Anda di halaman 1dari 14

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROJECT BASED LEARNING

(PBL) DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Sairi Alpiansari
Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Lambung Mangkurat
1710111110019@mhs.ulm.ac.id

Abstrak:
Pembelajaran sejarah idealnya mampu mendorong peserta didik untuk
menganalisismemahami dan menemukan penyelesaian terhadap suatu
permasalahan. Permasalahan yang sering kita jumpai dalam ranah sejarah adalah
penulisan sejarah itu sendiri. Adanya berbagai prespektif dalam penulisan suatu
peristiwa sejarah akan memberikan kebingungan pada masyarakat awam untuk
memahaminya. Sehingga pembelajaran sejarah idealnya mampu menuntun peserta
didik untuk menyajikan tulisan sejarah dengan analisis dari berbagai sumber yang
mereka dapatkan, dan berguna untuk mengatasi kerancuan peristiwa sejarah yan
ada di masyarakat. Project based learning adalah model pembelajaran yang
melibatkan peserta didik untuk aktif dalam penugasan sebuah proyek yang
berfungsi bagi masyarakat dan lingkungannya. Kolaborasi antara beberapa mata
kuliah untuk membuat proyek penulisan sejarah sebagai tugas peserta didik akan
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat.
Kata Kunci: Model Pembelajaran, Project Based Learning (PBL), Pembelajaran
Sejarah

PENDAHULUAN
Proses belajar mengajar yang ada di universitas seharusnya lebih menitik
beratkan pada peserta didik sebagai pembelajar aktif. Salah satu model
pembelajaran yang menuntut peserta didik aktif dalam proses pembelajaran adalah
project based learning. Alasan pemilihan model ini karena melihat hasil penelitian
terdahulu yang menggunakan project based learning dalam proses pembelajaran
dan menunjukan hasil signfikan. Peserta didik yang mengikuti proses belajar
dengan implementasi project based learning yakin dan optimis dapat
mengimplementasikan project based learning dalam dunia kerja serta dapat
meningkatkan prestasi akademiknya (Koch, C. S, & Klandt, H. 2006).
Kolaborasi beberapa mata kuliah dalam mengimplementasikan project based
learning akan lebih mempermudah peserta didik dalam menyelesaikan tugas.
Seperti halnya dalam proses pengajaran di Prodi Pendidikan Sejarah. Kolaborasi
antara dosen mata kuliah Historiografi, Teori dan Metodologi Penelitian Sejarah
dan Sejarah Indonesia Masa Kemerdekaan dalam memberikan proyek sebagai
tugas kepada peserta didik akan memberikan hasil yang lebih baik. Tugas yang
diberikan dosen kepada mahasiswa yang telah menempuh tiga mata kuliah tersebut
dapat berupa tulisan sejarah yang berkaitan dengan kemerdekaan Indonesia.
Mahasiswa yang telah menempuh mata kuliah Teori dan Metodologi Penelitian
Sejarah akan lebih mudah membuat tulisan berdasarkan metodologi penelitian
sejarah. Sehingga hasil tulisan sejarah yang disajidkan mahasiswa merupakan
tulisan yang baik dengan beberapa pendekatan untuk alat analisisnya.

PEMBELAJARAN SEJARAH
Sebelum masuk lebih dalam tentang Model Pembelajaran Sejarah, kita harus
mengetahui terlebih dahulu tentang Pembelajaran Sejarah supaya kita dapat
membangun paradigma yang sistematis sehingga lebih memudahkan kita untuk
memahami mengenai Model Pembelajaran Sejarah. Dalam buku Heri Susanto
(2014: 56-57) bahwa Pembelajaran merupakan jantung dari proses pendidikan.
Pembelajaran menjadi sangat penting karena dalam kegiatan inilah terdapat proses
interaksi antara guru sebagai pembawa pesan/ide dan siswa sebagai penerima
pesan/ide. Dengan pandangan ini nampaklah bahwa pembelajaran merupakan
wahana transformasi dan regenerasi budaya dari suatu generasi ke generasi
berikutnya.

