Anda di halaman 1dari 6

Nama: Octavia D P Setia

Nim: 17061071

Kelas: Hari Kamis 08:00-11:20 WITA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gizi buruk dan kurang gizi merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi,
atau nutrisinya dibawah rata-rata khusnya pada anak. Gangguan kesehatan akibat kekurangan
gizi atau ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir dan
semua hal yang berhubungan dengan kehidupan. Kekurangan zat gizi adaptif bersifat ringan
sampai dengan berat. Gizi kurang banyak terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun.Gizi buruk
adalah kondisi gizi kurang hingga tingkat yang berat dan di sebabkan oleh rendahnya konsumsi
energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama,
(Khaidirmuhaj, 2009). Jumlah anggota keluarga berperan dalam status gizi seseorang. Anak yang
tumbuh dalam keluarga miskin paling rawan terhadap kurang gizi. apabila anggota keluarga
bertambah maka pangan untuk setiap anak berkurang, asupan makanan yang tidak adekuat
merupakan salah satu penyebab langsung karena dapat menimbulkan manifestasi berupa
penurunan berat badan atau terhambat pertumbuhan pada anak, oleh sebab itu jumlah anak
merupakan faktor yang turut menentukan status gizi balita (Faradevi R, 2017). Pendidikan ibu
yang relatif rendah akan berkaitan dengan sikap dan tindakan ibu dalam menangani masalah
kurang gizi pada anak balitanya (Oktavianis, 2016). Kualitas gizi seorang anak dan balita bisa
ditingkatkan dengan melakukan edukasi kepada keluarga tentang pengetahuan pentingnya
pemberian makanan yang bergizi pada anak dan balita serta pola hidup bersih dan sehat.

Di dunia, pola status gizi buruk masih dalam kategori tinggi. Menurut Laporan Global
Nutrition pada tahun 2017 menunjukkan masalah status gizi di dunia diantaranya prevalensi
wasting (kurus) 52 juta balita (8%), stunting (pendek) 115 juta balita (23%), dan overweight 4
juta balita (6%) (UNICEF dan WHO, 2017). Prevalensi underweight di dunia tahun 2016
berdasarkan lingkup kawasan World Health Organization (WHO) yaitu Afrika 17,3% ( 11,3
juta), Amerika 1,7% ( 1,3 juta), Asia Tenggara 26,9% (48 juta),Eropa 1,2% (0,7 juta),
Mediterania Timur 13% (10,5 juta), Pasifik Barat 2,9% (3,4 juta), sedangkan secara global
didunia prevalensi anak usia dibawah lima tahun yang mengalami underweight ialah 14% (94,5
juta) (WHO, 2017). Oleh karena itu dapat ditingkatkan kualitas pemberian asupan makanan
bergizi pada anak.

Di Asia, status gizi buruk masih juga meningkat. Berdasarkan data UNICEF
(United nations Children’s Fund) tahun 2013 terdapat 161 juta balita stunting dan meningkat
menjadi 162 juta pada tahun 2014. Sebagian besar adalah anak-anak yang berada di benua Asia
dan selebihnya di Afrika. Pada tahun 2013, 51 juta anak dibawah usia lima tahun menderita
kurus dan 99 juta menderita berat badan kurang. FAO (Food and Agriculture Organization of the
united Nations) memperkirakan 1 dari 8 penduduk dunia mengalami gizi buruk, 70 % di
dominasi oleh anak di Asia,26 % di Afrika, dan 4 % di Amerika Latin dan Karibia.(10, 11)
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) terjadi peningkatan prevalensi berat
kurang yaitu 18,4% tahun 2007 dan 19,6 % tahun 2013. Perubahan ini terjadi pada gizi buruk
yaitu 5,4% di tahun 2007 dan 5,7% tahun 2013. Sedangkan prevalensi gizi kurang meningkat
sebesar 0,9% dari 13% pada tahun 2007 menjadi 13,9% tahun 2013, dan prevalensi anak pendek
naik 1,2% dari 18% tahun 2007 menjadi 19,2% pada tahun 2013. Dengan demikian, dampak
akibat gizi buruk seperti kurus, berat badan kurang diakibatkan oleh asupan nutrisi yang kurang
baik.

