bisnis,
dengan ini kami sampaikan laporan hasil penilaian objek penilaian yaitu PT Trisula Textile
Industry dengan tujuan menentukan indikasi Nilai Pasar Wajar (Fair Market Value). Laporan
Penilaian dengan keseluruhan isi beserta lampirannya menjelaskan rincian pendekatan dan
metode penilaian serta data pendukung yang digunakan dalam analisis penilaian dimaksud
sesuai dengan penelitian yang telah kami lakukan.
Setelah mempertimbangkan data dan informasi yang objektif, kami mengambil
simpulan bahwa Nilai Pasar Wajar PT Trisula Textile Industry yang berlokasi pada tanggal 19 Juni
2019 adalah sebesar:
Rp 314.329.400.000,00
Kami menyatakan bahwa di dalam penilaian ini, kami tidak mempunyai kepentingan
apapun terhadap objek penilaian tersebut, baik saat ini maupun masa yang akan datang dan
setiap yang membatasi dinyatakan dalam laporan penilaian ini.

Hormat kami,

Tim Penilai Kelompok 4


PERNYATAAN PENILAI

Penilai menyatakan bahwa nilai yang dihasilkan adalah:


1. Berdasarkan pengetahuan dan data yang diperoleh dari hasil survei serta dari pihak-pihak
tertentu sebagai narasumber yang terpercaya.
2. Berdasarkan pernyataan atas fakta yang ada terkini, yang dinyatakan dalam laporan ini.
3. Berdasarkan atas analisis, opini, dan simpulan nilai yang dibatasi oleh asumsi, kondisi dan
syarat pembatas.
4. Berdasarkan pada kondisi tidak dipengaruhi kepentingan apapun pada saat ini dan masa
yang akan datang atas objek penilaian.
5. Berdasarkan pada peninjauan langsung terhadap objek penilaian dalam laporan ini.
6. Laporan ini disusun dengan berpedoman pada Standar Penilaian Indonesia (SPI) 2007 dan
Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI)
ASUMSI DAN SYARAT PEMBATAS

Penilai membuat asumsi sebagai berikut:


1. Penilaian dilakukan berdasarkan data dan informasi yang disampaikan oleh sumber yang
dapat dipercaya dan atas ketidakbenaran data dan/atau informasi tersebut bukan menjadi
tanggung jawab Penilai.
2. Objek penilaian dinilai sebagai objek yang bebas dari segala beban atasnya, kecuali
dinyatakan lain.
3. Keterangan yang diberikan oleh pihak lain dianggap relevan dan layak selama berdasarkan
analisis objektif yang dilakukan Penilai.
4. Penilaian dilaksanakan dengan mempertimbangkan batasan dan peraturan pemerintah
yang terkait dengan objek penilaian, kecuali dinyatakan lain.
5. Penggunaan tanah dan/atau bangunan serta sarana pelengkapnya dalam area objek
penilaian yang dinilai telah dirinci dalam laporan ini, kecuali dinyatakan lain.

Laporan Penilaian ini dibuat dengan syarat batasan umum sebagai berikut:
1. Nilai yang digunakan adalah dalam mata uang rupiah.
2. Laporan ini bersifat rahasia dan tidak dapat disebarluaskan baik secara keseluruhan
maupun sebagian tanpa izin dari Penilai dan pemberi tugas.
3. Penilaian ini hanya digunakan untuk tujuan sebagaimana disebutkan dalam laporan ini, dan
Penilai tidak bertanggung jawab terhadap penggunaan untuk tujuan lainnya.
4. Penilai menandatangani simpulan nilai dan bertanggung jawab sepenuhnya atas hasil
laporan penilaian ini.
RINGKASAN NILAI

Objek Penilaian : PT Trisula Textile Industry


Alamat Objek Penilaian : Jl. Mahar MartanegaraNo. 170, Cimahi
Pendekatan Penilaian : Pendekatan Pendapatan dan Pendekatan Pasar
Tanggal Penilaian : 19 Juni 2019

Kesimpulan indikasi Nilai Pasar Wajar (Fair Market Value) atas objek penilaian berdasarkan
hasil penilaian adalah sebesar:
Rp 314.329.400.000
I. LINGKUP PELAKSANAAN PENILAIAN

A. DASAR PENUGASAN
Dasar Penugasan adalah untuk memunuhi tugas pada Mata Kuliah Pengantar Penilaian
Bisnis.

B. TUJUAN PENILAIAN
Tujuan penilaian adalah untuk menentukan Nilai Pasar Wajar (Fair Market Value) atas
objek penilaian yaitu PT Trisula Textile Industrycyang beralamat di Jl. Mahar
MartanegaraNo. 170, Cimahi, dengan menggunakan Pendekatan Pendapatan dan
Pendekatan Pasar (Income Approach).

C. TANGGAL PENILAIAN
Tanggal penilaian atas PT Trisula Textile Industry adalah tanggal 19 Juni 2019.

D. PENGERTIAN DAN DEFINISI


1. Harga adalah istilah yang digunakan untuk sejumlah uang yang
diminta, ditawarkan, atau dibayarkan untuk sesuatu barang atau jasa. Hubungannya
dengan penilaian, harga merupakan faktor historis, baik yang diumumkan secara
terbuka maupun dirahasiakan. Karena kemampuan finansial, motivasi, atau kepentingan
khusus dari seorang penjual atau pembeli, harga yang dibayarkan atas suatu barang
atau jasa dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan nilai barang atau jasa
yang bersangkutan. Meskipun demikian, harga biasanya merupakan indikasi atas nilai
relatif dari barang atau jasa oleh pembeli tertentu dan atau penjual tertentu dalam
kondisi yang tertentu pula (SPI 2007 Konsep dan Prinsip Umum Penilaian butir 4.2).
2. Nilai adalah konsep ekonomis yang merujuk kepada harga yang
sangat mungkin disepakati oleh pembeli dan penjual dari suatu barang atau jasa yang
tersedia untuk dibeli. Nilai bukan merupakan fakta, tetapi lebih merupakan harga yang
sangat mungkin dibayarkan untuk barang atau jasa pada waktu tertentu sesuai dengan
definisi tertentu dari nilai. (SPI 2007 Konsep dan Prinsip Umum Penilaian butir 4.5).
3. Penilaian adalah proses pekerjaan untuk memberikan estimasi dan
pendapat atas nilai ekonomis suatu objek penilaian pada saat tertentu sesuai dengan
Standar Penilaian Indonesia (SPI) dan peraturan-peraturan yang berlaku (KEPI & SPI
Edisi VI-2015).
4. Nilai Pasar Wajar (Fair Market Value) adalah estimasi jumlah uang
tunai atau yang bersifat ekivalen yang dapat diperoleh dari suatu transaksi jual beli
asset, perusahan atau saham, dan real estate atau property antara pembeli yang
berminat membeli (willing buyer) dan penjual yang berminat menjual (willing seller)
yang keduanya memiliki kemampuan untuk melakukan suatu transaksi, bertindak tanpa
ada keterpaksaan dan masing-masing memiliki fakta dan informasi yang relevan.
5. Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik atau Highest dan Best
Use (HBU) dapat didefinisikan sebagai penggunaan yang paling mungkin dan optimal
dari suatu properti, yang secara fisik dimungkinkan, telah dipertimbangkan secera
memadai, secara hukum diijinkan, secara finansial layak, dan menghasilkan nilai
tertinggi dari properti tersebut (SPI 2007 Konsep dan Prinsip Umum Penilaian butir 6.3).
6. Tanggal Penilaian (Cut Off Date) adalah tanggal pada saat nilai, hasil penilaian, atau
perhitungan manfaat ekonomi dinyatakan.

E. PENDEKATAN PENILAIAN
Untuk memperoleh indikasi Nilai Pasar Wajar atas objek penilaian dilakukan dengan
menggunakan pendekatan pendapatan (Income Approach) dan Pendekatan Biaya (Cost
Approach). Detail mengenai pendekatan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
Pendekatan Pendapatan adalah penilaian atas suatu objek yang dilakukan dengan
memperkirakan arus kas pendapatan yang akan diterima atas pemanfaatan ruang properti
dimasa datang (proyeksi). Ada empat metodologi yang lazim digunakan dalam pendekatan
pendapatan, diantaranya ialah Gross Income Multiplier (GIM), Direct Capitalization,
Discounted Cash Flow (DCF) dan Residual Technique.
Jika pendapatan bersih pertahun dianggap stabil selama masa operasional dan bersifat
tak terhingga atau terus menerus, maka pendapatan bersih yang dihasilkan pada tahun
tertentu oleh suatu properti dapat dikapitalisasi langsung menjadi nilai dari properti
bersangkutan selama tingkat kapitalisasi yang digunakan adalah tingkat kapitalisasi (yield)
yang berlaku umum di pasar properti bersangkutan dan metode ini disebut kapitalisasi
langsung.
Apabila pendapatan dari properti yang dinilai tidak dapat dianggap tetap, maka
penilaian dapat menggunakan Metode Arus Kas yang didiskontokan atau lebih dikenal
dengan istilah Discounted Cash Flow (DCF). Dengan pendekatan ini nilai pasar dari suatu
properti adalah sejumlah nilai kini dari Net Operational Income yang akan diperoleh dari
hasil operasional properti.
Hasil penilaian dengan Pendekatan Pendapatan merupakan nilai dari keseluruhan
bagian aset yang mempunyai kontribusi langsung delam operasional seperti tanah, gedung,
sarana pelengkap, mesinmesin dan peralatan, dan merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan.

