Proposal Reynhard
Proposal Reynhard
Disusun Oleh:
Jalan Gamprit Raya, RT.007/RW.014, Jatiwaringin Asri, Kec. Pondok Gede, Kota
Bekasi, Jawa Barat 17411
BAB I
PENDAHULUAN
Seiring makin majunya perkembangan zaman, makin sarat pula beban sosial dan
beban kriminalitas dalam masyarakat. Perkembangan ini membawa dampak pada
kehidupan sosial dari masyarakatnya, pesatnya kemajuan yang sedang dialami, juga
membawa dampak timbulnya berbagai bentuk kejahatan. Masalah kejahatan dalam
masyarakat akhir-akhir ini merupakan fenomena yang selalu menjadi topik pembicaraan
karena senantiasa melingkupi kehidupan bermasyarakat.
Ketika berbicara tentang kejahatan, sebenarnya banyak hal yang dapat diulas. Paling
tidak dimulai dengan definisi kejahatan. Kejahatan sering diartikan sebagai perilaku
pelanggaran aturan hukum akibatnya seseorang dapat dijerat hukuman. Kejahatan terjadi
ketika seseorang melanggar hukum baik secara langsung maupun tidak langsung, atau
bentuk kelalaian yang dapat berakibat pada hukuman.
Menurut Urie Brofenbenner, terdapat interaksi faktor personal (si individu itu
sendiri, termasuk di dalamnya aspek kepribadian, trauma, aspek biologis) dengan faktor
sistem sosial di sekelilingnya. Artinya perilaku kejahatan akan muncul sebagai interaksi
antara faktor personal dan faktor lingkungan yang harus dapat diidentifikasi. Contohnya:
seseorang yang memiliki gangguan kepribadian, pernah mengalami pola pengasuhan
traumatis dan saat ini hidup di lingkungan yang tidak peduli hukum dapat membuatnya
lebih mudah melakukan kejahatan.
Kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi seksual yang merupakan salah satu bentuk
kejahatan kekerasan, bukan hanya menimpa perempuan dewasa, namun juga perempuan
yang tergolong di bawah umur (anak-anak). Kejahatan kekerasan seksual ini juga tidak
hanya berlangsung dilingkungan perusahaan, perkantoran, atau ditempat-tempat tertentu
yang memberikan peluang manusia berlainan jenis dapat saling berkomunikasi, namun juga
dapat terjadi di lingkungan keluarga.
Istilah kekerasan seksual adalah perbuatan yang dapat dikategorikan hubungan dan
tingkah laku seksual yang tidak wajar, sehingga menimbulkan kerugian dan akibat yang
serius bagi para korban. Kekerasan seksual (perkosaan) membawa dampak pada fisik dan
psikis yang permanen dan berjangka panjang. Kejahatan kekerasan seksual (perkosaan)
yang tidak surut oleh perkembangan jaman, kemajuan teknologi, dan kemajuan pola pikir
manusia, menjadi salah satu kejahatan yang sangat meresahkan masyarakat di tengah-
tengah perkembangan-perkembangan tersebut. Kekerasan maupun kejahatan seksual tidak
hanya tertuju pada korban yang heteroseksual, banyak tindakan kekerasan seksual yang
terjadi dimana korbannya justru adalah seorang homoseksual atau LGBT (Lesbian, Gay,
Bisexual, Transgender).
Huruf “T” dalam LGBT berasal dari kata transgender atau gender yang non-
conforming, dan merupakan istilah payung bagi mereka yang identitas atau ekspresi
gendernya tidak mengikuti yang biasanya diasosiasikan dengan jenis kelamin yang mereka
miliki saat lahir. Beberapa tidak mengidentifikasikan dirinya sebagai laki-laki atau
perempuan, lebih memilih menggunakan istilah “genderqueer”. Orientasi seksual dan
identitas gender tidak sama, keduanya mencerminkan bentuk-bentuk pelanggaran norma
gender dan memiliki keterkaitan sejarah sosial dan politik.
Belakangan ini Indonesia begitu banyak dijadikan bahan perbincangan oleh dunia
internasional. Sayangnya bukan karena prestasi melainkan karena kasus salah seorang
warga negara Indonesia yaitu Reynhard Tambos Maruli Tua Sinaga atau Reynhard Sinaga
(36). Reynhard Sinaga, pria asal Indonesia berusia 36 tahun, tiba-tiba menjadi pemberitaan
media massa dunia. Pada 6 Januari 2020, setelah menjalani 4 kali persidangan, pengadilan
Manchester, Inggris menjatuhkan vonis seumur hidup, dengan menjalani minimal 30 tahun
penjara untuk bisa mengajukan pengampunan.
