Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sehat bukan hanya sekedar sehat jasmani dan badan saja, akan tetapi

hal ini juga mencakup akan kesehatan kita secara mental jiwa dan juga

spiritual sosial kita juga. Kesehatan merupakan suatu pandangan akan

kondisi yang fleksibel antara kesehatan badan jasmani dengan kesehatan

mental rohani yang dibedakan dalam sebuah rentang yang selalu

berfluktuasi atau berayun mendekati dan menjauhi puncak kebahagiaan

hidup dari kebahagiaan sehat (Dr.Asriwati,S.Kep dkk, 2019)

Lingkungan merupakan semua kondisi internal dan eksternal yang

memengaruhi dan berakibat terhadap perkembangan dan perilaku seseorang

atau kelompok. Lingkungan internal adalah keadaan proses mental dalam

tubuh individu (berupa pengalaman, kemampuan emosional dan

kepribadian) serta proses pemicu stres biologis (sel maupun molekul) yang

berasal dari dalam tubuh individu. lingkungan eksternal dapat berupa

keadaan secara fisik, kimiawi, ataupun psikologis yang diterima individu

dan dipersepsikan suatu ancaman (Nursalam, 2013).

Faktor yang mempengaruhi kesakitan dan kematian seseorang pada

masa ini bermacam-macam, mulai dari faktor individu maupun faktor

lingkungan. Aspek-aspek tersebut sangat mempengaruhi kesehatan

masyarakat dan harus menjadi perhatian khusus oleh setiap kalangan agar

terus menjaga kesehatan baik itu secara eksternal maupun internal, dan pada
saat ini penyakit terbesar yang mengancam kesehatan masyarakat terutama

negara-negara berkembang di dunia adalah penyakit yang disebabkan oleh

gangguan kardiovaskular atau jantung. Jantung merupakan organ yang ada

pada manusia memiliki empat ruang, terletak di belakang tulang dada di

dalam rongga toraks di antara paru-paru, yang memiliki fungsi sebagai

pompa untuk mengalirkan atau mengedarkan darah ke seluruh tubuh (Evu

Luvina Dwisang, 2013).

Gangguan kardiovaskular meliputi keadaan yang mengganggu

kemampuan jantung untuk memompa, keadaan yang menganggu aliran

darah didalam pembuluh darah koroner atau serebral, dan penyakit vaskular

perifer yang mengganggu aliran darah ke area lokal misalkan ekstremitas

(Caroline Bunker Rosdahl dan Mary T.Kowalski, 2015).

World Health Organization (WHO) tahun 2012 menunjukkan 17, 5

juta orang di dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskuler atau 31% dari

56,5 juta kematian di seluruh dunia. Lebih dari 75% kematian akibat

penyakit kardiovaskular terjadi di Negara berkembang yang berpenghasilan

rendah sampai sedang (Kemenkes, 2017).

Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang memiliki

penghasilan rendah sampai sedang, dan hal ini membuat kesehatan pada

masyarakat menjadi buruk terutama penyakit jantung. Survei Sampel

Regristrasi sistem (SRS) pada 2014 di Indonesia menunjukkan, Penyakit

Jantung Koroner (PJK) menjadi penyebab kematian tertinggi pada semua

umur setelah stroke, yakni sebesar 12,9%. Kemenkes imbau masyarakat

agar melakukan cek kesehatan secara berkala, menjauhi asap rokok, rajin
beraktifitas fisik, diet yang sehat dan seimbang, istirahat yang cukup dan

kelola stress (CERDIK) untuk mengendalikan factor resiko PJK (Kemenkes,

2017).

Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan, prevalensi tertinggi untuk

penyakit Kardiovaskuler di Indonesia adalah PJK, yakni sebesar 1,5%. Dari

prevalensi tersebut, angka tertinggi ada di provinsi Nusa Tenggara Timur

(4,4%) dan terendah di provinsi Riau (0,3%). Menurut kelompok umur, PJK

paling banyak terjadi pada kelompok umur 65-74 tahun (3,6%) diikuti

kelompok umur 75 tahun ke atas (3,2%), kelompok umur 55-64 tahun

(2,1%) dan kelompok umur 35-44 tahun (1,3%). Sedangkan menurut status

ekonomi terbanyak pada tingkat ekonomi bawah (2,1%) dan menengah ke

bawah (1,6%) (Kemenkes, 2017).

Menurut laporan kasus penyakit tidak menular kota jambi pada tahun

2017 terdapat 41,63% kasus PJK di kota jambi, dan puskesmas tertinggi

yang memiliki kasus PJK terbanyak adalah puskesmas Simpang IV Sipin

yaitu 32%. Sedangkan pada tahun 2018 terdapat penurunan kasus sebesar

890,6% dibandingkan tahun sebelumnya, sehingga total keseluruhan kasus

PJK pada tahun 2018 yaitu sebesar 32,72%, walaupun mengalami

penurunan jumlah kasus PJK, namun puskesmas simpang IV Sipin tetap

menjadi puskesmas yang memiliki kasus PJK terbesar dari puskesmas yang

lainnya di kota Jambi yaitu sebanyak 25% kasus PJK (Dinkes Kota Jambi,

2018).

Penyakit arteri Koroner atau jantung koroner (PJK) terjadi ketika

arteri yang mensuplai darah untuk dinding jantung mengalami pengerasan


dan penyempitan. Hal ini mengakibatkan berkurangnya pasokan oksigen

dan zat gizi ke jaringan miokard karena terbatasnya aliran darah Koroner.

Berkurangnya aliran darah dapat mengakibatkan terjadinya sindrom coroner

yaitu angina atau miokard infark (Dr. Lyndon Saputra, 2014)

Hasil penelitian oleh Fentia Budiman dkk (2015), yang sejalan

dengan penelitian Ade Sutrimo (2014), terdapat 18 responden yang

berpendidikan rendah dari 21 sampel yang diteliti memliki kecemasan berat.

Menurut Stuart dan Sundeen (2000) dalam Ade Sutrimo (2014), tingkat

pendidikan yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut

mudah mengalami kecemasan, disebabkan kurangnya pengetahuan

seseorang. Sesuai dengan hal tersebut, maka peneliti berpendapat bahwa

tenaga medis wajib memberikan health education terhadap pasien IMA

dengan kecemasan, agar pasien mampu mengolah informasi ataupun

pendidikan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan dalam

meminimalisir kecemasan pasien IMA (Fentia Budiman dkk, 2015).

Sejalan dengan penelitian Byme, Walsh, Murphy (2005) adanya

persepsi diri yang baik tentang penyakit yang diderita oleh pasien infark

miokard dihubungkan dengan perilaku dan gaya hidup yang dijalani pasien.

Penelitian menyimpulkan ada hubungan yang signifikan antara motivasi

responden dengan kemampuan responden melakukan pencegahan sekunder

faktor risiko penyakit jantung koroner. Hal ini sesuai dengan penelitian

Becki, 2009, kondisi depresi pada penyakit jantung koroner seringkali

mempengaruhi motivasi seseorang dan tingkat pengetahuan (Lina Indrawati,

2014)
Permasalahan psikososial pada pasien PJK menjadi hal yang sangat

penting untuk diperhatikan. Beberapa literatur serta penelitian menunjukkan

hubungan yang sangat erat antara masalah psikososial dan PJK. Gustad,

Laugsand, Janszky, Dalen, dan Bjerkeset (2014) menyatakan bahwa pasien

dengan PJK seringkali mengalami cemas dan depresi. Sedangkan kejadian

cemas dan depresi pada pasien PJK dapat menimbulkan permasalahan yang

lebih buruk bagi penderitanya, sebagai akibat dari respon fisiologis yang

menyertainya. Hal ini dijelaskan bahwa kedua masalah tersebut dapat

memengaruhi jantung secara langsung karena dapat meningkatkan

kebutuhan oksigen jantung dan meningkatkan beban kerja jantung (Lewis,

Heitkemper, dan Dirksen 2010).

Permasalahan psikososial yang dapat meningkatkan rekurensi serta

menurunkan kualitas hidup paling tinggi pada pasien PJK adalah depresi.

Depresi dapat menyebabkan kualitas hidup lebih rendah sebanyak 5,4 kali

dibandingkan pasien PJK yang tidak depresi, serta kemungkinan dapat

meningkatkan rekurensi karena efeknya dapat memperburuk kondisi pasien

dengan PJK bahkan menurunkan kualitas hidup. Berdasarkan hal tersebut

permasalahan psikososial terutama depresi perlu mendapatkan perhatian

lebih baik. Pengkajian tentang faktor apa saja yang berhubungan dengan

kejadian depresi perlu diketahui, agar upaya antisipasi maupun

penanganannya dapat lebih tepat dan cepat (Nuraeni et al, 2016)

Pencegahan agar tidak terulangnya kembali serangan jantung, pasien

dengan PJK perlu melakukan perubahan gaya hidup. Seperti perubahan


dalam pola diet, kebiasaan merokok, pembatasan aktivitas, serta

pengendalian stres dan kecemasan. Kondisi ini justru dapat memicu

timbulnya stres baru, ditambah lagi perubahan dalam kondisi fisik dan

perubahan peran yang terjadi akibat sakit yang berkepanjangan. Beberapa

penelitian mengungkapkan bahwa stress, depresi, rendahnya dukungan

sosial dan spiritual dapat meningkatkan perburukan kondisi penyakit pada

pasien dengan PJK (Aldana et al., 2006; Fukuoka, Lindgren, Rankin,

Cooper, & Carroll, 2007; Davidson et al., 2013). Beberapa penelitian

lainnya mengungkapkan masih tingginya angka cemas dan depresi pada

pasien PJK di Indonesia (Krisnayanti;Widiyanti, 2013) sehingga pasien

mengalami komplikasi dan perburukan yang jumlahnya cukup tinggi seperti

penurunan kualitas hidup dan lainnya. Penelitian lain yang dilakukan di

Singapura menunjukkan hasil bahwa tingkat pendidikan dan depresi secara

signifikan dapat memprediksi kondisi fisik pasien sedangkan umur,

kecemasan dan depresi dapat memprediksi kesehatan mental pasien dengan

penyakit jantung (Muhammad et al., 2014).

Ketika seseorang dihadapkan pada stres, tubuhnya bereaksi dengan

cara memicu produksi berbagai zat kimia atau hormon, seperti epinefrin,

yang bersiap untuk lari dari bahaya atau memerangi suatu serangan.

