Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“KOPARTNER DALAM PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN”

DISUSUN OLEH:
Nama : Meirista Darungo
Nulwiana Oa
Putri Katue
Raema Maiti
Kelas : Teologi A
Prodi/Sem : S1 Teologi/2
Pembimbing : Pdt. Elfin E. Saino, M. Teol.

SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA GKST TENTENA

TAHUN AJARAN
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan penyertaan-Nya,
sehingga kami kelompok dapat menyelesaikan makalah dengan tema “KOPARTNER DALAM
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN” dengan baik tanpa ada kendala.

Adapun makalah ini kami buat dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah Pengantar
Pendidikan Agama Kristen dari Pdt. Elfin E. Saino, M. Teol. Di mana tujuannya juga agar
mahasiswa maupun pembaca memahami dasar-dasar Pendidikan Agama Kristen, peranan
Pendidikan Agama Kristen, peranan sebagai pendidik dan peserta didik dalam menjalankan
usaha PAK serta mampu mengimplementasikannya di dalam kehidupan yang ada.
Kami mengucapkan terimah kasih kepada ibu Pdt. Elfin E. Saino, M. Teol. selaku dosen
pembimbing mata kuliah Pengantar Pendidikan Agama Kristen yang telah memberikan
bimbingan-bimbingan serta masukan-masukan dalam proses pembuatan makalah ini. Dan juga
berterimah kasih kepada orang tua yang selalu mendukung serta mendoakan kami dalam tugas-
tugas yang diberikan. Serta berterimah kasih juga kepada semua pihak yang sudah membantu
bertukar pikiran dan mmembagi pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.

Kami menyadari dalam makalah yang kami buat masih banyak kekurangan . Oleh karena itu
kritik dan saran pembaca yang dapat membangun sangatlah kami harapkan agar dalam
pembuatan-pembuatan makalah kedepannya akan lebih baik lagi.

2
DAFTAR ISI

Judul........................................................................................................................i
Kata Pengantar.......................................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................1
1.3 Tujuan...................................................................................................1
1.4 Manfaat.................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................3
2.1 Peran peserta didik................................................................................3
2.2 Persepsi tentang pendidik dalam PAK................................................10
BAB III PENUTUP..............................................................................................15
3.1 Kesimpulan..........................................................................................15
3.2 Saran....................................................................................................15
Daftar Pustaka.......................................................................................................16

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan Agama Kristen merupakan pondasi kita dalam menjalani kehidupan kita, tentu
sebagai umat Kristiani.Pengajaran Agama Kristen sudah ada sejak sangat lama.Namun tentunya
seiring dengan terus berjalannya globalisasi, sehingga laju perkembangan zaman mengharuskan
Pendidikan Agama Kristen bertransformasi menjadi lebih modern sesuai dengan zaman yang ada
dikarenakan pemahaman seseorang itu berbeda dari zaman ke zaman.
Dalam Pendidikan Agama Kristen ada tujuan yang di miliki yakni bagaimana anggota-
anggota bertumbuh menuju kedewasaan Kristen, mampu menjelaskan makna dari pokok-pokok
utama iman Kristen serta apa yang didapatkan tersebut mampu atau dapat diimplikasikan di
dalam kehidupan sehari. Yang dimana itu dapat kita terapkan dalam sikap kita salah satunya
bagaimana kita mengasihi sesama serta memprioritaskan Pendidikan Agama Kristen sebagai
landasan menjalani hari-hari hidup kita.

