Analisis Jurnal Kep - Keluarga - Kelompok 3

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 24

TUGAS KEPERAWATAN KELUARGA ANALISIS JURNAL

KEPERAWATAN KELUARGA PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK


PERAWAT TERHADAP TINGKAT KECEMASAN KELUARGA PASIEN DI
RUANG PERAWATAN INTENSIF

Oleh Kelompok III :


1. Ni Putu Ari Wijayanti (18101110001)
2. I Puti Rai Eka Budiana (18101110012)
3. Ni Putu Sinta Dewi (181011100015)
4. Made Patni winarni.P (20121110018)
5. Ni Putu Susy Novyanti (20121110019)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
ADVAITA MEDIKA TABANAN
2021
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-
ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni
HIJP : HEALTH INFORMATION JURNAL PENELITIAN

Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat terhadap Tingkat Kecemasan


Keluarga Pasien Di Ruang Perawatan Intensif

Rizki Muliani 1*, Andria Pragholapait 2, Irman3


1
Fakultas Keperawatan, Universitas Bhakti Kencana, Indonesia:
rizki.muliani@bku.ac.id 2Keperawatan, Universitas Pendidikan Indonesia,
Indonesia: andria.pragholapati@upi.edu 3RSUD Majalaya, Indonesia:
irmanrafliihsan1@gmail.com
*
(Korespondensi e-mail: rizki.muliani@bku.ac.id)

ABSTRAK
Kondisi kritis pada pasien yang dirawat di ruang perawatan intensif bisa
menimbulkan kecemasan pada keluarga. Kecemasan keluarga muncul akibat adanya
ancaman kematian, kecacatan, dan biaya perawatan yang mahal. Upaya untuk
menurunkan tingkat kecemasan adalah dengan psikoterapi melalui interaksi
komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan. Metode
penelitian yang digunakan adalah pre eksperiment. Data diperoleh dengan
menggunakan instrumen ZSAS (Zung-Self Anxiety Scale). Analisa data
menggunakan t-test: two-sample assuming unequal variances. Hasil penelitian
menunjukan bahwa rata-rata tingkat kecemasan sebelum dan sesudah komunikasi
terapeutik adalah
42.73 dan 36.43. Tingkat kecemasan sebelum komunikasi terapeutik yaitu ringan
(56.7%) dan sedang (43.3%), dan tingkat kecemasan sesudahnya adalah ringan
(100%). Nilai uji T yang dilakukan mendapatkan Thitung 4.49 dengan P-value
0,000 dan kolerasi 0,613. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh yang cukup signifikan antara pemberian komunikasi terapeutik dengan
tingkat kecemasan keluarga pasien yang dirawat di Ruang Intensif.
Kata kunci: Kecemasan keluarga, Komunikasi terapeutik, Ruang perawatan intensif

Abstract
Family anxiety arises due to the threat of death, disability, and expensive treatment
costs. Efforts to reduce the level of anxiety are with psychotherapy through
therapeutic communication interactions by nurses. This study aims to determine the
effect of therapeutic communication on anxiety levels.The research method used
was a pre- experiment using one group pretest and posttest design. A total of 30
respondents were recruited by consecutive sampling in this study. Data obtained
using the ZSAS (Zung-Self Anxiety Scale) instrument. Data analysis uses a t-test:
two-sample assuming unequal variances.The results showed that the average anxiety
level before and after therapeutic communication was 42.73 and 36.43. Anxiety
level before therapeutic communication is mild (56.7%) and moderate (43.3%), and
the anxiety level thereafter is mild (100%). The T-test value obtained Account 4.49
with a P-value of 0,000 and a correlation of 0.613. Thus it can be concluded that
there is a significant influence between the provisions of therapeutic communication
with the level of family anxiety of patients treated in the Intensive Space.
Keywords: Family anxiety, Intensive care room, Therapeutic communication
PENDAHULUAN Pasien yang dirawat di Intensif
Care Unit (ICU) adalah pasien dalam

2
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-
ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni
perawatan kritis. Unit ini berbeda dari penerimaan dan
unit-unit lainnya karena selain klien
dirawat oleh perawat terlatih atau tim
medis khusus untuk klien di ICU, juga
dalam merawat klien perawat untuk satu
atau dua klien dalam satu waktu setiap
shiftnya. Saat pasien kritis dirawat di
ruang ICU, keluarga harus berhadapan
dengan perubahan sebagai akibat dari
adanya hospitalisasi (Rosmala, 2017).
Keluarga sering mengalami
perubahan tingkah laku, emosional,
perubahan dalam peran citra tubuh,
konsep diri dan dinamika keluarga dan
mengalami perubahan yaitu secara
ekonomi, psikologis dan lingkungan
(Rabie et al., 2011; Rosmala, 2017).
Perubahan psikologis seperti
kecemasan, yang diekspresikan melalui
sikap dan perasaan khawatir, gelisah,
ketidakpuasan atau ketakutan dan
ancaman, hal tersebut merupakan respon
psikologis yang wajar sebagai dampak
hospitalisasi (Rabie et al., 2011).
Kecemasan adalah salah satu keadaan
atau gejala yang dirasakan keluarga
dalam menghadapi anggota keluarga
yang dirawat di ruang ICU. Keluarga
mengalami kecemasan yang tinggi ketika
klien berisiko tinggi meninggal
(Rosmala, 2017).
Terdapat beberapa upaya untuk
mengatasi masalah kecemasan, yaitu
upaya meningkatkan kekebalan terhadap
stres, terapi psikofarmaka, terapi
somatik, psikoterapi, terapi psikoreligius,
dan penggunaan komunikasi terapeutik
(Videbeck, 2019).
Komunikasi terapeutik adalah
proses di mana perawat secara sadar
mempengaruhi klien atau membantu
klien untuk pemahaman yang lebih baik
melalui komunikasi verbal atau
nonverbal. Komunikasi terapeutik
melibatkan penggunaan strategi spesifik
yang mendorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan dan gagasan
dan yang menyampaikan