Pria yang tinggal di sebuah flat di Manchester itu dihukum karena terbukti bersalah
atas 159 pelanggaran, dengan rincian 136 perkosaan, delapan percobaan perkosaan, 13
kekerasan seksual, dan dua penetrasi seksual, selama rentang waktu dua setengah tahun dari
1 Januari 2015 sampai 2 Juni 2017. Yang mengejutkan, semua korban adalah pria.
Disebutkan, korban perkosaan sebanyak 48 orang. Namun, kepolisian Manchester yakin
jumlah korban mencapai 195 orang. Korbannya berusia antara 18 hingga 36 tahun.
Menanggapi kasus ini, aktivis gender dari Indonesian Queer Feminist Activist, Lini
Zurlia mengatakan, dalam tatanan masyarakat patriarki seperti Indonesia, pria memperkosa
pria tidak pernah terbayangkan sebagai sebuah kejahatan luar biasa. Ia menerangkan,
masyarakat Indonesia sudah terkonstruksi pemahaman bahwa perempuan biasanya sebagai
korban perkosaan.
Kasus ini membuka mata dunia bahwa tidak hanya perempuan yang dapat
diperkosa. Hal ini tentu membuat sebagian besar masyarakat khususnya laki-laki lebih
waspada. Fakta yang membuat dunia lebih terkejut adalah Reynhard ini merupakan orang
yang berpendidikan dan berkecukupan. Kalau hanya melihat dari latar belakangnya seperti
tidak mungkin ia memperkosa ratusan lelaki dengan begitu kejamnya.
DASAR TEORI
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kata kekerasan diartikan sebagai:
a) perihal yang bersifat, berciri keras, b) perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang
menyebabkan kerusakan fisik atau barang, c) paksaan (KBBI, 2005: 550). Sedangkan
menurut ahli, kekerasan didefinisikan sebagai wujud perbuatan yang lebih bersifat fisik
yang mengakibatkan luka, cacat, sakit atau penderitaan pada orang lain, dimana salah satu
unsur yang perlu diperhatikan adalah berupa paksaan atau ketidakrelaan atau tidak adanya
persetujuan pihak lain yang dilukai (Wahid, dkk, 2001: 54). Dalam pengertian psikologi,
kekerasan merupakan perbuatan yang dapat menimbulkan luka fisik, pingsan maupun
kematian (Sukanto, 1980: 34). Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, penulis
menyimpulkan bahwa kekerasan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan secara paksa
oleh pelaku kepada korbannya, yang menyebabkan korban menderita baik secara fisik,
materi, mental maupun psikis.
Pelecehan seksual adalah istilah yang jauh lebih luas daripada kekerasan seksual,
yang mencakup tiga kategori perilaku yang tidak diizinkan. Salah satunya adalah paksaan
seksual - secara hukum disebut "Quid Pro Quo Harassment" - mengacu pada upaya
implisit atau eksplisit untuk membuat kondisi kerja bergantung pada kerja sama seksual.
Skenario klasik "tidur dengan saya atau anda dipecat" adalah contoh sempurna dari paksaan
seksual. Ini adalah bentuk pelecehan seksual yang paling stereotipikal, tetapi juga yang
paling langka.
Bentuk pelecehan seksual yang kedua dan lebih umum adalah perhatian seksual
yang tidak diinginkan seperti sentuhan yang tidak diinginkan, pelukan, membelai,
berciuman, dan tekanan tanpa henti untuk kencan atau perilaku seksual. Untuk membentuk
pelecehan seksual yang melanggar hukum, kemajuan seksual harus tidak diterima dan tidak
menyenangkan bagi penerima. Perhatian seksual yang tidak diinginkan dapat mencakup
serangan seksual dan bahkan pemerkosaan. Jika seorang majikan dipaksa mencium dan
meraba-raba seorang resepsionis tanpa persetujuannya, ini akan menjadi contoh dari
perhatian seksual yang tidak diinginkan dan pelecehan seksual - baik pelanggaran sipil
maupun kejahatan.
Manifestasi ketiga dan paling umum ini adalah pelecehan gender: perilaku yang
merendahkan orang berdasarkan jenis kelamin, tetapi tidak mengandung minat seksual.
