Anda di halaman 1dari 55

MODUL PRAKTIKUM

PRODI S-1 FARMASI KLINIK DAN KOMUNITAS


PATOLOLOGI KLINIK

TIM PENULIS

Institut Teknologi dan Kesehatan Bali


Jalan Tukad Balian No.180 Renon
Email : fkk.itekesbali@gmail.com
Website: http:/www.itekes-bali.ac.id
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan modul praktikum biofarmasi –
farmakokinetika klinik. Modul ini menjelaskan tentang proses praktikum dari mata kuliah
patologi klinik yang ada pada Kurikulum Pendidikan Sarjana Farmasi Klinik dan Komunitas.
Modul praktikum ini merupakan pegangan bagi dosen dan mahasiswa dalam melaksanakan
proses praktikum, sesuai dengan capaian pembelajaran yang telah ditetapkan, sehingga
diharapkan konten praktikum yang dilaksanakan terstandar untuk semua dosen pada
pendidikan Sarjana Farmasi Klinik dan Komunitas.
Dengan disusunnya modul ini diharapkan pelaksanaan praktikum menjadi terarah,
mudah, dan mempunyai kesamaan dalam keluasan dan kedalaman materi, sehingga pada
akhirnya dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
Selesainya penyusunan modul praktikum ini tentu tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya. Semoga modul praktikum ini dapat bermanfaat bagi dosen maupun mahasiswa
program studi Sarjana Farmasi Klinik dan Komunitas. Masukan yang sifatnya membangun
sangat kami harapkan demi kesempurnaan penyusunan dan pelaksanaan modul praktikum
berikutnya.
Denpasar, Desember 2020

Tim Penulis
VISI DAN MISI
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
(ITEKES Bali)

VISI
Menjadi pusat inovasi teknologi dan kesehatan yang berkarakter dan berwawasan global

MISI
1. Melaksanakan tata kelola institusi yang baik sesuai dengan sistem penjaminan mutu
2. Menyelenggarakan pendidikan di bidang teknologi dan kesehatan yang dinamis
berlandaskan kearifan lokal
3. Menyelenggarakan penelitian yang berkualitas dan berkesinambungan di bidang teknologi
dan kesehatan
4. Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat di bidang teknologi dan kesehatan
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat
5. Mengembangkan kerjasama di tingkat regional, nasional maupun internasional
6. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan di bidang teknologi dan
kesehatan
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
I. Praktikum Hematologi
1. Blood sampling 1
2. Pemeriksaan kadar Hb 6
3. Penghitungan jumlah sel darah 9
4. PCV 10
5. LED 11
6. Hapusan darah tepi 13
7. Hitung jenis 15
8. Faal hemostasis (BT, CT, TC) 20
II. Praktikum Perbankan Darah
1. Pemeriksaan golongan darah
 Sistem ABO 25
 Sistem Rhesus 27
III. Praktikum Urinalisis
1. Pemeriksaan fisis 30
2. Pemeriksaan khemis 35
 Glukosa 40
 Pemeriksaan sedimen 45
IV. Pemeriksaan Darah Samar 49

V. Daftar Pustaka
MODUL 1
HEMATOLOGI
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH KAPILER DAN VENA
UNTUK PEMERIKSAAN LABORATORIUM

PENGAMBILAN SAMPEL DARAH


(Blood Sampling)

Untuk kebutuhan pemeriksaan hematologik, sampel darah dapat


diperoleh melalui 2 cara yaitu:
1) Cara Langsung
Biasanya untuk pemeriksaan Faal hemostasis
2) Cara Tidak Langsung
Melihat dari jumlah sampel darah yang dibutuhkan untuk
pemeriksaan, lokasi pengambilan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
1) Bila jumlah sampel darah yang dibutuhkan sedikit maka
sampel darah diambil dari pembuluh darah kapiler.
2) Bila jumlah sampel darah yang dibutuhkan > 0,5 ml maka,
sampel darah diambil dari pembuluh darah vena.

PENGAMBILAN SAMPEL DARAH KAPILER

Lokasi
Lokasi pengambilan yang dipilih untuk maksud ini adalah:
 Ujung jari tangan (3 atau 4)

 Cuping daun telinga

 Ibu jari kaki atau tumit (pada bayi)

Alat-Alat
Alat yang dipakai untuk melakukan tusukan disebut blood
lancet.
Bentuknya bermacam-macam, tetapi yang terbaik tentunya
disposible lancet (lancet sekali pakai). Alat ini harus steril dan
tajam serta daya tusuknya mempunyai kedalaman tertentu ( 
3 mm).
Perhatikan gambar blood lancet dibawah ini.

Hal-Hal yang perlu diperhatikan


 Sebelum melakukan penusukan, keadaan setempat perlu
diperhatikan dengan seksama terhadap adanya,
 Bekas-bekas luka (cicatrix)
 Tanda-tanda peradangan
 Dermatitis atau edema, dll.
 Keadaan ini merupakan indikasi kontra untuk pengambilan
di tempat itu. Juga perlu diperhatikan keadaan tangan
penderita yang pucat, sianosis  perlu dipijat-pijat dahulu
dan digosok-gosok atau direndam di dalam air hangat agar
peredaran darahnya menjadi lancar/lebih baik
 Penusukan pada ujung jari sebaiknya dilakukan pada
tepinya, oleh karena di daerah ini persyarafan sedikit
sehingga rasa nyeri berkurang.
 Penusukan pada cuping daun telinga pada umumnya tidak
begitu nyeri dibandingkan dengan penusukan pada ujung
jari dan penusukan harus dilakukan pada tepinya juga.
Bahwa perdarahan bila terjadi di daerah cuping daun
telinga sulit dihentikan.
 Oleh karena itu bila sudah diduga pasien menderita
penyakit gangguan perdarahan, sebaiknya penudukan tidak
dilakukan di cuping daun telinga.
 Apabila pasien yang akan “dikerjain” takut, berilah
penjelasan sebelumnya tentang apa yang akan dilakukan
dan manfaatnya, sehingga pasien menjadi kooperatif.

Prosedur Kerja
1) Tempat yang akan ditusuk harus didesinfeksi dahulu
dengan alkohol 70% atau desinfektan lainnya, lalu biarkan
kering.
2) Kulit setempat ditegangkan dengan memijat antara dua jari.
3) Lakukan penusukan. Penusukan hendaknya dilakukan
dengan cepat tetapi tepat, sehingga terjadi luka yang
dalamnya sekitar 3 mm.
4) Tetesan darah pertama hapus dengan kapas kering dan
bersih, karena darah ini sangat mungkin masih bercampur
dengan alkohol.
5) Gunakanlah tetesan darah berikutnya sebagai sampel darah
untuk pemeriksaan.
Kendala
 Apabila kulit disekitarnya tidak kering (basah oleh alkohol
atau keringat) maka, pengambilan sampel darah akan
menjadi sulit oleh karena darah segera akan menyebar dan
sampel darah ini tidak boleh dipakai, oleh karena sudah
tercampur bahan-bahan lain.
 Apabila di tempat penusukan tidak baik atau penusukan
kurang dalam maka, darah yang keluar kurang lancar.
Usaha melancarkan keluarnya darah melalui pemijatan
tidak dibenarkan oleh karena sampel darah yang didapat
sudah bercampur dengan cairan jaringan, sehingga terjadi
pengenceran  akibatnya pada pemeriksaan seperti
pengukuran kadar Hb ataupun penghitungan jumlah sel
darah akan didapat hasil yang lebih rendah.

