Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini, infeksi virus Dengue
tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam
kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO)
2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian
akibat DBD, khususnya pada anak.
Demam dengue adalah wabah infeksi virus paling cepat menyebar yang di
sebarkan oleh nyamuk Aedes dan menjadi perhatian dalam departemen kesehatan
masyarakat pada lebih dari 100 negara tropis dan subtropics di Timur Laut Asia,
Pasifik Barat dan Selatan, serta Amerika Tengah. Lebih dari 2.5 miliar
masyarakat dunia terancam oleh demam dengue dan bentuk yang lebih parah-
dengue hemorrhagic fever (DHF) atau dengue shock syndrome (DSS).
Lebih dari 75% dari pasien ini, atau sampai dengan 1.8 miliar, hidup di
daerah Timur Laut Asia. Ketika penyakit ini menyebar ke daerah geografik yang
baru, frekuensi wabah meningkat bersamaan dengan perubahan epidemiologinya.
Diperkirakan 50 miliar kasus demam dengue timbul pada saat-saat tertentu dan
setengah miliar penderita DHF harus masuk rumah sakit tiap tahunnya, dan
jumlah yang sangat luar biasa ( mencapai 90%) merupakan pasien anak dengan
usia kurang dari 5 tahun. Kira-kira 2.5% yang terinfeksi dengue, meninggal
karena penyakit ini.
Kasus dengue dan kematian yang dilaporkan tahun 1985 sampai 2009 di 10
negara WHO di daerah SEA (South East Asia) (semua kecuali DPR Korea)
mengurangi perhatian kesehatan masyarakat terhadap penyakit ini di daerah ini.
Jumlah kasus dengue telah meningkat lebih dari tiga sampai lima tahun terakhir
ini, dengan epidemic yang muncul kembali. Selain itu, terdapat peningkatan
proporsi pada kasus dengue terkait dengan tingkat keparahan, khususnya di
Thailand, Indonesia, dan Myanmar.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom
renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok.

2.2. ETIOLOGI
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang
dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat
molekul 4x106

Gambar 1.1 Virus Dengue


Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur
hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungnan

2
terhadap serotipe yang lain. Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes
aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Nyamuk Aedes aegypti merupakan
nyamuk yang paling sering ditemukan. Nyamuk yang hidup di daerah tropis ini
berkembang di biak tempat penampungan air jernih sekitar rumah serta tampak
berbintik – bintik putih.

2.3 KLASIFIKASI

2.4 MANIFESTASI KLINIS


2.4.1 Demam Dengue
Masa inkubasi antara 4 – 6 hari (berkisar 3 – 14 hari) disertai gejala
konstitusional dan nyeri kepala, nyeri punggung, dan malaise. Awal penyakit
biasanya mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota
badan dan ruam/rash.1
 Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39oC sampai 40oC dan demam
bersifat bifasik yang berlangsung sekitar 5-7 hari.

3
 Ruam kulit : kemerahan atau bercak-bercak merah yang terdapat di dada,
tubuh serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka. Ruam bersifat
makulopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam timbul pada 6-12 jam
sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan berlangsung 3-4 hari.
Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan, di samping itu perasaan tidak
nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering
ditemukan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofobia, berkeringat, batuk. Kelenjar
limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus atau dikenal sebagai
Castelani’s sign yang patognomonik.6
Pada daerah endemis, tes torniquet yang positif dan leukopenia ( < 5.000
cell/mm3) dapat membantu penegakan diagnosis dari infeksi dengue dengan
angka prediksi 70 – 80 %. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan1:
 Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian
leukopeni hingga periode demam berakhir
 Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme
pembekuaan darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi trombositopeni
 Serum biokimia/enzim biasanya normal, kadar enzim hati mungkin meningkat.
 Peningkatan hematokrit ringan oleh karena akibat dari dehidrasi dikaitkan
dengan demam yang tinggi, muntah, anoreksia, dan minimnya intake oral.
 Penggunaaan analgesik, antipiretik, antiemetik, antibiotik dapat mengintervensi
peningkatan hasil laboratorium fungsi hepar dan pembekuan darah.