F. SUMBER INFORMASI
Dalam menyusun laporan penilaian ini, kami menggunakan data dan informasi yang
diperoleh dari beberapa website terkait serta dari website resmi PT Trisula Textile
Industry.
GAMBARAN UMUM PERSEROAN
 Pendirian Perseroan
PT Trisula Textile Industries Tbk (“Perusahaan”) didirikan berdasarkan Akta Notaris No.
39 tanggal 11 Januari 1971 dari Notaris Kurniati, S.H.Akta pendirian Perusahaan tersebut telah
memperoleh pengesahan oleh Menteri Hukum dan HakAsasi Manusia Republik
Indonesiasesuai Surat keputusan No. Y.A.5/65/17 tanggal 26 Februari 1974 dan telah
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 427/1974, Tambahan No.68tanggal
23 Agustus 1974
Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir berdasarkan
Akta No. 163 tanggal 30 Oktober 2017 dibuat dihadapan Notaris Hasbullah Abdul Rasyid, S.H.,
M.Kn., bertindak sebagai pengganti dari Notaris Fenny Jun Aruan, S.H., sehubungan dengan
perubahan modal dasar, modal ditempatkan dan di setor penuh Perusahaan. Akta perubahan
tersebut telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia No. AHU-AH.01.03-0187502 Tahun 2017 tanggal 3 November 2017, dan diumumkan
dalam Berita Negara Republik Indonesia No.19, tambahan No. 691/L.
Perusahaan berkedudukan dan berkantor pusat di Jl. Mahar MartanegaraNo. 170, Cimahi.
Perusahaan beroperasi secara komersial pada tahun 1973.
Sesuai dengan Pasal 3 Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkupkegiatan usaha utama
Perusahaan yaitu bergerakdalam bidangindustri tekstildan perdagangan tekstil.
Entitas Induk langsung dan utama atas Perusahaan adalah PT Inti Nusa Damai, yang didirikan
dan berdomisili di Indonesia.
Penawaran umum saham perusahaan
Pada tanggal 25 September 2017, Perusahaan memperoleh pernyataan efektif dari Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan surat No. S-417/D.04/2017 untuk melakukan penawaran
umum perdana atas 300.000.000 sahamnya dengan nilainominal Rp 100 per saham kepada
masyarakat melalui Bursa Efek Indonesia dengan harga penawaran perdana sebesar Rp 150
per saham. Pada tanggal 29 September 2017, seluruh saham ini telah dicatatkan di Bursa Efek
Indonesia.
erdasarkan Akta No. 163 tanggal 30 Oktober 2017 dari Notaris Hasbullah Abdul Rasyid, S.H.,
M.Kn., sesuai dengan daftar pemegang saham tanggal 17 Oktober 2017, jumlah sahamyang
dikeluarkan oleh Perusahaan kepada masyarakat dalam penawaran saham perdana adalah
sebanyak 300.000.000 saham yang merupakan 20,69% dari jumlah saham disetor. Akta ini
telah diterima pemberitahuannya oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia dengan Surat Keputusannya No. AHU-0139344.AH.01.11.Tahun 2017 tanggal 3
November 2017
ada tanggal 31 Desember 2018 dan 2017, saham Perusahaan sebanyak1.450.000.000saham
telah dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia.
 Manajemen Perseroan
Dewan Komisaris dan Direksi
Berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan, sesuai dengan Akta No. 4 tanggal 23
April 2018 dari Notaris Elly Halida, S.H,. susunan Dewan Komisaris dan Direksi Perusahaan pada
tanggal 31 Desember 2018 adalah sebagai berikut:
Dewan Komisaris :
Presiden Komisaris :Lim Kwang Tak
Komisaris Independen:V. Roy Sunarja
Direksi
Presiden Direktur:Karsongno Wongso Djaja
IndependenDirektur :Handi Suwarto
Direktur:R. Nurwulan Kusumawati
Komite Audit
Berdasarkan Surat Keputusan No. 002/IPO-SK/MNQ/2017 tanggal 12 Januari 2017, komposisi
Komite Audit Perusahaan pada tanggal 31 Desember 2018 dan 2017 adalah sebagai berikut :
Ketua:V. Roy Sunarja
Anggota:Yohanes Linero
Anggota:Ong Po Han
Komite Remunerasi dan Nominasi
Berdasarkan Surat Keputusan No. 009/SK.DIR-VI/2017 tanggal 6 Juni2017, komposisi Komite
Remunerasi dan Nominasi pada tanggal 31 Desember 2018 dan 2017 adalah sebagai berikut:
Ketua:V. Roy Sunarja
Anggota:Lim Kwang Tak
Anggota:Yaya Sunjaya
Sekretaris Perusahaan
Berdasarkan SuratKeputusan Direksi No. 007/SK.DIR-VI/2017tanggal 6 Juni 2017, Perusahaan
menunjuk R. Nurwulan Kusumawati sebagai Sekretaris Perusahaan.
 Legalitas Perizinan
Akta No. 39 tanggal 11 Januari 1971 yang dibuat dihadapan Notaris Kurniati, SH, dan disahkan
oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia (sekarang Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia) dengan Surat keputusan No. Y.A.5/65/17 tanggal 26 Februari 1974.
 Aktivitas Usaha
PT.Trisula Textile Industries,Tbk yang beralamatkan di Jalan Mahar Martanegara No,170 Baros-
Cimahi Jawa Barat-Indonesia ,Berdasarkan Pasal 3 Anggaran Dasar, ruang lingkup bidang usaha
Perseroan adalah bergerak di bidang industri dan perdagangan tekstil. Sesuai Anggaran Dasar
tersebut, Perseroan melaksanakan kegiatan usaha utama dalam bidang industri tekstil, seperti
industri pemintalan benang, pertenunan, pencelupan, pemutihan dan penyempurnaan tekstil,
serta pakaian jadi dari tekstil. Selain kegiatan usaha utama, Perseroan juga menjalankan
kegiatan usaha penunjang dalam bidang perdagangan tekstil dan pakaian jadi, serta produk
terkait lainnya, yang meliputi perdagangan impor dan ekspor, antar pulau/daerah dan
interinsulair, baik untuk perhitungan sendiri maupun atas perhitungan pihak lain secara komisi,
dan bertindak sebagai agen perwakilan, grosir, supplier, leveransir, dan distributor.
Aktivitas Usaha perusahaan berdasarkan laporan keuangan perusahaan per 31 Desember
2017 dan laporan keuangan per 31 Desember 2018 adalah sebagai berikut :
Uraian 2017 2018
Penjualan Neto 446.128.910.614 561.373.657.827
Beban Pokok Penjualan 341.205.640.381 412.792.116.221
Laba Bruto 104.923.270.233 148.581.541.606
Total Beban Usaha 72.737.789.129 102.510.809.789
Laba Usaha 32.185.481.104 46.070.731.817
Total Beban Lain-lain - Neto (11.953.767.800) (15.486.873.272)
Laba Sebelum Beban Pajak
Penghasilan 20.231.713.304 30.583.858.545
Total Beban Pajak Penghasilan - Neto (5.280.753.518) (6.561.075.820)
Laba Neto Tahun Berjalan 14.950.959.786 24.022.782.725
Aset
Total Aset Lancar 333.171.769.612 342.554.523.490
Total Aset Tidak Lancar 132.793.387.133 172.407.648.283
Total Aset 465.965.156.745 514.962.171.773
Liabilitas dan Ekuitas
Total Liabilitas Jangka Pendek 187.735.291.863 218.191.271.919
Total Liabilitas Jangka Panjang 37.350.505.750 36.572.810.012
Total Liabilitas 225.085.797.613 254.764.081.931
Total Ekuitas 240.879.358.132 260.198.089.842
Total Liabilitas dan Ekuitas 465.965.155.745 514.962.171.773

 Kinerja Usaha
Kinerja usaha perusahaan berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2017 dan laporan
keuangan per 31 Desember 2018 adalah sebagai berikut :
Uraian 2017 2018
Penjualan Neto 446.128.910.614 561.373.657.827
Beban Pokok Penjualan 341.205.640.381 412.792.116.221
Laba Bruto 104.923.270.233 148.581.541.606
Beban Usaha
Beban umum dan administrasi 50.724.028.433 54.258.419.695
Beban penjualan dan pemasaran 22.013.760.696 48.252.390.094
Total Beban Usaha 72.737.789.129 102.510.809.789
Laba Usaha 32.185.481.104 46.070.731.817
Penghasilan (Beban) Lain-lain
Penghasilan dari penjualan sisa
produksi 632.576.579 1.186.584.895
Pendapatan keuangan 1.229.235.311 456.532.242
Pendapatan komisi 1.178.987.546 52.750.909
Laba penjualan aset tetap 166.396.777 3.000.000
Beban keuangan (14.589.629.041) (14.824.413.595)
Rugi selisih kurs - neto (199.968.456) (3.068.978.102)
Bagian rugi entitas asosiasi (46.280.804) (122.803.811)
Lain-lain - neto (325.085.712) 830.454.190
Total Beban Lain-lain - Neto (11.953.767.800) (15.486.873.272)
Laba Sebelum Beban Pajak Penghasilan 20.231.713.304 30.583.858.545
Manfaat (Beban) Pajak Penghasilan
Kini (4.898.430.443) (7.379.676.623)
Tangguhan (382.323.075) 818.600.803
Total Beban Pajak Penghasilan - Neto (5.280.753.518) (6.561.075.820)
Laba Neto Tahun Berjalan 14.950.959.786 24.022.782.725

Dari tahun 2018 ke 2019. Perusahaan mengalami kenaikan penjulan dari Rp


446.128.910.614 menjadi Rp 561.373.657.827 atau sebesar 25,83%. Laba neto tahun
berjalan perusahaan juga mengalami kenaikan cukup besar dari Rp 14.950.959.786 menjadi
Rp 24.022.782.725 atau sebesar 60,68%

Uraian 2017 2018


Aset
Aset Lancar
Kas dan setara kas 44.619.482.919 45.295.623.558
Portofolio efek 11.850.000 74.975.000
Piutang usaha – neto
Pihak ketiga 96.162.758.324 110.450.405.380
Pihak berelasi 3.884.536.385 5.357.742.488
Piutang lain-lain
Pihak ketiga 11.992.097.791 1.160.598.157
Pihak berelasi 3.256.970.925 1.620.973.333
Persediaan 159.240.435.281 162.388.553.923
Uang muka dan beban dibayar di muka 4.697.969.090 3.397.881.227
Pajak dibayar di muka 9.125.155.063 12.438.661.674
Aset lancar lainnya 180.513.834 369.108.750
Total aset lancer 333.171.769.612 342.554.523.490
Aset Tidak Lancar
Investasi pada Entitas Asosiasi - 288.168.610
Aset tetap 275.957.293.035 328.030.298.120
Akumulasi penyusutan 153.718.185.239 166.310.814.714
Aset tetap bersih 122.239.107.796 161.719.483.406
Aset pajak tangguhan –neto 9.233.220.194 9.926.193.267
Aset tidak lancar lain 823.119.000 473.803.000
Tagihan restitusi pajak 272.635.160 -
Aset imbalan kerja karyawan 225.304.983 -
Total Aset Tidak Lancar 132.793.387.133 172.407.648.283
Total Aset 465.965.156.745 514.962.171.773
Liabilitas
Liabilitas Jangka Pendek
Pinjaman bank jangka pendek 97.380.515.197 103.969.240.195
Utang usaha
Pihak ketiga 40.763.638.088 60.859.614.729
Pihak berelasi 823.858.544 1.817.877.905
Utang lain-lain
Pihak ketiga 23.017.479.057 24.221.016.884
Pihak berelasi 11.887.462.019 6.705.990.343
Utang pajak 1.715.759.906 1.606.216.665
Beban masih harus dibayar 5.516.893.100 5.716.959.344
Uang muka pelanggan 2.027.899.754 9.910.185.131
Bagian liabilitas jangka panjang yang jatuh
tempo dalam waktu satu tahun
Pinjaman bank 4.459.916.542 3.377.043.960
Utang pembiayaan konsumen 141.869.656 7.126.763
Total Liabilitas Jangka Pendek 187.735.291.863 218.191.271.919
Liabilitas Jangka Panjang
Liabilitas jangka panjang - setelah dikurangi
bagian yang jatuh tempo dalam waktu satu
tahun:
Pinjaman bank 18.613.972.160 21.279.219.801
Utang pembiayaan konsumen 7.126.763 -
Liabilitas imbalan kerja karyawan 18.673.080.581 15.293.590.211
Liabilitas pajak tangguhan 56.326.246 -
Total Liabilitas Jangka Panjang 37.350.505.750 36.572.810.012
Total Liabilitas 225.085.797.613 254.764.081.931
Ekuitas
Ekuitas yang dapat diatribusikan kepada
pemilik Entitas Induk 145.000.000.000 145.000.000.000
Modal saham - nilai nominal Rp 100 per
saham Modal dasar - 2.000.000.000 Modal
ditempatkan dan disetor penuh -
1.450.000.000 saham 22.427.291.615 7.971.776.470
Tambahan modal disetor – neto 40.907.766 49.248.534
Selisih nilai atas perubahan ekuitas anak
Saldo laba
Telah ditentukan penggunaannya - 100.000.000
Belum ditentukan penggunaannya 42.769.088.683 74.331.611.137
Akumulasi kerugian komprehensif lain - aset
keuangan tersedia untuk dijual (112.150.000) (199.025.000)
Total ekuitas yang dapat diatribusikan
kepada pemilik Entitas Induk 210.125.138.064 227.253.611.141
Kepentingan Nonpengendali 30.754.220.068 32.944.478.701
Total Ekuitas 240.879.358.132 260.198.089.842
Total Liabilitas dan Ekuitas 465.965.155.745 514.962.171.773

Dari sisi aset, total aset perusahaan dari 2017 ke 2018 bertambah dari Rp 465.965.156.745
menjadi Rp 514.962.171.773 atau terjadi kenaikan sebesar 10,52%.
Dari sisi liabilitas, total liabilitas perusahaan bertambah dari Rp 225.085.797.613 menjadi
Rp 254.764.081.931, atau terjadi kenaikan sebesar 13,19%. Sementara dari sisi sekuitas,
total ekuitas perusahaan bertambah dari Rp 240.879.358.132 menjadi Rp 260.198.089.842
atau terjadi kenaikan sebesar 8,02%.
 Penyesuaian Data Laporan Keuangan
1. Neraca dan Laba (Rugi)
Tidak terdapat penyesuaian terhadap neraca dan laporan laba rugi historis perusahaan,
sehingga neraca dan laporan laba rugi perusahaan disajikan sesuai dengan laporan keuangan
yang diperoleh sebagai sumber data keuangan.
2. Arus Kas
Dengan tidak adanya perubahan mendasar yang dilakukan pada laporan keuangan historis
perusahaan, maka arus kas perusahaan tidak dilakukan perubahan atau penyesuaian apapun
sehingga masih menggunakan laporan arus kas sesuai laporan keuangan perusahaan.