1.2 Rumusan Masalah


- Apa peran peserta didik dalam Pendidikan Agama Kristen?
- Apa saja persepsi tentang pendidik dalam Pendidikan Agama Kristen?
1.3 Tujuan
- Menguraikan serta menjelaskan peran peserta didik dalam Pendidikan Agama Kristen
- Menguraikan serta menjelaskan persepsi tentang pendidik dalam Pendidikan Agama
Kristen.
1.4 Manfaat
a. Bagi peserta didik
- Manfaat bagi peserta didik yakni agar peserta didik dapat mengetahui peranannya yang
dimana bukan menjadi objek tetapi subjek serta dipanggil mampu untuk mampu
menciptakan pencipta-pencipta sejarah artinya mampu menerapkan apa yang didapatkan
dari Pendidikan Agama Kristen.
b. Manfaat bagi pendidik
- Manfaat bagi pendidik yakni agar pendidik mengetahui persepsinya

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Peran Peserta Didik


A. Peserta didik adalah subjek dan bukan objek.

Groome dalam bukunya Cristian Religious Education mengatakan antara lain bahwa,
peserta didik adalah saudara sepengembaraan dalam kurun waktu tertentu bersama dengan kita
sebagai pendidik. Semua mereka mempunyai cerita atau pandangan hidup (story) sendiri dan
juga destiny atau tujuan (visi) sendiri yang unik.
Dengan menganggap bahwa kita menjadi pendidik untuk mereka, maka sesungguhnya kita
sedang memikul tugas suci, suatu kepercayaan yang dikhianati bilamana kita menyangkal siapa
sesungguhnya mereka. Oleh karena itu konsep tentang peserta didik yang diusulkan Groome
dapat diringkas dalam dua kalimat yang singkat.
Sering kali banyak pendidik termasuk pendidik dalam PAK, menganggap bahwa peserta
didik adalah objek dari pendidikan kita. Secara teologis kita harus mengatakan bahwa
sesungguhnya mereka mempunyai hak yang melekat dalam dirinya untuk diperlakukan dengan
penghargaan oleh karena mereka memiliki individualitasnya sendiri, dan lebih dari itu mereka
mempunyai kapasitas atau kemampuan untuk merespons panggilannya sendiri.
Peserta didik kita harus diperlakukan sebagai subjek terutama karena kita percaya sesuai
dengan Antropologi Alkitab bahwa semua orang diciptakan menurut gambar Allah. Peserta didik
kita dan kita sebagai pendidik sedang berada dalam perjalanan bersama, yang mempunyai
panggilan dan juga hak untuk bertumbuh dalam kesegambaran dengan pencipta kita.
Perjalanan setiap orang menuju kepada Allah adalah suatu yang suci, dan setiap orang
dengan caranya sendiri merupakan suatu yang unik. Karena itu, jika kita memperlakukan peserta
didik bukan sebagai subjek (kurang dari itu), maka sesungguhnya kita telah merugikan proses
tersebut. Dengan demikian mereka bukanlah objek yang dapat diperlakukan atau dibentuk
menurut kemauan kita, melainkan merupakan subjek dengan siapa kita masuk dalam suatu
hubungan kesalingan dan kesamaderajatan. Dengan demikian, Pendidikan Agama Kristen
seharusya merupakan hubungan kopartner subjek ke subjek antara pendidik dan peserta didik.
Hal ini tentu saja tidak selalu mudah, apalagi kalau kita menganggap diri sendiri sebagai
pendidik yang paling tahu tentang content, dan orang lain hanya pendengar atau objek yang kita
beri dengan sejumlah pengetahuan. Sudah tentu persepsi seperti itu sangat keliru, apalagi kalu
pendidikan dibatasi pada pengetahuan saja.
Sebagai subjek, maka peserta didik kita mempunyai hak untuk mengatakan kata-kata
mereka sendiri dan untuk memberi nama kepada realitas mereka sendiri. Sebagai pendidik kita
juga mempunyai hak untuk mengatakan kata-kata kita sendiri dan juga suatu kewajiban untuk
mendengarkan mereka. Dalam hubungan kesamaanderajatan ini, maka ada kesempatan untuk
membagi apa yang kita miliki sebagai pendidik (apakah itu iman dan visi atau pengharapan kita)
tetapi juga untuk menghadirkan iman dan visi kristiani yang demikian, kita sebenarnya sedang
melakukan tugas pendidikan dalam PAK tersebut. Namun kita juga harus membantu mereka

