Anda di halaman 1dari 29

KONSEP DAN TEORI

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL


Sitasi:
APA Format
Purwandari, E. P. (2018). Konsep Dan Teori Pengolahan Citra
Digital. UNIB Press.

Purwandari, Endina Putri. 2018. Konsep Dan Teori Pengolahan


Citra Digital. Bengkulu, Indonesia: UNIB Press.

IEEE Format
E. P. Purwandari, Konsep Dan Teori Pengolahan Citra Digital,
Bengkulu, Indonesia: UNIB Press, 2019.

OLEH

ENDINA PUTRI PURWANDARI, S.T, M.Kom.

PENERBIT

UNIB PRESS

2018

ISBN 976-602-5830-01-3
Konsep dan Teori Pengolahan Citra Digital
Hak Cipta © 2018 pada penulis

Penulis : Endina Putri Purwandari, S.T., M.Kom.


Editor : Andang Wijanarko, S.Kom, M.Kom.
Setting : Muhammad Rodhi Supriyadi, S.T.
Desain Cover : Andang Wijanarko, S.Kom, M.Kom.

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang


Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau
seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, termasuk
memfotokopi, merekam, atau dengan sistem penyimpanan
lainnya secara elektronik, tanpa izin sah tertulis dari Penulis.

Diterbitkan Pertama Kali Oleh:


UNIB Press
Jl. WR. Supratman Kandang Limun, Kota Bengkulu
Kode Pos 38371 A
Telpon & Faks 0736 – 342584

Cetakan 1 Mei 2018

Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT)


PURWANDARI, Endina Putri
Konsep dan Teori Pengolahan Citra Digital,
Endina Putri Purwandari, Ed – 1, Bengkulu: UNIB Press,
2018.
xvi, 273 halaman.; 15 x 21 cm.

ISBN 976-602-5830-01-3

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan Rahmat dan Hidayahnya sehingga buku yang
berjudul “Konsep dan Teori Pengolahan Citra Digital ” ini dapat
diselesaikan. Tujuan penulisan buku ini untuk menyediakan
sumber belajar secara mandiri bagi pembaca yang ingin
mempelajari Pengolahan Citra Digital.
Buku ini terdiri atas 10 Bab, yaitu Bab 1. Dasar
Pengolahan Citra Digital mencakup A. Pendahuluan, B. Citra, C.
Definisi Pengolahan Citra Digital, D. Aplikasi Pengolahan Citra
& Pengenalan Pola, E. Tugas Kelompok, dan F. Daftar Pustaka.
Bab 2. Model Citra Digital mencakup A. Pendahuluan,
B. Sampling & Kuantisasi, C. Elemen Dasar Citra, D.
Peningkatan Kualitas Citra, E. Persepsi Visual, F. Persepsi
Warna, G. Koordinat Warna, H. Tugas Kelompok, dan I. Daftar
Pustaka.
Bab 3. Peningkatan Kualitas Citra Digital mencakup A.
Pendahuluan, B. Operasi Titik, C. Operasi dalam Citra, D.
Operas Spasial, E. Tugas Kelompok, dan F. Daftar Pustaka.
Bab 4. Transformasi Fourier dan Wavelet mencakup A.
Pendahuluan, B. Transformasi Fourier, C. Transformasi Wavelet,
D. Tugas Kelompok, dan E. Daftar Pustaka.
Bab 5. Restorasi Citra mencakup A. Pendahuluan, B.
Model Proses Degradasi/ Restorasi Citra, C. Model Noise, D.

ii
Jenis-jenis Noise, E. Noise Periodik, F. Parameter Noise, G.
Restorasi Citra Terdegradasi Noise dalam Filter Spasial, H.
Order – Statistic Filters, I. Adaptive Filter, J. Pengurangan Noise
Periodik dengan Filter Domain Frekuensi, K. Bandreject Filter,
L. Bandpass Filter, M. Notch Filter, N. Memperkirakan Fungsi
Degradasi, O. Invers Filtering, P. Filter Wiener (Minimum Mean
Square Error), Q. Transformasi Geometris, R. Tugas Kelompok,
dan S. Daftar Pustaka.
Bab 6. Operasi Penajaman dan Penghalusan Citra Digital
mencakup A. Filter Penghalusan (Smoothing), B. Filter
Penajaman (Sharpening), C. Proses Korelasi dan Konvolusi Citra
Digital, D. Tugas Kelompok, dan E. Daftar Pustaka.
Bab 7. Transformasi Intensitas dan Domain Spasial
mencakup A. Pendahuluan, B. Transformasi Gray Level Dasar,
C. Citra Negatif, D. Transformasi Log, E. Power-Law
Transformation, F. Gamma Correction, G. Transformasi Fungsi
Piecewise-Linier, H. Linear Spatial Filtering I. Filter
Penghalusan ( Smoothing), J. Filter Penajaman (Sharpening), K.
Perbaikan dengan Operasi Aritmatika/Logika, L. Tugas
Kelompok, dan M. Daftar Pustaka.
Bab 8. Pemprosesan Warna Citra mencakup A. Dasar-
dasar Warna, B. Model Warna RGB, C. Model Warna CMY dan
CMYK, D. Model Warna HSI, E. Model Warna HSV, F.
Konversi Model dari RGB ke HSI, G. Konversi Model dari HSI
ke RGB, H. Tugas Kelompok, dan I. Daftar Pustaka.