Hasil pengukuran status gizi menurut Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun2016 di
Indonesia dengan indeks BB/TB pada balita 0-23 bulan, mendapatkan prevalensi sangat kurus
sebesar 3,7%, kurus 8,9%, normal 83,1%dan gemuk 4,3%. Dari 34 provinsi yang ada di
Indonesia, provinsi dengan prevalensi tertinggi dan terendah dengan sangat kurus dan kurus
adalah provinsi Maluku. Menurut PSG tahun 2015-2016 di Sumatera Barat, bahwasanya
persentase balita usia 0-23 bulan berdasarkan indeks BB/TB pada tahun2016 mengalami sangat
kurus sebesar 2,3%, kurus 8,8%, normal 85,7%, dan gemuk 3,2% (KemenkesRI,2017). Data
Dinas Kesehatan Kota Padang berdasarkan data prevalensi status gizi tahun 2014 menunjukkan
bahwa angka status gizi kurang yaitu sebesar 9,89%, pendek dan sangat pendek 16,82%,
prevalensi kurus dan sangat kurus yaitu 7,03%. Diantara 11 kecamatan di Kota Padang ada 4
Kecamatan yang rawan gizi diantaranya Kec. Lubuk Kilangan sebanyak 21,99%, Kec. Koto
Tangah 18,24%, Kec. Padang selatan 16,67%, dan Kec. Nanggalo sebanyak 15,33%. (14)
Berdasarkan data Puskesmas Lubuk Kilangan, kasus Bawah Garis Merah (BGM) pada tahun
2014, 2015 tercatat masih tinggi dan masih belum mencapai target yang diinginkan. Masalah gizi
kurang dan buruk di Indonesia pada umumnya banyak dialami oleh balita. Balita adalah penerus
dan harapan bangsa untuk kedepannya. Pemeliharaan gizi yang kurang tepat dan penundaan
pemberian perhatian gizi akan menurunkan nilai potensi mereka sebagai sumber daya
pembangunan masyarakat dan ekonomi nasional. Hal ini menjelaskan bawah gizi buruk anak
memerlukan penggarapan gizi yang baik dan cukup sedini mungkin apabila kita menginginkan
peningkatan potensi mereka untuk pembangunan bangsa di masa depan.

Perbaikan status gizi nasional dapat dilihat berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2018. Pada prevalensi Gizi Kurang (Underweigth) perbaikan itu terjadi berturut–
turut dari tahun 2013 sebesar 19,6% naik menjadi 17,7% 2018. Prevalensi stunting dari 37,2%
turun menjadi 30,8%, dan prevalensi kurus (Wasting) dari 12,1% turun menjadi 10,2%.
Menyinggung profile provinsi Sulawesi Utara tahun 2019, Dirjen Kesmas sebut gizi kurang dan
gizi buruk hasil Riskesdas tahun 2013 mengalami perbaikan. Malah, Dirjen menurut, beberapa
data hasil Riskesdas tahun 2018, provinsi Sulawesi Utara sudah di bawah angka nasional.
“Angka hasil riskesdas tahun 2018 untuk provinsi Sulawesi Utara, beberapa data sudah di bawah
angka nasional seperti gizi kurang dan gizi buruk 15.4%, sementara untuk angka nasional 17,7%.
Dan untuk angka  stunting di Sulut 25,5%, dan angka nasionalnya 30,8%”. Menurut Dirjen
Kirana. Meski begitu angka stunting di Sulut belum bisa mencapai level yang direkomendasikan
WHO, yakni sebesar 20%. Sementara itu, ungkap Dirjen, jumlah desa di Sulut yang sudah
STBM ada 628 desa, dan yang belum jumlahnya 115 desa dari 1.779 seluruh jumlah desa yang
ada di sana. Tentang angka Sanitasi di Sulut 81,43%, juga masih lebih baik dari angka nasional.
Namun tambah Dirjen, masih ada daerah yang di bawah capaian provinsi Sulawesi Utara,
kabupaten Kepulauan Sangihe, Mangondow Timur, Bolaang Mangondow, dan Kota Manado.
Dengan demikian, kondisi status gizi buruk di Sulawesi Utara belum bisa mencapai level yang
direkomendasikan WHO.
Penanganan gizi buruk sangat terkait dengan strategi sebuah bangsa dalam menciptakan
sumber daya manusia yang sehat, cerdas dan produktif. Tingginya status gizi buruk membuat
pemerintah melakukan beberapa upaya. Indonesia masih menghadapi permasalahan gizi yang
berdampak serius terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Permasalahan yang dimaksud
antara lain kegagalan pertumbuhan, berat badan lahir rendah, pendek, kurus dan gemuk. Salah
satu kebijakan nasional dalam upaya perbaikan gizi masyarakat tertuang dalam Undang-Undang
nomor 36 tahun 2009. Bahwa upaya perbaikan gizi ditujukan untuk peningkatan mutu gizi
perorangan dan masyarakat. Selanjutnya dalam rangka percepatan perbaikan gizi pemerintah
telah mengeluarkan Peraturan Presiden nomor 42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi yang fokus pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). rendah,
pendek, kurus dan gemuk. Untuk mencapai sasaran global tersebut, pemerintah Indonesia
melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 Kementerian
Kesehatan memfokuskan empat program prioritas. Yaitu percepatan penurunan kematian ibu dan
bayi, perbaikan gizi khususnya stunting penurunan prevalensi penyakit menular dan penyakit
tidak menular. Upaya lain dilakukan dalam rangka menurunkan stunting, mulai 2013-2018,
pemerintah Indonesia bekerja sama dengan pemerintah Amerika Serikat melaksanakan kegiatan
perbaikan gizi melalui dana hibah MCC. Dana hibat tersebut berupa Program Kesehatan dan
Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM) yang terdiri dari tiga kegiatan. Di antarAanya penguatan
pemberdayaan masyarakat melalui PNPM Generasi (demand side). Lalu ada penguatan penyedia
pelayanan (supply side) dan kampanye perubahan perilaku, monitoring dan evaluasi dan
manajemen.  Saat ini kegiatan MCA telah dilaksanakan di 11 Propinsi dan 64 Kabupaten. 
Walaupun upaya-upaya diatas telah dilakukan, namun masih ada saja beberapa
kasus dan gangguan kesehatan akibat kekurangan gizi atau ketidakseimbangan zat gizi yang
diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir dan semua hal yang berhubungan dengan
kehidupan. asupan makanan yang tidak adekuat penyebab langsung karena dapat menimbulkan
manifestasi berupa penurunan berat badan atau terhambat pertumbuhan pada anak. Oleh karena
itu maka penilitian ini perlu adanya metode lain, seperti memberikan edukasi secara langsung
kepada masyarakat terlebih khusus kepada keluarga tentang pentingnya pemberian asupan
makanan yang bergizi pada anak dan memberikan edukasi tentang pola hidup bersih dan sehat
pada masyarakat khususnya kepada keluarga, diberikannya ini merupakan salah satu bentuk
penanganan masalah gizi dimasyarakat khususnya dikeluarga pada anak.