5
untuk mengetahui pengalaman iman dan visinya sendiri, dan juga secara kritis memahami apa
yang orang lain dan juga kepercayaan lain miliki dalam perjalanannya menuju Allah.
Memang pandangan seperti di atas bisa saja dianggap naif, atau sebagai romantisme yang
tidak realitas. Dalam bahasa teologisnya, hal iniberarti kita melupakan realitas dosa dan diri kita
sendiri maupun dunia kita. Menurut Groome, justru dengan memperlakukan orang lain (peserta
didik) bukan sebagai sebjek itulah yang merupakan ekspresi dari kedosaan kita. Walaupun kita
semua mempunyai kemungkinan untuk melakukan yang jahat, namun oleh anugerah Allah,
sesungguhnya kita lebih cenderung kepada kebaikan. Dengan memperlakukan dengan
penghargaan, sesungguhnya para pesertadidik lebih dimungkinkan untuk bertindak menurut apa
yang layak dan cocok dengan perlakuan itu.
Jikalau praksis pendidikan kita memperlakukan mereka bukan sebagai subjek, maka sangat
mungkin mereka tidak dapat bergerak menuju kepada persekutuan antarsubjek dengan
sesamanya maupun kesatuan dengan Allah dalam Yesus Kristus. Jadi, persepsi kita yang pertama
tentang peserta didik adalah bahwa mereka merupakan subjek yang perlu diperlakukan dengan
hormat, dan dengan siapa kita masuk dalam hubungan antarsubjek.

B. Peserta didik (Seperti juga sebagai pendidik) Dipanggil dan Mampu untuk menjadi pencipta-
pencipta sejarah (History Makers)

Sesungguhnya manusia tidak perlu menjadi poin saja yang terpenjara dalam roda nasib
yang tidak bisa di hindari. Sebab manusia tidak hanya dibentuk oleh sejarah. Artinya, kita dapat
memberi andil dalam menentukan apa yang terjadi dimasa depan, dengan membuat pilihan-
pilihan dan melakukan tindakan-tindakan yang mengarah pada perubahan yang baik. Dalam
konteks pembentukan iman kristen, hal ini berarti bahwa peserta didik dapat mencapai kesadaran
yang menyebabkan mereka mampu menghadirkan kerajaan Allah serta mempersiapkan
penyempurnaannya. Hal ini merupakan tugas bersama baik pendidik maupun peserta didik.
Kita dapat membangun kerajaan Allah itu dengan usaha kita sendiri. Kerajaan Allah selalu
merupakan kasih karunia Allah. Namun, kita harus tetap memenuhi kewajiban kita sebagai umat
perjanjian Allah. Hal ini berarti bahwa kita harus menjadi umat yang bertindak secara bebas,
untuk membentuk sejarah masa depan menuju kepada kedatangan Allah. Tindakan Allah yang
bebas akan menghadirkan kerajaan Allah yang disempurnakan.
Apa yang dikatakan di sini sesungguhnya mempunyai implikasi yang jauh terhadap
bagaimana kita melakukan tugas PAK, yakni untuk melihat peserta didik kita sebagai umat yang
terpanggil untuk terlibat dalam duia ini demi mengahadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah.
Bayangkanlah betapa besar konsekuensi-konsekuensi yang memperbaharui atau mengubah, baik
bagi diri kita sebagai pendidik, bagi gereja, masyarakat, dan dunia kita.
Memperlakukan peserta didik sebagai subjek-subjek dan pencipta sejarah, menghendaki
suatu pergeseran yang pokok dalam kesadaran kebanyakan para pendidik PAK. Dengan
demikian kita perlu melihat kritis biografi pendidikan serta model yang membentuk kita. Sudah
tentu kita bisa mengingat guru-guru kita yang memperlakukan kita sebagai subjek dengan
tanggung jawab pribadi dan membandingkannya dengan cara guru yang memperlakukan kita
sebagai subjek dengan tanggung jawab pribadi, dan membandingkannya dengan cara guru yang