iii
Bab 9. Segmentasi Citra mencakup A. Segmentasi, B.
Deteksi Titik, C. Deteksi Garis, D. Deteksi Tepi, E. Detektor
Tepi Sobel, F. Detektor Tepi Prewitt, G. Detektor Tepi Robert,
H. Thresholding, I. Global Threshold, J. Local Threshold, K.
Tugas Kelompok, dan L. Daftar Pustaka.
Dan Bab 10. Morfologi Citra mencakup A. Morfologi
Citra, B. Dilasi, C. Erosi, D. Opening dan Closing, E.
Transformasi Hit-or-Miss, F. Boundary Extraction, G. Region
Filling, H. Thinning (Penipisan), I. Thickening (Penebalan), J.
Skeletonization, K. Morfologi Citra Grayscale, L. Erosi dan
Dilasi, M. Opening dan Closing, N. Algoritma-algoritma dengan
Dasar Morfologi Grayscale, O. Rekonstruksi Morfologi Citra
Biner, P. Tugas Kelompok, dan Q. Daftar Pustaka.
Harapan penulis adalah buku ini menjadi sumber belajar
bagi pembaca sehingga dapat memahami mengenai pengolahan
citra digital dengan sangat baik.
Buku ini masih memerlukan penyempurnaan, oleh
karena itu adanya kritikan dan saran yang bersifat konstruktif
sangat diharapkan dan untuk itu penulis ucapkan terima kasih.

Bengkulu, Mei 2018

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Kata Pengantar iii


Daftar Isi vi
Daftar Gambar vii
Daftar Tabel xi
Bab 1. Dasar Pengolahan Citra Digital 1
A. Pendahuluan 1
B. Citra 1
C. Definisi Pengolahan Citra Digital 3
D. Aplikasi Pengolahan Citra & Pengenalan Pola 6
E. Tugas Kelompok 7
F. Daftar Pustaka 7
Bab 2. Model Citra Digital 8
A. Pendahuluan 8
B. Sampling & Kuantisasi 10
C. Elemen Dasar Citra 11
D. Peningkatan Kualitas Citra 14
E. Persepsi Visual 15
F. Persepsi Warna 16
G. Koordinat Warna 18
H. Tugas Kelompok 18
I. Daftar Pustaka 19
Bab 3. Peningkatan Kualitas Citra Digital 20
A. Pendahuluan 20
B. Operasi Titik 21
C. Operasi dalam Citra 23
D. Operasi Spasial 24
E. Tugas Kelompok 26
F. Daftar Pustaka 27

v
Bab 4. Transformasi Fourier Dan Wavelet 29
A. Pendahuluan 29
B. Transformasi Fourier 30
C. Transformasi Wavelet 38
D. Tugas Kelompok 42
E. Daftar Pustaka 43
Bab 5. Restorasi Citra 44
A. Pendahuluan 44
B. Model Proses Degradasi/Restorasi Citra 44
C. Model Noise 45
D. Jenis-jenis Noise 45
E. Noise Periodik 50
F. Parameter Noise 51
G. Restorasi Citra Terdegradasi Noise dalam
Filter Spasial 51
H. Order Statistic Filters 57
I. Adaptive Filter 60
J. Pengurangan Noise Periodik dengan Filter
Domain Frekuensi 68
K. Bandreject Filter 68
L. Bandpass Filter 69
M. Notch Filter 70
N. Memperkirakan Fungsi Degradasi 72
O. Invers Filtering 77
P. Filter Wiener (Minimum Mean Square Error) 77
Q. Transformasi Geometris 82
R. Tugas Kelompok 94
S. Daftar Pustaka 94
Bab 6. Operasi Penajaman dan Penghalusan Citra Digital 95
A. Filter Penghalusan (Smoothing) 95
B. Filter Penajaman (Sharpening) 104
C. Proses Korelasi dan Konvolusi Citra Digital 105

vi
D. Tugas Kelompok 112
E. Daftar Pustaka 113
Bab 7. Transformasi Intensitas dan Domain Spasial 114
A. Pendahuluan 114
B. Transformasi Gray Level Dasar 115
C. Citra Negatif 116
D. Transformasi Log 117
E. Power-Law Transformation 118
F. Gamma Correction 119
G. Transformasi Fungsi Piecewise-Linier 123
H. Linear Spatial Filtering 156
I. Filter Penghalusan ( Smoothing) 164
J. Filter Penajaman (Sharpening) 174
K. Perbaikan dengan Operasi Aritmatika/Logika 185
L. Tugas Kelompok 188
M. Daftar Pustaka 188
Bab 8. Pemprosesan Warna Citra 189
A. Dasar-Dasar Warna 189
B. Model Warna RGB 190
C. Model Warna CMY dan CMYK 192
D. Model Warna HSI 193
E. Model Warna HSV 194
F. Konversi Model dari RGB ke HSI 195
G. Konversi Model dari HSI ke RGB 196
H. Tugas kelompok 197
I. Daftar Pustaka 198
Bab 9. Segmentasi Citra 200
A. Segmentasi 200
B. Deteksi Titik 200
C. Deteksi Garis 201
D. Deteksi Tepi 204
E. Detektor Tepi Sobel 205

vii
F. Detektor Tepi Prewitt 206
G. Detektor Tepi Robert 206
H. Thresholding 207
I. Global Threshold 208
J. Local Threshold 211
K. Tugas Kelompok 211
L. Daftar Pustaka 212
Bab 10. Morfologi Citra 213
A. Morfologi Citra 213
B. Dilasi 214
C. Erosi 218
D. Opening dan Closing 221
E. Transformasi Hit-or-Miss 224
F. Boundary Extraction 231
G. Region Filling 234
H. Thinning (Penipisan) 237
I. Thickening (Penebalan) 239
J. Skeletonization 239
K. Morfologi Citra Grayscale 240
L. Erosi dan Dilasi 241
M. Opening dan Closing 245
N. Algoritma-algoritma dengan Dasar
Morfologi Grayscale 247
O. Rekonstruksi Morfologi Citra Biner 253
P. Tugas Kelompok 271
Q. Daftar Pustaka 273

