Anda di halaman 1dari 11

A.

Pengertian Karya Sastra

Secara umum, Pengertian Sastra adalah suatu karya yang indah baik itu
tulisan dan lisan. Berdasarkan dari asal usul, definisi sastra diistilahkan
sebagai kesustraan yang berasal dari bahasa sansekerta, yaitu
sastra.suyang berarti bagus atau indah, sedangkan dari sastra yang berarti
buku, tulisan atau huruf.

B. Ciri – Ciri dan Fungsi

1. Ciri-Ciri Karya Sastra - Sastra memiliki karakteristik yang dapat digolongkan


atau dinamakan karya sastra. Ciri-ciri karya satra adalah sebagai berikut...

 Isinya menggambarkan manusia dengan berbagai persoalannya


 Bahasanya yang indah atau tertata baik 
 Gaya penyajiannya menarik yang berkesan di hati pembacanya

2. Fungsi Karya Sastra - Dalam menciptakan sebuah karya sastra memiliki


fungsi yang bertujuan bagi para pembaca dan pendengar. Fungsi karya
sastra adalah sebagai berikut.

 Fungsi rekreatif adalah memberikan kesangan atau hiburan bagi


pembacanya 
 Fungsi didaktfi adalah memberikan wawasan pengetahuan mengenai seluk-
beluk kehidupan manusia bagi pembacanya
 Fungsi estetis adalah sastra mampu memberikan keindahan pembacanya
 Fungsi moralitas adalah memberikan pengetahuan bagi pembacanya
mengenai moral yang baik dan buruk.
 Fungsi religius adalah sastra menghadirkan karya yang didalamnya
mengandung ajaran agama yang diteladani oleh pembacanya.  

C. Sastra Lama

Pengertian Sastra Lama

Arti/definisi sastra lama adalah karya-karya yang dihasilkan oleh sastrawan yang
berada pada zaman kerajaan atau masa dimana belum adanya pergerakan
nasional.

Jenis/Macam-macam Sastra Lama

Sastra lama terdiri dari : Pantun, syair, hikayat, legenda, mite, sage, parabel, dan
fabel.
Bentuk Sastra Lama

1. Pantun
Pantun adalah bentuk puisi lama dengan ciri-ciri seperti :

 Tiap bait terdiri atas 4 baris


 Tiap baris terdiri atas 8 s.d. 12 suku kata
 Bersajak a b a b
 Baris 1 dan 2 adalah sampiran
 Baris 3 dan 4 adalah isi

Contoh :
Bila terang telah berganti
Sang petang pastilah datang
Bila engkau tak ada dihati
Tak mungkin aku akan meminang

Pada contoh diatas kita lihat sudah bersajak a b a b, dan baris 1 dan 2 adalah
merupakan sampiran, sedangkan baris 3 dan 4 adalah isi.

Berdasarkan isinya pantun dibagi menjadi 3 diantaranya :


1. Pantun anak-anak

 Pantun teka-teki
 Pantun jenaka
 Pantun suka cita
 Pantun duka cita

2. Pantun muda-mudi

 Pantun perkenalan
 Pantun percintaan
 Pantun perceraian
 Pantun dagang

3. Pantun tua

 Pantun nasihat
 Pantun adat
 Pantun agama

2. Dongeng
Dongeng adalah bentuk sastra lama yang berupa cerita khayalan(fiksi) yang
merupakan bentuk prosa lama.
Macam-macam dongeng

1. Legenda ialah sebuah dongeng rakyat pada jaman dahulu yang ada
hubungannya dengan peristiwa sejarah. Contohnya : Asal-usul Bayuwangi
2. Fabel ialah sebuah dongeng yang menggambarkan watak dan sifat manusia
yang pelakunya diperankan oleh binatang. Contohnya : Si Kancil yang Cerdik
3. Mite atau mitos adalah dongeng yang berhubungan dengan dewa, roh halus,
atau kepercayaan animisme dan dinamisme. Contohnya : Sangkuriang
4. Sage ialah dongeng yang isinya berkaitan dengan sejarah. Contohnya : Jaka
Tingkir, Jaka Umbaran
5. Cerita jenaka atau pelipur lara ialah cerita tentang orang-orang jenaka atau
menceritakan humor bangsa Indonesia. Contohnya : Pak Pandir

3. Hikayat
Hikayat ialah karya sastra lama dalam bentuk prosa.Hikayat adalah cerita yang
sumbernya bermula dari kisah-kisah raja dan dewa.

