Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Ekonomi & Studi Pembangunan

Volume 17, Nomor 1, April 2016, hlm. 22-30


DOI: 10.18196/jesp.17.1.2458

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI


TERHADAP PENGGUNAAN LAHAN PERKOTAAN
PENDEKATAN SPATIAL ECONOMETRICS:
STUDI KASUS PERKOTAAN DIY, 2011
Prastowo

Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia


Ring Road Utara, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta 55283, Indonesia.
E-mail Korespondensi: prastowo@uii.ac.id

Naskah Diterima: November 2015; Disetujui: Februari 2016

Abstract: This paper aims to demonstrate the effect of economic growth on the urban land use.
This study used data area according to the type of land use by district building yard to measure
urban land. In addition, to illustrate economic growth the use of PDB regional, the authors
found that 1 percent increase in PDB regional resulted in changes of urban land uses amounted
to 0.55 percent in DIY urban areas. Increasing urban land use implictions for the expansion of
urban land in DIY. Result show that economic growth are particulay important urban land use
in DIY urban areas.
Keywords: land use, urban, economic growth
JEL Classification: O40, Q15, C21

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan pengaruh pertumbuhan ekonomi


terhadap penggunaan lahan perkotaan. Penelitian ini mengunanakan data luas wilayah
menurut jenis pengunaan tanah bangunan pekarangan per kecamatan untuk mengukur
penggunaan lahan perkotaan. Selain itu, penggunaan PDRB untuk menggambarkan
pertumbuhan ekonomi, penulis menemukan bahwa peningkatan 1 persen penggunaan lahan
perkotaan mengakibatkan perubahan PDRB di wilayah perkotaan DIY sebesar 0,55 persen.
Meningkatnya penggunaan lahan perkotaan berimplikasi perluasan lahan perkotaan di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi berperan
penting pada penggunaan lahan perkotaan di wilayah perkotaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kata kunci: penggunaan lahan, perkotaan, pertumbuhan ekonomi
Klasifikasi JEL: O40, Q15, C21
PENDAHULUAN hilangnya lahan pertanian di kota-kota adalah
pertumbuhan penduduk perkotaan dan
Pergeseran utama pola kehidupan pendu- pembangunan real estate. Studi kasus yang
duk dari perdesaan ke perkotaan terjadi pada meneliti tentang perubahan lahan perkotaan di
proses pertumbuhan ekonomi (Kuznets, 1974). Indonesia antara lain, Firman (2000) yang
Selanjutnya, terjadi interaksi antara pertumbuhan membahas konversi lahan di pinggiran
ekonomi, urbanisasi dan pergerakan tingkat perkotaan kota-kota besar di Indonesia selama
kelahiran dan kesuburan penduduk. Li (2012) periode boom ekonomi dan waktu krisis
menjelaskan bahwa pola interaksi perdesaan- ekonomi.
perkotaan mendorong integrasi perdesaan dan Kawasaan perkotaan merupakan wilayah
perkotaan menuju aglomerasi perkotaan. yang mempunyai kegiatan utama bukan perta-
Perubahan penggunaan lahan perkotaan nian dengan susunan fungsi kawasan sebagai
dapat dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi. tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan
Misalnya, Tian et al (2012) menjelaskan bahwa distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
sebagai konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (Perda
dan perluasan perkotaan adalah sejumlah lahan No. 2 tahun 2010 tentang RTRW Provinsi
pertanian telah terkonversi menjadi jalan ber- Daerah Istimewa Yogyakarta). Pada Gambar 1
aspal dan bangunan tempat tinggal. Di samping terlihat bahwa kecamatan-kecamatan di Kota
itu, Yu et al. (2011) melakukan simulasi land use Yogyakarta persentase penggunaan tanah
land cover (LULC) dengan mengunakan data untuk bangun dan pekarangan relatif tinggi di
penggunaan tanah, pertumbuhan penduduk atas 75%. Sementara itu, kecamatan yang berde-
dan pertumbuhan ekonomi di kota Daqing. katan atau berbatasan langsung dengan Kota
Salah satu hasil simulasi tersebut mengindika- Yogyakarta persentasenya sebesar 50-75%,
sikan bahwa kebijakan pertumbuhan ekonomi seperti Kecamatan Depok, Gamping, Mlati,
yang cepat berdampak pada land built-up Banguntapan dan Kasihan.
meningkatan signifikan sedangkan daerah
padang rumput dan lahan basah menurun.
Lebih lanjut, Kumar (2009) berpendapat
bahwa perbedaan produktivitas lahan juga
turut berperan dominan dalam perubahan
lahan pertanian ke perkotaan. Sementara itu,
Hietel et al (2007) menegaskan bahwa persentase
perbedaan pada data tutupan lahan yang relatif
tinggi dapat dijelaskan oleh faktor sosial
ekonomi. Indikator tersebut dapat membantu
untuk merekonstruksi perubahan tutupan
lahan di daerah lain.
Deang et al (2010) menggunakan data
pertumbuhan ekonomi dan penggunaan lahan
perkotaan di China, menyimpulkan bahwa
pentingnya pertumbuhan ekonomi dalam
penentuan penggunaan lahan perkotaan. Hasil
penelitianya menunjukkan bahwa perluasan
lahan perkotaan sebesar 3 persen ketika
perekonomian tumbuh sebesar 10 persen.
Selain itu, perluasan pusat perkotaan terkait
dengan perubahan struktur ekonomi China.
Han dan He (1999) mengeksplorasi pola
Gambar 1. Penggunaan Tanah untuk Bangun
distribusi dari hilangnya lahan pertanian antara
dan Pekarangan Per Kecamatan di Perkotaan
wilayah dan ukuran kelompok kota. Temuanya Yogyakarta Tahun 2011
menyatakan bahwa faktor utama penyebab

Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi ... (Prastowo) 23


Pola ekspansi luasan daerah perkotaan DIY Gambar 2 memperlihatkan persebaran
relatif cepat di kecamatan yang berdekatan PDRB per kecamatan di Perkotaan DIY. Pola
dengan Kota Yogyakarta. Hal yang menarik pesebaran PDRB tersebut memperlihatkan
dari pola persebaran luasan lahan perkotaan ketidakmerataan dalam pembangunan ekonomi.
DIY adalah bebentuk pola sentrifugal. Pola Kecamatan-kecamatan yang berdekatan dengan
ekspansi tersebut menjauh dari titik pusat Kota Kota Yogyakarta cenderung memiliki PDRB
Yogyakarta. tinggi, seperti Kecamatan Depok, Kasihan,
Sewon, Banguntapan, Ngaglik, dan Mlati.
Sebaliknya, kecamatan yang jauh dari pusat
Kota Yogyakarta cenderung memiliki PDRB
yang rendah. Sementara itu, pada Gambar 3
terlihat bahwa konsentrasi kepadatan pendu-
duk berada di Kota Yogyakarta. Pola pesebaran
kepadatan, pola sentrifugal, yaitu perkembangan
menjauh dari titik pusat.
Berkenaan hal tersebut, penelitian ini ber-
tujuan untuk menganalisis pengaruh pertum-
buhan ekonomi terhadap penggunaan lahan
perkotaan di kawasan perkotaan Daerah Isti-
mewa Yogyakarta. Paper ini membahas
literatur yang relevan mengenai analisis dampak
pertumbuhan ekonomi terhadap perluasan
lahan perkotaan. Setelah memaparkan telaah
literatur, paper ini akan menyajikan metode
penelitian yang dilanjutkan dengan menyajikan
pembahasan hasil penelitian dan pembahasan.
Kemudian, paper ini akan ditutup dengan
Gambar 2. PDRB Per Kecamatan di Perkotaan kesimpulan dan saran untuk penelitian selan-
Yogyakarta Tahun 2011 jutnya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini mengambil studi kawasan


perkotaan Daerah Istimewa Yogyakarta.Teknik
yang digunakan untuk menentukan sampel
adalah teknik purposive sampling (penarikan
sampel secara sengaja). Data penilitian merupa-
kan data sekunder, yaitu data cross section
kecamatan di Kabupaten Sleman, Bantul, dan
Kota Yogyakarta tahun 2011. Sampel dalam
penelitian ini adalah 48 kecamatan di Kabupaten
Sleman, Bantul, dan Kota Yogyakarta tahun
2011. Data sekunder tersebut, diperoleh dari
BPS DIY dan literatur-literatur lain yang masih
berhubungan dengan penelitian.
Model yang dipergunakan dalam peneli-
tian ini merupakan kombinasi dari jurnal-jurnal
yang ada di bab sebelumnya dalam penelitian
ini dan disesuaikan dengan kondisi di Daerah
Gambar 3. Kepadatan Penduduk Per Kecamatan Istimewa Yogyakarta. Dalam penelitian Deang
di Perkotaan Yogyakarta Tahun 2011

24 Jurnal Ekonomi & Studi Pembangunan Volume 17, Nomor 1, April 2016: 22-30
et al (2010) memasukkan variabel pertumbuhan kan sebagai rata-rata tertimbang spasial dari
ekonomi, jumlah penduduk, dan perumahan nilai tetangga variabel dependen, di mana
sebagai variabel independen yang mempenga- tetangga ditentukan melalui penggunaan bobot
ruhi lahan perkotaan. spasial disebut matriks. Pembobotan spasial
Penelitian ini untuk menjelaskan hubungan matriks menggunakan software GeoDA, alat
antara lahan perkotaan dan pertumbuhan yang relevan untuk melakukan analisis spasial
ekonomi. Model penelitian ini adalah Urban (Anselin et al., 2006).
(Urbani) sebagai fungsi dari pertumbuhan Secara khusus, model spasial lag dalam
ekonomi (PDRBi), kepadatan penduduk bentuk matriks diberikan oleh
(DENSITYi), (PERUMAHANi).

y = ρWy + Xβ ε 3)
URBANi = F(PDRBi, DENSITYi,
PERUMAHANi) 1)
di mana, y adalah n × 1 vektor variabel
dependen, W adalah n × n matriks spasial
Persamaan yang akan diestimasi dengan bobot, yang menentukan tetangga yang diguna-
metoda OLS dalam penelitian ini adalah: kan dalam rata-rata (yang mengakibatkan
jangka spasial lag, Wy), ρ adalah skalar
LnURBANi = β0 + β1 LnPDRBi + parameter spasial autoregressive, X adalah n ×
k matriks variabel independen, β adalah vektor
β2 LnDENSITYi + β3 PERUMAHANi + εi 2)
cocok atau parameter, dan ε n × 1 vektor istilah
kesalahan.
keterangan:
Dimasukkannya lag jangka spasial di sisi
Urbani : Luas wilayah menurut jenis penggu- kanan persamaan dimotivasi oleh teori sebagai
naan tanah bangunan pekarangan pada keca- hasil keseimbangan proses interaksi sosial dan
matan i. spasial. Model ini tidak dapat diperkirakan
PDRBi : Total PDRB atas harga dasar konstan dengan OLS karena bias simultanitas. Menurut
2000 pada kecamatan i. Ord (1975) maka harus diperkirakan dengan
DENSITYi : Kepadatan penduduk pada keca- menggunakan Maximum Likehood (ML) teknik .
matan i. Cara lain untuk menggabungkan hubungan
PERUMAHANi : Jumlah perumahan pada spasial adalah dengan pemodelan efek melalui
kecamatan i. ketergantungan spasial yang memasuki
ei : error term hubungan melalui istilah kesalahan. Ketika
akuntansi untuk ketergantungan spasial
Jika data yang mengandung hubungan melalui istilah kesalahan, rekening model
spasial, maka dapat melanggar asumsi yang untuk situasi di mana kesalahan yang terkait
mendasari OLS. Penggunaan OLS dengan data dengan salah satu pengamatan secara spasial
yang memiliki hubungan spasial dapat tertimbang rata-rata dari kesalahan, ditambah
menyebabkan baik untuk prosedur pengujian komponen kesalahan acak. Secara khusus,
hipotesis inefisiensi dan tidak valid, atau bias model spasial error dalam bentuk matriks
dan tidak konsisten estimasi parameter sehingga diberikan oleh
analasis statistik spasial lebih tepat dilakukan
untuk menjelaskan hubungan spasial (Ord,
1975, Anselin, 1995, Florax dan Vlist 2003). y = Xβ + ε di mana ε = λWε + u 4)
Hubungan spasial dapat dimodelkan dalam
berbagai cara. Salah satu cara adalah nilai
di mana, ε adalah vektor istilah kesalahan spasial
variabel dependen diamati pada lokasi tertentu
autocorrelated, u adalah vektor iid kesalahan,
sebagian ditentukan oleh beberapa fungsi dari
dan λ adalah parameter skalar yang dikenal
nilai variabel dependen dari tetangganya.
sebagai koefisien autoregressive spasial
Variabel mengukur efek ini biasanya dirumus-

Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi ... (Prastowo) 25


HASIL DAN PEMBAHASAN sebesar 0,657603 yang menununjukkan bahwa
terdapat asosiasi spasial yang tinggi. Selanjut-
Spatial Autocorrelation Tests nya, dilakukan penilaian signifikansi statistik
Untuk mencapai pemahaman yang lebih dari Moran I dengan mengacak data melalui
ruang dan menghitung nilai tunggal dari
baik dari tingkat keterkaitan spasial dalam data,
peneliti terlebih dahulu melakukan serangkaian Moran I statistik. P-nilai (Gambar 5) menunjuk-
kan bahwa nilai Moran untuk tahun 2011 secara
diagnosa untuk menguji sejauh mana
autokorelasi spasial dari variabel dependen (log statistik signifikan. Oleh karena itu, hasil
penelitian menolak hipotesis nol bahwa tidak
dari wilayah urban) menggunakan Moran’s I
statistik. Moran’s I statistik digunakan untuk ada hubungan spasial dalam data.
menguji sejauh mana autikorekasi spatial dari
variable dependen. Analisis Moran dilakukan
dengan menghasilkan scatter plot dengan log
dari daerah perkotaan pada sumbu horisontal
dan lag spasial log dari daerah perkotaan
(yaitu, log dari daerah perkotaan dari masing-
masing tetangga pengamatan tertimbang oleh
matriks bobot spasial) pada sumbu vertical
(Anselin, 1995). Pada dasarnya, scatter plot
menggambarkan global Moran’s I, yang
merupakan uji statistik yang umum digunakan
untuk autokorelasi spasial. Nilai I Moran yang
lebih besar dari 0 menunjukkan autokorelasi
spasial yang positif (Anselin et al., 2006).
Gambar 5. Permutasi distribusi empiris untuk
Moran I

Specitication Tests
Dari analisis Moran I sudah dilakukan, kita
sekarang tahu bahwa asosiasi spasial antara
kecamatan tetangga dalam hal variabel
dependen yaitu, log dari lahan perkotaan
(Lampiran Gambar 6 dan/atau asosiasi spasial
antara penjelasan variabel log dari PDRB
(Lampiran Gambar 7) dapat mempengaruhi
estimasi hubungan antara PDRB dan lahan
perkotaan. Sebelum model ini, pertama kita
perlu mengetahui sifat ketergantungan spasial.
Untuk menentukan ini, peneliti melakukan
serangkaian tes spesifikasi untuk menentukan
dampak struktur tata ruang pada model
Gambar 4. Spatial Autocorrelation Scatter Plot regresi. Secara khusus, menggunakan residual
OLS dan bobot spasial, kita melakukan
Lagrange Multiplier (LM) uji autokorelasi error
Berdasarkan Moran I uji statistik, ditemu- spasial dan spasial ketergantungan lag. Uji
kan bahwa terdapat autokorelasi spasial, atau Lagrange Multiplier (LM) adalah uji autokore-
asosiasi spasial, penggunaan lahan perkotaan lasi error spasial dan spasial ketergantungan
Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2011 lag untuk mengetahui sifat ketergantungan
(Gambar 4) dengan nilai Moran I statistic spasial. Untuk mendeteksi autokorelasi diguna-

26 Jurnal Ekonomi & Studi Pembangunan Volume 17, Nomor 1, April 2016: 22-30
kan uji Lagrange Multiplier (LM Test) (Anselin,
1988, Anselin dan Rey, 1991). Uji LM menun- Sebaliknya, Tabel 2 kolom 3 memper-
jukkan bahwa lag spasial campuran dan lihatkan nilai Adj. R-squared sebesar 0,884389
kesalahan model spasial sesuai dengan data yang mengandung arti bahwa 88,9% variabel-
terbaik (Tabel 1). Hasil tes LM lag menunjuk- variabel independen mampu menjelaskan
kan signifikan, tetapi pada tes LM error tidak variabel dependen dengan baik. Selain itu,
signifikan. Untuk alasan ini, peneliti menggu- koefisien autoregressive spasial (koefisien pada
nakan model yang memperhitungkan efek lag spasial variabel dependen) adalah positif
spatial lag. (0,2886739) dan signifikan (z = 2,495284).
Ada beberapa perbedaan dalam koefisien
Tabel 1. Diagnosis Permasalahan Spatial Lag koefisien regresi lainnya antara model lag
dan Error
spasial (Tabel 2, kolom 3) dan OLS (Tabel 2,
kolom 2). Nilai koefisien pada analisis statistik
Test Value Prob.
spasial lebih kecil daripada analisis regresi OLS.
Lagrange Multiplier (lag) 4,9785690 0,0256632
Namun, yang paling penting, meskipun tanda
dan tingkat signifikansi koefisien estimasi dari
Robust LM (lag) 5,1185502 0,0236714 model ekonometrika spasial sebagian besar
Lagrange Multiplier (error) 0,4348546 0,5096164 sama, besaran mereka menunjukkan sistematis
tren penurunan dalam nilai absolut. Selain itu,
Robust LM (error) 0,5748358 0,4483437
efek akibat ketergantungan spasial sekarang
Ajusted R2 0,859323 dijemput oleh koefisien dari variabel spasial
tertinggal. Ini berarti, bahwa dengan meng-
Hasil regresi (Tabel 2, kolom 2) memper- gunakan analisis statistik spasial kita bisa lebih
lihatkan nilai Adj. R-squared sebesar 0,859323 tepat mengestimasi koefisien dalam model.
yang mengandung arti bahwa 85,9% variabel- PDRB yang mencerminkan pertumbuhan
variabel independen mampu menjelaskan ekonomi berpengaruh positif signifikan terha-
variabel dependen dengan baik. dap penggunaan lahan perkotaan di wilayah
perkotaan DIY. Nilai koefisien sebesar 0.632977
Tabel 2. Hasil estimasi OLS dan Maximal menunjukkan bahwa peningkatan 1 persen
Likelihood Model Spatial Lag PDRB per kecamatan mengakibatkan perubahan
(N=48; variable dependen: LnURBAN)
penggunaan lahan perkotaan di wilayah
perkotaan DIY sebesar 0,6 persen. Sementara
Variabel OLS Spatial Lag itu, PDRB berpengaruh positif signifikan terha-
dap penggunaan lahan perkotaan di wilayah
6,139 0,2886739
C
(5,148853)** (2,425284)**
perkotaan DIY. Nilai koefisien sebesar
0,5521351 menunjukkan bahwa peningkatan 1
0,6325156 0,5521351 persen PDRB per kecamatan mengakibatkan
LnPDRB
(6,147876)** 5,672799** perubahan penggunaan lahan perkotaan di
wilayah perkotaan DIY sebesar 0,55 persen.
-0,9369987 -0,7351588
LnDENSITY Seperti halnya penelitian Deang et al (2010),
(-16,03938)** -7,577702**
temuannya menunjukkan bahwa perluasan
0,020597 0,01831217
lahan perkotaan sebesar 3 persen ketika
PERUMAHAN perekonomian tumbuh sebesar 10 persen.
(2,824931)** (2,797476)**
Sementara itu, konsekuensi dari pertumbuhan
0,2886739 ekonomi dan perluasan perkotaan adalah
W_LNURBAN
(2,495284)** sejumlah lahan pertanian telah terkonversi
menjadi jalan beraspal dan bangunan tempat
Adj. R-squared 0,859323 0,884389 tinggal (Tian et al, 2012).Lahan pertanian di
kawasan DIY telah berubah fungsi peng-
gunaannya dengan munculnya bangunan tempat
keterangan : ** signifikan α = 5%
tinggal, seperti perumahan. Tabel 2 menun-

Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi ... (Prastowo) 27


jukkan bahwa perumahan memiliki pengaruh hanya fokus di pusat-pusat aktivitas ekonomi,
yang signifikan terhadap penggunaan lahan tetapi memperhatikan daerah di sekitar pusat
perkotaan di wilayah perkotaan DIY. serta daerah yang jauh daerah pusat ekonomi
Kota Yogyakarta sebagai pusat dari untuk pemerataan pembangunan. Selain itu,
aktivitas ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta alat pemetaan wilayah yang selanjutnya dapat
mengalami keterbatasan ketersediaan lahan, dijadikan sebagai dasar pengambilan kebijakan
baik untuk kegiatan ekonomi maupun tempat pembagunan daerah. Sementara itu, untuk
tinggal. Terbatasnya ketersediaan lahan terse- penyempurnaan penelitian ini diharapkan pada
but berimplikasi pada lahan di daerah sub masa mendatang, penelitian tentang pertum-
urban atau pinggiran terjadi perubahan peng- buhan ekonomi dan penggunaan lahan perko-
gunaannya, salah satu contohnya lahan perta- taan perlu pengkajian terhadap dampak dari
nian berubah menjadi bagunan tempat tinggal pembangunan ekonomi terhadap perluasan
seperti munculnya perumahan. Konsekuensi lahan perkotaan pada cakupan wilayah pene-
dari perubahan penggunaan lahan di daerah litian yang lebih luas.
pinggiran Kota Yogyakarta yaitu secara tidak
langsung terjadi perluasan lahan perkotan di DAFTAR PUSTAKA
Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya di
kecamatan-kecamatn yang berdekatan dengan Anselin, L. (1988). Lagrange Multiplier Test
Kota Yogyakarta. Diagnostics for Spatial Dependence and
Spatial Heterogeneity. Geographical Analy-
SIMPULAN sis, Vol. 20(1).
Anselin, L. (1995). Local indicators of spatial
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis association: LISA. Geographical Analysis,
pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap Vol. 27, 93–115.
penggunaan lahan perkotaan di kawasan
Anselin, L. dan Serge Rey (1991). Properties of
perkotaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Data
Tests for Spatial Dependence in Linear
penelitian merupakan data sekunder, yaitu data
Regression Models. Geographical Analysis,
cross section kecamatan di Kabupaten Sleman,
Vol. 2(2).
Bantul, dan Kota Yogyakarta tahun 2011.
Sampel dalam penelitian ini adalah 48 Anselin, L., Syabri, I. and Kho, Y. (2006).
kecamatan di Kabupaten Sleman, Bantul, dan GeoDa: an introduction to spatial data
Kota Yogyakarta tahun 2011. Analisis yang analysis. Geographical Analysis, 38(1), 5–22.
digunakan adalah statistik spasial. Hasil Badan Pusat Statistik DIY. (2012). DIY Dalam
analisis memperlihatkan pentingnya pertum- Angka 2012.
buhan pada wilayah perkotaan. Selain itu, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul. (2012).
penggunaan lahan perkotaan meningkat sebe- Bantul Dalam Angka 2002.
sar 0,55 persen ketika PDRB sebagai proxy dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul. (2002).
pertumbuhan ekonomi meningkat 1 persen. Di Bantul Dalam Angka 2012.
sisi lain, kepadatan penduduk dan perumahan
Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman.
turut mempengaruhi penggunaan lahan perko-
(2012). Sleman Dalam Angka 2002.
taan. Penggunaan lahan perkotaan yang
meningkat berimplikasi kepada terjadinya per- Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman.
luasan lahan perkotaan di Daerah Istimewa (2002). Sleman Dalam Angka 2012.
Yogyakarta. Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta. (2012).
Berdasarkan kesimpulan di atas terdapat Yogyakarta Dalam Angka 2002.
beberapa saran antara lain: Pemerintah (Peme- Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta. (2002).
rintah Daerah Istimewa Yogyakarta, Permerin- Yogyakarta Dalam Angka 2012.
tah Kabupaten Sleman, Pemerintah Kabupaten
Badan Pusat Statistik Kabupaten Seleman.
Bantul, dan Pemerintah Kota Yogyakarta)
(2012). Produk Domestik Bruto Kecamatan di
dalam konteks pembangunan daerah tidak
Kabupaten Sleman Tahun 2011.

28 Jurnal Ekonomi & Studi Pembangunan Volume 17, Nomor 1, April 2016: 22-30
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul. (2012). American Statistical Association, Vol.
Produk Domestik Bruto Kecamatan di Kabu- 70(349), 120-126.
paten Sleman Tahun 2010-2011. Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2010 Tentang
Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta. (2012). Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Produk Domestik Bruto Kecamatan di Kabu- Daerah Istimewa Yogyakarta.
paten Sleman Tahun 2011. Sinclair, Robert. (1967). Von Thunen and Urban
Deng, Xiangzheng., Jikun Huang, Scott Rozelle Sprawl, Annals of the Association of
dan Emi Uchida (2010). Econnomic American Geographers, Vol. 57(1), 72-87.
Growth and the Expansion of Urban Land Tian, Zhan., Guiying Cao, Jun Shi, Ian
in China. Urban Studies, Vol. 47(4), 813- McCallum, Linli Cui, Dongli Fan dan
843. Xinhu Li. (2012). Urban Transformation of
Firman, Tommy. (2000). Major Issues in Indo- a Metropolis and its Enviromental
nesia’s Urban Land Development. Land Impacts. Enviromental Science Pollution
Use Policy, Vol. 21, 347-355. Research, Vol. 19, 1364-1374.
Florax, R. J. G. M. dan A. J. van der Vlist (2003) Yu, Wanhui., Shuying Zang, Changshan Wu,
Spatial econometrics data analysis: mov- Wen Liu dan Xiaodong Na. (2011). Ana-
ing beyond traditional models. Interna- lyzing and Modeling Land Use Land
tional Regional Science Review, 26(3), 223– Cover (LULC) in the Daqing City, China,
243. Applied Geography, Vol. 31, 600-608.
Han, Sun Sheng dan Chun Xing He. (1999).
Diminishing Farmland and Urban Devel-
opment in China: 1993-1996, Geography
Journal, Vol. 49, 257-267.
Hietel, Elke., Rainer Waldhardt and Annette
Otte. 2007. Statistical Modeling of Land-
Cover Changes Based on Key Socio-Eco-
nomic Indicators, Ecological Economics,
Vol. 62, 496-507.
Hite, James. (1997). The Thunen Model and the
New Economic Geography as a Paradigm
for Rural Development Policy, Review of
Agricultural Economics, Vol. 19(2), 230-
240.
Kumar, Pushpam. (2009). Assessment of Econo-
mic Drivers of Land Use Change in Urban
Ecosystems of Dehi, India, Ambio, Vol.
38(1), 35-39.
Kuznets, Simon. (1974). Rural-Urban
Differences in Fertility: An International
Comparison, Proceedings of the American
Philosophical Society, Vol. 118(1), 1-29.
Li, Yuheng. (2012). Urban–rural Interaction
Patterns and Dynamic Land Use: Impli-
cations for Urban–rural Integration in
China, Regional Enviromental Change, Vol.
12, 803-812.
Ord, Keith. (1975). Estimation Methods for
Models of Spatial Interaction. Journal of the

Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi ... (Prastowo) 29


LAMPIRAN

Gambar 6. Local Moran’s I dari LnLU

Gambar 7. LISA Cluster Map LnPDRB

30 Jurnal Ekonomi & Studi Pembangunan Volume 17, Nomor 1, April 2016: 22-30

Anda mungkin juga menyukai