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Citra ke dalam Bentuk Piksel 2


Gambar 1.2. Pengelompokan Jenis-jenis Citra 2
Gambar 2.1. Presentase Persepsi Warna 17
Gambar 3.1. Citra rice.tif 22
Gambar 3.2. Citra Hasil Rotasi 23
Gambar 3.3. Citra Hasil Penskalaan 24
Gambar 4.1. Transformasi Fourier 30
Gambar 4.2. Contoh Hasil Transformasi Fourier 31
Gambar 4.3. Contoh Hasil Transformasi Fourier 2D 33
Gambar 4.4. Hasil Transformasi Fourier dalam Surface 33
Gambar 4.5. Contoh Citra dalam f(x, y) 32
Gambar 4.6. Contoh Hasil DFT 2D 35
Gambar 4.7. Contoh Hasil DFT 2D dalam Magnitude dan
Phase 35
Gambar 4.8. Mask High-pass dan Mask Low-pass 38
Gambar 4.9. Transformasi Wavelet untuk Citra Dua
Dimensi 41
Gambar 5.1. Model Proses Degradasi/ Restorasi Citra 44
Gambar 5.2. Fungsi PDF Beberapa Noise 47
Gambar 5.3. Model Proses Degradasi/ Restorasi Citra 49
Gambar 5.4. Citra Hasil dan Histogram Setelah Citra Input
Diberi Noise
Gaussian, Raileigh dan Gamma 49
Gambar 5.5. Citra Hasil dan Histogram Setelah Citra Input
Diberi Noise
Exponential, Uniform, dan Salt & Pepper 50
Gambar 5.6. Citra yang Terkorupsi Noise Sinusoidal
Bersama Spektrumnya 51
Gambar 5.7. Hasil Restorasi Citra dengan Aritmetic dan
Geometric Mean Filter 55

ix
Gambar 5.8. Hasil Restorasi Citra dengan Filter
Contraharmonic, Max dan Min 56
Gambar 5.9. Hasil Restorasi Citra dengan Filter Midpoint
dan Alpha-trimmed 60
Gambar 5.10. Perbandingan Hasil Filter Median dengan
Adaptive Median 67
Gambar 5.11. Plot Perspective Bandreject Filter 69
Gambar 5.12. Pemfilteran dengan Bandreject Filter 69
Gambar 5.13. Pattern Noise dari Gambar 5.11 70
Gambar 5.14. Plot Perspecrive Notch Reject Filter 71
Gambar 5.15. Contoh Pemodelan Fungsi Degradasi 76
Gambar 5.16. Restorasi Citra dengan Filter Wiener 81
Gambar 5.17. Transformasi Spasial 83
Gambar 5.18. Visualisasi Transformasi Affine pada Bentuk
Grid 90
Gambar 5.19. Transformasi Affine pada Citra Checkboard 93
Gambar 6.1. Filter Smoothing 3 x 3 96
Gambar 6.2. Hasil Filter Rata-rata dengan Ukuran Mask
3,5,9,21,35 97
Gambar 6.3. Citra Hasil Filter dengan Laplacian 101
Gambar 6.4. Hasil Filter Median 103
Gambar 6.5. Filter Mask 3x3 pada Citra 106
Gambar 6.6. Korelasi dan Konvolusi 1 Dimensi (Citra) 107
Gambar 6.7. Korelasi dan Konvolusi 2 Dimensi (Citra) 108
Gambar 6.8. Filter Mask 3 x 3 109
Gambar 6.9. Operasi Tepian Citra Digital 111
Gambar 7.1. Titik (x, y) dengan Tetangga 3 × 3
pada Citra f 114
Gambar 7.2. Beberapa Fungsi Transformasi Gray
Level Dasar 115
Gambar 7.3. Transformasi Negative pada Citra dengan
Gray Level L = 9 116

x
Gambar 7.4. Transformasi Log pada Citra dengan
Gray Level L = 256 dan C = 100 118
γ
Gambar 7.5. Kurva persamaan s = cr dengan beberapa
nilai gamma dan nilai c = 1 119
Gambar 7.6. Hasil Tampilan Gamma Correction 120
Gambar 7.7. Hasil Gamma Correction pada Citra dengan
Beberapa Variasi Nilai γ 121
Gambar 7.8. Pemetaan Gamma Correction γ 122
Gambar 7.9. Contoh Contrast Stretching 123
Gambar 7.10. Grafik dan Contoh Hasil Gray Level Slicing 124
Gambar 7.11. Macam Citra dengan Tampilan Histogamnya 126
Gambar 7.12. Citra Contoh dan Histogramnya 127
Gambar 7.13. Macam-macam Histogram Citra 131
Gambar 7.14. Pemetaan Nilai Intensitas Citra 133
Gambar 7.15. Histogram Citra pada Contoh 136
Gambar 7.16. Histogram Citra Setelah Dibuat Persamaan 138
Gambar 7.17a. Citra Input dan Citra Output Hasil Ekualisasi
Histogram Bersama Histogramnya (Red) 139
Gambar 7.17b. Citra Input dan Citra Output Hasil Ekualisasi
Histogram Bersama Histogramnya (Green) 141
Gambar 7.17c. Citra Input dan Citra Output Hasil Ekualisasi
Histogram Bersama Histogramnya (Blue) 143
Gambar 7.18. Tiga Citra Input dan Citra Output Hasil
Ekualisasi Histogram Bersama
Histogram Hasil Ekualisasi 145
Gambar 7.19. Fungsi Transformasi 3 Citra Input 147
Gambar 7.20. Contoh Histogram Ekualisasi 151
Gambar 7.21. Fungsi Transformasi Citra Input 152
Gambar 7.22. Filter Mask 3x3 pada Citra 157
Gambar 7.23. Korelasi dan Konvolusi 1 Dimensi 159
Gambar 7.24. Korelasi dan Konvolusi 2 Dimensi (Citra) 160
Gambar 7.25. Filter Mask 3 x 3 161
Gambar 7.26. Citra Asli menjadi Citra dengan Opsi