3
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-
ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni
penghargaan (Grant, 1981; Videbeck, 2019). pasien secara terapeutik melalui
Teknik-teknik komunikasi terapeutik yang komunikasi yang sudah direncanakan
diterapkan dapat membantu menurunkan (Videbeck, 2019).
tingkat kecemasan. Namun sebaliknya
Rumah Sakit Umum Daerah
apabila komunikasi yang digunakan tidak
(RSUD) Majalaya merupakan rumah
terapeutik, maka level kecemasan akan
sakit tipe B memiliki kapasitas 162
meningkat (Videbeck, 2019).
tempat tidur. RSUD Majalaya
Komunikasi terapeutik akan memberikan pelayanan rayat jalan, rawat
meningkatkan pemahaman dan dapat inap, gawat darurat dan rawat intensif.
membantu membina hubungan yang Ruang perawatan intensif terdiri dari
konstruktif antara perawat dan keluarga High Care Unit (HCU) dan Intensif Care
pasien (Videbeck, 2019). Komunikasi Unit (ICU). Kapasitas Ruang HCU 3
terapeutik mempunyai tujuan dan berfungsi tempat tidur dengan 9 perawat (1 orang
sebagai terapi bagi pasien dan keluarga, kepala ruangan dan 8 orang perawat
karena itu pelaksanaan terapeutik harus pelaksana). Kapasitas Ruang ICU 4
direncanakan dan terstruktur dengan baik. tempat tidur dengan 16 orang perawat (1
Struktur dalam proses komunikasi terapeutik orang kepala ruangan dan 15 perawat
terdiri dari empat tahap yaitu tahap persiapan pelaksana) (Lestari & Pragholapati,
atau prainteraksi, tahap perkenalan atau 2020).
orientasi, tahap kerja, dan tahap terminasi
Studi pendahuluan dilakukan
(Videbeck, 2019).
melalui wawancara dan pengamatan
Dengan keempat tahap tersebut terhadap lima orang perawat di ruang
perawat harus senantiasa berupaya untuk ICU RSUD Majalaya. Hasil pengamatan
membantu menyelesaikan permasalahan didapatkan tiga orang perawat hanya
yang sedang dihadapi klien/pasien. Perawat fokus pada tindakan
harus berupaya untuk mengurangi kecemasan
serta rutinitas yang biasa dilakukan dirasakan adalah 2 orang diare dan
setiap hari. Rutinitas tersebut seperti pusing, 2 orang mengalami jantung
pemberian obat, pengambilan sampel yang berdebar-debar, 4 orang
darah laboratorium, menjalankan mengalami susah tidur, dan 2 orang
instruksi dari dokter, mengurus menjadi tidak nafsu makan. Menurut
administrasi, sampai mendaftarkan 10 keluarga tersebut diatas, keluhan
tindakan invasif atau non invasif, tersebut terjadi karena khawatir
sehingga tidak ada kesempatan banyak dengan kondisi anggota keluarganya
untuk berinteraksi lebih dekat dengan yang sedang dirawat di ICU dan
keluarga pasien melalui komunikasi. ketidak puasan dengan informasi
Selain itu, berdasar wawancara dengan yang diberikan oleh petugas ICU.
beberapa kepala ruangan, di RSUD
Peneliti menanyakan pada
Majalaya belum ada Standar Prosedur
keluarga mengenai komunikasi
Operasional (SPO) mengenai komunikasi
perawat, keluarga mengatakan bahwa
terapeutik, begitu pula di unit perawatan
ada perawat yang tidak
kritis.
memperkenalkan diri, ada perawat
Peneliti membuat SPO, komunikasi yang sikapnya tidak ramah, dan ada
terapeutik dalam melakukan penelitian di juga perawat yang memanggil atau
unit perawatan kritis yang disetujui oleh menemui keluarga untuk meminta
bidangKeperawatan RSUD. Wawancara persetujuan tindakan medis.
terhadap sepuluh keluarga pasien Wawancara dengan dua orang
menyatakan bahwa keluhan yang perawat mengenai interaksi dengan

4
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-
ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni
pasien, keduanya menjawab akan Berdasarkan uraian hal tersebut di
berinteraksi saat membutuhkan atas maka dirasa penting untuk dilakukan
persetujuan keluarga untuk suatu penelitian lebih jauh tentang pengaruh
tindakan dan mengatakan banyak komunikasi terapeutik perawat terhadap
keluarga pasien yang sering bolak balik tingkat kecemasan keluarga pasien yang
bertanya dengan pernyataan yang sama. dirawat di Ruang Intensif Rumah Sakit
Kedua perawat tersebut mengatakan juga Umum Daerah Majalaya.
bahwa ada yang pernah kena marah oleh
keluarga pasien, dikarenakan informasi METODE
yang kurang lengkap. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan
adalah pre eksperiment dengan
menggunakan one group pretest and
posttest design.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 7
bulan dari tanggal 1 Februari sampai
dengan 31 Agustus 2017 di Ruang
Intensif (HCU dan ICU) Rumah Sakit
Daerah Majalaya.
Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah
keluarga pasien yang dirawat di Ruang
intensif (HCU dan ICU) Rumah Sakit
Daerah Majalaya. Populasi dalam
penelitian ini didasarkan pada jumlah
pasien di Ruang ICU dan HCU periode
Agustus – November, sebanyak 176
pasien dengan jumlah rata-rata 44 pasien
tiap bulannya. Metode sampling yang
digunakan pada penelitian ini adalah
consecutive sampling. Consecutive
sampling ini merupakan jenis non
probability sampling.
Pada consecutive sampling, setiap
pasien yang memenuhi kriteria penelitian
dimasukkan dalam penelitian sampai
kurun waktu tertentu, sehingga jumlah
pasien yang diperlukan terpenuhi.
Adapun kriteria sampel yang akan dipilih
adalah:
1. Keluarga merupakan keluarga
inti yang merawat pasien.
2. Keluarga dengan anggota
keluarganya yang baru pertama
kali mengalami perawatan di

5
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-
ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni
ruang penyakit kritis. 3. Usia > 18 tahun.
4. Sehat jasmani dan rohani reliabilitas total 0,79.
(responden sedang tidak
Dalam versi terjemahan,
mengalami sakit fisik ataupun
(Heryana, 2012) mendapatkan nilai
kelainan jiwa dan kooperatif).
reliabilitas 0,965. Peneliti melakukan
5. Responden yang dijadikan uji validitas dan
sampel pada pre dan post test
merupakan responden yang
sama.
Sampel pada penelitian ini yang
sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan adalah sebanyak 30 orang.
Pengumpulan Data
Penilaian tingkat kecemasan
menggunakan Zung Self-Rating Anxiety
Scale (ZSAS), yaitu penilaian kecemasan
pada pasien yang dirancang oleh William
W.
K. Zung, dikembangkan berdasarkan
gejala kecemasan dalam diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder
(DSM-II). Terdapat dua puluh
pernyataan, dimana setiap pernyataan
memiliki kategori skor sebagai berikut :
tidak pernah sama sekali (1), kadang-
kadang saja mengalami demikian (2),
sering mengalami demikian (3), selalu
mengalami demikian setiap hari (4).
Terdapat lima belas pernyataan ke
arah peningkatan kecemasan dan lima
pernyataan ke arah penurunan
kecemasan. Adapun rentang penilaian
tersebut pengelompokannya antara lain:
1. Kecemasan ringan (20 – 44).
2. Kecemasan sedang (45 – 59)
3. Kecemasan berat (60 –
74) 4. Panik (75 – 80).
Penelitian ini menggunakan
instrumen baku ZSAS (Zung self-Rating
Anxiety Scale). Penelitian tentang
kecemasan di Indonesia yang
menggunakan ZSAS adalah dilakukan
oleh (Heryana, 2012) yang memiliki uji
validitas dan reliabilitas nilai alpha
cronbach 0,85 dengan koefisien