Ciri-ciri Hikayat :

 Berlatar belakang tempat antah berantah


 Menceritakan kehidupan raja dan dewa-dewa
 Ceritanya cenderung tentang khayalan

D. Sastra Modern/Baru

Pengertian Sastra Modern

Arti/definisi sastra modern/baru adalah karya-karya sastra yang hidup dan


berkembang di kehidupan masyarakat modern.Sastra modern lahir setelah
munculnya pergerakan nasional atau tidak berada pada zaman dahulu atau zaman
kerajaan.

Jenis/Macam-macam Sastra Modern

Sastra lama terdiri dari : Prosa, cerpen, novel, roman, puisi, dan drama.

Bentuk Sastra Modern

1. Puisi
Unsur instrinsik puisi diantaranya :
 Diksi yaitu kata-kata yang dipilih seorang penyair dalam menciptakan puisi.
Kata-kata tersebut tentu kata yang mengungkapkan keindahan dan
perasaan.
 Imaji yaitu upaya penyair dalam membangkitkan daya imajinasi/khayal
pembaca tentang peristiwa atau perasaan yang dialami penyair sehingga
pembaca ikut merasakannya.
 Majas yaitu pengungkapan bahasa yang dipilih penyair untuk memperjelas
maksud. Mengungkapkan dengan gambaran/kiasan, membuat kesegaran,
dan menimbulkan kejelasan perasaan.
 Rima yaitu persamaan bunyi dalam puisi yang berguna untuk memperjelas
maksud dan menimbulkan keputusan.
 Irama yaitu pergantian naik-turun, panjang-pendek pengucapan bahasa puisi
secara teratur.

Unsur ekstrinsik puisi diantaranya :


Contoh: Pendidikan pengarang, sejarah pengarang, agama pengarang, dan latar
belakang pengarang.

Teknik membaca puisi diantaranya :

 Ucapan dan gerakan wajar. tidak harus dibuat-buat.


 Pengucapan harus jelas.

Syarat membaca puisi yang baik diantaranya :

 Memahami isi puisi.


 Artikulasi dan intonasi tepat.
 Memberi jeda tekanan pada kata-kata yang penting.
 Mengeja kata-kata dengan jelas disertai Jenis/Macam dan Perbedaan Sastra
Lama dan Sastra Baru/Modern mimik yang sesuai apa yang disampaikan.

2. Drama
Drama yaitu sastra baru yang berbentuk cerita atau karangan yang menyajikan
bentuk perilaku di atas panggung yang berupa dialog.

Macam-macam drama:

 Komedi yaitu cerita yang di dalamnya mengandung humor.


 Tragedi yaitu cerita yang di dalamnya mengandung kesusahan atau
kesulitan.
 Tragedi komedi yaitu cerita yang di dalamnya mengandung kesusahan dan
humor/lucu silih berganti.
 Opera/musical yaitu drama yang diiringi oleh musik.
3. Cerpen
Cerpen yaitu sastra modern karangan pendek berbentuk prosa.Dalam cerpen
diceritakan sepenggal kehidupan tokoh, baik yang menyenangkan,
menyedihkan.mengharukan, atau pertikaian dan mengandung kesan yang sulit
untuk dilupakan.

Ciri-ciri cerpen:

 Ceritanya fiktif dan aspek ceritanya  menimbulkan efek dan kesan tunggal.
 Mengungkapkan masalah terbatas hal-hal penting saja.
 Menjanjikan peristiwa yang jelas dan cermat.

Periodisasi Sastra Indonesia

Sastra Indonesia berkembang dari waktu ke waktu, bahkan sebelum bahasa


Indonesia diresmikan pada 28 Oktober 1928. Pada zaman dahulu bahasa Melayu
dipakai sebagai bahasa kerajaan dan bahasa sastra (Purwoko, 2004: 84), hasil-hasil
sastra berbahasa Melayu yang tidak tertulis juga sudah ditemukan sejak abad ke-19.
Sementara itu, pondasi pendirian sastra Indonesia baru tegak berdiri pada tahun
1920-an dengan munculnya Balai Poestaka. Sejak saat itu sastra berkembang
sampai saat ini, sastra Indonesia secara umum terbagi oleh beberapa periode, yaitu
angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru, angkatan 1945, angkatan 1950, angkatan
1966, dan angkatan 1970—sekarang. Di era 2000-an seperti sekarang mulai dikenal
cyber sastra, yaitu sastra yang beredar luas di dunia cyber atau internet. Berikut
akan dipaparkan satu demi satu penjelasan terkait periodisasi sastra Indonesia.