Pelecehan gender dapat mencakup istilah dan gambar seksual kasar, misalnya, komentar
yang merendahkan tentang tubuh atau aktivitas seksual, grafiti yang menyebut wanita
“cunts” atau laki-laki “pussies.” Lebih sering daripada tidak, meskipun, itu benar-benar
seksis, seperti komentar yang menghina tentang perempuan yang tidak cocok untuk
kepemimpinan atau laki-laki tidak memiliki tempat dalam pengasuhan anak. Tindakan
semacam itu merupakan pelecehan seksual karena memang demikian berbasis seks, bukan
karena mereka melibatkan seksualitas. Berdasarkan penjelasan di atas, penulis
menyimpulkan bahwa pelecehan seksual memiliki jenis-jenis diantaranya berupa perhatian
seksual yang tidak diinginkan, pelecehan gender, dan pelecehan yang melibatkan kontak
fisik di dalamnya.
Selama ini pemerkosaan selalu dipandang oleh masyarakat sebagai masalah wanita
dimana pelakunya adalah laki-laki dan korbannya wanita. Namun, sekarang ini tidak lagi
dapat diterima bahwa pemerkosaan dan kekerasan seksual hanya dilakukan oleh pria
terhadap wanita melainkan dapat juga dilakukan oleh pria terhadap pria. Gagasan bahwa
pemerkosaan adalah sesuatu yang hanya terjadi pada perempuan, membuat korban
pemerkosaan laki-laki bungkam. Sebagian besar insiden pemerkosaan dan kekerasan
seksual masih belum dilaporkan karena rasa malu dan stigma yang melekat pada korban
kekerasan seksual. Terlebih adanya budaya patriarki yang melekat di masyarakat dimana
laki-laki seharusnya menampilkan kesan maskulin. Dengan adanya stereotip seperti itu,
membuat sangat sedikit pria yang akan mengakses polisi untuk melaporkan pemerkosaan,
mereka tidak ingin merasa kurang sebagai pria, tidak ingin dianggap sebagai gay.
Kurang lebih 98 persen lelaki yg diperkosa adalah lelaki normal yang menyukai
wanita. Sejak awal persidangan, Reynhard selalu mengatakan hubungan seksual itu
dilakukan atas dasar suka sama suka. Dalam sidang vonis, Jaksa Penuntut memaparkan
dampak pemerkosaan yang dialami para korban. Para korban mengalami trauma mendalam,
dan sebagian mencoba bunuh diri akibat tindakan "predator setan" Reynhard. Ada banyak
dampak buruk psikis saat laki-laki menjadi korban kejahatan seksual. Apalagi masih
banyak korban yang belum melapor.
Dalam hal kasus Reynhard, menurut psikolog forensik Reza Indragiri Amriel, ia
memperkosa karena ingin “menguasai” korbannya. Ia menganggap, Reynhard menderita
sindrom inferiority complex—kondisi psikologis ketika suatu pihak merasa inferior, lemah,
atau lebih rendah dibanding pihak lain, atau ketika ia merasa tidak mencukupi suatu standar
dalam sebuah sistem. Perwujudan inferiority complex, menurut Reza, terlihat dari
dokumentasi adegan perkosaan. Tindakan Reynhard bukan bertujuan mencari kepuasan
seksual, tetapi murni kejahatan karena memuat unsur perkosaan.
Akan tetapi, kata dia, Reynhard merekam dan mengoleksi adegan perkosaan.
Reynhard juga sempat memamerkan adegan seksual itu kepada teman-temannya di grup
WhatsApp. Menurut Zoya, pengidap nekrofilia hanya puas menyetubuhi seseorang yang
tak berdaya, tanpa memamerkan. Ia membeberkan, ciri kepribadian narsistik terlihat dari
kecenderungan membanggakan diri secara berlebihan. Seorang narsistik pun terkesan tidak
memiliki empati, gemar mencari pembenaran, dan suka merendahkan orang lain.
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam peneltian ini adalah jenis survey dan
fenomenologi. Penelitian survey merupakan penelitian yang mengumpulkan informasi dari
suatu sampel dengan menanyakan melalui angket atau interview supaya nantinya
menggambarkan berbagai aspek dari populasi (Faenkel dan Wallen, 1990). Sedangkan
penelitian fenomenologi adalah pandangan berpikir yang menekankan pada pengalaman-
pengalaman manusia dan bagaimana manusia menginterpretasikan pengalamannya (Jailani
(2013:42)).