6
memperlakukan kita sebagai objek. Oleh karena itu, kelompok pertamalah yang seharusnya
menjadi model pada waktu kita menjadi pendidik dalam PAK, baik itu di sekolah atau pun dalam
jemaat, dan terutama kalau kita menjadi orang tua. Sudah tentu perlu diakui bahwa tidak mudah
untuk memenuhi semua ideal kita, karena sementara kita sendiri menunjuk ke depan bagi para
peserta didik kita, maka sebenarnya kita juga menunjuk ke depan bagi diri sendiri. Artinya, kita
masih terus bertumbuh dan berkembang manuju ultimate aims dari PAK yang berfungsi sebagai
ideal yang kita tuju.
Pendidik dalam PAK seharusnya berada pada garis depan dari usaha-usaha, untuk
menghasilkan aturan atau legislasi yang melindungi hak anak-anak dalam masyarakat kita.
Pendidik juga mempunyai tugas untuk mendidik masyarakat, khususnya dalam konteks jemaat,
untuk suatu pengakuan yang baru bahwa anak-anak pun merupakan pribadi-pribadi. Untuk
melaksanakan ini, maka kita harus mulai menata dan memperbaiki pendidikan kita.
Singkatnya, persepsi kita tentang siapakah peserta didik kita akan memengaruhi sikap dan
perlakuan kita kepada mereka, dalam proses PAK yang kita emban sebagai pendidik. Persepsi
didasarkan pada asumsi teologis yang menghargai peserta didik sebagai subjek, yang mempunyai
panggilan serta mampu menjadi pencipta sejarah. Tugas kita adalah untuk memperlakukan
mereka sebagai subjek dan menolong mereka merealisasikan potensinya sebagai pencipta
sejarah, demi terwujudnya tanda Kerajaan Allah di dunia ini dalam realitas sosial.

2.2 Persepsi tentang pendidik dalam Pendidikan Agama Kristen


A. Persepsi tentang pendidik dalam Pendidikan Agama Kristen.

Sudah dikemukakan sebelumnya bahwa ada tugas yang Spesifik dari seorang pendidik
dalam PAK di dalam suatu persekutuan iman. Akan tetapi, harus diakui pula bahwa Sungguh
sulit bagi kita untuk menggambarkan atau menjelaskan apa persisnya tugas tersebut.
Memang biasanya kita mengira bahwa tugas kita dalam persekutuan iman sudah jelas, yakni
bahwa kita harus mengajarkan anak-anak jawaban-jawaban katekisai atau cerita Alkitab dan
Ayat-ayat hafalan (tergantung denominasi kita). Gambaran seperti ini tentu sudah tidak cocok
lagi pada masa kini karena berbagai macam alasan seperti : paedagosis, teologis, dan sosial,
Sesungguhnya banyak di antara kita sebagai pendidik telah kehilangan identitas tentang siapa
sesungguhnya kita dan apa sesungguhnya yang kita harapkan dari kita dalam konteks
persekutuan iman, Dalam rangka memikirkan gambaran diri alternatif sebagai pendidik dalam
PAK, maka kita perlu juga mengklaim kembali suatu tradisi yang sudah hilang yakni bahwa apa
yang kita lakukan adalah suatu pelayanan Kristen yang bonafid.
Pendidik dalam PAK bukan sekedar penolong pendeta, bilamana mereka ini terlalu sibuk. Akan
tetapi pada pihak lain hak mendidik bukanlah hak khusus dari pendidik saja dalam PAK, karena
pelayan-pelayan lainpun sesungguhnya mempunyai kewajiban untuk mendidik.
a. Setiap bentuk pelayanan di dalem gereja yang mula-mula mempunyai tugas Mewakili
Kristus, yang bangkit dengan pelayanan dalam bentuk apepun baik kepada persekutuan iman
(gereja) maupun kepada dunia.
b. Sudah ada pemahaman sejak awal bahwa pelayanan dari pendidik adalah untuk
menjadi pelayan firman, yang mempunyai kesamaan dengan penginjil dan nabi. Tetapi (di sini