xi
Replicate dan Tipe Uint8 163
Gambar 7.27. Filter Smoothing 3 x 3 165
Gambar 7.28. Hasil Filter Rata-rata dengan Ukuran Mask
3,5,9,21,35 166
Gambar 7.29. Citra Hasil Filter dengan Laplacian 171
Gambar 7.30. Hasil Filter Median 173
Gambar 7.31. Ilustrasi Turunan Pertama dan Kedua
Digital 1 Dimensi 176
Gambar 7.32. Contoh Mask Laplace untuk Highboost
Filtering 177
Gambar 7.33. Citra Filtering dengan Unsharp Masking
dan Highboost Filtering 180
Gambar 7.34. Penggunaan Filter Laplacian untuk
Highboost Filtering 181
Gambar 7.35. Region Intensitas Citra, Operator Robert,
Operator Sobel 183
Gambar 7.36. Penggunaan Gradien Pada Citra 185
Gambar 7.37. Hasil Operasi Pengurangan Citra 186
Gambar 8.1. Spektrum Warna yang Terlihat oleh Cahaya
yang Dilewatkan oleh Cahaya yang
Dilewatkan Prisma Kaca 189
Gambar 8.2 Panjang Gelombang Visible Spektrum
Elektromagnetik 190
Gambar 8.3. Ruang Warna RGB 191
Gambar 8.4. Citra RGB dan Tiga Citra Komponennya 192
Gambar 8.5. Citra RGB dan Citra CMY 193
Gambar 8.6. Hubungan Konseptual Model Warna RGB
dan HSI 194
Gambar 8.7. Model Warna HSV 195
Gambar 8.8. Konversi Citra RGB dan HSI 196
Gambar 8.9. Konversi HSI Citra dan RGB 197
Gambar 9.1. Mask untuk Deteksi Garis 201
Gambar 9.2. Contoh Deteksi Garis dengan Mask -45° 203

xii
Gambar 9.3. Detektor Tepi 205
Gambar 9.4. Threshold Secara Analisis Visual Histogram
Bimodal 207
Gambar 9.5. Bentuk Global Threshold 211
Gambar 10.1 Himpunan Piksel dalam Segiempat 213
Gambar 10.2 Contoh Strel 214
Gambar 10.3 Objek Dilasi 215
Gambar 10.4. Proses Dilasi Citra 218
Gambar 10.5 Objek Erosi 219
Gambar 10.6 Erosi pada Citra 220
Gambar 10.7. Ilustrasi Opening 222
Gambar 10.8. Ilustrasi Closing 222
Gambar 10.9. Operasi Opening dan Closing pada Citra
Biner 223
Gambar 10.10. Transformasi Hit-or-Miss 224
Gambar 10.11. Ilustrasi Transformasi Hit-or-Miss 228
Gambar 10.12. Transformasi Hit-or-Miss pada Citra Biner 229
Gambar 10.13. Ilustrasi Boundary Extraction 231
Gambar 10.14. Boundary extraction Pulau Bali 234
Gambar 10.15. Ilustrasi Region Filling 236
Gambar 10.16. Region Filling pada Citra 237
Gambar 10.17. Hasil Thinning 238
Gambar 10.18. Hasil Skelenization 240
Gambar 10.19. Contoh Hasil Operasi Dilasi dan Erosi Citra 243
Gambar 10.20. Contoh Hasil Operasi opening dan Closing
Citra Grayscale 247
Gambar 10.21. Contoh Operasi Smoothing dengan
Morfologi 249
Gambar 10.22. Contoh Hasil Operasi Morfologi Gradien
Citra Grayscale 250
Gambar 10.23. Contoh Hasil Rekonstruksi Morfologi Citra
Biner 256
Gambar 10.25. Perbandingan Hasil Erosi Dilasi (Opening)

xiii
dan Opening dengan Rekonstruksi 258
Gambar 10.26. Contoh Operasi Filling Holes 259
Gambar 10.27. Contoh Hasil Operasi Pembersihan Border
Objek 260

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Wavelet Haar dalam Bentuk Sinyal dan Vektor 42


Tabel 5.1 Jenis-jenis Transformasi Affine 84
Tabel 6.1 Filter Spasial yang Didukung oleh fspecial 99
Tabel 6.2 Pilihan Fungsi Imfilter 110
Tabel 7.1 Konstanta Warna, Style, dan Marker 130
Tabel 7.2 Informasi Citra Contoh 135
Tabel 7.3 Hasil Perhitungan Persamaan Citra Contoh 137
Tabel 7.4 Citra Input 151
Tabel 7.5 Nilai 𝑝𝑟 (𝑟) Citra Input 152
Tabel 7.6 Perbandingan Hasil Nilai 𝑝𝑧 (𝑧𝑞 ) 154
Tabel 7.7 Hasil Nilai Trasformasi 𝐺(𝑧𝑞 ) 155
Tabel 7.8 Hasil Pemetaan 𝑠𝑘 ke 𝑧𝑞 156
Tabel 7.9. Pilihan Fungsi Imfilter 162
Tabel 7.10 Filter Spasial yang Didukung oleh fspecial 169
Tabel 10.1 Nilai untuk Argument Operation pada Fungsi
bwmorph 230
Tabel 10.2 Tipe dan Parameter Fungsi Strel 264