6
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-
ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni
reliabilitas kembali terhadap 20 orang analisa bivariat, dilakukan uji normalitas
responden di RSUD Soreang. Hasil yang data. Hasil uji normalitas dengan
didapatkan adalah semua item pernyataan menggunakan uji shapiro wilk,
valid dengan nilai validitas > 0,444. Hasil uji didapatkan bahwa sebaran data
reliabilitas menggunakan nilai alpha berdistribusi normal. Adapun nilai uji
cronbach, dan nilai hasil uji nya adalah 0,887. shapiro wilk (W) hasil penelitian adalah
0,938 (ZSAS 1) dan 0,935 (ZSAS
Sebelum dilakukan penelitian, peneliti
2),
melakukan meminta perizinan dari institusi
yang Rumah Sakit Daerah Majalaya. Setelah sedangkan p-value 0,939 (ZSAS 1)
mendapat izin, peneliti melakukan penelitian dan
dengan menerapkan prinsip etika yaitu: 0,936 (ZSAS 2). Nilai p-value yang
Informed Consent, Anonimity, didapatkan adalah > nilai α (0,927).
Confidentiality, dan Justice. Penelitian Oleh karena hasil uji normalitas
dilaksanakan selama 7 bulan dari Tanggal 1 berdistribusi normal. Selanjutnya
Februari sampai dengan 31 Agustus 2017 di dilakukan uji homogenitas. Hasil uji
Ruang Intensif (HCU dan ICU) Rumah Sakit homogenitas pada sebaran data
Daerah Majalaya. didapatkan bahwa F-hitung (3,044) lebih
Pengolahan dan Analisis Data besar dari F-kritis (1,945), sehingga
sebaran data tidak homogen. Oleh karena
Data univariat dikelompokan untuk pre sebaran data berdistribusi normal dan
dan post perlakuan komunikasi terapeutik. data tidak homogen, maka uji statistik
Selanjutnya untuk tingkat kecemasan baik menggunakan uji T.
pre maupun post, dilakukan pengkategorian
terlebih dahulu yang meliputi ringan, sedang, Data univariat dikelompokan untuk
berat dan panik. Pengelompokan didasarkan pre dan post perlakuan komunikasi
pada proporsi (%). Sebelum dilakukan terapeutik. Selanjutnya untuk tingkat
kecemasan baik pre maupun post, Oleh karena sebaran data
dilakukan pengkategorian terlebih dahulu berdistribusi normal dan data tidak
yang meliputi ringan, sedang, berat dan homogen, maka uji statistik
panik. Pengelompokan didasarkan pada menggunakan uji T.
proporsi (%). Sebelum dilakukan analisa
HASIL
bivariat, dilakukan uji normalitas data.
Hasil uji normalitas dengan Karakteristik Keluarga Pasien
menggunakan uji shapiro wilk, Pada bagian ini disajikan
didapatkan bahwa sebaran data karakteristik dari keluarga pasien
berdistribusi normal. Adapun nilai uji yang meliputi umur, jenis kelamin,
shapiro wilk (W) hasil penelitian adalah tingkat pendidikan, agama, dan
0,938 (ZSAS 1) dan 0,935 (ZSAS hubungan keluarga dengan pasien.
2), Karakteristik tersebut adalah sebagai
sedangkan p-value 0,939 (ZSAS 1) berikut:
dan
0,936 (ZSAS 2). Nilai p-value yang Tabel 1. Distribusi Karakteristik
Keluarga Pasien di Ruang Intensif
didapatkan adalah > nilai α (0,927). Oleh
RSUD Majalaya
karena hasil uji normalitas berdistribusi Bandung (n= 30)
normal. Selanjutnya dilakukan uji Karakteristik f %
homogenitas. Hasil uji homogenitas pada Umur
sebaran data didapatkan bahwa F-hitung 18-25 tahun 1 3,33
(3,044) lebih besar dari F-kritis (1,945), 26-35 tahun 10 33,3
sehingga sebaran data tidak homogen. 36-45 tahun 6 20,0
46-55 tahun 5 16,7

7
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-
ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni
56-65 tahun 4 13,3 PT 4 13,3
> 65 tahun 4 13,3 Agama
Jenis kelamin Islam 30 100
Laki-laki 15 50,0 Non-islam 0 0
Perempuan 15 50,0 Hubungan keluarga
Pendidikan Suami 5 16,7
SD 12 40,0 Istri 6 20,0
SMP 5 16,7 Anak 8 26,6
SMA 9 30,0 Orang tua 11 36,7
Sumber data: data penelitian
Tabel diatas memperlihatkan
bahwa keluarga pasien hampir
setengahnya (33,3%) berusia 26 – 35
tahun, jumlah laki- laki dan perempuan
sama, hampir setengahnya (40%)
berpendidikan SD, semuanya (100%)
beragama Islam, dan hampir setengahnya
(36,7%) mempunyai hubungan sebagai
orangtua pasien.
Analisa Univariat
Pada bagian ini disajikan data-data
meliputi frekuensi tingkat kecemasan
sebelum dan sesudah pemberian
komunikasi terapeutik, nilai rata-rata
tingkat kecemasan pada ZSAS 1
(sebelum komunikasi terapeutik) dan
ZSAS 2 (sesudah komunikasi terapeutik),
serta menyajikan selisih dari kedua nilai
rata-rata ZSAS. Data tersebut sebagai
berikut :
Tabel 2. Distribusi Tingkat
Kecemasan Keluarga Pasien di Ruang
Intensif RSUD
Majalaya Bandung (n= 30)
Tingkat Kecemasan (F) (%)
Sebelum Komunikasi
Terapeutik
Ringan
17 56,7
Sedang
13 43,3
Berat
0 0
Panik
0 0
Sesudah Komunikasi
Terapeutik
Ringan
30 100
Sedang
0 0
Berat
0 0
Panik 0 0
Sumber data: data penelitian

8
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-
ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni
Data tersebut diatas menunjukan bahwa setengah keluarga pasien (56,7%)
sebelum komunikasi terapeutik, lebih dari
berada pada tingkat kecemasan ringan No Total
yakni Item Pernyataan ZSAS Skor
17 orang. Setelah komunikasi terapeutik, Jawaban
seluruh keluarga pasienberada pada Saya mudah tertidur dan
tingkat kecemasan ringan yakni 30 orang 19 dapat istirahat malam 77
(100%). dengan baik
20 Saya mimpi buruk 51
Tabel 3. Distribusi Tingkat Kecemasan Sumber data: data penelitian
Sebelum Komunikasi Terapeutik di
Ruang Data tersebut di atas
Intensif RSUD Majalaya Bandung (n= 30) memperlihatkan bahwa sebagian besar
No Total keluarga pasien mengalami kecemasan
Item Pernyataan ZSAS Skor baik ringan ataupun sedang. Rata-rata
Jawaban hampir semua total skor jawaban
Saya merasa lebih gugup pernyataan adalah lebih dari 50, namun
1 80
dan cemas dari biasanya yang paling menonjol dan berkontribusi
Saya merasa takut tanpa
2 69 besar terhadap kecemasan adalah pada
alasan sama sekali
Saya mudah marah atau
item pernyataan nomor 1 (saya merasa
3 62 lebih gugup dan cemas dari biasanya),
merasa panik
Saya merasa seperti dan 17 (tangan saya biasanya kering dan
4 berantakan dan remuk 51 hangat).
berkeping-keping Tabel 4. Distribusi Tingkat Kecemasan
5 Saya merasa bahwa Setelah Komunikasi Terapeutik di
semuanya baik-baik saja Ruang
81
dan tidak ada hal buruk Intensif RSUD Majalaya Bandung (n= 30)
akan terjadi No Total
Lengan dan kaki saya Item Pernyataan ZSAS Skor
6 64
gemetar Jawaban
Saya terganggu oleh nyeri Saya merasa lebih gugup
7 kepala, leher dan nyeri 61 1 54
dan cemas dari biasanya
punggung Saya merasa takut tanpa
Saya merasa lemah dan 2 44
8 73 alasan sama sekali
mudah lelah Saya mudah marah atau
Saya merasa tenang dan 3 40
merasa panik
9 dapat duduk diam dengan 73 Saya merasa seperti
mudah 4 berantakan dan remuk 36
Saya merasa jantung saya berkeping-keping
10 73
berdebar-debar 5 Saya merasa bahwa
Saya merasa pusing tujuh semuanya baik-baik saja
11 61 98
keliling dan tidak ada hal buruk
Saya merasa seperti mau akan terjadi
12 40
pingsan Lengan dan kaki saya
Saya dapat bernapas 6 44
13 61 gemetar
dengan mudah Saya terganggu oleh nyeri
Saya merasa jari-jari 7 kepala, leher dan nyeri 45
14 tangan dan kaki mati rasa 54 punggung
dan kesemutan Saya merasa lemah dan
Saya terganggu oleh nyeri 8 48
mudah lelah
15 lambung atau gangguan 56 Saya merasa tenang dan
pecernaan 9 dapat duduk diam dengan 90
Saya sering buang air mudah
16 63
kecil
Tangan saya biasanya
17 82
kering dan hangat
9
Wajah saya terasa panas
18 dan merah merona 50
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-
ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni
Saya merasa jantung saya
10 49
berdebar-debar
Saya merasa pusing tujuh
11 keliling 37