TINJAUAN EKONOMI MAKRO DAN INDUSTRI


 Ekonomi Makro Dunia
Perekonomian global 2018 ditandai ketidakpastian yang meningkat dipicu tiga perkembangan
yang kurang menguntungkan. Pertama, pertumbuhan ekonomi dunia melambat dari 3,8%
pada 2017 menjadi 3,7% pada 2018. Pertumbuhan ekonomi yang melambat kemudian
menurunkan pertumbuhan volume perdagangan dunia dan harga komoditas global. Kedua,
suku bunga Federal Funds Rate (FFR) naik lebih cepat dan lebih tinggi dari respons tahun
sebelumnya, sehingga memicu risiko pembalikan aliran modal dari negara berkembang. Ketiga,
ketidakpastian pasar keuangan global meningkat dipicu beberapa faktor seperti peningkatan
ketegangan perdagangan Amerika Serikat (AS) dengan Tiongkok dan negara lain, risiko
geopolitik seperti perundingan Brexit dan krisis di beberapa negara berkembang seperti
Argentina dan Turki. Ketiga faktor ini kemudian mendorong investor global menarik dananya
dan mengancam stabilitas eksternal negara berkembang. Mata uang berbagai negara melemah
tajam terhadap dolar AS dan menimbulkan kerentanan instabilitas makroekonomi dan sistem
keuangan. Ketidakpastian ekonomi global mendorong beragam respons dari berbagai negara
dengan mengoptimalkan interaksi kebijakan moneter dan fiskal. Di negara maju, sebagian
negara maju non-AS mengambil kebijakan moneter bias longgar untuk menjaga momentum
pertumbuhan. Sementara itu, konsolidasi fiskal negara maju berlangsung perlahan, kecuali AS
yang melakukan stimulus fiskal dalam jumlah besar. Di negara berkembang, tantangan
terbesar dalam kebijakan ekonomi adalah dalam mengoptimalkan bauran kebijakan moneter
dan fiskal untuk merespons peningkatan risiko eksternal. Sebagian besar negara berkembang
menempuh kebijakan moneter ketat sebagai respons terhadap pengetatan kebijakan moneter
global yang memicu arus modal keluar. Di sisi lain, kebijakan fiskal terus diseimbangkan untuk
menjaga pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga sustainabilitas fiskal. Reformasi struktural
di berbagai negara juga dilanjutkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan. Reformasi struktural ditujukan untuk mendorong produktivitas, memperbaiki
permasalahan sektor tenaga kerja, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi potensial yang
terbatas akibat penuaan populasi. Kerja sama internasional juga diperkuat baik yang bersifat
bilateral, regional, maupun multilateral. Kerjasama internasional ditujukan untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang kuat, berimbang, dan berkesinambungan, dengan tetap menjaga
resiliensi perekonomian.
Pertumbuhan ekonomi global tahun 2018 melambat dengan pertumbuhan antarnegara yang
tidak merata. Ekonomi dunia tercatat tumbuh sebesar 3,7% pada 2018, melambat
dibandingkan dengan pertumbuhan pada 2017 sebesar 3,8% (Tabel 1.1). Perlambatan
pertumbuhan ekonomi dunia terutama mulai terlihat pada semester II 2018. Secara
keseluruhan, kinerja perekonomian 2018 tercatat terlebih rendah dari perkiraan di awal tahun.
Perlambatan ekonomi dunia juga dibarengi komposisi pertumbuhan ekonomi yang tidak
merata. Pertumbuhan ekonomi AS meningkat cukup tinggi didorong stimulus fiskal dalam skala
besar. Sementara itu, pertumbuhan negara maju lainnya, misalnya Jepang dan kawasan Eropa,
melambat karena dukungan permintaan eksternal yang berkurang dan permintaan domestik
yang lemah. Sejalan dengan itu, pertumbuhan negara berkembang juga melambat terutama
dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan yang terjadi di Tiongkok dan Amerika Latin.

Hanya sedikit negara di negara


berkembang, seperti di India, yang
mengalami akselerasi pertumbuhan
ekonomi cukup tinggi. Kecuali AS,
Negara Maju Melambat Ekonomi
negara maju secara agregat tumbuh
melambat. Perekonomian negara
maju tumbuh 2,3% pada 2018, lebih
rendah dari pertumbuhan 2017
sebesar 2,4% (Grafik 1.1).

Namun demikian, perlambatan ekonomi


dunia tidak terjadi secara merata, karena
perekonomian AS dalam tren meningkat.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi
sebagian besar negara maju lain dalam tren
melambat. Pertumbuhan AS pada 2018 terakselerasi tinggi didorong stimulus fiskal dalam
jumlah cukup besar. Ekonomi AS tumbuh 2,9% pada 2018, meningkat dibandingkan dengan
pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 2,2%. Peningkatan stimulus fiskal secara signifikan
meningkatkan peran belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi. Peranan stimulus
fiskal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi AS meningkat pada 2018, namun diikuti
dengan peningkatan risiko sustainabilitas fiskal. Pemerintah AS memberikan stimulus fiskal
melalui pengurangan pajak dan ekspansi belanja. Kebijakan pengurangan pajak ditujukan
untuk mendorong kinerja perusahaan yang pada gilirannya menurunkan angka pengangguran.
Ekspansi belanja terutama pada belanja pertahanan dan belanja terkait social security.
Kebijakan ini membuat pendapatan fiskal makin turun dan mendorong defisit anggaran
pemerintah AS meningkat pada 2018 (Grafik 1.2).

Defisit anggaran sebagian besar dibiayai melalui


penerbitan surat utang pemerintah, sehingga
menimbulkan kekhawatiran terhadap kemampuan
bayar Pemerintah AS pada masa yang akan datang.
Sejalan dengan peningkatan stimulus fiskal, konsumsi
AS terakselerasi seiring dengan peningkatan
penghasilan pekerja dan dukungan dari pemotongan
pajak penghasilan (Grafik 1.3).

Investasi membaik pada paruh pertama 2018, didukung oleh reformasi pajak yang
menurunkan beban pajak korporasi. Namun, investasi kembali melambat pada paruh kedua
2018 tertekan oleh kebijakan eksternal AS yang penuh ketidakpastian, peningkatan suku
bunga, dan perlambatan kinerja sektor tambang
minyak. Permintaan domestik yang membaik. di tengah
penguatan nilai tukar dolar AS mendorong akselerasi
impor. Di sisi lain, ekspor tumbuh melambat karena
pertumbuhan negara-negara mitra dagang AS termoderasi. Peningkatan pertumbuhan
ekonomi AS berdampak pada peningkatan inflasi. Inflasi personal consumption expenditure
(PCE) inti pada 2018 tercatat 1,9 %, lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi 2017 sebesar 1,6%.
Sementara itu, inflasi PCE pada 2018 tertahan pada level 1,75% seiring dengan koreksi harga
minyak pada akhir tahun. Peningkatan inflasi PCE inti tidak terlepas dari kebijakan fiskal AS
yang melakukan stimulus fiskal dengan skala besar ketika perekonomian mendekati
pertumbuhan ekonomi potensial. Seiring dengan kenaikan pertumbuhan ekonomi AS, pasar
tenaga kerja mengetat sejak 2017 ditandai jumlah lowongan kerja yang lebih tinggi dari jumlah
pengangguran dan tingkat pengangguran yang di bawah level non-accelerating inflation rate of
unemployment (NAIRU) (Grafik 1.4). Berbeda dengan AS, pertumbuhan ekonomi di kawasan
Eropa melambat. Kawasan Eropa tumbuh 1,8%, melambat dibandingkan dengan pertumbuhan
2017 sebesar 2,4%. Lonjakan pertumbuhan ekonomi pada paruh kedua 2017 tidak berlanjut
pada 2018 karena ekspor yang melemah (Grafik 1.5). Ekspor kawasan Eropa melambat seiring
dengan moderasi pertumbuhan mitra dagang kawasan Eropa dan peningkatan ketidakpastian
dari tensi perdagangan. Saat bersamaan permintaan domestik juga melemah. Program
konsolidasi fiskal di berbagai negara kawasan Eropa ikut menekan konsumsi dan investasi.
Permintaan domestik makin tertekan seiring dengan peningkatan ketidakpastian terkait risiko
geopolitik di Jerman, Italia, dan ntaan domestik yang lemah pada gilirannya menyebabkan
perlambatan ekonom

Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan, 2019 akan menjadi tahun pertumbuhan
ekonomi global yang lebih lambat, melanjutkan tren yang terjadi pada 2018. Meski demikian,
IMF melihat adanya harapan kembalinya perekonomian yang lebih cerah pada akhir tahun ini
dan memasuki tahun 2020. Dalam edisi terbaru laporan Prakiraan Ekonomi Dunia yang
dikeluarkan dua kali setahun, IMF memperingatkan, sementara ada alasan keoptimisan, ada
sejumlah resiko yang menghalangi potensi pertumbuhan ekonomi global.

Laju pertumbuhan ekonomi global diproyeksi akan melemah. Bank Dunia pun merevisi
pertumbuhan ekonomi global di tahun 2019 ini jadi 2,9 persen dari 3 persen di 2018 lalu.
Berbagai hal yang menjadi pertimbangan Bank Dunia terkait perlambatan laju pertumbuhan
ekonomi tersebut adalah melemahnya aktivitas perdagangan dan manufaktur dunia, masih
tingginya ketegangan perdagangan, dan beberapa negara berkembang besar harus
menghadapi tekanan pasar keuangan. Pertumbuhan di negara-negara maju akan terkoreksi
menjadi 2 persen tahun ini, lantaran permintaan yang semakin melemah, biaya utang yang
semakin tinggi, serta ketidakpastian dalam berbagai kebijakan yang akan menekan outlook dari
pasar dan negara berkembang.

Dikutip dari rilis resmi Bank Dunia, Rabu (9/1/2019), laju pertumbuhan ekonomi negara
berkembang akan lebih lambat dari yang diperkirakan, yaitu 4,2 persen tahun ini. "Di awal
tahun 2018 pertumbuhan ekonomi global melaju dengan pesat, namun mulai kehilangan
lajunya seiring dengan berjalannya waktu, dan perjalanan akan semakin bergejolak setahun ke
depan," ujar CEO Global Bank Dunia Kristalina Georgiva. Georgiva menjelaskan, semakin
meningkatnya gejolak di pasar keuangan negara berkembang akan mengancam upaya dunia
dalam mengurangi kemiskinan.