PENGAMBILAN SAMPEL DARAH VENA

Teknik pengambilan sampel darah sebenarnya tidak sukar, tetapi


bahaya yang ditimbulkannya jauh lebih besar dibandingkan
dengan pengambilan sampel darah kapiler, apabila tidak
dikerjakan dengan cermat dan hati-hati.

Lokasi
Pada umumnya semua vena yang cukup besar dan lokasinya
superficial (dipermukaan) dapat digunakan untuk pengambilan
sampel darah.
Tetapi pada prakteknya yang sering digunakan adalah vena di
daerah fossa cubiti terutama vena mediana cubiti.

Pada anak-anak yang kecil atau bayi, kalau perlu maka sampel
darah dapat diambil dari vena jugularis externa, vena
femoralis, dan bahkan dari sinus sagitalis superior.

Alat-Alat
1) Syringe (semprit dan jarum)
 Semprit, harus bersih, dan kering. Syarat steril tidak
mutlak kecuali, sampel darah untuk biakan. Besarnya
semprit tergantung pada jumlah sampel darah yang
dibutuhkan.
 Jarum yang digunakan pada umumnya adalah jarum
NO. 2 (ukuran Eropa) atau Gage 18-21 (ukuran USA).
Pada anak-anak yang kecil dan bayi dapat digunakan
jarum yang lebih kecil (wing needle – jarum bersayap)
oleh karena kecilnya vena pada anak-anak atau bayi
tersebut.
 Pada saai ini sudah banyak dijumpai disposible spuit
yang bersih, kering, dan steril yang hanya sekali pakai.
Juga ada alat yang disebut vacutainer, yaitu alat
pengambilan sampel darah yang berupa tabung dengan
tutup karet dimana ruang di dalam tabung hampa udara.

2) Torniquete (pembendung)
Torniquete dapat diganti dengan alat lain seperti slang
plastik (bekas infus), yang penting fungsinya sebagai alat
pembendung.

3) Botol (tempat penampung Sampel Darah)


 Syarat, botol harus bersih, kering, dan mempunyai tutup.
 Volume botol tidak boleh terlalu besar untuk jumlah
sampel darah yang akan ditampung.
 Botol diisi antikoagulan atau tidak, tergantung
kebutuhan jenis pemeriksaan, tetapi antara botol yang
berisi antikoagulan dan tidak harus dipisahkan.

Hal-Hal yang perlu diperhatikan


 Amatilah dengan seksama tempat dimana akan dilakukan
pengambilan sampel darah. Usahakan vena yang akan
dipakai cukup besar, letaknya dipermukaan, dan terfiksasi
baik.
 Pada orang yang gemuk lokasi vena agak dalam.
Lakukanlah palpasi dengan seksama tentang lokasi
venanya.
 Vena yang kecil (tampak seperti garis berwarna biru) pada
umumnya sulit dipakai.
 Untuk memudahkan pengambilan dapat dilakukan
pembendungan di daerah proksimal dari vena yang akan
dipakai dan juga suruh pasien untuk mengepalkan
tangannya. Pembendungan tidak boleh terlalu lama oleh
karena akan terjadi hemokonsentrasi.
 Bila lokasi vena tidak jelas, jangan sekali-kali melakukan
penusukan dengan coba-coba. Demikian juga terhadap
pasien yang takut harus diadakan pendekatan terlebih
dahulu.
 Semprit yang dipakai sebelum menyuntikkan jarumnya
harus diperhatikan bahwa torak semprit harus betul-betul
berhimpit pada ujungnya depannya (tidak boleh ada udara),
jarum kedudukannya kuat.

Prosedur Kerja
1) Torniquete dipasang pada lengan atas pasien.
2) Sekitar daerah vena yang akan ditusuk didesinfeksi
dengan alkohol 70% atau desinfektan lainnya, lalu
biarkan kering.
3) Vena difiksasi dengan menegangkan kulit pada bagian
distal dari vena tersebut dengan pertolongan ibu jari kiri.
4) Dengan lubang jarum menghadap ke atas, vena
ditusukkan pelan-pelan. Bila ujung jarum telah masuk ke
dalam vena, maka akan dirasakan tekanan yang tiba-tiba
berkurang. Vena yang besar dapat langsung, sedangkan
vena yang agak kecil lebih baik jarum dimasukkan
dahulu diantara kulit dan vena lalu baru menembus vena.
5) Bila berhasil segera akan terlihat darah memasuki
semprit dan pengambilan dilanjutkan denganmenarik
toraknya pelan-pelan sampai didapatkan jumlah darah
yang diinginkan.
6) Torniquete dilepas.
7) Sepotong kapas steril ditempelkan pada luka tempat
penusukan, lalu jarum dikeluarkan pelan-pelan.
8) Pasien diminta untuk meneruskan menekan sepotong
kapas tadi selama 1 – 2 menit sambil mengangkat
lengannya ke atas.
9) Jarum dilepaskan dari semprit lalu sampel darah
dimasukkan pelan-pelan ke dalam botol yang telah
disediakan supaya tidak timbul buih. Sebaiknya darah
dialirkan melalui dinding botol waktu menuangnya.
10) Bila menggunakan antikoagulan maka segera botol
penampung dikocok pelan-pelan supaya darah bercampur
baik dengan antikoagulan.

PRAKTIKUM I (HEMATOLOGI-1)
(Hemoglobin, Hitung Jumlah Eritrosit, PCV)

1. MENGUKUR KADAR HEMOGLOBIN


(Hb) (Hemoglobinometri  Cara Sahli)

A. Prinsip
Hemoglobin (Hb) darah dengan HCl 0,1N akan berubah menjadi
asam hematin.
Kemudian kadar asam hematin ini diukur dengan
membandingkan warnanya dengan warna standar secara visual.

B. ALAT-ALAT & REAGEN


1. Hemometer Sahli-Adams, terdiri dari
 Warna standar
 Tabung hemometer dengan skala dalam g% dan % dari
normal
 Pipet Sahli yang mempunyai volume 20 cmm
 Pengaduk dari glas
2. Pipet
3. Larutan HCl 0,1N
4. Aquades

C. PROSEDUR KERJA
1) Tabung hemometer diisi dengan larutan HCl 0,1N sampai tanda
2 g%.
2) Sampel darah dihisap dengan pipet Sahli sampai tanda 20
cmm.
3) Bagian ujung luar pipet dibersihkan dengan kertas saring.
4) Darah segera ditiup dengan hati-hati ke dalam larutan Hcl
0,1N dalam tabung hemometer tanpa menimbulkan
gelembung udara.
5) Pipet dibilas dengan cara meniup dan menghisap HCl 0,1N
yang ada dalam tabung hemometer beberapa kali. Juga bagian
luar pipet Sahli dibilas beberapa kali dengan beberapa tetes
larutan HCl 0,1N atau aquades.
6) Tunggu 10 menit, memberi kesempatan terbentuknya asam
hematin (95%).
7) Asam hematin ini kemudian diencerkan dengan aquades tetes
demi tetes sambil diaduk sampai didapatkan warna yang 
warna standard.
8) Meniskus larutan dibaca dan dinyatakan dalam g% (g/dl).