2.4.2 Demam Berdarah Dengue


Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD. Pada DBD
terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada tempat
pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila
sering kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi
jarang dijumpai sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi
dan biasanya timbul setelah renjatan tidak dapat diatasi. 1
Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba
2-4 cm dibawah lengkung iga kanan. Derajat pembesaran hati tidak berhubungan

4
dengan keparahan penyakit. Untuk menemukan pembesaran hati, harus dilakukan
perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati sering kali ditemukan dan pada
sebagian kecil kasus dapat disertai ikterus. Nyeri tekan di daerah hati tampak
jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya perdarahan. 6
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan adanya trombositopenia
sedang hingga berat disertai hemokonsentrasi. Fenomena patofisiologis utama
yang menentukan derajat penyakit dan membedakan DBD dari DD ialah
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, menurunnya volume plasma,
trombositopenia, dan diatesis hemoragik. 6

2.4.3 Expanded Dengue Syndrome /Manifestasi Unusual


Menurut Kalayanarooj dan Nimmannitya tahun 2004 mengklasifikasikan
manifestasi unusual infeksi virus dengue berupa keterlibatan gangguan susunan
saraf pusat (SSP), gagal fungsi hati, gagal fungsi ginjal, fungsi pernapasan, fungsi
jantung, infeksi ganda dan kondisi yang memperberat.
neurologi Ensefalopati/ensefalitis, meningitis aseptik, perdarahan/trombosis
intrakranial, kejang, mental confusion, kaku kuduk, mono-/poli-
neuropati, guillain barre syndrome, mielitis
gastro- Hepatitis/gagal hati fulminan, acalculous cholecystitis,
intestinal pankreatitis akut, febrile diarrhea
Ginjal Hemolytic uremic syndrome
Jantung Miokarditis, gangguan konduksi, perikarditis
Pernapasan ARDS, perdarahan paru
Hati spontaneous splenic rupture, lymphnode infarction

Tabel 1.1 Manifestasi Unusual (Kalayanarooj, 2004)

2.4.4 Dengue Shock Syndrome


Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah
dan cepat, tekanan nadi menurun (<20mmHg), hipotensi, kulit dingin dan lembab
dan pasien tampak gelisah.

5
Gambar 1.2 Gambaran Skematis Kebocoran Plasma pada DBD

2.5 DIAGNOSA KLINIS


Berdasarkan kriteria WHO 2011 untuk diagnosis Demam Berdarah Dengue:
a. Kriteria Klinis
1. Demam
Demam mendadak terus menerus 2-7 hari tanpa sebab yang jelas. Tipe
demam bifasik (saddleback).

Gambar 1.3 Demam Bifasik pada Demam Berdarah Dengue


2. Manifestasi perdarahan, salah satu tergantung:
a. Uji torniket (+)
b. Petechie, ekhimosis ataupun purpura
c. perdarahan mukosa traktus gastrointestinal, epistaksis, perdarahan gusi
d. hematemesis dan melena
3. Hepatomegali

6
4. Kegagalan sirkulasi (tanda-tanda syok): ekstremitas dingin, nadi cepat dan
lemah, sistolik kurang 90 mmHg, dan tekanan darah menurun sampai tidak
terukur, kulit lembab, penyempitan tekanan nadi (< 20 mmHg), capillary
refill time memanjang (>2 detik) dan pasien tampak gelisah.
b. Kriteria Laboratoris
1. Trombositopenia (trombosit < 100.000 /ul)
2. Hemokonsentrasi ( Peningkatan Ht 20% atau penurunan Ht 20% setelah
mendapat terapi cairan).
Penegakan diagnosis Demam Berdarah Dengue berdasarkan atas 2 kriteria
klinis ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi/peningkatan hematokrit.
Pembagian derajat Demam Berdarah Dengue menurut WHO ialah :
a. Derajat I
Demam diikuti gejala tidak spesifik. Satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah tes torniquet yang positif atau mudah memar.
b. Derajat II
Gejala yang ada pada tingkat I ditambah dengan perdarahan spontan. 
Perdarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
c. Derajat III
Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab dan
penderita gelisah.
d. Derajat IV
Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diperiksa.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu
ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan
pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan

7
perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran
plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit.
Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan
nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada
saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit
dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit
bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit
atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi
akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan
koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor
XII, dan antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah
kasus DBD.
b. Pencitraan
Pada pemeriksaan radiologi dan USG kasus DBD, terdapat beberapa kelainan
yang dapat dideteksi yaitu, dilatasi pembuluh darah paru, efusi pleura,
kardiomegali dan efusi perikard, hepatomegali, cairan dalam rongga peritoneum,
penebalan dinding vesica felea.
c. Pemeriksaan Rumple leed test
Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah dengan cara
mengenakan pembendungan kepada vena-vena, sehingga darah menekan kepada
dinding kapiler. Dinding kapiler yang oleh suatu sebab kurang kuat akan rusak
oleh pembendungan itu, darah dari dalam kapiler itu keluar dari kapiler dan
merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga nampak sebagai bercak merah
kecil pada permukaan kulit (petechiae). Pemeriksaan ini didefinisikan oleh WHO
(2011) sebagai salah satu syarat yang diperlukan untuk diagnosis demam
berdarah. Suatu manset tekanan darah diterapkan dan meningkat ke titik antara
sistolik dan diastolik tekanan darah selama lima menit. Tes positif jika ada 10 atau
lebih ptekia per inci persegi. Pada penderita demam berdarah tes dengue biasanya
memberikan hasil positif yang pasti dengan 20 ptekia atau lebih. Dewasa ini
rumple leed test dianggap tes yang sudah usang atau tidak dapat diandakan. Akan

8
tetapi tes ini tetap menjadi bagian penting dari penilaian seoang pasien yang
mungkin memiliki demam berdarah dengue.
d. Pemeriksaan lainnya :
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui infeksi
virus dengue yaitu :
– Isolasi Virus : Karakteristik serotypic/genotypic
– Deteksi Asam Nukleat Virus : Dengan RT-PCR (Reverse Transcripterase
Polymerase Chain Reaction)
– Deteksi Antigen Virus : Deteksi antigen NS1.
– Pemeriksaan serologis : Haemagglutination-inhibition(HI), Complement
Fixation(CF), Neutralization Test(NT), IgM capture enzyme-linked
immunosorbent assay(MAC-ELISA), dan pemeriksaan IgG ELISA indirect
Viremia pada pasien dengan infeksi dengue sangatlah pendek, yaitu muncul
pada 2 – 3 hari sebelum onset demam dan bertahan hingga 4 – 7 hari saat sakit.
Selama periode ini, asam nukleat virus dan antigen virus dapat terdeteksi.
Respon antibodi dapat dilihat dari 2 jenis imunoglobulin. Antibodi Ig M dapat
terdeteksi pada 3 – 5 hari setelah onset, meningkat cepat selama 2 minggu, dan
menurun hingga tidak terdeteksi pada 2 – 3 bulan. Antibodi Ig G terdeteksi rendah
pada akhir minggu pertama, meningkat kemudian, dan menetap hingga bertahun –
tahun. Pada infeksi sekunder virus dengue, titer antibodi meningkat cepat.
Antibodi Ig G terdeteksi pada level tinggi, pada saat fase inisial, dan menetap
hingga beberapa bulan. Antibodi Ig M biasanya lebih rendah pada infeksi dengue
sekunder. Oleh karena itu, perbandingan Ig M/ Ig G digunakan untuk
membedakan antara infeksi primer dan infeksi sekunder virus dengue. Disebut
infeksi primer jika perbandingan Ig M / Ig G lebih dari 1,2, dan disebut infeksi
sekunder jika perbandingan Ig M / Ig G kurang dari 1,2.

9
Gambar 1.4 Deteksi jumlah Ig M dan Ig G pada Demam Berdarah Dengue

2.7 DIAGNOSA BANDING


Diagnosis banding Demam Dengue terdiri atas ( WHO, 2011) :
a. Infeksi virus golongan Arbovirus : Chikungunya
b. Penyakit virus lainnya
Misalnya : Measles, Rubella, dan berbagai virus lainnya, seperti : Epstein
barr virus, Enterovirus, Influenza, Hepatitis A, Hantavirus
c. Penyakit bakterial
Meningocuccaemia, Leptospirosis, Thypoid, Meliodosis, Rackettsial
disease, Scarlet Fever
d. Penyakit parasit : Malaria
Pada fase awal demam dari demam berdarah dengue, diagnosis banding
meliputi infeksi spektrum luas oleh virus, bakteri, dan protozoa, sama halnya
dengan diagnosis banding dari demam dengue. Adanya trombositopenia disertai
dengan hemokonsentrasi membedakan demam berdarah dengue dengan penyakit
yang lainnya. Hasil yang normal dari ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate) dapat
membedakan dengue dengan infeksi bakteri dan syok septik (WHO, 2011).

