Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL PENELITIAN

DETEKSI ASCARIASIS PADA AYAM PETELUR DI


PETERNAKAN AYAM PETELUR RAJA TENGAH EGG
MAGELANG DENGAN METODE APUNG

Oleh:

NABILA CHUSANANNADA
NIM 061911133245
KELAS E

FAKULTAS KEDOKTERAN
HEWAN UNIVERSITAS
AIRLANGGA SURABAYA
2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2
1.3 Landasan Teori...........................................................................................2
1.4 Tujuan........................................................................................................3
1.5 Manfaat......................................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................5
2.1 Ascaridia galli............................................................................................5
2.1.1 Klasifikasi Ascaridia galli................................................................5
2.1.2 Habitat dan Predileksi Ascaridia galli..............................................5

2.1.3 Morfologi Ascaridia galli.................................................................5

2.1.4 Siklus Hidup dan Penularan Ascaridia galli....................................6

2.2 Ascariasis pada Ayam................................................................................7


2.2.1 Gejala Klinis Ascariasis...................................................................7

2.2.2 Patogenesis Ascariasis......................................................................8

2.2.3 Diagnosis Ascariasis.........................................................................8

2.2.4 Pengobatan dan Pencegahan Ascariasis...........................................9

BAB 3 MATERI DAN METODE....................................................................10


3.1 Rancangan Penelitian...............................................................................10
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian..................................................................10

3.3 Materi Penelitian......................................................................................10

3.3.1 Alat Penelitian................................................................................10

ii
3.3.2 Bahan Penelitian.............................................................................11

ii
3.4 Metode Penelitian....................................................................................11

3.4.1 Pengambilan Sampel......................................................................11

3.4.2 Pemeriksaan Sampel.......................................................................11

3.5 Analisa Data.............................................................................................12

3.6 Alur Penelitian.........................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Telur Cacing Toxocara cati.................................................................6

Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian........................................................................13

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usaha peternakan unggas terutama ayam ras petelur merupakan


usaha yang memiliki perkembangan yang cukup pesat. Usaha
peternakan ayam petelur memberikan peranan yang sangat penting
dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani pada masyarakat dan
berbagai keperluan industri khususnya pangan. Meningkatnya jumlah
penduduk di Indonesia hingga tahun 2015 yang mencapai 254,9 juta
jiwa dan peningkatan kesadaran masyarakat Indonesia akan
pentingnya protein hewani juga memberikan dampak positif terhadap
perkembangan usaha di bidang peternakan ayam ras petelur. Jumlah
populasi ayam ras petelur di Indonesia tahun 2015 adalah
151.419.000 ekor (BPS, 2015).
Kabupaten Magelang mempunyai iklim tropis dengan suhu rata-
rata 25,6℃ yang menjadikan suhu tersebut baik untuk
mengembangkan usaha peternakan khususnya peternakan ayam.
Rahmadani (2009) menyatakan ayam akan merasa tertekan jika suhu
kandang pemeliharaan lebih tinggi dari suhu nyaman ayam yaitu 25-
28oC atau yang dinamakan dengan heat stress. Selain itu, kelembaban
udara di 82%. Curah hujan rata-rata 2.589 mm/th, rata-rata hari hujan
121, kecepatan angin 1,8 knot (Magelangkab).
Cacing Ascaridia galli adalah makroparasit yang paling bayak
menyerang ayam di seluruh dunia (Kusumamiharja,1990). Kerugian
ekonomi yang disebabkan oleh infeksi Ascaridia galli sekitar US $
2,49-3,48 juta per tahun (Athaillah, 1999). Ayam yang terinfeksi
Ascaridia galli juga mengalami perlambatan pertumbuhan 12,31%
(Zalizar et al., 2006), penurunan bobot badan sebesar 38% (Tabbu,
2002). Kualitas telur menjadi rendah akibat penurunan berat telur
sebesar 5,35%, penurunan tebal kerabang sebesar 5,55% dan