Di dalam rilis tersebut juga disebutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan bertahan pada
5,2 persen, sedangkan ekonomi China akan melambat di 6,2 persen dari 6,5 persen tahun lalu.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Thailand jga akan melambat 3,8 persen 2019 ini.
Adapun Amerika Serikat, yang saat ini tengah melakukan negosiasi dagang akibat konflik
perdagangan dengan China, akan mengalami perlambatan laju pertumbuhan ekonomi dari 2,9
persen tahun lalu menjadi 2,5 persen tahun ini.
 Ekonomi Makro Indonesia
Momentum pemulihan ekonomi Indonesia berlanjut pada 2018. Pertumbuhan ekonomi 2018
tercatat 5,17%, meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar
5,07% (Grafik 2.1) dan merupakan pertumbuhan tertinggi sejak 2013. Secara umum, kinerja
tersebut menunjukkan perekonomian Indonesia tetap solid, mengingat pada saat bersamaan
pertumbuhan ekonomi dunia 2018 dalam tren melambat dan ketidakpastian global sedang
meningkat. Peningkatan pertumbuhan ekonomi 2018 tidak terlepas dari dampak positif bauran
kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah dalam merespons ketidakpastian
global. Satu sisi, respons kebijakan moneter yang pre-emptive, front loading, dan ahead of the
curve untuk menjaga stabilitas perekonomian, khususnya nilai tukar, serta komitmen
pemerintah untuk menjaga prospek kesinambungan fiskal, memberikan keyakinan pelaku
ekonomi untuk melakukan ekspansi usaha. Sisi lain, arah kebijakan yang akomodatif dari
kebijakan fiskal pusat-daerah, termasuk belanja proyek infrastruktur, kebijakan pendalaman
pasar keuangan, kebijakan makroprudensial, kebijakan sistem pembayaran, dan kebijakan
struktural memberikan stimulus bagi kegiatan ekonomi. Implementasi kebijakan tersebut pada
gilirannya mendorong berlanjutnya kegiatan berusaha dan meningkatnya pertumbuhan
ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
meningkat pada 2018 banyak ditopang oleh
permintaan domestik. Pertumbuhan
konsumsi dan investasi meningkat didukung
pendapatan yang membaik, keberlanjutan
pembangunan proyek infrastruktur, serta
daya beli yang terjaga sejalan dengan
tekanan inflasi yang rendah. Beberapa
kegiatan lain juga memengaruhi pengeluaran
penyelenggaraan pemilihan kepala daerah
(Pilkada), kegiatan berskala internasional, seperti di Asian Games dan pertemuan tahunan
International Monetary FundWorld Bank (IMF-WB) dan aktivitas persiapan pemilihan umum
(Pemilu). Sementara itu, peran ekspor neto menurun dipengaruhi kinerja ekspor yang
melambat seiring pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat, di tengah impor yang tumbuh
tinggi sejalan dengan kenaikan permintaan domestik. Ekspansi perekonomian dari sisi lapangan
usaha dipengaruhi oleh sektor sekunder dan sektor tersier. Sejalan dengan konsumsi dan
aktivitas impor barang yang tumbuh kuat, kinerja lapangan usaha (LU) perdagangan besar dan
eceran tumbuh tinggi. Peningkatan belanja pemerintah termasuk belanja yang terkait anggaran
pendidikan mendorong pertumbuhan LU jasa administrasi pemerintahan dan LU jasa
pendidikan. Kinerja LU konstruksi juga tumbuh kuat sejalan dengan percepatan penyelesaian
pembangunan proyek infrastruktur yang telah memasuki tahap akhir. Sementara itu, kinerja LU
industri pengolahan sebagai sektor dengan pangsa terbesar terhadap produk domestik bruto
(PDB), tumbuh stabil pada 2018. Secara spasial, pertumbuhan ekonomi menguat di hampir
seluruh wilayah. Perekonomian Jawa dan Sumatera tumbuh membaik, bahkan Maluku-Papua
(Mapua) tumbuh lebih tinggi. Permintaan domestik yang kuat menjadi mesin utama
pertumbuhan Jawa dan Sumatera. Pertumbuhan ekonomi Jawa yang kuat juga ditopang oleh
membaiknya ekspor seiring dengan meningkatnya kinerja LU industri pengolahan.
Perekonomian Mapua yang tumbuh tinggi dipengaruhi peningkatan kinerja ekspor tambang
yang signifikan. Berbeda dengan kinerja ekspor di Mapua, perkembangan ekspor tambang di
Kalimantan dan Bali-Nusa Tenggara (Bali-Nusra) menurun, sehingga berdampak pada laju
pertumbuhan ekonomi yang melambat di kedua wilayah ini. Sementara itu, perlambatan
pertumbuhan ekonomi di Sulawesi lebih dipengaruhi oleh melambatnya investasi.
Keberlanjutan pemulihan ekonomi berpengaruh positif pada perbaikan kualitas pertumbuhan
ekonomi. Berbagai indikator kesejahteraan masyarakat seperti tingkat pengangguran,
kemiskinan, dan ketimpangan kembali menurun pada 2018. Perkembangan positif pasar
ketenagakerjaan tercermin pada penurunan tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang disertai
dengan perbaikan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK). Tingkat kemiskinan pada 2018
melanjutkan tren penurunan dan bahkan berada pada level terendah semenjak krisis ekonomi
1998. Indikator ketimpangan juga menunjukkan penurunan yang dipengaruhi oleh berbagai
upaya pemerintah untuk menjaga daya beli dan pengeluaran pada masyarakat kelompok
bawah di tengah daya beli dan pengeluaran kelompok 20% teratas yang menurun.
Permintaan domestik yang kuat banyak berperan dalam memengaruhi ekspansi pertumbuhan
ekonomi Indonesia 2018. Permintaan domestik pada 2018 bertumbuh sebesar 5,62%, tertinggi
sejak 2012, didorong pengeluaran konsumsi baik rumah tangga (RT), lembaga nonprofit yang
melayani rumah tangga (LNPRT) maupun Pemerintah. Selain itu, pertumbuhan pembentukan
modal tetap bruto (PMTB) yang tinggi, ditopang investasi nonbangunan dan investasi
bangunan, juga berkontribusi pada kenaikan permintaan domestik. Pemintaan domestik yang
kuat pada gilirannya dapat memitigasi kontribusi sektor eksternal yang pada 2018 secara neto
tercatat negatif akibat kinerja ekspor yang melambat dan impor yang tinggi (Tabel 2.1).
Ekspansi perekonomian 2018 dari sisi Lapangan Usaha (LU) banyak ditopang sektor sekunder
dan sektor tersier. Sejalan dengan permintaan domestik, pertumbuhan LU perdagangan besar
dan eceran mencapai 4,97%, lebih tinggi dibandingkan dengan capaian 2017 sebesar 4,46%
(Tabel 2.2).

Permintaan domestik yang meningkat mendorong peningkatan intermediasi kegiatan


perdagangan besar dan kemudian berkontribusi terhadap penciptaan nilai tambah di sektor
perdagangan. Penyelenggaraan kegiatan berskala internasional yakni Asian Games dan
Pertemuan Tahunan IMF dan WB turut mendukung peningkatan kinerja perdagangan
domestik.

 Gambaran Umum Perusahaan Manufaktur Di Indonesia


Industri manufaktur memiliki peran yang penting sebagai penggerak utama pembangunan
ekonomi Indonesia. Peran industri manufaktur ini tercermin dari rasio terhadap PDB yang
cukup besar, komposisi terhadap ekspor nasional dan penyerapan tenaga kerja, serta berperan
dalam pembentukan daya saing nasional.1 Di samping itu, peran industri manufaktur menjadi
sangat penting untuk memperkuat struktur neraca perdagangan Indonesia yang saat ini masih
didominasi oleh komoditas berbasis sumber daya alam. Dalam kaitan ini, pengembangan
industri manufaktur perlu lebih diarahkan pada industri manufaktur berorientasi ekspor guna
menunjang perbaikan kinerja neraca transaksi berjalan. Berdasarkan identifikasi, potensi untuk
mendorong peningkatan ekspor manufaktur terutama pada industri tekstil dan produk tekstil,
alas kaki, makanan dan minuman (mamin), serta otomotif (Grafik 1).2 Keempat industri ini juga
menjadi target prioritas Pemerintah dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional
(RIPIN) 2015-2035. Meski demikian, upaya untuk mengakselerasi pengembangan keempat
industri tersebut perlu disertai upaya untuk mengatasi beberapa tantangan. Analisa lebih
lanjut dengan metode trade competitiveness diagnostic (TCD) menunjukkan keempat industri
tersebut menghadapi tantangan terkait faktor produksi, kelembagaan, dan akses pasar.
Pada industri tekstil dan produk tekstil, tantangan terbesar berkaitan dengan faktor produksi
yakni ketergantungan terhadap impor bahan baku yang tinggi, faktor ketersediaan dan kualitas
tenaga kerja yang terbatas, dan investasi yang masih terbatas. Sementara itu, tantangan
terbesar yang dihadapi industri alas kaki terkait dengan akses pasar yang masih terbatas.
Tantangan pada industri mamin berkaitan dengan produktivitas yang rendah sejalan dengan
keterbatasan penerapan teknologi dan ketergantungan impor bahan baku. Berbeda dengan
ketiga industri tersebut, industri otomotif menghadapi tantangan terkait dengan skema
insentif produksi domestik yang belum sejalan dengan permintaan global. Secara umum, upaya
untuk mendorong peningkatan peran industri manufaktur memerlukan strategi kebijakan yang
terfokus. Dalam konteks ini, strategi perlu difokuskan pada tiga hal yang saling berkaitan dan
perlu ditempuh secara terintegrasi, baik di tingkat pusat maupun daerah (Gambar 1). Pertama,
mendorong perbaikan faktor produksi untuk mengatasi kesenjangan produktivitas. Hal ini
berhubungan erat dengan upaya untuk mendorong peningkatan kapasitas industri domestik
untuk dapat setara dengan negara kawasan. Strategi yang pertama ini mencakup penyediaan
dukungan infrastruktur yang memadai bagi berkembangnya industri, serta ketersediaan
sumber daya manusia yang sejalan dengan kebutuhan industri. Selain itu, strategi ini juga
diarahkan untuk dapat mendorong berkembangnya industri hulu dan antara guna memperkuat
keterkaitan antar industri domestik, sehingga mendorong peningkatan local value chain.
Strategi kedua berkaitan dengan pengaturan dan kelembagaan untuk mengatasi regulatory
deficiency, termasuk insentif untuk ekspor. Implementasi dari strategi ini bertujuan untuk
dapat meningkatkan iklim usaha melalui deregulasi dan penerapan skema insentif untuk
menarik investasi. Implementasi dari strategi ini juga mencakup penyediaan skema insentif
untuk industri meningkatkan orientasi ekspor. Penerapan strategi ini juga diarahkan untuk
memastikan dukungan kelembagaan dan regulasi untuk menata pengembangan industri secara
bertahap dapat berdaya saing di pasar global. Strategi ketiga menekankan pada penguatan
kerja sama perdagangan dan promosi untuk perluasan akses pasar. Dalam implementasinya,
strategi ini ditempuh antara lain melalui perluasan perjanjian kerja sama perdagangan (free
trade agreement) dan kerja sama bilateral. Penerapan strategi ini disertai upaya untuk
meningkatkan diversifikasi produk ekspor. Selain itu, peningkatan analisis pasar, khususnya
dalam konteks market intelligence untuk meningkatkan kemampuan dalam memahami
karakteristik tren permintaan global.
 Prediksi Pasar Tekstil pada pasar Domestik maupun Luar Negeri
Industri tekstil dan produk  tekstil merupakan salah satu industri yang di prioritaskan  untuk
dikembangkan karna memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional yaitu sebagai
penyumbang devisa negara, menyerap tenaga kerja dalam jumlah cukup besar, dan sebagai
industri  yang diandalkan  untuk memenuhi  kebutuhan  sandang nasional. Hal ini dapat
ditunjukkan melalui perolehan surplus ekspor terhadap impor selama satu dasawarsa  terakhir,
bahkan saat krisis  ekonomi melanda dunia,  ITPT  Nasional masih dapat mempertahankan
surplus perdagangannya dengan nilai tidak kurang dari US$ 5 Milyar, penyerapan tenaga kerja
1,34 juta jiwa, capaian TKDN hingga 63% dan berkontribusi memenuhi kebutuhan domestik
sebesar 46%.

Kementerian Perindustrian menyatakan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional
menunjukkan kinerja yang positif, baik di pasar domestik maupun ekspor. 
Pada kuartal I 2019, pertumbuhan industri tekstil dan pakaian tercatat mencapai 18,98 persen.
Jumlah tersebut naik signifikan dibanding periode yang sama tahun lalu di angka 7,46 persen
dan juga meningkat dari perolehan selama 2018 sebesar 8,73 persen.proses produksi spinning,
knitting, weaving, dyeing, printing dan finishing, serta sektor hilir yang berupa pabrik garmen
dan produk tekstil lainnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)Lampaui 18 Persen, industri tekstil dan pakaian
tumbuh paling tinggi. Produksi industri manufaktur besar dan sedang (IBS) pada kuartal I 2019
naik 4,45 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan produksi IBS tersebut,
ditopang oleh produksi sektor industri pakaian jadi yang naik hingga 29,19 persen karena
melimpahnya order, terutama dari pasar ekspor.
Berdasarkan data United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), saat ini
Indonesia menduduki peringkat kesembilan di dunia untuk manufacturing value added. 
Posisi ini sejajar dengan Brasil dan Inggris, bahkan lebih tinggi dari Rusia, Australia, dan negara
Asean lainnya. Oleh karena itu, Kemenperin terus memacu hilirisasi industri guna
meningkatkan nilai tambah di dalam negeri.
ANALISIS DATA

1. ANALISIS RESIKO

A. RESIKO USAHA
1. Resiko Produksi
Resiko produksi adalah resiko yang terjadi karena ketidak telitian dari produsen yang
berakibat suatu komplain dari konsumen terhadap barang yang dihasilkan oleh produsen.
Contohnya ketika suatu perusahaan memproduksi barang alam jumlah yang besar maka akan
membutuhkan bantuan mesin. Mesin bekerja secara otomatis sehingga produk yang dihasilkan
tidak dapat diteliti satu – persatu sebelum dijual kepada konsumen. Akibatnya apabila ada
barang cacat atau rusak yang sampai di tangan konsumen, maka konsumen akan mengajukan
complain. Dan apabila konsumen tersebut membicarakannya kepada calon pembeli yang lain
maka akan menurunkan penjuakan.
2. Resiko Pemasaran
Resiko pemasaran berkaitan erat dengan proses marketing dan pemasaran produk. Masalah
yang sering dihadapi adalah perusahaan sering kesulitan untuk mengusai teknik marketing
yang baik sehingga penjualan tidak mencapai target. Cara yang dapat dilakukan antara lain
adalah lebih sering mengikuti seminar atau workshop mengenai teknik-teknik marketing,
sering membaca buku, serta belajar langsung dari mentor atau seseorang yang telah sukses.
Intinya adalah Anda harus lebih memperluas ilmu pengetahuan dan wawasan.
3. Resiko Sumber Daya Manusia
Ketika suatu bisnis telah berkembang, maka dibutuhkan karyawan untuk membantu
menjalankan usaha tersebut. Maka dapat dilakukan perekrutan untuk karyawan baru. Namun,
sering erdapat masalah pada SDM seperti sifat pekerja yang kurang baik atau pemalas. Hal ini
tentunya akan menghambat jalannya usaha tersebut. Hal yang dapat dilakukan untuk
mengurangi resiko sumber daya manusia ini adalah dengan melakukan tes beberapa tahap dan
juga melaukan tes psiologi.