Arti penting pembelajaran ini memberikan penjelasan bahwa pembelajaran


merupakan proses yang tidak bisa dianggap remeh dalam proses kemajuan suatu
bangsa. Dalam pembelajaran sejarah, peran penting pembelajaran terlihat jelas
bukan hanya sebagai proses transfer ide, akan tetapi juga proses pendewasaan
peserta didik untuk memahami identitas, jati diri dan kepribadian bangsa melalui
pemahaman terhadap peristiwa sejarah. Dengan demikian pembelajaran sejarah
hendaknya memperhatikan beberapa prinsip:

1. Pembelajaran yang dilakukan haruslah adaptif terhadap perkembangan


peserta didik dan perkembangan zaman. Kendatipun sejarah bercerita
tentang kehidupan pada masa lalu, bukan berarti sejarah tidak bisa diajarkan
secara kontekstual. Banyak nilai dan fakta sejarah yang bila disampaikan
dengan benar dan sesuai dengan alam fikiran peserta didik akan mampu
membangkitkan pemahaman dan kesadaran peserta didik terhadap nilai-
nilai nasionalisme, patriotisme dan persatuan.

2. Pembelajaran sejarah hendaklah berorientasi pada pendekatan nilai.


Menyampaikan fakta memang sangat penting dalam pembelajaran sejarah,
akan tetapi yang juga tidak kalah penting adalah bagaimana mengupas
faktafakta tersebut dan mengambil intisari nilai yang terdapat di dalamnya
sehingga si pembelajar akan menjadi lebih mawas diri sebagai akibat dari
pemahaman nilai tersebut.

3. Strategi pembelajaran yang digunakan hendaklah tidak mematikan


kreatifitas dan memaksa peserta didik hanya untuk menghafal fakta dalam
buku teks. Sejarah sudah saatnya diajarkan dengan cara yang berbeda,
kebekuan pembelajaran yang terjadi seringkali dikarenakan rendahnya
kreatifitas dalam pembelajaran sejarah. Sebagai akibatnya kejenuhan
seringkali menjadi faktor utama yang dihadapi guru dalam mengajarkan
sejarah dan siswa dalam belajar sejarah.

Dari ketiga hal tersebut dapat dipahami bahwa tantangan guru dalam
mengajarkan sejarah menjadi tidak mudah. Pengajar harus memahami betul apa
tujuan, karakteristik dan sasaran pembelajaran sejarah. Pengajar juga harus
memahami visi dan misi pendidikan sehingga sejarah yang diajarkan dapat
memberi pencerahan dan landasan berfikir dalam bersikap bagi peserta didik pada
zamannya. Adapun tujuan pembelajaran sejarah Menurut Moh. Ali yang dimuat
(dalam Heri Susanto, 2014: 57) pembelajaran sejarah nasional mempunyai tujuan:

1. Membangkitkan, mengembangkan serta memelihara semangat kebangsaan;

2. Membangkitkan hasrat mewujudkan cita-cita kebangsaan dalam segala


lapangan;

3. Membangkitkan hasrat-mempelajari sejarah kebangsaan dan


mempelajarinya sebagai bagian dari sejarah dunia;

4. Menyadarkan anak tentang cita-cita nasional (Pancasila dan Undang-


undang Pendidikan) serta perjuangan tersebut untuk mewujudkan cita-cita
itu sepanjang masa.

Selain itu, Pembelajaran sejarah di sekolah dilaksanakan sesuai kehendak


kurikulum pendidikan nasional sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tujuan utama pendidikan dan
pengajaran sejarah ialah untuk membantu para siswa agar mengembangkan
pemahaman dan wawasan sejarah, yakni : 1) memahami perilaku manusia masa
lampau; 2) memahami perilaku manusia dewasa ini, sehingga mampu; 3)
merencanakan keadaan masyarakat yang akan datang dengan lebih baik.4 Artinya
pembelajaran sejarah di sekolah diharapkan mampu memberikan bekal sikap
melalui peristiwa-peristiwa masa lampau.

Pembelajaran sejarah menjadi amat bermakna jika guru dan pelajar memahami
konteks peristiwa dan pemikiran yang muncul daripada satusatu peristiwa sejarah
agar dapat dikembangkan secara lebih mendalam sebagai asas perbincangan dan
analisis berstruktur sehingga iktibar dan pengajaran boleh diambil sebagai satu
panduan. Hal ini nampaknya masih kurang diberikan penekanan malah guru-guru
sejarah di sekolah tidak peka dengan keadaan ini, sehingga menjadikan pelajaran
sejarah sebagai satu sesi pembacaan buku teks dan membuat nota semata-mata.
Situasi seperti ini menjadikan proses instruksional berjalan pasif dan tidak bermaya.