1
penurunan kadar kalsium serum darah sebesar 36,6% (Zalizar et al.,
2007).
Menurut He (1990), ayam muda lebih mudah terinfeksi oleh
Ascaridia galli dibandingkan ayam dewasa atau ayam yang telah
terinfeksi sebelumnya. Kepekaan ayam terhadap infeksi Ascaridia
galli sangat dipengaruhi oleh umur, tipe kandang, nutrisi (Soulsby,
1982), jenis ayam (Gauly et al., 2001), dosis infeksi (Ikeme, 1971),
sistem pemeliharaan (Permin dan Ranvig, 2001), dan cuaca (Kumari
dan Thakur, 1999).
Penelitian dilakukan untuk mengetahui keberadaan cacing
Ascaridia galli dan untuk mengetahui persentase dan tingkat
prevalensi cacing Ascaridia galli yang terdapat pada feses ayam
petelur di peternakan ayam petelur Raja Tengah Egg Kabupaten
Magelang.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah telur cacing Ascaridia galli penyebab ascariasis dapat
dideteksi pada ayam petelur di peternakan ayam petelur Raja Tengah
Egg Kabupaten Magelang dengan pemeriksaan feses menggunakan
metode apung Fulleborn?

1.3 Landasan Teori

Cacing Ascaridia galli adalah makroparasit yang paling bayak


menyerang ayam di seluruh dunia (Kusumamiharja,1990). Kerugian
ekonomi yang disebabkan oleh infeksi A. galli sekitar US $ 2,49-3,48
juta per tahun (Athaillah, 1999). Ayam yang terinfeksi A. galli juga
mengalami perlambatan pertumbuhan 12,31% (Zalizar et al., 2006),
penurunan bobot badan sebesar 38% (Tabbu, 2002). Kualitas telur
menjadi rendah akibat penurunan berat telur sebesar 5,35%,
penurunan tebal kerabang sebesar 5,55% dan penurunan kadar
kalsium serum darah sebesar 36,6% (Zalizar et al., 2007).

2
Metode pemeriksaan feses yang paling sering digunakan adalah
metode apung. Metode ini bergantung pada berat jenis (BJ) dari telur,
fecal debris, dan larutan pengapung (Dryden et Al, 2005). Agar telur
cacing dapat mengapung, berat jenis larutan pengapung harus lebih
besar daripada berat jenis telur. Sedangkan fecal debris akan larut
dalam larutan pengapung akibat proses spinning saat disentrifugasi.
Metode apung sentrifugasi dinilai sebagai metode yang cepat dan
efisien dalam memisahkan telur dengan fecal debris (Samples, 2013). 
Metode pengapungan menggunakan larutan garam jenuh atau gula
jenuh sebagai alat untuk mengapungkan telur. Metode ini terutama
dipakai untuk pemeriksaan feses yang mengandung sedikit telur. Cara
kerja dari metode ini berdasarkan Berat Jenis (BJ) telur-telur yang
lebih ringan daripada BJ larutan yang digunakan sehingga telur-telur
terapung dipermukaan, dan juga untuk memisahkan partikel-partikel
yang besar yang terdapat didalam feses (Natadisastra, 2009). Metode
pengapungan ada dua macam, yakni metode pengapungan pasif dan
metode pengapungan Fulleborn.

Metode pengapungan Fulleborn menunjukkan sensitivitas yang


tinggi sebagai alat diagnosis infeksi soil transmitted helminth
dengan tingat infeksi rendah. Karenanya banyak digunakan sebagai
diagnosis pasti dalam lingkungan rumah sakit dan lingkup survei
epidemiologi. Di satu sisi, teknik ini cukup komplek dan mahal
dikarenakan menggunakan sentrifuge didalamnya tetapi masih terbaik
diantara metode lainnya (Limpomo dan Sudaryanto 2014).

1.4 Tujuan
Tujuan umum untuk penelitian ini adalah untuk mendeteksi
adanya ascariasis di peternakan ayam petelur Raja Tengah Egg
Kabupaten Magelang melalui pemeriksaan feses dengan metode
pengapungan Fulleborn.
Adapun tujuan khusus peneliti adalah untuk mengetahui

3
persentase dan tingkat prevalensi cacing Ascaridia galli yang terdapat
pada feses ayam petelur di peternakan ayam petelur Raja Tengah Egg
Kabupaten Magelang.