D. NILAI RUJUKAN
♂ Laki-laki : 13,5 – 18,0 g/dl
♀ Perempuan : 12,0 – 16,0 g/dl

2. MENGHITUNG JUMLAH SEL


DARAH (Eritrosit, Leukosit,
Trombosit)

A. Prinsip
Darah diencerkan serta diwarna dengan larutan tertentu, lalu sel-
sel darah dihitung dalam kamar hitung dibawah mikroskop.

B. Alat-Alat & Reagen


1. Hemocytometer dengan pipet pengencer Thoma
( skala E : 0,5 – 101; L : 0,5 – 11; T : 0,5 – 101 )
2. Mikroskop
( Objective : E : 45X; L : 10X; T : 45X )
3. Reagen
 Eritrosit : Larutan Hayem dengan komposisi sebagai
berikut, HgCl2..................................0,25
NaCl................................................0,50
NaSO4..............................................2,50
Aquades ad.....................................100 ml
 Leukosit : Larutan Turk dengan komposisi sebagai
berikut, Glacial acetic acid...................3 ml
Gentian violet 1% (w/v).......................1 ml
Aquades...........................................100 ml
 Trombosit : Larutan Rees Ecker dengan komposisi
sebagai berikut,
Sodium citrat....................................38 g
Brillian crecyl blue..............................1 g
Aquades.......................................1.000 ml

C. Prosedur Kerja
1) Kamar hitung Improved Neubauer disiapkan di bawah
mikrosop dan ditutup dengan glas penutup.
2) Hisap sampel darah dengan pipet pengencer Thoma  tanda
0,5 (E, L, T), kemudian disusul dengan larutan pengencer,
 larutan Hayem sampai dengan tanda 101  (E),
 larutan Turk sampai dengan tanda 11  (L),
 larutan Rees Ecker sampai dengan tanda 101  (T).
3) Kocok pipet pengencer (dengan membentuk angka 8).
4) Tiga tetes pertama dibuang, kemudian kamar hitung diisi
dengan tetesan beri-kutnya secukupnya.
5) Biarkan beberapa menit agar sel mengendap.
6) Lakukan penghitungan sel dalam kamar hitung 4 persegi pada
kotak-kotak dengan kode,
 ABCDE :  Eritrosit
 1,2,3,4 :  Lekosit, :  Trombosit (lihat gambar !)

7) Jumlah Eritrosit = 10.000 N/cmm


Jumlah Leukosit = 50 N/cmm
Jumlah Trombosit = 500 N/cmm

D. Nilai Rujukan

ERITROSIT LEUKOSIT TROMBOSIT


( X 106/ul ) ( X 103/ul ) ( X 103/ul )
♂ ♀ ♂ ♀ ♂ ♀
4,6 – 6,2 4,2 – 5,4 4,5 – 150 –
11,0 440

3. MENGUKUR KADAR HEMATOKRIT (Hct)


= Packed Cell Volume (PCV)

A. Prinsip
Eritrosit dimampatkan dengan alat pemusing (microhematocrit
centrifuge), kemudian eritrosit yang sudah mampat dibaca pada
chart.
B. Alat-Alat & Reagen
1. Heparinized microhematocrit tube
2. Microhematocrit centrifuge
3. Seal (malam)
4. Chart

C. Prosedur Kerja
1) Tabung microHct diisi dengan sampel darah sebanyak 2/3
bagian.
2) Salah satu ujung (yang tertutup darah) diseal.
3) Tempatkan tabung microHct tadi pada microHct centrifuge.
( Perhtaikan : ujung pipet kapiler yang diseal menghadap ke
luar)
4) Pusingkan selama 5 menit, dengan kecepatan 20.000 rpm.
5) Hasilnya dibaca pada chart.

D. Nilai Rujukan
♂ Laki-laki : 40 - 50%
♀ Perempuan : 38 – 47%
Gambar Chart dan Cara Pembacaan

AB = tinggi plasma
BC = tinggi sel darah yang dimampatkan
CD = tinggi seal

Hct/PCV yang terbaca disini adalah : 42%

100 .
90
.
80
A
70 .
60 B
.
50
40 .
30 .
20
10 .
0 .
. C D

.
.
PRAKTIKUM II (HEMATOLOGI-2)
(Leukosit, LED)

1. MENGUKUR LAJU ENDAP DARAH (LED)  Cara Westergreen


(Erythrocyte Sedimentation Rate = ESR)
(Blood Bezinking Znelheid =
BBS)

A. Prinsip
Sampel darah dengan antikoagulan dimasukkan ke dalam tabung
khusus beskala dan diletakkan tegak lurus, maka eritrosit akan
mengendap.
Pengendapan ini diukur pada 1 jam dan 2 jam berikutnya.

B. Alat-Alat & Reagen


1. Pipet Westergreen
 Panjang : 300 mm Garis tengah : 2,5 mm
 Skala : 0 s.d. 200 Isi tabung :  1 ml
2. Tabung Westergreen
3. Rak westergreen
4. Antikoagulan
 Na Citrat 3,8% : 0,2 ml untuk tiap 0,8 ml darah
 EDTA : 1 mg untuk tiap 1 ml darah
Perlu diencerkan dengan NaCl 0,9%
(4 volume darah : 1 volume NaCl 0,9%)
C. Prosedur Kerja
1) Pipet NaCl 0,9% dengan pipet Westergreen sampai skala 150,
kemudian masukkan ke dalam tabung Westergreen.
2) Sampel darah dengan antikoagulan EDTA dihisap dengan
pipet Westergreen yang telah berisi NaCl 0,9% tadi.
3) Campur isi tabung Westergreen dengan cara menyedot dan
meniup bebe-rapa kali sehingga tercampur baik.
4) Campuran larutan dalam tabung Westergreen kemudian
dihisap dengan pipet Westergreen sampai skala 0, kemudian
letakkan pipet Westergreen tegak lurus pada rak Westergreen.
5) Baca tingginya pengendapan pada 1 jam dan 2 jam.

D. Nilai Rujukan
Jam I : 0 – 2 mm
Jam II : 2 – 11 mm
PRAKTIKUM III (HEMATOLOGI-3)
(Hitung Jenis Leukosit, Hapusan Darah Tepi)

1. HITUNG JENIS LEUKOSIT


(Differential Count)

A. Prinsip
HJ atau DC adalkah mengidentifikasi dan menghitung jenis
leukosit sekurang-kurangnya 100 sel, dan dinyatakan dalam %.