7
jalas kekhususan dan pendidik) pelayanan dari pendidik adalah secara sadar ditujukan kepada
proses, dimana orang dapat menginkarnasikan firman Aliah dalam eksustentinya setiap hari.
Tugas mereka adalah untuk mendukung agar umat dapat menghayati firman Allah dalam
kehidupan sehari-hari. Nampaknya Inilah juga peranan dari pendidik dalam proses katekumenat
(katekisasi) sejak akhir abad kedua dan seterusnya.
c. Kita pertu mengingat bahwa jikalau kita hendak memenuhi dimensi Inkarnasi dari
tugas pelayanan kita, maka firman Itu harus diterapkan dalam hidup kita terlebih dahulu Kalau
kita hendak mengajarkan firman Itu sebagai contoh yang efektif dalam rangka membentuk orang
lain untuk mewujudkannya.
d. Peranan kita sekali lagi bukan mengganti, tetapi mewakiIi Kristus. Sebab mengganti
(subtitusi) berarti mengambil ahli dari seseorang secara keseluruhan, baik hak maupun tanggung
jawab orang yang diwakili. Bagi pendidik dalam PAK, maka pengertian mewakili Kristus
menjadi sangat penting. Sesungguhnya tugas mewakili Kristus adalah tugas dari semua orang
percaya. Namun pendidik dalam PAK mempunyai tugas spesifik atau khusus yakni mewakili
Kristus dalam konteks PAK yang intensional atau sengaja, Dalam memenuhi tugas ini, Maka
kita harus mengingat bahwa kita mewakili Kristus dan bukan menggantikan Nya.

Dengan demikian maka kekhususan dari identitas kita sebagai pendidik dalam PAK
adalah jelas, bila kita memandang peranan kita sebagai pelayan firman dalam rangka menyokong
umat atau peserta didik dalam usahanya terus – menerus untuk mewujudkan firman itu. Groome
yakin bahwa kita dapat lebih mengkhususkan tanggung jawab kita dalam konteks pendidikan
yang intensional. Maka tanggung jawab kita sebagai pendidik dalam konteks historis dapat
diringkas dalam tiga kegiatan yang saling berhubungan yakni:
1. Menghadirkan the story ( warisan iman kristiani; kepercayaan dan pandangan hidup
kristiani
2. Untuk mengusulkan visi ( pengharapan kristen); dan
3. Untuk memilih kehidupan yang bermakna.

Marilah sekarang kita melihat ketiga hal di atas secara lebih dalam.
1) Menghasilkan “the story”
Istilah ini sulit diterjemahkan, tetapi dengan penjelasan berikut barangkali
artinya akan jelas. Suatu umat tidak akan terbentuk tanpa suatu penghayatan yang
sama akan masa lampau. Persekutuan iman kristen sesungguhnya merupakan
pewaris dari suatu tradisi pernyataan ilahi dan respons terhadap pernyataan
itu.kita berdiri atas dasar intervensi Allah dalam anaknya Yesus Kristus dalam
sejarah yang khusus, suatu peristiwa yang sudah dimulai olleh intervensi Allah
dalam kehidupan umat israel, dimana kita sesungguhnya merupakan pewarisnya.
Allah terus-menerus berintervensi dalam sejarah umat manusia dan umat telah
bergumul untuk hidup merespons intervensi maupun undangan Allah itu. Kita
adalah umat perjanjian yang sedang berjalan menuju pemenuhan kerajaan Allah.
Sebagai orang yang berkelana ( pilgrim), maka kita harus tahu asal atau akar kita,
supaya dengan itu kita bisa bersama menghayati masa kini dan membentuk masa