Data tersebut di atas


memperlihatkan bahwa sebagian besar
No Total keluarga pasien mengalami kecemasan
Item Pernyataan ZSAS Skor baik ringan ataupun sedang. Rata-rata
Jawaban sebagian besar dari total skor jawaban
Saya merasa seperti mau pernyataan adalah kurang dari 50, namun
12 34
pingsan
yang paling menonjol dan berkontribusi
Saya dapat bernapas
13
dengan mudah
72 besar terhadap kecemasan adalah pada
Saya merasa jari-jari item pernyataan nomor 9 (saya merasa
14 tangan dan kaki mati rasa 40 tenang dan dapat duduk diam dengan
dan kesemutan mudah), 19 (saya mudah tertidur dan
Saya terganggu oleh nyeri dapat istirahat malam dengan baik), 5
15 lambung atau gangguan 39 (saya merasa bahwa semuanya baik-baik
pecernaan saja dan tidak ada hal buruk akan
Saya sering buang air terjadi), dan 17 (tangan saya biasanya
16 40
kecil kering dan hangat).
Tangan saya biasanya
17 113 Analisa Bivariat
kering dan hangat
Wajah saya terasa panas Pada uji univariat didapatkan nilai mean dari
18 38
dan merah merona
tingkat kecemasan responden baik sebelum maupun
Saya mudah tertidur dan
19 dapat istirahat malam 96 sesudah diberi komunikasi terapeutik. Nilai mean
Sumber data: data
dengan baik tesebut selanjutnya dilakukan uji beda dua mean
20 penelitian
Saya mimpi buruk 36 dependen untuk melihat tingkat signifikansi dari
perbedaan mean yang diperoleh. Adapun hasil uji T
tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 5. Distribusi Rata-rata Tingkat Kecemasan di Ruang Intensif RSUD Majalaya
Bandung (N=30)
Alat ukur Mean SD SE T hitung T p-value Korelasi N
Tabel
Prakomter 42,73 6,49 1,18
Pascakomter 36,43 4,07 0,74 4,49 2,04 0,000 0,613 30
Sumber data: hasil uji statistik data penelitian
Rata-rata tingkat kecemasan Sebelum Komunikasi
sebelum komunikasi terapeutik adalah Terapeutik
42,73 (SD 6,49) dan setelah komter Tingkat kecemasan keluarga
36,43 (SD 4,07). Hasil uji statistik pasien yang dirawat di Ruang
didapatkan nilai T-hitung (4,49) > T- Intensif (responden) sebelum
tabel (2,04), maka p-value (0,000) komunikasi terapeutik yang berada
< 0,05 yang berarti dan nilai signifikansi pada tingkat kecemasan ringan
korelasi 0,613 yang berarti terdapat (56,7%) dan kecemasan sedang
hubungan atau pengaruh yang cukup (43,3%). Sedangkan
signifikan.
PEMBAHASAN
Kecemasan Keluarga

10
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-
ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni
tingkat kecemasan berat dan panik tidak ada Walaupun hasil penelitian sebagian
(0%). Namun apabila dilihat berdasarkan besar berada pada tingkat kecemasan
jawaban keluarga pasien yang paling ringan, namun setidaknya kondisi
menonjol dan berkontribusi besar terhadap tersebut bisa mempengaruhi
kecemasan adalah pada item pernyataan terhadap
nomor 1 (saya merasa lebih gugup dan cemas proses pengambilan
dari biasanya), dan 17 (tangan saya biasanya keputusan dari keluarga terkait tindakan
kering dan hangat). Rata-rata hampir semua yang akan diberikan pada pasien. Hal ini
total skor jawaban pernyataan adalah lebih Keluarga mempunyai peranan yang
dari 50. penting dalam pengambilan keputusan
dan
sering harus dilibatkan secara langsung Kecemasan Keluarga
atau tidak langsung dalam tindakan Sesudah Komunikasi
pertolongan yang diberikan pada pasien Terapeutik
(Friedman et al., 2010). Tingkat kecemasan keluarga
Peran keluarga berarti memberikan pasien yang dirawat di Ruang
dukungan kepada pasien dalam menjalani Intensif sesudah komunikasi
perawatan. Masalah-masalah kecemasan terapeutik semuanya ada pada tingkat
pada keluarga pasien yang dirawat di kecemasan ringan (100%).
ruang ICU penting sekali diperhatikan Namun apabila dilihat
karena dalam perawatan pasien dan berdasarkan jawaban keluarga pasien
keluarga merupakan satu kesatuan yang yang paling menonjol dan
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang berkontribusi besar terhadap
lain, hal ini perlu menjadi perhatian kecemasan adalah pada item
perawat. Keluarga pasien adalah pernyataan nomor 5 (saya merasa
pemegang penuh keputusan yang akan bahwa semuanya baik-baik saja dan
diambil dalam pasien. Pengambilan tidak ada hal buruk akan terjadi), 9
keputusan yang tertunda akan merugikan (saya merasa tenang dan dapat
pasien yang seharusnya diberikan
tindakan namun keluarga pasien belum
bisa memberikan keputusan karena
mengalami kecemasan (Rosmala, 2017).
Kondisi tersebut (Videbeck, 2019)
lebih mendekati respon dari kecemasan,
yaitu respon fisik (mulai berkeringat,
kewaspadaan dan ketegangan meningkat,
dan pola tidur berubah), respon kognitif
(tidak perhatian secara selektif, fokus
terhadap stimulus meningkat). Berbeda
dengan hasil penelitian (Simamora,
2013) dalam penelitiannya mendapatkan
tingkat kecemasan keluarga pasien di
ruang intensif sebagian besar pada
kategori sedang. Sedangkan (Rezki et al.,
2017) dalam penelitiannya mendapatkan
gambaran tingkat cemas ringan 33,4%,
sedang 16,6%,
dan berat 16,7%.