Oleh sebab itu, sudah tiba masanya pendekatan pengajaran sejarah berubah
agar tidak lagi dilabel pasif, membosankan dan tidak hidup. Untuk menjadikan
pengajaran Sejarah menarik minat dan tidak membosankan tidak akan tercapai jika
guru secara berterusan hanya mengupas apa yang ada dalam buku teks tanpa adanya
rujukan tambahan dan latihan berfikir dalam kalangan pelajar (Ersis W.A dkk,
2017: 48-49).

Terlepas dari itu semua, masih banyak para guru yang belum berhasil
membantu para peserta didiknya untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut
disebabkan oleh pembelajaran yang kurang efektif. Yang mana masih banyak
pembelajaran terpusat pada guru atau teacher centered learning. Tetapi ada juga
yang sudah menerapkan sistem pembelajaran terpusat pada peserta didik.
Contohnya di Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Lambung
Mangkurat. Heri Susanto dan Helmi Akmal (2019: 7-8) menjelaskan Bahwa
Pembelajaran dalam mata kuliah ini menggunakan pendekatan student centered
learning, dengan demikian dosen berperan sebagai fasilitator, meliputi:

1. Diagnotician (mediagnose kemampuan mahasiswa) Pada fase ini seorang


dosen mengidentifikasi atau mengkaji kemampuan mahasiswa.

2. Challenger (membuat tantangan) Mahasiswa tidak selalu mampu


mendorong dirinya untuk belajar dan berpikir aktif. Tutor harus bisa
membuat tantangan agar mahasiswanya mau mencoba strategi berpikir yang
baru.

3. Activator (mengaktifkan mahasiswa) Terkadang mahasiswa sudah memiliki


pengetahuan, strategi pembelajaran dan alur berpikir, tapi tidak mampu
menggunakannya secara optimal. Maka tugas seorang tutor adalah membuat
mahasiswa aktif menggunakan hal tersebut secara efektif melalui metode
seperti brain-storming atau curah pendapat.

4. Monitoring (memonitor perkembangan mahasiswa) Setiap mahasiswa


memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menerima dan mengikuti
proses pembelajaran. Oleh karena itu seorang tutor harus bisa melihat
progres dari tutorial secara keseluruhan, dan individu-individu mahasiswa
untuk dapat menentukan tindakan.

5. Evaluating (mengevaluasi hasil pembelajaran) Evaluasi terhadap proses


pembelajaran meliputi assessment of student participation in PBL by
facilitator, self assessment dan peer assessment. Assessment of student
participation in PBL by facilitator akan menjadi dasar pemberian nilai untuk
komponen proses, sedangkan evaluasi yang lain (self assessment dan peer
assessment) akan menjadi bahan evaluasi perkembangan mahasiswa.

Menurut Jenny K. Matitaputty (2016: 185) Proses pembelajaran pada dasarnya


adalah sebuah proses komunikasi yang edukatif di antara pendidik dan peserta
didik. Pendidik bertugas untuk membantu dan membimbing peserta didik sehingga
ia mampu menjadi anggota masyrakat yang baik sesuai dengan tujuan pendidikan
dan pengajaran. Adapun Pembelajaran yang efektif menurut Mulyasa yang dimuat
dalam (Heri Susanto, 2014:71) ditandai dengan sifatnya yang menekankan pada
pemberdayaan siswa secara aktif. Pembelajaran menekankan pada penguasaan
pengetahuan tentang apa yang dikerjakan, tetapi lebih menekankan pada
internalisasi, tentang apa yang dikerjakan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai
muatan nurani dan hayati serta dipraktekkan dalam kehidupan oleh peserta didik.

Pembelajaran efektif juga akan melatih dan menanamkan sikap demokratis


bagi siswa. Lebih dari itu pembelajaran efektif menekankan bagaimana agar peserta
didik mampu belajar dengan cara belajarnya sendiri. Melalui kreativitas guru,
pembelajaran di kelas menjadi sebuah aktivitas yang menyenangkan. Perwujudan
pembelajaran efektif dan memberikan kecakapan hidup kepada peserta didik. Maka
dari itu, guru dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran di kelas, khususnya dalam memilih model pembelajaran. emilihan
model pembelajaran yang tepat sangatlah penting agar tujuan pembelajaran dapat
tercapai. Meskipun tujuan pembelajaran dirumuskan dengan baik, materi yang
dipilih sudah tepat, jika model pembelajaran yang dipergunakan kurang memadai
mungkin tujuan yang diharapkan tidak tercapai dengan baik.

