Anda di halaman 1dari 5

Tugas Uji Materi UU dengan UUD

UJI MATERI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2012

TENTANG PENDIDIKAN TINGGI

IRMAWATI

201901054

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU


2020

A. Koran Online

MK Tolak Permohonan Uji Materi UU Pendidikan Tinggi yang Diajukan Mahasiswa


Penulis : Fitria Chusna Farisa
Kompas.com, 29/09/2020. 18.51 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi


Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang dimohonkan seorang
mahasiswa bernama Muhammad Anis Zhafran Al Anwary.
Permohonan uji materi Pasal 9 Ayat (2) UU Pendidikan Tinggi dinyatakan tak dapat diterima
karena pokok permohonan dinilai kabur.
"Pokok permohonan pemohon kabur," kata Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman saat
membacakan putusan dalam persidangan yang ditayangkan melalui YouTube MK RI, Selasa
(29/9/2020).
Setelah memeriksa permohonan pemohon, MK menilai terdapat ketidaksesuaian antara
posita (rumusan dalil) dengan petitum (hal yang dimintakan) permohonan.
Dalam permohonannya, pemohon menyatakan bahwa Pasal 9 Ayat (2) UU 12/2012 telah
menyebabkan adanya diskriminasi akademik karena tidak memberikan hak kebebasan mimbar
akademik kepada mahasiswa, namun terbatas hanya kepada profesor dan atau dosen.
Sementara, dalam petitumnya pemohon meminta agar mahasiswa dapat menyatakan
secara terbuka dan bertanggung jawab mengenai sesuatu yang berkenaan dengan rumpun ilmu
dan cabang ilmunya, namun tetap berada di bawah naungan guru besar dan/atau dosen yang
memiliki otoritas dan wibawa ilmiah.
Menurut MK, petitum tersebut tidak sesuai dengan uraian alasan permohonan pemohon
dalam posita. Sebab, dengan sendirinya pemohon menyadari bahwa ada ketidaksetaraan antara
mahasiswa dengan profesor dan/atau dosen.
Pemaknaan pemohon terkait ketentuan yang digugat, menurut Mahkamah, justru sejalan
dengan makna Pasal 9 Ayat (2) UU 12/2012, bahwa kebebasan mimbar akademik merupakan
wewenang profesor dan/atau dosen, namun bukan berarti mahasiswa tidak dapat memiliki hak
berpendapat dalam forum mimbar akademik.
Hak berpendapat mahasiswa tetap berada di bawah naungan profesor dan/atau dosen.
"Ketidaksesuaian antara posita dan petitum ini menurut Mahkamah telah menimbulkan
ketidakjelasan atau kabur, sehingga MK sulit untuk memahami maksud permohonan pemohon,"
ujar Hakim MK Manahan MP Sitompul.
Sebelumnya diberitakan, ketentuan mengenai kebebasan mimbar akademik yang dimuat
Pasal 9 Ayat (2) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi digugat ke
Mahkamah Konstitusi (MK).
Penggugat adalah seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi bernama Muhammad
Anis Zhafran AlAnwary.
Anis menyoal Pasal 9 Ayat (2) UU Perguruan Tinggi karena menilai pasal itu menghilangkan
hak mahasiswa untuk berpendapat melalui kebebasan mimbar akademik.
"Pasal tersebut menghilangkan hak civitas akademika yang dalam hal ini adalah mahasiswa
untuk menyampaikan secara leluasa pikiran, pendapat, dan informasi yang didasarkan kepada
rumpun cabang ilmu yang dikuasai," katanya dalam persidangan yang digelar di Gedung MK,
Jakarta Pusat, yang disiarkan langsung oleh Youtube MK RI, Rabu (15/7/2020).
Pasal 9 Ayat (2) UU Perguruan Tinggi sendiri berbunyi, Kebebasan mimbar akademik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Ayat (1) merupakan wewenang profesor dan/atau dosen
yang memiliki otoritas dan wibawa ilmiah untuk menyatakan secara terbuka dan bertanggung
jawab mengenai sesuatu yang berkenaan dengan rumpun ilmu dan cabang ilmunya.
Gugatan Anis ini dilatarbelakangi dengan munculnya keresahan mahasiswa terhadap
maraknya pembatasan diskusi, seminar, perbincangan publik, dan kegiatan sejenisnya yang
melibatkan mahasiswa sebagai pembicara.
Pasal 9 Ayat (2) UU 12/2012 juga dianggap mendiskriminasi mahasiswa sebagai civitas
akademika.
"Pemohon merasakan adanya perlakuan academic discrimination atau diskriminasi
akademik terhadap mahasiswa dengan berlakunya pasal a quo," ujar Anis.
B. Pembahasan
1. pemohon perkara
Nama : Muhammad Anis Zhafran AlAnwary.
Pekerjaan : Mahasiswa
Keterangan : pemohon adalah seorang mahasiswa
2. UU dan Pasal yang digugat

a. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

b. Pasal 9

“kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (1)


merupakan wewenang professor dan/atau dosen yang memiliki otoritas dan wibawa
ilmiah untuk menyatakan secara terbuka dan tanggung jawab mengenai sesuatu yang
berkenan dengan rumpun ilmu dan cabang ilmunya”

3. Alasan pasal digugat

a. dalam petitumnya pemohon meminta agar mahasiswa dapat menyatakan secara


terbuka dan bertanggung jawab mengenai sesuatu yang berkenaan dengan rumpun
ilmu dan cabang ilmunya, namun tetap berada di bawah naungan guru besar dan/atau
dosen yang memiliki otoritas dan wibawa ilmiah.
4. Putusan Mahkamah Konstitusi

Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya

5. Pendapat Hakim Mahkamah Konstitusi

a. Menurut MK, petitum tersebut tidak sesuai dengan uraian alasan permohonan
pemohon dalam posita. Sebab, dengan sendirinya pemohon menyadari bahwa ada
ketidaksetaraan antara mahasiswa dengan profesor dan/atau dosen.

b. Pemaknaan pemohon terkait ketentuan yang digugat, menurut Mahkamah, justru


sejalan dengan makna Pasal 9 Ayat (2) UU 12/2012, bahwa kebebasan mimbar
akademik merupakan wewenang profesor dan/atau dosen, namun bukan berarti
mahasiswa tidak dapat memiliki hak berpendapat dalam forum mimbar akademik.

c. "Ketidaksesuaian antara posita dan petitum ini menurut Mahkamah telah menimbulkan
ketidakjelasan atau kabur, sehingga MK sulit untuk memahami maksud permohonan
pemohon," ujar Hakim MK Manahan MP Sitompul.
C. daftar pustaka
https://amp-kompas-
com.cdn.ampproject.org/v/s/amp.kompas.com/nasional/read/2020/09/29/18515181/mk-
tolak-permohonan-uji-materi-uu-pendidikan-tinggi-yang mengajukan-
mahasiswa/usqp=mq331AQQKAGYAe2S27qS2MS3ZrABIA%3D
%3D&amp_js_v=0.1#aoh=16033680086835&referrer=https://www.google.com

Anda mungkin juga menyukai