Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)

Keperawatan Anak

Oleh :

Agus Arieanto
62019040127

PROGRAM STUDI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2019
DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)

1. Pengertian
DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). (Christantie Effendy, 2016).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan
orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam
atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty  betina (Seoparman , 2016).
HF (Dengue Haemoragic Fever) berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis
dibagi menjadi 4 derajat (Menurut WHO, 2016):
1) Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet,
trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2) Derajat II
Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain.
3) Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah
(hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini
renjatan).
4) Dejara IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
2. Etiologi
Penyebab utama : – virus dengue tergolong albovirus
Vektor utama :
 Aedes aegypti.
 Aedes albopictus.
Adanya vektor tesebut berhubungan dengan :
1. kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperlauan sehari hari.
2. Sanitasi lingkungan yang kurang baik.
3. Penyediaan air bersih yang langka.
Daerah yang terjangkit DHF adalah wilayah padat penduduk karena.
1. Antar rumah jaraknya berdekatan yang memungkinkan penularan karena jarak
terbang aedes aegypti 40-100 m.
2. Aedes aegypti betina mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters) yaitu
menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat, (Noer, 2010).
3. Patofisiologi
Struktur nyamuk terdiri atas ; kepala, toraks yang setiap segmenya dilengkapi
dengan sepasang kaki yang beruas-ruas dan abdomen. Daerah kepala terdiri atas mata,
antena berbentuk poliform yang terdiri atas 15 segmen. Antena nyamuk betina disebut
pilose dengan bulu-bulu yang lebih sedikit sedangkan yang jantan memiliki banyak bulu
disebut plumose. Seperti halnya dengan serangga lain nyamuk memiliki sepasang mata
majemuk oseli (mata tunggal). Di bagian dorsal toraks terdapat bentuk bercak yang keras
berupa dua garis sejajar pada bagian tengah dan dua garis lengkung di bagian tepi. Vena
sayap meliputi seluruh bagian sayap sampai ke ujung berukuran 2,5 – 3,0 mm. Di bagian
abdomen nyamuk betina berukuran kecil terdapat dua caudal cerci yang berukuran kecil,
sedangkan pada nyamuk jantan terdapat organ seksual yang disebut hypopygium.
Nyamuk ini bersifat antropofilik ( senang sekali pada manusia), biasanya nyamuk
betina menggit di dalam rumah, kadang-kadang di luar rumah di tempat yang agak gelap.
Pada malam hari nyamuk beristirahat dalam rumah pada benda-benda yang digantung
seperti pakaian, kelambu, pada dinding dan tempat yang dekat dengan tempat
peridukannya. Nyamuk A.aegypti memilliki kebiasaan menggigit berulang-ulang
(multiple biters) yakni menggit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat.
Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap peranannya sebagai vektor penyebab penyakit
DBD ke beberapa orang dalam sekali waktu. Nyamuk jantan juga tertarik terhadap
manusia pada saat melakukan perkawinan, tetapi tidak menggigit.
Dalam perkembangan hidupnya nyamuk ini mengalami metamorfosis sempurna
(holometabola) yaitu dari telur menetas menjadi larva (jentik), kemudian menjadi pupa
dan selanjutnya menjadi nyamuk dewasa. Dalam keadaan optimal, perkembangan telur
sampai menjadi nyamuk dewasa berlangsung sekurang-kurangnya selama 9 hari. Nyamuk
dewasa baik jantan maupun betina membutuhkan glukosa sebagai bahan makanan yang
dapat diperoleh dari cairan tumbuhan, sedangkan nyamuk betina membutuhkan protein-
protein dari darah untuk pematangan sel telur setelah perkawinan. yamuk betina dewasa
mulai menghisap darah setelah berumur 3 hari, setelah itu sanggup bertelur sebanyak 100
butir. Nyamuk betina mampu bertahan hidup 2 minggu lebih di alam, sedangkan nyamuk
jantan setelah proses kawin dalam waktu ± 1 minggu akan mati. Nyamuk betina dapat
terbang sejauh 20 meter, kemampuan normalnya adalah ± 40 meter.
Patwhay

Virus Dengue

Masuk Tubuh Manusia Melalui Gigitan Nyamuk Aides Aigepti Kurang


pengetahuan
tentang proses
penyakit

Virusemia

Peningkatan permeabilitas dinding kapiler

Infeksi Kelainan sistem retilkulo endothelial


Cairan keluar dari intra vaskuler ke ekstra vaskuler

Peningkatan suhu tubuh


Nyeri ulu hati hati

Trombosit Volume plasma


mual, muntah, anoreksia

Perdarahan Hipotensi, hemokonsentrasi, hipotermia,efusi,

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi


Kurangnya volume cairan tubuh

Renjatan ( Syoki Hipovolemik )

