Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Operasi yaitu tindakan paramedis yang dilaksanakan dengan cara invasive

demi mendiagnosa atau menyembuhkan penyakit, cedera, sampai kelainan

atau abnormalitas tubuh (Anggreini, 2018).

Laparatomi merupakan semacam pembedahan yang dilaksanakan

guna membongkar organ perut. Istilah “laparatomi” mulanya dipakai

untuk mengacu operasi seperti ini tahun 1978 oleh seseorang ahli bedah

inggris Thomas Bryant. Kata tersebut terwujud oleh dua kata Yunani

”lapara” yang artinya organ lunak tubuh yang terdapat disela-sela tulang

rusuk dan panggul. Sememtara “tome” bermakna pemotongan (Gukguk,

2019).

Laparatomi yaitu operasi utama yang mencakup pengirisan lapisan

perut yang bertujuan mendapatkan bagian daerah perut yang terkena

masalah (hemoragi, perforasi, kanker, dan obstruksi) (Gukguk, 2019).

World Health Organization (WHO) menggambarkan penderita

laparatomi di dunia melonjak pertahunnya sebanyak 10%. Nilai kuantitas

penderita laparatomi meraih kenaikan yang amat serius. Di tahun 2017,

kedapatan 90 juta klien pembedahan laparatomi diseluruh Rumah Sakit di

berbagai negara, dan di tahun 2018, diprediksi memelonjak menjadi 98

juta pasien post operasi laparatomi, Sementara itu di Indonesia terdapat 1,2

1
Politeknik Yakpermas Banyumas
2

juta pasien yang dilakukan tindak pembedahan, pembedahan yang paling

kerap dilaksanakan yaitu bedah abdomen/bagian perut. Pada tahun 2013

tindak pembedahan diprediksikan 32% dan mendapati kenaikan di tahun

2018 kurang lebih 42% antara lain yakni kegiatan pembedahan laparatomi

(Marhamah & Choire, 2020)

Mobilisasi adalah faktor utama dalam mempersingkat

penyembuhan juga bisa menangkal masalah sesudah pembedahan

laparatomi. Berdasarkan Rustam Muchtar dalam Gusty (2011) mobilisasi

secara perlahan yang bertujuan menyokong jalannya penyembuhan pasien

sesudah pembedahan laparatomi (Darmawan & Rihiantoro, 2017)

Mobilisasi dini sesudah pembedahan laparatomi bisa dilaksanakan

secara berangsur sesudah operasi. Pada 6 jam pertama klien diharuskan

tirah baring dulu, setelah itu 6-10 jam, klien diwajibkan bisa miring untuk

menangkal trombosis dan tromboemboli (Herawati et al., 2018)

Mobilisasi dini bermaksud untuk menjaga fungsi tubuh,

memperlancar peredaran darah, membantu pernafasan menjadi lebih baik,

memperlancar eliminasi urin, mengembalikan aktifitas tertentu, sehingga

pasien dapat kemali normal dan dapat memenuhi kebutuhan gerak harian

(Astriana, 2019)

Banyak penelitian yang menyatakan bahwa mobilisasi dini sangat

bermanfaat dan membantu proses penyembuhan luka sesudah pembedahan

(Agustina & Sudarmi, 2020)

Politeknik Yakpermas Banyumas


3

Suara peristaltik mengandung aliran udara dan cairan yang dapat

membentuk gerakan peristaltik seperti suaragemuruh pelan yang terjadi

secara tidak teratur. Apabila kinerja otot-otot usus terganggu maka akan

terjadi ketidak efektifan dalam mendorong isi usus kebawah, efek dari itu

mengakibatkan terganggunya peristaltik dan mengakibatkan konstipasi

dan dapat beresiko terjadinya komplikasi lain seperi ileus paralitik(Santika

et al., 2011)

Dapat dilihat dari penjelasan diatas bahwa penderita post

pembedahan atau operasi laparatomi bakal mendapati pengurangan

peristaltik usus dampak hasil sesudah pembedahan laparatomi. Maka dari

itu peneliti terdorong membuat literature review tentang gambaran

pengaruh mobilisasi dini terhadap peristaltik usus pada pasien post operasi

laparatomi.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam proposal karya tulis ilmiah ini adalah

‘’bagaimanakah literatur review atau studi kepustakaan tentang gambaran

pengaruh mobilisasi dini terhadap peristaltik usus pada pasien post operasi

laparatomi?’’

Politeknik Yakpermas Banyumas


4

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengerti dan mengetahui tentang gambaran pengaruh

mobilisasi dini terhadap peristaltik usus pada pasien post operasi

laparatomi.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis pengaruh mobilisasi dini terhadap peristaltik usus

pada pasien post operasi laparatomi.

b. Menganalisis hasil pretest-posttest pengaruh mobilisasi dini

terhadap peristaltik usus pada pasien post operasi laparatomi.

c. Menganalisis distribusi frekuensi responden tentang mobilisasi dini

pasien post operasi laparatomi.

D. Manfaat Penelitian

1. Masyarakat

Memperbanyak kajian teori tentang keperawatan secara umum

dan khususnya tentang gambaran pengaruh mobilisasi dini terhadap

peristaltik usus pada pasien post operasi laparatomi.

2. Bagi Perkembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Memperbanyak kemudahan ilmu dan teknologi terapan bidang

keperawatan dalam mengembangkan pengetahunnya untuk perbanding

bagi dunua ilmu pengetahuan dalam memperkaya informasi tentang

Politeknik Yakpermas Banyumas


5

gambaran pengaruh mobilisasi dini terhadap peristaltik usus pada

pasien post operasi laparatomi.

3. Penulis

Memperoleh pengalaman dan referensi dalam mengembangkan

sitem pelayanan tentang gambaran pengaruh mobilisasi dini terhadap

peristaltik usus pada pasien post operasi laparatomi.

Politeknik Yakpermas Banyumas


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Tentang Laparatomi

1. Pengertian

Laparatomi merupakan insisi pembedahan melalui pinggan, tetapi

tidak selalu tepat dan lebih umum dilakukan dibagian perut mana saja

(Dorland, 1994, dalam Surono 2011). Laparatomi merupakan suatu

potongan pada dinding abdomen dan yang telah didiagnosa oleh dokter

dan dinyatakan dalam status atau catatan medis pasien. Laparatomi

adalah suatu potongan pada dinding abdomen sampai membuka selaput

perut (Jitowiyono, 2010).

Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah

abdomen, bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan

pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedahdigestif dan

kandugan (Smeltzer & Bare, 2002). Laparatomi adalah insisi dinding

abdomen untuk tujuan eksplorasi (Hinchliff, 2010). Laparatomi adalah

insisi pembedahan melalui punggung atau lebih umum melalui setiap

bagian dinding perut (Danuwidjadja, 2010).

6
Politeknik Yakpermas Banyumas
7

B. Literatur Review

Tabel 2.1 Jurnal 1 Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Peristaltik Usus


Pada Pasien Pasca Laparatomi Di Rsu Gmim Pancaran Kasih Manado

Judul Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Peristaltik Usus


Pada Pasien Laparatomi
Penulis Mario E. Katuuk
Hendro Bidjuni
Responden 20 responden

Teori Laparatomi adalah suatu langkah - lagkah operasi


mayor serta melaksanakan operasi sayatan dilakuka
pada lapisan pembatas abdomen guna memperoleh
anggota organ yang mendapati problem. Statistik
data Nasional Departemen Kesehatan Republik
Indonesia mengungkapkan kegiatan operasi
menduduki deretan ke-11 dari 50, awalnya motif
masalah di rumah sakit di Indonesia yaitu 12,8%,
diprediksikan 32% adalah kegiatan laparatomi.
Pada tahun 2013 sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Sari di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo
Mojokero kepada 30 orang pasca pembedahan
mengungkapkan jika Mobilisasi dini bisa menaikkan
peristaltik usus, pernyataan tersebut benar terbukti
karena adanya peningkatan peristaltik usus dalam
sejumlah pasien yang kalangan intervensi mobilisasi
dini belum mendapati kenaikan peristaltik usus 30
menit sesudah penelitian diawal.
Dalam penelitian yang lainnya yaitu Karujan pada
2011 di RSUP Prof.Dr.R.D.Kandou dilakukan
kepada 30 ibu post operasi sectio caesarea hasil
umumnya jangka penyembuhan peristaltik usus
kepada kalangan intervensi yakni 3 jam 12 menit
tetapi hasil rerata jangka penyembuhan peristaltik
usus kepada kalangan kontrol yaitu 4 jam 16 menit,
pernyataan tersebut memperlihatkan jika penelitian
itu terdapat hasil yang tidak sama kepada klien yang
diberi kegiatan mobilisasi dini dengan klien yang
tidak diberi kegiatan mobilisasi dini.
Hasil dan
pembahasan Tabel 1 distribusi frekuensi responden berlandaskan
jenis kelamin, umur, dan jenis operasi pada
kelompok intervensi.

Politeknik Yakpermas Banyumas


8

Variable Responden %

Jenis kelamin
Laki-laki 4 40
Perempuan 6 60
Toatal 10 100

Umur
17-25 tahun 3 30
26-35 tahun 2 20
36-45 tahun 1 10
46-55 tahun 3 30
56-65 tahun 1 10
Total 10 100

Jenis operasi
Apendiktomi 1 10
Herniotomi 3 30
Secto Saesarea 4 40
Histerektomi 2 20
Total 10 100

Kesimpulan dari tabel 1 menyatakan bahwasannya


dari 10 responden kelompok intervensi distribusinya
antara lain mayoritas dara jenis kelamin responden
yaitu perempuan terdapat 6 responden (60%),
sedangkan mayoritas umur yaitu ada di 2 rentang
umur yaitu 17-25 tahun 3 (30%) responden, dan 46-
55 tahun 3 (30%) responden, data jenis operasi
terlihat bahwasannya mayoritas operasi dilakukan
yakni sectio caesarea 4 responden (40%).

Tabel 2 distribusi frekuensi responden berlandaskan


jenis kelamin, umur dan jenis operasi pada kelompok
kontrol.

Politeknik Yakpermas Banyumas


9

Varia Min -
Mean Median SD
bel Max
(kelo
mpok
interv Variabel Jumlah
ensi) n %
1,80 2,00 0,422 1-2
Jenis Kelamin
6 jam
pasca Laki-laki 3 30
operas Perempuan 7 70
i Total 10 100
24 Umur
6,50 6,50 1,080 5-8
jam 17-25 tahun 2 20
pasca 26-35 tahun 4 40
operas 36-45 tahun 2 20
i 46-55 tahun 1 10
(kelo 56-65 tahun 1 10
mpok Total 10 100
kontro Jenis Operasi
l) 1,60 2,00 0,516 1-2
Appendektomi 1 10
6 jam Herniotomi 2 20
pasca Sectio Cesarea 6 60
operas Histerektomi 1 10
i Total 10 100
24
jam 3,30 3,00 0,675 2-4
pasca Kesimpulan dari uji tabel 2
operas menyatakan bahwasannya
i bermula 10 responden
kelompok kontrol distribusinya antara lain:
mayoritas data jenis kelamin responden yaitu
perempuan terdapat 7 responden (70%), sedangkan
mayoritas data umur ada pada rentang umur 26-35
tahun 4(40%) responden,dan mayoritas data jenis
operasi adalah operasi sectio caesarea 6 responden
(60%). Diperoleh ada perbedaan rata-rata peristaltik
usus.

Tabel 3 distribusi peristaltik usus responden pretest


dan posttest pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol.

Kesimpulan dari uji data tabel 3 mengungkapkan


bahwasannya nilai rerata tekanan darah pada 6 jam
post pembedahan kelompok intervensi adalah 1,80
dan standar deviasinya 0,422, sedangkan pada 6 jam
setelah pembedahan kelompok kontrol rerata
hasilnya lebih sedikit dari kelompok intervensi yakni
1,60 dan standar diviasinya 0,516. Hasil rerata

Politeknik Yakpermas Banyumas


10

p
Variabel Mean SD Z
value
(Pretest)
6 jam pasca
1,60 0,516 peristaltik usus pada 24
operasi
-2,754 0,006 jam setelah pembedahan
(Posttest)
3,30 0,675 kelompok intervensi
24 jam pasca
adalah 6,50 dengan standar
operasi
deviasi 1,080, sementara
pada 24 jam pasca operasi kelompok kontrol hasil
reratanya lebih sedikit daripada kelompok kontrol
adalah 3,30 dengan standar deviasi 0,675.

Tabel 4 analisis pretest-posttest peristaltik usus


responden kelompok kontrol.

Kesimpulan data uji Wilcoxon tabel 4 responden


menemui hasil yang beda rata-rata dipantau dari
hasil angka meannya pada jam yang dihitung dengan
nilai p-value 0,006(<0,05). Oleh karena itu bisa
diberi kesimpulkan bahwasannya diperoleh hasil
beda rata-rata peristaltik usus pretest-posttest pada
kelompok kontrol.

Tabel 5 hasil analisis pretest-posttest peristaltik usus


responden kelompok intervensi.

Variabel Mean SD Z p-
value
(Pretest
) 6 jam 1,80 0,422 - 0,005
pasca 2,831
operasi

(Posttest
) 24 jam 6,50 1,080
pasca
operasi

Kesipuan data analisis Wilcoxon pada tabel 5


responden mengalami perbedaan dilihat dari hasil
meannya dan hasil p-value sama dengan
0,005(<0,05). Oleh karena itu bisa diambil
ksimpulan bahwasnya diperoleh hasil beda rata-rata
peristaltik usus pretest-posttest pada kelompok
intervensi.

Politeknik Yakpermas Banyumas


11

Tabel 6 analisis perbedaan rerata peristaltik usus


posttest pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol.

Variabel n Mean Z p-value


Rank
(Posttest)
24 jam pasca 1 15,50 - 0,000
operasi pada 0 3,83
kelompok 8
intervensi
(Posttest)

24jam pasca
operasi pada 1 5,50
kelompok 0
kontrol

Kesimpulan hasil uji diatas memperlihatkan bahwa


hasil rerata rangking peristaltik usus pada posttest 24
jam sesudah pembedahan kelompok intervensi diberi
mobilisasi dini yaitu 15,50. Sementara itu hasil rerata
peristaltik usus pada 24 jam setelah pembedahan
kelompok kontrol yang tidak diberi mobilisasi dini
yaitu 5,50. Hasil uji statistik memperoleh hasil Z
yakni -3,838 dan nilai p-value serupa dengan 0,000.
Nilai p-value ≤ 0,05, jadi ditemukan hasil beda rata-
rata peristaltik usus kala posttest antara kelompok
intervensi yang diberi mobilisasi dini dan kelompok
kontrol yang tanpa diberi mobilisasi dini.

Politeknik Yakpermas Banyumas


12

Tabel 2.2 Jurnal 2 Mobilisasi Berpengaruh Terhadap Peristaltik Usus


Pada Pasien Post Operasi Laparatomy

Judul Mobilisasi Berpengaruh Terhadap Peristaltik Usus


Pada Pasien Post Operasi Laparatomi
Penulis Elin Kurnia
Natalia Yohanes
Responden 24 responden
Teori Laparatomi yaitu tindakan irisan dengan alat
tajam guna melakukan tindakan operasi melewati
pinggang atau biasanya melewati tiap pembatas
perut (Dorlan, 2012). Untuk klien yang kurang aktif
melaksanakan kebiasaan mobilisasi biasanya
mendapati gangguan pulihnya peristaltik usus.
Kegiatan operasi juga obat tertentu yang berjenis
anestesi, contohnya atropin sulfat dan xylazin bisa
mengakibatkan mobilitas usus sehat menjadikan
melemah mobilitasnya, caranya yaitu dengan
penghalangan dengan gangguan stimulus para
simpatik kepada otot usus. Operasi dengan secara
langsung menyangkutkan intestinal bisa
mengakibatkan pemberhentian pergerakan intestinal
beberapa saat disebutkan dengan paralytic ileus,
yaitu suatu keadaan umumnya selesai dari 24-48
jam (Edwin, 2004). Mobilisasi dini yakni suatu
tindakan penting saat masa sesudah pembedahan
yang berperan untuk pencegahan bermacam-macam
masalah atau komplikasi yang menyertainya
(Barbara, 2009).
Normalnya, sesuatu yang didalam usus seperti
gas itu harus dikeluarkan. Jika gas dalam usus tidak
dikeluarkan maka akan terjadi distensi abdomen
karena hal tersebut, juga dapat terjadi inkontinensia
alvi lebih parahnya lagi dapat terjadinya hambatan
rangsangan saraf dalam hal terjadiya peristaltik
(Barbara, 2009).
Jika seluruh sistem fisiologi tubuh diberikan
anestesi umum maka akan berpengaruh dengan
beberapa derajat. Peristaltik akan melemah semasa
24 jam sesudah pembebedah area pelvis/abdomen
kemudian berproses sampai beberapa hari sesudah

Politeknik Yakpermas Banyumas


13

saluran gastrointestinal. Gerakan isi usus tidak akan


ada jika peristaltik tidak atau belum sekali menurun.
Normalnya, seharusnya yang ada dalam usus yaitu
gas harus dikeluarkan. Akan terjadi distensi
abdomen apabila tidak dikeluarkan dapat. Masalah-
masalah seperti perut kembung yaitu kerap terjadi
pasca pembedhan laparatomi (Muchtar, 2010).
Kemampuan untuk bergerak dengan bebas
berirama dan terarah dilingkungan adalah
pengertian dari Mobilisasi (Kozier,et al., 2011).
Pada periode peska bedah guna mencegah berbagai
komplikasi mobilisasi penting dilakukan utamanya
guna menapatkan rangsangan unuk pergerakan usus
dan peristaltik usus, agar dapat terbuangnya gas
dalam usus (agar terjadinya fltus dimudahkan,
menghalau konstipasi, distensi abdominal,
gangguan dan ileus paralitik akibat nyeri) (Barbara,
2009). Sampai sekarang ini klien cuma diberi
pengetahuan untuk melaksanakan sebuah mobilisasi
sesudah pembedahan tetapi manfaat dari gerakan-
gerakan tersebut tidak dijelaskan secara detail.
Dalam memberikan informasi pada pasien peran
perawat sangat dibutuhkan dalam memberikan
informasi pra bedah khususnya guna klien bisa
mengerti tahapan atau cara-cara yang harus
dilaksanakan dalam waktu setelah pembedahan
dengan harapan agar peran peristaltik bisa normal
kembali dan dapat penyembuhan pasien tersebut
dipercepat (Muchtar, 2010).
Hasil dan Hasil Penelitian
pembahasan
Distribusi frekuensi observasi peristaltik usus pra
mobilisasi dan sesudah mobilisi pada klien pasca
pembedahan laparatomi di rawat inap ruang RS.
Baptis kediri bisa didapati bahwasannya tidak
sedikit yang mulanya 50% sebanyak 15 responden
(62,5%) pasca pembedahan laparatomi yang
sebelumnya melaksanakan mobilisasi pemulihan
fungsi peristaltik ususnya belum terjadi
peningkatannya. Sementara itu, terjadi peningkatan
frekuensi peristaltik usus di semua responden
(100%) post operasi laparatomi yang telah
melakukan mobilisasi.

Setelah dilakukan uji statistik “paired samples


test” dengan SPSS bahwa pengaruh peristaltik usus

Politeknik Yakpermas Banyumas


14

sebelum dan sesudah mobilisasi pada klien pasca


pembedahan laparatomi di ruang rawat inap RS
Baptis kediri dapat diketahui yang didasarkan pada
tahap kemaknaannya yang ditetapkan p≤0,05
didapati p=0,000 artinya Ho ditolak sedangkan H1
diterima yang berarti hipotesis penelitian diterima,
dan artinya sebelum melakukan dan sesudah
melakukan mobilisasi pada pasien post operasi
laparatomi ada pengaruh/perbedaan pada peristaltik
usus.

Pembahasan

Mengukur peristaltik usus pada pasien pre


operasi laparatomi sebelum melakukan
mobilisasi.

Bisa diketahui bahwasannya tidak sedikit 50%


sebanyak 15 (62,5) responden pasca pembedahan
laparatomi pra melaksanakan mobilisasi hasilnya
belum/nihil terjadi pemulihan fungsi peristaltik
usus.
Masalah tersebut dikarenakan masih terdapat
pengaruh efek anestesi oleh karena itu timbul
penurunan aktivitas listrik dari otot polos usus dan
dari serabut-serabut saraf parasimpatis untuk
mengatur reflek dari usus dan fungsi peristaltik usus
berhenti untuk sementara waktu terjadi hambatan
sapai efek anestesi tersebut menghilang (Barbara,
2009).
Berlandaskan konsep diawal dilakukannya
mobilisasi sesudah pulih dari pengaruh anestesi
sangat diperlukan, akhirnya bisa mengatasi dan
mencegah komplikasi seperti sirkulasi paru-paru,
kardivaskuler kemudian dekubitus serta merangsang
peristaltik dan meredakan rasa nyeri. Peristaltik
usus dapat normal kembali seperti semula jika
masih adanya efek dan anestesi. Setelah 24 jam post
operasi laparatomi baru peneliti akan member tahu
dan megajarkan seta mengarahkan klien agar
melaksanakan mobilisasi guna mempersingkat
penyembuhan peristaltik usus.

Mengukur peristaltik usus pada klien pasca


pembedahan laparatomi sesudah melakukan
mobilisasi.

Politeknik Yakpermas Banyumas


15

Bisa dikatakan bahwasannya seluruh responden


(100%) pasca pembedahan laparatomi dan telah
melaksanakan mobilisasi timbul peningkatan
frekuensi peristaltik usus. Diketahui pula tabel
diatas bahwasannya terdapat 2 responden (8,3%)
pasca pembedahan laparatomi dengan frekuensi
peristaltik ususnya masih dibawah dari angka
normal tetepi mengalami peningkatan,
bahwasannya yang sangat sering ditemukan yaitu
responden yang berusia 27-36 tahun dengan 11
responden.
Berdasarkan Muchtar (2010), peran mobilisasi
buat klien pasca pembedaha yaitu pasien merasakan
kuat lebih sehat dan dengan ambulasi yang mudah.
Melalui ambulasi, akan mudah kembali normal
untuk otot-otot perut dan panggul dan akhirnya
kembali kuatnya otot dan rasa sakit bisa dikurangi,
dan dengan begitu klien bisa merasa sehat,
kekuatannya dapat diperoleh lagi, mempersingkat
penyembuhan, kandung kencing juga kerja usus
akan lebih baik, peristaltik usus akan kembali
normal jika dirangsang dengan melakukan gerakan
atau mobilitas. Kegiatan seperti itu juga akan
mempercepat kembalinya fungsi kerja oragan-organ
seperti semula.

Pengaruh mobilisasi terhadap peristaltik usus


pada klien post operasi laparatomi

Bahwasannya mayoritas responden berjenis


kelamin perempuan adalah 20 responden (83,3%).
Sementara itu bahwasannya paling banyak
responden dengan sectio caesarea yaitu 8 responden
(33,3%). Berdasarkan hasil penelitian dari 24
responden yang melakukan mobilisasi, terjadi
peningkatan peristaltik usus. Jumlahnya sekitar
22 responden (91,7%) peristaltik ususnya
mengalami peningkaan yang normal tetapi ada 2
responden yang mengalami kenaikan tapi masih
di bawah angka normal karena tidak melakukan
mobilissi dengan maksimal. Diketahui responden
yang mengalami peningkatan peristaltik usus
6x/menit pada data demografi berdasar pada jenis
kelamin adalah perempuan jumlahnya 6

Politeknik Yakpermas Banyumas


16

responden (25%). Sedangkan berdasar pada usia


mengalami peningkatan peristaltic usus 8x/menit
adalah usia 27-36 tahun adalah sebanyak 4
responden (16,7%).

Sementara itu berdasar pada indikasi operasi


didapati sebanyak 3 responden mengalami
peningkatan peristaltik usus 6x/menit yaitu sectio
caesarea sebesar (12,5%). Statistik dengan uji
“paired samples test” taraf kemaknaannya yang
ditetapkan ρ ≤ 0,05 mendapatkan hasil 0,000
artinya Ho ditolak dan H1 diterima dan artinya
terdapat dampak diantara mobilisasi kepada
peristaltik usus klien pasca pembedahan
laparatomi di ruang rawat inap RS. Baptis Kediri.
Peristaltik usus pada saluran pencernaan dan
membuat makanannya gerak/berpindah kedepan
didalam saluran pencernaan menggunakan
kelajuan sesuai bagi pencernaan dan absorbsi
adalah Gerakan dasar mendorong (propulsive)
(Guyton, 2014). Pada otot gastrointestinal, pada
kasus ini gerakan listrik yang mempunyai
kemampuan nyaris seluruhnya berpengaruh
lantaran masuknya ion-ion natrium yang
berlangsung tidak lama melewati jalan natrium
setengahnya didalam serat otot. Otot polos pada
sistem gastrointestinal jalan/saluran yang
bertanggung jawab timbulnya aksi yang
berpotensial didalam jalan/saluran kalsium –
natrium. Rangsangan biasanya membangkitkan
peristaltik yaitu peregangan, dikejadian ini yaitu
mobilisasi bisa mengakibatkan timbulnya
peregangan peristaltik otot polos yang terjadi
menjadi respon kepada diserapnya kalsium dalam
otot, setelah itu ion kalsium berkaitan dengan ion
kalmodulin (protein pengatur).
Berlandaskan uji T-test ganda dengan p≤ 0,05
diperoleh bahwasannya terdapat dampak diantara
mobilisasi kepada peristaltik usus klien pasca
pembedahan laparatomi. Mobilisasi adalah satu
aspek yang penting dalam peran fisiologis
dikarenakan esensial demi menjaga kemandirian
(Fitriyahsari, 2009). Manfaat/peran mobilisasi yaitu
meningkatkan peredaran darah yang bisa
menimbulkan terbentuknya pengurangan rasa nyeri,
memberikan nutrisi di daerah pemulihan luka juga

Politeknik Yakpermas Banyumas


17

peningkatan kedudukan pencernaan akan normal


kembali (Mundy , 2005). Efek jika tidak
dilaksanakan mobilisasi dini akan susah BAB dan
BAK, distensi/penumpukan pada lambung,
gangguan kardiovaskuler dan gangguan pernafasan
(Mochtar, 2010). Kozier 2004 mengatakan , sebuah
aktivitas/kegiatan bisa memberi rangsangan untuk
penyembuhan peristaltik usus agar dapat seperti
semula dan berpengaruh baik pada pemulihan klien.
Sebagian responden berjenis kelamin perempuan
dan dengan indikasi operasi diantaranya sectio
caesarea ,myoma uteri, plasenta previa dan lain-
lain. Hal tersebut disebabkan karena memang dari
data yang didapat dari kamar operasi sebagian besar
pasien post operasi laparatomi adalah perempuan.
Selin iyu, faktor grnrtika dan hormonal juga
berpengaruh. Imobilisasi akan menekan motilitas
usus seperti otot pelvis an otot abdomen yang
lemah, sedangkan mobilisasi dapat meningkatkan
peristaltik usus (Saryono & Widianti, 2010).
berdasarkan WHO (2012) mobilisasi bisa
memperlancar peningkatan sirkulasi darah juga
mempersingkat sistem tubuh normal kembali.

C. Kerangka Konsep
penatalaksanaan
bedah:
post operasi
laparatomi
LAPARATOMI MOBILISASI DINI

PERISTALTIK USUS
MENINGKAT

Politeknik Yakpermas Banyumas


18

Sumber : (Santika et al., 2011)

Politeknik Yakpermas Banyumas


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Diagram Alir
Secara sistematis langkah – lagkah dalam menulis
penelitian seperti berikut ini :

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Konsep yang diteliti

konseptualisasi

Analisa Data

Kesimpulan dan saran


20

B. Studi Literatur
Jenis penelitian ini adalah menggunakan studi literature.

Studi literature merupakan kegiatan membaca, mencatat,

mengumpulkan data, serta mengelola data yang diperoleh untuk

bahan penelitian. Sumber dari studi literatur ini dapat diperoleh

dari internet, buku, jurnal ataupun artikel dan hasil penelitian-

penelitian lainnya.

Jenis peneltian ini adalah kepustakaan yaitu penelitian

dengan meninjau secara kritis pengetahuan, gagasan, atau karya

yang ditemukan didalam literature akademik dengan menulusuri

referensi teori yang relevan dengan kasus atau permasalahan yang

di temukan. Referensi teori yang didapatkan diselesaikan sebagai

fondasi dasar dan alat primer buat praktik penelitian (Syaodah,

2015).

Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif.

Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang digunakan untuk

menggambarkan .suatu fenomena. Fenomena yang terjadi dapat

disebabkan baik secara alamiah ataupun perbuatan dari manusia

(Karomah, Ainun, 2020).

C. Pengumpulan Data

Data yang dipakai pada penelitian ini yaitu data sekunder.

Data sekunder merupakan data yang didapat bukan dari

pengamatan langsung, tetapi ditemukan pada hasil penelitian yang

Politeknik Yakpermas Banyumas


21

telah dilakukan oleh peneliti-peneliti lebih dulu, yang berbentuk

laporan ilmiah dalam wujud artikel atau jurnal. Sumber utama

penelitian ini yaitu jurnal penelitian yang dilakukan oleh Katuuk

dan Bidjuni yang berjudul “Pengaruh mobilisasi dini terhadap

peristaltik usus pada pasien pasca laparatomi’’ yang diterbitkan

pada tahun 2018 dengan alasan jurnal tersebut mengemukakan

hasil penelitian bahwa mobilisasi dini mempercepat pemulihan

peristaltik usus sehingga pasien bisa lebih cepat pulih dari

pengaruh anestesi dan keadaan ileus paralitik pada responden

dalam penelitian ini. Sumber kedua penelitian ini adalah jurnal

penelitian kesehatan yang dilakukan oleh yohanes yang berjudul “

Mobilisasi berpengaruh terhadap peristaltik usus pada pasien post

operasi laparatomi” yang diterbitkan pada tahun 2017 dengan

alasan mobilisasi dapat meningkatkan peristaltik usus.

Sumber pendukung yang digunakan adalah buku-buku dan

jurnal lain yang memiliki informasi berkaitan dengan mobilisasi

dini dan laparatomi.

D. Analisa Data

Analisis merupakan sebuah kegiatan untuk mencari suatu

pola selain itu analisis merupakan cara berpikir yang berkaitan

dengan pengujian secara sistematis terhadap sesuatu untuk

menentukan bagian dan hubungannya dengan keseluruhan

(Sugiono, 2015).

Politeknik Yakpermas Banyumas


22

DAFTAR ISI

Agustina, A. N., & Sudarmi. (2020). Pengetahuan dan Sikap Anak Tentang

Mobilisasi Dini. 4(1), 10–21.

Anggreini, R. (2018). Pengaruh Penyuluhan Manfaat Mobilisasi Dini Terhadap

Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pada Pasien Pasca Pembedahan Laparatomi.

Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia – ISSN : 2541-0849 e-ISSN, 14(1),

107–121. https://www.uam.es/gruposinv/meva/publicaciones

jesus/capitulos_espanyol_jesus/2005_motivacion para el aprendizaje

Perspectiva alumnos.pdf

%0Ahttps://www.researchgate.net/profile/Juan_Aparicio7/publication/25357

1379_Los_estudios_sobre_el_cambio_conceptual_

Astriana, W. (2019). PENGETAHUAN MOBILISASI DINI DENGAN

KEMANDIRIAN MERAWAT DIRINYA DAN BAYINYA PADA IBU PASCA

OPERASI SECTIO CAESAREA Keyword : Mobilisasi , Sectio Secarea

Jurnal Kesehatan Abdurahman Palembang Vol . 8 No . 2 September 2019

Willy Astriana | 13 Jurnal Kesehatan Abdurahman Palembang Vol . 8 No . 2

September 2019. 8(2), 12–18.

Darmawan, A. A., & Rihiantoro, T. (2017). PENGETAHUAN, SIKAP DAN

PERILAKU MOBILISASI DINI PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI.

XIII(1).

Gukguk, W. R. (2019). Gambaran Pengetahuan Pasien Tentang Mobilisasi Dini

Pada Pasien Post Operasi Laparatomi Di Ruang Rindu B Rsup H Adam

Politeknik Yakpermas Banyumas


23

Malik Medan Tahun 2019. Kesehatan, 1–10. https://www.google.com/url?

sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKE

wio1cDazNPrAhXCcn0KHeUeAV8QFjABegQIAxAB&url=http%3A%2F

%2Frepo.poltekkes-medan.ac.id%2Fjspui%2Fbitstream

%2F123456789%2F2095%2F1%2FJURNAL%2520KTI

%2520WARDI.pdf&usg=AOvVa

Herawati, T., Kania, D. A. P., & Utami, D. S. (2018). PENGETAHUAN

MOBILISASI PADA PASIEN PASCA OPERASI DI RUANG GELATIK DAN

RAJAWALI DI RSAU dr. M. SALAMUN.

Katuuk, M. E. (2018). Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Peristaltik Usus Pada

Pasien Pasca Laparatomi Di Rsu Gmim Pancaran Kasih Manado. Jurnal

Keperawatan, 6(1), 1–7.

Marhamah, E., & Choire, A. N. (2020). Literature Review : EFEKTIFITAS

MOBILISASI DINI UNTUK MENINGKATKAN PERISTALTIK USUS

PADA PASIEN PASKA OPERASI ABDOMEN. Literature Review,

6(November), 33–37.

Santika, N., Lestari, W., Ainun, N., Ramadhani, L., & Siregar, P. S. (2011).

PENGARUH MOBILISASI DINI TERHADAP SUARA PERISTALTIK

USUS PADA PASIEN POST OP APPENDECTOMY DI RUMAH SAKIT

UMUM ROYAL PRIMA MEDAN. Journal of Physics A: Mathematical and

Theoretical, 44(8), 21–25. https://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201

Politeknik Yakpermas Banyumas

Anda mungkin juga menyukai