8
depan bersama. Anggota baru dari komunitas ( umat ) perlu mendengar warisan
masa lampau yang berakar dari sejarah kita dan mereka ini juga perlu selalu
mengingat kembali.
Secara ideal maka warisan sejarah ( the story ) perlu diwujudkan dalam
hidup persekutuan kristen, dan dalam batas-batas tertentu memang demikian.
Namun, tidak ada persekutuan yang dapat dengan sempurna mewujudkan hal itu,
sebab jika persekutuan iman kristen telah mewujudkan itu secara sempurna ,
maka kita hanya perlu mensosialisasikannya saja. Oleh karena itu, yang
dibutuhkan adalah pendidikan yang sengaja agar tradisi itu dapat dipertahankan
secara terus-menerus. Dalam hal ini maka tugas kita mirip dengan tugas para
pemelihara tradisi sakral umat.
Tugas ini kita sebut dengan konservasi. Oleh karena itu, pendidik dalam
PAK sesungguhnya menjalankan tugas konservasi dalam persekutuan iman
kristiani, sehingga juga boleh dikatakan mempunyai dimensi keimanan.

2) Untuk menawarkan atau mengusulkan visi.


Cerita kristen mengandung suatu respons dan membuat suatu janji. Jadi,
dari warisan yang kita pelihara, suatu visi muncul tentang pengharapan yang pasti
akan kerajaan Allah yang di sempurnakan, meskipun pada saat yang sama kita
juga harus menjalani kehidupan iman kristen sebagai usaha menghadirkan tanda-
tanda kerajaan Allah. Dengan mengusulkan visi yang lahir dari warisan kristen
kita, maka kemajuan perjalanan penggambaran kita djamin, dan kemandegan
dicegah. Sementara kita memelihara warisan iman, kita juga harus mengakui dan
merespons terhadap “ apa yang belum” menerima masa lampau sebagai sesuatu
yang final ataupun masa kini kita sebagai lengkap, berarti suatu penolakan akan
panggilan kristen sebagai orang-orang yang masih dalam perjalanan.
Jika mengingat “ warisan “ adalah suatu aktifitas memelihara, maka
sebaliknya mengusulkan visi adalah dimensi pembebasan dari pelayanan kita
sebagai pendidik dalam PAK. Sebagai orang kristen maupun sebagai pendidik,
kita harus tetap berada dalam dialektis tersebut yakni antara konservasi dan
pembebasan dan juga suatu usaha untuk mempertahankan kesetiaan yang mendua
kepada apa yang sudah ada dan apa yang belum. Dengan melakukan aspek ini
dalam tugas kita , sesungguhnya kita juga melakukan sesuatu yang berhubungan
dengan fungsi prophetis ( kenabian) dalam masyarakat. Nabi-nabi dalam
perjanjian lama adalah orang-orang yang tidak bisa menerima dunia sebagaimana
adanya dan juga cara hidup sebagai suatu yang sudah sesuai dengan kehendak
Tuhan. Yesus juga demikian, walaupun sebutan untuk dia lebuh banyak sebagai
guru yang mengajar, namun jelas bahwa ia adalah guru yang nabiah.
Oleh karena itu, bilamana pendidik kristen mengusahakan agar firman itu
dihayati dalam pengalaman hidup, ditafsirkan dan mengandung respons, maka
sesungguhnya mereka melakukan aktivitas prophetis ( kenabian ). Jadi bilama kita
sebagai pendidik menolong orang lain untuk merefleksikan secara kritis