2.8 KOMPLIKASI
a. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok.

10
Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa
syok, cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok teratasi
cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HCO3-, dan jumlah
cairan harus segera dikurangi. Larutan laktar ringer dekstrosa segera ditukar
dengan larutan Nacl (0,9%) : glukosa (5%) = 3:1. untuk mengurangi edema
otak diberikan kortikosteroid, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna
sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka
diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah
diusahakan >60 mg/dl, mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial
dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi
asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberiaan oksigen
yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin
dan laktulosa. Pada DBD ensefalopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder,
makaa untuk mencegah dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi
ampisilin 100 mg/kgbb/hari + kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari). Usahakan
tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti
muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
b. Kelainan Ginjal
Kelainan ginjal akibat syok yang berkepanjangan dapat terjadi gagal
ginjal akut. Dalam keadaan syok harus yakin benar bahwa penggantian
volume intravascular telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila
diuresis belum mencukupi 2 ml/kgbb/jam, sedangkan cairan yang diberikan
sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furosemid 1 mg/kgbb dapat
diberikan. Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum,
dan kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya
syok juga belum dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP
(central venous pressure) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan
selanjutnya.
c. Edema paru
Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga

11
sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan
menyebabkan edema paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi.
Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskular, apabila
cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan
hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan
mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan
ditunjang dengan gambaran edem paru pada foto rontgen dada. Gambaran
edem paru harus dibedakan dengan perdarahan paru.

2.9 PENATALAKSANAAN
Pengobatan DBD menurut WHO (2011) bersifat suportif simptomatik
dengan tujuan memperbaiki sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan
timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID).
Perbedaan patofisiologik utama antara Demam Dengue/Demam Berdarah
Dengue/Demam Syok sindrom dan penyakit lain, ialah adanya peningkatan
permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma, dan gangguan
hemostasis. Penatalaksanaan fase demam pada Demam Berdarah Dengue dan
Demam Dengue tidak jauh berbeda, bersifat simptomatik dan suportif yaitu
pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Berikan nasihat kepada orang
tua agar anak diberikan minum banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit, jus buah,
dan lain – lain. Selain itu diberikan pula obat antipiretik golongan parasetamol.
Penggunaan antipiretik golongan salisilat tidak dianjurkan pada penanganan
demam. Parasetamol direkomendasikan untuk mempertahankan suhu di bawah 39
0
C dengan dosis 10 – 15 mg/KgBB/kali (WHO, 2011).
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam
tinggi, anoreksia, dan muntah. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/KgBB dalam
4 – 6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat teratasi, anak dapat diberikan
cairan rumatan 80 – 100 ml/KgBB/hari dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang
masih minum ASI, tetap diberikan disamping larutan oralit. Bila terjadi kejang
demam, disamping diberikan antipiretik, diberikan pula antikonvulsif selama
masih demam (WHO, 2011).

12
Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit yang ke 3 – 5 yang
memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam
hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan, Observasi tanda vital,
kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali)
perlu dilakukan. Kunci keberhasilan pengobatan DBD ialah ketepatan volume
replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok.
Cairan intravena diperlukan apabila :
1. Anak terus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin
diberikan minum per oral
2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala
Pada pasien DBD derajat II apabila dijumpai demam tinggi, terus menerus
selama < 7 hari tanpa sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan spontan, disertai
penurunan jumlah trombosit, dan peningkatan kadar hematokrit. Pada saat pasien
dating, berikan cairan kristaloid 7 ml/KgBB/jam. Monitor tanda vital dan kadar
hematokrit serta trombosit tiap 6 ja,. Selanjutnya evaluasi 12 – 24 jam. Apabila
selama observasi keadaan umum membaik, yaitu anak tampak tenang, tekanan
nadi kuat, tekanan darah stabil, dan kadar PCV cenderung turun minimal dalam 2
kali pemeriksaan berturut – turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5
ml/KgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil,
tetesan dikurangi menjadi 3 ml/KgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan dalam
24 – 48 jam. Apabila keadaan klinis pasien tidak ada perbaikan, yaitu : anak
tampak gelisah, nafas cepat, frekuensi nadi meningkat, deuresis kurang, tekanan
nadi < 20 mmHg memburuk, serta peningkatan PCV, maka tetesan dinaikkan
menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan setelah 12 jam, maka
tetesan di naikkan menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan
klinis setelah 12 jam, cairan dinaikkan menjadi 15 ml/KgBB/jam. Kemudian
dievaluasi 12 jam lagi. Apabila tampak distress pernafasan menjadi lebih berat
dan ht naik maka berikan koloid 10 – 20 ml/KgBB/jam, dengan jumlah maksimal
30 ml/KgBB. Namun bila Ht atau Hb turun, berikan tranfusi darah segar 10
ml/KgBB/jam (WHO, 2011).