11
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-
ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni
duduk diam dengan mudah), 17 (tangan saya terapeutik didapatkan pada tingkat
biasanya kering dan hangat), dan 19 (saya kecemasan sedang. Perbedaan ini bila
mudah tertidur dan dapat istirahat malam dibandingkan dengan hasil penelitian
dengan baik). Apabila diperhatikan, rata-rata adalah lebih didasari oleh perbedaan latar
sebagian besar dari total skor jawaban belakang budaya, kebiasaan, dan faktor
pernyataan adalah kurang dari 50. keterpaparan dengan media informasi.
Hasil tersebut memperlihatkan bahwa Pengaruh Komunikasi
pada item pernyataan nomor 5, 9, 17, 19 Terapeutik terhadap
Merupakan respon positif sehingga penilaian Kecemasan
dengan ZSAS memiliki kebalikan dari item
Secara umum dari hasil penelitian
yang sifatnya respon negatif. Hasil
yang didapatkan adalah terjadi perubahan
wawancara dengan keluarga pasien terkait ke
tingkat kecemasan responden antara
empat pernyataan tersebut, adalah bahwa
sebelum dan sesudah diberikan
sebagian besar dari mereka masih
komunikasi terapeutik. Hasil penelitian
menghawatirkan kondisi anggota keluarganya
mendapatkan skor rata-rata tingkat
yg sedang dirawat dan merasa belum tenang
kecemasan sebelum dan sesudah
apabila belum mendapatkan informasi
komunikasi terapeutik adalah 42,73 dan
tentang kemajuan kondisi pasien. Selain itu
36,43.Dari hasil tersebut terlihat
mereka juga masih mengalami gangguan
penurunan nilai rata-rata dari tingkat
tidur.
kecemasan responden sebelum dan
Penelitian lain (Day et al., 2013) sesudah komunikasi terapeutik yaitu
mengenai kecemasan keluarga pasien yang memiliki selisih sebesar 6,30.
dirawat di ICU mengalami kecemasan
Tingkat kecemasan sebelum
ringan, gangguan tidur yang berat dan
komunikasi terapeutik yaitu ringan
kelelahan. Sedang pada hasil penelitian,
(56,7%)
tingkat kecemasan sebelum komunikasi
dan sedang (43,3%), dan tingkat perubahan tingkat kecemasan klien
kecemasan sesudahnya adalah ringan atau pasien. Ini dikarenakan
(100%). Uji T yang dilakukan Komunikasi tidak terlepas dalam
mendapatkan T-hitung (4,49) > T-tabel kehidupan sehari-hari. Pada saat
(2,04) dengan P-value 0,000. Hal ini perawat akan menyampaikan
berarti hipotesis H0 ditolak dan hipotesis informasi kepada klien perawat dapat
alternatif ( Ha ) diterima, yang berarti ada menggunakan sarana komunikasi
pengaruh pemberian komunikasi terapeutik baik secara verbal maupun
terapeutik terhadap perubahan tingkat non verbal.
kecemasan. Hasil penelitian juga Hasil penelitian didominasi
mendapatkan nilai kolerasi 0,613 yang oleh responden dengan usia kurang
berarti terdapat pengaruh pemberian dari 45 taun atau ada pada kategori
komunikasi terapeutik terhadap dewasa tengah dan dewasa awal.
perubahan tingkat kecemasan yang (Boky, 2013) dalam penelitiannya
cukup signifikan. Ini memberikan menyebutkan bahwa usia pasien 18 –
gambaran bahwa komunikasi terapeutik 40 tahun lebih merasakan kecemasan
memang merupakan suatu teknik yang dibandingkan dengan pasien yang
ampuh untuk menurunkan tingkat berusia lebih tua. Menurut
kecemasan klien atau pasien. (Nursalam, 2013) umur adalah usia
Hasil tersebut memperlihatkan individu yang terhitung mulai saat
bahwa komunikasi terapeutik dilahirkan sampai saat berulang
memberikan pengaruh terhadap tahun. Semakin cukup umur, tingkat

12
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-
ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni
kematangan dan kekuatan sesorang akan yang lebih tua, tetapi ada juga yang
lebih matang dalam berfikir dan bekerja. berpendapat sebaliknya (Stuart, 2012).
Dari segi kepercayaan masyarakat
seseorang yang yang cukup umur lebih Hasil penelitian ini memperlihatkan
dipercaya dari orang yang belum cukup bahwa responden perempuan dan laki-
tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai laki sama banyak, sehingga tidak bisa
akibat dari pengalaman dan kematangan dilihat jenis kelamin mana yang dominan
jiwanya. Seseorang yang mempunyai mempengaruhi hasil penelitian. Selain
usia lebih muda ternyata lebih mudah jenis kelamin, agama responden 100%
mengalami gangguan kecemasan dari Islam, sehingga faktor agama juga tidak
pada seseorang bisa dijadikan salah satu kontributor
terhadap kejadian kecemasan.
Berdasarkan tingkat pendidikan,
hasil penelitian memperlihatkan hampir
setengahnya (40%) berpendidikan SD.
Responden dengan tingkat pendidikan
rendah atau dasar akan sulit untuk
memahami dengan jelas dan lengkap
tentang penyakit yang dideritanya serta
cenderung menerima apapun keputusan
dokter mengenai pengobatannya.
Berbeda halnya dengan responden
dengan tingkat pendidikan tinggi, mereka
dengan mudahnya menerima dan mencari
tahu tentang penyakit yang diderita
anggota keluarganya. Semakin mudah
mereka menerima informasi dan
pengetahuan tentang penyakit akan
menjadikan stressor tersendiri bagi
keyakinan diri mereka dalam menghadapi
proses penyakit dan pengobatan anggota
keluarganya.
Menurut (Nursalam, 2013)
pendidikan berarti bimbingan yang
diberikan oleh seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju kearah
suatu cita-cita tertentu. Tingkat
pendidikan seseorang atau individu akan
berpengaruh terhadap kemampuan
berfikir, semakin tinggi tingkat
pendidikan akan semakin mudah berfikir
rasional dan menangkap informasi baru
termasuk dalam menguraikan masalah
yang baru (Stuart, 2012).
Peneliti berpendapat bahwa
responden yang banyak menerima
informasi tentang penyakit sehingga
memiliki pengetahuan tentang penyakit
tersebut, apabila koping yang digunakan

13
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-
ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni
maladaptif maka dia akan merasa semakin Sebaliknya bila responden yang
cemas dengan perubahan kondisinya.
tidak memahami penyakit, dia akan lebih bahwa komunikasi terapeutik efektif
menerima kondisi perkembangan untuk mengurangi kecemasan
penyakitnya. Akan tetapi hal ini juga keluarga pasien yang sedang dirawat
tergantung pada keyakinan dan nilai di ruang intensif yang dalam hal ini
sosiokultur yang dianut oleh responden merupakan klien dari tindakan
(Pratama et al., 2020). keperawatan. Mereka mengalami
cemas karena bagian dari anggota
Hampir setengah dari responden
keluarganya
mempunyai hubungan sebagai orang tua
dari pasien dengan usia lebih dari 45
tahun. Hal ini tentu mempengaruhi hasil
penelitian. (Boky, 2013) dalam
penelitiannya menyebutkan bahwa usia
lebih 40 tahun hanya sedikit merasakan
kecemasan. Kecemasan merupakan satu
masalah keperawatan yang diberikan
pelayanan keperawatan. Menurut (Yusuf
et al., 2015) intervensi keperawatan pada
kecemasan meliputi bina hubungan
saling percaya, bantu pasien mengenal
ansietas, ajarkan pasien teknik relaksasi
untuk meningkatkan kontrol dan rasa
percaya diri, memotivasi pasien
melakukan teknik relaksasi setiap kali
ansietas muncul.
Komunikasi terapeutik
meningkatkan pemahaman dan dapat
membina hubungan yang konstruktif
antara perawat dan keluarga pasien.
Tidak seperti hubungan sosial, yang
mungkin tidak memiliki tujuan dan arah
yang spesifik, hubungan terapeutik
diarahkan pada pasien dan tujuan yang
ada (Videbeck, 2019) sejalan dengan
hasil penelitian (Himawan & Hartinah,
2016) bahwa ada pengaruh antara
komunikasi verbal dan non verbal
perawat dengan perubahan tingkat
kecemasan keluarga pada pasien yang
dirawat di ruang intensif. (Rezki et al.,
2017) dalam penelitiannya mendapatkan
hubungan antara komunikasi terapeutik
perawat dengan tingkat kecemasan
keluarga.
Hasil penelitian lain yang sejalan
dengan hasil penelitian ini serta jurnal-
jurnal terkait yang memperlihatkan