Jadi, model pembelajaran merupakan salah satu komponen pembelajaran yang


penting dan sangat menentukan dalam keberhasilan proses pembelajaran. Model
pembelajaran yang seharusnya merupakan interaksi guru dengan peserta didik,
serta interaksi antar peserta didik yang akan membentuk sinergi yang saling
menguntungkan semua anggota (Anita Lie, 2008:33). Supaya pembelajaran sejarah
dapat menghasilkan hasil yang optimal, hendaknya guru harus pandai memilih
model pembelajaran yang mampu melibatkan peserta didik berperan aktif dalam
proses pembelajaran. Oleh karena itu, bagaimanapun tepat dan baiknya bahan ajar
sejarah yang ditetapkan belum menjamin akan tercapainya tujuan pendidikan, dan
salah satu faktor penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah proses
pembelajaran yang lebih menekankan pada keterlibatan peserta didik secara
optimal. Sejumlah model pembelajaran telah diterapkan di berbagai sekolah untuk
meningkatkan kualitas proses pembelajaran.

Namun, mengingat adanya variasi tujuan yang ingin dicapai, adanya


lingkungan belajar yang berlainan, keadaan peserta didik yang berbeda,
karakteristik materi yang berbeda maka tidak dapat disusun suatu model
pembelajaran yang cocok untuk semua jenis kegiatan pembelajaran. Di dalam
proses pembelajaran, guru harus memiliki strategi agar peserta didik bekerja secara
efektif dan efisien, tepat pada tujuan yang diharapkan. Banyak model pembelajaran
yang dapat digunakan dalam pembelajaran sejarah tetapi tidak setiap model
pembelajaran dapat diterapkan dalam setiap materi sehingga pemilihan model
pembelajaran sangatlah penting guna mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena
itu, sebelum pelaksanaan kegiatan pembelajaran diperlukan pemikiran yang matang
dalam pemilihan model pembelajaran yang tepat untuk suatu kompetensi dasar
yang akan disajikan (Tri Hartoto, 2016: 133).

MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF


Model pembelajaran menjadi salah satu unsur yang harus dikuasai oleh para
tenaga pengajar yang tujuannya adalah untuk menciptakan suasana belajar yang
lebih menyenangkan, dan lebih efisien. Sehingga para siswa dapat memahami
materi yang disampaikan lebih maksimal. Sampai dengan saat ini telah banyak
diciptakan model pembelajaran inovatif yang sudah diterapkan dalam proses
pembelajaran.

1. Pengertian Model Pembelajaran Inovatif

Apabila selama ini guru menjadi fokus pada saat proses pembelajaran
dilakukan dimana guru secara aktif memberikan atau menerangkan semua materi
sedangkan disisi lain siswa bertindak pasif dimana mereka hanya menerima apa
yang disampaikan oleh guru. Dengan dikembangkan model pembelajaran invoatif
yang memiliki berfokus pada siswa dimana siswa tidak lagi menjadi pihak yang
secara terus-menerus menerima segala sesuatu yang disampaikan oleh guru.
Sebaliknya model pembelajaran inovatif akan menuntut siswa untuk secara aktif
mencari informasi dan berpikir secara kreatif dan kritis terhadap materi yang
disampaikan oleh guru. Disebut sebagai model pembelajaran inovatif karena materi
pembelajarayang dijelaskan oleh guru tidak bersifat utuh. Hal ini, dimana guru
hanya menjelaskan inti dari materi. Selanjutnya siswa dituntut untuk menjadi
pemikir otonom yang mengembangkan konsep terintegrasi, mengembangkan
pertanyaan yang menantang dan menemukan jawaban secara mandiri. Siswa secara
aktif dan mandiri mengkonstruksi pengetahuan secara mandiri dan dimediasi oleh
interaski dengan teman teman sebayanya. Model Pembelajaran Inovatif Sampai
dengan saat ini telah banyak model pembelajaran inovatif diciptakan dan telah
banyak diterapkan dalam proses pembelajara dan berikut beberapa diantaranya.

