Reference group dapat diartikan sebagai individu atau kelompok yang nyata atau
imajiner yang dianggap memiliki relevansi yang signifikan atas evaluasi, aspirasi, atau
perilaku individu. Reference group memengaruhi konsumen dalam tiga cara yaitu
informational, utilitarian, dan value-expressive.
Sebuah reference group dapat berbentuk organisasi formal yang besar, atau bisa
juga kecil dan informal, seperti sekelompok teman atau mahasiswa yang tinggal di asrama
universitas. Pemasar cenderung memiliki kendali lebih besar atas pengaruh mereka
terhadap kelompok formal karena mereka lebih mudah diidentifikasi dan diakses.
Beberapa reference groups terdiri dari orang-orang yang benar-benar dikenal oleh
konsumen (anggota dalam kelompok sosial mereka); dan lainnya terdiri dari orang-orang
yang diketahui atau dikagumi oleh konsumen. Sehingga banyak upaya pemasaran secara
khusus mengadopsi daya tarik reference group dengan menggunakan sosok yang sangat
terpandang dan dikagumi secara luas (seperti atlet terkenal). Reference group aspiratif ini
terdiri dari tokoh-tokoh ideal seperti pebisnis, atlet, atau artis yang sukses.
Reference group dapat memberikan pengaruh positif atau negatif pada perilaku
konsumsi. Dalam kebanyakan kasus, konsumen mencontohkan perilaku mereka agar
konsisten dengan apa yang mereka pikir diharapkan kelompok dari mereka. Namun, dalam
beberapa kasus, konsumen mungkin mencoba menjauhkan diri dari orang atau kelompok
lain yang berfungsi sebagai kelompok yang dihindari/tidak disukai. Mereka mungkin dengan
cermat mempelajari pakaian atau tingkah laku dari kelompok yang tidak disukai dan dengan
hati-hati menghindari membeli apa pun yang mungkin mengidentifikasikan dengan kelompok
itu. Itulah sebabnya iklan terkadang menampilkan orang yang tidak diinginkan menggunakan
produk pesaing untuk secara halus menunjukkan bahwa target pesan dapat menghindari
menjadi seperti itu dengan menjauhi produk yang dibeli orang tersebut.
Komunitas virtual
Pengaruh komunitas virtual pada preferensi produk individu sangat besar. Konsumen
setia dalam komunitas ini pada dasarnya bekerja sama untuk membentuk selera mereka,
mengevaluasi kualitas produk, dan bahkan bernegosiasi untuk kesepakatan yang lebih baik
dengan produsen.
Mereka sangat mementingkan penilaian dari sesama anggota. Pengguna internet
cenderung berkembang dari pengumpulan informasi asosial (pasif/tanpa interaksi) ke
aktivitas sosial yang semakin afiliatif (aktif/melibatkan interaksi). Pada awalnya mereka
hanya akan menelusuri situs tetapi kemudian mereka mungkin akan tertarik untuk
berpartisipasi aktif.
Intensitas identifikasi dengan komunitas virtual bergantung pada dua faktor. Yang
pertama adalah semakin besar pengaruh suatu aktivitas pada konsep diri seseorang, maka
semakin besar kemungkinan dia untuk mengejar keanggotaan aktif dalam komunitas.
Kedua, intensitas hubungan sosial yang dibentuk seseorang dengan anggota komunitas
virtual lainnya membantu menentukan sejauh mana keterlibatan mereka.
Banyak anggota komunitas virtual peka terhadap campur tangan dari perusahaan,
dan bereaksi negatif ketika mereka mencurigai bahwa anggota lain sebenarnya adalah
pemasar yang ingin memengaruhi evaluasi produk dalam komunitas tersebut.
Pengaruh reference group tidak sama kuatnya untuk semua jenis produk dan
aktivitas konsumsi. Misalnya, produk yang tidak terlalu rumit, yang dianggap berisiko rendah
dan yang dapat dicoba sebelum dibeli, tidak terlalu rentan terhadap pengaruh pribadi.
Selain itu, dampak spesifik dari reference group dapat bervariasi. Kadang-kadang
mereka mungkin menentukan bagaimana penggunaan produk tertentu daripada yang lain
(misalnya memiliki atau tidak memiliki komputer, makan junk food versus makanan sehat),
sedangkan di lain waktu mereka mungkin memiliki efek spesifik pada keputusan merek
dalam kategori produk (memakai jeans Levi's vs jeans Diesel, atau merokok Marlboro vs
merek nasional).
Apakah pembelian itu untuk dikonsumsi publik atau pribadi dan apakah itu barang
mewah atau kebutuhan. Efek reference group lebih kuat untuk pembelian yang (1)
kemewahan daripada kebutuhan (misalnya kapal pesiar), karena produk yang dibeli dengan
pendapatan tambahan tunduk pada selera dan preferensi individu, sedangkan kebutuhan
tidak memiliki pilihan ini; dan (2) mencolok secara sosial atau terlihat oleh orang lain
(misalnya furnitur atau pakaian), karena konsumen cenderung tidak terpengaruh oleh opini
orang lain jika pembelian mereka tidak akan pernah diamati oleh siapa pun kecuali diri
mereka sendiri.
Jika seseorang mengagumi kualitas seseorang atau suatu kelompok, dia akan
mencoba meniru kualitas tersebut dengan meniru perilaku referen (pilihan pakaian, mobil,
aktivitas rekreasi) sebagai panduan untuk membentuk preferensi konsumsi. Orang
terkemuka di semua lapisan masyarakat dapat memengaruhi perilaku konsumsi orang
berdasarkan dukungan produk, pernyataan mode yang khas, atau tujuan yang dibela.
Kekuasaan referensi penting bagi banyak strategi pemasaran karena konsumen secara
sukarela mengubah perilaku untuk menyenangkan atau mengidentifikasi dengan orang atau
kelompok yang menjadi referensi mereka. Misalnya fans Cristiano Ronaldo lebih memilih
produk Adidas karena Ronaldo menjadi brand ambassador merek tersebut.
Seseorang dapat memiliki kekuasaan informasi hanya karena dia tahu sesuatu yang
ingin diketahui orang lain. Editor majalah di industri fashion sering memiliki kekuasaan
karena kemampuannya untuk mengumpulkan dan menyebarkan informasi yang dapat
membantu atau menjatuhkan desainer atau perusahaan. Orang dengan kekuasaan
informasi mampu mempengaruhi opini konsumen berdasarkan (asumsi) akses mereka ke
'kebenaran'. Misalnya saat konsumen melihat review buruk dari majalah fashion tentang
suatu merek baru. Kemungkinan hal ini akan mempengaruhi niat beli konsumen terhadap
produk tersebut.
Meskipun kekuasaan ini seringkali efektif dalam jangka pendek, namun cenderung
menghasilkan perubahan sikap atau perilaku yang tidak permanen. Kekuasaan ini mengacu
pada mempengaruhi seseorang dengan intimidasi sosial atau fisik. Pengawasan atau hal
semacam itu biasanya diperlukan untuk membuat orang melakukan sesuatu yang tidak ingin
mereka lakukan. Untungnya, kekuatan koersif jarang digunakan dalam situasi pemasaran.
Namun, elemen kekuasaan ini terlihat pada seruan rasa takut, intimidasi, dan kampanye
yang menekankan konsekuensi negatif yang dapat terjadi jika konsumen tidak
menggunakan suatu produk.