Anda di halaman 1dari 2

Nama : Ahmad Zainudin Mahfud

NIM : 20/456819/TK/50643
Pendidikan Pancasila PPS03

Undang-Undang Cipta Kerja dan Pancasila sebagai Dasar Negara

Dasar negara merupakan suatu hal universal yang dimiliki oleh setiap negara. Secara
etimologis, makna dari dasar negara sendiri mirip dengan istilah grundnorm norma dasar),
rechtsidee (cita hukum), staatside (cita negara), dan juga philosophisce gronslag (dasar
filsafat negara). Beberapa diantaranya berkaitan dengan norma atau hukum yang manan
nantinya diwujudkan dalam suatu peraturan atau produk hukum. Secara terminologis, dasar
negara dapat diartikan sumber dari segala sumber hukum. Hal ini berarti semua peraturam
yang ada di suatu negara haruslah bersumber pada dasar negara itu sendiri.
Dalam tatanan Negara Kedatuan Republik Indonesia, Pancasila merupakan dasar
negara Republik Indonesia yang tentunya menjadi sumber dari segala sumber hukum yang
berlaku di Indonesia. Pancasila sendiri memiliki nilai-nilai yang mana nilai-nilai Pancasila
harus menjadi landasan dan pedoman dalam penyelenggaraan negara, dan termasuk menjadi
sumber dan pedoman dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Namun demikian, dalam praktiknya terdapat peraturan perundang-undangan yang
dianggap bertentangan dengan Pancasila. Salah satu yang masih hangat diperbincangkan
yaitu Undang-Undang Cipta Kerja. UU Cipta Kerja baru saja disahkan DPR pada Senin, 5
Oktober 2020. Akan tetapi, pengesahan ini banyak mendapatkan penolakan dari berbagai
kalangan, mulai dari buruh hingga akademisi. Gelombang demonstrasi tersebar di berbagai
kota di Indonesia. Lalu apa yang menyebabkan begitu derasnya penolakan terhadap UU Cipta
Kerja? Sebagai peraturan perundang-undangan, tentunya UU Cipta Kerja haruslah bersumber
pada nilai-nilai Pancasila, lalu apakah UU ini sudah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila?
UU Cipta Kerja dianggap minim partisipasi publik dalam pembahasannya sehingga
banyak aspirasi rakyat tidak terwakili. Dari sisi pembahasan saja, dapat dianalisis bahwa
proses pembahasan UU Cipta kerja sudah bertentangan dengan nilai Sila Keempat Pancasila.
Kemudian, terdapat berbagai pasal kontroversial yang dikritik berbagai kalangan. Salah
satunya yaitu mengenai kontrak tanpa batas. UU Cipta kerja menghapus aturan mengenai
jangka waktu PWKT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) yang sebelumnya diatur dalam UU
Ketenagakerjaan bahwa PWKT dapat diadakan paling lama dua tahun dan hanya boleh
diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun. Jika hal ini benar-benar
diterapkan, maka perusahaan dapat mengadakan sistem kontrak dengan leluasa tanpa batasan
waktu. Hal ini nantinya dapat merugikan tenaga kerja apabila perusahaannya menggaji
dengan nominal yang tidak layak. Gaji yang didapatkan juga bisa jadi tidak stabil karena bisa
dihitung berdasarkan  berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang
dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja. Sistem
kontrak juga menimbulkan suasana bekerja yang eksploitatif dan kurang berkeadilan.
Beberapa pasal lain terkait dengan pengupahan dan cuti kerja dianggap mengesampingkan
kepentingan buruh/tenaga kerja. Jika dianalisis, hal ini tidak sesuai dengan Sila Kelima
Pancasila yang menjunjung tinggi nilai keadilan.
Selanjutnya, solusi yang dapat ditawarkan oleh penulis yaitu segera dilakukannya uji
materi atau judicial review terhadap UU Cipta Kerja oleh Mahkamah Konstutusi. Perlu
dilakukan analisis mendalam terhadap pasal demi pasal karena di awal kita ketahui bahwa
proses pembuatannya terkesan terburu-buru dan tidak mencakup aspirasi dari berbagai pihak.
Berbagai wujud penolakan melalui demostrasi juga menunjukkan bahwa Pemerintah sudah
seharusnya mengambil lagkah sigap dalam mengendalikan keadaan. Langkah ini juga tidak
boleh mengabaikan nilai kemanusiaan yang ada pada Sila Kedua Pancasila, misalnya melalui
kekerasan fisik.

Anda mungkin juga menyukai