2. Model Pembelajaran Inovatif Jigsaw

Guru akan membagi siswa ke dalam kelompok kecil yang setipe kelompoknya
terdiri dari tiga sampai dengan lima orang. Setiap kelompok akan membahas topik
yang sama namun setiap anggota dalam kelompok tersebut memiliki tugas yang
berbda-beda. Anggota kelompok akan berkumpul dengan anggota dari kelompok
lain yang memiliki tugas yang sama dengannya untuk berdiskusi mengenai tugas
yang diberikan. Setelah diskusi selesai dilakukan, para anggota kelompok akan
kembali ke dalam kelompoknya masing-masing. Setiap anggota dalam kelompok
harus menjelaskan kepada kelompoknya mengenai hasil diskusi yang dilakukannya
dimana anggota yang lain harus mendengarkan dan tidak hanya memahami atau
mengerti terhadap tugas yang diberikan kepadanya saja namun juga harus
memahami dan mengerti tugas dari anggota lain dalam kelompoknya. Diakhir
pelajaran, secara acak guru akan menunjuk satu orang untuk menjelaskan hasil
diskusi yang dilakukan dalam kelompok. Siswa lain yang tidak mendapatkan tugas
untuk menjelaskan, diharuskan untuk memberikan pendapat atau pertanyaan
berdasarkan penjelasan yang diberikan oleh siswa tersebut. Diskusi akan ditutup
dengan kesimpulan dari guru.

3. Model Pembelajaran Inovatif, Group To Group Exchange

Guru akan membagi para siswa ke dalam beberpa kelompok kecil yang terdiri
dari 4 sampai dengan lima anggota didalamnya. Kemudian guru akan memberikan
tugas berupa topik yang berbeda-beda untuk setiap kelompoknya. Setiap kelompok
harus melakukan observasi, menjabarkan, melakukan analisis dan berpikir secara
kritis terhadap topik yang diberikan. Selanjutnya secara bergantian juru bicara dari
setiap kelompok akan menjelaskan hasil diskusi yang dilakukan dalam
kelompoknya. Setelah penjelasan selesai diberikan, kelompok lain akan
memberikan pertanyaan dan setiap dalam kelompok tersebut wajib memberikan
jawaban untuk setiap pertanyaan yang diberikan oleh kelompok lain terhadap topik
yang dijelaskan oleh kelompoknya. Diakhir pembelajaran, guru akan kembali
menerangkan kembali topik yang disampaikan oleh setiap kelompok dan menarik
kesimpulan dari hal tersebut.

4. Model Pembelajaran Inovatif Decision Making


Model pembelajaran decision making akan melatih para siswa berpikir secara
kreatif, kritis dan logis untuk mencari penyebab dan jalan keluar dari setiap masalah
yang dihadapinya. Pembelajaran diawali dengan penjelasan secara yang dilakukan
oleh guru mengenai sebuah topik yang nantinya akan menjadi tugas para siswa.
Setelah selesai menjelaskan, guru akan meminta kepada para siswa untuk menggali
lebih untuk menemukan fakta baru yang belum terungkap. Untuk dapat
menemukan fakta serta mencari jalan keluar dari sebuah permasalahan yang
diangkat maka para siswa harus membuat jawaban sementara atau hipotesa.
Hipotesa yang dibuat akan diuji kebenarannya dengan cara melakukan observasi.
Untuk mencari informasi sebanyak mungkin, maka melakukan klasifikasi untuk
menentukan bagian atau kelompok mana saja yang dinilai penting atau tidak dan
langkah terakhir yang harus dilakukan adalah menarik kesimpulan. Kesimpulan
dibuat untuk membuktikan apakah hipotesa atau jawaban sementara. Ini dibuat agar
dapat menjadi jalan keluar dan dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah.
Serta, supaya masalah yang sama tidak akan terjadi lagi.

5. Metode Pembelajaran Inovatif Debate

Guru akan membagi siswa ke dalam dua kelompok besar yang terdiri dari satu
kelompok pro dan satu kelompok kontra. Hal ini pula ditujukan terhadap satu kasus
atau permasalah yang diangkat. Setiap anggota kelompok baik itu kelompok pro
atau kontra akan memberikan pendapat terhadap kasus yang sedang dibahas.
Selama debate berlangsung, guru akan menuliskan dipapan tulis mengenai hal atau
point-point penting apa saja yang didapatkan. Setelah debate selesai, guru akan
meminta para siswa untuk merangkum kesimpulan dari debate yang mereka
lakukan berdasarkan hal atau point-point penting yang ada di papan tulis. Metode
pembelajaran inovatif adalah salah satu cara atau upaya yang dilakukan oleh para
guru untuk meningkatkan suasana pembelajaran. Tujuannya agar menjadi lebih
bervariasi sehingga tidak lagi terasa membosankan.

MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN TEORI


1. Model Interaksi Sosial

Model Interaksi Sosial didasari oleh teori belajar Gestalt (field-theory). Model
ini menitikberatkan hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat (
learning to life together). Teori pembelajaran Gestalt dirintis oleh Max Wertheimer
(1912) bersama dengan Kurt Koffka dan W. Kohler, yang mengadakan eksperimen
mengenai pegamatan visual dengan fenomena fisik. Percobaannya, yaitu
memproyeksikan titik-titik cahaya (keseluruhan lebih penting daripada bagian).
Pokok pandangan Gestalt adalah objek atau peristiwa tertentu akan dipandang
sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasikan. Makna suatu objek/peristiwa
adalah terletak pada keseluruhan bentuk (Gestalt) dan bukan bagian-bagiannya.
Pembelajaran akan lebih bermakna bila materi diberikan secara utuh bukan bagian-
bagian. Aplikasi Teori Gestalt dalam pembelajaran adalah :

a. Pengalaman Insight/Tilikan. Dalam proses pembelajaran, siswa


hendaknya memiliki kemampuan insight, yaitu kemampuan mengenal
keterkaitan unsur-unsur dalam suatu objek. Guru hendaknya
mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah
dengan insight.

b. Pembelajaran yang bermakna. Kebermaknaan unsur-unsur yang terkait


dalam suatu objek akan menunjang pembentukan pemahaman dalam
proses pembelajaran. Content yang dipelajari siswa hendaknya memiliki
makna yang jelas baik bagi dirinya maupun bagi kehidupannya dimasa
yang akan datang.

c. Perilaku bertujuan. Perilaku terarah pada suatu tujuan. Perilaku


disamping ada kaitannya dengan SR-bond, juga berkaitan erat dengan
tujuan yang hendak dicapai. Pembelajaran terjadi karena siswa memiliki
harapan tertentu. Sebab itu pembelajaran akan berhasil bila siswa
mengetahui tujuan yang akan dicapai.

d. Prinsip Ruang Hidup (Life space). Dikembangkan oleh Kurt Lewin (teori
medan/field theory). Perilaku siswa terkait dengan lingkungan/medan
dimana ia berada. Materi yang disampaikan hendaknya memiliki kaitan
dengan situasi lingkungan dimana siswa berada (CTL).

2. Model Pemrosesan Informasi

Model ini berdasarkan Teori Belajar Kognitif (Piaget) dan berorientasi pada
kemampuan siswa memproses informasi yang dapat memperbaiki
kemampuannya. Pemrosesan informasi merujuk pada cara
mengumpulkan/menerima stimuli dari lingkungan: mengorganisasi data,
memecahkan masalah, menemukan konsep, dan menggunakan symbol verbal dan
visual. Teori pemrosesan informasi/kognitif dipelopori oleh Robert Gagne (1985).
Asumsinya bahwa pembelajaran merupakan factor yang sangat penting dalam
perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran.
Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi yang kemudian diolah
sehingga menghasilkan output dalam bentuk hasil belajar.
Dalam pemrosesan informasi terjadi interaksi antara kondisi internal (keadaan
individu, proses kognitif), kondisi-kondisi eksternal (rangsangan dari
lingkungan), dan interaksi antar keduanya akan menghasilkan hasil belajar.
Pembelajaran merupakan keluaran dari pemrosesan informasi yang berupa
kecakapan manusia yang terdiri dari : (1) informasi verbal, (2) kecakapan
intelektual, (3) strategi kognitif, (4) sikap, dan (5) kecakapan motorik.

3. Model Personal

Model ini bertitik tolak dari teori Humanistik, yaitu berorientasi kepada
pengembangan diri individu. Perhatian utamanya pada emosional siswa untuk
mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Model ini
menjadikan pribadi siswa yang mampu membentuk hubungan yang harmonis serta
mampu memproses informasi secara efektif. Model ini juga berorientasi pada
individu dan perkembangan kelakuan. Tokoh humanistic adalah Abraham Maslow
(1962), R. Rogers, C.Buhler, dan Arthur Comb. Menurut teori ini, guru harus
berupaya menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar siswa merasa bebas dalam
belajar dan mengembangkan dirinya, baik emosional maupun intelektual. Teori
humanistic timbul sebagai gerakan memanusiakan manusia. Pada teori humanistic
ini, pendidik seharusnya berperan sebagai pendorong, bukan menahan sensitivitas
siswa terhadap perasaannya.