4. Resiko Finansial
Memiliki usaha dan  bisnis berarti siap dengan resiko ketidakpastian income atau pendapatan
usaha. Tidak selamanya perusahaan akan memiliki keuntungan dalam jumlah besar. Perlu
diketahui bahwa resiko kerugian juga amatlah besar.
5. Resiko Lingkungan
Resiko lingkungan berasal dari tempat dimana perusahaan berdiri. Misalnya apabila memiliki
usaha catering, maka harus memikirkan limbah pabrik yang dhasilkan dari perusahaan..
6. Resiko Teknologi
Usaha yang dijalankan biasanya selain dibantu dengan tenaga karyawan, namun juga
menggunakan bantuan mesin atau teknologi. Masalah yang sering muncul adalah waktu
pemakaian alat yang harus selalu dipantau. Jika pemakaian alat terlalu lama dan tidak
dilakukan service secara berkala, maka kemungkinan alat akan rusak dan tidak dapat
dipergunakan. Hal ini merupakan kerugian bagi perusahaan, maka dari itu perawatan alat,
mesin dan teknologi benar-benar harus diperhatikan.
7. Resiko Permintaan Pasar
Pada umumnya suatu bisnis akan bertahan ketika berada di tahap maturity dan kemudian akan
memasuki tahap decline. Agar suatu bisnis dapat bertahan di pasar, maka harus selalu
berinovasi produk yang dapat dilakukan dan mengikuti tren pasar sehingga dapat menarik
konsumen.
8. Resiko Perbaikan
Apabila ingin melakukan perbaikan atau inovasi – inovasi dalam produk yang akan dipasarkan
harus memperhatikan faktor – faktor seperti kebutuhan pasar, inovasi produk dan laian – lain.
Karena perbaikan yang dilakukan pada produk bisa berakibat positif atau negatif pasa suatu
bisnis.
9. Resiko Kerjasama
Memilih partner dalam bekerja sama harus dilakukan dengan hati – hati dan selektif. Sebaiknya
partner yang dipilih sudah dikenal dengan baik, tidak memiliki catata, yang buruk, sehingga
dapat terhindar dari resiko penipuan dan merugikan perusahaan.
10. Resiko Peraturan Pemerintah
Sebagai pelaku usaha, sebaiknya mengikuti peraturan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah
sehingga bisa mendapatkan jaminan usaha yang baik.
11. Resiko Pengembangan Asset
Ketika ingin melakukan pengembangan usaha, harus memperhatikan dan memperhitungkan
resiko – resiko yang mungkin dihadapi sehingga dapat menyiapkan langkah yang tepat untuk
menghadapinya.

B. PORTER FIVE FORCE


1. Persaingan Perusahaan Sejenis

Persaingan antarperusahan sejenis biasanya merupakan kekuatan terbesar dalam lima


kekuatan kompetitif. Strategi yang dijalankan oleh suatu perusahaan dapat berhasil hanya jika
mereka memberikan keunggulan kompetitif dibanding strategi yang dijalankan perusahaan
pesaing. Perubahan strategi oleh satu perusahaan mungkin akan mendapat serangan balasan,
seperti menurunkan harga, meningkatkan kualitas, menambah fitur, menyediakan jasa,
memperpanjang garansi, dan meningkatkan iklan.

2. Pendatang Baru
Ketika perusahaan baru dapat dengan mudah masuk ke industri tertentu, intensitas
persaingan antarperusahaan meningkat. Akan tetapi, hambatan untuk masuk, dapat mencakup
kebutuhan untuk mencapai skala ekonomi dengan cepat, kebutuhan untuk mendapatkan
teknologi dan pengetahuan khusus, kurangnya pengalaman, tingginya kesetiaan pelanggan,
kuatnya preferensi merek, besarnya kebutuhan akan modal, kurangnya jalur distribusi yang
memadai, peraturan pemerintah, tarif, kurangnya akses terhadap bahan mentah, kepemilikan
paten, lokasi yang kurang menguntungkan, serangan balasan dari perusahaan yang sudah
mapan, dan potensi kejenuhan pasar.

3. Potensi Pengembangan Produk Substitusi

Pada banyak industri, perusahaan bersaing dekat dengan produsen produk substitusi
dalam industri yang berbeda. Keberadaan produk substitusi menciptakan batas harga tertinggi
yang dapat dibebankan sebelum konsumen beralih ke produk substitusi. Tekanan kompetisi
yang berasal dari produk substitusi meningkat sejalan dengan menurunnya harga relatif dari
produk substitusi dan sejalan dengan biaya konsumen untuk beralih ke produk lain menurun,
cara terbaik untuk mengukur kekuatan kompetitif produk substitusi adalah dengan memantau
pangsa pasar yang didapat oleh produk tersebut, juga dengan memantau rencana perusahaan
untuk meningkatkan kapasitas dan penetrasi pasar.

4. Daya Tawar-menawar Penjual/Pemasok

Kekuatan tawar-menawar pemasok memengaruhi intensitas persaingan dalam suatu


industri, khususnya ketika ada sejumlah besar pemasok, ketika hanya ada sedikit barang
substitusi yang cukup bagus, atau ketika biaya untuk mengganti bahan baku sangat mahal.
Sering kali kepentingan yang dicari oleh pemasok dan produsen adalah saling memberikan
harga yang masuk akal, memperbaiki kualitas, mengembangkan jasa baru, pengiriman just-in-
time, dan mengurangi biaya persediaan, dengan demikian memperbaiki profitabilitas jangka
panjang untuk semua pihak. Perusahaan dapat menjalankan strategi integrasi ke belakang
untuk mendapatkan kendali atau kepemilikan dari pemasok.

5. Daya Tawar-menawar Pembeli/Konsumen

Ketika konsumen terkonsentrasi atau besar jumlahnya, atau membeli dalam jumlah
besar, kekuatan tawar-menawar mereka menjadi kekuatan utama yang memengaruhi
intensitas persaingan dalam suatu industri. Perusahaan pesaing mungkin menawarkan garansi
yang lebih panjang atau jasa khusus untuk mendapatkan kesetiaan pelanggan ketika kekuatan
tawar-menawar konsumen (bargaining power of consumer) cukup besar. Kekuatan tawar-
menawar konsumen juga lebih tinggi ketika yang dibeli adalah produk standar atau tidak
terdiferensiasi. Ketika kondisinya seperti ini, konsumen sering kali dapat bernegosiasi tentang
harga jual, cakupan garansi dan paket aksesori hingga ke tingkat yang lebih tinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


PT Trisula Textile Industry berdiri sejak 1968. Pendirian perusahaan ini bermula dari
sebiah tenda dan sebuah mesin bekas, kemudian berdirilah PT. Daya Mekar yang terletak di
jalan Simpang Aruna Bandung yang didirikan oleh Bapak Tirta Suherlan. Setalah berpindah dan
berganti nama beberapa kali, pada tahun 1999 perusahaan ini berganti nama menjadi PT.
Trisula Textila Garment Manufacturing (TGM).
Perusahaan ini juga pernah mendapat MURI sebagai Pemrakarsa dan Penyelenggara
Pembuatan Seragam Pemerintah Kota Bandung dengan ukuran terbesar. Perusahaan ini sudah
menerima banyak penghargaan dan penghargaan terbaru yang diterima adalah SNI Award
peringkat emas pada tahun 2017.

1. Persaingan Perusahaan Sejenis

Keadaan persaingan perusahaan yang sejenis dengan PT. Trisula Textile saat ini dapat
dikatakan cukup kompetitif. Persaingan perusahaan sejenis merupakan ancaman yang sangat
besar bagi PT. Trisula Textile. Banyak perusahaan telstil besar yang dapat menjadi saingan dari
perusahaan ini seperti PT. Indorama Synthetics Tbk yang mencatatkan penjualan sekitar Rp.
8,98 triliun pada tahun 2015, PT. Sri Rejeki Isman Tbk atau lebih dikenal dengan Sritex yang
mampu mencapai penjualan sekitar Rp. 8,3 triliun pada tahun 2015. Ada juga PT Pan Brothers
Tbk yang mencapai penjualan sekitar Rp. 5,5 triliun pada tahun 2015.

2. Kemungkinan Masuknya Pesaing Baru

Jenis bisnis yang dijalankan oleh PT. Trisula Textile adalah sebuah bisnis yang sangat rentan
dengan masuknya pendatang baru karena pada bisnis ini sangat mudah untuk perusahaan baru
untuk masuk ke pasar. Ancaman pendatang baru yang harus diperhatikan oleh pihak PT. Trisula
Textile adalah ancaman yang berasal dari pasar – pasar internasional khususnya negara –
negara ASEAN. Beberapa negara yang dapat menjadi pesaing berat dalam industri tekstil
adalah Vietnam, Bangladesh, dan China.

3. Potensi Pengembangan Produk Substitusi

Kehadiran produk substitusi menjadi ancaman bagi setiap perusahaan yang sudah beroperasi
dalam industri. PT. Trisula Textile memiliki produk substitusi seperti kain – kain lokal yang
memiliki nilai kearifan lokal yang lebih tinggi seperti kain batik tulis.

4. Daya Tawar Menawar Pemasok/Penjual

Bahan baku yang digunakan PT. Trisula Textile untuk memproduksi kain adalah benang
filament dan benang spun yang terdiri dari 100% polyster, rayon CD, nylon, cotton, serta
kombinasi dari berbagai macam benang. Bahan baku yang digunakan sebagian besar diperoleh
dari suplier lokal maupun suplier import.
Dalam hal ini, PT. Trisula Textile memiliki lebih dari 1 supplier atau pemasok yang berarti daya
tawar pemasok menjadi lebih rendah karena PT. Trisula Textile masih dapat memiliki alternatif
lain ubtuk memasok bahan baku yang dibutuhkan.
5. Daya Tawar Menawar Konsumen/Pembeli

Karena banyaknya perusahaan tekstil yang menawarkan berbagai macam kain yang
ditawarkan kepada konsumen, maka kekuatan tawar menawar konsumen sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan perusahaan. Konsumen merupakan salah satu faktor penghasil laba
perusahaan. Selain itu, konsumen juga memiliki banyak pertimbangan terhadap sejumlah
perusahaan pesaing yang menjual kain sejenis atau kain yang berbeda jenis dengan yang
ditawarkan oleh PT. Trisula Textile, serta konsumen memiliki kontribusi yang besar terhadap
total penjualan perusahaan. Oleh karena itu, hubungan antara perusahaan dengan konsumen
harus tetap terjaga dengan baik guna meningkatkan loyalitas dan kepuasan mereka. Kain yang
dibeli dari PT. Trisula Textile pada umumnya digunakan untuk membuat seragam. PT. Trisula
Textile telah mengekspor ke 14 negara.
ANALISIS SWOT

1. Strengths
Strengths Merupakan Kekuatan Yang Dimiliki Perusahaan Berupa Segala Sumber Daya
Yang Berasal Dari Faktor Internal Perusahaan. Strengths Yang Dimiliki Oleh Bank BRI Yaitu:
1. Memiliki Mesin Yang Mencakup Pembelian 12 Mesin Weaving Untuk Menjamin