14
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-
ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni
dirawat di ruang intensif dengan kondisi yang terhadap kondisi pasien, maka faktor
kritis. Namun setelah dilakukan pendekatan psikologis yang menjadi predisposisi
keperawatan melalui komunikasi terapeutik terjadinya kecemasan menjadi berkurang.
berhasil menurunkan tingkat kecemasannya, Hal yang harus menjadi perhatian
dari tingkat kecemasan sedang menjadi perawat di ruang Intensif adalah selain
tingkat kecemasan ringan. Komunikasi menangani pasien yang sakit, juga harus
terapeutik perawat efektif dapat menjadi menurunkan kecemasan keluarga.
motivasi dan membuat pasien merasa Peningkatan yang signifikan terhadap
nyaman, komunikasi terapeutik perawat yang status kesehatan dan status mental pasien
efektif dan cukup juga dapat menurunkan yang mendapat dukungan psikososial dari
tingkat kecemasan pada pasien dan keluarga keluarga sehingga mempengaruhi
(Shintana, 2012). terhadap proses adaptasi sel selama
Melalui komunikasi terapeutik perawat proses penyakit berlangsung dan selama
menjalin hubungan, pasien berada dalam proses perawatan
mengidentifikasi kecemasan dan kebutuhan (hospitalisasi) di ruang ICU. Dukungan
pasien, memperkirakan persepsi pasien keluarga yang dilakukan perawat yaitu
termasuk tindakan rinci (perilaku, pesan) memeriksa situasi ketika pasien rawat
sehingga dapat meningkatkan pemahaman inap, memberikan informasi mengenai
keluarga terhadap situasi yang harus dihadapi pasien, menawarkan saran ketika
apabila ada anggotanya yang sakit yaitu keluarga bermasalah dalam merawat
meningkatkan pemahaman terhadap kondisi pasien, atau mengadakan konferensi
klien baik yang terkait dengan penyakitnya multidisiplin (Nishimoto & Hohashi,
ataupun yang terkait dengan semua tindakan 2016). Keluarga yang mengalami
medis yang dilakukan pada pasien (Grant, penurunan tingkat kecemasan secara
1981). Dengan meningkatnya pemahaman tidak langsung dapat
memberikan dukungan psikologis Terkait pelaksanaan
terhadap anggota keluarganya yang komunikasi terapeutik di Ruang
sedang menjalani perawatan di Ruang Intensif di RSUD Majalaya,
Intensif. berdasarkan hasil pengamatan dan
observasi, belum ada kebijakan
Perawat yang bertugas di unit
pelayanan intensif, selain harus ataupun standar operasional prosedur
(SPO) tentang komunikasi terapeutik.
kompeten terhadap tindakan invasif di
Perawat lebih fokus untuk
lingkungan kerja intensif, mereka juga
memberikan layanan terhadap pasien,
harus mampu untuk mempertahankan
sedangkan keluarga pasien belum
kualitas komunikasi terapeutik. Untuk
tersentuh dengan layanan
mencapai komunikasi terapeutik yang
keperawatan.
efisien, perawat harus mengikuti aturan
privasi dan kerahasiaan melindungi hak KESIMPULAN DAN SARAN
pasien untuk privasi, memungkinkan Berdasarkan pembahasan dari
pasien hasil penelitian mengenai pengaruh
untuk komunikasi terapeutik terhadap
mengekspresikan diri mereka secara tingkat kecemasan keluarga pasien
bebas, menghormati pasien yang sedang dirawat di Ruang
dengan Intensif, maka didapat simpulan
mempertimbangkan latar belakang, usia, sebagai berikut.
agama, status sosial ekonomi dan ras
dalam menghormati ruang pribadi 1. Tingkat kecemasan keluarga
(Grant, 1981). pasien yang dirawat di Ruang
Intensif Rumah Sakit Daerah

15
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-
ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni
Majalaya sebelum diberi 3. Terdapat pengaruh komunikasi
komunikasi terapeutik lebih dari terapeutik terhadap tingkat
setengahnya ada pada kategori kecemasan keluarga pasien yang
ringan dan yang lainnya kategori sedang dirawat di Ruang Intensif.
sedang.
Manajemen rumah sakit melalui
2. Tingkat kecemasan keluarga bidang keperawatan seharusnya membuat
pasien yang dirawat di Ruang Standar Prosedur Operasional (SPO)
Intensif Rumah Sakit Daerah untuk pelaksanaan komunikasi
Majalaya sesudah diberi terapeutik. Perlu diadakan sosialisasi dan
komunikasi terapeutik semuanya monitoring pelaksanaan komunikasi
ada pada kategori ringan. terapeutik secara berkala. Komunikasi
terapeutik seharusnya diterapkan secara
tepat oleh perawat dalam semua tindakan
keperawatan kepada pasien serta dalam
setiap interaksi dengan pasien dan
keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Boky, H. (2013). Gambaran Tingkat
Kecemasan Pasien Dewasa
terhadaps Tindakan Pencabutan Gigi
di Puskesmas Bahu Kecamatan
Malalayang Kota Manado. E-GIGI,
1(2).
https://doi.org/10.35790/eg.1.2.201
3.3 115
Day, A., Haj-Bakri, S., Lubchansky, S.,
& Mehta, S. (2013). Sleep, anxiety
and fatigue in family members of
patients admitted to the intensive
care unit: A questionnaire study.
Critical Care, 17(3),

1–7.
https://doi.org/10.1186/cc12736
Friedman, M. M., Bowden, V. R.,
Jonse,
Elaine, G., & Tiar, E. (2010). Buku
Ajar Keperawatan Keluarga; Riset,
Teori, &amp; Praktik. Airlangga
University Press. Indonesia
Onesearch
Grant, W. B. (1981). Therapeutic
communication. The Medical
Journal of

Australia.
https://doi.org/10.5694/j.13
26- 5377.1981.tb101035.x

16
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-
ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni
Heryana, D. (2012). Hubungan antara Google Scholar
tingkat kecemasan dan kepercayaan diri Himawan, R., & Hartinah, D. (2016,
dengan kinerja wakit bulu tangkis August 27). Hubungan Komunikasi
dalam memimpin suatu pertandingan Teraupetik
[Universitas Pendidikan Indonesia].
Verbal Dan Non Verbal Perawat factors on family anxiety of the
Dengan Tingkat Kecemasan hospitalized patients in intensive
Keluarga Pasien Di Instalasi care units. Iranian Journal of
Perawatan Intensif Rumah Sakit Critical Care Nursing, 3(4), 171–
Umum Daerah Kabupaten Kudus. 176. Google Scholar
The 4th University Research Rezki, I. M., Lestari, D. R., & Setyowati,
Colloquium 2016. Google Scholar A. (2017). Komunikasi terapeutik
Lestari, A. A., & Pragholapati, A. perawat dengan tingkat kecemasan
(2020). Motivasi kerja perawat di keluarga pasien di ruang intensive
ruang rawat inap rsud care unit. Dunia Keperawatan, 4(1),
majalaya 30.
kabupaten bandung. https://doi.org/10.20527/dk.v4i1.253
https://doi.org/10.31234/osf.io/xfng 8
4 Rosmala, I. (2017). Tingkat kecemasan
Nishimoto, Y., & Hohashi, N. (2016). pada keluarga pasien di ruang icu
The Process of Support by Nursing rsud majalaya kabupaten bandung
Professionals for Families Having a tahun 2017. Repositori
Member with Borderline Shintana, D. (2012). Pengetahuan
Personality Disorder. Open Journal perawat tentang komunikasi
of Nursing, 06(01), 24– terapeutik dengan perilaku perawat.
36. Jurnal Keperawatan Klinis, 3(1).
https://doi.org/10.4236/ojn.2016.61 Garuda
00 3 Simamora, I. I. (2013). Gambaran
Nursalam. (2013). Konsep dan tingkat kecemasan keluarga pada
Penerapan Metodologi Penelitian pasien yang dirawat di ruang
Ilmu Keperawatan (87). Salemba intensif care unit (icu) dan high
Medika. Google Scholar care unit (hcu) rumah sakit umum
Pratama, A. S., Pragholapati, A., & sumedang [Universitas Padjadjaran].
Nurrohman, I. (2020). Mekanisme Repositori
Koping pada Pasien Gagal Ginjal Stuart, G. (2012). Principles and practice
Kronik yang menjalani of psychiatric nursing (10th ed.).
Hemodialisis di Unit Hemodialisa
Mosby. Google Scholar
RSUD Bandung. Jurnal Smart
Videbeck, S. L. (2019). Psychiatric-
Keperawatan, 7(1), 18–
mental heatlh nursing (Eighth).
21.
Wolter Kluwer.
https://doi.org/10.34310/jskp.v7i1.3
Yusuf, A., Fitryasari, R., & Hinayati, H. .
18 Rabie, S. ., Avazeh, A.,
(2015). Buku ajar keperawatan
Eskandari, F.,
kesehatan jiwa. Salemba Medika.
Khalegh, D. M. ., Mazloom, S., &
Indonesia Onesearch
Paryad, E. (2011). a survei on
psychological and
environmental

UCAPAN TERIMAKASIH

17
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-
ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni
Terima kasih banyak kepada RSUD Majalaya, Universitas Bhakti Kencana, dan Universitas
Pendidikan Indonesia.
INFORMASI TAMBAHAN
Lisensi
Hakcipta © Muliani, Rizki dkk. Artikel akses terbuka ini dapat disebarkan seluas-luasnya sesuai
aturan Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License dengan catatan tetap
menyebutkan penulis dan penerbit sebagaimana mestinya.
Catatan Penerbit
Polekkes Kemenkes Kendari menyatakan tetap netral sehubungan dengan klaim dari perspektif
atau buah pikiran yang diterbitkan dan dari afiliasi institusional manapun.

18
ORCID iDs
Rizki Muliani https://orcid.org/0000-0001-7226-699X
Andria Pragholapati https://orcid.org/0000-0002-2211-8451
Artikel DOI
https://doi.org/10.36990/hijp.vi.190
ANALISIS JURNAL KEPERAWATAN KELUARGA
PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP TINGKAT
KECEMASAN KELUARGA PASIEN DI RUANG PERAWATAN INTENSIF

A. IDENTITAS JURNAL
a) Nama penulis : Rizki Muliani,Andria Pragholapati, Irma.
b) Tahun : 2020
c) Nama jurnal : Health Information Jurnal Penelitian( HIJP)
d) Kota terbit jurnal : Bandung

B. POPULASI
Populasi penelitian ini adalah keluarga pasien yang dirawat di ruangan intensif (HCU dan
ICU). Rumah Sakit Daerah Majalaya. Populasi dalam penelitian ini didasarkan pada
jumlah pasien di ruangan ICU dan HCU periode Agustus-November, sebanyak 176
pasien dengan jumlah rata-rata 44 pasien setiap bulan.

C. INTERVENSI
Komunikasi terapeutik akan meningkatkan pemahaman dan dapat membantu
membina hubungan yang konstruktif antara perawat dan keluarga pasien (Videbeck,
2019). Komunikasi terapeutik mempunyai tujuan dan berfungsi sebagai terapi bagi
pasien dan keluarga, karena itu pelaksanaan terapeutik harus direncanakan dan
terstruktur dengan baik. Struktur dalam proses komunikasi terapeutik terdiri dari empat
tahap yaitu tahap persiapan atau prainteraksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap
kerja, dan tahap terminasi (Videbeck, 2019).

Melalui komunikasi terapeutik perawat menjalin hubungan, mengidentifikasi


kecemasan dan kebutuhan pasien, memperkirakan persepsi pasien termasuk tindakan
rinci (perilaku, pesan) sehingga dapat meningkatkan pemahaman keluarga terhadap
situasi yang harus dihadapi apabila ada anggotanya yang sakit yaitu meningkatkan
pemahaman terhadap kondisi klien baik yang terkait dengan penyakitnya ataupun yang
terkait dengan semua tindakan medis yang dilakukan pada pasien (Grant, 1981). Dengan
meningkatnya pemahaman terhadap kondisi pasien, maka faktor psikologis yang
menjadi predisposisi terjadinya kecemasan menjadi berkurang. Untuk mencapai
komunikasi terapeutik yang efisien, perawat harus mengikuti aturan privasi dan
kerahasiaan melindungi hak pasien untuk privasi, memungkinkan pasien untuk
mengekspresikan diri mereka secara bebas, menghormati pasien dengan
mempertimbangkan latar belakang, usia, agama, status sosial ekonomi dan ras dalam
menghormati ruang pribadi (Grant, 1981).

Studi pendahuluan dilakukan melalui wawancara dan pengamatan terhadap lima


orang perawat di ruang ICU RSUD Majalaya. Hasil pengamatan di dapatkan tiga orang
perawat hanya fokus pada tindakan serta rutinitas yang biasa dilakukan setiap hari.
Rutinitas tersebut seperti pemberian obat, pengambilan sampel darah laboratorium,
menjalankan instruksi dari dokter, mengurus administrasi, sampai mendaftarkan
tindakan invasif atau non invasif, sehingga tidak ada kesempatan banyak untuk
berinteraksi lebih dekat dengan keluarga pasien melalui komunikasi. Selain itu, berdasar
wawancara dengan beberapa kepala ruangan, di RSUD Majalaya belum ada Standar
Prosedur Operasional (SPO) mengenai komunikasi terapeutik, begitu pula di unit
perawatan kritis.

Peneliti menanyakan pada keluarga mengenai komunikasi perawat, keluarga


mengatakan bahwa ada perawat yang tidak memperkenalkan diri, ada perawat yang
sikapnya tidak ramah, dan ada juga perawat yang memanggil atau menemui keluarga
untuk meminta persetujuan tindakan medis. Wawancara dengan dua orang perawat
mengenai interaksi dengan pasien, keduanya menjawab akan berinteraksi saat
membutuhkan persetujuan keluarga untuk suatu tindakan dan mengatakan banyak
keluarga pasien yang sering bolak balik bertanya dengan pernyataan yang sama. Kedua
perawat tersebut mengatakan juga bahwa ada yang pernah kena marah oleh keluarga
pasien, dikarenakan informasi yang kurang lengkap, di rawat di ruang intensif dengan
kondisi yang kritis. Namun setelah dilakukan pendekatan keperawatan melalui
komunikasi terapeutik berhasil menurunkan tingkat kecemasannya, dari tingkat
kecemasan sedang menjadi tingkat kecemasan ringan. Komunikasi terapeutik perawat
efektif dapat menjadi motivasi dan membuat pasien merasa nyaman, komunikasi
terapeutik perawat yang efektif dan cukup juga dapat menurunkan tingkat kecemasan
pada pasien dan keluarga (Shintana, 2012).
Metode penelitian yang digunakan adalah pre eksperiment dengan menggunakan
one group pretest and post test design. Data diperoleh dengan menggunakan instrumen
ZSAS (Zung-Self Anxiety Scale). Analisa data menggunakan t-test: two-sample assuming
unequal variances. Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata tingkat kecemasan
sebelum dan sesudah komunikasi terapeutik adalah 42.73 dan 36.43. Tingkat
kecemasan sebelum komunikasi terapeutik yaitu ringan (56.7%) dan sedang (43.3%), dan
tingkat kecemasan sesudahnya adalah ringan (100%). Nilai uji T yang dilakukan
mendapatkan Thitung 4.49 dengan P-value 0,000 dan kolerasi 0,613. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang cukup signifikan antara pemberian
komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan keluarga pasien yang dirawat di Ruang
Intensif.
Populasi pada penelitian ini adalah keluarga pasien yang dirawat di Ruang
intensif (HCU dan ICU) Rumah Sakit Daerah Majalaya. Populasi dalam penelitian ini
didasarkan pada jumlah pasien di Ruang ICU dan HCU periode Agustus – November,
sebanyak 176 pasien dengan jumlah rata-rata 44 pasien tiap bulannya. Metode sampling
yang digunakan pada penelitian ini adalah consecutive sampling. Consecutive sampling
ini merupakan jenis non probability sampling.
D. COMPARISON

Pada penelitian yang dilakukan oleh Rizki Muliani, Andria Pragholapait, Irman
yang berjudul Pengaruh Komunikasi Terapeutik Terhadap Tingkat Kecemasan Keluarga
Pasien di Ruang Rawat Intensif, menemukan hasil yaitu terdapat pengaruh komunikasi
terapeutik terhadap tingkat kecemasan keluarga pasien yang sedang dirawat di ruang
intensif. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Istiyah,
Agus Khoirul Fuadi yang berjudul Pengaruh Komunikasi Terapeutik Terhadap Tingkat
Kecemasan Keluarga Pasien di Ruang Instalasi Gawat Darurat yang menemukan hasil,
tingkat kecemasan keluarga pasien di ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Byangkara Tk. III nganjuk setelah dilakukan komunikasi terapeutik, sebagian besar
responden mengalami kecemasan ringan. Ada pengaruh komunikasi terapeutik terhadap
tingkat kecemasan keluarga pasien di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Byangkara
Tk. III Nganjuk.

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 postur tubuh pendek pada
balita di Indonesia mencapai 37,2 % dan setiap tahunnya terdapat peningkatan jumlah
balita dengan postur tubuh pendek dan sangat pendek, sehingga presentase balita postur
tubuh pendek di Indonesia masih tinggi dan merupakan masalah kesehatan yang harus
ditanggulangi.
Menurut Penelitian dan Evaluasi Pendidikan yang dilakukan oleh Irianton
Aritonang penelitian ditemukan hasil bahwa pengetahuan ibu tentang gizi seimbang
13,6% kurang, 51,8% cukup dan 34,6% baik, sedangkan skor indeks berat badan / umur,
panjang badan/ umur, berat badan/ panjang badan dan IMT/U masing-masing -0,5307,-
0,4739 ,-0,3404 dan -0,3166. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan
anak-anak usia 0-24 bulan di wilayah penelitian masih rendah. Meskipun demikian hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata anak laki-laki relative lebih rendah
disbanding anak perempuan hal ini berkaitan dengan faktor seperti pengasuhan anak dan
asupan gizi yang diterima anak. Dari kedua hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa terjadi penyimpangan gizi pada anak umur 0-24 bulan disebabkan oleh beberapa
faktor, seperti umur anak, jenis kelamin anak dan pola asupan gizi yang diterima anak.
E. OUTCOME

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian mengenai pengaruh komunikasi


terapeutik terhadap tingkat kecemasan keluarga pasien yang sedang dirawat di Ruang
Intensif, maka didapat simpulan sebagai berikut : tingkat kecemasan keluarga pasien
yang dirawat di Ruang Intensif Rumah Sakit Daerah Majalaya sebelum diberi
komunikasi terapeutik lebih dari setengahnya ada pada kategori ringan dan yang lainnya
kategori sedang, tingkat kecemasan keluarga pasien yang dirawat di Ruang Intensif
Rumah Sakit Daerah Majalaya sesudah diberi komunikasi terapeutik semuanya ada pada
kategori ringan, terdapat pengaruh komunikasi terapeutik terhadap tingkat kecemasan
keluarga pasien yang sedang dirawat di Ruang Intensif. Manajemen rumah sakit melalui
bidang keperawatan seharusnya membuat Standar Prosedur Operasional (SPO) untuk
pelaksanaan komunikasi terapeutik. Perlu diadakan sosialisasi dan monitoring
pelaksanaan komunikasi terapeutik secara berkala. Komunikasi terapeutik seharusnya
diterapkan secara tepat oleh perawat dalam semua tindakan keperawatan kepada pasien
serta dalam setiap interaksi dengan pasien dan keluarga

F. TIME
Penelitian dilaksanakan selama 7 bulan dari tanggal 1 Februari sampai dengan 31
Agustus 2017 di Ruang Intensif (HCU dan ICU) Rumah Sakit Daerah Majalaya.

G. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN


1. Kelebihan
a. Pada jurnal terdapat Judul sudah sesuai dengan isi penelitian
b. Abstrack dalam penelitian ini sudah mencangkup komponen latar belakang,
tujuan, metode, hasil, kesimpulan dan kata kunci.
c. Pendahuluan dalam penelitian ini sudah menjelaskan mengapa penelitian ini
penting untuk dilakukan
2. Kelemahan

a. Manajemen rumah sakit melalui bidang keperawatan seharusnya membuat


Standar Prosedur Operasional (SPO) untuk pelaksanaan komunikasi
terapeutik. Perlu diadakan sosialisasi dan monitoring pelaksanaan
komunikasi terapeutik secara berkala. Komunikasi terapeutik seharusnya
diterapkan secara tepat oleh perawat dalam semua tindakan keperawatan
kepada pasien serta dalam setiap interaksi dengan pasien dan keluarga

H. IMPLIKASI KEPERAWATAN
1) Bagi Rumah Sakit
Sebaikanya pihak rumah sakit menerapkan SOP komunikasi terapeutik kepada
pasien, keluarga pasien, dan petugas kesehatan atau medis lainnya agar terjalin
komunikasi yang baik terhadap pasien, keluarga pasien dan petugas medis atau
kesehatan yang lainnya.
2) Bagi Perawat
Sebaiknya jangan berfokus terhadap satu pekerjaan yang akan dilakukan atau
yang akan diberikan tindakan kepada pasien dan perawat mncoba melakukan
komunikasi terapeutik kepada pasien, keluarga pasien agar terjalan komunikasi
yang baik dan tidak akan terjadinya komunikasi yang tidak efektif kepada pasien
dan keluarga pasien.

Anda mungkin juga menyukai