Angkatan Balai Pustaka (1920—1933)

Balai Pustaka didirikan pada tahun 1908, tetapi baru tahun 1920-an kegiatannya
dikenal banyak pembaca (Purwoko, 2004: 143). Berawal ketika pemerintah Belanda
mendapat kekuasaan dari Raja untuk mempergunakan uang sebesar F.25.000
setiap tahun guna keperluan sekolah bumi putera yang ternyata justru meningkatkan
pendidikan masyarakat. Commissie voor de Inlandsche School-en Volkslectuur,
yang dalam perkembangannya berganti nama Balai Poestaka, didirikan dengan
tujuan utama menyediakan bahan bacaan yang “tepat” bagi penduduk pribumi yang
menamatkan sekolah dengan sistem pendidikan Barat. Sebagai pusat produksi
karya sastra, Balai Poestaka mempunyai beberapa strategi signifikan (Purwoko,
2014: 147), yaitu

1. merekrut dewan redaksi secara selektif

2. membentuk jaringan distribusi buku secara sistematis


3. menentukan kriteria literer

4. mendominasi dunia kritik sastra

Pada masa ini bahasa Melayu Riau dipandang sebagai bahasa Melayu standar yang
yang lebih baik dari dialek-dialek Melayu lain seperti Betawi, Jawa, atau Sumatera.
Oleh karena itu, para lulusan sekolah asal Minangkabau, yang diperkirakan lebih
mampu mempelajari bahasa Melayu Riau, dipilih sebagai dewan redaksi.Beberapa
diantaranya adalah Armjin Pene dan Alisjahbana.Angkatan Balai Poestaka baru
mengeluarkan novel pertamanya yang berjudul Azab dan Sengsara karya Merari
Siregar pada tahun 1920-an. Novel yang mengangkat fenomena kawin paksa pada
masa itu menjadi tren baru bagi dunia sastra.Novel-novel lain dengan tema serupa
pun mulai bermunculan. Adapun ciri-ciri karya sastra pada masa Balai Poestaka,
yaitu

1. Gaya Bahasa : Ungkapan klise pepatah/pribahasa.

2. Alur : Alur Lurus.

3. Tokoh : Plot karakter ( digambarkan langsung oleh narator ).

4. Pusat Pengisahan : Terletak pada orang ketiga dan orang pertama.

5. Terdapat digresi : Penyelipan/sisipan yang tidak terlalu penting, yang dapat


menganggu kelancaran teks.

6. Corak : Romantis sentimental.

7. Sifat : Didaktis (pendidikan)

8. Latar belakang sosial : Pertentangan paham antara kaum muda dengan


kaum tua.

9. Peristiwa yang diceritakan saesuai dengan realitas kehidupan masyarakat.

10. Puisinya berbentuk syair dan pantun.

11. Menggambarkan tema pertentangan paham antara kaum tua dan kaum
muda, soal pertentangan adat, soal kawin paksa, permaduan, dll.

12. Soal kebangsaan belum mengemuka, masih bersifat kedaerahan.

Angkatan Pujangga Baru (1933—1942)

Pada tahun1933, Armijn Pane, Amir Hamzah, dan Sultan Takdir Alisjahbana
mendirikan sebuah majalah yang diberi namaPoejangga Baroe. Majalah
Poedjangga Baroe menjadi wadah khususnya bagi seniman atau pujangga yang
ingin mewujudkan keahlian dalam berseni.Poedjangga Baroe merujuk pada nama
sebuah institusi literer yang berorientasi ke aneka kegiatan yang dilakukan para
penulis pemula. Majalah ini diharapkan berperan sebagai sarana untuk
mengoordinasi para penulis yang hasil karyanya tidak bisa diterbitkan Balai
Poestaka (Purwoko, 2004: 154).