B. Alat-Alat & Reagen


Hapusan darah Tepi

C. Prosedur Kerja
1. Identifikasi dilakukan di daerah penghitungan (counting area).
2. Identifikasi sel dimulai dari satu sisi bergerak ke sisi lain,
kemudian kembali ke sisi semula dengan arah zigzag berjarak
 3 lapangan pandang (lihat gambar-1 !).
3. Untuk memudahkan penghitungan, maka buatlah kotak-kotak
sebagai berikut (lihat gambar-2 !).
4. Jenis leukosit yang mula-mula terlihat dimasukkan dari
kolom- 1, bila jumlah sel sudah 10 pindah ke kolom-2.
5. Tiap kolom mengandung 10 sel yang sudah diidentifikasi, dan
bila ke 10 kolom sudah terisi berarti sudah 100 lekosit yang
diidentifikasi dan dihitung.

D. Nilai Rujukan
Eosinofil / Basofil / Stab / Segmen / Limfosit /
Monosit
1 – 4% / 0 – 1%/ 2 – 5%/ 36 – 66% / 22 – 40% / 4 – 8%

Gambar-1
Gambar-2

KOLOM
Jenis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jml
Leuko TTL
Eos I
Baso -
Stab I
Seg IIII DS
T
Limfo II
Mono I
Jml 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 100
TTL

2. HAPUSAN DARAH TEPI (HDT)

A. Prinsip
Setetes darah dipaparkan di atas sebuah glas objek, kemudian
dilakukan pewarnaan, dan selanjutnya di evaluasi.

B. Alat-Alat & Reagen


1. Glas Objek
Glas objek harus bersih, kering, dan tidak berlemak.
Permukaannya harus rata dan licin bila kotor harus dicuci
dahulu dengan sabun atau alkohol, lalu dikeringkan dengan
kain atau kapas yang kering dan bersih.
2. Glas Penghapus
Dapat dibuat dari glas objek dengan menghilangkan sudut-
sudutnya. Tepinya harus rata dan bersih.

C. Prosedur Kerja
1) Teteskan satu tetes sampel darah pada salah satu ujung objek
glas.
2) Peganglah glas penghapus sedemikian rupa sehingga sampel
darah berada pada sudut antara glas objek dan glas penghapus
(sudut 30O-45O)
3) Hapuskan glas penghapus ke arah tetesan darah sehingga
menyentuhnya dan tetesan darah tadi akan merata antara
antara ujung glas penghapus dan objek.
4) Geserlah glas penghapus sedemikian rupa ke arah yang
bertentangan dengan arah pertama. Dengan demikian tetesan
darah tadi akan merata di atas glas objek sebagai lapisan yang
tipis.
5) Hapusan ini segera dikeringkan dengan menggerak-
gerakkannya di udara atau dapat dipakai kipas angin, tetapi
jangan ditiup dengan hembusan nafas.
6) Tebalnya lapisan darah tergantung dari
 Besarnya tetesan darah
 Cepatnya kita menggeserkan glas penghapus
 Sudut antara glas penghapus dengan glas objek
Gerakan yang pelan atau sudut yang lebih kecil dari 30 O akan
menghasilkan lapisan darah yang tipis dan sebaliknya
penghapus yang cepat atau sudut yang lebih besar dari 30 O
akan menghasilkan lapisan darah yang tebal.
7) Lekosit-lekosit tidak boleh menggerombol dibagian akhir
(feather edge) dari hapusan. Bila ini terjadi maka distribusi
dari macam-macam lekosit tidak representatif. Gerakan yang
terlalu pelan atau glas penghapus yang kotor dapat menyebabkan
kesalahan ini.
8) Mengeringkan hapusan dengan segera penting sekali.
9) Bila tidak maka eritrosit akan mengalami kerusakan (crenation)
dan memudahkan terjadinya bentukan rouleaux (rulo).

D. Pewarnaan HDT
Pewarna yang dapat dipakai banyak macamnya. Biasanya dipakai
salah satu dari pewarna Romanosky (Giemsa, Wright).
 Reagen Pewarna
 Wright Stain
Pewarna ini mengandung eosin dan methylene blue dengan
pelarut methanol.
 Buffer Phosphat pH 6,4
Bufer fosfat ini terdiri dari KH2PO4 dan Na2HPO4
 KH2PO4..........................6,63 g
 Na2HPO4........................3,20 g
 Aquades ad ……………… 1 L
 Prosedur Kerja Pewarnaan
1) Hapusan yang sudah kering difiksasi dengan meneteskan
pewarna Wright pada hapusan darah sehingga hapusan ini
tertutup seluruhnya.
Waktu fiksasi lebih kurang 2 menit.Penilaian Kualitas HDT
2) Pada hapusan yang baik eritrosit warnanya merah jingga
(red orange) dan leukosit berwarna biru dan intinya ungu.
3) Bila eritrosit berwarna biru, maka ini disebabkan karena
bufer yang terlalu alkalis atau pencucian kurang bersih.
4) Bila inti sel tidak berwarna ungu tetapi biru, ini disebabkan
karena pewarnaan yang kurang.
5) Bila pewarnaan dilakukan terlalu lama, kemudian dicuci
berlebihan, maka inti sel masih terlihat tetapi granula
sitoplasma tidak tampak lagi.
6) Untuk menghindari pengendapan metalic scum pada
hapusan, janganlah memiringkan glas objek untuk
membuang pewarna.
7) Pewarna tersebut harus dihanyutkan dengan menuangkan
aquades yang cukup banyak, sedangkan hapusan tetap
dalam posisi mendatar di atas rak pewarnaan.
8) Waktu fiksasi dan pewarnaan dapat diubah-ubah
tergantung dari kualitas pewarna yang dipakai.

E. Penilaian Kualitas HDT


Penilaian kualitas HDT dilakukan dengan memakai pembesaran
kecil (objective 10X), meliputi:
 Lapisan darah harus cukup tipis sehingga eritrosit dan leukosit
jelas terpisah satu dengan lainnya.
 Hapusan tidak boleh mengandung endapan warna.
 Eritrosit dan leukosit harus diwarna dengan baik.
 Leukosit tidak boleh menggerombol pada bagian akhir HDT.
 Bila HDT tidak memenuhi syarat-syarat tersebut di atas,
sebaiknya dibuat HDT yang baru, sehingga tidak menyulitkan
waktu dievaluasi.

F. Pemeriksaan HDT
Pemeriksaan HDT terdiri dari,
1) Pemeriksaan dengan pembesaran kecil (Objective 10X)
 Penilaian kualitas HDT
 Penafsiran jumlah leukosit dan eritrosit
 Penafsiran hidtung jenis leukosit
 Pemeriksaan adanya sel-sel muda dan abnormal
2) Pemeriksaan dengan minyak imersi (objective 100X)
 Eritrosit : apakah ada kelainan atau variasi morfologik
 Leukosit : Hitung jenis
Mencari kelaianan morfologik
 Trombosit : penafsiran jumlah dan morfologinya
Sel-sel abnormal : pemeriksaan morfologik.

