Anda di halaman 1dari 4

ANTARA TIGA MATAHARI

Siang itu ketukan palu di meja hijau telah merenggut segalanya..


aku pun keluar dari ruang sidang utama dengan membawa
kepiluan.. aku bertarung dengan rasa cinta yang telah tertanam di
sanubariku bukan hanya untukku saja tapi juga untuk ketiga
matahariku. Ya, mereka adalah Afrel dan kedua adik kembarnya
bulan dan bintang.

Cerita bemula dari sebuah keinginan yaitu sowan ke rumah ibu


yang telah mengandungku. Rengekanku malam itu berujung
manis, suami menyetujui dan hendak mengantar. Pagi itu aku pun
berkemas dengan hati riang, sebuah nasyid sholawat buah karya
Opick terlantun dari bibir sembari mengemasi beberapa helai baju
untuk keperluan menginap. Sore hari sepulang kerja suamiku
pulang untuk mengantar. Bulan digendong ayahnya sembari
menyetir motor sedang bintang terbuai nyenyak dalam
pangkuanku. Dengan alasan repot kami meninggalkan Afrel tetap
tinggal di rumah bersama neneknya (ibu mertuaku –red). “Nanti
ayah pulang lagi jemput mbak ya kalo sudah nganter adik”, tutur
ayah.

Sesampainya di rumah ibuku ayah bergegas menuju ke kamar


menidurkan Bulan di ranjang. Aku letakkan pula Bintang di
samping bulan. Aku melihat ada sesuatu yang janggal, semacam
ada firasat tak enak di hatiku. Di situ ayah menatap kedua
putranya dengan lirih, tak lama kemudian mengecup kening
mereka dalam-dalam seperti ingin berpamitan jauh. Kemudian ia
beranjak dan berpamitan menjemput putri sulungku. Malam itu
kami tidur bertiga, walau sesekali ibuku terjaga untuk sekedar
memastikan keadaanku dan anak-anakku, namun hati ini masih
gelisah dan cemas.
Hari itu hari yang membuat penat pikiran, aku menunggu suami
dan putriku yang tak kunjung datang, seperti mengharap senja
yang datang menggantikan teriknya matahari. “Suami dan putriku,
di manakah gerangan kalian berada tak sadarkah aku seorang diri
mengeja kata demi kata lirih rindu dalam sanubari”, ujarku sendu.

Siang telah berganti malam, namun aku masih dalam penantian.


Begitu ada suara sepeda motor yang tak asing lagi, rasa cemas
berangsur hilang berganti kebahagiaan yang tersirat dalam
senyum. Aku pun buru-buru keluar kamar menuju pintu. Benar
saja yang datang adalah suami, beserta ayah dan ibunya, tanpa
Afrel. Sebuah tanda tanya besar kembali memenuhi otakku, ada
apakah gerangan?. Aku persilahkan mereka masuk dan duduk.

Tuhaaan… kedatangan mereka adalah untuk mengakhiri mahligai


rumah tanggaku yang sudah kulalui selama 8 tahun. Suamiku
mengembalikanku pada oangtuaku tanpa alasan yang jelas.
Pertengkaran remeh temeh kami yang sudah belalu ia ungkap,
tanda kekesalan dan alasan tak sanggup menghadapi sikapku yang
kekanak-kanakan dan egois menjadi sebuah senjata paling
mematikan untukku. Malam itu aku serasa menunggu bom waktu
yang tiap detiknya mendekat dan segera meledak.. boom!!! “Hak
asuh anak semua kuserahkan padamu, aku janji Afrel segera
bersamamu ketika akta cerai telah terbit”. Ujar suamiku datar.

Berhari-hari aku menjadi orang linglung, segala cara kulakukan


agar kami tidak bepisah. Tapi Takdir bekata lain, jodoh kami hanya
sampai di sini. Duhai suamiku, sudah pasti tiadalah kau tau
tentang hati ini. layaknya merpati yang di rundung sepi terus
mencari tempat kembali, sebesar apapun cinta yang kau miliki
tetaplah aku akan berakhir seorang diri. Aku harus tetap menjalani
kehidupan tanpamu demi ketiga matahariku karena matahari
itulah yang selalu menutupi gelapnya hati ini.
Perlahan aku mulai menata hati dan menatap masa depan.. mereka
butuh aku! Ujarku tegas. Mereka tidak butuh ibu yang lemah dan
sakit-sakitan. Maka aku beanjak dari tempatku melamun, kuambil
air wudhu kemudian shalat 2 rakaat. Kubuka Al Quran secara acak,
ada banyak jawaban atas tanda tanya besarku selama ini. Kudapati
sebuah ayat, Allah tidak akan menguji umatnya diluar batas
kemampuan umatnya, kemudian berlanjut di surat al insirah
sesudah kesulitan itu ada kemudahan terulang sampai dua kali..
akhirnya aku menatap kedua putraku yang tertidur pulas aku tatap
mereka dalam dalam, rasa haru menyelimutiku dalam hati terucap
syukur..

Ya Allah..
Terima kasih untuk kurnia terindah ini
Terima kasih untuk anugerah tidak ternilai ini
Maaf telah sempat meragukan ke Esa-an Mu dan ke Maha an Mu
Ya Allah
Tak seharusnya aku bersedih..
Karena semua yang terjadi di dunia ini adalah atas izin dan
kehendakmu
Sehelai daun yang jatuh terputus dari rantingnya pun adalah sesuai
dengan kehendak dan izin Mu

Engkau merencanakan semuanya hanya untuk kebaikan


umatmu…
Tiadalah Engkau membebaniku kecuali engkau telah tau bahwa
aku sanggup menopangnya

Ya Allah…
Engkau tidak tidur, Engkau dekat dengan umatmu.. sedekat urat
nadi di leherku
Engkau maha mendengar dan melihat apa yang aku rasakan
Sejak itu segala cara aku tempuh untuk mencukupi kebutuhan..
memberikan secercah harapan untuk ketiga matahariku. Mulai dari
berjualan pulsa, menerima ketikan, membuat dan menjual
makanan untuk dititipkan ke kantin kantin sekolah, menjadi buruh
cuci, sampai menjadi guru les privat ala coba-coba. Bagiku semua
pekerjaan harus dicoba, harus dilakukan dengan penuh semangat
dan tak lupa berdoa.

Saat ini aku merasa Allah memberikan jalan terang dalam


kehidupanku di dunia. Aku berhasil menyekolahkan anak-anak ke
SD dan TK tanpa bantuan orangtuaku, dan aku bisa membeli
rumah kecil untuk kami berempat tinggal tentunya atas izin dan
kehendakNya.

Para pembaca sekalian, maka yakinlah jika Allah mengurangkan


sesuatu padamu maka Ia akan melebihkan sesuatu yang lain
padamu. Yakinlah jika Allah mengambil sesuatu yang baik darimu
maka Allah akan gantikan dengan yang lebih baik, karena Ia
sangatlah penyayang..

Anda mungkin juga menyukai