xv
MODEL CITRA DIGITAL

BAB 2
MODEL CITRA DIGITAL

A. Pendahuluan
Istilah citra pada umumnya digunakan dalam bidang
pengolahan citra diartikan sebagai suatu fungsi kontinu dari intensitas
cahaya 𝑓 (𝑥, 𝑦) dalam bidang dua dimensi, dengan (𝑥, 𝑦) menyatakan
suatu koordinat, dan nilai 𝑓 pada setiap titik (𝑥, 𝑦) menyatakan
intensitas atau tingkat kecerahan atau derajat keabuan (brightness/
graylevel). Suatu citra digital adalah suatu citra kontinu yang diubah
ke dalam bentuk diskrit.
Suatu citra digital dapat dianggap sebagai suatu array dari
bilangan yang dipresentasikan oleh sejumlah bit–bit, dengan indeks
baris dan kolomnya menyatakan koordinat sebuah titik pada citra
tersebut dan nilai masing – masing elemennya menyatakan intensitas
cahaya pada titik tersebut. Titik pada sebuah citra digital sering
disebut sebagai image element (elemen citra), picture element (elemen
gambar), pixel/piksel.
Proses yang dilakukan dengan sebuah sistem jenis ini dapat
dibagi menjadi tiga tahap:
1) Proses digitalisasi.
2) Proses pengolahan data.
3) Proses penampilan data.
Suatu citra yang diberikan dalam bentuk transparasi, slide, foto
atau peta pertamakali didigitalisasi dengan menggunakan digitizer
seperti scanner, frame grabber dan disimpan sebagai suatu matrik dari
digit biner (bit) dalam memori komputer. Citra yang digitisasi
kemudian dapat diproses lebih lanjut dan atau ditampilkan melalui
monitor beresolusi tinggi.
Proses pengolahan data dilakukan oleh komputer yang dapat
berupa suatu mikrokomputer sederhana (microprocessor based
computer) sampai kepada komputer besar (mainframe computer),
tergantung jumlah data serta jenis pengolahannya. Data yang terdapat

8
MODEL CITRA DIGITAL

pada suatu citra sangat besar jumlahnya, maka masalah kecepatan


pengolahan komputer serta kapasitas memori (mass storage) menjadi
amat penting.
Proses penampilan data merupakan salah satu segi yang sangat
penting dalam sistem ini, karena bagaimanapun juga pada akhirnya
citra hasil olahan harus dinilai oleh mata manusia melalui peragaan
citra pada suatu penampil (display). Penampil yang digunakan
biasanya berupa suatu graphic monitor atau printer / plotter
Citra merupakan suatu fungsi intensitas dalam bidang dua
dimensi. Karena intensitas yang dimaksud berasal dari suatu sumber
cahaya dan cahaya adalah suatu bentuk energi, maka berlakulah
keadaan dimana fungsi intensitas terletak diantara :
0 < 𝑓 (𝑥, 𝑦) < 
Pada hakekatnya yang dilihat oleh mata terdiri dari berkas–
berkas cahaya yang dipantulkan oleh benda sekitar. Jadi secara
alamiah 𝑓 (𝑥, 𝑦) merupakan fungsi dari sumber cahaya yang
menerangi obyek 𝑖(𝑥, 𝑦), serta jumlah cahaya yang dipantulkan oleh
obyek 𝑟 (𝑥, 𝑦). dengan demikian 𝑓 (𝑥, 𝑦) dapat dinyatakan sebagai :
𝑓(𝑥, 𝑦) = 𝑖(𝑥, 𝑦). 𝑟 (𝑥, 𝑦)
dengan : 0 < 𝑖(𝑥, 𝑦) <  (iluminasi sumber cahaya)
0 < 𝑟(𝑥, 𝑦) < 1 (koefisien pantul obyek)
intensitas f dari persamaan diatas akan disebut sebagai derajat keabuan
atau gray scale (𝑙) dengan l terletak diantara
Lmin  l  Lmax
dengan demikian :
Lmin  imin .rmin
Lmax  imax .r max
selang ( Lmin , Lmax ) diatas sering disebut sebagai skala keabuan (gray
scale).

9
MODEL CITRA DIGITAL

B. Sampling dan Kuantisasi


Agar dapat direpresentasikan secara numerik sebuah citra harus
digitalisasi, baik terhadap ruang (koordinat (𝑥, 𝑦)) maupun terhadap
skala keabuanya (𝑓( 𝑥, 𝑦)). Proses digitalisasi koordinat (𝑥, 𝑦) dikenal
sebagai pencuplikan citra (image sampling), sedangkan proses
digitalisasi skala keabuan 𝑓 (𝑥, 𝑦) disebut sebagai “ kuantisasi derajat
keabuan “ (gray level quantization).
Sebuah citra kontinu 𝑓 (𝑥, 𝑦) akan didekati oleh cuplikan–
cuplikan yang seragam jaraknya dalam matriks 𝑁𝑥𝑁. Nilai elemen–
elemen matriks dinyatakan derajat keabuan citra, sedangkan posisi
elemen tersebut (dalam baris dan kolom) menyatakan koordinat titik –
titik (𝑥, 𝑦) dari citra.
𝑓(0.0) 𝑓(0.1) … 𝑓(0, 𝑁 − 1)
𝑓(1,0) … … 𝑓(1, 𝑁 − 1)
𝑓(𝑥, 𝑦) = … … … …..
𝑓(𝑁 − 1,0) … … 𝑓(𝑁 − 1, 𝑁 − 1)

Bentuk matrik seperti diatas dikenal sebagai suatu citra digital.