Selain memublikasikan karya sastra, majalah ini juga merintis sebuah rubrik untuk
memuat esai kebudayaan yang diilhami oleh Alisjahbana dan Armijn Pane.Kelahiran
majalah Poedjangga Baroe menjadi titik tolak kebangkitan kesusastraan Indonesia.
S.T. Alisjahbana, dalam artikel Menudju Masjarakat dan Kebudajaan Baru,
menjelaskan bahwa sastra Indonesia sebelum abad 20 dan sesudahnya memiliki
perbedaan yang didasari pada semangat keindonesiaan dan keinginan yang besar
akan perubahan.

Adapun karakteristik karya sastra pada masa itu terlihat melalui roman-romannya
yang sangat produktif dan diterima secara luas oleh masyarakat.Pengarang yang
paling produktif yaitu Hamka dan Alisjahbana.Hamka, dalam Mengarang Roman,
mengatakan Roman adalah bentuk modern dari hikayat.Roman memperhalus
bahasa yang sebelumnya sangat karut marut menyerupai kalimat Tionghoa
sehingga secara tidak langsung roman-roman yang ada mampu memicu minat baca
masyarakat yang awalnya tidak gemar membaca.

Berdasarkan isi cerita, tema-tema yang ada memperlihatkan kecenderungan para


pengarang yang membuat tokoh-tokoh dalam ceritanya berakhir pada kematian.
Pengaruh Barat yang sangat kental pada perkembangan sastra Indonesia dalam
periode Pujangga Baru menghasilkan beberapa perbedaan pandangan dalam
kalangan sastrawan pada saat itu.Sebagai contoh, novel pertama yang diterbitkan
majalah ini, Belenggu, pernah ditolak oleh Balai Pustaka karena dianggap
mengandung isu tentang nasionalisme dan perkawinan yang retak. Dengan alasan
didaktis, kedua isu budaya tersebut dianggap tidak cocok dengan kebijakan
pemerintah kolonial.

Angkatan ’45

Munculnya Chairil Anwar dalam panggung sejarah sastra Indonesia dengan


menampilkan sajak-sajak yang bernilai tinggi memberikan sesuatu yang baru bagi
dunia sastra tanah air. Bahasa yang dipergunakannya adalah bahasa Indonesia
yang berjiwa. Bukan lagi bahasa buku, melainkan bahasa percakapan sehari-hari
yang dibuatnya bernilai sastra (Rosidi, 1965: 91).Dengan munculnya kenyataan itu,
maka banyaklah orang yang berpendapat bahwa suatu angkatan kesusateraan baru
telah lahir. Angkatan ini memiliki beberapa sebutan, yaitu Angkatan ’45, Angkatan
Kemerdekaan, Angkatan Chairil Anwar, Angkatan Perang, Angkatan Sesudah
Perang, Angkatan Sesudah Pujangga Baru, Angkatan Pembebasan, dan Generasi
Gelanggang.
Angkatan ’45 adalah angkatan yang muncul setelah berakhirnya Angkatan Pujangga
Baru.Angkatan ini terbentuk karena Angkatan Pujangga Baru dianggap gagal
menjalankan gagasannya.Pujangga Baru yang semula memiliki gagasan
baratisasi sastra Indonesia, nyatanya hanya mentok pada belandanisasi.
Dengan kata lain, tokoh-tokoh atau karya-karya seni dan sastra yang diambil
sebagai acuan dan sumber inspirasi hanya berasal dari negeri Belanda saja, bukan
dari penjuru Barat. Untuk meluruskan persepsi tersebut, muncullah Angkatan ’45
sebagai gantinya.

Keberadaan angkatan ini erat hubungannya dengan Surat Kepercayaan


Gelanggang.Konsep humanisme universal menjadi acuan Perkumpulan Gelanggang
karena mereka merasa karya-karya yang dibuat oleh Angkatan Pujangga Baru
kurang realistis pada masa itu.Angkatan Pujangga Baru yang beraliran romatis
dinilai terlalu utopis dan hanya mementingkan estetika.Berbeda dengan Angkatan
Pujangga Baru, Angkatan ’45 beraliran ekspresionisme-realistik.Karya-karya yang
dihasilkan bergaya ekspresif, menggambarkan identitas si seniman dan juga
realistis.Dalam hal ini, realistis berarti fungsional atau berguna untuk
masyarakat.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Angkatan ’45 menganut
pendapat seni untuk masyarakat, sementara Pujangga Baru menganut pendapat
seni untuk seni.