Akibatnya denyut jantung dipercepat, peningkatkan pasokan darah ke otot;

glukosa dan lemak membanjir ke dalam aliran darah untuk memasok energy

tambahan; tekanan darah meningkat; dan aliran darah dialihkan dari saluran

usus ke area-area yang lebih penting seperti jantung dan otak. Stres dapat

merupakan faktor penting yang mendorong orang untuk merokok, minum


alkohol, dan menyalahgunakan obat-obatan. Manajemen stress yang

berhasil bertujuan menghindari semua akibat tersebut dengan cara mengajari

strategi-strategi terbaik untuk merespons stress ( Robert M. Youngson, M.D.

dkk, 2009).

Sebagai seorang perawat, kita memiliki tanggung jawab untuk

memperoleh dan mempertahankan pengetahuan dan keterampilan bagi

berbagai peran dan tanggung jawab professional. Di masa lalu, peran utama

perawat adalah melayani dan membuat nyaman saat melakukan tugas

keperawatan tertentu. Namun pada saat ini, perubahan pada keperawatan

telah memperluas peran keperawata professional dalam menekan pada

dukungan kesehatan dan pencegahan penyakit serta perhatian kepada klien

(Potter Perry, 2009)

Perawat harus dapat memberi bimbingan terhadap masalah klien

sehingga pemecahan masalah akan lebih mudah dilakukan. Depresi menjadi

faktor yang paling mempengaruhi kualitas hidup pasien PJK. Cemas

merupakan salah satu faktor yang diduga menjadi penyebab depresi. Yang

mana cemas merupakan permasalahan psikososial yang sering dialami oleh

pasien PJK dan seringkali tidak diperhatikan sehingga hal ini dapat

membuat keadaan pasien majadi lebih buruk dari sebelumnya. Menurut

beberapa jurnal Kecemasan dapat diukur menggunakan Hamilton Rating

Scale for Anxiety (HARS) (Kristina, 2017).

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Penerapan Edukasi Kesehatan Untuk Mereduksi


Ansietas Pada Pasien Jantung Koroner Di Puskesmas Simpang IV Sipin

Kota Jambi Tahun 2020”.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah tentang Penerapan Edukasi Kesehatan Untuk

Mereduksi Ansietas Pada Pasien Jantung Koroner Di Puskesmas Simpang

IV Sipin Kota Jambi Tahun 2020.

1.3 Tujuan studi kasus

Penelitian ini di lakukan dengan tujuan untuk mengetahui hasil

Penerapan Edukasi Kesehatan Untuk Mereduksi Ansietas Pada Pasien

Jantung Koroner Di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi Tahun 2020.

1.4 Manfaat studi kasus

Hasil penelitian di harapkan dapat bermanfaat bagi.

1.4.1 Bagi institusi rumah sakit

sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan khususnya

pearawat bangsal agar dapat mengaplikasikan Penerapan Edukasi

Kesehatan Untuk Merduksi Ansietas Pada Pasien Jantung Koroner Di

Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi Tahun 2020.

1.4.2 Bagi institusi kampus

Manfaat bagi instasi akademik yaitu dapat digunakan sebagai

referensi dan bahan pembelajaran keluasan ilmu dan tegnologi terapan


bidang keperawatan bagi institusi pendidikan untuk mengebangkan

ilmu pengetahuan tentang Penerapan Edukasi Kesehatan Untuk

Mereduksi Ansietas Pada Pasien Jantung Koroner Di Puskesmas

Simpang IV Sipin Kota Jambi Tahun 2020.

1.4.3 Bagi peneliti lain

Peneliti lain dapat mengembangkan hasil penelitian ini di

tempat lain dengan metode yang berbeda sesuai perkembangan

teknologi tentang Penerapan Edukasi Kesehatan Untuk Mereduksi

Ansietas Pada Pasien Jantung Koroner Di Puskesmas Simpang IV

Sipin Kota Jambi Tahun 2020.

1.4.4 Bagi peneliti

Dapat mengembangkan metode penelitian di lapangan tentang

Penerapan Edukasi Kesehatan Untuk Mereduksi Ansietas Pada Pasien

Jantung Koroner Di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi Tahun

2020.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULER

Jantung adalah organ berongga berbentuk kerucut dengan ukuran

sekitar satu kepalan orang dewasa. Dengan denyut dari 60-100 kali per menit

seumur hidup, jantung memindahkan lebih dari 1800 galon darah tiap hari

(port, 2007). Jantung organ berotot yang memiliki empat ruang yang terletak

di ringga dada, di bawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri

sternum, dan ruang jantung terdiri atas dua ruang yang berdinding tipis di

sebut atrium (serambi) dan dua ruang yang berdinding tebal di sebut ventrikel

(bilik) (arif muttaqin, 2012).

Gambar 2.1: A, Letak jantung pada mediastinum dada. B, Anatomi jantung

(A) (B)
Sumber : Priscilla LeMone dkk (2015)

Lapisan ganda memberan fibrosa. Pericardium membungkus jantung

dan menambatkan jantung ke struktur di sekeliling, membentuk kantong

pericardium. Pembungkusan pericardium yang pas mencegah pengisian

berlebihan pada jantung. Lapisan terluar jantung adalah pericardium parietal;

pericardium visera (atau epikardium) melekat pada permukaan jantung.

Ruang kecil antara lapisa visera dan parietal pericardium disebut ruang

pericardium. Cairan pelumas serosa yang diproduksi dalam ruang ini

melindungi jantung saat berdenyut. Dinding jantung terdiri atas tiga lapisan

jaringan : epikardium, miokardium, dan endokkardium. Epikardium

menyelimuti seluruh jantung dan pembuluh darah besar kemudian melipat

membentuk lapisan parietal yang melapisi pericardium dan menempel ke

permukaan jantung. Miokardium, lapisan tengah dinding jantung, terdiri atas

sel otot jantung khusus (miofibril) yang menyediakan serabut otot jantung

kontraktil. Endocardium adalah membran tipis berlapis tiga yang melapisi

ruangan jantung dan pembuluh besar (Priscilla LeMone dkk, 2015).

2.1.1. Ruang dan Katup Jantung

Jantung mempunyai dua atrium di bagian atas dan dua ventrikel

di bagian bawah. Keduanya dipisahkan secara melintang oleh septum

intraventrikular. Atrium kanan menerima darah kurang oksigen dari

vena tubuh: Vena kava superior mengembalikan darah dari daerah

tubuh di atas diafragma, vena kava inferior mengembalikan darah dari

daerah tubuh di atas diafragma, vena kava inferior mengembalikan


darah dari tubuh di bawah diagfragma, dan sinus coroner mengalirkan

darah dari jantung. Atrium kiri menerima darah segar teroksigenasi dari

paru melalui vena pulmonalis. Ventrikel kanan menerima darah kurang

oksigen dari atrium kanan dan memompanya melewati arteri

pulmonalis ke dasar kapiler paru untuk oksigenasi. Darah baru yang

teroksigenasi kemudian berjalan melewati vena pulmonalis menuju

atrium kiri. Darah masuk ke atrium kiri dan melintasi katup mitral

(bikuspidalis) menuju ventrikel kiri. Darah kemudian di pompa keluar

dari aorta ke sirkulasi arteri.

Tiap ruang jantung dipisahkan oleh sebuah katup yang

memungkinkan aliran darah satu arah menuju ruangan selanjutnya atau

pembuluh darah besar. Atrium dipisahkan dari ventrikel oleh dua katup

atrioventrikel (AV); katup trikuspidalis di sebelah kanan dan katup

bikuspidalis (mitral) di sebelah kiri. Lipatan di masing-masing katup ini

tertambat ke otot papilaris ventrikel oleh kordae tendineae. Struktur ini

mengendalikan gerakan katup AV untuk mencegah aliran balik darah.

Ventrikel dihubungkan ke pembuluh besarnya oleh katup

semilunaris. Disebelah kanan, katup pulmonalis (pulmonic)

menghubungkan ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis. Di sebelah

kiri, katup aorta menghubungkan ventrikel kiri dengan aorta penutupan

katup AV pada awitan kontraksi (sistol) menghasilkan bunyi jantung

pertama atau ditandai dengan bunyi “lub”, penutupan katup semilunaris

pada awitan relaksasi (diastol) menghasilkan bunyi jantung ke dua, atau

ditandai dengan bunyi “dub”.


2.1.2. Lapisan Jantung

Menurut Dr. Lyndon Saputra 2014, bahwa lapisan jantung

terdiri dari perikardium yang memiliki sebuah kantong fibroserosa yang

membungkus jantung dan akar pembuluh darah besar. Tersusun atas

dua lapisan yaitu :

1. Perikardium fibrosa (jaringan fibrosa putih dank eras)

membungkus jantung secara longgar dan melindunginya.

2. Perikardium serosa merupakan bagian yang lebih dalam yang

licin dan tipis. Perikardium serosa juga mempunyai dua lapisan

yaitu :

a. Lapisan parietal melapisi bagian dalam pericardium fibrosa.

b. Lapisan visceral melekat pada permukaan jantung.

Bagian yang terletak diantara pericardium fibrosa dan

serosa adalah ruang pericardium yang mengandung cairan

pericardium, cairan melumasi ruang dan memungkinkan

jantung untuck bergerak dengan leluasa selama

berkonsenterasi.

2.1.3. Dinding Jantung

Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan sebagai berikut :

1. Epikardium yaitu lapisan luar yang tersusun atas sel epitel

gepeng yang melapisi jaringan ikat.


2. Miokardium yaitu lapisan tengah yang membentuk sebagian

besar dinding jantung yang mempunyai serabut otot berlurik

yang menyebabkan jantung berkontraksi.

3. Endocardium yaitu lapisan dalam yang terdiri dari jaringan

endotel dengan pembuluh darah kecil dan berkas otot polos.

2.1.4. Sistem Konduksi Jantung

1. Mengandung sel pacu jantung, yang mempunyai tiga sifat unik:

a. Automatisitas adalah kemampuan untuk memulai impuls listrik

secara otomatis.

b. Konduktivitas adalah kemampuan untuk menghantarkan

impuls ke sel berikutnya.

c. Kontraktilitas adalah kemampuan untuk memperpendek

serabut jantung ketika menerima impuls.

2. Sebagai pacu jantung normal adalah nodus SA

a. Memulai impuls yang frekuensi 60 sampai 100 kali/menit

b. Menyebarkan impuls ke seluruh bagian atrium kanan dan

kiri, menyebabkan kontraksi atrium.