4. Model Modifikasi Tingkah Laku

Model ini bertitik tolak dari teori belajar behavioristic, yaitu bertujuan
mengembangkan sistem yang efisien untuk mengurutkan tugas-tugas belajar dan
membentuk TL dengan cara memanipulasi penguatan (reinforcement). Model ini
lebih menekankan pada aspek perubahan perilaku psikologis dan perilaku yang
tidak dapat diamati. Karakteristik model ini adalah dalam hal penjabaran tugas-
tugas yang harus dipelajari siswa lebig efisien dan berurutan.

5. Model Pembelajaran Kontekstual (CTL)

Pembelajaran di sekolah tidak hanya difokuskan pada pemberian pembekalan


kemampuan pengetahuan yang bersifat teoretis saja, akan tetapi bagaimana agar
pengalaman belajar yang dimiliki siswa senantiasa terkait dengan permasalahan-
permasalahan actual yang terjadi di lingkungannya. Dengan demikian, inti dari
pendekatan CTL adalah keterkaitan setiap materi atau topic pembelajaran dengan
kehidupan nyata. Untuk mengaitkannya bisa dilakukan berbagai cara, selain karena
memang materi yang dipelajari secara langsung terkait dengan kondisi factual, juga
bisa disiasati dengan pemberian ilustrasi atau contoh (sumber belajar, media, dan
sebagainya), yang memang baik secara langsung maupun tidak diupayakan terkait
atau berhubungan dengan pengalaman hidup nyata. Dengan demikian,
pembelajaran selain akan lebih menarik, juga akan dirasakan sangat dibutuhkan
oleh setiap siswa karena apa yang dipelajari dirasakan langsung manfaatnya.

MODEL PEMBELAJARAN PBL (PROJECT BASED LEARNING) DALAM


PEMBELAJARAN SEJARAH
Project based learning merupakan strategi belajar mengajar yang melibatkana
siswa untuk mengerjakan sebuah proyek yang bermanfaat untuk masyarakat atau
lingkungan (Ridwal A. Sani, 2015: 172). Secara garis besar model pembelajaran
project based learning memberikan peluang pada sistem pembelajaran yang
berpusat pada mahasiswa, lebih kolaboratif dan mahasiswa terlibat secara aktif
dalam menyelesaikan proyek-proyek secara mandiri serta bekerjasama dengan tim
dan mengintegrasikan masalah yang nyata (Muh Rais, 2010: 247). Project based
learning mencangkup kegiatan problem solving, dimana mahasiswa sengaja
diberikan permasalahan yang ada dilingkungan sekitar untuk diselesaikan baik
secara kelompok maupun individu. Pembelajaran sejarah di universitas berbasis
proyek (project based learning) yang diterapkan pada kolaborasi antara tiga mata
kuliah Sejarah Indonesia Masa Kemerdekaan, Historiografi dan Teori &
Metodologi Penelitian Sejarah bertujuan untuk meningkatkan analisis mahasiswa
terhadap sumber-sumber sejarah dalam membuat tulisan sejarah.
Proses pembelajaran project based learning dilakukan secara berkelompok.
Setelah dosen membuka kuliah dan menjelaskan proses pembelajaran serta
membagi kelas menjadi empat kelompok, hal yang perlu dilakukan adalah
membagi tema tugas masingmasing kelompok dan membuat rencana penyelesaian
proyek. Tema yang diberikan dosen adalah terkait tentang perjuangan rakyat
Indonesia yang akan ditulis oleh dua kelompok, dan dua kelompok lainnya akan
menulis tentang peran penjajah terhadap kemerdekaan Indonesia. Mahasiswa yang
telah dibagi secara berkelompok akan diberikan hand out yang berisi alur
penyelesaian proyek dan beberapa contoh teori yang perlu digunakan sebagai alat
analisis. Berdasarkan paham kontruktivisme dimana mahasiswa akan
mengkontruksi pengetahuan dari pengalaman yang mereka bangun sendiri. Dalam
penerapan pembelajaran ini mahasiswa bersama kelompoknya mencari sumber
sejarah sendiri, selanjutnya mereka melakukan diskusi dan memilah sumber-
sumber yang mereka dapatkan sesuai tema. Mahasiswa mulai membuat kerangka
berfikir dan memilih teori sebagai alat analisis untuk mulai membuat tulisan
sejarah. Tidak boleh dilupakan tahapan metodologi penelitian sejarah, hal ini
menjadi penting karena metodologi adalah alat penting dalam proses penelitian
sejarah.
Penyelesaian proyek penulisan sejarah dilakukan berdasarkan kesepakatan
dosen dan mahasiswa. Penyelesaian proyek tidak hanya dilakukan selama proses
pembelajaran dikelas tetapi bisa dilakukan mahasiswa secara mandiri bersama
kelompok. Evaluasi yang dilakukan dosen terkait penilaian proyek penulisan ini
bisa secara individu maupun kelompok. Secara individu dosen dapat melihat proses
diskusi mahasiswa (bagaimana mengutarakan pendapat, ide dan keaktifan selama
diskusi kelompok. Penilian kelompok dapat dilihat dari hasil proyek yang disajikan
(kesesuaian isi tulisan dan teori yang digunakan, ketepatan waktu saat
mengumpulkan dan analisis/interpretasi kelompok). metodologi penulisan sejarah.
Dengan diskusi kelompok mahasiswa bisa saling member masukan terkait analisis
dan interpretasi yang mereka bagun. Model pembelajaran yang dirancang dari
kolaborasi dari tiga mata kuliah ini akan membantu mahasiswa membuat tulisan
atau tugas akhir yang bertema historis.

