Anda di halaman 1dari 12

PEMISAHAN KIMIA DAN ANALISIS INSTRUMENTASI

RANGKUMAN MATERI XRF, AAS, DAN ELEKTROGRAVIMETRI

Dosen pengampu :
Dr. Hayuni Retno Widarti, M.Si.
Dr. Yudhi Utomo, M.Si

Disusun oleh :
Kelompok 2 Offering D
1. Dhimas Bagus Kurniawan (190331622887)
2. Farras Nur Alifa (190331622904)
3. Fikriyah Qonita Aisy (190331622803)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
JUNI 2021
RANGKUMAN PERTEMUAN KE-12: X-RAY FLUORESCENCE SPECTROMETER
(XRF)

X-Ray Fluorescence Spectrometer (XRF) Philips Venus


Alat X-Ray Fluerescence Spectrometer (XRF) mrmanfaatkan sinar X sebagai sumber
energi radiasinya dengan panjang gelombang antara 100A samapi 0,1A dan memiliki energi
yang besar. Keunggulan alat ini adalah lebih sederhana, preparasi sampelnya tidak rumit habya
dibentuk mrnjadi pelet, dan waktu yang digunakan untuk satu kali pengukuran hanya 300 detik.
Sifat kerja alat ini tidak merusak sampel ketika proses analisisnya, dapat menganalisis unsur
yang membangun material namun tidak bisa teridentifikasi untuk unsur ringan.
Ada 2 jenis XRF berdasarkan perangkatnya yaitu ED XRF untuk membedakan setiap
radiasi fluoroscens spesifik dari suatu unusr berdasarkan energi foton yang dihasilkan setelh
proses radiasi dan WD XRF untuk mrmisahkan setiap radiasi fluoroscebs sinar X ke sudut
refleksi tertentu berdasarkan pajang gelombangnya. Sinar X akan dihasilkan ketika dalam
tabungnyabterjadi percrpatan elektron pada tegangan tinggi dan menembak logam anoda.
Adapan proses perpendaran sinar-X adalah:
1. Saat sinar-X mengenai atom sampel
2. Timbul sinar-X karakteristik akibat eksitasi ke kulit K
3. Timbul sinar-X karakteristik akibat eksitasi kulit L
4. Elektron pada kulit terluar kosong.
Analisis kualitatif XRF dilakukan dengan mengidentifikasi panjang grlombang spesifik
atau energi sinar X dan nomor atom elemen yang dianalisis. Analisis kuantitatif XRF dilakukan
dengan metode kurva kalibrasi dan parameter fundamental. karakteristik yang terjadi pada
peristiwa X-Ray pada alat XRF adalah efek fotolistrik. . Efek fotolistrik terjadi karena elektron
dalam atom target terkena sinar berenergi tinggi, bila energi sinar tersebut lebih tinggi dari pada
energi ikatan elektron dalam orbit K, L, atau M atom target, maka elektron atom target akan
keluar dari orbitnya dan akan mengalami kekosongan elektron. Kekosongan elektron ini akan
diisi oleh elektron dari orbital yang lebih luar diikuti dengan pelepasan energi yang berupa
sinar X. Sinar X yang dihasilkan merupakan gabungan spektrum sinambung dan spektrum
berenergi tertentu (diskrit) dari sampel target yang tertumbuk elektron. Jenis spektrum diskrit
tergantung pada perpindahan elektron yang terjadi dalam atom sampel. Spektrum ini dikenal
dengan spektrum sinar X karakteristik. dengan detektor yang digunakan biasa menggunakan
detektor Si(Li)

Skema alat XRF


RANGKUMAN PERTEMUAN KE-13 : TEKNIK ANALISIS DENGAN
ATOMIC ABSORPTION SPECHTROPHOTOMETRY (AAS)
SSA (Spektrofotometri Serapan Atom) atau AAS (Atomic Absorption
Spectrophotometry) merupakan metode analisis yang digunakan untuk menghitung
kuantitas dari unsur-unsur logam dan metalloid berdasarkan pada penyerapan absorbansi
radiasi oleh atom bebas pada fase gas. Langkah – langkah analisis dengan AAS :
 Menyiapkan larutan standar
 Preparasi sampel
 Memilih garis resonansi
 Optimasi kondisi alat
 Membaca absorbansi larutan standar
 Membaca absoransi larutan sampel
 Mengintrapolasi absorbansi larutan sampel pada kurva linier.