3. Nodus AV memperlambat hantaran impuls antara atrium dan

ventrikel, memungkinkan tersedianya cukup waktu bagi atrium

yang berkontraksi untuk mengisi ventrikel dengan darah. Dari

nodus AV, impuls berjalan ke berkas his, kemudian ke sepanjang

cabang berkas dan akhirnya turun ke serat purkinje, mengakibatkan

kontraksi ventrikel. Jika nodus SA gagal mengeluarkan impuls,

nodus AV akan memulai impuls dengan frekuensi 40 sampai 60


kali/menit. Jika nodus SA dan AV gagal mengeluarkan impuls,

ventrikel dapat memulai impuls dengan frekuensi 20-40 kali/menit.

2.1.5. Aliran Darah

Terdapat lima jenis pembuluh darah berbeda yang membawa darah

melewati vascular yaitu :

1. Arteri

Mempunyqi dinding otot tebal yang mengakomodasi aliran

darah pada kecepatan dan tekanan yang tinggi.

2. Arteriol

Mempunyai dinding yang lebih tipis dari pada arteri,

arteriol berkonstriksi atau berdilatasi untuk mengatur aliran darah

ke kapiler.

3. Kapiler

Pembuluh darah mikroskopis dengan dinding yang tersusun

atas satu lapisan sel endotel

4. Venula

Mengumpulkan darah dari kapiler dinding venula lebih

tipis dari pada dinding arteriol.

5. Vena

Mempunyai dinding yang lebih tipis dari pada arteri tetapi

mempunyai diameter yang lebih besar karena rendahnya tekanan


darah yang mengalir balik dari vena ke jantung, katup-katup pada

vena mencegah aliran darah balik.

2.1.6. Sirkulasi Darah

1. Sirkulasi Pulmonal

a. Darah yang tidak teroksigenasi mengalir dari ventrikel kanan

melewati katup pulmonal ke dalam arteri pulmonalis.

b. Darah melewati arteri dan arteriol yang semakin kecil untuk

sampai ke kapiler paru

c. Darah mencapai alveolus dan menukar karbon dioksida

dengan oksigen

d. Darah yang sudah teroksigenasi kemudian kembali melalui

venula dan vena ke pulmonalis, yang membawanya kembali

ke atrium kiri.

2. Sirkulasi Sistemik

a. Aorta bercabang menjadi pembuluh-pembuluh darah yang

memasok organ dan are khusus pada tubuh.

b. Tiga arteri bercabang dari bagian atas lengkung aorta untuk

memasok darah ke tubuh bagian atas:

1) Arteri karotis komunis kiri memasok darah ke otak

2) Arteri subklavia kiri memasok darah ke lengan

3) Arteri inominata memasok darah ke dada bagian atas.

c. Cabang dari aorta desenden memasok darah ke organ sistem

pencernaan dan genitourinaria, kolumna spinalis, serta otot

dada bawah dan perut.


d. Lalu, aorta bercabang menjadi arteri iliaka, yang bercabang

lebih lanjut menjadi arteri femoralis.

3. Sirkulasi Koronaria

a. Arteri koronaria dan cabang-cabangnya memasok jantung

dengan darah yang teroksigenasi

b. Vena jantung memindahkan darah yang kurang oksigen.

c. Selama sistol, darah dipompa ke aorta dan ventrikel kiri

d. Selama diastole, darah mengalir keluar dari jantung dan

kemudian mengalir ke arteri koronaria untuk memberikan

nutrisike otot jantung

e. Arteri koronaria kanan memasok darah ke atrium kanan,

sebagian artrium kiri, sebagian besar ventrikel kanan, dan

bagian inferior ventrikel kiri

f. Arteri koronaria kiri, yang bercabang menjadi arteri desenden

anterior dan arteri sirkumfleksi memasok darah ke atrium kiri,

sebagian besar ventrikel kiri, dan sebagian besar septum

interventrikular

g. Vena-vena jantung terletak superfisial terhadap arteri

h. Vena yang paling besar, sinus koronarius membuka ke atrium

kanan

i. Sebagian besar vena jantung utama mengalirkan ke sinus

koronarius, kecuali vena-vena anterior jantung, yang

megalirkan ke atrium kanan.


2.1.7. Aktivitas Mekanik Pada Jantung

Menurut W.F Ganong tahun 2008 aktivitas mekanik pada jantung

sebagai berikut :

1. Peristiwa pada diastole akhir

Pada akhir diastole, katup mitral dan trikuspidalis antara

atrium dan ventrikel terbuka, dan katup aorta dan pulmonalis

tertutup. Darah mengalir ke dalam jantung selama diastole, mengisi

atrium dan ventrikel. Kecepatan pengisian berkurang siring dengan

teregangnya ventrikel, terutama saat kecepatan denyut jantung

melambat, daun katup atrioventrikel (AV) bergeser ke arah posisi

tertutup, dan tekanan di ventrikel tetap rendah.

2. Sistol Atrium

Kontraksi atrium ikut mendorong darah ke dalam ventrikel,

tetapi sekitar 70% pengisian ventrikel terjadi secara fasif slama

diastole. Kontraksi otot atrium yang melingkari orifisium vena

kava superior dan inferior serta vena pulmonalis mempersempit

lubang orifisium tersebut, dan sifat inersia darah yang bergerak kea

rah jantung cenderung menahan darah didalamnya namun, selama

sistol atrium terjadi sedikit regurgitasi dalam darah kedalam vena.

3. Sistol ventrikel
Pada permulaan sistol ventrikel, katup mitral dan tricuspid

(AV) menutup. Otot ventrikel pada mulanya hanya sedikit

memendek, tetapi tekanan intraventrikel meningkat secara tajam

sewaktu miokardium memeras darah dalam ventrikel. Periode

kontraksi ventrikel isovolumetrik (isovolumik, isometric) ini

berlangsung sekitar 0,05 detik. Sampai tekanan di ventrikel kanan

dan kiri melebihi tekanan di aorta (80mm Hg:10.6 kPa) dan arteri

pulmonalis (10 mm Hg). Dan katup aorta dan arteri pulmonalis

terbuka. Selama kontraksi isovolumetrik berlangsung. Katup AV

menonjol ke dalam atrium, dan menyebabkan sedikit peningkatan

tekanan atrium tetapi peningkatannya tajam. Saat katup aorta dan

arteri pulmonalis terbuka, fase ejeksi ventrikel dimulai. Ejeksi

awalnya berlangsung cepat dan kemudian melambat seiring dengan

berlanjutnya sistol.

4. Awal fase diastole

Setelah otot ventrikel berkontraksi penuh, tekanan ventrikel

yang sudah turun semakin cepat berkurang, keadaan ini adalah

periode protodiastol. Periode ini berlangsung sekitar 0,04 detik.

Periode ini berakhir saat momentum darah yang diijeksikan

terkalahkan dan katup aorta dan arteri pulmonalis menutup

sehingga timbul getaran sesaat di darah dan dinding pembuluh

darah. Setelah katup menutup, tekanan terus turun dengan cepat

selama periode relaksasi ventrikel isovolumetrik. Relaksasi

volumetric berakhir saat tekanan ventrikel menurun dibawah


tekanan atrium, dan katup AV membuka sehingga ventrikel dapat

terisi. Mula-mula pengisian ventrikel berlangsung cepat, kemudian

melambat saat kontraksi jantung berikutnya mendekat. Tekanan

atrium tetap meningkat setelah akhir sistol ventrikel sampai katup

AV membuka, dan kemudian munurun serta kembali

meningkatkan perlahan sampai sistol atrium berikutnya.

2.1.8. Curah Jantung

1. Metode Pengukuran

Pada hewan percobaan, curah jantung dapat diukur dengan

suatu elektromagnetik flow meter yang diletakkan di aorta

asendensdua metode untuk mengukur curah jantung pada manusia,

selain kombinasi Doppler dengan ekokardiografi, adalah metode

langsung fick dan metode pengenceran indicator(indicator dilution

method).

Azas fick menyatakan bahwa jumlah suatu zat yang diserap

oleh suatu organ (atau seluruh tubuh) per satuan waktu sama

dengan kadar zat tersebut didalam arteri dikurangi kadar vena

(perbedaan A-V) dikali aliran darah. Azas ini dapat diterapkan,

tentu saja, hanya pada situasi-situasi ketika darah arteri adalah

satu-satunya sumber zat yang diserap. azas fick dapat digunakan

untuk menentukan curah jantung dengan mengukur jumlah

oksigen yang dikonsumsi oleh tubuh pada suatu periode tertentu

dan membagi nilai ini dengan perbedaan A-V di paru. Karena


darah arteri sistemik memiliki kandungan oksigen yang sama di

semua bagian tubuh.

2. Curah Jantung Pada Berbagai Keadaan

Jumlah darah yang dipompa keluar dari tiap-tiap ventrikel

perdenyut, yaitu isi sekucup (stroke volume), adalah sekitar 70 ml

pada keadaan istirahat pada pria dengan ukuran tubuh rata-rata

dalam posisi telentang (70 ml dari ventrikel kiri dan 70 ml dari

ventrikel kanan, dengan dua pompa ventrikel dalam rangkaian).

Darah yang keluar dari jantung per satuan waktu adalah curah

jantung. Pada seorang pria dalam keadaan istirahat dan telentang,

curah jantung rata-ratanya adalah 5,0 L/menit (70 ml x 72

denyut / menit). Terdapat korelasi antara curah jantung istirahat

danluas permukaan tubuh. Curah per menit per meter persegi

permukaan tubuh (indeks jantung) rata-rata adalah 3,2 liter.

3. Faktor yang mengatur curah jantung

Keadaan atau Faktor


Tak Ada Tidur
Perubahan moderat pada suhu lingkungan
Rasa cemas atau gembira (50-100%)
Makan (30%)
Perubahan Olahraga (sampai 700%)
Suhu lingkungan tinggi
Kehamilan
Epineprin
Menurun Duduk atau posisi berdiri dari posisi berbaring (20-
30%)
Aritmia cepat
Penyakit jantung

2.2. KONSEP PENYAKIT JANTUNG KORONER

2.2.1. Definisi

Penyakit kardiovaskuler saat ini menempati urutan pertama sebagai

penyebab kematian di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga yang

dilakukan secara berkala oleh departemen kesehatan menunjukkan bahwa

penyakit kardiovaskuler memberikan kontribusi sebesar 19,8% dari

seluruh penyebab kkematian pada tahun 1993dan meningkat menjadi

24,4% pada tahun 1998 ( perki, 2004 dalam arif muttaqin, 2009).