Kepuasan Konsumen
Keberhasilan Perseroan Menjalankan Strategi Untuk Meningkatkan Efisiensi Dan Kualitas
Produk Melalui Program Restrukturisasi Dan Revitalisasi Mesin Produksi Yang Mencakup
Pembelian 12 Mesin Weaving,Sehingga Mampu Memproduksi Jumlah Yang Lebih Tinggi
Dengan Biaya Produksi Yang Efisien.
2. Memiliki Banyak Penghargaan Dari Rekor Muri Hingga Tingkat Kementrian Terkait
Melalui Perolehan Penghargaan Dapat Menunjukkan Kinerja Perusahaan Yang Tinggi Terhadap
Capaian Visi Dan Misi Perusahaan. Hal Ini Merupakan Faktor Fundemental Dari Keberhasilan
Suatu Perusahaan .
Sumber: Laporan Tahunan PT.Trisula
3. Merek Dagang Dari Produk Tekstil Yang Dijual Perseroan Telah Didaftarkan Kepada
Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Untuk Mendapatkan
Sertifikat Hak Atas Kekayaan Intelektual.
Banyak Manfaat Bagi Suatu Perusahaan Apabila Produknya Telah Memilik Merk Dagang Yang
Secara Legal Terdaftar. Merk Dagang Merupakan Aset Tak Ternilai Bagi Suatu Perusahaan ,
Merek Dagang Dapat Meningkatkan Brand Value Seiring Dengan Pertumbuhan Bisnis Anda.
Semakin Besar, Maka Nilainya Semakin Berharga. Merek Dagang Juga Dapat Dikembangkan
Secara Fleksibel. Contohnya Jika Bisnis Anda Hanya Memproduksi Baju Dan Kedepannya Ingin
Ekspansi Pilihan Kosmetik. Dengan Reputasi Yang Telah Digapai Oleh Brand Anda, Maka Produk
Baru Pun Akan Dapat Cepat Dikenal.
4. Perseroan Memiliki Fasilitas Kerja Seperti 19 Unit Mesin Texturizing, 181 Unit Mesin
Twisting, 183unit Mesin Weaving, 8 Unit Mesin Sizing, 61 Unit Mesin Dyeing, 16 Unit Mesin
Inspecting, 7 Unit Mesin Packaging, 3 Unit Mesin Dyeing Finishing, 32 Unit Mesin Penunjang,
66 Unit Mesin Utility Area, 21 Unit Mesin Laboratorium Dan 13 Unit Mesin R & D.
Bagi Suatu Perusahaan Industri Manufaktur Seperti Tekstil,Kelengkapan Fasilitas Seperti Mesin
Produksi Merupakan Hal Yang Penting ,Dengan Begitu Perusahaan Dapat Meningkatkan Hasil
Produksi Dan Menekan Biaya Produksi,Karena Fasilitas Tersebut Telah Menjadi Aset
Perusahaan,Yang Pada Akhirnya Akan Mampu Meningkatkan Pendapatan Bagi Perusahaan.
5. Merek Utama Yang Dimiliki Oleh PT Trisula Textile Industries Tbk Adalah “Bellini” Dan
“Caterina”.
Merek Ini Telah Mencapai Pasar Lokal Maupun Ekspor, Yakni Ke Wilayah Asia, Amerika,
Amerika Latin, Timur Tengah Dan Australia.
Atas Analisis Strengths Di Atas Dilakukan Pembobotan Dan Pemberian Skor
(Rating) Sebagai Berikut:
No Strengths Bobot Skor Total
1 Memiliki Mesin Yang Mencakup Pembelian 12 Mesin
Weaving Untuk Menjamin Kepuasan Konsumen 30 4 120

2 Memiliki Banyak Penghargaan Dari Rekor Muri


5 2 10
Hingga Tingkat Kementrian Terkait
3 Merek Dagang Dari Produk Tekstil Yang Dijual
Perseroan Telah Didaftarkan Kepada Departemen
Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia 25 4 100
Untuk Mendapatkan Sertifikat Hak Atas Kekayaan
Intelektual.
4 Perseroan Memiliki Fasilitas Kerja Seperti 19 Unit
Mesin Texturizing, 181 Unit Mesin Twisting, 183unit
Mesin Weaving, 8 Unit Mesin Sizing, 61 Unit Mesin
Dyeing, 16 Unit Mesin Inspecting, 7 Unit Mesin 10 4 40
Packaging, 3 Unit Mesin Dyeing Finishing, 32 Unit
Mesin Penunjang, 66 Unit Mesin Utility Area, 21 Unit
Mesin Laboratorium Dan 13 Unit Mesin R & D.
5 Merek Utama Yang Dimiliki Oleh PT Trisula Textile 30 3 90
Industries Tbk Adalah “Bellini” Dan “Caterina”.
Total 100 360

2. Weaknesses
Weaknesses Merupakan Kelemahan Yang Dimiliki Perusahaan Dan Berasal Dari Faktor
Internal Perusahaan. Weaknesses PT Trisula Textille Industries Yaitu:
1. Masih Sedikitnya Karyawan Atau Petugas Quality Control
Kurangnya Petugas Quality Control Dari Sisi Jumlah Merupakan Hal Yang Harus Digaris Bawahi
Dan Perlu Segera Di Evaluasi Mengingat Pangsa Pasar PT Trisula Telah Mencapai Pasar Luar
Negeri.
2. Kurang Memperhatikan Karyawan
Kenyamanan Karyawan Dalam Bekerja Juga Harus Diperhatikan. Hal Tersebut Memengaruhi
Loyalitas Seorang Karyawan. Jika Seorang Karyawan Tidak Loyal Terhadap Perusahaan,
Performa Perusahaan Dapat Terhambat.
3. Minimnya Sumber Daya Yang Dapat Memperbaiki Permasalahan Di Bidang IT
Kurangnya Sumber Daya Yang Dapat Memperbaiki Berbagai Permasalahan Di Bidang IT
Menyebabkan Terhambatnya Kinerja Perusahaan. Sebagaimana Diketahui Dalam Proses Bisnis
Perbankan Diperlukan IT Yang Mumpuni Dalam Berbagai Kegiatannya Sehingga Juga
Dibutuhkan Sumber Daya Yang Ahli Dalam Bidang Tersebut. Apalagi Dari Segi Aset Perusahaan
Di Bidang Mesin Telah Mumpuni.
4. Segmentasi Pasar Terbatas Pada Produksi Seragam
Mengingat Investasi PT Trisula Pada Mesin Begitu Baik,Pihak Manajemen Belum Mampu
Mengoptimalkan Hal Tersebut,Karena Masih Terus Berkonsentrasi Pada Produk Seragam.
Atas Analisis Weaknesses Di Atas Dilakukan Pembobotan Dan Pemberian Skor (Rating)
Sebagai Berikut:

No Weaknesses Bobot Skor Total


1 Masih Sedikitnya Karyawan Atau Petugas Quality
30 4 120
Control
2 Kurang Memperhatikan Karyawan 20 3 60
3 Minimnya Sumber Daya Yang Dapat Memperbaiki
30 4 120
Permasalahan Di Bidang IT
4 Segmentasi Pasar Terbatas Pada Produksi Seragam 20 2 40
Total 100 340

3. Opportunities
Opportunities Merupakan Peluang Yang Dihadapi Perusahaan Dan Berasal Dari Kondisi
Eksternal Serta Bersifat Menguntungkan Bagi Perkembangan Perusahaan Tersebut. Adapun
Opportunities Yang Dihadapi Oleh PT. Trisula Ialah:
1. Kementrian Perindustrian Memfasilitasi Kepada Pengusaha Tekstil Khusunya Dalam
Kemudahan Melakukan Ekspansi
Bank Indonesia Pun Memprediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Di Tahun 2019 Berkisar
Antara 5%-5,4% Dengan Tingkat Inflasi Sekitar 2,5%-4,5%. Tak Hanya Itu, Kementerian
Perindustrian Telah Menyatakan Kesiapannya Memfasilitasi Industri Tekstil Dan Produk Tekstil
Yang Berniat Ekspansi Di Tahun Ini, Antara Lain Kemudahan Untuk Mendapatkan Mesin Dan
Barang Modal Yang Lebih Cepat, Serta Jaminan Akses Terhadap Ketersediaan Bahan Baku.
2. 2019,Merupakan Tahun Politik Yang Berdampak Positif Pada Industri Padat Karya,Seperti
Industri Tekstil
Kementerian Perindustrian (Kemperin) Mematok Pertumbuhan Industri 2019 Sebesar 5,4%,
Sedangkan Target Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Mencapai 5,3%.Kemperin Meyakini,
Industri Manufaktur Bisa Tancap Gas Tahun Ini, Seiring Digelarnya Pemilihan Presiden (Pilpres)
Dan Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) Secara Serempak April 2019. Saat Pesta Demokrasi
Digelar, Sektor-Sektor Manufaktur Andalan Diprediksi Berkibar, Karena Produk Yang Dihasilkan
Digunakan Saat Kampanye.

3.Industri Manufaktur Indonesia Antusias Untuk Terus Meningkatkan Produktivitas Dan


Perluasan Usaha Guna Dapat Memenuhi Kebutuhan Pasar Domestik Dan Ekspor
Hal Ini Tercermin Dari Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI) Sepanjang
Tahun 2018 Yang Rata-Rata Berada Pada Level Di Atas 50 Atau Menandakan Sektor
Manufaktur Tengah Ekspansif.
4.Indonesia Merupakan Trend Fashion Terutama Di Busana Muslim
Semakin Banyak Lahir Brand-Brand Fashion Lokal Yang Berhasil Menguasai Pasar
Internasional,Hal Ini Tentu Sangat Berdampak Terhadap Permintaan Bahan Baku Kain Yang
Diproduksi Perusahaan Tekstil,Sehingga Diprediksikan Industri Tekstil Memiliki Masa Depan
Yang Cerah.

5. Industri Tekstil Berkontribusi Besar Dalam Perekonomian Nasional


Industri Tekstil Merupakan Sektor Prioritas Yang Menyumbang Banyak Terhadap Penerimaan
Negara. Hal Ini Telah Menjadi Nilai Plus Tersendiri Bagi PT.Trisula, Karena Tentu Saja Akan
Mendapat Perhatian Khusus Dari Pemerintah Terkait Kegiatan Usahanya.
Atas Analisis Opportunities Di Atas Dilakukan Pembobotan Dan Pemberian Skor (Rating)
Sebagai Berikut:

No Opportunities Bobot Skor Total


1 Kementrian Perindustrian Memfasilitasi Kepada
Pengusaha Tekstil Khusunya Dalam Kemudahan 30 4 120
Melakukan Ekspansi
2 2019,Merupakan Tahun Politik Yang Berdampak
Positif Pada Industri Padat Karya,Seperti Industri 10 3 30
Tekstil
3 Industri Manufaktur Indonesia Antusias Untuk Terus
Meningkatkan Produktivitas Dan Perluasan Usaha
25 2 50
Guna Dapat Memenuhi Kebutuhan Pasar Domestik
Dan Ekspor
4 Indonesia Merupakan Trend Fashion Terutama Di
30 4 120
Busana Muslim
5 Industri Tekstil Berkontribusi Besar Dalam
Perekonomian Nasional 5 4 20

Total 100 340


4. Threats
Threats Merupakan Kondisi Yang Merugikan Yang Berpotensi Dihadapi Oleh Perusahaan Dan
Berasal Dari Kondisi Eksternal. Threats Yang Dihadapi Oleh PT.Trisula Textile Yaitu:
1. Mahalnya Tarif Listrik Di Indonesia
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Menilai Kenaikan Tarif Listrik Berpotensi Menggerus
Produktivitas Sektor Tekstil Dan Produk Turunannya. Sebab, Penggunaan Listrik Dalam Proses
Produksi Tekstil Cukup Besar, Sehingga Banyak Produsen Yang Tidak Akan Kuat Menanggung
Beban Biaya Operasional Yang Melonjak Tinggi.
2. Biaya Logistik Dan Sarana Infrastruktir Yang Belum Sepenuhnya Mendukung
Perkembangan Industri Tekstil
Setiap Tahun Penduduk Bertambah, Kendaraan Bertambah Dan Jalan Tidak Bertambah
Sehingga Produk Logistiknya Menurun. Moda Transportasi Pakai Kereta Api Juga Ada
Keterbatasan, Karena Harus Full Container Load, Nggak Bisa Less Than Container Load (LCL)
3. Sistem Birokrasi Dan Perizinan Yang Belum Berpihak Kepada Sektor Induatri
Namanya Persaingan Global, Untuk Menangkan Itu Perlu Efisiensi Di Segala Bidang, Kita Sudah
Tidak Efisiensi Mesin, Management, Energi. Tapi Listrik Ada Di BUMN Dan Logistik Ada Di
Pemerintah. Dwell Time, Karantina, Prosedur Ekspor Impor Bahan Baku Kita Masih Lama
4. Masalah Perjanjian Perdagangan Indonesia Dengan Negara Tujuan Ekspor Seperti
Amerika Serikat (AS) Dan Uni Eropa
Aat Ini Tekstil Dan Produk Tekstil Indonesia Dikenakan Bea Masuk Sebesar 10 Persen-17
Persen. Karena Indonesia Masuk Dalam G20,Yang Dianggap Sebagai Negara Maju.
5. Makin Tingginya Ketergantungan Impor Bahan Baku
Impor Kain Dan Benang Terus Meningkat Karena Harga Benang Dan Kain Di Dalam Negeri
Tinggi Akibat Bea Masuk Anti Dumping [BMAD] Untuk Produk Bahan Baku Benang Yakni
Polyester Staple Fiber [PSF] Dari Taiwan, China, Dan India Sebesar 5%—28%