9
kehidupan mereka dalam terang firman Allah ( sebagai warisan masa lampau),
dan mengusulkan suatu vivsi yang memanggil orang melampui dunia kekinian
mereka, maka sesungguhnya kita menjalankan tugas kenabian.
Groome yakin bahwa dimensi prophetis dari pelayanan pendidik dalam
PAK mempunyai kemungkinan yang sangat kaya bagi praksisnya. Memang ada
bahaya seperti juga yang di alami para nabi dalam perjanjian lama. Ada tiga hal
yang hendak dikemukakan dalam kaitan dengan dimensi kenabian ini. Pertama,
jangan pernah berpikir bahwa aktivitas prophetis kita hanya mencakup kritik dan
mempertanyakan dalam diri negatif. Karena hampir semua nabi membawa
penghiburan, janji, dan pengharapan akan rekonsiliasi bersama dengan sensor dan
kritik. Sesungguhnya refleksi adalah suatu aktivitas yang kratif dan positif,
dimana sikap mempertanyakan dan menolak dilakukan hanya demi penciptaan
kembali untuk bergerak maju melampaui kekinian kita. Kedua, kita sebagai
pendidik harus hati-hati untuk tidak mengklaim dimensi prophetis dari pelayanan
kita, demi membenarkan atau mengesahkan tindakan kita sebagai apa yang bisa
disebut cara berada atas peserta didik yang elitis dan menindas.
Bahaya seperti itu ada dalam gambaran nabi yang populer ( juga
dikalangan pendidik ) yakni menganggab bahwa kitalah yang mempunyai “ apa
yang harus dikatakan bagi orang lain” . ada juga kecenderungan dalam diri kita
untuk berasumsi bahwa, kita tahu apa yang terbaik bagi orang lain dan kenginan
untuk mengatakan hal itu kepada mereka. Kenabian kita seharusnya merupakan “
cara berada dengan “ bukan “ cara berada atas “ orang lain. Barangkali kata-kata
paulus dalam filipi pasal 2 tentang pengosongan diri kristus, seharusnya menjadi
teladan bagi kita dalam sikap terhadap peserta didik kita. Dengan demikian kita
mengosongkan diri terhadap sikap menjadi tuan atas peserta didik, dan masuk
dalam solidaritas dan kemitraan dengan mereka. Ketiga, hendaknya jangan ada
pendidik dalam PAK yang merasa mempunyai monopoli atas tugas kenabian
dalam persekutuan iman kristiani. Sama halnya bahwa aspek propheetis
hanyalaah salah satu dimensi dari pelayanan kita. Oleh karena itu, kita memenuhi
tidak lebih dari satu aspek dari pelayanan prophetis yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Namun, kehidupan iman dan persekutuan akan dipermiskan, kalau
kita sebagai pendidik tidak melakukan tugas kenabian yang menjadi bagian kita.
Sekali lagi kalau kita sebagai pendidik hanya menyebabkan peserta didik
kita melihat ke belakang dan ke depan, maka masa kini dan kehidupan yang di
berikan Allah sekarang ini dilupakan. Karena, kita seharusnya merayakan dan
merespons undangan Allah kepada kehidupan. Kristus yang datang agar kita
dapat memiliki hidup dan memilikinya dengan kelimpahan. Dengan demikian
sesungguhnya ada aktivitas ketiga yang perlu menjadi dimensi pelayanan dari
pendidik dalam PAK yakni: memungkinkan manusia memilih kehidupan ,
menganutnya, dan menjalani kehidupan mereka kini dengan rasa kemanusiaan
serta sukacita yang penuh.

10
3) Untuk memilih kehidupan yang bermakna
Dalam arti yang mendasar, sesungguhnya tradisi Yahudi maupun kristen
adalah pengakuan yang radikal tentang kehidupan ini. Dalam agama lain juga ada
dimensi ini. Jadi keduanya lebih merupakan agama yang mengakui kehidupan dan
bukan penyangkalan atas kehidupan. Hal ini jelas dalam halaman-halaman awal
dari Allkitab. Dalam cerita atau mitos penciptaan dalam kitab kejadian, Allah
melihat ciptaan-Nya itu baik dan kehidupan manusia sebagai “ amat baik “ .
pengakuan ini di ulangi bagi orang-orang kristen dalam peristiwa inkarnasi Tuhan
yesus. Bahwa yang ilahi menyatakan diri secara unik dalam bentuk manusia
dalam diri Tuhan yesus, bahwa firman menjadi manusia, maka sesungguhnya
semua ini merupakan pengakuan akan keberkatan dan potensi dari eksistensi
manusia. Kehidupan ( hidup ) adalah untuk di akui, dipilih, dijalani, dan di
nikmati dalam kepenuhannya.
Injil adalah kabar baik untuk masa kini dan sepanjang masa. Ia adalah
kabar yang penuh kegembiraan , bahwa kematian telah dikalahkan agar kita
memperoleh kehidupan; dan kerajaan akan datang dan sudah pasti akan datang
dalam kepenuhannya oleh karena itu, di tengah-tengah usaha kita untuk melihat
ke belakang dan ke depan, kita dapat memilih kehidupan pada masa kini kita, kita
dapat menikmatinya dalam kepenuhan dan sukacita.
Kita mampu untuk memilih kehidupan serta menjalaninya dalam sukacita,
oleh karena kedatangan kerajaan Allah tidak tergantung sepenuhnya kepada kita.
Sebab kalau kita beranggpan bahwa tugas menghadirkan kerajaan Allah adalah
tugas kita sendiri, maka kekhawatiran akan beban tersebut akan menarik kita dari
masa kini dan dari kehidupan yang ada sehingga sukacita kita akan terganggu.
Oleh karena itu, kerajaan Allah adalah karunia Allah yang murah hati terhadap
kita, maka kita harus merespons dengan rasa syukur dan bukan menjadikan itu
beban bagi pribadi kita. Mengutip ruben alves yang menulis tentang keluarnya
bangsa israel dari tanah mesir serta perjalanan mereka menuju “ tanah perjanjian “
mengatakan bahwa, israel dapat beristirahat dengan tenang karena politik
kebebasan tidak dilaksanakan dengan kekuasaan dan kekuatan manusia saja,
melainkan dengan kesabaran dan aktivitas Allah. Oleh karena itu, tidak hanya
mungkin untuk beristirahat dan tenang pada masa kini tanpa kehilangan masa
depan, melainkan kita perlu untuk beristirahat pada masa kini agar kita tidak
kehilangan masa depan.
Dengan demikian sesungguhnya pendidik dalam PAK mampu untuk
memilih kehidupan, dan untuk menjalani masa kini mereka secara manusiawi dan
dengan sukacita. Namun pada sat yang sama, mereka juga mempunyai tugas
untuk menolong orang lain menjalani kehidupannya seperti itu juga dalam yesus
kristus. Dengan cara yang sama, pendidikpun memungkinkan orang lain dan
peserta didiknya untuk memilih kehidupan yang bermakna.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam kesimpulan ini artinya bagaimana peserta didik bukan menjadi objek tetapi
subjek. Yang di mana ada sebuah penerapan dari apa yang didapatkan untuk diberikan kepada
pihak lain. Jadi bagaimana kita menghadirkan, menawarkan, mengusulkan sebuah tujuan dalam
bentuk apapun itu untuk memilih kehidupan yang bermakna.

3.2 Saran
Biarlah kita memahami dengan baik bahwa kita tidak objek tetapi subjek yang dimana
apa yang kita terima kita terapkan serta kita berikan atau ajarkan kepada orang lain sehingga itu
tidak hanya ada pada diri kita tetapi kita jadikan berkat yakni kita menerapkannya diikuti kita
ajrakan hal tersebut kepada orang lain.

12
DAFTAR PUSTAKA

Nuhamara, Daniel. 2009. Pembimbing PAK Pendidikan Agama Kristen.Bandung :Jurnal Info
Media.

13

Anda mungkin juga menyukai