13
Bila terdapat asidosis, ¼ dari cairan total dikeluarkan dan diganti dengan
larutan berisi 0,167 mol/liter Natrium bikarbonat (3/4 bagian berisi larutan NaCl
0,9 % + glukosa ditambah ¼ Natrium bikarbonat). Volume dan komposisi cairan
yang diperlukan sesuai seperti cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai
sedang, yaitu cairan rumatan ditambah deficit 6 % (5 – 8 %) seperti tertera pada
tabel dibawah ini (WHO, 2011):
Tabel 1.2 Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang ( Defisit Cairan 5 – 8 %)
Berat Waktu Masuk (Kg) Jumlah Cairan tiap hari
< 7 Kg 220 ml/KgBB/hari
7 – 11 Kg 165 ml/KgBB/hari
12 – 18 Kg 132 ml/KgBB/hari
> 18 Kg 88 ml/KgBB/hari

Sindroma syok dengue adalah DBD dengan gejala gelisah, nafas cepat,
nadi teraba kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit, bibir biru,
tangan dan kaki dingin, dan tidak ada produksi urin. Langkah yang harus
dilakukan adalah segera berikan infus kristaloid 20 ml/KgBB secepatnya dalam
30 menit dan oksigen 2 liter/menit. Untuk DSS berat 20 ml/KgBB/jam diberikan
bersama koloid 10 – 20 ml/KgBB/jam. Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit,
hematokrit dan trombosit tiap 4 – 6 jam, serta periksa elektrolit dan gula darah.
Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan kristaloid
belum dilanjutkan 20 ml/KgBB, ditambah plasma atau koloid sebanyak 10 – 20
ml/KgBB maksimal 30 ml/KgBB. Koloid ini diberikan pada jalur infus yang sama
dengan kristaloid, diberikan secepatnya. Observasi keadaan umum, tekanan darah,
keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4 – 6 jam. Lakukan pula
koreksi terhadap asidosis, elektrolit, dan gula darah (WHO, 2011).
Apabila syok teratasi disertai penurunan kadar Hb/Ht, tekanan nadi > 20
mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10 ml/KgBB/jam dan
dipertahankan hingga 24 jam atau sampai klinis stabil dan Ht menurun < 40%.
Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7 ml/KgBB sampai keadaan klinis dan Ht
stabil, kemudian secara bertahap diturunkan menjadi 5 ml/Kg/BB/jam dan
seterusnya 3 ml/Kg/BB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48 jam

14
setelah syok teratasi. Apabila syok belum teratasi, sedangkan Ht menurun tapi
masih > 40%, berikan darah dalam volume kecil 10 ml/KgBB. Apabila tampak
perdarahan massif, berikan darah segar 20 ml/KgBB dan lanjutkan cairan
kristaloid 10 ml/Kg/BB/jam. Pemasangan CVP pada syok berat kadang
diperlukan, sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan.
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan
resusitasi kristaloid maka cairan koloid harus diberikan sebanyak 10 – 20
ml/kgBB/jam. Cairan koloid tersebut antara lain : Dekstan, Gelatin, Hydroxy
Ethyl Starch (HES), dan Fresh Frozen Plasma (FFP)
Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP
bersifat traumatis untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan
homeostasis sehingga mudah terjadi perdarahan dan infeksi, disamping prosedur
pengerjaannya juga tidak mudah dan manfaatnya juga tidak banyak (WHO, 2011).
Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan
bila terjadi perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan
suspensi trombosit maka pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen
plasma (FFP) yang masih mengandung faktor-faktor pembekuan untuk mencegah
agregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar hemoglobin rendah dapat pula
diberikan packed red cell (PRC).
Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali
dalam intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk
mencegah terjadinya edem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh)
bila terdapat penurunan kadar hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi
hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan kembali ke awal seperti saat anak
masih sehat. Pada anak yang awalnya menderita anemia akan tampak kadar
hemoglobin rendah, hati-hati tidak perlu diberikan transfuse (WHO, 2011).
Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:

15
Gambar 1.5. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.

16
Gambar 1.6 Tatalaksana tersangka DBD (rawat inap) atau demam Dengue.

17
Gambar 1.7 Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II.

18
Gambar 1.8 Tatalaksana Kasus DBD derajat III dan IV atau DSS.

Kriteria memulangkan pasien antara lain (Soedarmo, 2012) :


1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis

19
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml dan cenderung meningkat
7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis).4

2.10 PROGNOSIS
Bila tidak disertai renjatan dalam 24 – 36 jam, biasanya prognosis akan
menjadi baik. Kalau lebih dari 36 jam belum ada tanda perbaikan, kemungkinan
sembuh kecil dan prognosisnya menjadi buruk (Rampengan, 2008). Penyebab
kematian Demam Berdarah Dengue cukup tinggi yaitu 41,5 %. (Soegijanto,
2001). Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin penderita
demam berdarah dengue, tetapi kematian lebih banyak ditemukan pada anak
perempuan daripada laki – laki. Penyebab kematian tersebut antara lain : Syok
lama, Overhidrasi, Perdarahan masif, Demam Berdarah Dengue dengan syok yang
disertai manifestasi yang tidak syok

2.11 PENCEGAHAN
Pencegahan yang dilakukan adalah dengan cara Pengendalian vektor virus
dengue. Pengendalian vektor bertujuan (Purnomo, 2010) :
1. Mengurangi populasi vektor serendah – rendahnya sehingga tidak berarti
lagi sebagai penular penyakit.
2. Menghindarkan terjadi kontak antara vektor dan manusia.
Cara efektif untuk pengendalian vektor adalah dengan penatalaksanaan
lingkungan yang termasuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pemantauan aktivitas untuk modifikasi faktor-faktor lingkungan dengan suatu
pandangan untuk mencegah perkembangan vektor dan kontak manusia-vektor-
patogen. Pengendalian vektor dapat berupa (Purnomo, 2010):
1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
a. Melakukan metode 4 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan,
dan monitor tempat perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu bagi tiap
keluarga,

20
b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3
bulan
c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%
2. Foging Focus dan Foging Masal
a. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan
selang waktu 1 minggu
b. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB
dalam jangka waktu 1 bulan
c. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan
menggunakan Swing Fog
3. Penyelidikan Epidemiologi
a. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam
setelah menerima laporan kasus
b. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus
4. Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat.
5. Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD.
Kewajiban pelaporan kasus dalam tempo 24 jam ke Dinas Kesehatan
tingkat II/Puskesmas tempat tinggal pasien merupakan keharusan yang sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan 560 tahun 1989 dengan tujuan kemungkinan
terjadinya penularan lebih lanjut, penyakit DBD dapat dicegah dan ditanggulangi
sedini mungkin. Dengan adanya laporan kasus pada Puskesmas/ Dinas Kesehatan
tingkat II yang bersangkutan, dapat dengan segera melakukan penyelidika
epidemiologi di sekitar tempat tinggal kasus untuk melihat kemungkinan resiko
penularan (Soedarmo, 2012).
Apabila dari hasil penyelidikan epidemiologi diperoleh data adanya resiko
penularan DBD, maka pihak terkait akan melakukan langkah – langkah upaya
penanggulangan berupa : foging fokus dan abatisasi selektif. Tujuan abatisasi
adalah membunuh larva dengan butir – butir abate sand granule (SG) 1 % pada
tempat penyimpanan air dengan dosis ppm (part per milion) yaitu : 10 gram meter

21
100 liter air. Selain itu dapat dilakukan dengan menggalakkan masyarakat untuk
melakukan kerja bakti dalan pemberantasan sarang nyamuk (Soedarmo, 2012).

BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien :
Nama : Tn.Wu.
Umur : 69 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Ds. Sukajadi Baturaja

Keluhan Utama
Demam 5 hari sebelum masuk rumah sakit

A. Riwayat Penyakit Sekarang


Os datang ke IGD dengan keluhan utama panas badan 5 hari sebelum masuk
rumah sakit. demam membaik hanya dengan meminum obat warung tidak ingat
obat apa. seluruh badan terasa lemas dan pegal-pegal. pasien juga mengeluh mual,
muntah setiap makan, nafsu makan menurun, nyeri perut (+). Buang air besar (+)
cair warna hitam, BAK merah (-), mimisan (-), gusi berdarah (-)

B. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat pernah menderita penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.
- Riwayat bepergian ke luar kota atau ke daerah endemis malaria disangkal.

C. Riwayat Penyakit dalam Keluarga

22
- Riwayat adanya keluarga, tetangga sekitar rumah yang menderita DBD (-),
teman sekolah (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital

• Keadaan Umum : tampak lemah


• Kesadaran : Composmetis
• Berat badan : 55 kg
• Tinggi badan : 157 cm
• Status Gizi : baik
Tanda Vital :
• Frekuensi nadi: 70x/menit kuat Tekanan darah: 80/60mmHg
• Frekuensi nafas: 20x/menit Suhu tubuh: 37,5 C
B. Status Generalis
KEPALA LEHER
Bentuk dan ukuran : normocephali
• Mata :
 Pupil bulat isokor diameter 3mm,Refleks cahaya +/+
 Anemis (+/+)
 Ikterus (-)
• Telinga : tidak ada sekret
• Hidung : bentuk normal, septum deviasi(-), sekret(-), pernapasan
cuping hidung (-), dyspneu (-)
• Mulut : mulut kering, sianosis (-)
• Tenggorokan :hiperemis faring(-), detritus (-), kripte tampak normal
• Leher : trakea ditengah, kel. Tiroid tidak teraba
THORAX
Paru

23
• Inspeksi : pergerakan dada simetris, retraksi(-)
• Palpasi : fremitus kesan lambat ,krepitasi (-)
• Perkusi : sonor/sonor
• Auskultasi : rhonki -/-, wheezing-/-, suara napas simetris

Jantung
• Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
• Palpasi : iktus tidak kuat angkat, thrill(-)
• Perkusi :
• batas jantung kiri : sela iga V midclavicula line sinistra
• batas jantung kanan : sela iga IV parasternal line dextra
• batas atas : sela iga II parasternal line dextra
• Auskultasi : S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
• Inspeksi : flat
• Palpasi : soefl, organomegali (-)
• Perkusi : meteorismus(-), shifting dullness(-)
• Auskultasi : bising usus (+) meningkat
EKSTREMITAS
akral hangat (+) sianosis (-), edema (-) saturasi 90
STATUS NEUROLOGIS : dalam batas normal
• DL Tanggal 8 Juni 2019 ; pkl 10.45
– HB : 10, 8 g/dl
– Eritrosit : 3. 310.000
– Leukosit : 4.400/ul
– HCT : 27.6 %
– Trombosit : 71.000/ul
– IgG / IgM : (-) / (+)
Resume :
Laki2 69th datang dengan keluhan panas badan 5 hari sebelum masuk rumah
sakit. demam membaik hanya dengan meminum obat warung tidak ingat obat apa.

24
seluruh badan terasa lemas dan pegal-pegal. pasien juga mengeluh mual, muntah
setiap makan, nafsu makan menurun, nyeri perut (+). Buang air besar (+) cair
warna hitam, BAK merah (-), mimisan (-), gusi berdarah (-)
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang dengan Nadi 70 lambat,
frekuensi nafas 20x/menit, Tekanan Darah 80/60 mmHg, Suhu : 37,5 C. Dari hasil
laboratorium darah lengkap leukopenia, trombositopenia dan hematocrit menurun.
Diagnosis :
DHF + Melena
Penatalaksanaan :
• Infus RL 30 tpm
• Inj Ondansentron 1a/12j
• Inj Asam Traneksamat 1a /24j
• Mecobalamin drip 1a
Planning Monitoring :
- Monitoring TTV dan klinis tiap 1 jam
- Monitoring DL (trombosit, hematokrit,leukosit)
- Monitoring pemeriksaan fisik
- Monitoring makan dan minum
- Monitoring BAB dan BAK pasien
Edukasi :
Menginformasikan kepada pasien mengenai:
- Penyakit pasien (Demam berdarah dengue)
- Tindakan pemeriksaan yang akan dilakukan
- Prognosis dan komplikasi yang mungkin dapat terjadi
- Memberitahukan kepada keluarga pasien agar pasien cukup beristirahat, dan
meningkatkan asupan makanan dan minum
- Memberitahukan kepada pasien dan keluarga pasien untuk memperbaiki hygine
dan kebersihan (kebersihan diri, kebiasaan cuci tangan, makanan, lingkungan
serta pencegahan 3M plus)
Prognosis

25
Prognosis baik bila penanganan cepat, tepat, adekuat dan dipicu dari
kemauan pasien untuk sembuh. Hal yang paling penting adalah memenuhi
kebutuhan cairan, oleh karena itu pasien harus minum dan makan yang banyak.
Prognosis buruk bila terdapat komplikasi penyakit penyerta.

SOAP HARIAN

Hr- 1 2 3
S BB : 55 Kg BB : 55 Kg BB : 55 Kg
Panas hari ke 5 (-), mual(+), , Panas hari ke 6 (-), mual(+),nyeri Panas Hari ke 7 (-), badan lemah
nyeri perut (+), BAB hitam perut (+), muntah (+), minum (+), mual (+), muntah (+), nyeri
(+), mimisan (-), gusi sedikit, BAB hitam (+) perut (+)
berdarah (-)
O N: 70x/mnt t: 37, 5˚c, N: 112x/mnt t: 37,1 RR : 22x/mnt N: 80x/mnt t: 36,5
RR : 20x/mnt, T: 80/60 T: 100/70 RR : 20x/mnt T : 130/90
Kpl: a+ ict- cyan- disp – Kpl: a- ict- cyan- disp – Kpl: a+ ict- cyan- disp –
Th : simetris, suara napas↓/n, Th : simetris, suara napas↓/n, Rh-/- Th : simetris, suara napas↓/n,
Rh-/- Wh-/- Wh-/- Rh-/- Wh-/-
Ab: flat, soefl, Bu(+) NT (+) Ab: flat, soefl, Bu(+) NT (+) Ab: flat, soefl, Bu(+)N
Ext: akral hangat Ext: akral hangat Ext: akral hangat
Lab : HB : 10, 8 g/dl Lab : HB : 9.0 g/dl HB : 8,7 g/dl

Leukosit: 4.400/ul Leukosit: 4. 100/ul Leukosit : 6.100/ul

HCT : 27.6 % HCT : 22, 8 % HCT : 21,9%

Trombosit: 71.000/ul Trombosit: 85.000/ul Trombosit: 53.000/ul

IgG/IgM : (-)/(+)
A DHF + melena DHF + melena DHF
P • Infus RL 30 tpm • Infus RL 30 tpm • Infus RL 30 tpm
• Inj Ondansentron 1a/12j • Inj Ondansentron 1a/12j • Inj Ondansentron 1a/12j
• Inj Asm Traneksmt 1a /24j • Inj Asm Traneksmt 1a /24j • Inj Asm Traneksmt 1a /24j
• Mecobalamin drip 1a • Mecobalamin drip 1a • Mecobalamin drip 1a
• Pct 3x500mg • Pct 3x500mg
• Hb vit 1x1 • Hb vit 1x1
• Nystati drop 2x1

26
Cek DL (Hb, Trombosit, Hct) Transfusi 2 bag
Cek DL (Hb, Trombosit, Hct)
Trombosit: 79.000 /ul Trombosit: 67.000 /ul
IgG/IgM : (-)/(+) Ur/cr : 239/5,6

A DHF perbaikan Sepsis +oedem pulmo DHF perbaikan+ SNH dg HHD+


CKD stgV
P • Infus RL 30 tpm • Inj methylprednisolon 1a/12j • inj mecobalamin 3x1amp iv
• Inj Ondansentron 1a/12j • inj omeprazol 1a/12j • inj citicolin 3x1amp iv
• Inj Asam Traneksmt 1a/24j • inj ceftriaxone 3x1g • Inj methylprednisolon 1a /24j
• Mecobalamin drip 1a • saran transfusi pending e.c. demam • Inj furosemid ½ amp iv
• Pct 3x500mg • observasi tensi /j • drip diazepam 1amp
• Hb vit 1x1 • saran rujuk • saran rujuk RSUrip persiapan dzp
• Nystatin drop 2x1 •

27
28

Anda mungkin juga menyukai