EVALUASI HAPUSAN DARAH TEPI


A. Prinsip
Untuk dapat melakukan evaluasi HDT dengan baik, maka ciri-ciri
jenis sel darah harus diketahui dahulu dengan baik (baca diktat
Pengenallan Sel-Sel Darah oleh dr. Tjok. Gede Oka, MS; Album
Hematologi oleh dr. Ida Bagus Djelantik, DSPK).
HDT yang telah memenuhi syarat mula-mula diperiksan dengan,
1) Pembesaran 100X (Objective : 10X)
 Penentuan kesan jumlah leukosit.
Lakukan hal ini di daerah penghitungan (counting
area) Bila didapatkan:
 20 – 30 leukosit/lp   5.000 leukosit/cmm
 40 – 50 leukosit/lp   10.000 leukosit/cmm
 Bila kita jumpai sel-sel muda berinti (normoblas) maka
hitunglah berapa sel muda berinti tiap 100 leukosit. Hal
ini diperlukan untuk membuat koreksi terhadap jumlah
leukosit yang didapat dengan memakai kamar hitung.
 Cara Koreksi
Jumlah leukosit yang benar = 100/(100 + N) X L
N = Jumlah normoblas/100 leukopsit
L = Jumlah leukosit yang dihitung dengan kamar
hitung
2) Pembesaran 1.000X (Objective : 100 dengan olie emersi)
 Eritrosit
 Besarnya (cyter)

 Warnanya (chromasi)

 Sel-sel muda dan sel abnormal

 Leukosit
 Kesan jumlah leukosit
 Hitung jenis leukosit
 Sel-sel muda dan abnormal

 Trombosit
Jumlah trombosit bisa dikira-kira dari HDT.
 Jumlah normal pada tiap lapangan pandang ada

beberapa trombosit : 2 – 4/lp


 Jumlah dikatakan meningkat, apabila pada tiap
lapangan pandang jumlahnya banyak ( > 15/lp) atau
dalam bentuk menggerombol-gerombol.
 Jumlah dikatakan menurun, apabila agak sulit
menemukan trombosit per lapangan pandang.
 Pada regenerasi yang aktif dari darah sering dijumpai

trombosit yang besar-besara yang disebut giant


trombosit.
TEHNIK HAPUSAN DARAH TEPI
darah

30’
Suitable viewing
Kaca peluncur
Gambar jenis leukosit

(Gambar netrofil segmen)

( Gambar limposit)
(Gambar eosinofil)

( Gambar basofil)
( gambar monosit)

(gambar eritrosit)
HAPUSAN DARAH TEPI NORMAL
PRAKTIKUM IV. (HEMATOLOGI -4 : faal hemostasis)
(Bleeding Time,Clotting Time,Thrombocyte Count)

1. MASA PERDARAHAN
(Bleeding Time/BT cara Duke)

Masa perdarahan adalah pemeriksaan untuk mengetahui fungsi


pembuluh darah kapiler dan fungsi serta jumlah trombosit.

A. Prinsip
Menghitung waktu dari saat perdarahan pertama tampak
sampai tidak tampak ada bekas darah pada kertas saring.

B. Alat-Alat & Reagen


1. Blood lancet
2. Kertas saring
3. Kapas dan alkohol 70%
4. Stopwatch

C. Prosedur Kerja
1) Desinfeksi cuping daun telinga (CDT) dengan alkohol 70%,
lalu biarkan kering.
2) Tegangkan cuping daun telinga antara ibu jari dan telunjuk
tangan kiri pemeriksa, lalu tusuk dengan blood lancet
bagian tepi bawah CDT.
3) Begitu darah tampak keluar  hidupkan stopwatch.
4) Darah yang keluar hampir menetes disentuh dengan kertas
saring tiap 30 detik (hati-hati jangan sampai menyentuh
luka !).
5) Kerjakan hal ini terus sampai perdarahan berhenti (tidak
ada bintik/ bekas darah lagi pada kertas saring).
6) Catat waktunya !

D. Nilai Rujukan
 1 – 3 menit
 3 – 5 menit ( disebut nilai batas  border line )
 5 menit (memanjang )
E. catatan
 Pada keadaan tusukan yang kurang dalam darah bisa tidak
keluar, pada keadaan ini CDT jangan dipijat-pijat, tetapi
ulangi saja percobaan pada telinga yang satunya lagi.
 Pada keadaan dimana perdarahan tidak berhenti setelah
waktu berlang-sung 5 menit, maka perdarahan distop
secara aktif dengan cara menekan luka menggunakan kapas
kering terus diplester.

2. MASA PEMBEKUAN
(Clotting Time/CT, Modifikasi cara Lee and White)

Masa pembekuan adalah pemeriksaan untuk mengetahui adanya


kelainan/ defisiensi faktor-faktor pembekuan/koagulasi intrinsik.

A. Prinsip
Menghitung waktu dari saat perdarahan pertama tampak
sampai darah membeku pada tabung ke III.

B. Alat-Alat & Reagen


1. 3 buah tabung reaksi ukuran 8 X 75 mm
2. Semprit dan jarum (steril)
3. Kapas dan lakohol 70%
4. Stopwatch

C. Prosedur Kerja
1) Tentukan dahulu lokasi vena yang akan diambil darahnya
(biasanya v. mediana cubiti).
2) Lakukan pembendungan dengan baik, desinfeksi, fiksasi
vena, lalu tusuklah vena secara langsung.
3) Begitu darah tampak mulai masuk ke dalam semprit,
stopwatch dihidupkan.
4) Ambilah sampel darah secukupnya.
5) Masing-masing tabung (I, II, III) diisi dengan 1,5 ml sampel
darah tadi.
6) Biarkan 4 menit, lalu mulai dari tabung I miring-miringkan
tabung 90O tiap 30 detik, untuk melihat apakah darah
sudah beku. Bila sudah beku catat waktunya dan lanjutkan
dengan cara yang sama pada tabung II dan tabung III.
7) Hasil : nilai rata-rata dari ketiga tabung percobaan tadi.

D. Nilai Rujukan
 5 - 15 menit
  15 menit : memanjang

E. catatan
Bila terjadi pembekuan yang tidak berurutan maka darah pada
tabung yang lebih dahulu hasilnya diabaikan.

3. MENGHITUNG JUMLAH TROMBOSIT


(Thrombocyte Count)  Lihat menghitung jumlah sel darah !
PRAKTIKUM V (BANK DARAH)
(Penentuan Gol. Darah ABO, Rhesus)

TUGAS :

1) Menentukan golongan darah sendiri


Sistem ABO  Cara Langsung
Sistem Rhesus Cara Glas objek (slide test)
2) Menetukan golongan darah SAMPEL X
Sistem ABO
Cara Langsung & Tidak Langsung
3) Reaksi Silang  Hanya Fase I
1. PENENTUAN GOLONGAN DARAH SISTEM ABO