Untuk pembuatan larutan standar, memperhitungkan konsentrasi larutan standar


masuk dalam range linier. Selain itu dapat dilakukan dengan cara pengenceran larutan
induk dengan menggunakan labu takar pada volume tertentu. Deretan larutan standar
minimal 3 varian, biasanya dibuat 5 varian. Sampel dapat berupa padat, cair dan gas.
Agar dapat dianalisis dengan AAS, sampel harus berupa larutan jernih dan homogen
boleh berupa larutan berwarna. Volume minimal sampel adalah 0.5 mL dan bebas dari
matriks pengganggu
Destruksi basah adalah perombakan sampel dengan asam-asam kuat baik tunggal
maupun campuran, kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat oksidator. Pelarut-
pelarut yang dapat digunakan untuk destruksi basah antara lain asam nitrat, asam sulfat,
asam perklorat, dan asam klorida. Semua pelarut tersebut dapat digunakan baik tunggal
maupun campuran.
Destruksi kering merupakan perombakan organic logam di dalam sampel
menjadi logam-logam anorganik dengan jalan pengabuan sampel dalam muffle furnace
dan memerlukan suhu pemanasan tertentu. Pada umumnya dalam destruksi kering ini
dibutuhkan suhu pemanasan antara 400- 800oC, tetapi suhu ini sangat tergantung pada
jenis sampel yang akan dianalisis.
Suatu unsur mempunyai banyak tingkat energi yang dapat digunakan untuk
menyerap sinar. Contoh: Cu mempunyai 2 garis resonansi Fe mempunyai 3 garis
resonansi. untuk metode penentuan konsentrasi nya terdiri atas 2, yaitu metode kurva
standar dan metode standar adisi. Metode Kurva Standar dilakukan dengan cara
membandingkan absorbansi sampel terhadap kurva kalibrasi larutan standar (C vs
Absorbansi). Metode ini dilakukan jika konsentrasi sampel tidak terlalu kecil, preparasi
mudah dilakukan, dan jumlah sampel banyak. Sedangkan metode standar adisi adalah
metode dengan menambahkan larutan standar ke dalam larutan sampel. Metode ini perlu
digunakan jika konsentrasi sampel sangat rendah, sebab jika menggunakan metode kurva
standar, mempunyai resiko ketelitian rendah. Kemudian digunakan pula jika matrik dari
sampel mempunyai gangguan yang besar terhadap analitnya, dan ketika sampel
jumlahnya sedikit.
Interferensi dalam AAS terdiri atas 4, yaitu :
1. Interferensi ionisasi
Terjadinya pembentukan ion M+ yang mengakibatkan menurunkan nilai
absorbansi yang sebenarnya.
 Penyebab: energi berlebihan
 Cara mengatasi: dilakukan optimasi laju alir gas dan pembakar ulang.
2. Interferensi background
Terjadi karena terbentuknya oksida pada proses pengatoman.
 Penyebab: penggunaan gas pembakar dan oksidan yang kurang tepat
sehingga suhu pengatoman kurang efektif dan menyebabkan terjadinya
oksida
 Cara Mengatasi: Tinjau ulang penggunaan pembakar dan oksidan
3. Interferensi Spektral
Terjadi karena adanya overlaping absorpsi antara spesies penggangu dan spesies
yang diukur karena rendahnya resolusi monokromator. Misalnya: dua garis
terletak berdekatan seprti Vanadium pada 308,211 nm dan alumunium pada
308,215 nm.
 Cara mengatasi: memilih garis reonansi yang tidak berdekatan misal
untuk Al dipilih garis resonansi pada 309,207 nm.
 Untuk mengurangi interferensi spektra baik fotometri nyala maupun AAS
adalah dengan meningkatkan resolusinya dengan menggunakan prisma
dan filter, tetapi dengan keadaan tertentu untuk meningkatkan selektivitas
hal tersebut dapat dihindari dengan teknik-teknik pemisahan sperti sistem
penukar ion atau ekstraksi pelarut.
4. Interferensi kimia
Dapat terjadi karena terbentuknya senyawa yang stabil dan atau terjadinya
ionisasi. Contoh: adanya ion phospat dan sulfat dapat mereduksi atomisasi Ca.
Al sebagai pengotor dapat mereduksi kecepatan atomisasi Mg.