1.5 Manfaat
Hasil penelitian dapat memberikan data infeksi Ascaridia galli
pada ayam di peternakan ayam petelur Raja Tengah Egg Kabupaten
Magelang, sehingga nantinya dapat digunakan sebagai dasar
pengendalian parasitik dan pencegahan penularan ascariasis.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ascaridia galli


2.1.1 Klasifikasi Ascaridia galli
Klasifikasi Ascaridia galli menurut Radiopetro (1990)
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Ordo : Ascaridida
Family : Ascarididae
Genus : Ascaridia
Spesies : Ascaridia galli

2.1.2 Habitat dan Inang defenitif Ascaridia galli


Habitat Ascaridia galli yaitu di usus halus ayam, bangsa
unggas dan bangsa burung lain.

2.1.3 Morfologi Ascaridia galli


Cacing Ascaridia galli merupakan cacing terbesar dalam
kelas nematoda pada unggas. Tampilan cacing dewasa adalah
semitransparan, berukuran besar, dan berwarna putih
kekuning-kuningan (Soulsby, 1982). Cacing ini memiliki
kutikula ekstraseluler yang tebal untuk melindungi membran
plasma hypodermal nematoda cacing dewasa (Bankov dan
Barrett, 1993). Pada bagian anterior terdapat sebuah mulut
yang dilengkapi dengan tiga buah bibir, satu bibir terdapat
pada dorsal dan dua lainnya pada lateroventral. Pada kedua
sisi terdapat sayap yang sempit dan membentang sepanjang
tubuh (Calneck, 1997).

5
Cacing ini merupakan cacing nematoda yang ukurannya
paling besar diantara jenis cacing pada unggas, berwarna
putih, berbentuk bulat, tidak berpigmen dan dilengkapi
dengan kutikula yang halus. Cacing jantan berukuran 50-76
mm, sedang yang betina 72-112 mm dengan diameter 0,5-1,2
mm, mempunyai 3 bibir yang besar. Telurnya berbentuk oval,
berukuran 73-92μm sampai 45-57μm.

Gambar 2.1 Cacing Ascaridia galli (Sumber: http://www.vet-


klinik.com)

2.1.4 Siklus Hidup dan Penularan Ascaridia galli


Siklus hidup Ascaridia galli tidak memerlukan hospes
intermedier (inang antara), penularan melalui pakan, air
minum, litter, atau bahan lain yang tercemar oleh feses yang
mengandung telur infektif. Telur dikeluarkan melalui tinja
dan berkembang di udara terbuka dan mencapai dewasa
dalam waktu 10 hari atau bahkan lebih. Telur kemudian
mengandung larva kedua (L2) yang sudah berkembang penuh
dan larva ini sangat resisten terhadap kondisi lingkungan
yang jelek. Telur tersebut dapat tetap hidup selama 3 bulan di
dalam tempat yang terlindung, tetapi dapat mati segera
terhadap kekeringan, air panas, juga di dalam tanah yang
kedalamannya sampai 15 cm. Infeksi terjadi bila unggas
menelan telur tersebut (mengandung L2) yang bersama
makanan atau minuman. Cacing tanah dapat juga bertindak

6
sebagai vektor mekanis dengan cara menelan telur tersebut
dan kemudian cacing tanah tersebut dimakan oleh unggas.
Telur yang mengandung larva dua kemudian menetas di
proventrikulus atau duodenum unggas. Setelah menetas, larva
3 hidup bebas di dalam lumen duodenum bagian posterior
selama 8 hari. Kemudian larva 3 mengalami ekdisis menjadi
larva 4, masuk ke dalam mukosa dan menyebabkan
hemoragi. Larva 4 akan mengalami ekdisis menjadi larva 5.
Larva 5 atau disebut cacing muda tersebut memasuki lumen
duodenum pada hari ke 17, menetap sampai menjadi dewasa
pada waktu kurang lebih 28-30 hari setelah unggas menelan
telur berembrio. Larva 4 dapat menetap di dalam jaringan
mukosa usus rata-rata selama 8 hari, akan tetapi dapat sampai
17 hari.