A. Prinsip
1) Cara Langsung (cell grouping = cell typing = blood grouping)
Cell Typing adalah, penentuan antigen dengan memakai
antisera yang telah diketahui (Anti-A, Anti-B, dan Anti-AB).
 Slide test
 Tube test
2) Cara Tidak Langsung (reverse grouping = serum typing)
Serum Typing adalah, penentuan antibodi (aglutinin) dengan
memakai suspensi sel yang telah diketahui (sel-A, sel-B)
Disini juga disertakan penentuan serum dengan sel-O, dan
penentuan serum dengan sel darahnya sendiri (auto control).
 Slide test
 Tube test

B. ALAT-ALAT & REAGEN


1. Glas objek dan test tube 6. Antisera A, B, dan AB
2. Batang pengaduk (titer >= 1/64)
3. Centrifuge & mikroskop 7. Suspensi sel A,B, dan O
4. Pipet pasteur serta suspensi sel darah
5. Kertas putih, untuk alas yang akan ditentukan
golongannya.
penentuan dengan glas 8. Sampel darah yang akan
diperiksa
objek
C. PROSEDUR KERJA (SLIDE TEST)

CARA LANGSUNG CARA TIDAK LANGSUNG GOLONGAN


Anti-A Anti-B Anti- Sel-B Sel-A Sel-0 AC DARAH
AB
o O o 0 0 0 0
0 0 0 o o o O
Darah Serum

1) Cuci sel 1X dengan salin


2) Buat suspensi sel 5%  pro tube test, dan
sel 10%  pro slide test dalam salin
3) Pada glas objek I (L) berturut-turut ditetesi dengan antisera A,
B, dan AB. Pada glas objek II (TL) berturut-turut ditetesi
dengan suspensi sel (5-10%) B, A, O, dan untuk auto control
ditetesi dengan suspensi selnya sendiri.
4) Kemudian pada glas objek I berturut-turut masing-masing
ditetesi dengan 1 tetes darah yang akan ditentukan
golongannya.
Pada glas objek II berturut-turut masing-masing ditetesi
dengan serum yang akan ditentukan golongannya.
5) Selanjutnya masing-masing diaduk dengan batang pengaduk
yang ujungnya berbeda, lalu digoyang-goyangkan. Tunggu  2
menit, dan perhatikan adanya aglutinasi.
6) Adanya aglutinasi menunjukkan tes positif dan sebaliknya.

D. INTERPRETASI
CELL TYPING SERUM TYPING
NO. Antisera Suspensi sel 10% Auto GOL.
Control DARAH
A B AB B A 0
1 +++ - +++ ++ - - - A
2 - +++ +++ - +++ - - B
3 +++ +++ +++ - - - - AB
4 - - - +++ +++ - - 0
Att. + - ++ ++ -/+ - - A2*
5
Att. + ++ ++ - -/+ - - A2B*
6
Att. - - - ++++/ ++++/L ++++/ - Oh se
7 L L
Att. "+" - - ++++/ ++++/L ++++/ - OAHm Se
8 L L
* Sel reaksikan vs Anti-A1  negatif
NO. 7 & 8 : periksa saliva  secretor/non-secretor

E. CATATAN
Derajat Aglutinasi

++++ : Tampak aglutinasi besar berbentuk satu gumpalan di dasar


atau tabung.
4+ Oleh karena semua sel darah bereaksi membentuk satu
gumpalan besar di dasar tabung, maka cairan disekitarnya
tampak jernih.

+++ : Tampak aglutinasi dalam bentuk beberapa gumpalan kasar.


atau Oleh karena semua sel darah bereaksi membentuk beberapa
3+ gumpalan kasar, maka cairan disekitarnya
tampak jernih.

++ : Tampak aglutinasi dalam bentuk gumpalan-gumpalan


atau kasar.
2+ Oleh karena tidak semua sel darah bereaksi, tampak
beberapa sel-sel bebas, sehingga cairan disekitarnya
tampak agak keruh.

+ : Tampak aglutinasi dalam bentuk gumpalan-gumpalan


atau halus.
1+ Juga tampak lebih banyak sel-sel yang bebas, sehingga
cairan disekitarnya tampak keruh.

- : Tidak tampak adanya aglutinasi.


Sehingga yang tampak hanya campuran yang keruh.
2. PENENTUAN GOLONGAN DARAH SISTEM RHESUS (SLIDE TEST)

Sistem Rh hanya mengenal Rh (+) dan Rh (-).


Berbeda dengan penentuan golongan darah sistem AB0 maka
disini reverse grouping (back typing) tidak mungkin dikerjakan
karena, orang normal dengan Rh (-) dalam serumnya tidak
mengandung Ab. Anti-D.
Oleh karena itu penentuan golongan darah sistem Rh sangat
dianjurkan untuk,
 Memakai 2 metode yang berlainan untuk 1 sampel atau,
 Memakai metode sama, sampel sama, tetapi
dikerjakan oleh 2 orang teknisi secara
terpisah.
A. Prinsip
[ Aglutinasi  Positive =
Rh (+)
[
ERITROSIT + Anti-D  [
(modified) [
[ Tidak ada Aglutinasi
Negative = Rh (-)
 lanjutkan dengan
penentuan DU

B. ALAT-ALAT & REAGEN


1. Glas objek 6. Antisera : Anti-D
2. Batang pengaduk 7. Sampel darah yang akan
ditentukan
3. Mikroskop  buat suspensi sel
40%
4. Pipet pasteur  atau kapas alkohol +
blood lancet
5. Kertas putih, untuk alas penetuan dengan glas objek

C. PROSEDUR KERJA

Anti-D BA 22% - Anti-D (modified)


1 tts 1 tts - BA 22%, sebagai kontrol
negatif

0 0
O O

sel 40% sel 40% - Suspensi sel 40% dalam


serum sendiri
1 tts 1 tts (Whole Blood)

D. INTERPRETASI

+ - :  Rh (+)
- - :  Rh(-)
+ + : ? Periksa ulang  DCT
- + : ? Periksa ulang  DCT

PENENTUAN GOL. DARAH DU

1) 1 tts Anti-D 1 tts BA 22%


2) 1 tts sel 5% 1 tts sel 5%
3) Kocok, inkubasi 37oC
4) Cuci sel 3X dengan salin
5) Pada endapan sel + 2 tts Coomb’s
serum
6) Putar 3.400 rpm, 15 detik
7) Baca hasil reaksi

Hasil: Anti-D Bovine Albumin Golongan


22%
+ - DU positif
- - DU negatif
+ + Ulang
- + Ulang
PRAKTIKUM VI (URINALYSIS-1)
(pH, Berat Jenis, Sedimen)

PEMERIKSAAN FISIK

A. Bau
Urine yang baru, pada umumnya tidak begitu berbau keras.
Baunya disebut psing, disebabkan oleh asam-asam yang mudah
menguap. Bau dapat dipengaruhi oleh makanan maupun minuman.
Apabila urine dibiarkan lama maka akan berbau amonia, oleh
karena terjadi pemecahan ureum. Aceton memberi bau manis
sedangkan kuman-kuman memberi bau busuk pada urine.

B. Warna
Dalam keadaan normal urine berwarna kuning muda yang
disebabkan oleh karena adanya urochrome.
Perubahan non patologik pada umumnya disebabkan oleh bahan-
bahan atau obat-obatan yang dimakan.
(Sebutkan perubahan-perubahan warna yang dapat terjadi pada
urine, baik yang bersifat fisiologik maupun yang patologik!)