Dengan alasan untuk memudahkan penerapan, dalam prakteknya
kebanyakan diambil jumlah pencuplikan pada baris (𝑁) dan kolom
(𝑁) sebagai bilangan pangkat dua dengan jarak cuplikan yang
seragam. Jadi diambil :
N  2 n ………….. ; 𝑛 = bilangan bulat positif
dengan alasan serupa , maka lazimnya skala keabuan [0, 𝐿] dibagi
dalam 𝐺 selang , dengan panjang selang yang sama.
G  2 m …………… ; 𝑚 = bilangan bulat positif
bila hal ini diterapkan , maka penyimpanan sebuah citra digital akan
membutuhkan sejumlah b bit dengan
𝑏 = 𝑁𝑥𝑁𝑥𝑚
Sebagai contoh untuk penyimpanan suatu citra berukuran 512 x
512 pixel dengan 256 derajat keabuan diperlukan jumlah bit sebanyak

10
MODEL CITRA DIGITAL

512 x 512 x 8 bit ~ 2.048.000 bit. Banyak jenis pencuplikan lainnya


yang dapat dilakukan, asalkan pencuplikan masih mempunyai jumlah
cuplikan terbatas dan citra aslinya dapat direkonstruksi kembali
berdasarkan citra tersebut.

C. Elemen Dasar Citra


Elemen – elemen citra yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Pixel (picture element)
Gambar yang bertipe bitmap tersusun dari pixel –pixel, pixel
disebut juga dengan dot. Berbentuk bujur sangkar dengan
ukuran relatif kecil yang merupakan penyusun atau
pembentuk gambar bitmap. Banyaknya pixel tiap satuan luas
tergantung pada resolusi yang digunakan keanekaragaman
warna pixel tergantung pada bit depth yang dipakai. Semakin
banyak jumlah pixel tiap satuan luas, semakin baik kualitas
gambar yang dihasilkan dan tentu semakin besar ukuran
filenya.
2) Bit depth
Bit depth (kedalaman warna) /pixel depth/color depth. Bit
depth menentukan berapa banyak informasi warna yang
tersedia untuk ditampilkan / dicetak dalam setiap pixel,
semakin besar nilainya semakin bagus kualitas gambar yang
dihasilkan, tentu ukuranya juga semakin besar.
3) Resolusi
Resolusi adalah jumlah piksel persatuan luas yang ada disuatu
gambar. Satuan pixel sering dipakai adalah dpi (dot per
inch)/ppi (pixel per inch). Satuan dpi menentukan jumlah
piksel yang ada setiap satu satuan luas. Yang dalam hal ini
adalah satu inch kuadrat. Resolusi sangat berpengaruh pada
detil dan perhitungan gambar.
4) Kecerahan dan Kontras
Yang dimaksud dengan kecerahan (brightness) adalah
intensitas yang terjadi pada satu titik citra. Dan lazimnya pada

11
MODEL CITRA DIGITAL

sebuah citra, kecerahan ini merupakan kecerahan rata–rata


dari suatu daerah lokal. Sistem visual manusia mempu
menyesuaikan dirinya dengan “tingkat kecerahan“ (brightness
level) dengan jangkauan dari yang terendah sampai tertinggi.
Batas penyesuaian gelap (terendah) disebut dengan scotopic
threshold, sedangkan batas penyesuaian terang (tertinggi)
disebut dengan glare threshold sebagai contoh scotopic
threshold terasa pada mata kita setelah lampu kita padamkan
(terang ke gelap). Sementara glare threshold kita rasakan
setelah keluar dari gedung bioskop (gelap ke terang)
Untuk menentukan kepekaan kontras (contrast sensitivity)
pada mata manusia, dilakukan cara pengukuran sebagai
berikut. Pada suatu bidang gambar dengan intensitas 𝐵, kita
perbesar intensitas objek lingkaran sehingga intensitasnya
menjadi 𝐵 + B . Pertambahan intensitas ( B ) ini dilakukan
sampai mata kita dapat mendeteksi perbedan ini. Dengan
demikian kepekaan kontras dinyatakan dalam rasio weber
sebagai B /𝐵. dari hasil percobaan , diperoleh bahwa mata
manusia memiliki rasio weber 2 % untuk bermacam-macam
nilai 𝐵.

a. Acuity
Yang dimaksud acuity disini adalah kemampuan mata
manusia untuk merinci secara detail bagian–bagian
pada suatu citra (pada sumbu visual)
b. Kontur
yang dimaksud dengan kontur (countour) adalah
suatu keadaan pada citra dimana terjadi perubahan
intensitas dari suatu titik ke titik tetangganya. Dengan
perubahan intensitas inilah mata manusia sanggup
mendeteksi pinggiran atau kontur suatu benda.

12
MODEL CITRA DIGITAL

c. Warna
Warna (color) adalah reaksi yang dirasakan oleh
sistem visual mata manusia terhadap perubahan
panjang gelombang cahaya. Setiap warna memiliki
panjang gelombang sendiri – sendiri. Warna merah
memiliki panjang gelombang (  ) yang paling tinggi,
sedangkan warna violet mempunyai panjang
gelombang paling rendah.
d. Bentuk
Pada umumnya citra yang dibentuk oleh mata
merupakan citra 2 dimensi , sedangkan objek yang
diamati biasanya 3 dimensi. Kesulitannya banyak
benda 3 dimensi setelah diproyeksikan ke bidang 2
dimensi kelihatan sama.
e. Tekstur
Pada hakekatnya sistem visual manusia tidak
menerima informasi citra terpisah pada setiap titik,
tetapi suatu citra dianggapnya sebagai satu kesatuan.
jadi definisi kesamaan objek perlu dinyatakan dalam
bentuk kesamaan dari satu himpunan parameter citra
(brightness, color , size ,dll) atau dengan kata lain dua
buah citra tidak dapat disamakan hanya dengan satu
parameter saja.
f. Waktu dan pergerakan
Respon suatu sistem visual tidak hanya berlaku pada
faktor ruang, tetapi juga pada faktor waktu. Sebagai
contoh bila gambar diam ditampilkan bergantian
secara cepat , maka kita akan mendapatkan kesan
melihat gambar yang bergerak. Contoh gambar untuk
film kartun.
g. Deteksi dan pengenalan
Dalam deteksi serta mengenali suatu citra, sering
tidak hanya sistem visual kita yang bekerja, tetapi