1.2 PERTANYAAN PENILITIAN


1.2.1 Bagaimanakah gambaran karakteristik demografi status gizi buruk anak di kota Pontianak ?
1.2.2 Bagaimanakah gambaran implementasi status gizi buruk pada anak di kota Pontianak ?
1.2.3 Bagaimanakah kualitas hidup anak gizi buruk di kota Pontianak ?
1.2.4 Aapakah ada hubungan yang signifikan antara implementasi status gizi dan kualitas bidup
anak dengan gizi buruk dikota pontianak ?

1.3. Tujuan Penilitian


1.3.1. Tujuan Umum
Diketahui hubungan implementasi status gizi anak dengan kualitas hidup anak dengan
status gizi buruk di kota Pontianak ?
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mengetahui gambaran karakteristik demografi kualitas hidup pada anak dengan
status gizi buruk di kota Pontianak ?
1.3.2.2 Untuk mengetahui gambaran implemantasi status gizi buruk pada anak di kota Pontianak
1.3.2.3 Untuk mengetahui gambaran kualitas hidup anak dengan status gizi buruk di kota
pontianak
1.3.2.4 Untuk Mengetahuiantara kualitas hidup anak dengan gizi buruk di kota Pontianak

1.4 MANFAAT PENILITIAN


1.4.1. Teorotis
Hasil penilitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dibidang ilmu
keperawatan mengenai gizi buruk pada anak
1.4.2 Praktik
Penilitian ini bermanfaat bagi para tenaga kesehatan yang sering bekerja dirumah sakit
atau ditempat-tempat pelayanan kesehatan agar dapat mengetahui status gizi yang terjadi pada
anak dan dapat meningkatkan tindakan keperawatan pada anak dengan gizi buruk untuk
meningkatkan kualitas hidupnya serta mendukung keluarga dalam hal memperbaiki status gizi
pada anak.
Daftar Pustaka
https://panji1102.wordpress.com/2010/05/31/gizi-buruk-tewaskan-35-juta-balita-per-tahun/

https://idtesis.com/pengertian-gizi-kurang/

http://repository.unimus.ac.id/1988/3/BAB%20II.pdf

http://scholar.unand.ac.id/38063/5/file%202.pdf

http://scholar.unand.ac.id/17534/2/BAB%20I%20Pendahuluan%20pdf.pdf

https://kesmas.kemkes.go.id/portal/konten/~rilis-berita/041108-dirjen-kesmas-sebut_-gizi-buruk-
provinsi-sulut-sudah-di-bawah-angka-nasional

https://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/16/03/18/o484we384-begini-upaya-
pemerintah-turunkan-masalah-gizi-di-indonesia

http://digilib.uin-suka.ac.id/12855/1/BAB%20I%2C%20IV%2C%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf

Anda mungkin juga menyukai