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MODEL PEMBELAJARAN PBL


(PROJECT BASED LEARNING)
Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan, sebagaimana
model Problem Based Learning (PBL) juga memiliki kelebihan dan kelemahan
yang perlu di cermati untuk keberhasilan penggunaanya.
• Kelebihan:
a. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk
menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
b. Meningkatkan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.
c. Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami
masalah dunia nyata.
d. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
e. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan
pengetahuan baru.
f. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan
yang mereka miliki dalam dunia nyata.
g. Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar
sekalipun *belajar pada pendidikan formal telah berakhir. Memudahkan
siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari guna
memecahkan masalah dunia nyata (Sanjaya, 2007).
• Kelemahan
Disamping kelebihan diatas, PBL juga memiliki kelemahan, diantaranya:
a. Manakala siswa tidak memiliki niat atau tidak mempunyai kepercayaan
bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka
akan merasa enggan untuk mencobanya.
b. Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai
materi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka
harus berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari,
maka mereka akan belajar apa yang mereka ingin pelajari (Sanjaya,
2007).

PENUTUP
Model pembelajaran sejarah melalui project based learning dirancang untuk
membantu mahasiswa memahami proses penulisan sejarah melalui metodologi
penulisan sejarah. Dengan diskusi kelompok mahasiswa bisa saling member
masukan terkait analisis dan interpretasi yang mereka bagun. Model pembelajaran
yang dirancang dari kolaborasi dari tiga mata kuliah ini akan membantu mahasiswa
membuat tulisan atau tugas akhir yang bertema.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Ersis Warmansyah dkk. 2017. Pendidikan Sejarah, Patriotisme & Karakter
Bangsa Malaysia-Indonesia. Banjarmasin: FKIP UNLAM PRESS
Susanto, Heri & Helmi Akmal. 2019. Media Pembelajaran Sejarah Era Teknologi
Informasi (Konsep Dasar, Prinsip Aplikatif, Dan Perancangannya).
Banjarmasin: Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat
Susanto, Heri. 2014. Seputar Pembelajaran Sejarah (Isu, Gagasan dan Strategi
Pembelajaran). Banjarmasin: Aswaja Pressindo.
Koch, C. S, & Klandt, H. 2006.
Hartoto, Tri. 2016. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (Gi)
Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Sejarah. Jurnal Historia Volume
4, Nomor 2.
Matitaputty, J.K. 2016. Model Pembelajaran Isu-Isu Kontroversial Dalam
Pembelajaran Sejarah. Social Science Education Journal, Vol 3, Nomor 2.
Universitas Pattimura
Muh.Rais. 2010. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran. Model Project Based
Learning sebagai Upaya Meningkatkan Prestasi Akademik Mahasiswa.
Vol. 43, No. 3. Oktober 2010.
Sani, R. A. 2015. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Gagne, R.M. 1985. The Condition of Learning Theory of Instrucion. New York:
Rinehart.

Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses


Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Abraham H. Maslow, 2010. Motivation and Personality. Rajawali, Jakarta.
Riyanto, Bambang. 2008. Teori Belajar Gestalat. (online) Tersedia: Sagala,
Syaiful, Konsep dan Makna Pembelajaran Bandung : Alfabeta. 2010.

Anda mungkin juga menyukai