C. Buih
Bila urine dikocok akan timbul buih berwarna putih.
Buih berwarna kuning dapat disebabkan oleh,
 pigmen empedu (bilirubin)
 phenylazodiamino-pyridine

D. Kekeruhan
Urine yang baru dan normal pada umumnya jernih.
Kekeruhan yang timbul pada umumnya dapat disebabkan oleh
karena,

1 Fosfat amorf 2 Urat amorf


. .
- warnanya putih - warnanya kuning coklat
- hilang bila diberi asam - hilang bila dipanaskan
- terdapat pada urine yang - terdapat pada urine yang
alkalis asam
3 Darah : merah sampai coklat
.
4 Pus : seperti susu tetapi, jernih setelah disaring
.
5 Kuman-kuman: pada umumnya tetap keruh setelah
. disaring/dipusingkan.
Pada urethritis terlihat benang-benang halus.

E. Volume
Pada praktikum ini pengukuran volume tidak dikerjakan.
Orang dewasa normal produksi urine per 24 jam adalah sekitar 1,5
L.
Jumlah ini sangat bervariasi yakni tergantung pada,
 luas permukaan tubuh
 pemakaian cairan
 kelembaban udara atau penguapan

VOLUME URINE ABNORMAL

 Poliuria
 Volume urine meningkat.
 Dijumpai pada keadaan-keadaan seperti, DM, DI, Nefritis
khronik, beberapa penyakit sayaraf, edema yang
menyembuh.
 Oligouria
 Volume urine berkurang
 Dapat dijumpai pada keadaan-keadaan seperti, penyakit
ginjal, dehidrasi, sirosis hati.
 Anuria
 Tidak ada produksi urine.
 Dapat terjadi pada keadaan-keadaan seperti circulatory
collaps (sistolik < 70 mmHg, acute renal Failure, keracunan
sublimat, dan lain-lain.
 Residual urine (urine sisa)
Urine siasa adalah volume urine yang diperoleh dari kateterisasi
setelah sebelumnya pasien disuruh kencing sepuas-puasnya.
1. pH

pH urine normal berkisar antara : 4,8 - 7,5 (sekitar 6,00).


Pada praktikum ini penentuan pH urine memakai,
 Kertas lakmus
 Urine asam : kertas lakmus biru  merah
: kertas lakmus merah  tetap
merah
 Urine alkalis : kertas lakmus merah  biru
: kertas lakmus biru  tetap
biru
 Nitrazin paper

Pembacaan dengan komparator block maupun pH-meter tidak


dikerjakan.
Pemeriksaan pH hendaknya segera dilakukan (urine segar) karena
urine yang sudah lama cendrung untuk menjadi lebih alkalis (ureum
berubah menjadi amonia).

Urine asam patologik Urine yang selalu alkalis


- penyakit-penyakit - infeksi (cystitis),
metabolik, - alkalosis baik metabolik maupun
- febris respiratorik

2. Berat Jenis
BJ urine normal berkisar antara, 1,003 - 1,030.

BJ urine rendah BJ urine tinggi


- banyak minum - dehidrasi
- udara dingin - proteinuria.
- DI (Diabetes Insipidus) < 1,005 - Diabetes Mellitus
(DM)

 Prosedur Kerja Pemeriksaan BJ urine


1) Tera dahulu urometer terhadap aquadest (BJ 1,000)
2) Apabila pada pembacaan ini tidak sama dengan 1,000,
misalnya 1,005 maka hasil pembacaan terakhir harus
dikurangi dengan 0,005.
3) Isilah gelas ukur dengan urine ¾ bagiannya
4) Kemudian letakkan pada tempat yang datar
5) Bila terbentuk buih :
 hisap dengan kertas saring
 atau tetesi dengan 1 tetes eter
6) Masukkan urometer ke dalam gelas ukur dengan cara
memutar pada sumbu panjangnya. Jangan sampai urometer
menyentuh/menempel dinding bagian dalam gelas ukur
7) Baca meniscuskusnya, satu strip = 0,001

 Koreksi
 Terhadap temperatur/suhu
 Setiap urometer ditera pada suhu tertentu (lihat
urometer), dan perhatikan suhu kamar pada saat
saudara bekerja dan catat.
 Setiap kenaikan suhu 3oC maka pembacaan hendaknya
di tambah-kan dengan 0,001.
 Terhadap Pengenceran
 Apabila dilakukan pengenceran maka dua angka terakhir
pada saat pembacaan hendaknya dikalikan dengan
angka pengenceran.
 Pengenceran tidak boleh lebih dari 3 kali.
 Terhadap Protein dan Glukosa
 Tiap g% protein maupun glukosa yang dikandung oleh
urine maka BJ terbaca harus dikurangi dengan 0,003.
 Apakah yang dimaksud dengan isosthenuria ?
 Apakah keadaan ini normal ?
 Apa beda oligouria karena dehidrasi dengan ARF ?
3. PEMERIKSAAN SEDIMEN

A. Prinsip
Putarlah sejumlah urine dengan kecepatan rendah, lalu periksa
endapan (sedimen) yang terbentuk di bawah mikroskop.

B. ALAT-ALAT & REAGEN


1) Tabung reaksi
2) Objek glas
3) Glas penutup
4) Mikroskop
5) Centrifuge (+ tabung centrifuge)
6) Sampel urine

C. PROSEDUR KERJA
1) Tuangkan sejumlah  8 ml sampel urine ke dalam sebuah tabung
centrifuge
2) Pusingkan pada kecepatan rendah selama 5 menit
(agar tidak merusak bentukan-bentukan tertentu)
3) Kemudian buang supernatannya
(decantheer sehingga tersisa lebih kurang 0,5 ml)
4) Kocok lagi biar homogen, ambil 1 tetes dan taruh di atas glas objek,
tutup dengan glas penutup
5) Amati di bawah mikroskop dengan posisi
mendatar Pengamatan dilakukan dengan
sinar lemah,
 turunkan kondensor
 diafragma agak tertutup

D. INTERPRETASI
 Dengan objektif 10X
 Periksa seluruh lapangan pandang secara sepintas lalu
selanjutnya diperhatikan apabila ditemukan adanya kristal-
kristal dan torak.
 Hitung jumlahnya perlapangan pandang kecil (/lpk).
 Dengan objektif 45X
 Perhatikan dan hitunglah perlapangan pandang besar
bentukan-bentukan yang lain.
 Jumlah torak dilaporkan rata-ratanya perlapangan pandang
kecil (/lpk).
 Jumlah rata-rata eritrosit dan lekosit dilaporkan perlapangan
pandang besar (/lpb).
 Unsur-unsur sedimen yang kurang bermakna cukup
dilaporkan dengan tanda
+,  ada
++,  banyak
+++,  banyak sekali

E. CATATAN
(Sebutkanlah bentukan-bentukan yang dapat dijumpai pada urine
asam maupun urine alkalis, dan gambarlah bentukan-bentukan
tersebut !
Kristal jenis mana saja yang mudah membentuk batu saluran
kemih ?)
Gambar.sel lekosit . .
KRISTAL ASAM URAT
TyT TyñKgiig
/y:.ñg
AMONIUM URAT

KRISTAL SULPHAZALASIN
KRISTAL SULPHONAMIDE
MODUL 3
PRAKTIKUM VII (URINALYSIS-2)
(Glukosa)

1. PEMERIKSAAN GLUKOSA URINE


(Tes REDUKSI Cara BENEDICT)

A. Prinsip
 Dalam suasana alakalis glukosa mereduksi kupri menjadi
kupro, kemudian menjadi Cu2O yang mengendap dan
berwarna merah.
 Intensitas warna merah ini secara kasar menunjukkan kadar
glukosa dalam urine yang diperiksa.