13
MODEL CITRA DIGITAL

juga seluruh ingatan yang kita miliki. Contoh, apabila


kita melihat seseorang wanita dari samping, kita
mungkin menafsirkanya sebagai wanita muda tapi
setelah melihat muka sebenarnya kita terkecoh dan
sebaliknya.

D. Peningkatan Kualitas Citra


Perbaikan citra biasanya dilakukan pada awal proses
pengolahan citra. Proses ini dilakukan guna menghasilkan kualitas
citra yang lebih baik untuk diolah pada tahap selanjutnya. Kualitas
suatu citra dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu:
1) Pencahayaan
Pencahayaan berhubungan dengan cahaya atau sumber cahaya
yang terdapat disekitar lingkungan sistem. Secara langsung
masalah pencahayaan mempengaruhi kualitas citra yang
diperoleh. Teknik pencahayaan yang baik akan menghasilkan citra
yang baik atau tidak mengandung derau yang berlebihan. Hal ini
penting untuk pemrosesan selanjutnya di bagian pengolahan citra,
sehingga dihasilkan informasi yang akurat mengenai obyek dan
lingkungan sistem pada umumnya.
2) Pemfokusan objek
Pemfokusan objek terkait erat dengan lensa kamera yang
digunakan sebagaimana diketahui, lensa merupakan peralatan
optik yang berfungsi mengumpulkan cahaya yang dipantulkan
oleh objek dan juga daerah sekitarnya. Pemfokusan obyek akan
menentukan ketajaman atau kejelasan citra yang diperoleh.
3) Kuantitas pendeteksi objek
Pada sebuah kamera, pendeteksi objek berupa dioda–dioda
yang peka terhadap cahaya. Dioda–dioda ini memiliki
kemampuan mendeteksi muatan cahaya dan mengkonversikannya
menjadi muatan listrik. Disamping itu dioda–dioda akan
membentuk array citra. Semakin banyak dioda yang menyusun

14
MODEL CITRA DIGITAL

array citra, resolusi citra yang mampu dihasilkan akan semakin


besar, berarti kualitas citra semakin baik pula.
4) Frekuensi sampling
Faktor ini berhubungan dengan periode dan frekuensi
sampling itu sendiri. Periode sampling merupakan waktu yang
diperlukan untuk proses pengambilan sampel citra analog.
Sedangkan frekuensi sampling adalah banyaknya sample citra
yang diambil dalam satu periode sampling. Frekuensi sampling
untuk satu periode harus tepat agar citra yang dihasilkan dapat
diidentifikasi dengan baik. Frekuensi sampling sangat menentukan
kualitas citra yang terbentuk pada proses digitalisasi ini. Frekuensi
sampling yang berlebihan atau sebaliknya sangat kurang akan
berdampak pada kejelasan citra.
Disamping keempat faktor umum diatas, ada beberapa faktor
lain yang menyebabkan suatu citra banyak mengandung derau yaitu
permukaan objek, latar belakang objek yang tidak rata, sudut pandang
pengambilan citra dan kekontrasan antar objek dengan latar
belakangnya. Noise yang terlalu besar menyebabkan unsur–unsur
objek dalam suatu citra sulit untuk diperoleh.
Terkait dengan perangkat lunak yang digunakan, kualitas citra
dapat ditingkatkan dengan dua metoda yang sederhana yaitu mengatur
nilai contras dan brigthness. Kombinasi yang tepat antara kedua
variabel tersebut dapat meningkatkan kualitas citra yang terbentuk,
sehingga proses identifikasi unsur – unsur obyek dapat dilakukan
dengan baik.

E. Persepsi Visual
Pengolahan citra maupun pengenalan citra, keduanya tidak
terlepas dari masalah persepsi visual yaitu masalah apa yang dapat
dilihat oleh mata manusia itu sendiri. Mata manusia merupakan bagian
dari sistem visual manusia. Cahaya diketahui sebagai suatu radiasi
elektromagnetik yang berada pada band panjang gelombang spectrum
elektromagnetik yang relatif sempit yaitu 350 nm – 780 nm. Suatu

15
MODEL CITRA DIGITAL

sumber cahaya fisik dikarakteristikan oleh laju energi yang


dipancarkan pada panjang gelombang spectrum tertentu. Cahaya yang
memasuki sistem visual manusia dapat berasal dari sumber cahaya
sebenarnya atau dari cahaya yang terpantul dari suatu objek, atau dari
cahaya yang diteruskan oleh suatu objek. Besarnya distribusi energi
spektrum cahaya yang berasal dari cahaya yang diteruskan oleh suatu
objek adalah :
C ( )  t ( ).E ( )
dan yang berasal dari cahaya yang dipantulkan oleh suatu objek
C ( )  r ( ).E ( )
dimana E ( ) mempresentasikan distribusi energi spectral dari cahaya
yang dipancarkan dari sumber cahaya, dan t ( )danr( ) masing–
masing adalah transmissivitas dan reflectivitas dari suatu objek yang
bergantung pada panjang gelombang cahaya.

F. Persepsi Warna
Warna merupakan salah satu elemen dasar suatu citra yang
berkaitan erat dengan sistem visual manusia. Warna adalah reaksi
yang dirasakan oleh sistem visual mata manusia terhadap perubahan
panjang gelombang cahaya. Studi mengenai warna sangat penting
karena dengan warna, informasi yang lebih banyak dari suatu obyek
dapat diperoleh.
Setiap warna memiliki panjang gelombang masing – masing.
Warna merah memiliki panjang gelombang (  ) yang paling tinggi,
warna violet memiliki panjang gelombang yang paling rendah.
Demikian pula kumpulan cahaya (berkas) dengan panjang gelombang
berbeda juga akan memberikan reaksi yang lain.
Atribut warna yang diterima adalah brightness (intensitas), hue
dan saturation. Brightness atau intensity menyatakan besarnya
intensitas cahaya yang diterima. Hue adalah atribut cahaya yang
membedakan sebagai contoh cahaya yang berwarna merah dari cahaya

16
MODEL CITRA DIGITAL

yang berwarna hijau atau kuning. Untuk sumber cahaya


monokromatik, perbedaan hue akan tampak sebagai perbedaan
panjang gelombang. Saturasi adalah aspek dari persepsi yang
memperlihatkan variasi warna putih yang ditambahkan ke suatu
cahaya monokhromatik. Representasi persepsi warna dengan
didasarkan pada ketiga atribut di atas ditunjukkan pada gambar 2.1.

White

Saturation

G R

B Brightness

Black

Gambar 2.1. Persentase Persepsi Warna

Brightness (𝑊) pada gambar 2.1 tersebut akan bervariasi


sepanjang sumbu vertikal , hue (  ) menunjukkan sudut keliling
lingkaran dan saturasi (𝑆) berubah sepanjang jarak radial. Suatu
warna tertentu akan merupakan sebuah titik pada ruang dinyatakan
dalam besarnya nilai-nilai 𝑊,  , dan 𝑆.

17
MODEL CITRA DIGITAL

G. Koordinat Warna
Sebagaimana telah diuraikan bahwa suatu warna [𝐶] dapat
dibentuk dengan harga tristimulus untuk suatu set warna – warna
utama, dan juga dapat dinyatakan dengan harga – harga kromatisitas
t1 (C ), t 2 (C ) dan intensitasnya. Terdapat banyak sistem koordinat
warna , tetapi pada uraian hanya akan dibahas mengenai koordinat
warna yang digunakan dalam tugas akhir ini yaitu sistem koordinat
warna RGB.
Sistem koordinat warna utama RGB merupakan sistem
koordinat warna yang berdasarkan pada teori trikomatik. Sistem
koordinat warna RGB ini direpresentasikan dengan tiga buah sumbu
yang saling tegak lurus satu sama lain. Masing – masing sumbu
tersebut mempresentasikan komponen warna utama Red ,Green dan
Blue (merah, hijau dan biru). Suatu warna tertentu akan menempati
titik tertentu pada sistem koordinat tersebut, dimana letak titik itu
ditentukan kadar warna – warna merah , hijau dan biru yang
menyusun warna tersebut.

H. Tugas Kelompok
1. Lakukan eksperimen bersama kelompok. Gunakan alat scanner
lakukan scan gambar/foto, kemudian scan dengan pengaturan
yang beragam, lalu amati:
(a) Apakah ukuran file scan yang kecil dapat menunjukkan
bagian-bagian yang kecil dan detail dari gambar?
(b) Apakah ukuran file scan yang kecil masih dapat
menampilkan bagian-bagian besar gambar?
(c) Apakah pengaturan scanner tersebut berpengaruh pada
output citra yang dihasilkan?
2. Lakukan pengambilan citra digital sebanyak 5 kali dengan
menggunakan kamera handphone pada objek yang sama,
dengan pengaturan dan titik pengambilan yang berbeda.

18
MODEL CITRA DIGITAL

(a) Manakah citra yang memiliki ukuran file terkecil?


Jelaskan mengapa citra tersebut memiliki ukuran file yang
kecil?
(b) Apakah pengaturan pencahayaan mempengaruhi hasil
output citra digital?
3. Projection : Titik fokus suatu kamera ditetapkan pada
koordinat (10, 0, 1). Suatu plane citra ditempatkan pada
koordinat 𝑧 = 2. Terdapat dua titik pada koordinat world:
p1 = (7, 3, 7), 𝑝2 = (8, 3, 13).
(a) Tentukan koordinat world titik dari proyeksi 𝑝1 dan 𝑝2
dengan menggunakan perspective projection.
(b) Tentukan pula nilai proyeksi 𝑝1 and 𝑝2 apabila
menggunakan weak perspective.

I. Daftar Pustaka
Eko Prasetyo. 2012. Pengolahan Citra Digital dan Aplikasinya
Menggunakan Matlab. Andi Yogyakarta. ISBN 978-979-29-
2703-0
Gonzalez R. C., Woods, R. E. 2009. Digital Image Processing with
Matlab, 2nd edition. Gatesmark Publishing. ISBN 0-98-
208540-0
Gonzalez, Rafael C. and Woods. R.E. 2007. Digital Image
Processing, 3rd edition. Prentice Hall. ISBN 0-13-168728-8
Hermawati, Fajar Astuti. 2013. Pengolahan Citra Digital: Konsep dan
Teori. Andi Yogyakarta. ISBN 978-979-29-3119-8.
McAndrew, Alasdair. 2004. An Introduction to Digital Image
Processing with MATLAB. School of Computer Science and
Mathematics. Victoria University of Technology.

19

Anda mungkin juga menyukai