2.2 Ascariasis pada Ayam


2.2.1 Gejala Klinis Ascariasis
Gejala klinis yang terjadi pada infeksi cacing Ascaridia
galli tergantung pada tingkat infeksi. Pada infeksi berat akan
terjadi mencret berlendir, selaput lendir pucat, pertumbuhan
terhambat, kekurusan, kelemahan umum, anemia, diare dan
penurunan produksi telur. Penyakit cacing oleh Ascaridia
galli menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar bagi
peternak. Cacing dewasa hidup di saluran pencernaan,
apabila dalam jumlah besar maka dapat menyebabkan
sumbatan dalam usus. Penjelasan selanjutnya menyebutkan
bahwa kerugian disebabkan oleh karena cacing menghisap
sari makanan dalam usus ayam yang terinfestasi sehingga
ayam akan menderita kekurangan gizi.

7
2.2.2 Patogenesis Ascariasis
Pengamatan histopatologi pada epitel usus tampak
kerusakan pada villi dan atropi. Pada permukaan mukosa
usus terjadi nekrosa sehingga menyebabkan kehilangan
kemampuan untuk menyerap makanan. Pada infeksi berat
terjadi enteritis dan hemoragi.

lnfeksi dan cacing Ascaridia galli sering menyebabkan


penurunan tingkat pertumbuhan dan penurunan berat badan
(He et al., 1990). Hal ini kemungkinan dihubungkan dengan
kerusakan mukosa intestinum yang menyebabkan kehilangan
darah dan menyebabkan infeksi sekunder (Ackert dan
Hernck, 1928). Berat ringannya kerusakan mukosa
intestinum tergantung pada jumlah cacing di dalam
intestinum (Ikeme, 1971a). Infeksi cacing menyebabkan
terjadinya perdarahan kronis karena larva yang bermigrasi
menimbulkan kerusakan gastrointestinal diantaranya gastritis,
enteritis, dan ulcerasi tracktus digestivus yang akhirnya
menyebabkan suatu keadaan yang disebut kehilangan darah
kronis (Coles, 1986).

2.2.3 Diagnosis Ascariasis


Diagnosa terhadap kemungkinan ascariasis dilakukan
dengan melihat gejala klinis yang muncul, pemeriksaan natif
terhadap telur cacing di dalam feses dan pemeriksaan darah.

Pada umumnya diagnosa yang dilakukan berdasarkan


gejala klinis yang ditunjukkan dan ditemukannya telur pada
feses. Diagnosa dengan cara pemeriksaan feses adalah yang
paling sering dilakukan, dapat juga diikuti pemeriksaan
patologi anatomi dan klinik. Diagnosa kecacingan kadang-
kadang tidak selalu didasarkan ditemukannya telur atau larva
cacing didalam pemeriksaan feses, baik secara visual, natif,

8
metode apung atau pemeriksaan endapan (Soulsby, 1982).
2.2.4 Pengobatan dan Pencegahan Ascariasis
Pengobatan terhadap Ascaridia galli yang paling sering
dilakukan dengan pemberian piperazine. Anthelmentik ini
sangat efektif, dapat diberikan melalui makanan atau
minuman. Dosis pemberiannya 300-440 mg per kg pakan
atau 440 mg piperazine sitrat per liter. Selain itu dapat
digunakan juga hygromisin B dosis 8 gr per ton selama 8
minggu. Albendazol dosis 3,75mg/ kg bb, Fenbendazol dosis
15-20 mg/kg bb selama 3 hari berturut-turut dapat digunakan
memberantas infestasi cacing pada ayam atau 30-60 ppm
dalam pakan selama 6 hari berturut-turut, Levamisol 37,5
mg/kg dalam air minum atau makanan. Satu kaplet untuk 10
ekor ayam yang beratnya 1 kg dilarutkan dalam air 2 liter
melalui minum atau dihancurkan dalam makanan 1 kg.

Pencegahan dapat dilakukan dengan memisahkan unggas


muda dari unggas dewasa, dan lingkungan tempat unggas
dipelihara harus mempunyai saluran air yang baik sehingga
air tidak tergenang ditanah. Ayam yang dipelihara dalam
kandang litter harus cukup ventilasi dan secara periodik litter
diganti, tempat pakan dan minum harus sering dibersihkan.
Infestasi yang berat dari cacing Ascaridia galli umumnya
terjadi pada kandang dengan litter yang tebal dan sangat
lembab. Setiap akan memasukkan ayam baru dalam partai
besar dalam kandang litter, maka litter harus dibiarkan
selama beberapa hari untuk dilakukan penyuci hamaan dan
pemanasan sehingga diharapkan litter menjadi kering dan
telur yang mengandung larva infektif juga ikut mati

9
BAB 3

MATERI DAN METODE

3.1 Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
dengan metode survey yaitu suatu jenis penelitian yang memberikan
uraian mengenai kejadian ascariasis pada ayam di peternakan ayam
petelur Raja Tengah Egg Kabupaten Magelang. Kejadian ascariasis
dapat dideteksi melalui adanya telur cacing Ascaridia galli pada
pemeriksaan sampel feses yang menggunakan metode pengapungan
Fulleborn.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Kegiatan pengambilan sampel dilaksanakan pada beberapa ayam
di peternakan ayam petelur Raja Tengah Egg Kabupaten Magelang.
Pemeriksaan sampel dilaksanakan di Laboratorium Parasitologi
Departemen Parasitologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-
Agustus 2021.

3.3 Materi Penelitian


3.3.1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pot
sampel, ice pack, cooling box, lemari pendingin, mortir,
batang pengaduk, saringan kecil, gelas plastik, tabung
sentrifuse, sentrifuse, rak tabung reaksi, pipet, object glass,
cover glass, dan mikroskop.

10
3.3.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sampel feses dari ayam di peternakan ayam petelur Raja
Tengah Egg Kabupaten Magelang. Bahan untuk metode
pengapungan Fulleborn adalah aquades, dan larutan gula
jenuh atau larutan garam jenuh.

3.4 Metode Penelitian


Penelitian ini diawali dengan melakukan survei di peternakan
ayam petelur Raja Tengah Egg Kabupaten Magelang untuk
menentukan besar sampel yang dibutuhkan. Sampel feses yang
diperoleh, diperiksa dengan metode pengapungan Fulleborn.
3.4.1 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel feses dari beberapa ayam yang
dipelihara di peternakan ayam petelur Raja Tengah Egg
Kabupaten Magelang. Feses diambil secukupnya dan
dimasukkan ke dalam pot sampel, kemudian setiap pot sampel
diberi keterangan menggunakan kertas label dengan data
meliputi kode yang diberikan pada ayam, waktu pengambilan,
dan tempat pengambilan. Kemudian sampel feses dibawa ke
laboratorium dengan menggunakan cool box yang telah diberi
ice pack. Sesampainya, di laboratorium sampel disimpan di
dalam pendingin pada suhu 4ᵒC hingga sampel tersebut
dilakukan pemeriksaan.

3.4.2 Pemeriksaan Sampel


Sampel feses yang telah dikumpulkan kemudian diperiksa
di Laboratorium Parasitologi Departemen Parasitologi
Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga,
dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan feses dengan metode
pengapungan Fulleborn. Sampel dapat dinyatakan positif

11
apabila ditemukan telur cacing Ascaridia galli berbentuk oval
atau hampir polihedral dengan ukuran kurang lebih 80x50 µm
(Lalchhandama, 2010).

Feses dimasukkan ke dalam gelas plastik lalu ditambahkan


air dengan perbandingan 1:10. Feses dan air diaduk sampai
rata kemudian disaring, hasil saringan dimasukkan ke dalam
tabung sentrifuse selanjutnya disentrifugasi selama 2-5 menit
dengan kecepatan 1500 rpm. Supernatan dibuang, endapan
ditambahkan air lagi seperti tahap sebelumnya kemudian
disentrifugasi lagi selama 2-5 menit dengan kecepatan 1500 rpm.
Proses ini diulang sampai supernatan jernih. Setelah jernih,
supernatan dibuang dan disisakan sedikit, tambahkan larutan
gula jenuh sampai 1 cm dari mulut tabung, lalu disentrifugasi
dengan cara yang sama. Setelah disentrifuse, tabung sentrifuse
diletakkan di rak tabung dan pelan-pelan ditetesi dengan larutan
gula jenuh sampai cairan terlihat cembung pada mulut tabung
sentrifugasi lalu letakkan cover glass pada permukaan tabung
sentrifugasi selama 5 menit. Cover glass diangkat dan diletakkan
di atas object glass dan diperiksa di bawah mikroskop dengan
pembesaran 100 kali (Mumpuni dkk., 2007).

3.5 Analisis Data


Data dianalisis dan disajikan secara deskriptif. Bila pada
pemeriksaan sampel feses dengan metode pengapungan Fulleborn
ditemukan telur cacing Ascaridia galli, maka ayam tersebut
mengalami ascariasis, sehingga sampel dapat dinyatakan positif.
Sampel dengan hasil positif kemudian dihitung prevalensinya dengan
menggunakan rumus prevalensi (Murtidjo, 1994), yakni:

Prevalensi = (Jumlah Hewan Terinfeksi/Jumlah Hewan Teresiko) x


100%.

12
3.6 Alur Penelitian

L;
Peternakan ayam petelur Raja Tengah Egg Kabupaten Magelang

Pengambilan Sampel Feses

Pemeriksaan Sampel Feses

Deteksi telur cacing Ascaridia galli dengan Metode Pengapungan


Fulleborn

Hasill
uu

Hasil Positif (+) Hasil Negatif (-) Tidak


Ditemukan telur cacing Ascaridia ditemukan telur cacing
galli Ascaridia galli

Analisa Data

Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ackert, J.E. and C.A. Herrick. 1928. Effects of the nematode Ascaridia
lineata (Scheider) on growing chickens. J. Parasitol. 15:1-15.
Badan Pusat Statistik. (BPS) 2015. Jumlah Populasi Ayam Ras Petelur di
Indonesia.
Bankov, I. and Barrett. 1993. Sphingomyelin synthesis in Ascaridia galli.
Int. J. for Parasitol. 23(8):1083–1085.
Calneck, B.W. 1997. Disease of Poultry. Tenth Edition. The Iowa State
University Press. Ames, Iowa, USA.
Coles, E.H. 1986. Veterinary Clinical Pathology. 4 th ed. W.B. Saunders
Company, Philadelphia.
He, S., V.E.H.S. Susilowati, E. Purwati, and R. Tiuria. 1990. An Estimate of
Meat Production Loss in Native Chickens in Bogor and its
Surounding Districts due to Gastrointestinal Helminthiasis.
Proceedings 5th National Congress of Parasitology. Pandaan,
Pasuruan. East Java. June 23-25:57.
Ikeme, M.M. 1971a. Effects of different levels of nutrition and continuing
dosing of poultry with Ascaridia galli eggs on the subsequent
development of parasite populations. J. Parasitol. 63:233-250.
Mumpuni, S., S. Subekti, S. Koesdarto, H. Puspitawati dan Kusnoto.
2007. Penuntun Praktikum Ilmu Penyakit Helminth Veteriner.
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.

Murtidjo, B.A. 1994. Metode Riset Epidemiologi. Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta.
Natadisastra, D., dan Agoes, R. 2009. Parasitologi Kedokteran ditinjau dari
organ tubuh yang diserang. EGC. Jakarta.
Soulsby, E.J.L. 1982. Helmints, Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animals. 7 th ed. Bailliere Tindall, Oval Road, London.
Zalizar, L., F. Satrija, R. Tiuria, and A.A Dewi. 2007. Respons ayam yang
mempunyai pengalaman infeksi Ascaridia galli terhadap infeksi
ulang dan implikasinya terhadap produktivitas dan kualitas.
Anim.Product.9(2):92-98.

14

Anda mungkin juga menyukai