Tema yang banyak diangkat dalam karya-karya seni Angkatan ’45 adalah tema
tentang perjuangan kemerdekaan.Dari karya-karya bertemakan perjuangan itulah
amanat yang menyatakan bahwa perjuangan mencapai kemerdekaan tak hanya
dapat dilakukan melalui politik atau angkat senjata, tetapi perjuangan juga dapat
dilakukan melalui karya-karya seni. Angkatan ’45 mulai melemah ketika sang
pelopor, Chairil Anwar, meninggal dunia. Selain itu, Asrul Sani, yang juga
merupakan salah satu pelopor mulai menyibukkan diri membuat skenario film.
Kehilangan akan kedua orang tersebut membuat Angkatan ’45 seolah kehilangan
kemudinya. Akhirnya, masa Angkatan ’45 berakhir dan digantikan dengan
Angkatan’50.

Angkatan ’45 memiliki gaya yang berbeda dengan Angkatan Pujangga Baru. Gaya
ini dipengaruhi oleh kondisi politik masing-masing angkatan. Angkatan Pujangga
Baru memiliki gaya romantis-idealis karena pada saat itu perjuangan kemerdekaan
belum sekeras yang dialami Angkatan ’45. Sementara Angkatan ’45 yang terbentuk
pada saat gencarnya perjuangan kemerdekaan memilih gaya ekspresionisme-
realistik agar dapat berguna dan diterima oleh masyarakat. Pada akhirnya, semua
angkatan yang ada sepantasnya menyadari fungsi sosial mereka. Setiap angkatan
harus memikirkan letak kebermanfaatan mereka bagi masyarakat karena mereka
hidup dan tumbuh di dalam masyarakat.

Angkatan 1950
Angkatan ini dikenal krisis sastra Indonesia.Sejak Chairil Anwar meninggal,
lingkungan kebudayaan “Gelanggang Seniman Merdeka” seolah-olah kehilangan
vitalitas.Salah satu alasan utama terhadap tuduhan krisis sastra tersebut adalah
karena kurangnya jumlah buku yang terbit. Sejak tahun 1953 , Balai Pustaka yang
sejak dulu bertindak sebagai penerbit utama buku-buku sastra, kedudukannya
sudah tidak menentu (Rosidi, 1965: 137). Sejak saat itu aktivitas sastra hanya dalam
majalah-majalah, seperti Gelanggang/Siasat, Mimbar Indonesia, Zenith, Poedjangga
Baroe, dll.

Karena sifat majalah, maka karangan-karangan yang mendapat tempat terutama


yang berupa sajak, cerpen, dan karangan-karangan lain yang tidak begitu panjang.
Sesuai dengan yang dibutuhkan oleh majalah-majalah, maka tak anehlah kalau para
pengarangpun lantas hanya mengarang cerpen, sajak, dan karangan lain yang
pendek-pendek (Rosidi, 1965: 138). Hal itulah yang memunculkan istilah “sastra
majalah” pada masa itu. Berikut pendapat Soeprijadi Tomodihardjo, dalam artikelnya
“Sumber-Sumber Kegiatan”1

1. Kesusastraan sedang memasuki masa krisis, masalah kualitas dan kuantitas.

2. Ekspansi ideologi ke dalam dunia seni mengakibatkan banyak orang


meninggalkan nilai-nilai seni yang wajar, dan ideologi politik kian menguat.

3. Seni dan politik adalah pencampuradukan yang lahir dari kondisi masa itu.

4. Pada masa itu pula telah lahir organisasi-organisasi kegiatan kesenian yang
mengarahkan kegiatanya pada seni sastra dan seni drama.

5. Hal ini mengindikasikan seni mendapat perhatian.

6. Kesusastraan berhubungan erat dengan adanya tempat berkegiatan, Jakarta


di angggap sebagai pusatnya. Anggapan ini diluruskan, Jakarta hanya
sebagai pusat produksi dan publikasi

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa angkatan 1950 merupakan angkatan


yang sepi oleh karya karena sastra Indonesia yang ada dianggap sudah tidak lagi
memiliki identitas, kesusasteraan mengalami krisis baik kualitas maupun kuantitas
karena lahirnya pesimisme dan penggunaan seni ke ranah politik yang tidak
dibarengi dengan tanggung jawab.