Atas Analisis Threats Di Atas Dilakukan Pembobotan Dan Pemberian Skor (Rating)
Sebagai Berikut:
No Threats Bobot Skor Total
1 Mahalnya Tarif Listrik Di Indonesia 15 3 45
2 Biaya Logistik Dan Sarana Infrastruktir Yang Belum
Sepenuhnya Mendukung Perkembangan Industri
30 4 120
Tekstil

3 Sistem Birokrasi Dan Perizinan Yang Belum Berpihak


Kepada Sektor Induatri 15 2 30

4 Masalah Perjanjian Perdagangan Indonesia Dengan


Negara Tujuan Ekspor Seperti Amerika Serikat (AS) 15 3 45
Dan Uni Eropa
5 Makin Tingginya Ketergantungan Impor Bahan Baku 25 3 75
Total 100 315

Berdasarkan Hasil Analisis SWOT Di Atas Diperoleh Skor Strengths Sebesar 345,
Weaknesses Sebesar 340, Opportunities Sebesar 380, Dan Threats Sebesar 315. Untuk
Mengetahui Indikasi Strategi Yang Dijalankan PT.Trisula Textile Maka Atas Skor-Skor Tersebut
Ditentukan Selisihnya.
Dengan Demikian, Selisih Antara Strengths Dan Weaknesses Sebesar 20 (360 – 340) Dan
Selisih Antara Opportunities Dan Threats Sebesar 25 (340 – 315). Atas Perhitungan Tersebut
Dapat Diketahui Skor Jatuh Di Kuadran Pertama Sehingga Strategi Yang Akan Diambil PT.Trisula
Textie Adalah Strategi Ekspansif. Dalam Hal Ini PT.Trisula Textile Dapat Melakukan Ekspansi
Dengan Mengoptimalkan Segala Aset Produksi Yang Dimilikinya Serta Mampu Memperluas
Jenis Produksi,Misalnya Tidak Hanya Sebagai Penyedia Seragam Yang Bekerja Sama Pada
Lembaga-Lembaga Tertentu Saja,Namun Dengan Melebarkan Sayapnya Sebagai Penyedia Kain
Pada Brand-Brand Fashion Lokal Maupun Internasional,Serta Meningkatkan Kompetensi SDM
Yang Dimiliki. Akan Tetapi Untuk Mengimbanginya PT.Trisula Textile Perlu Tetap
Meminimalkan Kelemahan-Kelemahan Dan Mengantisipasi Ancaman Yang Berpotensi
Dihadapi.
2. METODE PENILAIAN

A. Metode penilaian yang umum digunakan


Utuk penilaian usaha, prosedur dilaksanakan dengan mengaplikasikan pendekatan dan metode
penialaian usaha yang berlaku umum dalam penilaian perusahaan atau ekuitas sesuai dengan
Standar Penialaian Indonesia (SPI) yang ditetapkan oleh Masyarakat Profesi Penilai Indonesia
(MAPI). Berikut adalah pendeatan penilaian yang umum digunakan:
1. Pendekatan Asset (Asset Bassed Approach) – (SPI 2013 – 330 – 5.33)
Pendekatan aset dapat digunakan untuk memperolah indikasi nilai dari suatu entitas,
kapital yang diinvestasikan (Invested Capital), struktur permodalan (Capital Structured),
dan/atau nilai aset bersih perusahaan (ekuitas).
Indikasi nilai ekutas atau esttimasi nilai aset bersih (Net Asset Value) diperoleh dari
selisih antara nilai aset termasuk aset tak berwujud dengan nilai liabilitas, atas dasar
nilai aset yang telah disesuaikan.
Dalam hal penilaian dilakukan, atas bagian dari suatu aset (partial interest), maka
pemegang hak kepemilikan atas aset tersebut wajib memutuskan untuk melakuka
penjualan atau mampu menyebabkan terjadinya penjualan.

2. Pendekatan pasar (Market Approach)-(SPI-2013-330-5.24.1)


Pendekatan pasar membandIngkan perusahaan yang dinilai dengan
perusahaansebanding. Kepentingan kepemilikan perusahaan dan surat berharga yang
diperjualbelikan di pasar serta transaksi relevan atas saham perusahaan yang
sebanding. transaksi sebelumnya atau penawaran atas kompenen perusahaan juga
merupakan indikasi nilai.

3. Pendekatan Pendapatan (Income Approach) – (SPI 2013-330-5.26.1)


Pendekatan pendapatan dapat digunakan untuk memperkirakan nilai dengan
mengantisipasi dan mengkuantifikasi kemampaun objek penilaian dalam menghasilkan
imbal balik dimasa yang akan datang.

B. Pemiihan Metode Penilaian


Pendekatan dan metode yang paling epat digunakan dalam penetapan nilai pasar wajar saham
adalah pendekatan pendapatan dengan metode Discounted Cash Flow (DCF) dan Guideline
Company Method.
Pada metode DCF, operasi diproyeksikan sesuai dengan skenario pengembangan yang
direncanakan oleh perseroan. Pendapatan mendatang yang dihasilkan berdasarkan proyeksi
dikonversi dengan faktor diskonto, sesuai dengan tingkat resiko. Indikasi nilai adalah total nilai
kini dari pendapatan mendatang tersebut dikurangi dengan capital expendture dan
penambahan modal kerja. Nilai ekuitas yang dihasilkan juga memperhitungkan hutang
berbunga yang ditanggung perseroan.
Asumsi-Asumsi yang Digunakan
Penjualan Neto

Sales
Tahun Penjualan Neto
Growth
2015 547.877.074.117
2016 416.162.129.906 -24,04%
2017 446.128.910.614 7,20%
2018 561.373.657.827 25,83%
Average 3,00%

Dalam menentukan proyeksi tingkat pertumbuhan penjualan neto, Penilai menggunakan


data tingkat pertumbuhan penjualan 3 tahun terakhir dan mencari rata-ratanya.

Laba Neto Tahun Berjalan


Uraian 2018
Penjualan neto 561.373.657.827
Laba neto tahun berjalan 24.022.782.725
% 4,279%

Penilai mengsumsikan besarnya neto tahun berjalan selalu sama untuk tahun ke
depannya dengan dasarnya adalah besar proporsi laba neto tahun berjalan terhadap
penjualan neto tahun 2018
Masa Proyeksi
Penilai berasumsi bahwa masa proyeksi dilakukan selama empat tahun dan proyeksi arus
kas akan mulai stabil pada tahun proyeksi kelima

Proyeksi Penjualan dan Laba Neto Tahun Berjalan


Berdasarkan asumsi yang Penilai buat, maka proyeksi penjualan dan laba neto tahun
berjalan adalah sebagai berikut
Tahun Penjualan Neto Laba Neto Tahun
Berjalan
2018 561.373.657.827 24.022.782.725
2019 578.199.791.060 24.742.821.040
2020 595.530.256.400 25.484.441.167
2021 613.380.170.265 26.248.289.981
2022 631.765.102.161 27.035.033.744

Multiple sebagai key valuation factor adalah angka pengali yang akan digunakan untuk
mengkonversi nilai buku ekuitas/BVIC dari perusahaan yang dinilai menjadi nilai pasar wajar.
Nilai yang dihasilkan didasarkan atas multiples dari harga saham publik terhadap variabel
keuangan fundamental perusahaan.

A. Multiple untuk equity model


a.

- Cocok apabila tingkat depresiasi tidak terlalu tinggi


- Cocok untuk dipaaki perusahaan yang sudah maure (EPS bernilai positif)

b.

- Digunakan aabila depresiasi besar, cocok untuk perusahaan – perusahaan dengan


kebijakan depresiasi yang berbeda
- Cocok untuk perusahaan yang memiliki data CAPEX yang signifikan
c.

- Angka CAPEX perusahaan objek dengan perusahaan pembanding berbeda jauh

d.

- Cocok jika bru saja dilakukan penilaian nilai pasar saham ( sudah disesuaikan ke nilai
pasar wajarnya)

B. Multiple untuk invested capital model


a.
- Cocok apabila perusahaan pembanding memiliki karateristik operasional yang mirip,
seringkali digunakan untuk perusahaan jasa yang memiliki basis pelanggan yang setia

b.

- Cocok digunakan untuk perusahaan pembanding yang nilai aset tetapnya jauh berbeda
signifikan dengan perusahaan objek penialaian ( sehingga depresiasi dan amortisasi
atas aset tidak diperhitungkan)

c.

- Depresiasi dan amortisasi perusahaan objek dengan perusahaan pembanding tidak


berbeda jauh

d.
- Cocok diterapkan untuk perusahaan yang beru direvaluasi karena MV mendekati BV
nya.

3. INDIKASI NILAI
A. Metode DCF
Untuk penilaian dengan menggunakan DCF, tedapat 2 pilihan arus kas untuk didiskonto yaitu
arus kas bersih untuk ekuitas dan arus kas bersih untuk perusahaan. Dalam penilaian ini, arus
kas bersih yang akan disunakan sebagai economic income yang didikonto untuk diajdikan
indikasi nilai bisnis adalah arus kas bersih untuk perusahaan (Free Cash Floe to Firm).
Pengertian AKB berarti bahwa arus kas bersih yang diperoleh sudah bebas dari kewajiban
penyediaan peneluaran barang modal, baik untuk mempertahankan operasi perusahaan saat
ini maupun penyediaan cadangan untuk penggantian (reserve for replacement), modal kerja,
dan untuk pertumbuhan melalui penyediaaan dana tambahan pengeluaran barang modal yang
dihitung dengan cara sebagai berikut :
EAT
+ Depresiasi / amortisasi
+ Interest
- Changes in net fixed asset

+/- Changes in working capital


= Arus kas bersih untuk perusahaan (Free Cash Flow to Firm)
A. Penghitungan Pendekatan Pendapatan
1. Menentukan Proyeksi Neraca

Uraian 2018 1 2 3 4
Aset
Total
342.554.52 352.821.95 363.397.14 374.289.29 385.507.92
aset
3.490 9.397 2.635 7.358 4.198
lancar
Aset
Tidak
Lancar
Investas
i pada 288.168.61 296.805.92 305.702.13 314.864.99 324.302.48
Entitas 0 9 6 0 3
Asosiasi
Aset 328.030.29 337.862.39 347.989.19 358.419.52 369.162.48
tetap 8.120 7.335 5.472 5.583 5.475
Akumul
asi 166.310.81 171.295.67 176.429.94 181.718.10 187.164.76
penyusu 4.714 2.638 2.424 2.415 5.185
tan
Aset
161.719.48 166.566.72 171.559.25 176.701.42 181.997.72
tetap
3.406 4.697 3.048 3.167 0.290
bersih
Aset 9.926.193.2 10.223.712. 10.530.149. 10.845.770. 11.170.852.
pajak 67 483 285 961 811
tangguh
an -neto
Aset
tidak 473.803.00 488.004.36 502.631.39 517.696.83 533.213.83
lancar 0 5 0 3 5
lain
Total
Aset 172.407.64 177.575.24 182.897.73 188.379.75 194.026.08
Tidak 8.283 7.475 5.859 5.951 9.419
Lancar
Total 514.962.17 530.397.20 546.294.87 562.669.05 579.534.01
Aset 1.773 6.872 8.494 3.309 3.617
Liabilita
s
Total
Liabilita 218.191.27 224.731.15 231.467.04 238.404.84 245.550.58
s Jangka 1.919 0.234 9.261 4.356 6.980
Pendek
Total
Liabilita 36.572.810. 37.669.012. 38.798.070. 39.960.970. 41.158.726.
s Jangka 012 097 804 949 868
Panjang
Total
254.764.08 262.400.16 270.265.12 278.365.81 286.709.31
Liabilita
1.931 2.331 0.065 5.306 3.848
s
Total 260.198.08 267.997.04 276.029.75 284.303.23 292.824.69
Ekuitas 9.842 4.541 8.429 8.003 9.769
Total
Liabilita 514.962.17 530.397.20 546.294.87 562.669.05 579.534.01
s dan 1.773 6.872 8.494 3.309 3.617
Ekuitas
2. Menentukan Tingkat Diskonto dan Tingkat Kapitalisasi
2.1 Menentukan Expected Rate of Return pada Market Portfolio (Rm)
Tanggal Harga IHSG
20 Juni 2018 5.884,04
19 Juni 2019 6.339,26
Expected Rate of Return (Rm) 7,737%

2.2 Menentukan Cost of Equity (ke)


Uraian
Repo Rate Bank Indonesia (Rf) 6,00%
Beta Perusahaan 0,92
Risk Premium (Rm-Rf) 1,737%
Cost of Equity (ke) 7,6%