B. ALAT-ALAT & REAGEN


1. Tabung reaksi
2. Api bunsen
3. Reagen Benedict dengan komposisi
 CuSO4 17,3
 Na Citrate 173
 Na Carbonat 100
 Aquadest ad 1.000 ml

C. PROSEDUR KERJA
1) Ke dalam sebuah tabung reaksi isikan berturut-turut 5 ml
reagen Benedict dan 8 tetes urine (2,5 ml reagen Benedict
dengan 4 tetes urine)
2) Kocok, kemudian dipanaskan sampai mendidih di atas api
bunsen
3) Atau dapat dimasukkan ke dalam penangas air dengan air
yang telah mendidih selama 5 menit
4) Biarkan dingin, lalu dibaca hasilnya

D. INTERPRETASI
- : Tetap biru atau hijau keruh
+1 : Keruh, warna hijau agak kuning
+2 : Kuning kehijauan dengan endapan kuning
+3 : Kuning kemerahan, dengan endapan kuning merah
+4 : Merah jingga sampai merah bata
E. CATATAN
 Reduksi positif tidak selalu berarti pasien menderita DM, oleh
karena ada bahan-bahan lain yang terdapat di dalam urine
yang bersifat reduktor.
Sebutkan bahan-bahan apa saja !
 Reduksi negatif dapat terjadi pada penderita DM, oleh karena :
 Kadar glukosa dalam darah (nilai ambang ginjal untuk
glukosa dalam keadaan normal 160-180 mg%)
 Keadaan faal ginjal
 Sebutkan keadaan-keadaan glukosuria selain pada keadaan
DM !

2. Pemeriksaan
sedimen Prosedur kerja:
1. Ambil lebih kurang 8 ml contoh urin
2. Goyangkan pada kecepatan rendah selama 5 menit
3. Kemudian buang supernakannya (decanther sehingga tersisa
lebih kurang 0,5/ml)
4. Kocok lagi supaya homogen, ambil 1 tetes dan taruh di atas gelas
objek, tutup dengan gelas penutup.
5. Amati dibawah mikroskop dengan posisi mendatar, yang perlu
diamati :
 Amati dengan sinar lemah turunkan kondensor
Diafragma agak tertutup
 Objektif 10x
Periksa seluruh lapangan pandang secara sepintas lalu,
selanjutnya diperhatikan apabila ditemukan adanya Kristal-
kristal dan torak.hitung jumlahnya per lapangan pandang kecil
(IPK)
- Objektif 45x
Perhatikan dan hitunglah per lapangan pandang besar
bentukan-bentukan yang lain.
Jumlah torak dilaporkan rata-ratanya perlapangan pandang kecil
(ipk).
Jumlah rata-rata eritrosit dan leukosit dilaporkan perlapangan
pandang besar (ipb).
Unsur-unsur sedimen yang kurang bermakna cukup dilaporkan
dengan tanda :
+ ada
++ banyak
+++ banyak sekali
Sebutkanlah bentukan-bentukan yang dapat dijumpai pada urin
asam maupun urine alkalin, dan gambarlah bentukan-bentukan
tersebut.
Pemeriksaan Darah Samar

Tujuan: untuk mengetahui adanya perdarahan kecil yang tidak dapat


dinyatakan secara makroskopi atau mikroskopi.

Ada 3 metode:
1. Dengan benzidine basa
2. Dengan benzidine dihidrochlorida
3. Dengan guajac

Pemeriksaan Darah Samar dengan Benzidine Basa


Cara kerja:
1. Buat emulsi tinja dengan air atau NaCl 0,9% sebanyak 10 ml
panasi hingga mendidih
2. Saring emulsi yang masih panas, biarkan filtrate sampai dingin
kembali
3. Masukkan Benzidine basa sebanyak sepucuk pisau ke dalam
tabung reaksi lain
4. Tambahkan 3 ml asam acetat glacial  kocok sampai benzidine itu
larut dengan meninggalkan beberapa kristal.
5. Tambahkan 2 ml filtrate emulsi tinja  campur
6. Tambahkan 1 ml larutan H2O2 3%  campur
7. Hasil dibaca dalam waktu 5 menit ( jangan lebih lama)

Hasildinilaidengancara:
1. Negatif (-) : tidak ada perubahan warna atau warna yang
samar-samar hijau
2. Positif + : hijau
3. Positif 2 + : biru bercampur hijau
4. Positif 3 + : biru
5. Positif 4 + : birutua
6. Catatan: untuk mendapatkan hasil yang bermakna, hendaknya
pemeriksaan dilakukan lebih dari sekali.

Pemeriksaan Darah Samar dengan Benzidine Dihidrochlorida


Tujuan:
1. Sebagai pengganti benzidine basa
2. Supaya tes menjadi peka dan tidak menghasilkan positif palsu
Cara: sama sepert imenggunakan benzidine basa.
Perhatian: hati-hati dalam penggunaan benzidine !!!
Pemeriksaan Darah Samar dengan Guajac
Cara kerja:
1. Buat emulsi tinja sebanyak 5 ml dalam tabung reaksi dan
tambahkan 1 ml asam acetat glacial  campur
2. Masukkan sepucuk pisau serbuk guajac dan 2 ml alkohol 95%
dalam tabung reaksi lain c ampur
3. Tuang secara hati-hat isi tabung kedua ke dalamt abung yang berisi
emulsi tinja  kedua jenis campuran tetap sebagai lapisan terpisah
4. Hasil positif :kelihatan warna biru terjadi pada batas kedualapisan
itu. Derajat kepositifan dinilai dari warna itu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ganda Subrata, R. (2001) : Penuntun Laboratorium Klinik.
PT Dian Rakyat, Jakarta
2. Brunzel NA. 2013. Fundamental of Urine & Body Fluids
Analysis, Third Edition, Philadelphia
3. Aulia D. 2012. Pemeriksaan Penyaring pada Kelainan
Hemostasis dalam Hemostasis dan Trombosis Edisi ke
lima, Editor Setiabudy RA. Jakarta : FKUI
4. Priyana, A. 2013. Patologi Klinik untuk Kurikulum
Pendidikan Dokter Berbasis Kompetensi Edisi ke empat.
Jakarta : Universitas Trisakti
5. Kiswari, R. 2014. Hematologi Transfusi. Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai