Seminggu kemudian…
“Ahmad, ibu akan ke pos sembako sebentar, ya. Kamu tinggal
di tenda saja, jangan kemana-mana.” Pesan ibu siang itu.
“Baik, bu. Ibu, hati-hati, ya!” jawabku.
Lalu ibu keluar dari tenda pangungsian. Aku memandangi
kepergian ibu sambil berharap dalam hati, ibu akan kembali
dengan selamat dan tidak apa-apa.
“Hei, ayo kita ke pojok sana.” Ajak Ali mengagetkanku.
“Untuk apa?” tanyaku.
“Kita meminta sedikit makanan pada relawan itu. Aku lapar
sekali.” Ali menjelaskan.
“Ayolah, aku juga sangat lapar dan belum makan dari kemarin
siang.” Jawabku.
Aku dan Ali menghampiri dua orang relawan yang sedang
memasak mie instan.
Hari sudah malam. Tapi, ibu belum juga kembali. Aku mulai
gelisah. Kulihat teman-temanku sudah tertidur. Hanya
Humaira saja yang belum. Walaupun tidur, kami tidak tertidur
pulas. Karena, kami harus segera bangun jika ada serangan
mendadak.
“Humaira, belum tidur?” tanyaku pelan.
“Belum Ahmad. Belum mengantuk. Kamu?”
“Aku tak bisa tidur. Aku gelisah karena ibu tak kunjung
kembali sejak tadi siang.”
“Memangnya Umi Khadijah kemana?”
“Tadi, ibu bilang akan ke pos sembako sebentar.”
“Sabar, ya. Kita berdoa saja agar Umi Khadijah tidak apa-apa.”
Hibur Humaira.
“Iya.”
“Sudahlah, ayo tidur.”
“Tapi, perasaanku tak enak.”
“Ahmad, aku tidur duluan ya.” Ujar Humaira.
Aku mengangguk pelan. Aku masih tak mengantuk sama
sekali. Ya Allah, apa yang telah terjadi? Mengapa perasaanku
tak enak? Ya Allah, aku mohon selamatkan ibu. Jangan ambil
ibuku sekarang. Aku berdoa dalam hati.