2. Sampel
Sampel penelitian ditentukan untuk memperoleh informasi tentang obyek
penelitian dengan mengambil representasi populasi yang diprediksikan dapat
mewakili seluruh populasi. Pengertian Sampel menurut Sugiyono adalah bagian
dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Untuk itu sampel
yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili). Sesuai
dengan desain sampel tersebut sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
siswa SMAN 5 Bekasi yang berpartisipasi dalam pengisian kuisioner dan beberapa
responden terpilih menjadi anggota sampel atas dasar pertimbangan penulis sendiri
untuk kami wawancara.
1. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kualitatif dan
kuantitatif. Data kualitatif dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dengan para
responden terpilih mengenai kasus Reynhard Sinaga. Sedangkan data kuantitatif
berupa kuisioner yang telah diisi oleh 37 responden secara acak.
2. Sumber Data
Yang dimaksud sumber data dalam penelitian ini adalah subyek dari mana
data dapat diperoleh. Dalam penelitian ini penulis menggunakan satu sumber data
yaitu data primer. Sumber data primer adalah data yang diperoleh penulis secara
langsung. Yang mana dalam penelitian ini data primer diperoleh dari responden
melalui wawancara dan kuisioner.
JADWAL KEGIATAN
RENCANA ANGGARAN
Berikut merupakan uraian rencana anggaran yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
No Uraian Harga
.
Proposal
1. Print proposal Rp 25.000,00
2. Fotocopy perbanyak proposal Rp 50.000,00
3. Penjilidan Rp 50.000,00
Jumlah Rp125.000,00
Pengumpulan Data
1. Konsumsi Rp200.000,00
2. Transportasi Rp150.000,00
Jumlah Rp350.000,00
Jumlah Total Rp475.000,00
DAFTAR PUSTAKA
www.psikologi.unair.ac.id/en/artikel-mengapa-orang-melakukan-kejahatan/, diakses pada
tanggal 17 Januari 2020 pukul 21.43
www.media.neliti.com/media/publications/44124-ID-kejahatan-kekerasan-seksual-
perkosaan-ditinjau-dari-perspektif-kriminologi.pdf, diakses pada tanggal 17 Januari 2020
pukul 21.29
www.bali.tribunnews.com/2020/01/08/di-balik-fakta-reynhard-sinaga-perkosa-136-laki-
laki-di-inggris-hanya-butuh-semenit-cari-mangsa, diakses pada tanggal 18 Januari 2020
pukul 08.27
www.voa-islam.com/read/world-analysis/2020/01/10/69183/reynhard-sinaga-dan-isu-lgbt-
di-inggris-indonesia-waspada/, diakses pada tanggal 18 Januari 2020 pukul 09.25
www.alinea.id/nasional/kasus-reynhard-sinaga-kuasa-laki-laki-kepada-laki-laki-
b1ZG29qKe, diakses pada tanggal 18 Januari 2020 pukul 09.53
https://modulmakalah.blogspot.com/2015/11/pengertian-dan-contoh-penelitian-
survey.html, diakses pada tanggal 18 Januari 2020 pukul 22.41
https://dosensosiologi.com/pengertian-kuesioner-jenis-dan-contohnya-lengkap/, diakses
pada tanggal 19 Januari 2020 pukul 19.58
https://www.brilio.net/global/latar-belakang-keluarga-reynhard-sinaga-wni-pemerkosa-190-
pria-2001077.html, diakses pada tanggal 15 Januari 2020 pukul 20.30
https://id.innerself.com/content/personal/attitudes-transformed/behavior/17895-what-s-the-
difference-between-sexual-abuse-sexual-assault-sexual-harassment-and-rape.html, diakses
pada tanggal 21 Januari 2020 pukul 20.59
https://www.theguardian.com/commentisfree/2010/mar/17/stern-review-male-rape, diakses
pada tanggal 21 Januari 2020 pukul 21.01
https://www.theguardian.com/commentisfree/2020/jan/09/reynhard-sinaga-crimes-sexual-
violence-men-rape, diakses pada tanggal 21 Januari 2020 pukul 21.04
https://www.alinea.id/nasional/kasus-reynhard-sinaga-kuasa-laki-laki-kepada-laki-laki-
b1ZG29qKe, diakses pada tanggal 21 Januari 2020 pukul 21.07