Angkatan 1966

Adalah suatu kenyataan sejarah bahwa sejak awal pertumbuhannya sastrawan-


sastrawan Indonesia menunjukkan perhatian yang serius kepada politik (Rosidi,
1965: 177).Pada masa ini sastra sangat dipengaruhi oleh lembaga kebudayaan
seperti Lekra dan Manikebu. Pada tahun 1961 Lekra,organ PKI yang
memperjuangkan komunisme, dinyatakan sebagai organisasi kebudayaan yang
memperjuangkan slogan “politik adalah panglima”. Sementara Menifes Kebudayaan
merupakan sebuah konsep atau pemikiran di bidang kebudayaan dan merupakan
sebuah reaksi terhadap teror budaya yang pada waktu itu dilancarkan oleh orang-
orang Lekra.Manifes kebudayaan di tuduh anti-Manipol dan kontra Revolusioner
sehingga harus dihapuskan dari muka bumi Indonesia.Pelarangan Manifes
Kebudayaan diikuti tindakan politis yang makin memojokkan orang-orang Manifes
Kebudayaan, yaitu pelarangan buku karya pengarang-pengarang yang berada di
barisan. Adapun buku-buku yang pernah dilarang, antara lain Pramudya Ananta
Toer, Percikan Revolusi, Keluarga Gerirya, Bukan pasar Malam ,Panggil Aku Kartini
Saja , Korupsi dll; Utuy T. Sontani, Suling, Bunga Rumah makan,Orang-orang Sial,
Si Kabayan dll; Bakri Siregar, Ceramah Sastra, Jejak Langkah , Sejarah
Kesusastraan Indonesia Modern.

Menurut H. B. Jassin, ciri-ciri karya pada masa ini adalah sebagai berikut

1. mempunyai konsepsi Pancasila

2. menggemakan protes sosial dan politik

3. membawa kesadaran nurani manusia

4. mempunyai kesadaran akan moral dan agama

Angkatan 70-an sampai sekarang

Pada masa ini karya sastra berperan untuk membentuk pemikiran tentang
keindonesiaan setelah mengalami kombinasi dengan pemikiran lain, seperti budaya.
Ide, filsafat, dan gebrakan-gebrakan baru muncul di era ini, beberapa karya keluar
dari paten dengan memperbincangkan agama dan mulai bermunculan kubu-kubu
sastra populer dan sastra majalah.Pada masa ini pula karya yang bersifat absurd
mulai tampak.

Di tahun 1980—1990-an banyak penulis Indonesia yang berbakat, tetapi sayang


karena mereka dilihat dari kacamata ideologi suatu penerbit. Salah satu penerbit
yang terkenal sampai sekarang adalah Gramedia.Gramedia merupakan penerbit
yang memperhatikan sastra dan membuka ruang untuk semua jenis sastra sehingga
penulis Indonesia senantiasa memiliki kreativitas dengan belajar dari berbagai paten
karya, baik itu karya populer, kedaerahan, maupun karya urban. Sementara setelah
masa reformasi, yaitu tahun 2000-an, kondisi sastra tanah air dapat digambarkan
sebagai berikut2

1. Kritik Rezim Orde Baru

2. Wacana Urban dan Adsurditas


3. Kritik Pemerintah terus berjalan

4. Sastra masuk melalui majalah selain majalah sastra.

5. Sastra bersanding dengan Seni Lainnya, banyak terjadi alih wahana pada
jaman sekarang

6. Karya yang dilarang terbit pada masa 70-an diterbitkan di tahun 2000-an,
banyak karya Pram yang diterbitkan, karya Hersri Setiawan, Remy Sylado,
dsb.

Seperti seorang anak, Sastra mengalami masa pertumbuhan. Masa pertumbuhan


sastra tidak akan dewasa hingga jaman mengurungnya. Sastra akan terus menilai
jaman melalui pemikiran dan karya sastrawannya. Pada tahun 1970-an, sastra
memiliki karakter yang keluar dari paten normatif. Pada tahun 1980-an hingga awal
1990-an, sastra memiliki karakter yang diimbangi dengan arus budaya populer.
Pada tahun 2000-an hingga saat ini, sastra kembali memiliki keragaman kahzanah
dari yang populer, kritik, reflektif, dan masuk ke ranah erotika dan absurditas3.

Anda mungkin juga menyukai