Terdapat beberapa penyakit kardiovaskuler yang dapat menyerang

seseorang, yang memiliki riwayat keluarga atau pola hidup kurang sehat

salah satunya adalah penyakit jantung coroner. Penyakit jantung coroner

(arteri coroner) adalah jenis penyakit yang banyak menyerang penduduk

Indonesia. Kondisi ini terjadi akibat penyempitan atau penyumbatan di

dinding nadi coroner karena adanya endapan lemak dan kolestrol sehingga

mengakibatkan suplai darah ke jantung menjadi terganggu. Perubahan pola

hidup, pola makan, dan stress juga dapat mengakibatkan terjadinya

penyakit jantung coroner (Kasron, S.Kep, Ns, 2012).

Otot jantung (miokardium) memerlukan pasokan darah yang kaya

akan oksigen dari arteri coroner agar jantung dapat berkontraksi dan

memompa darah ke seluruh tubuh secara normal. Namun, jika terjadi


penyumbatan arteri yang semakin buruk, terutama arteri coroner, maka

otor jantung dapat mengalami iskemia (berkurangnya pasokan darah)

sehingga menyebabkan kerusakan jantung. Penyumbatan arteri terutama

disebabkan oleh arterosklerosis. Arterosklerosis merupakan penebalan dan

pengerasan pembuluh darah yang disebabkan oleh akumulasi dari lemak,

kolestrol, hasil pembuangan sel, kalsium, dan fibrin. Arteri yang seringkali

mengalami arterosklerosis yaitu arteri coroner. Penyakit jantung coroner

(coronary heart disease) ditandai dengan adanya ateroma yang berkumpul

didalam sel yang melapisi dinding arteri coroner. Atheroma tersebut

terbentuk secara bertahap dan tersebar dari percabangan besar kedua arteri

coroner utama. Kedua arteri coroner tersebut mengelilingi jantung dan

menyediakan darah bagi jantung. Arteroma dapat menonjol kepermukaan

dalam arteri, sehingga diameter arteri menjadi sempit dan dapat

menyumbat aliran darah (M. Asikin dkk, 2016).

2.2.2. Manifestasi Klinis

Penyakit arteri coroner sangat berbahaya apabila tidak segera di

tangani karna dapat menyebabkan kematian dan komplikasi berbahaya

lainnya, sehingga untuk menanggulangi hal tersebut kita harus mengetahui

apa saja tanda dan gejala dari penyakit arteri coroner, menurut rudi

hariano, S.Kep. Ns, tahun 2013 tanda dan gejala dari arteri coroner sebagai

berikut :
1. Nyeri dada atu rasa tidak enak dibagian tengah dada/uluh hati,

perasaan tertekan, berat atau remuk yang berlangsung selama tak

lebih dari beberapa menit atau berlalu hilang dan kembali.

2. Sulit bernafas/sesak nafas. Sesak merupakan akibat dari masuknya

cairan ke dalam rongga udara di paru-paru.

3. Sangat lemah atau geliasah.

4. Detak jantung yang cepat atau tak teratur.

5. Pusing dan pingsan dapat terjadi karena penurunan aliran darah ke

otak akibat denyut atau irama jantung yang abnormal atau karena

kemampuan memompa yang buruk.

Tanda dan gejala yang biasanya juga akan menyertai antara

lain sebagai berikut :

a. Berkeringat atu mungkin juga keringat dingin

b. Rasa sakit atau tak nyaman di bagian-bagian lain pada bagian

tubuh atas, termasuk lengan, bahu, leher, rahang, atau perut.

c. Rasa kembung, perasaan tersedak, perasaan panas dalam

lambung.

d. Mual dan muntah.

2.2.3. Etiologi

Menurut M.Asikin 2016 :

1. Factor resiko yang dapat dimodifikasi antara lain diet ( pola makan)

tinggi lemak atau kolestrol, tekanan darah tinggi, diabetes mellitus,

merokok, obesitas, stress, dan kurang gerak.


a. Diet (pola makan) tinggi lemak yaitu lemak, yang tidak

larut dalam air, akan terikat dengan lipoprotein yang larut

dalam air sehingga memungkinkan untuk dapat diangkut

dalam sistem peredaran darah. Tiga elemen metabolism

lemak antara lain kolestrol total, LDL, dan HDL. LDL

menyebabkan efek berbahaya pada dinding arteri dan

dapat mempercepat proses arteriosclerosis.

b. Hipertensi dapat mempercepat pembentukan lesi

aterosklerotik pada pembuluh darah bertekanan tinggi,

sehingga dapat menyebabkan stroke.

c. Diabetes mellitus juga mempercepat proses arterosklerotik

dengan menebalkan memberan basah pembuluh darah

besar maupun pembuluh darah kecil. Individu yang

memiliki diabetes mellitus memiliki kadar kolesterol dan

trigliserida plasma yang tinggi.buruknya sirkulasi sebagian

organ menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan,

sehingga merangsang reaksi peradangan yang berperan

menimbulkan arterosklerosis.

d. Merokok merupakan salah satu factor resiko yan paling

kuat. Nikotin akan menurunkan aliran darah ke

ekstremitas, serta meningkatkan frekuensi jantung dan

tekanan darah dengan menstimulasi sistem saraf simpatis.

Selain itu, nikotin juga meningkatkan kemungkinan

pementukan pembekuan darah dengan cara maningkatkan


agregasi trombosit. Karbon monoksida mengikat

hemoglobin lebih cepat dibandingkan dengan oksigen

sehingga dapat menurunkan jumlah oksigen jaringan.

Jumlah rokok yang diisap berbanding langsung dengan

parahnya penyakit. Pola kebiasaan untuk berhenti

merokok dapat menurunkan resiko.

e. Obesitas, stress, dan kurang gerak ikut berperan dalam

proses penyakit arteriosclerosis ini. Semakin banyak factor

resiko yang dimiliki, maka semakin tinggi pula

kemungkinan terjadinya penyakit arteriosclerosis.

2. Factor resiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain orag yang

berusia >40 tahun dan jenis kelamin (pria atau wanita setelah

menopause), serta riwayat keluarga.

>> Diet Tinggi Lemak >> Merokok


Faktor resiko
>> Hipertensi >> Obesitas
yang dapat
dimodifikasi >> Diabetes mellitus >> Stress
>> Kurang gerak

Faktor resiko  Usia > 40 Tahun


yang tidak  Jenis Kelamin
dapat  Riwayat Keluarga
dimodifikasi
2.2.4. Patofisiologi

Secara patologis, lesi dimulai dari trauma endotel yang disebabkan

oleh berbagai factor yang telah dibahas sebelumnya. Setelah terjadi trauma

endotel, sel endotel mengalami inflamasi dan terjadi aktivitas makrofag. LDL

yang teroksidasi masuk ke intima dinding endotel dan membentuk lapisan

lemak. Otot sel polos berpoliferasi dan menghasilkan kolagen menuju lapisan

lemak serta membentuk plak fibrosa. Plak ini rentan ruptur. Jika plak ruptur,

maka terbentuk thrombus yang dapat menyumbat pembuluh darah serta

menyebabkan iskemia dan infark.

2.2.5. Pemeriksaan Penunjang

Sejumlah hasil pemeriksaan yang dapat mendukung dalam menentukan

arteriosclerosis yaitu :

1. Peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida, dapat mengindikasikan

adanya factor resiko untuk arteriosclerosis. Kadar kolesterol di atas

180 mg/dL (pada orang yang berusia 30 tahun) atau di atas 200 mg/dL

(pada orang yang berusia > 30 tahun), dianggap beresiko mengidap

penyakit arteri coroner.

2. Pemeriksaan Angiografi, memungkinkan untuk memvisualisasi lesi

arterosklerotik. Prosedur ini dilakukan dengan cara mengikuti

pergerakan aliran zat warna yang dimasukkan melalui infus.vc


2.2.6. Parthway

Menurut Arif Mutaqin 2009 :

Infark miokardium,
Iskemia miokardium infark transmural, infark
subendokardial

2. Resiko tinggi
penurunan curah
Fungsi ventrikel kiri turun gangguan
jantung
kontraktilitas
Metabolism anaerob naik dan pH sel
menurun  Daya fontraksi turun
 Perubahan daya kembang dan Mekanisme kompensasi
gerakan dinding ventrikel turun mempertahankan curah
 Curah secukupnya turun jantung dan perfusi perifer
 LVEDP naik dan RVEDP naik
Produksi asam laktat

Refleksi simpatis
Perubahan Tekanan ventrikel kiri vasokonstriksi sistem
hemodinamika retensi Na dan air
progresif
Kongesti pulmonalis
1. Nyeri Denyut jantung daya naik
Pe perfusi perifer
menurun dan Pe kontraksi jantung naik
perfusi coroner Tekanan hidrostatik
menurun melebihi tekanan
Iskemia jaringan, Infark pada bagian osmotik
Beban akhir naik
hipoksemia, papilla dan korda ventrikel kiri daya dilatasi
perubahan control, tendinae, septum Hipotensi, asidosis
ventrikel kiri naik
saraf otonom, ventrikel dan metabolic dan
hipoksia Edema paru
gangguan gangguan
metabolism, ketidak perikardium
seimbangan Pembesaran ventrikel kiri
elektrolit 4. Resiko tinggi 5. Resiko tinggi
gangguan perfusi kelebihan volume
jaringan cairan
Hipertrofi ventrikel kiri
Gangguan potensial
aksi
Syok kardiogenik

Pengembangan paru
Perubahan tidak optimal
Kematian
elektrofisiologi

6. Gangguan pemenuhan
Resiko tinggi aritmia Kelemahan fisik 3. Resiko pola napas
aktivitas sehari-hari
tidak efektif

Komplikasi pascainfark
Kondisi dan
prognosis penyakit

Disfungsi otot papilaris, defek


spectrum ventrikel, rupture
jantung, aneurisma ventrikel, 10. resiko tinggi
tromboembolisme, perikarditis 9. Kurang 7. Koping individu
8. Kecemasan ketidak patuhan
pengetahuan tidak efektif
pengobatan
2.2.7. Pencegahan

Pencegahan terbentuknya arteriosclerosis harus dengan cara

menghindari interaksi antara pembuluh darah dengan factor resikonya. Cara

yang dapat digunakan untuk menurunkan resiko antara lain :

1. Menurunkan kadar kolesterol darah

2. Menurunkan tekanan darah

3. Berhenti merokok

4. Menurunkan berat badan

5. Berolahraga secara teratur

Pada orang yang sebelumnya telah memiliki resiko tinggi mengidap

penyakit jantung, merokok sangat berbahaya. Resiko seorang perokok

mengidap penyakit arteri coroner secara langsung berhubungan dengan

jumlah rokok yang dihisap setiap harinya. Orang yang berhenti merokok

hanya memiliki resiko separuh dari orang yang selalu merokok tanpa

menghiraukan berapa lama mereka telah merokok sebelumnya.

Berhenti merokok juga mengurangi resiko kematian setelah

pembedahan bypass arteri coroner atau setelah serangan jantung. Selain itu

berhenti merokok juga mengurangi penyakit dan resiko kematian pada

seseorang yang memiliki arterosklerosis pada arteri, selain arteri yang

menuju ke jantung dan otak (M. Asikin dkk, 2016).

2.2.8. Penatalaksanaan Medis

Menurut M. Asikin tahun 2016 penatalaksanaan medis yang dilakukan

untuk pasien dengan arterisklerosis diantaranya :


1. Diet modifikasi pola makan pakai obat untuk menurunkan kadar

kolesterol dan trigliserida.

2. Obat anti trombosit mengkonsumsi aspirin atau obat anti trombosit

untuk mengurangi pembentukan trombus.

3. Olahraga, mengikuti program olahraga yang terancang baik dapat

meningkatkan pembentukan pembuluh kolateral di sekitar bagian

pembuluh darah yang tersumbat dan dapat menurunkan jumlah lemak

dalam darah, serta meningkatkan HDL.

4. Kontrol kadar gula darah, pada pengidap diabetes mellitus, kadar gula

darah perlu dikontrol dengan ketat.

5. Berhenti merokok, menghentikan kebiasaan merokok yang merusak

dinding sel endotel.

6. Obat antihipertensi. Mengkonsumsi obat antihipertensi akan

mengurangi gaya ragang terhadap dinding endotel.

2.2.9. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Data yang harus dikaji pada klien yang mengalami arterosklerosis atau

arteries sklerosis sangat tergantung pada lokais yang terkena. Gejala yang

timbul sesuai dengan letak arterosklerosis :

a. Jika arteosklerosis terdapat di arteri jantung, maka gejala yang

muncul misalnya nyeri dada (angina)

b. Jika arterosklerosis terdapat di arteri otak, maka tanda dan gejala

yang muncul misalnya mati rasa (baal) tiba-tiba atau kelemahan pada

tangan dan kaki, kesulitan berbicara atau berbicara tidak jelas,


kehilangan penglihatan sementara pada salah satu mata atau otot

wajah drooping.

c. Jika arterosklerosis terdapat di arteri pada tangan dan kaki, maka

gejala yang mungkin muncul misalnya penyakit arteri perifer

(peripheral artery diasease), seperti nyeri pada kaki saat berjalan.

d. Jika arterosklerosis terdapat di arteri ginjal, maka dapat

menyebabkan peningkatan tekanan darah atau gagal ginjal.

e. Jika arterosklerosis terdapat pada pembuluh darah kororner, maka

tanda dan gejala klinisnya sesuai dengan tanda dan gejala klinis

angina pectoris atau infark miokard akut.

Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien arteri sclerosis, yaitu :

1) Identitas, meliputi nama klien, usia, jenis kelamin, suku bangsa,

pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal masuk rumah sakitdan

diagnosis medis.

2) Keluhan utama, klien utama biasanya merasakan nyeri dada dan

pemeriksaan dapat dilakukan dengan sekala nyeri 0-10 (0 tidak

nyeri dan 10 nyeri paling tinggi).pengkajian nyeri secara mendalam

menggunakan pendekatan PQRST yang meliputi prepitasi dan

penyembuh, kualitas dan kuantitas, intensitas, durasi, lokasi, radiasi

/ penyebaran, serta onset.

3) Riwayat kesehatan masa lalu, yang perlu dikaji atau ditanyakan

pada klien antara lain apakah klien pernah mengidap hipertensi

atau diabetes mellitus, infark miokard atau penyakit jantung


coroner itu sendiri sebelumnya, serta apakah pernah masuk rumah

sakit sebelumnya.

4) Riwayat kesehatan sekarang, menggunakan analisis sistem PQRST

yang membantu klien dalam mengutamakan masalah keluhannya

secara lengkap. Klien umumnya mengalami nyeri dada.

5) Riwayat kesehatan keluarga, yang perlu dikaji yaitu apakah ada

yang mengidap penyakit jantung coroner didalam keluarga.

Pengidap arterosklerosis umumnya juga mewarisi factor resiko

lainnya, misalnya abnormal kadar kolesterol dan peningkatan

tekanan darah.

6) Riwayat psikososial, klien dengan penyakit arterosklerosis

biasanya menyangkal, takut , camas, marah, ketergantungan,

depresi, dan penerimaan realistis.

7) Pola aktivitas dan latihan dilakukan untuk menilai kemampuan dan

toleransi klien dalam melakukan aktivitas. Klien arterosklerosis

mengalami penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas

sehari-hari (M. Asikin dkk, 2016).

2.2.10. Diagnosa dan Intervensi keperawatan

Menurut M. Asikin tahun 2016 yaitu :

Diagnosis 1: ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

gangguan sirkulasi
Kriteria hasil :

Klien mampu memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat dibuktikan

dengan :
 Kulit teraba hangat dan kering.

 Nadi perifer kuat.

 Tanda-tanda vital dalam batas normal.

 Klien sadar / berorientasi.

 Keseimbangan asupan dan keluaran.

 Tidak ada edema.

 Tidak ada nyeri.

Intervensi Keperawatan Rasional

Pantau tanda-tanda kecukupan Tanda dan gejala membantu dalam

perfusi jaringan, misalnya nadi, penentuan intervensi selanjutnya.

waktu pengisian kapiler, warna, dan

suhu perifer.
Anjurkan klien untuk menurunkan Meningkatkan sirkulasi arteri dengan

ekstrimitas di bawah jantung. tepat.


Dukungan klien untuk melakukan Menurunkan statis vena dan

latihan jalan atau latihan ekstrimitas meningkatkan aliran balik vena.

secara bertahap
Pertahankan suhu yang hangat dan Suhu dingin pada kulit membuat

hindari suhu dingin. pembuluh darah menyempit,

sehingga memperburuk sirkulasi.


Beri penyuluhan mengenai cara Emosi dan stress dapat

menghindari gangguan emosi dan meningkatkan tekanan darah dan

penatalaksanaan stress. penyempitan pembuluh darah yang

dapat mengganggu sirkulasi darah.


Anjurkan klien untuk menghindari Pencegahan terhadap adanya statis

posisi menyilangkan kakinya. vena.


Diagnosis 2 : nyeri akut berhubungan dengan gangguan kemampuan
pembuluh darah menyuplai oksigen ke jaringan, pascapembedahan.
Kriteria hasil : klien mampu mengidentifikasikan motode yang dapat

menghilangkan nyeri, melaporkan bahwa nyeri telah hilang / terkontrol,

dan memperlihatkan penggunaan keterampilan relaksasi

Intervensi Keperawatan Rasional

Lakukan pengkajian nyeri secara Untuk menentukan kebutuhan akan

komprehensif yang meliputi lokasi, manajmen nyeri dan keefektifannya.

karakteristik, onset/kapan nyeri

dimulai, ferkuensi/nyeri terjadi,

kualitas/jenis nyeri yang dirasakan,

sekala nyeri, dan factor pencetus

nyeri.
Berikan atau rekomendasikan Meringankan konsumsi oksigen

tindakan nonfarmakologi untuk sehingga akan menurunkan nyeri

menghilangkan rasa sakit, misalnya akibat iskemia jaringan sekunder.

teknik relaksasi dan distraksi.


Berikan informasi terkait nyeri, Membantu dalam meminimalkan

misalnya penyebab nyeri dan terjadinya nyeri.

berapa lama nyeri berlangsung.


Kolaborasi dengan tenaga Untuk meredakan nyeri

kesehatan lainnya dalam

memberikan analgesik.
Diagnosis 3 : resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan

gangguan sirkulasi, luka operasi.


Kriteria Hasil : menjaga integritas kulit dan menunjukkan perilaku atau

teknik untuk mencegah kerusakan kulit.


Intervensi Keperawatan Rasional

Pantau tanda kerusakan integritas Mengetahui tenda kerusakan

kulit, misalnya kemerahan, integritas kulit membantu dalam

bengkak, teraba hangat, dan adanya penentuan rencana secara dini.

drainase.
Intruksikan cara menghindari Pemahaman menghindari penyebab

trauma terhadap ekstrimitas. membantu mengurangi resiko

kerusakan integritas kulit.


Anjurkan klien untuk menggunakan Area yang tertekan mengalami

sepatu dan bantalan pelindung pada hambatan sirkulasi oksigen pada

area yang tertekan. jaringan otot.


Dukungan klien agar menjaga Personal hygiene sangat penting

higine dengan ketat, mandi dengan dalam menjaga integritas kulit.

sabun netral, mengoleskan

pelembap, memotong kuku dengan

hati-hati, dan lain-lain.


Jelaskan dan anjurkan tentang Suplai nutrisi yang kurang akan

asupan nutrisi yang baik, suplemen menyebabkan kulit kerig dan

vitamin B dan vitamin C yang bersisik, kuku menjadi rapuh, serta

adekuat serta protein, dan juga terjadi atrofi dan ulserasi.

mengontrol obesitas.
Diagnosis 4 : Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan yang

kompleks
Kriteria hasil : Klien menunjukkan pemahaman tentang prosedur

pembedahan dan tanda-tanda vital dalam batas normal.


Intervensi Keperawatan Rasional
Kaji tingkat ansietas klien Ansietas ringan : peningkatan
stimulasi sensori, relaks atau sedikit

gelisah, sadar akan lingkungan,

peningkatan kewaspadaan, dan

mempertimbangkan informasi.

Ansietas ringan bukan merupakan

masalah karena pada umumnya

terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Ansietas sedang : gugup, tanda vital

meningkat, pupil dilatasi,

berkeringat, gelisah (terlihat mondar

mandir) , peningkatan kewaspadaan,

pola tidur berubah, tidak

memperhatikan komunikasi, mudah

tersinggung, dan penyempitan lapang

persepsi

Ansietas berat : fakus sangat sempit,

memperlihatkan respons takut,

produksi keringat meningkat, bicara

cepat dan nada suara tinggi,

berteriak, melakukan tindakan tanpa

tujuan, sulit berfikir, dan menarik

diri.

Panic : tanda-tanda vital tidak stabil ,

pupil dilatasi, tidak dapat tidur, tidak


dapat menyelesaikan masalah,

merasa tidak mampu, marah,

kehilangan control dan cara berfikir

yang rasional, serta merasakan

ketakutan.
Jelaskan prosedur pembedahan Memahami prosedur dapat

secara sederhana sesuai tingkat mengurangi ansietas melalui

pemahaman klien. pemikiran yang fokus


Diskusikan ketegangan dan harapan Mendiskusikan masalah dan harapan

klien. membantu dalam pemecahan

masalah
Perkuat factor pendukung untuk Factor pendukung mampu

mengurangi ansietas mengalihkan perhatian dari hal yang

dicemaskan.
Ajarkan kepada klien metode untuk Membantu klien untuk mengetahui

menurunkan kecemasan (misalnya cara mengatasi ansietas.

teknik Tarik napas dalam, distraksi,

visualisasi, meditasi, relaksasi otot

perogresif, dan mendengarkan

music yang menenangkan), jika

diperlukan.
Diagnosis 5 : resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasiv
Keriteria hasil : infeksi tidak terjadi
Intervensi Keperawatan Rasional
Kaji serta pantau tanda dan gejala Mengidentifikasikan secara dini

infeksi dan mencegah infeksi

berlanjut.
Jelaskan yang harus dihindari agar Agar klien secara mandiri dapat

luka tidak infeksi. menghindari infeksi


Rawat luka dengan teknik asepsis Mengurangi resiko penyebaran

infeksi
Kolaborasi dengan tenaga Pemberian antibiotic dapat mencegah

kesehatan lainnya untuk pemberian infeksi oleh bakteri

antibiotik
Diagnosis 6 : kurang pengetahuan tentang modifikasi gaya hidup

berhubungan dengan kurangnya informasi


Kriteria hasil :

 Klien menyebutkan cara memodifikasi gaya hidup.

 Klien mampu menyebutkan hambatan dan dukungan dalam

modifikasi gaya hidup.


Intervensi Keperawatan Rasional
Kaji tingkat pengetahuan klien. Mengetahui apa yang diketahui klien

tentang penyakitnya.
Jelaskan cara memodifikasi gaya Memberikan pemahaman pada klien

hidup (pola makan dan latihan) tentang pola makan dan latihan.
Diskusikan hambatan dan Mengetahui sejauh mana

dukungan dalam memodifikais pengetahuan klien dan keluarga klien

gaya hidup. setelah diberikan penjelasan dan

diskusikan tentang penyakitnya.

2.3. KONSEP PENDIDIKAN KESEHATAN

2.3.1. Devinisi

Menurut Maulana tahun 2009 mendefinisikan pendidikan

kesehatan sebagai proses yang mencakup dimensi dan kegiatan-

kegiatan intelektual, psikologis, dan social yang diperlukan untuk

meningkatkan kemampuan individu dalam mengambil keputusan secara

sadar dan yang mempengaruhi kesejahteraan diri, keluarga, dan


masyarakat. Proses tersebut berdasarkan prinsip-prinsip ilmu

pengetahuan yang memberi kemudahan untuk belajar dan perubahan

perilaku, baik bagi tenaga kesehatan maupun bagi pemakai jasa

pelayanan, termasuk anak-anak dan remaja.

Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang

dinamis, dimana perubahan tersebut bukan sekedar proses transfer

materi/teori dari seseorang ke orang lain dan bukan pula seperangkat

prosedur, akan tetapi perubahan tersebut terjadi karena adanya

kesadaran dari dalam diri individu, kelompok, atau masyarakat (Wahid

Iqbal Mubarak dkk, 2009)

2.3.2. Tujuan Pendidikan Kesehatan

WHO 1994 menyatakan bahwa tujuan pendidikan kesehatan adalah

untuck mengubah perilaku individu atau masyarakat di bidang

kesehatan. Namun, perilaku mencakup hal yang luas sehingga perilaku

perlu dikategorikan secara mendasar sehingga rumusan tujuan

pendidikan kesehatan dapat dirinci menjadi beberapa hal. Maulana

(2009) menyebutkan tiga tujuan pendidikan kesehatan tersebut, yaitu :

1. Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat.

Oleh karena itu, pendidik kesehatan harus bertanggung jawab

mengarahkan cara-cara hidup sehat sehingga menjadi kebiasaan

hidup masyarakat sehari-hari.

2. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkkelompok

mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat.


3. Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana

pelayanan kesehatan yang telah ada. Kadang kala pemanfaatan

sarana pelayanan yang ada dilakukan secara berlebihan dan

bahkan justru sebaliknya, seperti saat kondisi sakit tetapi tidak

menggunakan sarana kesehatan yang ada dengan semestinya.

2.3.3. Sasaran dan ruang lingkup pendidikan kesehatan

Maulana (2009: 150) menyebutkan bahwa sasaran pendidikan

kesehatan adalah masyarakat umum dengan berorientasi pada masyarakat

pedesaan, kelompok tertentu (seperti : perempuan, pemuda, remaja, dan

lembaga pendidikan), dan individu dengan teknik pendidikan kesehatan

individual. Terdapat beberapa macam ruang lingkup dalam pendidikan

kesehatan sebagai berikut :

1. Berdasarkan aspek kesehatan

Berdasarkan aspek kkesehatan, terdapat dua aspek lagi

didalamnya, yaitu (a) aspek promotif serta (b) aspek pencegahan dan

penyembuhan. Pertama, aspek promotif menjadikan kelompok orang

sehat atau sekkira 80-85% populasi menjadi sasaran pendidikan

kesehatan. Derajat kesehatan dinilai cukup dinamis walaupun dalam

kondisi sehat tetapi perlu ditigkatkan dan dibina kesehatannya.

Kedua, aspek pencegahan dan penyembuhan. Dalam aspek ini,

upaya pendidikan kesehatan mencakkup tiga upaya atau kegiatan,

yaitu pencegahan tingkat pertama (primer), kedua (sekunder), ketiga

(terseier).
2. Berdasarkan tatanan atau tempat pelaksanaan.

Berdasarkan tatanan tau tempat pelaksanaan dibagi menjadi

lima, yaitu tatanan keluarga, sekolah, tempat kerja, tempat umum,

dan fasilitas pelayanan kesehatan.

3. Berdasarkan tingkat pelayanan

Ruang lingkup dan sasaran pendidikan kesehatan berdasarkan

tingkat pelayanan sesuai dengan konsep five levels of prevention

(leavell dan clark dalam maulana, 2009: 151-152). Kelima hal

tersebut adalah health promotion (peningkatan kesehatan), specific

protection (perlindungan khusus), early diagnosis and

prompttreatment (diagnosis dini dan pengobatan segera), diability

limitation (pembatasan kemungkinan cacat), dan rehabilitation

(rehabilitasi).

2.3.4. Tahap-tahap Kegiatan

Menurut Harlon dalam Maulana, 2009 Kegiatan pendidikan kesehatan

dilakukan secara ilmiah melalui beberapa tahap kegiatan sebagai berikut :

1. Tahap sensitisasi

Kegiatan di tahap ini adalah pemberian informasi untuk

menumbuhkan kesadaran pada masyarakat terhadap adanya hal-hal

penting yang terkait dengan kesehatan, sseperti kkesadaran terhadap

adanya pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan, dan kegiatan

imunisasi.
2. Tahap Publisitas

Kegiatan dalam tahap ini bertujuan untuk menjelaskan lebih

lanjut tentang jenis pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan

kesehatan seperti di puskesmas, posyandu, polindes, dan pustu.

3. Tahap Edukasi

Tahap ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, mengubah

sikap, dan mengarahkan perilakuyang diinginkan oleh kegiatan

tersebut.

4. Tahap Motivasi

Tahap ini memiliki makna bahwa setelah mengikuti pendidikan

kesehatan baik individu maupun masyarakat, harus mampu mengubah

perilaku sehari-hari sesuai dengan perilaku yang dianjurkan.

2.3.5. Perencanaan Program Pendidikan Kesehatan

Perencanaan program adalah kegiatan utama dalamusaha kesehatan

masyarakat. Berikut adalah langkah-langkah perencanaan yang dapat

diterapkan oleh para pendidik kesehatan.

1. Analisis sasaran atau menentukan prioritas pengajaran.

2. Menentukan identitas pelajaran

3. Pendidik kesehatan harus mengetahui dan menentukan tujuan

4. Menentukan isi atau materi

5. Kegiatan belajar mengajar

6. Menentukan metode

7. Alat dan sumber pembelajaran


8. Menentukan evaluasi

2.4. EDUKASI KESEHATAN PADA PASIEN PJK

2.4.1. Modifikasi Lingkungan

Penanggulangan yang dapat diberikan untuk menekan gejala-

gejala dari jantung koroner seperti hipertensi, kolesterol tinggi dan lainnya,

bukan hanya dapat diperoleh dari pengobatan-pengobatan secara

farmakologi namun juga non farmakkologi yang mana pengobatan ini

lebih banyak dipilih karena lebih menyehatkan dan tanpa menimbulkan

efek samping dibanding dengan obat-obatan yang berasal dari bahan

kimia, berikut macam-macam penanggulangan yang dapat diterapkan

untuk mengurangi gejala dari jantung koroner :

1. Berhenti merokok

Menghisap rokok sangat tidak baik untuk kesehatan jantung

dan Pasien yang berhenti merokok akan menurunkan angka

kematian dan infark dalam 1 tahun pertama. maka segera hentikan

kebiasaan ini agar jantung tetap sehat. Selain itu didalam asap rokok

juga mengandung nikotin, Karbon monoksida dan tar yang sangat

merugikan kesehatan.

2. Berat badan

Untuk mencapai dan /atau mempertahankan berat badan

optimal, Karena seseorang yang memiliki lingkar pinggang lebih

dari 80 cm, berisiko lebih besar terkena PJK. Kelebihan berat atau
obesitas meningkatkan tekanan darah tinggi dan ketidaknormalan

lemak. Menghindari atau mengobati obesitas atau kegemukan adalah

cara utama untuk menghindari diabetes. Diabetes mempercepat

penyakit jantung koroner dan meningkatkan risiko serangan jantung.

3. Olah Raga

Jika kita tidak melakukan olah raga secara teratur atau

melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit akan mengakibatkan

kelebihan kalori dalam tubuh sehingga tidak terbuang melalui

pembakaran. Hal ini akan menyebabkan penimbunan lemak di tubuh

sehingga mempengaruhi gerak jantung dalam memompa darah,

sehingga banyak anggota tubuh kurang suplai oksigen. Penting

disadari bahwa yang disebut sebagai hidup baik yang penuh dengan

kenyamanan dan kemudahan sebenarnya merupakan bencana bagi

kesehatan dan kesejahteraan kita (McGowan, 2001)

4. Diet

mengkonsumsi makanan dengan kadar kolesterol rendah atau

lemak dengan saturasi rendah, dan juga mengkonsumsi makan-

makanan empat sehat lima sempurna yang banyak mengandung

berbagai vitamin, protein, serat dan lainnya.

5. Kolesterol

Penelitian Framingham menunjukan bahwa kadar kolesterol

> 260 mg/dl pada usia 30 – 50 tahun dalam jangka waktu 5 tahun
akan mendapatkan kemungkinan PJK 3,5 kali lebih besar daripada

orang dengan kadar kolesterol < 200 mg/dl. Untuk menurunkan

risiko aterosklerosis, kita disarankan memiliki kadar kolesterol total

<200 mg/dl dan kolesterol LDL (jahat) <130 mg/dl. Lebih dari itu

akan memunculkan aterosklerosis.

a. HDL < 35 mg/dl pada pria, atau HDL < 42 mg /dl pada wanita.

b. Ratio total kolesterol : HDL > 5

c. Trigliserida > 200 mg/dl

6. Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi juga bisa menyebabkan

penyakit jantung. Hipertensi dapat melukai dinding arteri dan

memungkinkan kolesterol LDL memasuki saluran arteri dan

meningkatkan penimbunan plak. Sasaran dalam penurunan tekanan

darah adalah tekanan darah sistolik (TDS) < 140 mmHg dan tekanan

darah diastolik (TDD) < 90 mmHg.

7. Stress Psikis

Stres memang sangat sulit dihindari jika hidup di kota besar

seperti Jakarta yang dikenal karena kemacetan dan kesibukannya

(Solo Raya juga sudah mulai macet dll). Saat seseorang mengalami

stres, tubuhnya akan mengeluarkan hormon cortisol yang

menyebabkan pembuluh darah menjadi kaku. Hormon

norepinephrine akan diproduksi tubuh saat menderita stres, yang


akan mengakibatkan naiknya tekanan darah. Maka, sangat baik bila

anda menghindari stres baik di kantor atau di rumah.

2.4.2. Pengobatan Tradisional

Tarigan dalam oktadoni saputra dkk tahun 2016 Selain

meningkatkan kualitas hidup dengan melakukan pola hidup sehat,

olahraga teratur, memakan makanan empat sehat lima sempurna, kita

juga dapat memanfaatkan tumbuh-tumbuhan herbal yang dapat

dijadikan sebagai pengobatan tradisional sebagai berikut :

1. Manfaat Seledri

Seledri mengandung flavonoid, saponin, tanin 1%, minyak

asiri 0,033%, flavo-glukosida (apiin), apigenin, fitosterol, kolin,

lipase, pthalides, asparagine, zat pahit, vitamin (A, B dan C), apiin,

minyak menguap, apigenin dan alkaloid. Apigenin berkhasiat

hipotensif. Apigenin dalam daun seledri berfungsi sebagai beta

blocker yang dapat memperlambat detak jantung dan menurunkan

kekuatan kontraksi jantung sehingga aliran darah yang terpompa lebih

sedikit dan tekanan darah menjadi berkurang. Manitol dan apiin,

bersifat diuretik yaitu membantu ginjal mengeluarkan kelebihan

cairan dan garam dari dalam tubuh, sehingga berkurangnya cairan

dalam darah akan menurunkan tekanan darah.

Potasium (kalium) yang terkandung dalam seledri akan

bermanfaat meningkatkan cairan intraseluler dengan menarik cairan


ekstraseluler, sehingga terjadi perubahan keseimbangan pompa

natrium–kalium yang akan menyebabkan penurunan tekanan darah.

Salah satu strategi dalam penanganan hipertensi adalah mengubah

keseimbangan Na+.Perubahan keseimbangan Na+ biasanya dilakukan

dengan pemberian diuretik secara oral.

Mekanisme penurunan tekanan darah oleh diuretik adalah

mula-mula obat diuretik menurunkan volume ekstrasel dan curah

jantung kemudian akan mengurangi resistensi vascular. Magnesium

dan zat besi yang terkandung dalam seledri bermanfaat memberi gizi

pada sel darah, membersihkan dan membuang simpanan lemak yang

berlebih, dan membuang sisa metabolisme yang menumpuk, sehingga

mencegah terjadinya aterosklerosis yang dapat menyebabkan

kekakuan pada pembuluh darah yang akan mempengaruhi resistensi

vaskuler. Salah satu senyawa flavonoid yang turut berperan sebagai

kandungan aktif antihipertensi adalah apigenin, suatu flavon dengan

gugus hidroksi bebas pada atom karbon nomor 5,7 dan 4’8.

2. Buah Mahkota Dewa

Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) merupakan tumbuhan

herbal yang berasal dari daerah Papua. Khasiat buah mahkota dewa

adalah untuk mengobati luka, diabetes, liver, flu, alergi, sesak nafas,

desentri, penyakit kulit, jantung, ginjal, kanker, darah tinggi, asam

urat, penambah stamina, ketergantungan narkoba dan pemicu

kontraksi rahim (Rohyami, 2008).


Menurut Albinur (2011), senyawa yang terkandung dalam

buah mahkota dewa adalah senyawa flavonoid. Senyawa ini juga

terdapat pada tumbuhan bunga rosella (Tambunan, 2010), dimana

bunga rosella efektif untuk menurunkan tekanan darah pada penderita

hipertensi (Rezki, 2011). Senyawa flavonoid bermanfaat untuk

melancarkan peredaran darah keseluruh tubuh, mencegah terjadinya

penyumbatan pada pembuluh darah, mengurangi kandungan

kolesterol dan mengurangi penumbuhan lemak pada dinding pemuluh

darah serta mengurangi resiko penyakit jantung koroner

(Apriyanti,2012). Pengolahan obat tradisional dari buah mahkota

dewa ini dapat dilakukan dengan cara meminum rebusan daging buah

mahkota dewa kering sebanyak 150 ml. Air rebusan diisi dalam botol

kemudian diminum, rebusan daging buah mahkota dewa diminum

sampai kering, sambil menyarankan untuk 1 jam kedepan klien tidak

meminum-minuman yang mengandung kafein dan melakukan

aktivitas berat (Wayan Bagus Sudewa dkk, 2014).

2.5 KONSEP KECEMASAN

2.5.1. Definisi

Kecemsan atau dalam bahasa inggrisnya anxiety berasal dari bahasa

latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Konsep kecemasan memegang peranan yang sangat mendasar dalam teori-

teori tentang stress dan penyesuaian diri (lazarus dalam wahit Iqbal

Mubarak 2015).
Menurut lefrancois (dalam wahit Iqbal Mubarak 2015) menyatakan

bahwa kecemasan merupakan reaksi emosi yang tidak menyenangkan,

yang ditandai dengan ketakutan. Hanya saja, menurut lefrancois, pada

kecemasan bahaya bersifat kabur, misalnya ada ancaman, hambatan

terhadap keinginan pribadi, dan perasaan-perasaan tertekan yang muncul

dalam kesadaran.

2.5.2. Tingkat Kecemasan

Ada dua tingkatan kecemasan, pertama kecemasan normal, yaitu

pada saat individu masih menyadari konflik-konflik dalam diri yang

menyebabkan cemas, kedua, kecemasan neurosis, ketika individu tidak

menyadari adanya konflik dan tidak mengetahui cemas, kecemasan

kemudian dapat menyadari bentuk pertahanan diri. Menurut Bucklew

(1980), para ahli membagi bentuk kecemasan itu dalam dua tingkat, yaitu

sebagai berikut.

1. Tingkat psikologis, kecemasan yang berwujud sebagai gejala-gejala

kejiwaan, seperti tegang, bigung khawatir, sukar berkonsenterasi,

perasaan tidak menentu, dan sebagainya.

2. Tingkkat fisiologis, kecemasan yang sudah memengaruhi atau

terwujud pada gejala-gejala fisik, terutama pada fungsi sistem syaraf,

misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut

mual, dan sebagainya.

2.5.3. Manifestasi Klinis

1. Gejala
Gejala-gejala somatis yang dapat menunjukkan kecemasan

adalah muntah-muntah, diare, denyut jantung yang bertambah keras,

sering kali buang air, napas sesak disertai tremor pada otot. Kartono

(1981) menyebutkan bahwa kecemasan ditandai dengan emosi yang

tidak stabil, sangat mudah tersinggung dan marah, sering dalam

keadaan excited atau gempar gelisah. Manifestasi kecemasan

terwujud dalam empat hal berikut.

a. Manifestasi kognitif, yang terwujud dalam pikkiran seseorang,

sering kali memikirkan tentang malapetaka atau kejadian buruk

yang akan terjadi.

b. Perilaku motorik, kecemasan seseorang terwujud dalam

gerakan tidak menentu seperti gemetar.

c. Perubahan somatic muncul dalam keadaan mulut kering, tangan

dan kaki dingin, diare, sering kencing, ketegangan otot,

peningkatan tekanan darah, dan lain-lain. Hampir semua

penderita kecemasan menunjukkan peningkatan deta jantung,

respirasi, ketegangan otot, dan tekanan darah.

d. Afektif, diwujudkan dalam perasaan gelisah, dan perasaan

tegang yang berlebihan.

2. Penyebab

Penyebab kecemasan menurut horney, dapat berasal dari

berbagai kejadian di dalam kehidupan atau dapat terletak didalam diri

seseorang. Suatu kekaburan atau ketidak jelasan, ketakutan akan

dipisahkan dari sumber-sumber pemenuhan kekuasaan dan kesamaan


dengan orang lain adalah penyebab terjadinya (dalam wahit Iqbal

Mubarak 2015).

2.5.4. Ukuran Skala Kecemasan

Ukuran skala kkeceasan rentang respons kecemasan dapat ditentukan

dengan gejala yang ada dengan menggunakan Hamilton Anxiety Rating

Scale (Stuart dan Sundeen, 1991). Skala HARS terdiri dari 14 komponen

yaitu sebagai berikut.

1. Perasaan cemas meliputi cemas, takut, mudah tersinggung, dan

firasat buruk.

2. Ketegangan meliputi lesu, tidur tidak tenang, gemetar, gelisah,

mudah terkejut, dan mudah menangis.

3. Ketakutan meliputi akan gelap, ditinggal sendiri, orang asing,

binatang besar, keramaian lalu lintas, kerumunan orang banyak.

4. Gangguan tidur meliputi sukar tidur, terbangun malam hari, tidak

puas, bangun lesu, sering mimpi buruk, dan mimpi menakutkan.

5. Gangguan kecerdasan meliputi daya ingat buruk

6. Perasaan depresi meliputi kehilangan minat, sedih, bangun dini

hari, berkurangnya kesenangan pada hobi,perasaan berubah-ubah

sepanjang hari.

7. Gejala somatic meliputi nyeri otot kaki, kedutan otot, gigi

gemertak, suara tidak stabil.

8. Gejala sensoris meliputi tinnitus, penglihatan kabur, muka merah

dan pucat, merasa lemas, perasaan ditusuk-tusuk


9. Gejala kardiovaskuler meliputi takikardi, berdebar-debar, nyeri

dada, denyut nadi mengeras, rasa lemas seperti mau pingsan, detak

jantung hilang sekejap.

10. Gejala pernapasan meliputi rasa tertekan di dada, perasaan tercekik,

merasa napas pendek atau sesak, sering menarik napas panjang

11. Gejala asam urat pencernaan makanan meliputi sulit menelan,

mual, muntah, enek, konstipasi, perut melilit, defekasi lembek,

gangguan pencernaan, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan,

rasa panas diperut, berat badan menurun, perut merasa panas atau

kembung

12. Gejala urogenital meliputi sering kencing, tidak dapat menahan

kencing

13. Gejala vegetative atau otonom meliputi mulut kering, muka kering,

mudah berkeringat, sering pusing, atau sakit kepala bulu roma

berdiri.

14. Prilaku sewaktu wawancara meliputi gelisah , tidak tenang , jari

gemetar, mengerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot

meningkat, napas pendek dan cepat, muka merah.

Adapun cara penilaiannya adalah dengan sistem skoring yaitu sebagai

berikut.

a. Nilai 0 = Tidak ada gejala

b. Nilai 1= gejala ringan (atu gejala dari pilihan yang ada)

c. Nilai 2= gejala sedang (separuh dari gejala yang ada)

d. Nilai 3= gejala berat (lebih dari separuh gejala yang ada)


e. Nilai 4= gejala berat sekali (semua gejala ada)

Apabila :

1) Skor < 14 = tidakk ada kecemasan

2) Skor 14-20 = kecemasan ringan

3) Skor 21-27 = kecemasan sedang

4) Skor 28-41 = kecemasan berat

5) Skor 42-56 = kecemasan berat sekali

2.5.5. Tingkat Kecemasan

Menurut sutart dan sunden (1991), tingkat kecemasan dibagi empat yaitu

sebagai berikut :

1. Kecemasan ringan. Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari-hari menyebabkan seseorang jadi waspada dan meningkatkan

lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar serta

menghasilkan kreativitas

2. Kecemasan sedang. Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada

hal penting dan mengesampigkan yang lain, sehingga seseorang

mengalami perhatian selektif namun dapat melakukan sesuatu yang

lebih terarah.

3. Kecemasan berat. Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.

Seseorang cenderung untuk memusatkan sesuatu yang terinci dan

spesifik serta tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua prilaku

ditujukan untuk mengurangi kketegangan. Orang tersebut memerlukan

banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada orang lain.


4. Panik. Berhubungan dengan ketakutan dan terror, karena mengalami

kehilangan kendali. Orang yang mengalami panic tidak mampu

melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panic melibatkan

disorganisasi kepribadian, peningkatan aktivitas motori, menurunnya

kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain persepsi

menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat

kecemasan sebagian sejalan dengan kehidupan dan jika berlangsung

terus dalam waktu yang lama dapat terjadi kelelahan.

2.5.6. Mekanisme Koping

Ketika mengalami kecemasan individu menggunakan macam-

macam mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya dalam bentuk

ringan, mekanisme koping dapat diatasi dengan menangis, tidur, tertawa,

olahraga, melamun, dan merokkok. Namun bila bentuknya lebih berat

seperti panic, ketidak mampuan mengatasi kecemasan secara konstruktif

merupakkan awal penyebab prilaku patologis yag mengancam ego yakni

individu menggunakan energy yang lebih besar uantuk mengatasi ancaman

tersebut mekanisme koping seseorang yang digunakan untuk mengatasi

kecemasan ringan biasanya akan digunakan juga apabila mengalami

kecemasan yang lebih berat.

2.5.7. Factor yang mempengaruhi kecemasan

1. Factor internal

a. Usia, permintaan bantuan dari sekeliling menurun dengan

bertambahnya usia, pertolongan di minta bila ada kebutuhan akan

kkenyamanan, reassurance, dan nasehat-nasehat.


b. Pengalaman. Individu yang mempunyai modal kemampuan

pengalaman menghadapi stres dan punya cara menghadapinya

akan cenderung lebih meenganggap stes yang berapapun sebagai

masalah yang bisa diselesaikan. Setiap pengalaman merupakan

suatu yang berharga dan belajar dari pengalaman dapat

meningkatkan keterampilan menghadapi stres

c. Aset fisik. Orang dengan asset fisik yang besar, kuat, dan garang

akan menggunakan asset ini untuk menghalau stres yang akan

mengganggu.

2. Factor eksternal

a. Pengetahuan.

b. Pendidikan

c. Finansial / material

d. Keluarga

e. Obat

f. Dukungan social dan budaya


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Studi Kasus

Metode penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan studi kasus

untuk mengetahui bagaimana penerapan edukasi kesehatan terhadap tingkat

ansietas pada pasien jantung koroner di Puskesmas Simpang IV Sipin Kota

Jambi.

3.2. Subjek Studi Kasus

Penentuan sampel pada penelitian studi kasus ini menggunakan cara

purposive sampling. Nursalam (2013) menjelaskan bahwa purposive


sampling disebut juga judgement sampling, adalah suatu teknik penetapan

sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang

dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel

tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal

sebelumnya. Subjek penelitian dalam penelitian ini sebanyak 2 (dua) orang

pasien jantung koroner yang mengalami ansietas di Wilayah Kerja

Puskesmas Simpang IV Sipin Kota Jambi 2020.

3.2.1. Kriteria Inklusi

1. pasien dengan penyakit jantung koroner

2. pasien yang kooperatif

3. pasien yang bisa baca dan tulis

4. pasien yang mengalami ansietas

3.2.2. Kriteria Eksklusi

1. pasien dengan diagnosa medis tambahan selain penyakit jantung

koroner

3.3. Fokus Studi Kasus

Fokus studi dalam penelitian ini adalah pendidikan kesehatan tentang

jantung koroner untuk mengurangi tingkat ansietas pasien yang mengalami

penyakit jantung koroner.

3.4. Definisi Operasional

NO Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur


1 Penerapan Penerapan edukasi 1)Diberikan
Edukasi kesehatan yang diberikan edukasi, tidak
Kesehatan diberikan edukasi
kepada pasien jantung
Pada koroner dimasud untuk
Pasien meningkatkan tingkat
Jantung
Koroner
pengetahuan pasien agar
dapat mengurangi gejala-
gejala yang timbul dari
penyakit tersebut, baik
secara fisik maupun
psiologis
2 Ansietas kecemasan merupakan Lembar Kuisioner 1)Tidak cemas
salah satu bentuk HARS skor HARS<14
2)Cemas ringan
respon yang paling skor HARS 14-20
umum terjadi apabila 3)Cemas sedang
seseorang merasa skor HARS 21-27
dirinya terancam, dan 4)Cemas berat
penelitian ini dimaksud skor HARS 28-24
5)Cemas panic skor
untuk melihat pengaruh HARS 42-56
pengetahuan yang akan
diberikan terhadap
tingkat kecemasan dari
pada pasien tersebut.

3.5. Pengumpulan Data

Menurut A. Aziz Alimul Hidayat (2011), Metode pengumpulan data

merupakan cara peneliti untuk mengumpulkan data, perlu dilihat alat ukur

pengumpulan data agar dapat memperkuat hasil penelitian. Alat ukur

pengumpulan data tersebut antara lain dapat berupa kuesioner, observasi,

wawancara, dan dokumentasi.

3.5.1. Kuesioner

Kuesioner adalah metode pengumpulan data dengan cara

memberikan daftar pertanyaan/pernyataan tertulis dengan beberapa

pilihan jawaban kepada responden.

3.5.2. Observasi
Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan

melakukan pengamatan secara langsung kepada responden penelitian

untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti.

3.5.3. Wawancara

Wawancara adalah metode pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara mewawancarai langsung responden yang diteliti, metode

ini memberikan hasil secara langsung.

3.5.4. Studi dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan metode mengumpulkan data dari

dokumen, catatan atau laporan dari sekolah luar biasa harapan mulia.

3.6. Penyajian data

Data yang sudah dirangkum, ditafsirkan dan dijelaskan untuk disajikan

dalam bentuk tabel dan dinarasikan. Penyajian data yang sudah ditafsirkan

dan dijelaskan berbentuk uraian teks dan disertai kesimpulan.

3.7. Etika Penelitian

3.5.1 Lembar persetujuan (informed consent)

Lembar persetujuan diedarkan sebelum dilaksanakan penelitian

dengan disertai penjelasan yang cukup. Jika responden tidak bersedia,

peneliti harus menghormati hak responden untuk tidak menjadi

responden.
3.5.2. Tanpa nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan

mencantumkan nama dan identitas lain dari klien.

3.5.3. Mendapatkan pengobatan yang adil (Right In Fair Treatment)

Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan

sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi

apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian.

3.5.4. Kerahasiaan (Confidentiality)

Data dan informasi yang diperoleh dari klien akan dijaga

kerahasiaannya. Penyajian data dalam bentuk data kelompok dan akan

disajikan sebagai hasil riset (A. Aziz Alimul Hidayat, 2011).

Anda mungkin juga menyukai