Terbentuknya senyawa stabil akan menyebabkan proses peruraian (disosiasi)


tidak sempurna karena molekul-molekul stabil relatif sulit diuraikan menjadi atom-
atomnya. Contoh: kasus penentuan kalsium dengan adanya sulfat atau phospat,
terbentuknya oksida stabil dari unsur-unsur titanium, vanadium, dan aluminium. Cara
mengatasi terjadinya pembentukan senyawa stabil diantaranya adalah meningkatkan
teperatur nyala, dengan menggunakan zat penukar, dan ekstraksi logam.
Terbentuknya ion-ion logam dalam nyala api akan mengurangi emisi garis
spektra atom pada spektroskopi emisi atau akan mengurangi besarnya absorpsi pada
sistem AAS. Untuk mengurangi proses ionisasi ini dengan menggunakan temperatur
nyala yang lebih rendah. Temperatur yang tinggi akan meningkatkan pembentukan ion-
ion dari logam-logam alkali dan logam Ca, Sr dan Ba. Untuk mengurangi ionisasi dapat
dilakukan dengan menambah zat penekan ionisasi. Zat ini biasanya merupakan larutan
yang mengandung ion kalium konsentrasi 2000 ppm ditambahkan pada cuplikan Ca, Sr
dan Ba.
RANGKUMAN PERTEMUAN KE-14 : ELEKTROGRAVIMETRI
1. Definisi Elektrogravimetri
Elektrogravimetri adalah metode analisis yang didasarkan pada pengendapan
zat dengan menggunakan listrik.
Prinsip dari metode pemisahan ini adalah :
1) Komponen yang dianalisis diendapkan pada suatu elektroda yang telah
diketahui beratnya dan kemudian setelah pengendapan sempurna kembali
dilakukan penimbangan elektroda beserta endapannya.
2) Endapan harus kuat menempel padat dan halus, sehigga bila dilakukan
pencucian, pengeringan serta penimbangan tidak mengalami kehilangan
berat.
3) Selain itu sistem ini harus menggunakan elektroda yang Inert. Umumnya
dipakai elektroda plantina
2. Hukum yang Mendasari Analisis Elektrogravimetri
a) Hukum Faraday
Bahwa banyaknya zat yang diendapkan pada elektroda selama elektrolisis
berlangsung sebanding dengan jumlah arus listrik yang mengalir melalui larutan
tersebut.
W = e.I.t/F
Dimana:
W = massa zat yang diendapkan.
e = massa ekivalen.
I = arus (amper).
t = waktu (detik).
F = tetapan Faraday 96487 Coloumb.
b) Hukum Ohm
Kuat arus yang mengalir melalui suatu penghantar berbanding terbalik dengan
tahanan dan berbanding lurus dengan tegangan.
I = E/R
Dimana:
I = kuat arus (Amper).
E = tegangan (Volt).
I = tahanan (Ohm).
Kesimpulan :
Elekrolisis bergantung pada I (kuat arus) dan E (potensial)
3. Kondisi yang Diterapkan pada Sel Elektrolisis
Pada umumnya terdapat tiga macam kondisi yang dapat diterakan pada sel
elektrolisis, yaitu :
1) Harga potensial sel luar yang digunakan (Eapp) berada pada harga yang tetap.
2) Harga arus tetap.
3) Harga potensial katoda (EK) tetap.
4. Contoh Sel Elektrolisis

5. Pengertian Tegangan Terkait Elektrolisis


 Tegangan (potensial) peruraian: tegangan luar minimum yang harus diberikan
untuk terjadinya elektrolisis secara kontinyu.
Ed = Ekatoda – Eanoda
 Potensial Ohmik: jumlah potensial yang dibutuhkan untuk mengalahkan
tahanan yang dialami oleh ion-ion yang bergerak menuju anoda atau katoda.
Besarnya sama dengan harga I dikali R. Sehingga potensial sel:
Esel = Ekatoda – Eanoda – IR
6. Tegangan (Potensial) Polarisasi
 Tegangan (potensial) polarisasi yaitu tegangan yang terjadi sesudah
elektrolisis dihentikan.
 Tegangan polarisasi terdapat dua jenis yaitu tegangan polarisasi konsentrasidan
polarisasi kinetik.
 Tegangan polarisasi konsentrasi terjadi akibat perbedaan konsentrasi ion yang
ditentukan pada elektroda.
 Tegangan polarisasi kinetik terjadi bila laju reaksi elektrokimia pada salah satu
atau kedua elektroda berlangsung lambat.
 Adanya potensial polarisasi menyebabkan diperlukannya potensial tambahan
(overpotensial) untuk mengatasi energi penghalang bagi reaksi setengah selnya.
Ed = (Ekatoda – Eover voltage katoda) – (Eanoda – Eover voltage anoda)
Sehingga Esel = (Ekatoda – Eover voltage katoda) (Eanoda– Eover voltage anoda) – IR
7. Elektrolisis pada Arus Tetap
Sesuai hubungan I = E/R, untuk menjaga agar jumlah arus selalu tercukupi
(besarnyaI dijaga agar tidak turun), maka potensial luar harus selalu ditambah.
8. Elektrolisis pada Potensial Terpasang (E Aplikasi) Tetap
 Potensial terendah yang harus diberikan agar terjadi elektrolisis dikenalsebagai
potensial peruraian (Ed).
 Agar elektrolisis berjalan secara kontinyu dan terus menerus (karena I makin
kecil), diperlukan potensial luar terpasang (Eapp) yang besarnya lebih besar dari
Ed.
Eapp = (Ekatoda – Eover voltage katoda) – (Eanoda – Eover voltage anoda)
– IR
9. Elektrolisis pada Potensial Katoda tetap
 Elektrolisis pada potensial katoda tetap didasarkan pada pengunaan rumus
Nernst:

10. Analisis Kuantitatif Secara Elektrogravimetri


 Komponen yang dianalisis diendapkan pada suatu elektroda yang telah
diketahui beratnya. Setelah terjadi pengendapan sempurna, dilakukan
penimbangan kembali elektroda beserta endapannya
 Endapan harus menempel dengan kuat, padat, dan halus, sehingga bila
dilakukan pencucian, pengeringan, serta penimbangan tidak terjadi kehilangan
berat.
 Sistem ini harus menggunakan elektroda yang inert. Sehingga pada umumnya
digunakan elektroda platina.
11. Bagan Alat Elektrogravimetri

12. Prinsip Kerja Alat Elektrogravietri


 Voltase dari sumber arus baterai yang diperlukan untuk elektroda diukur
dengan voltmeter dengan bantuan tahanan geser.
 Katoda berupa gulungan kawat platina sedangkan anoda berupa kawat
platinaberbentuk spiral.
 Anoda diletakkan tepat di tengah-tengah gulungan platina katoda untuk
memperoleh medan medan listrik yang merata dan menghasilkan
endapan logam yang seragam.
13. Aplikasi Elektrigravimetri
 Sering digunakan untuk pemisahan dan analisis Cu.
Reaksi yang terjadi:
Katoda : Cu2+ + 2e →Cu E° = 0,337 V
Anoda : H+ + e →½ H2 E° = 0 V
H2O →½O2 + 2H+ + 2e E = 1,23 V
Reaksi total: Cu2+ + H2O → Cu + ½O2 + 2H+

 Harga E0 untuk oksidasi 2SO42- → S2O82- + 2e- adalah 2,1 V. Harga ini
lebih positif daripada potensial yang diperlukan untuk oksidasi air sebagai
solven.
 Ion sulfat bukan spesies elektroaktif dalam larutan berpelarut air.
 Potensial tiap setengah sel dapat dihitung dari persamaan Nernst.
14. Pemisahan Logam-logam Secara Elektrolisis
 Pemisahan dua logam secara elektrolisis dapat dilakukan apabila keduanya
mempunyai perbedaan potensial pengendapan 0,25 V.
 Dalam prakteknya, dpat mencapai 0,4V sehinga Cu dapat dipisahkan dari Zn,
Ni, Co, dan Pb. Selain itu dapat memisahkan dari Cu.
 Apabila harga potensial standarnya hanya berbeda sedikit, maka sukar
dipisahkan.
 Jika logam berada pada senyawa kompleks, maka potensial peruraiannya akan
naik, demikian juga potensial kelebihannya (over voltage)
 Elektrolisis Cu
 Material yang mengandung Cu harus diubah dulu ke dalam bentuk
garamnya kemudian dilarutkan dengan asam sulfat atau asam nitrat.
 Pada elektrolisis ini, kadar asam tidak boleh terlalu tinggi karena dapat
menyebabkan endapan yang terjadi sukar melekat.
 Agar endapan mengkilat kadang-kadang ditetesi dengan HCl.
 Ion nitrat bekerja sebagai depolarisator pada katoda.
 Nitrat yang digunakan harus bebas nitrit karena adanya nitrit dapat
mempersulit pelekatan endapan pada katoda.
 Untuk menghilangkan nitrit ke dalam larutan ditambahkan ureum atau
asam sulfamat.
 Kotoran-kotoran yang melekat pada elektroda harus dibersihkan karena
dapat menyebabkan endapan menjadi kusam.
 Arus yang terlalu besar dapat menyebabkan endapan kasar.
a. Cara lambat tanpa pengadukan:
 Elektrolisis Cu dilakukan pada potensial 2,0-2,5 V, arus
0,3 A. Elektrolisis dilakukan selama 1 malam untuk
pemisahan Cu dengan berat sekitar 0,2-0,5 gram. Untuk
mengontrol adanya Cu,digunakan larutan K4(Fe(CN)6. Jika
masih berwarna coklat, elektrolisis dilanjutkan.
b. Cara cepat dengan pengadukan:
 Elektrolisis dilakukan dengan potensial 3-4 V arus 0,4-2,0 A.
Elektrolisis dilakukan selama 15-20 menit.
 Elektrolisis Garam Ni
 Biasanya dibuat garam kompleks dengan NH4OH.
[(Ni(NH3)6]2+ ⇄ Ni2+ + 6NH3
 Jika berupa larutan garam NiSO4 atau NiCl, selain ditambahkan
NH4OH, juga ditambahkan amonium sulfat.
 Kuat arus yang digunakan adalah 4 A dan potensial yang digunakan
sebesar 3-4 V selama 10 menit.
 Elektrolisis Garam Ag
 Garam Ag sebaiknya dibuat garam kompleks. Misalnya, kompleks
sianida.
 Arus yang dipakai 0,2-0,5 A dan potensial 3,7-4,0 V pada suhu kamar.
 Pada pemisahan Ag dan Cu, sampel harus dilarutkan terlebih dahulu
dengan asam nitrat berlebih kemudian larutan diuapkan sampai asam
nitrat hilang/kering.
 Bahan kering tersebut dilarutkan dengan KCN encer kemudian
dielektrolisis dengan potensial 1,5 V.
15. Tabel 1. Beberapa unsur yang dapat ditentukan secara elektrogravimetri.

Ion Ditimbang Sebagai Kondisi


Cd2+ Cd Larutan sianida basa
Co2+ Co Larutan sulfat beramoniak
Cu2+ Cu Larutan dengan HNO3/H2SO4
Fe3+ Fe Larutan [NH4]2C2O4
Pb2+ PbO2 Larutan HNO3
Ni2+ Ni Larutan sulfat beramoniak

Anda mungkin juga menyukai