4. Tanda dan Gejala


Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain seperti :
1) Demam chiku nguya.
Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di atas 40 0C disertai
ruam dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan otot.
2) Demam tyfoid
Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif, adanya leukopenia,
limfositosis relatif.
3) Anemia aplastik
Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut, demam timbul karena
infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi menunjukkan pansitopenia.
4) Purpura trombositopenia idiopati (ITP)
Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilang, tidak terjadi
hemokonsentrasi.
 Meningkatnya suhu tubuh  Nafsu makan menurun
 Nyeri pada otot seluruh tubuh  Muntah
 Nyeri kepala menyeluruh atau  Ptekie
berpusat pada supra orbita,  Ekimosis
retroorbita  Perdarahan gusi
 Suara serak  Muntah darah
 Batuk  Hematuria masif
 Epistaksis  Melena
 Disuria
5. Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium
Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dan
meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nilai hematokrit pada masa
konvalesen.
Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi
tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DHF dengan tepat.
Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat
peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnyam limfosit pada saat
peningkatan suhu pertama kali.
6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
1. Tirah baring atau istirahat baring.
2. Diet makan lunak.
3. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita
sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling
sering digunakan.
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien
memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
1. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
2. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil
pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
3. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
Pencegahan
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
1. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan
pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF.
2. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat
rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan.
3. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah
sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
4. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi.
7. Asuhan Keperawatan
Pengkajian Keperawatan
Data obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu :
1.)    Lemah. 5.)    Nyeri ulu hati.
2.)    Panas atau demam. 6.)    Nyeri pada otot dan sendi.
3.)    Sakit kepala. 7.)    Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
4.)    Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan. 8.)    Konstipasi (sembelit).

Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif
yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain:
1)      Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
2)      Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
3)      Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma,
hematemesis, melena.
4)      Hiperemia pada tenggorokan.
5)      Nyeri tekan pada epigastrik.
6)      Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
7)      Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah,
sianosis perifer, nafas dangkal.
Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai :
1) Ig G dengue positif.
2) Trombositopenia.
3) Hemoglobin meningkat > 20 %.
4) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat).
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.
Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit,
monosit, dan basofil
1) SGOT/SGPT mungkin meningkat.
2) Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
3) Waktu perdarahan memanjang.
4) Asidosis metabolik.
5) Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.
Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan  mual, muntah, anoreksia
4. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
plasma
5. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh
6. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia
7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit,DHF berhubungan dengan kurangnya informasi.