Besarnya ke digunakan sebagai tingkat diskonto

2.3 Menentukan Tingkat Kapitalisasi

Uraian
Tingkat diskonto 7,6%
Tingkat pertumbuhan 2,997%
Tingkat kapitalisasi 4,6%

3. Menentukan Free Cash Flow to Equity (FCFE) dan Nilai Ekuitas

2018 1 2 3 4 TV
Laba Neto
24.022.782.72 24.742.821.04 25.484.441.16 26.248.289.98 27.035.033.74
Tahun
5 0 7 1 4
Berjalan
+Penyusuta 12.592.629.47
4.984.857.924 5.134.269.786 5.288.159.991 5.446.662.770
n 5
-Kenaikan
52.073.005.08 10.126.798.13 10.430.330.11 10.742.959.89
Capital 9.832.099.215
5 6 1 2
Expenditure
-Kenaikan - 3.727.557.592 3.839.284.211 3.954.359.628 4.072.884.216
Working 21.073.226.17
Capital 8
+Kenaikan
Utang -
1.096.202.085 1.129.058.707 1.162.900.146 1.197.755.919
Jangka 777.695.738
Panjang
17.264.224.24 17.781.687.31 18.314.660.37 18.863.608.32
FCFE 4.837.937.555 422.343.604.130
1 3 9 4
DF 0,929388764 0,863763475 0,802772069 0,746087341 0,746087341
16.045.176.03 15.359.172.02 14.702.497.79 14.073.899.36
PV 315.105.216.443
2 4 7 9
Nilai ekuitas 375.285.961.665

4. Kesimpulan Nilai
Setelah melakukan penilaian ekuitas perusahaan dengan menggunakan
pendekatan pendapatan dengan metode DCF, maka Penilai dapat menarik
kesimpulan bahwa Nilai Pasar Wajar Ekuitas Perusahaan per tanggal penilaian
adalah sebesar Rp 375.285.961.665.

B. Guideline Company Method


Penghitungan Pendekatan Pasar
1. Analisis Kesebandingan Objek Pembanding dengan Objek Penilaian
1.1 Aset Index
Untuk menentukan perusahaan pembanding yang sebanding dengan
perusahaan yang dinilai, Penilai membandingkan besarnya total aset
perusahaan pembanding dengan perusahaan yang dinilai selama empat tahun
terakhir.
N Perusaha Total Aset
2015 2016 2017 2018
o an
BELL 410.774.206.78 387.981.312.19 465.965.155.74 514.962.171.77
1
(Objek) 9 6 5 3
1.801.438.001. 1.560.692.613. 1.333.933.939. 1.279.018.222.
2 ARGO 192 388 416 128
732.885.010.65 707.526.283.69 802.839.184.30 906.305.751.77
3 ERTX 7 2 8 4
786.084.520.32 664.186.651.83 834.008.756.30 1.561.136.007.
4 ESTI 6 2 4 015
4.878.367.904. 4.743.579.758. 4.035.086.385. 586.940.667.00
5 HDTX 000 000 000 0
11.131.439.509 11.374.494.164 10.839.869.565 11.670.509.838
6 INDR .737 .460 .108 .699
1.944.326.000. 1.619.757.000. 3.458.737.000. 3.747.570.000.
7 MYTX 000 000 000 000
574.073.315.00 717.149.704.00 652.726.454.00 686.777.211.00
8 SRSN 0 0 0 0
4.356.874.021. 4.330.207.098. 909.468.325.41 4.660.751.367.
9 TFCO 922 456 6 027
1 8.298.894.990. 8.410.268.542. 10.008.169.293 11.625.186.862
0 MYRX 882 375 .650 .977
1 721.863.265.28 670.963.993.71 605.643.301.30 909.098.037.16
1 SSTM 5 5 8 4
1 5.808.922.112. 5.117.067.305. 5.068.446.385. 4.064.524.965.
2 ADMG 960 592 044 774

Aset Index
No Perusahaan
2015 2016 2017 2018 Rata-rata
BELL
1 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
(Objek)
2 ARGO 4,39 4,02 2,86 2,48 3,44
3 ERTX 1,78 1,82 1,72 1,76 1,77
4 ESTI 1,91 1,71 1,79 3,03 2,11
5 HDTX 11,88 12,23 8,66 1,14 8,48
6 INDR 27,10 29,32 23,26 22,66 25,59
7 MYTX 4,73 4,17 7,42 7,28 5,90
8 SRSN 1,40 1,85 1,40 1,33 1,50
9 TFCO 10,61 11,16 1,95 9,05 8,19
10 MYRX 20,20 21,68 21,48 22,57 21,48
11 SSTM 1,76 1,73 1,30 1,77 1,64
12 ADMG 14,14 13,19 10,88 7,89 11,53
Terlihat bahwa ada beberapa perusahaan pembanding yang memiliki rata-rata
aset index yang terlalu besar. Dalam hal ini, Penilai membatasi besarnya aset index
adalah maksimum 2, sehingga Penilai mengeliminasi beberapa data perusahaan
pembanding sehingga perusahaan yang tersisa adalah sebagai berikut:
No Perusahaan
1 BELL (Objek)
2 ERTX
3 SRSN
4 SSTM

1.2 Struktur Kapital


Untuk menentukan perusahaan pembanding yang sebanding dengan perusahaan
yang dinilai, Penilai membandingkan besarnya struktur kapital perusahaan pembanding
yang masih tersisa dengan struktur kapital perusahaan yang dinilai selama empat tahun
terakhir.
N Perusaha Total Liabilitas
o an 2015 2016 2017 2018
BELL 226.186.296. 196.328.164. 225.085.797. 254.764.081.
1
(Objek) 609 557 613 931
495.886.457. 438.789.045. 560.641.479. 630.952.201.
2 ERTX
908 304 924 278
233.993.478. 315.096.071. 237.220.555. 208.989.195.
3 SRSN
000 000 000 000
444.640.955. 407.944.491. 393.177.629. 346.923.856.
4 SSTM
651 993 585 267

N Perusaha Total Ekuitas


o an 2015 2016 2017 2018
BELL 184.587.910. 191.653.147. 240.879.358. 260.198.089.
1
(Objek) 180 639 132 842
236.998.552. 268.737.238. 242.197.704. 275.353.550.
2 ERTX
749 388 384 496
340.079.837. 402.053.633. 415.505.899. 477.788.016.
3 SRSN
000 000 000 000
277.222.309. 263.019.501. 212.465.671. 562.174.180.
4 SSTM
634 722 723 897

N Perusah %Liabilitas %Ekuitas


o aan 2015 2016 2017 2018 2015 2016 2017 2018
BELL 55,06 50,60 48,30 49,47 44,93 49,39 51,69 50,52
1
(Objek) 3% 2% 5% 2% 7% 8% 5% 8%
67,66 62,01 69,83 69,61 32,33 37,98 30,16 30,38
2 ERTX
2% 7% 2% 8% 8% 3% 8% 2%
40,76 43,93 36,34 30,43 59,24 56,06 63,65 69,57
3 SRSN
0% 7% 3% 0% 0% 3% 7% 0%
61,59 60,80 64,91 38,16 38,40 39,20 35,08 61,83
4 SSTM
6% 0% 9% 1% 4% 0% 1% 9%

Terlihat bahwa struktur kapital dari perusahaan pembanding yang tersisa


tidak terlalu jauh berbeda jika dibandingkan dengan struktur kapital perusahaan
yang dinilai.
1.3 Penjualan Neto
Untuk menentukan perusahaan pembanding yang sebanding dengan perusahaan
yang dinilai, Penilai membandingkan besarnya penjualan neto perusahaan pembanding
yang masih tersisa dengan penjualan neto perusahaan yang dinilai selama empat tahun
terakhir.
N Perusaha Penjualan Neto
o an 2015 2016 2017 2018
BELL 547.877.074. 416.162.129. 446.128.910. 561.373.657.8
1
(Objek) 117 906 614 27
956.815.895. 947.977.665. 971.002.907. 1.098.665.042.
2 ERTX
452 236 880 058
531.573.325. 500.539.668. 521.481.727. 600.986.872.0
3 SRSN
000 000 000 00
206.180.498. 436.691.203. 343.842.837. 410.244.604.8
4 SSTM
366 876 211 74

Pertumbuhan Penjualan Neto


No Perusahaan
2016 2017 2018 Rata-rata
BELL
1 -24,041% 7,201% 25,832% 2,997%
(Objek)
2 ERTX 1,985% 1,582% 5,857% 3,141%
3 SRSN -5,838% 4,184% 15,246% 4,531%
4 SSTM 111,800% -21,262% 19,312% 36,617%

Terlihat bahwa perusahaan dengan kode SSTM memiliki selisih rata-rata


pertumbuhan penjualan neto yang cukup jauh bila dibandingkan dengan
perusahaan yang dinilai, sehingga Penilai tidak menggunakan perusahaan
dengan kode SSTM sebagai perusahaan pembanding.

2. Penentuan Perusahaan Pembanding

Dari paparan di atas, Penilai memilih untuk menggunakan dua perusahaan


pembanding sebagai pembanding dari perusahaan yang dinilai, yaitu:

No Perusahaan

1 ERTX
2 SRSN

3. Proses Penilaian

Setelah menentukan perusahaan pembanding, Penilai mengumpulkan data


yang dibutuhkan untuk melakukan proses penilaian dari laporan keuangan
perusahaan pembanding dan melakukan penilaian.
Perusahaan ERTX SRSN
Nilai per lembar saham
127,5 75
(per 19 Juni 2019)
Jumlah Saham yang
1.286.539.792 6.020.000.000
Beredar
Nilai pasar ekuitas (P) 164.033.823.480 451.500.000.000
Sale (S) 1.098.665.042.058 600.986.872.000
Earning (E) 15.346.152.864 62.282.117.000
Book Value (BV) 275.353.550.496 477.788.016.000

Multiple ERTX SRSN Rata-rata


P/S 0,149302851 0,75126433 0,450283591
P/E 10,68892151 7,24927189 8,969096701
P/BV 0,595720750 0,944979750 0,77035025

Bobo Bobot
Multiple R F Indikasi Nilai
t Tertimbang
0,4502835 561.373.657.8 252.777.346.4 84.259.115.49
P/S 1/3
91 27 88 6
8,9690967 24.022.782.72 215.462.661.2 71.820.887.09
P/E 1/3
01 5 89 6
0,7703502 260.198.089.8 200.443.663.5 66.814.554.50
P/BV 1/3
5 42 19 6
222.894.557.0
Rata-rata Tertimbang Nilai Perkiraan Ekuitas
98

4. Kesimpulan Nilai
Setelah melakukan penilaian ekuitas perusahaan dengan menggunakan
pendekatan data pasar dengan GCM, maka Penilai dapat menarik kesimpulan
bahwa Nilai Pasar Wajar Ekuitas Perusahaan per tanggal penilaian adalah sebesar
Rp 222.894.557.098.
C. Rekonsiliasi Nilai
Setelah melakukan penilaian ekuitas perusahaan dengan menggunakan pendekatan
pendapatan dengan metode DCF serta pendekatan data pasar dengan GCM, maka Penilai dapat
menarik kesimpulan bahwa Nilai Pasar Wajar Ekuitas Perusahaan adalah sesuai dengan Nilai
Pasar Wajar Ekuitas yang diperoleh menggunakan pendekatan pendapatan dengan metode DCF
dan pendekatan data pasar dengan GCM
Berdasarkan hasil perhitungan Nilai Pasar Wajar Ekuitas Perusahaan dengan
menggunakan pendekatan pendapatan dan pendekatan aset tersebut, maka hasil rekonsiliasi
Nilai Pasar Wajar Ekuitas Perusahaan untuk posisi per 19 Juni 2019 adalah sebagai berikut:
Metode Penilaian Nilai Bobot Bobot Nilai
Pendekatan Data
Pasar 222.894.557.098 40% 89.157.822.839
Pendekatan
Pendapatan 375.285.961.665 60% 225.171.576.999
Nilai Pasar Wajar 314.329.399.838
Pembulatan 314.329.400.000

KESIMPULAN NILAI PT.Trisula Textile Industries


Berdasarkan kajian dan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap seluruh aspek yang
terkait dalam rangka menentukan nilai ekuitas perusahaan, maka Penilai berpendapat bahawa
nilai pasar wajar ekuitas perusahaan pada tanggal 19 Juni 2019 adalah sebesar Rp
314.329.400.000.

Anda mungkin juga menyukai