Rencana Asuhan Keperawatan


1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia)
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan .. x 24 jam diharapkan suhu tubuh pasien dapat berkurang dengan
kriteria hasil:
 Pasien mengatakan kondisi tubuhnya  Tekanan darah 120/80 mmHg
nyaman.  Respirasi 16-24 x/mnt
 Suhu 36,8 C-37,5 C
0 0
 Nadi 60-100 x/mnt
Intervensi:
1. Kaji saat timbulnya demam.
2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam
3. Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam)
4. Berikan kompres hangat
5. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal
6. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter
Rasional:
1. untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
2. tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
3. Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningka.
4. Dengan vasodilatasi dapat mempercepat penurunan suhu tubuh.
5. pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh
6. pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi
2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan .. x 24 jam diharapkan nyeri pasien dapat berkurang dan
menghilang dengan kriteria hasil:
 Pasien mengatakan nyerinya hilang  Suhu 36,80C-37,50C
 Nyeri berada pada skala 0-3  Respirasi 16-24 x/mnt
 Tekanan darah 120/80 mmHg  Nadi 60-100 x/mnt
Intervensi:
1. Observasi tingkat nyeri pasien (skala, frekuensi, durasi)
2. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dan tindakan kenyamanan
3. Berikan aktifitas hiburan yang tepat
4. Libatkan keluarga dalam asuhan keperawatan.
5. Ajarkan pasien teknik relaksasi
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik
Rasional:
1. Mengindikasi kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan.
2. Lingkungan yang nyaman akan membantu proses relaksasi
3. Memfokuskan kembali perhatian; meningkatkan kemampuan untuk menanggulangi nyeri.
4. Keluarga akan membantu proses penyembuhan dengan melatih pasien relaksasi.
5. Relaksasi akan memindahkan rasa nyeri ke hal lain.
6. Memberikan penurunan nyeri.
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual, muntah, anoreksia
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan perubahan status
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan kriteria:
 Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
 Berat badan stabil atau bertambah
Intervensi:
1. Observasi keadaan umam pasien dan keluhan pasien.
2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat
dihabiskan oleh pasien
3. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi
4. Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki yang sesuai dengan program diit.
5. Ajarkan pasien dan Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti mual.
Rasional:
1. Mengetahui kebutuhan yang diperlukan oleh pasien.
2. Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik
3. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya)
4. Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam pencernaan makan.
5. Memberikan informasi kepada keluarga untuk memahami nutrisi pasien
6. Pemberian obat antimual dapat mengurangi rasa mual  sehingga nutrisi pasien tercukupi.
4. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding
plasma
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama … x 24 jam diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi
dengan kriteria hasil:
 TD 120/80 mmHg  RR 16-24 x/mnt
 Nadi 60-100 x/mnt  Haluaran urin tepat secara individu
 Turgor kulit baik  Kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi:
1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tanda vital.
2. Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
3. Kaji suhu warna kulit dan kelembabannya
4. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
5. Pantau masukan dan pengeluaran cairan
6. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari.
7. Catat hal-hal  seperti mual, muntah dan distensi lambung.
8. Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
9. Berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan
laboratorium(Ht, BUN, Na, K)
Rasional:
1. hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan  takikardi
2. pernapasan yang berbau aseton berhubungan dengan pemecahan asam aseto-asetat dan harus
berkurang bila ketosis harus terkoreksi
3. demam dengan kulit kemerahan, kering menunjukkan dehidrasi.
4. merupakan indicator dari dehidrasi
5. memberi perkiraan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan program pengobatan.
6. mempertahankan volume sirkulasi.
7. kekurangan cairan dan elektrolit menimbulkan muntah sehingga kekurangan cairan.
8. pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi menimbulkan kelebihan cairan
9. mempercepat proses penyembuhan untuk memenuhi kebutuhan cairan
5. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan
tubuh
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan .. x 24 jam diharapkan tidak terjadi syok hipovolemik dengan
kriteria hasil:
 TD 120/80 mmHg  Turgor kulit baik
 RR 16-24 x/mnt  Haluaran urin tepat secara individu
 Nadi 60-100 x/mnt  Kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi:
1. Monitor keadaan umum pasien
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.
3. Monitor tanda perdarahan
4. Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit
5. Berikan transfusi sesuai program dokter
6. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik.
Rasional:
1. memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan
sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.
2. tanda vital normal menandakan keadaan umum baik
3. Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok
hipovolemik
4. Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan
melakukan tindakan lebih lanjut
5. Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang
6. Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin
6. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia
Tujuan dan kriteria hasil:
Setelah dilakukan perawatan .. x 24 jam diharapkan tidak terjadi perdarahan dengan kriteria
hasil:
 Tekanan darah 120/80 mmHg
 Trombosit 150.000-400.000
Intervensi:
1. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis
2. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
3. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut
4. Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya
Rasional:
1. Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah.
2. Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan
3. Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin
4. Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan
7. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Intervensi :
1. Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga tentang penyakit DHF.
2. Kaji latar belakang pendidikan klien/ keluarga.
3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan obat-obatan pada klien
dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
4. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan manfaatnya pada klien.
5. Berikan kesempatan pada klien/ keluarga untuk menanyakan hal-hal yangingin
diketahui sehubungan dengan penyakit yang diderita klien.
6. Gunakan leaflet atau gambar-gambar dalam memberikan penjelasan.
Rasional :
1. Sebagai data fdasar pemberian informasi selanjutnya.
2. Untuk memberikan penjelasan sesuai dengan tingkat pendidikan klien/
keluarga sehingga dapat dipahami.
3. Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehinggfa tidak terjadi
kesalahpahaman
4. Dengan mengetahui prosedur/tindakan yang akan dilakukan dan manfaatnya,
klien akan kooperatif dan kecemasannya menurun.
5. Mengurangi kecemasan dan memotivasi klien untuk kooperatif.
6. Untuk membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan karena dapat
dilihat/ dibaca berulang kali.
DAFTAR PUSTAKA

Sunaryo, Soeparman, (2016), Demam Berdarah Pada Anak, UI ; Jakarta.


Effendy, Christantie, (2016), Perawatan Pasien DHF, EGC ; Jakarta.
Soeparman, (2016), Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, FKUI ; Jakarta.
Doenges, (Sir,Patrick manson,2014) Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, EGC ; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai