Anda di halaman 1dari 108

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Dunia pendidikan merupakan salah satu bidang yang sangat


penting dalam kemajuan suatu bangsa. Keberlangsungan pendidikan
bukan tanggung jawab pemerintah saja akan tetapi semua pihak baik guru,
orang tua, dan siswa. Made (2009: 4) menyatakan bahwa sekolah
merupakan suatu institusi atau lembaga pendidikan yang mampu berperan
dalam proses edukasi (proses pendidikan yang menekankan pada kegiatan
mendidik dan mengajar), dan preses transformasi (proses perubahan
tingkah laku ke arah yang lebih baik).
Pembelajaran merupakan proses interaksi guru-siswa, siswa-siswa,
dan siswa-guru, secara tidak langsung menyangkut berbagai komponen
lain yang saling terkait menjadi suatu sistem yang utuh. Pendidikan dapat
mengalami perubahan ke arah yang lebih baik bahkan sempurna sehingga
sangat diharapkan adanya pembaharuan-pembaharuan. Salah satu upaya
pembaharuan dalam bidang pendidikan adalah pembaharuan metode atau
meningkatkan relevansi metode mengajar. Metode mengajar dikatakan
relevan jika mampu mengantarkan siswa dalam mencapai tujuan
pendidikan.
Tiberghien dkk (1998: 6) membahas mengenai peran guru, dalam
hal ini guru fisika yang sebenarnya memiliki tugas yang cukup menarik
yaitu berperan sebagai seorang cendikiawan fisika bagi peserta didiknya.

1
Seorang guru yang baik harus mampu menyusun suatu strategi
pembelajaran yang mampu membawa siswa berperan secara aktif dalam
belajar dikarenakan kesadaran dan ketertarikan siswa yang cukup tinggi,
bukan semata-mata untuk memenuhi kewajiban. Guru dituntut dapat
menyajikan kegiatan pembelajaran yang mampu membangkitkan motivasi
belajar siswa. Motivasi belajar merupakan motor penggerak yang
menjadikan siswa secara aktif melibatkan diri untuk belajar. Usaha guru
untuk membangkitkan motivasi belajar pada siswa diarahkan pada unsur
internal (siswa) dan unsur eksternal (di luar siswa). Contoh dari unsur
eksternal tersebut adalah suasana kelas yang efektif untuk belajar.
Peran guru sangat diperlukan untuk mewujudkan suasana kelas
yang efektif untuk belajar. Sebab guru sebagai pengelola proses
pembelajaran bertindak selaku fasilitator hendaknya berusaha menciptakan
kondisi pembelajaran yang kondusif, mengembangkan bahan pengajaran
dan meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak dan menguasai
tujuan pendidikan yang harus mereka capai, oleh karena itu guru dituntut
mampu mengelola proses pembelajaran yang dapat memberikan
rangsangan kepada siswa sebagai subyek utama belajar. Diharapkan dalam
proses pembelajaran dapat terjadi aktivitas dari siswa yaitu siswa mau dan
mampu memecahkan masalah, berpikir, menjawab pertanyaan, diskusi,
dan memperhatikan pada semua kegiatan pembelajaran di kelas. Interaksi
positif antara siswa yang satu dengan siswa yang lain maupun antara
siswa dengan guru juga menjadi harapan besar, sehingga apabila ada
kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam pembelajaran, masalah yang
dihadapi mudah diselesaikan secara bersama-sama antar mereka. Dalam
memilih metode pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran, dan bentuk pembelajaran (kelompok
atau individu). Selama beberapa kurun waktu, pembelajaran yang dianut
oleh beberapa guru didasarkan atas asumsi bahwa pengetahuan dapat
dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa.

2
Sebagian kecil guru masih memfokuskan diri pada upaya
penuangan pengetahuan ke dalam pikiran siswa tanpa memperhatikan
bahwa mereka mempunyai bekal kemampuan, pengetahuan, dan motivasi
yang tidak sama. Metode pembelajaran satu arah memungkinkan guru
lebih mendominasi dalam kegiatan pembelajaran dan siswa hanya
ditempatkan sebagai objek dan membatasi kebebasan siswa berperan aktif.
Hal ini mengakibatkan siswa enggan dan jenuh dalam menerima pelajaran.
Tujuan pembelajaran pun tidak tercapai secara optimal.
Pembelajaran yang demikian ini juga terjadi di MAN 2
Tasikmalaya. Hal ini sesuai dengan studi pendahuluan yang dilakukan
yang meliputi kegiatan observasi kelas, wawancara dengan guru fisika dan
peserta didik. Berdasarkan observasi kelas guru mengajar dengan metode
ceramah yang terkadang diselingi dengan diskusi. Selain pembelajaran
dari guru yang demikian, banyak juga masalah yang dihadapi siswa dalam
proses belajar di kelas, diantaranya: (a) siswa kurang aktif dan kurang
merespon terhadap mata pelajaran fisika yang disampaikan guru. (b) siswa
kurang antusias memecahkan masalah yang diutarakan guru. (c) siswa
kurang berani menjawab pertanyaan dari guru. (d) siswa kurang tertarik
untuk berdiskusi. (e) hasil belajar siswa masih kurang optimal.
Berdasarkan dokumen guru fisika kelas X MIA MAN 2
Tasikmalaya, menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar fisika masih
rendah. Berikut adalah nilai rata-rata hasil belajar siswa kelas X MIA
MAN 2 Tasikmalaya.

Tabel 1. 1 Nilai Rata-Rata Hasil Belajar Siswa Kelas X Semester I


Tahun Pelajaran 2016/2017

Kelas Nilai Rata-rata KKM


X MIA 1 71,34 72
X MIA 2 71,53
X MIA 3 71,67
X MIA 4 70,75
X MIA 5 72,63
X MIA 6 70,54

3
X MIA 7 71,37

Dari data tersebut diketahui bahwa sebagian besar siswa kelas X MIA
memiliki nilai di bawah KKM. Hal ini diduga disebabkan pada proses
pembelajaran guru masih menjadi pusat informasi utama sehingga peserta
didik menjadi tidak terlibat langsung dalam pembelajaran di kelas yang
berakibat rendahnya nilai hasil belajar peserta didik.
Melihat permasalahan tersebut, maka perlu adanya suatu metode
pembelajaran yang dapat membuat peserta didik terlibat dalam
pembelajaran di kelas dan memperoleh hasil belajar yang memuaskan.
Salah satu metode tersebut adalah metode Peer Instruction. Metode Peer
Instruction dilakukan melalui diskusi kelompok yang mampu membuat
siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran. diskusi yang dilakukan
dalam metode ini adalah diskusi dengan tetangga atau teman terdekat yaitu
teman satu bangku. Metode Peer Instruction menuntut banyaknya siswa
yang paham tentang konsep yang diajarkan, sehingga siswa dapat
menjelaskan dengan benar kepada temannya yang lain pada saat diskusi.
Ada beberapa hasil penelitian terkait penggunaan metode Peer
Instruction diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Maryanti (2011)
dalam skripsi yang berjudul penggunaan metode “Peer Instruction” untuk
Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran
Geografi Kompetensi Dasar Menganalisis Pelestarian Lingkungan Hidup
di Kelas XI IPS 6 SMA Negeri 2 Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011 hasil
penelitian yang dilakukan oleh Maryanti ini pada siklus I menunjukkan
bahwa penggunaan metode Peer Instruction dalam pembelajaran geografi
belum mampu meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa secara
optimal. Hasil penelitian pada siklus II menunjukkan bahwa penggunaan
metode Peer Instruction dalam pembelajaran geografi disertai dengan
pemutaran video mampu meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.
Rata-rata skor keaktifan belajar siswa dari siklus I ke siklus II meningkat,
siklus I= 1.95 dan siklus II= 2.55. Hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus

4
II meningkat 22.23% (siklus I= 58,5 dan siklus II= 80.56%). Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode pembelajaran Peer
Instruction yang divariasi dengan pemutaran video dapat meningkatkan
keaktifan dan hasil belajar pada pembelajaran Geografi Kompetensi Dasar
Menganalisis Pelestarian Lingkungan Hidup di Kelas XI IPS 6 SMA
Negeri 2 Surakarta.
Penelitian yang dilakukan oleh Aisyah (2014) dengan judul skripsi
“Penerapan Peer Instruction With Structured Inquiri (PISI) untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa”. Hasil dari penelitian ini
menunjukan peningkatan aktivitas belajar kimia siswa yang diikuti dengan
peningkatan hasil belajar kimia. Pengaruh pembelajaran PISI dalam
meningkatkan hasil belajar kimia siswa kelas XI semester 2 SMA
Muhammadiyah 3 Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015, dengan nilai
signifikansi sebesar 0,034 (p < 0,05)
Pemilihan materi gaya didasarkan pada nilai rata-rata peserta didik
paling rendah diantara materi-materi yang lain. Selain itu, proses
pembelajaran di kelas masih berpusat pada guru maka diharapkan metode
pembelajaran Peer Instruction mampu membantu permasalahan yang
ditemukan guru dalam proses pembelajaran fisika, khususnya pada materi
gaya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti telah menerapkan
salah satu metode alternatif yang dapat digunakan yaitu metode Peer
Instruction. Metode ini digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa
baik dengan guru maupun dengan temannya saat pelajaran berlangsung
dan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan demikian maka
dilakukan penelitian lapangan yang berjudul “Pengaruh Metode Peer
Instruction untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi
Konsep Gaya”.

B. Rumusan Masalah

5
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah penelitian ini adalah :
1. Bagaimana keterlaksanaan penerapan metode peer instruction dalam
upaya meningkatkan hasil belajar siswa pada materi gaya?
2. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa pada materi gaya setelah
diterapkan metode peer instruction?

C. Batasan Masalah
Agar permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini tidak meluas
maka masalah penelitian dibatasi sebagai berikut:
1. Materi fisika yang dijadikan obyek pada penelitian ini mengenai
pokok bahasan konsep gaya.
2. Sub-bab yang akan dipelajari dalam konsep gaya adalah hukum
newton I, hukum newton II, hukum newton III, jenis-jenis gaya, dan
analisis dinamika partikel.
3. Hasil belajar kognitif peserta didik ranah kognitif yang di ukur hanya
C3 (mengaplikasikan), C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi), dan C6
(mencipta)
4. Ketercapaian hasil belajar peserta didik ranah afektif yang diukur
adalah penerimaan (receiving), peresponan (responding), penilaian
(valuing), pengorganisasian (organizations), dan pengkarakterisasian
(characterization).
5. Ketercapaian hasil belajar peserta didik ranah psikomotor yang diukur
adalah imitasi (imitation), manipulasi (manipulation), presisi
(presition), artikulasi (articulation), naturalisasi (naturalization).
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan tiada lain karena memiliki tujuan tersendiri,
yaitu untuk mengetahui:

1 Keterlaksanaan penerapan metode Peer Instruction dalam upaya


meningkatkan hasil belajar siswa pada materi gaya.

6
2 Penerapan metode peer instruction terhadap peningkatan hasil belajar
siswa pada materi gaya.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam menafsirkan


istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka pada bagian ini
perlu memberikan penjelasan mendalam dan mudah dipahami untuk
menjelaskan istilah tersebut, diantaranya adalah:

1. Metode Peer Instruction pada hakikatnya adalah modifikasi dari


metode diskusi dengan metode ceramah yang dapat juga dilengkapi
dengan metode demonstrasi pada tes konsep. Pembelajaran dengan
metode Peer Instruction dimulai dengan penyampaian materi secara
ringkas oleh guru dan dilanjutkan dengan tes konsep yang menjadi ciri
khas metode Peer Instruction. Adapun langkah-langkah dari tes
konsep dalam metode Peer Instruction meliputi : (1) guru
menyampaikan permasalahan yang harus dipecahkan; (2) siswa diberi
kesempatan untuk berpikir; (3) siswa menjawab permasalahan dan
menuliskan tingkat keyakinannya atas jawaban tersebut; (4) siswa
diberi kesempatan berdiskusi untuk meyakinkan teman-temannya
mengenai jawaban yang paling tepat; (5) siswa menjawab ulang hasil
diskusi kelompok; (6) guru memberi umpan balik dan menjelaskan
permasalahan; (7) guru menjelaskan dari jawaban yang benar.
Keterlaksanaan penerapan metode pembelajaran Peer Instruction akan
diamati oleh tiga orang observer menggunakan instrumen dengan skala

7
Likert berupa lembar observasi keterlaksanaan metode Peer
Instruction.

2. Hasil belajar peserta didik adalah nilai yang diperoleh peserta didik
setelah proses pembelajaran, yang ditunjukkan dengan skor yang
diperoleh peserta didik. Hasil belajar kognitif adalah hasil atau nilai
yang diperoleh oleh peserta didik melalui instrumen tes hasil belajar
berupa tes uraian dengan jumlah 14 soal pada tes awal dan tes akhir
yang meliputi aspek C3 (mengaplikasikan), C4 (menganalisis), C5
(mengevaluasi), dan C6 (rnenciptakan). Penilaian hasil belajar afektif
adalah hasil belajar yang diperoleh peserta didik melalui tes penilaian
diri (self assesment) menggunakan angket dengan instrumen skala
Likert yang meliputi penerimaan (receiving), peresponan (responding),
penilaian (valuing), pengorganisasian (organizations), dan
pengkarakterisasian (characterization). Penilaian hasil belajar
psikomotor adalah hasil belajar yang diperoleh peserta didik melalui
penilaian unjuk kerja selama proses pembelajaran di dalam kelas
dengan cara pengamatan langsung oleh observer untuk mengamati
aktivitas peserta didik dengan menggunakan instrumen skala Likert
yang meliputi imitasi (imitation), manipulasi (manipilation), presisi
(presition), artikulasi (articulation), naturalisasi (naturalization).
3. Materi gaya adalah salah satu materi mata pelajaran SMA/MA kelas X
semester dua, dalam Kompetensi Dasar 3.7 yaitu: menganalisis
interaksi gaya serta hubungan antara gaya, massa, dan gerak benda
pada gerak lurus.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan


manfaat bagi pengembangan pembelajran fisika ntara lain :
1. Manfaat teoritis

8
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti secara empiris
tentang metode pembelajaran Peer Instruction bahwa dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi konsep gaya.
2. Manfaat praktis
a. Bagi penulis
1) Dapat menambah pengalaman mengajar menggunakan metode
pembelajaran Peer Instruction sekaligus dapat bekal
pengetahuan dalam proses mengajar.
2) Sebagai referensi peneliti lain dalam menciptakan situasi dan
kondisi belajar yang menyenangkan guna suguhan pembelajaran
yang variatif.
b. Bagi siswa, dengan menggunakan metode pembelajaran Peer
Instruction pada dasarnya dapat memberikan pengalaman belajar
yang berbeda dari sebelumnya. Dengan penerapan metode ini dapat
meningkatkan keaktifan siswa baik secara kelompok ataupun
individu sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
c. Bagi guru, untuk menambah wawasan dan sebagai salah satu
alternatif metode pembelajaran yang bisa digunakan dalam
pembelajaran fisika.

G. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di kelas X MAN 2


Tasikmalaya, guru masih menjadi pusat informasi utama sehingga peserta
didik tidak terlibat langsung dalam proses pembelajaran di kelas yang
mengakibat rendahnya nilai hasil belajar peserta didik.
Metode pembelajaran satu arah dimana siswa hanya ditempatkan
sebagai objek dan membatasi kebebasan siswa berperan aktif dalam
kegiatan belajar mengajar membuat siswa menjadi malas dan kurang
bersemangat dalam mengikuti pelajaran. Penerapan pengajaran ceramah
memungkinkan guru lebih mendominasi dalam kegiatan belajar mengajar

9
sehingga siswa menjadi enggan dan jenuh dalam menerima pelajaran
sehingga tujuan yang telah ditetapkan tidak tercapai secara optimal.
Guru mengajar dengan metode ceramah yang terkadang diselingi
dengan diskusi. Selain pembelajaran dari guru yang demikian, banyak juga
masalah yang dihadapi siswa dalam proses belajar di kelas, diantaranya:
(a) siswa kurang aktif dan kurang merespon terhadap mata pelajaran fisika
yang disampaikan guru. (b) siswa kurang antusias memecahkan masalah
yang diutarakan guru. (c) siswa kurang berani menjawab pertanyaan dari
guru. (d) siswa kurang tertarik untuk berdiskusi. (e) hasil belajar siswa
masih kurang optimal.
Melihat permasalahan di atas, diperlukannya suatu model
pembelajaran yang mampu membuat peserta didik berpartisipasi aktif dan
terlibat langsung dalam pembelajaran di kelas, salah satu metode yang
dapat digunakan adalah metode Peer Instruction. Metode Peer
Instruction merupakan salah satu metode pembelajaran yang mampu
menjawab permasalahan di atas, dimana pelaksanaan metode Peer
Instruction dijelaskan oleh Mazur (1997: 10) sebagai berikut: Tujuan dasar
Peer Instruction adalah untuk memanfaatkan interaksi siswa selama
pembelajaran dan memusatkan perhatian siswa terhadap konsep yang
mendasarinya, ceramah terdiri dari sejumlah presentasi singkat mengenai
poin-poin kunci, masing-masing diikuti oleh pertanyaan konseptual
singkat tentang subjek yang sedang dipelajari. Dari ungkapan Mazur
tersebut menunjukan bahwa metode Peer Instruction bertujuan untuk
memberdayakan interaksi siswa selama pembelajaran berlangsung dengan
memfokuskan perhatian siswa pada konsep dasar dalam tes konsep yang
harus didiskusikan. Pembelajaran dengan metode Peer Instruction dimulai
dengan penyampaian materi secara ringkas oleh guru dan dilanjutkan
dengan tes konsep yang menjadi ciri khas metode Peer Instruction.
Langkah-langkah dari tes konsep dalam metode Peer Instruction meliputi :
1. guru menyampaikan permasalahan yang harus dipecahkan.
2. siswa diberi kesempatan untuk berpikir.

10
3. siswa menjawab permasalahan dan menuliskan tingkat
keyakinannya atas jawaban tersebut.
4. siswa diberi kesempatan berdiskusi untuk meyakinkan teman-
temannya mengenai jawaban yang paling tepat.
5. siswa menjawab ulang hasil diskusi kelompok.
6. guru memberi umpan balik dan menjelaskan permasalahan.
7. guru menjelaskan dari jawaban yang benar.
Menurut Steven (2010: 2) biasanya dua sampai lima pertanyaan
pilihan ganda digunakan per menit 50 ceramah, dengan siswa
mendiskusikan di antara tema sebelum memilih jawaban. Guru kemudian
memfasilitasi diskusi, dengan fokus pada artikulasi penalaran dan
argumentasi, mendengar banyak suara, dan perumusan argumentasi
produktif.
Pada saat diskusi meyakinkan teman (diskusi dengan teman satu
kelompok), memaksa siswa untuk berpikir tentang konsep yang
dipahaminya dan bagaimana cara menyampaikannya. Selama diskusi
berlangsung, guru dapat mendengarkan siswa-siswanya berargumen dan
mengetahui dibagian mana mereka kurang atau keliru memahami suatu
konsep. Selain itu guru juga dapat mendengarkan penjelasan siswa yang
sudah benar jawabannya.
Siswa memperbaiki jawabannya setelah mengadakan diskusi. Pada
hasil jawaban yang kedua biasanya terjadi peningkatan presentase siswa
yang menjawab benar dan siswa yang semula ragu-ragu akan dikuatkan
dengan argumen dari teman-temannya yang sependapat.
Metode pembelajaran Peer instruction sangat cocok diterapkan
untuk mengatasi masalah dalam pembelajaran terutama dalam
meningkatkan hasil belajar, karena peserta didik terlibat aktif untuk
mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, dan analitis
sehingga peserta didik dapat merumuskan sendiri pengetahuannya yang
mengakibatkan hasil belajar peserta didik menjadi meningkat.

11
Metode pembelajaran Peer instruction ini diharapkan mampu
meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu indikator hasil belajar
yang akan diukur yaitu dari ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotor. Karthwoll (2002: 215) menjelaskan hasil belajar tipe kognitif
terbagi dalam enam jenjang proses berpikir, yaitu: Mengingat (C1) adalah
proses mendapatkan kembali pengetahuan dari long-term memory.
Memahami (C2) adalah kemampuan untuk menentukan maksud dari pesan
baik berupa ucapan, tulisan, dan grafik. Mengaplikasikan (C3) adalah
kemampuan untuk menggunakan materi, prinsip, aturan, atau metode yang
telah dipelajari dalam situasi baru. Menganalisis (C4) adalah kemampuan
untuk menguraikan suatu materi kedalam bagian-bagiannya. Mengevaluasi
(C5) adalah kemampuan untuk mengambil keputusan berdasarkan kriteria
dan standar. Mencipta (C6) adalah kemampuan untuk mempertimbangkan
nilai suatu materi (pernyataan, uraian, pekerjaan) berdasarkan kriteria
tertentu yang ditetapkan. Namun, untuk penelitian kali ini ranah kognitif
yang akan diukur hanya mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4),
mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6). Bloom menjelaskan untuk ranah
afektif yang diukur adalah receiving (penerimaan), responding
(peresponan), valuing (penilaian), organization (pengorganisasian), dan
characterization (pengkarakterisasian). Sedangkan untuk ranah
psikomotor aspek yang diukur adalah imitasi (imitation), manipulasi
(manipulation), presisi (presition), artikulasi (articulation), naturalisasi
(naturalization) (Majid, 2014: 52-53).
Materi gaya adalah salah satu materi mata pelajaran SMA/MA
kelas X semester dua, dalam Kompetensi Dasar (K.D) 3.7 yaitu
menganalisis interaksi gaya serta hubungan antara gaya, massa, dan
gerakan benda pada gerak lurus. Adapun indikator pembelajaran dari
materi ini sebagai berikut: (1) menunjukan contoh berlakunya hukum
Newton I, II, dan III; (2) Menerapkan hubungan gaya dan percepatan; (3)
membedakan gambar gaya berat, gaya normal, gaya tegang tali, dan gaya
penghambat (gesekan); (4) menerapkan hukum Newton I pada benda diam

12
dan bergerak dengan laju konstan; (5) menerapkan hukum Newton II pada
benda yang bergerak dengan percepatan konstan; (6) menghitung besar
gaya berat, gaya normal, dan gaya tegang tali pada sistem benda; (7)
menganalisis hubungan gaya dan percepatan pada sistem benda yang
terhubung tali. Tujuh indikator hasil belajar ini dirumuskan kedalam empat
kategori ranah kognitif yaitu mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4),
mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6).

13
Berdasarkan permasalahan di atas, maka kerangka pemikiran
tersebut dapat disajikan pada gambar 1.1. secara skematis sebagai berikut:

Rendahnya nilai rata-rata hasil


belajar peserta didik pada materi Tes awal hasil belajar
gaya

Tahapan-tahapan pembelajaran fisika dengan menggunakan Indikator hasil belajar


metode peer instruction : A. Ranah kognitif
1. Mengaplikasikan (C3)
1. guru menyampaikan permasalahan yang harus 2. Menganalisis (C4)
dipecahkan. 3. Mengevaluasi (C5)
4. Mencipta (C6)
2. siswa diberi kesempatan untuk berpikir. B. Ranah Afektif
3. siswa menjawab permasalahan dan menuliskan 1. Receiving (penerimaan)
tingkat keyakinannya atas jawaban tersebut. 2. Responding (peresponan)
4. siswa diberi kesempatan berdiskusi untuk 3. Valuing (penilaian)
meyakinkan teman-temannya mengenai jawaban 4. Organization (pengorganisasian)
yang paling tepat. 5. Characterization
(pengkarakterisasian)
5. siswa menjawab ulang hasil diskusi kelompok.
C. Ranah psikomotor
6. guru memberi umpan balik dan menjelaskan 1. Imitasi (imitation)
permasalahan. 2. Manipulasi (manipulation)
7. guru menjelaskan dari jawaban yang benar. 3. Presisi (presition)
4. Artikulasi (articulation)
5. Naturalisasi (naturalization)

Peningkatan hasil belajar


Pengolahan dan analisis Tes akhir hasil belajar
peserta dididk

Gambar 1. 1 Kerangka pemikiran

H. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah


Ho = Tidak terdapat peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkan
metode Peer Instruction pada materi gaya.
Ha = Terdapat peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkan
metode Peer Instruction pada materi gaya.

14
I. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Rachmah (2014) dengan judul


skripsi “ Efektifitas Penerapan Metode Pembelajaran Peer Instruction
With Structured Inquiry (PISI) dengan Menggunakan Prototype Media
Berbasis CMAPTOOLS (PMBCT) untuk Mengurangi Miskonsepsi Siswa”.
Hasil dari penelitian ini diketahui terjadi pengurangan miskonsepsi pada
setiap konsep Hukum Newton dan nilai rata-rata normalisasi gain <g>
sebesar 0.61 berada pada kategori sedang yang mengindikasikan
penerapan metode PISIPMBCT dikategorikan efektif. Meskipun demikian
pada penelitian ini masih ada hal-hal yang perlu dikembangkan yaitu
pengembangan PMBCT dan kemampuan bertanya guru pada fase inkuiri.
Penelitian yang dilakukan oleh Aisyah (2014) dengan judul skripsi
“Penerapan Peer Instruction With Structured Inquiri (PISI) untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa”. Hasil dari peneritian ini
menunjukan peningkatan aktivitas belajar kimia siswa yang diikuti dengan
peningkatan hasil belajar kimia. Pengaruh pembelajaran PISI dalam
meningkatkan hasil belajar kimia siswa kelas XI semester 2 SMA
Muhammadiyah 3 Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015, dengan nilai
signifikansi sebesar 0,034 (p < 0,05).

15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
PENERAPAN METODE PEER INSTRUCTION UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI
KONSEP GAYA

A. Metode Pembelajaran Peer Instruction


1. Pengertian metode pembelajaran
Menurut syah (2008 : 201) metode diartikan sebagai cara
melakukan kegiatan atau cara melakukan pekerjaan dengan menggunakan
fakta dan konsep-konsep secara sistematis. Metode pembelajaran adalah
cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan
kependidikan, khususnya menyampaikan materi pelajaran kepada siswa.
Menurut sudrajat bahwa metode pembelajaran dapat diartikan
sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang
sudah disusun dalam bentuk kegiatan yang nyata dan praktis untuk
mencapai tujuan pembelajaran (Ulfi, 2010:8)
Tidak semua metode pembelajaran sesuai dengan jenis materi
pelajaran yang disajikan pada siswa karena setiap metode memiliki
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Penggunaan metode
pembelajaran yang sesuai sangat menentukan keberhasilan belajar siswa.
Dengan metode pembelajaran yang sesuai, siswa dapat mencapai prestasi
belajar yang tinggi dan dapat mengembangkan potensi yang tersimpan
dalam dirinya. Oleh karena itu setiap guru hendaknya dapat memilih
metode atau model pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran dan
materi yang akan diajarka

Salah satu metode pembelajaran yang bias digunakan dalam


pembelajaran fisika yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
belajar berpikir, memecahkan masalah, dan belajar untuk
mengaplikasikan pengetahuan sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
adalah dengan menggunakan metode Peer Instruction.

15
16

2. Pengertian metode Peer Instruction


Metode Peer Instruction adalah metode mengajar yang berorientasi
pada keaktifan siswa dalam proses belajar dengan cara melibatkan siswa
dalam mendiskusikan tes konsep. Pengertian tersebut menunjukan bahwa
sumber belajar tidak hanya pada guru, tetapi juga berasal dari siswa lain
atau teman sejawat. Menurut Zingaro (2010: 1) Peer Instruction adalah
teknik pengolahan kelas yang melibatkan perubahan konsep dari kelas
yang didominasi oleh penyaluran pengetahuan satu jalan untuk bekerja
sama, lingkungan belajar aktif.
Peer Instruction adalah teknik pengajaran interaktif yang
dipopulerkan oleh profesor fisika Harvard Eric Mazur di akhir tahun
sembilan puluhan. Mazur mengembangkan versinya untuk mengatasi
permasalahan yang ada dikelasnya agar peserta didik memahami materi
secara faktual dan konseptual. Dalam teknik Mazur, proses pembelajaran
yang dimulai dengan penyampaian materi. Bagian yang terpenting dalam
metode ini yaitu pertanyaan konseptual yang harus dijawab oleh masing-
masing peserta didik. Jika sebagian besar tanggapan peserta didik salah,
maka peserta didik diminta berdiskusi dengan teman disekitarnya untuk
saling meyakinkan jawaban yang paling tepat.

Adapun tahapan penggunaan metode Peer Instruction menurut


Eric Mazur sebagai berikut :

a. Guru mengajukan pertanyaan konseptual yang berkaitan dengan


materi yang dipelajari sebelumnya.
b. Peserta didik berpikir dan menganalisis pertanyaan yang diajukan.
c. Peserta didik membuat jawaban dari pertanyaan yang diajukan guru
secara individu.
d. Guru membahas semua jawaban peserta didik.
e. Peserta didik secara kelompok saling meyakinkan dan mendiskusikan
jawaban yang paling tepat dari pertanyaan yang diajukan.

16
17

f. Peserta didik secara kelompok membuat jawaban dari pertanyaan


yang diajukan.
g. Guru kembali membahas jawaban dari semua kelompok.
(Eric Mazur, 1997:10)
Metode Peer Instruction lebih menekankan peserta didik untuk
belajar antar sesama, sehingga diantara mereka akan terjadi diskusi atau
pembelajaran yang interaktif dengan menggunakan bahasanya sendiri.
Peer Instruction memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk
menjelaskan suatu pengetahuan, konsep, atau kejadian yang dialami
peserta didik sesuai dengan pengalamannya sendiri.
3. Langkah-langkah pembelajaran menggunakan metode Peer
Instruction

Pembelajaran dengan metode Peer Instruction dimulai dengan


penyampaian materi secara ringkas oleh guru dan dilanjutkan dengan tes
konsep yang menjadi ciri khas metode Peer Instruction. Langkah-langkah
pembelajaran dengan metode Peer Instruction sebagai berikut:

a. Persiapan
Menyiapkan bahan atau materi pembelajaran yang akan didiskusikan
dalam pelaksanaan Peer Instruction, yang dapat dilakukan secara
berpasangan atau kelompok. Bahan tersebut dapat berupa pertanyaan
tes (Conceot Test atau CT), bacaan, masalah nyata, atau film.
1) Pada soal CT bukan jawaban benar atau salah, tetapi lebih
menggali pemahaman dan jalan pemikiran peserta didik.
Menyiapkan pertanyaan atau tugas berkaitan dengan bahan atau
materi yang memerlukan proses berpikir dan tidak hanya memiliki
jawaban pasti sehingga peserta didik dapat menggunakan daya
nalarnya sesuai kemampuannya.
2) Mengembangkan petunjuk apa yang harus dikerjakan peserta
didik secara individu, berpasangan, atau dalam kelompok.

17
18

b. Pelaksanaan
Pada kegiatan pembelajaran didalam kelas, siswa berinteraksi
antar sesamanya, dengan menggunakan petunjuk yang dikembangkan,
guru hanya bertindak sebagai mentor. Kunci keberhasilan dari
kegiatan tersebut adalah frekuensi dan interaksi yang penuh dengan
daya nalar dan terjadinya belajar melalui pengalaman dengan
komunikasi secara fisik diantara sesamanya.
Jika pembelajaran dimulai dengan CT, maka setelah
mengerjakan soal, peserta didik dapat menjelaskan kepada teman
sebangkunya tentang cara nalar atau cara pikir yang dia kerjakan
sehingga memperoleh jawaban masing-masing, sehingga terjadi
diskusi kecil. Pada kegiatan tersebut memungkinkan pasangan lain
ikut berdiskusi, sehingga dapat berkembang menjadi diskusi
kelompok.
Jika kegiatan tidak dimulai dengan CT, guru dapat memulai
pembelajaran dengan mengajukan sebuah pertanyaan yang harus
diselesaikan sendiri kemudian didiskusikan dengan teman
sebangkunya sebelum menyusun jawaban akhir. Guru dapat meminta
salah seorang peserta didik untuk menjelaskan alur pikir dalam
menjawab pertanyaan yang diajukan dalam kelas, sehingga akan
terjadi diskusi kelas. Penjelasan tersebut dapat berupa presentasi atau
demonstrasi dengan menggunakan perangkat IT.
4. Kelebihan dan kekurangan metode Peer Instruction
Setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahannya
masing-masing. Berikut ini adalah kelebihan dan kelemahan metode
pembelajaran Peer Instruction, yaitu:
a. Kelebihan
Menghilangkan kesan monoton pada proses pembelajaran dan
menciptakan suasana yang dapat meningkatan keaktifan peserta didik.

18
19

b. Kekurangan
Apabila jumlah siswa yang memiliki jawaban benar terlalu sedikit,
diskusi meyakinkan teman akan menjadi kurang efektif karena terlalu
sedikit argument untuk mendukung jawaban yang benar.

B. Hasil Belajar
1. Pengertian hasil belajar
Belajar bukanlah sekadar mengumpulkan pengetahuan. Belajar
adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga
menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Proses belajar pada
hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Artinya,
proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak
dapat kita saksikan. Kita hanya dapat menyaksikan dari adanya gejala-
gejala perubahan perilaku yang tampak.
Sanjaya (2010: 229) menjelaskan belajar adalah suatu proses
aktivitas mental seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya
sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat positif baik
perubahan dalam aspek pengetahuan, sikap, maupun psikomotor.
Dimyati & Mudjiono (2013: 295) mengatakan bahwa belajar
adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku, dan
keterampilan dengan cara mengolah bahan ajar. Belajar atau ta’lim
dalam pandangan pendidikan Islam, mencakup kegiatan yang luas, tidak
sekadar pengembangan pengetahuan saja, melainkan pengembangan
keterampilan, pembentukan sikap, dan perilaku yang baik (Sukiman,
2008: 67). Sedangkan Slameto (Alviana, 2013: 8) menjelaskan belajar
merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Perubahan tingkah laku tersebut akan nyata dalam seluruh
aspek tingkah laku. Sedangkan belajar menurut Bruner (Trianto, 2009:
15) adalah suatu proses aktif dimana peserta didik membangun

19
20

pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman/pengetahuan yang


sudah dimilikinya.
Berdasarkan beberapa pengertian belajar di atas dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah aktivitas aktif seseorang sebagai akibat interaksi
dengan lingkungan untuk membangun (mengkonstruk) pengetahuan
baru berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki untuk menghasilkan
perubahan tingkah laku yang berupa perubahan kognitif, sikap, dan
keterampilan motorik.
Hakikatnya hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh
peserta didik setelah melalui kegiatan belajar. Begitu proses belajar
berakhir, maka peserta didik memperoleh suatu proses hasil belajar.
Hasil belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (2013: 3) merupakan hasil
dari suatu interaksi tindak belajar dan mengajar. Pernyataan tersebut
didukung oleh Tirtonegoro (Kurniawati, 2012: 14) yang mengemukakan
bahwa hasil belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang
dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang
mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap peserta didik dalam
periode tertentu.
Gagne (Sanjaya, 2010: 233) mengemukakan ada lima jenis atau
lima tipe hasil belajar yakni:
a) Belajar kemahiran intelektual (kognitif).
b) Belajar informasi verbal.
c) Belajar mengatur kegiatan intelektual.
d) Belajar sikap.
e) Belajar keterampilan motorik.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan hasil
belajar adalah kemampuan yang diperoleh peserta didik baik dari segi
kognitif, sikap, dan keterampilan motorik yang dinyatakan dalam
simbol, angka, huruf maupun kalimat setelah melalui kegiatan belajar
dalam periode tertentu.

20
21

2. Indikator hasil belajar


Hasil belajar dapat dikatakan berhasil apabila telah mencapai
tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan (Arikunto, 2012: 130) telah sejak
lama dirumuskan oleh Bloom menjadi tiga tingkatan, antara lain: (1)
kategori tingkah laku yang masih verbal; (2) perluasan kategori menjadi
sederetan tujuan; dan (3) tingkah laku konkret yang terdiri dari tugas-
tugas dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang diujikan dan
diimplementasikan sebagai butir-butir soal. Tujuan pendidikan
berdasarkan hasil belajar peserta didik secara umum dapat
diklasifikasikan menjadi tiga yakni: aspek kognitif, aspek afektif, dan
aspek psikomotor.
a. Ranah kognitif
Penggolongan tujuan ranah kognitif yang asli oleh Bloom
(Karthwohl, 2002: 213) mengemukakan adanya enam tingkat yakni:
1) Pengetahuan (knowledge)
2) Pemahaman (comprehension)
3) Penerapan (application)
4) Analisis (analysis)
5) Sintesis (synthesis)
6) Evaluasi (evaluation)
Perkembangan selanjutnya Lorin Anderson dan David R.
Krathwhol berhasil merumuskan ulang atau merevisi taksonomi
bloom yang asli. Krathwhol (2002: 215) menjelaskan mengenai
taksonomi ranah kognitif hasil revisinya bersama Anderson,
meskipun jumlah tingkatannya sama, namun banyak perubahan yang
cukup signifikan. Untuk lebih jelas berikut perbandingan antara
taksonomi Bloom tahun 1956 dengan revisi taksonomi Bloom oleh
Anderson dan Krathwohl tahun 2000 yang disajikan pada Tabel 2.3
berikut.

21
22

Tabel 2. 1 Perbandingan Taksonomi Bloom


dengan Taksonomi Bloom Revisi Anderson & Krathwhol

Taksonomi Anderson & Krathwohl


Taksonomi Bloom 1956
2000
Pengetahuan: kemampuan untuk Mengingat: proses kognitif untuk
mengingat kembali menarik kembali informasi atau
pelajaran yang lalu. pengetahuan yang tersimpan dalam
1.10 Pengetahuan hal spesifik memori jangka panjang. Pengetahuan
1.11 Pengetahuan istilah yang diminta dapat berupa
1.12 Pengetahuan fakta spesifik pengetahuan faktual, konseptual,
1.20 Pengetahuan cara-cara untuk prosedural, atau metakognitif maupun
menghadapi hal-hal spesifik kombinasi dari berbagai pengetahuan
1.21 Pengetahuan aturan-aturan tersebut yang pernah dipelajari.
1.22 Pengetahuan kecenderungan Kategori ini mencakup: mengenali
dan rangkaiannya (recognizing) dan mengingat (recall).
1.23 Pengetahuan klasifikasi dan Contoh kata kerja yang berhubungan
kategori dengan fungsi ini: mendefinisikan,
1.24 Pengetahuan kriteria mengidentifikasi, mendaftar,
1.25 Pengetahuan metodologi mengingat, menghubungkan,
1.30 Pengetahuan hal universal dan mengenali, mengulang,
abstrak dalam suatu ranah ilmu menggarisbawah.
1.31 Pengetahuan prinsip-prinsip
dan penggeneralisasian
1.32 Pengetahuan teori-teori dan
struktur
Pemahaman: kemampuan untuk Memahami: proses kognitif yang
memahami, menjelaskan, berkaitan dengan mengkonstruk
mengemukakan pendapat makna atau pengertian berdasarkan
2.1 Penerjemahan pengetahuan awal yang dimiliki, atau
2.2 Penafsiran mengintegrasikan pengetahuan yang
2.3 Peramalan baru ke dalam skema yang telah ada

22
23

Taksonomi Anderson & Krathwohl


Taksonomi Bloom 1956
2000
dalam pemikiran peserta didik.
Kategori ini mencakup: menafsirkan
(interpreting), memberi contoh
(exemplifying), mengklasifikasikan
(classifying), merangkum
(summarizing), menarik inferensi
(inferring), membandingkan
(comparing), dan menjelaskan
(explaining).
Contoh kata kerja: memilih,
mencontohkan, mendemonstrasikan,
mengklasifikasikan, menyimpulkan,
membandingkan dan menjelaskan.
Penerapan: kemampuan untuk Menerapkan: penggunaan prosedur-
menggunakan materi yang dipelajari, prosedur untuk menyelesaikan suatu
atau menerapkannya dalam situasi masalah. Ketegori ini mencakup:
yang baru. menjalankan (executing), dan
mengimplementasikan
(implementing).
Contoh kata kerja: mengaplikasikan,
menghitung, melengkapi, dan
menemukan.
Analisis: kemampuan untuk memecah Menganalisis: kemampuan untuk
atau membedakan bagian-bagian suatu menguraikan suatu permasalahan atau
materi sehingga struktur objek ke unit-unitnya dan menentukan
keteraturannya dapat dimengerti lebih bagaimana saling keterkaitan antar
baik. unit-unit tersebut, sehingga struktur
4.1 Analisis elemen-elemen informasi dan hubungan antar
4.2 Analisis hubungan-hubungan komponen informasi tersebut menjadi
4.3 Analisis prinsip-prinsip jelas. Kategori ini mencakup:

23
24

Taksonomi Anderson & Krathwohl


Taksonomi Bloom 1956
2000
terorganisir menguraikan (differentiating),
mengorganisir (organizing), dan
menemukan pesan tersirat
(attributting).
Contoh kata kerja: menganalisis,
mengkategori, menguraikan,
memecahkan, mendeteksi, dan
menggambarkan.

Sintesis: kemampuan untuk Mengevaluasi: kemampuan untuk


menyimpan bagian-bagian secara membuat suatu pertimbangan
bersama untuk membentuk hal yang berdasarkan kriteria dan standar yang
benar-benar baru dan unik. ada. Ada dua macam proses kognitif
5.1 Penciptaan komunikasi unik dalam kategori ini yaitu: memeriksa
5.2 Penciptaan rencana, atau (checking), dan mengkritik
usulan rangkaian kegiatan (critiquing).
5.3 Pengambilan serangkaian Contoh kata kerja: membandingkan,
hubungan abstrak menilai, mengkritik, memvalidasi, dan
menguji.
Evaluasi: kemampuan untuk menilai, Menciptakan: kemampuan
mengecek, dan bahkan mengkritik menggabungkan atau
nilai suatu materi dengan tujuan yang mengintegrasikan bagian-bagian yang
ditentukan. terpisah-pisah menjadi suatu
6.1 Evaluasi dalam hal bukti keseluruhan yang terpadu atau
internal membentuk kesatuan. Proses kognitif
6.2 Penilaian dalam hal kriteria ini dapat diukur dari keampuan untuk
eksternal menyusun cara baru untuk
mengklasifikasikan obyek-obyek,
peristiwa-peristiwa, dan informasi-
informasi lain. Ada tiga macam

24
25

Taksonomi Anderson & Krathwohl


Taksonomi Bloom 1956
2000
kognitif pada kategori ini yaitu:
membuat (generating), merencanakan
(planning), dan memproduksi
(producing).
Contoh kata kerja: merancang,
merencanakan, merumuskan,
mendesain, dan menyusun.

(Krathwhol, 2002: 213-215)


Krathwhol (2002: 213) menjelaskan bahwa pada taksonomi
yang asli kategori kognitif pertama, yaitu pengetahuan tersusun atas
aspek kata benda dan kata kerja. Keadaan ini menunjukkan
ketidakdimensian taksonomi Bloom dikarenakan kategori
pengetahuan yang memiliki dualitas berbeda dengan kategori
lainnya. Anomali ini dihilangkan dalam taksonomi yang baru dengan
cara mengeliminasikan dua aspek kata kerja dan kata benda ini untuk
membentuk dimensi yang berbeda, aspek kata benda menjadi dasar
dimensi pengetahuan dan aspek kata kerja menjadi dasar untuk
dimensi proses kognitif.
Dimensi pengetahuan yang baru terbagi menjadi empat
kategori dimana tiga kategori diambil dari subkategori taksonomi
Bloom asli. Ketiga kategori tersebut adalah pengetahuan faktual,
pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan kategori baru
dari dimensi pengetahuan Anderson & Krathwhol adalah
pengetahuan metakognitif (Krathwhol, 2002: 214).

b. Ranah afektif
Bloom menjelaskan ranah afektif mencakup segala sesuatu
yang terkait dengan emosi, misalnya ketertarikan, sikap, pendapat,
apresiasi, penilaian, dan kumpulan emosional lainnya. Domain ini

25
26

memasukkan tingkat emosional dalam pembelajaran seperti


perasaan, antusiasme, dan motivasi. Menurut taksonomi Bloom
domain ini memiliki lima tingkatan kategori yaitu (Majid, 2014: 48).
1) Kemampuan menerima (receiving), mengacu pada kesukarelaan
dan kemampuan memperhatikan respon terhadap stimulasi yang
tepat. Contoh kata kerja yang dapat digunakan: bertanya,
memilih, mengidentifikasi, menentukan, memperhatikan,
menunjukkan, mengikuti, menahan diri, menjawab dan lain-lain.
2) Kemampuan merespon (responding), merupakan sikap peserta
didik dalam memberikan respon aktif terhadap stimulus yang
datang dari luar, mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara
aktif dan partisipasi dalam suatu kegiatan. Contoh kata kerja
operasional yang dapat digunakan: membantu, memenuhi,
mendiskusikan, menulis, berlatih, mempresentasikan, memilih,
mengerjakan, dan lain-lain.
3) Penilaian (valuing), mengacu pada penilaian atau pentingnya kita
mengaitkan diri pada objek kejadian tertentu dengan reaksi-
reaksi seperti menerima, menolak, atau tidak memperhitungkan.
Contoh kata kerja operasional yang dapat digunakan:
mendemonstrasikan, menginterpretasikan, menjelaskan,
mengikuti, membaca, mendukung, membagikan,
menggabungkan, dan lain-lain.
4) Pengorganisasian (organization), mengacu pada penyatuan
kembali nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan.
Contoh kata kerja operasional yang dapat digunakan:
mengakomodasai, menyeimbangkan, menyusun
membandingkan, membedakan, mengidentifikasi, mengintegrasi,
memodifikasi, menyiapkan, mensintesis, menghubungkan, dan
lain-lain.
5) Karakteristik nilai (chracterization by value), mencakup
kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian

26
27

rupa, sehingga menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi


pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya. Contoh
kata kerja operasional yang dapat digunakan: menguraikan,
menindak, mempertimbangkan, menunjukkan, mempengaruhi,
menampilkan, melatih, menanyakan, mematuhi, meninjau
kembali, melayani, memecahkan, menguji, dan lain-lain.

c. Ranah psikomotor
Ranah psikomotor meliputi aktivitas motorik yang penting
dalam pengembangan kemampuan peserta didik dalam memanipulasi
benda-benda dan secara umum mengembangkan keterampilan
motorik peserta didik. Psikomotrik berhubungan dengan gerakan
sengaja yang dikendalikan oleh aktivitas otak yang pada umumnya
berupa keterampilan yang memerlukan koordinasi otak dengan
beberapa otot. Hingga akhir hayatnya, Bloom tidak merumuskan
kategori dalam ranah psikomotorik. Ahli psikologi berikutnyalah
yang mengembangkan dan menemukan kategori psikomotrik yakni
Dave (1970), Simpson (1972), dan Harrow (1972). Berikut ini adalah
kategori psikomotorik yang dikemukakan oleh Dave pada tahun 1970
(Majid, 2014: 52-53).
1) Imitasi (imitation)
Berarti meniru tindakan seseorang, atau mengulangi tindakan
seseorang setelah mendemonstrasikan sesuatu atau menjelaskan
suatu konsep atau teori, dan berkaitan dengan trial dan error
sampai jawaban suatu teori dapat diterima dengan tepat. Contoh
kata kerja yang digunakan: memulai, mengamati, mencoba,
mengikuti, mengulang, memindahkan, memasang, meniru,
menduplikasi, memotong, dan lain-lain.

2) Manipulasi (manipulation)

27
28

Kategori manipulasi berarti melakukan keterampilan atau


menghasilkan produk dengan cara mengikuti petunjuk umum,
bukan berdasarkan observasi. Peserta didik pada kategori ini
dipandu melalui instruksi untuk melakukan keterampilan tertentu.
Dalam pembelajaran IPA khususnya fisika, peserta didik dapat
melakukan aktivitas sesuai dengan LKPD untuk melakukan
kategori ini. Contoh kata kerja operasional yang dapat digunakan:
mendapatkan, melengkapi, mengadakan, melakukan, membuat,
dan lain-lain.
3) Presisi (precision)
Kategori presisi berarti secara independen melakukan
keterampilan atau menghasilkan produk dengan akurasi, proporsi,
dan ketepatan. Dalam bahasa sehari-hari, kategori ini dinyatakan
sebagai tingkat mahir. Dalam pembelajaran fisika, kategori presisi
ini dapat digunakan dengan mengamati peserta didik dalam
menggunakan atau melakukan pengukuran dengan menggunakan
alat ukur dalam suatu percobaan. Contoh kata kerja: mencapai,
menyempurnakan, melampaui, mendekati, memperhalus,
menggantikan, memperlihatkan dan lain-lain.
4) Artikulasi (artikulation)
Kategori artikulasi artinya memodifikasi keterampilan atau
produk agar sesuai dengan situasi baru, atau menggabungkan
lebih dari satu keterampilan dalam urutan harmonis dan konsisten.
Contoh kata kerja untuk merumuskan indikator pada kategori ini
misalnya: menyesuaikan, merubah, mengganti, menyusun
kembali, mengatur kembali, memperbaiki, mengaitkan dan lain-
lain.
5) Naturalization (naturalization)
Kategori naturalisasi artinya menyelesaikan satu atau lebih
keterampilan dengan mudah dan membuat keterampilan otomatis
dengan tenaga fisik atai mental yang ada. Pada kategori ini, sifat

28
29

aktivitas telah otomatis, sadar penguasaan aktivitas, dan


penguasaan keterampilan terkait sudah pada tingkat strategis
(misalnya dapat menentukan langkah yang lebih efisien). Kata
kerja yang dapat digunakan: mendesain, menentukan, mengatur,
menemukan, mengelola proyek, merancang dan lain-lain.
Kemampuan diatas dapat disajikan dalam bentuk gambar sebagai
berikut.

Gambar 2. 1 Ranah Psikomotor Dave (1970)

Mengingat pada batasan masalah yang telah diuraikan pada Bab I membatasi
hal yang berkenaan dengan penelitian ini maka penilaian hasil belajar siswa
hanya meliputi ranah kognitif kategori tiga (C 3) yaitu menerapkan, kategori
empat (C4) yaitu menganalisis, kategori lima (C5) yaitu mengevaluasi, dan
kategori enam (C6) yaitu mencipta. Empat kategori jenjang kognitif ini
terangkum pada 6 indikator pembelajaran dalam Kompetensi Dasar yaitu
menganalisis interaksi gaya serta hubungan antara gaya, massa, dan gerakan
benda pada gerak lurus.

C. Keterkaitan Metode Pembelajaran Peer Instruction Terhadap Hasil


Belajar
Sebagaimana penjelasan yang telah dipaparkan di atas, metode
pembelajaran Peer Instruction merupakan metode pembelajaran yang
menciptakan suasana belajar yang lebih aktif dimana peserta didik lebih
ditekankan untuk belajar antar sesama, sehingga diantara mereka akan terjadi
diskusi atau pembelajaran yang interaktif dengan menggunakan bahasanya

29
30

sendiri. Metode pembelajaran Peer Instruction memberikan kebebasan


kepada peserta didik untuk menjelaskan suatu pengetahuan, konsep, atau
kejadian yang dialami peserta didik sesuai dengan pengalamannya sendiri.
Langkah-langkah metode pembelajaran Peer Instruction masing-
masing memiliki keterkaitan dengan hasil belajar peserta didik baik dari
ranah kognitif, ranah afektif, maupun ranah psikomotor. Hasil belajar yang
dimaksud disesuaikan dengan batasan masalah dan definisi operasional yang
telah dibahas.
Lawson (Dahar, 2011: 174) berpendapat bahwa sains memiliki tujuan
salah satunya adalah untuk menolong peserta didik mengembangkan
keterampilan psikomotor dalam menggunakan pola-pola kognitif umum yang
terlibat dalam penyusunan hipotesis-hipotesis dan pengujiannya. Cara yang
tepat untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan cara menerapkan suatu
metode pembelajaran Peer Instruction yang melibatkan peserta didik untuk
aktif dalam menemukan suatu konsep sehingga tercapai hasil belajar yang
meningkat dari segi kognitif, afektif, dan psikomotor.
Gambaran mengenai keterkaitan penerapan metode pembelajaran
Peer Instruction untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep gaya
dijelaskan dalam tabel berikut.

Tabel 2. 2 Keterkaitan Metode Pembelajaran Peer Instruction dengan Indikator


Hasil Belajar

Langkah-Langkah Metode
Indikator Hasil Belajar
Pembelajaran Peer Instruction
Guru menyampaikan permasalahan Afektif :
yang harus dipecahkan.  Receiving (Penerimaan)

Siswa diberi kesempatan untuk Afektif :


berpikir.  Receiving (Penerimaan)
Siswa menjawab permasalahan dan Kognitif :

30
31

menuliskan tingkat keyakinannya  Menganalisis (C4)


atas jawaban tersebut.  Mencipta (C6)
Afektif :
 Receiving (Penerimaan)
 Responding (Peresponan)
 Valuing (Penilaian)
Psikomotor :
 Imitasi (Imitation)
 Manipulasi (Manipulation)

Siswa diberi kesempatan berdiskusi Kognitif :


untuk meyakinkan teman-temannya  Mengaplikasikan (C3)
mengenai jawaban yang paling  Menganalisis (C4)
tepat.  Mengevaluasi (C5)
Afektif :
 Receiving (Penerimaan)
 Responding (Peresponan)
 Valuing (Penilaian)
 Organization (Pengorganisasian)
Psikomotor :
 Imitasi (Imitation)
 Manipulasi (Manipulation)
 Presisi (Presition)
 Artikulasi (Articulation)

Siswa menjawab ulang hasil Kognitif :


diskusi kelompok  Mencipta (C6)
Guru memberi umpan balik dan Afektif :
menjelaskan permasalahan  Receiving (Penerimaan)
 Responding (Peresponan)

31
32

 Valuing (Penilaian)
 Organization (Pengorganisasian)
 Characterization
(Pengkarakterisasian)
Guru menjelaskan dari jawaban Afektif :
yang benar  Receiving (Penerimaan)

D. Materi Dinamika Partikel (Hukum Newton) Berdasarkan Kurikulum


2013 SMA/MA
Materi dinamika partikel (hukum newton) diajarkan di kelas X
Madrasah Aliyah (MA) semester genap berdasarkan kurikulum 2013, pada
Kompetensi Dasar (KD) 3.7 yaitu menganalisis interaksi gaya serta hubungan
antara gaya, massa, dan gerakan benda pada gerak lurus. Materi dinamika
partikel (hukum newton) pada penelitian ini disesuaikan dengan batasan
masalah yang telah dibahas pada Bab I meliputi hukum newton I, II, III, dan
analisis dinamika partikel. Materi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Dinamika partikel
Dinamika merupakan cabang dari mekanika yang mempelajari
penyebab gerak, yaitu gaya. Karena benda yang ditinjau dianggap sebagai
partikel, maka disebut dinamika partikel. (Marthen, 2013: 151)
Benda dapat bergerak dikarenakan adanya gaya yang bekerja, ada tiga
hukum yang mempelajari hubungan antara gaya dan gerak benda,
diantaranya:
a. Hukum newton I
Hukum newton I berbunyi “jika resultan gaya pada suatu
benda sama dengan nol, benda yang mula-mula diam akan terus
diam, sedangkan benda yang mula-mula bergerak akan terus
bergerak dengan kecepatan tetap”

32
33

Secara matematis, hukum newton I dinyatakan:

∑ F=0
Keterangan :
∑ F=Resultan gaya(N )
Hukum newton I juga menggambarkan bahwa suatu benda akan
cenderung mempertahankan keadaan diam atau keadaan bergeraknya.

b. Hukum newton II
Hukum newton II berbunyi “Percepatan yang dihasilkan oleh
resultan gaya yang bekerja pada suatu benda berbanding lurus
dengan resultan gaya, searah dengan resultan gaya, dan berbanding
terbaik dengan massa benda”.
Secara matematis, hukum newton II dinyatakan:

a=
∑ F atau
m
∑ F=m .a
Keterangan :
∑ F=Resultan gaya ( N )
m=massabenda (kg)
m
a= percepatan( ) (Marthen, 2013: 157)
s2
c. Hukum newton III
Hukum newton III berbunyi “untuk setiap aksi, ada suatu
reaksi yang sama besar, tetapi berlawanan arah”.
Secara matematis, hukum newton III dinyatakan:

F aksi =−Freaksi
(Marthen, 2013: 159)
2. Jenis-jenis gaya yang bekerja pada dinamika partikel
a. Gaya Berat (W)

33
34

Gaya berat adalah gaya gravitasi bumi yang bekerja pada


suatu benda, Arah gaya berat selalu menuju ke titik pusat bumi.

Gambar 2. 2 Arah gaya berat

Rumus gaya berat :

W =m. g

Keterangan :
W =gaya berat ( N )
m=massa ( kg )
m
g= percepatan gravitasi( )
s2
b. Gaya Normal (N)
Gaya normal didefinisikan sebagai gaya yang bekerja pada
bidang sentuh antara dua permukaan bidang yang bersentuhan, yang
arahnya selalu tegak lurus pada bidang sentuh

N=W =m . g

34
35

Gambar 2. 3 Arah gaya normal

(Marthen, 2013: 167-169)


c. Gaya gesek (f )
Gaya gesek adalah gaya yang berlawanan arah dengan arah
gerak benda. Gaya ini terjadi karena sentuhan benda dengan bidang
lintasan akan membuat gesekan antara keduanya saat benda akan
mulai bergerak hingga benda bergerak.
Besarnya gaya ini ditentukan berdasarkan kekasaran
permukaan kedua bidang yang bersentuhan, jadi semakin kasar
permukaan suatu bidang maka nilai gaya geseknya akan semakin
besar.
Berdasarkan keadaannya, terdapat dua jenis gaya gesek yaitu gaya
gesek statis dan kinetis.
1) Gaya gesek statis ( f s )
Gaya Gesek Statis adalah gaya yang bekerja saat benda
diam hingga tepat saat benda akan bergerak. Sebagai contoh, gaya
gesek statis dapat mencegah kamu untuk tergelincir dari tempat
kamu berpijak. Gaya gesek statis juga dapat mencegah benda
meluncur ke bawah pada bidang miring.

35
36

Besar gaya gesek statis merupakan hasil perkalian antara


koefisien gesek statis dengan gaya normal benda. Koefisien gesek
merupakan besaran yang bergantung pada kekasaran kedua
permukaan bidang yang bersentuhan. Koefisien gesek statis
dinotasikan dengan μs .
Persamaan gaya gesek statis :
f s=μ s . N
Keterangan :
f s=gaya gesek statis ( N )
μs =koefisien gesek statis
N=gaya normal ( N )

Gambar 2. 4 Arah gaya gesek

Perhatikan gambar diatas untuk melihat arah-arah gaya.


Karena setiap benda yang diam hingga tepat akan bergerak
memiliki nilai gaya gesek statis, maka benda tidak akan bergerak
jika gaya yang diberikan lebih kecil dari nilai gaya gesek statis
(karena arah gaya yang diberikan dengan arah gaya gesek selalu
berlawanan). Jadi, benda akan dapat bergerak jika gaya yang
diberikan lebih besar dari nilai gaya gesek statis.
F ≤ f s → benda tetap diam
F> f s → benda mulai bergerak

36
37

2) Gaya gesek kinetis ( f k )


Gaya gesek kinetis adalah gaya yang bekerja saat benda
bergerak. Saat benda diam hingga tepat akan bergerak, gaya yang
berkerja adalah gaya gesek statis. Lalu, saat benda mulai bergerak
maka gaya yang bekerja adalah gaya gesek kinetis. Jika tidak
terdapat gaya gesek kinetis, maka suatu benda yang diberi gaya
akan selalu melaju dan tidak akan berhenti karena tidak ada gaya
gesek yang melambatkannnya, seperti di luar angkasa.
Sama seperti gaya gesek statis, nilai gaya gesek kinetis
merupakan hasil perkalian antara koefisien geseknya dengan gaya
normal benda. Koefisien gesek kinetis dinotasikan dengan μk .
Biasanya, nilai koefisien gesek kinetis selalu lebih kecil dari
koefisien gesek statis untuk material yang sama.
Persamaan gaya gesek kinetis:
f k =μk . N
μk < μ s
Keterangan :
f k =gaya gesek kinetis ( N )
μk =koefisien gesek kinetis
N=gaya normal ( N )
d. Gaya tegangan tali (T )
Tegangan tali adalah gaya tegang yang bekerja pada ujung-
ujung tali karena tali tersebut tegang.
Misalkan, benda A, B, dan C yang terletak diatas lantai
dihubungkan dengan dua utas tali berbeda. Jika C ditarik dengan gaya
P (lihat gambar 2.5), maka A dan B ikut tertarik. Ini karena ketika C
ditarik, tali 1 dan 2 tegang. Pada kedua ujung tali yang tegang timbul
tegangan tali (diberi lambing T ). Jika tali dianggap ringan (massanya
dapat diabaikan), gaya tegangan tali pada kedua ujung tali untuk tali
yang sama dianggap sama besar.

37
38

Tali 1 Tali 2
T1 T1 T2 T2
A B C P

Gambar 2. 5 Gaya tegangan tali

3. Analisis dinamika partikel


a. Pada bidang datar

F
fk

W
Gambar 2. 6 gaya yang bekerja pada
bidang datar

Analisis gaya secara vertikal : Analisis gaya secara horizontal :

∑ F=m. a ∑ F=m. a
N−W =m . a F−f k =m . a

Karena N=W , maka:

∑ F=0
F−( μk . N )=m. a

b. Analisis pada bidang miring

38
39

fk

W sin θ
W cos θ W
Gambar 2. 7 Gaya yang bekerja
pada bidang miring

Analisis gaya secara vertikal : Analisis gaya secara horizontal :

∑ F=m. a ∑ F=m. a
N−W cos θ=m. a W sin θ−f k =m. a

W sin θ− ( μk . N ) =m. a

39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode penelitian kuantitatif

Pada penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah pre-expremental


design, karena peneliti ingin mendapatkan informasi awal terhadap rumusan
masalah yang terdapat dalam penelitian. Desain penelitian yang digunakan
adalah one group pretest-posttest design. Desain eksperimen ini
membandingkan antara hasil tes awal dengan tes akhir setelah atau sebelum
diberikan perlakuan kepada objek penelitian. Desain ini dapat digambarkan
melalui tabel sebagai berikut:

Tabel 3. 1 Desain Penelitian

Pretest Perlakuan Posttest


O1 X O2
(Sugiyono, 2009 : 75)
Keterangan:
O1 = nilai tes awal (sebelum diberikan perlakuan model pembelajaran
Peer Instruction)
X = perlakuan (metode pembelajaran Peer Instruction)
O2 = nilai tes akhir (setelah diberikan perlakuan metode Peer Instruction

B. Jenis dan Sumber Penelitian


Jenis data yang akan diambil dalam penelitian ini terdiri atas data kualitatif
dan kuantitatif.

a. Data kualitatif berupa penjelasan kualitatif, keterangan dan komentar


mengenai keterlaksanaan setiap tahapan penerapan metode pembelajaran
Peer instruction selama proses belajar mengajar berlangsung, dilihat dari
respon peserta didik, wawancara antara penulis dengan peserta didik dan
guru yang bersangkutan.
b. Data kuantitatif merupakan data hasil tes awal dan tes akhir berupa angka-
angka dan bilangan mengenai pencapaian peningkatan hasil belajar peserta

40
didik serta data hasil observasi dan presentase keterlaksanaan metode
pembelajaran Peer instruction.
Data penelitian tersebut didapat dari populasi kelas X MIA MAN 2
Tasikmalaya semester dua. Populasi terdiri atas kelompok-kelompok individu
yang terdiri dari tujuh kelas yang homogen dimana seluruh kelas X belum
pernah melakukan pembelajaran menggunakan metode Peer Instruction.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya satu kelas, maka teknik
penarikan sampelnya menggunakan teknik simple random sampling
(Sugiyono, 2009 : 89). Melalui pengundian di dapat kelas X MIA 1, sehingga
pada penelitian kali ini yang akan dijadikan sampel yaitu kelas X MIA 1.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Pada penelitian ini, Peneliti memilih pelaksanaan penelitian di kelas X
MIA MAN 2 Tasikmalaya karena di kelas ini belum pernah diterapkan
metode Peer Instruction dalam pembelajaran fisika. Adapun pemilihan
tempat ini berdasarkan pertimbangan Sarana dan prasarana memadai dan
dinilai baik untuk membantu proses pembelajaran.

2. Waktu Penelitian
Secara keseluruhan semua kegiatan dilakukan selama kurang lebih 8
bulan, yaitu sejak bulan Oktober 2018 sampai Mei 2019.

Adapun tahap-tahap perincian kegiatan yang dilakukan sebagai berikut.

41
Tabel 3. 2 Rincian Kegiatan

Bulan
N
Kegiatan Oktober November Desember Januari Februari
o 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Proposal
2 Instrumen
3 Tes dan uji
coba
instrumen
4 Pembuatan
perangkat
pembelajaran
5 Judgement
perangkat
pembelajaran
6 Implementasi
pembelajaran
dan tes
7 Pengumpula
n data
8 Pengolahan
data
9 Pembuatan
simpulan

D. Teknik Pengumpulan Data Penelitian


Penelitian ini menggunakan teknik-teknik tertentu dalam mengumpulkan data-
data pendukung. Adapun data pendukung dalam penelitian ini dapat diperoleh
melalui teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Lembar observasi keterlaksanaan metode pembelajaran Peer Isntruction.


Lembar observasi keterlaksanaan metode pembelajaran Peer Instruction
digunakan untuk mengamati aktivitas guru dan peserta didik selama proses
belajar dan mengajar. Lembar observasi ini terdiri aspek yang dinilai, yang
dalam hal ini berupa kegiatan guru dan siswa dalam RPP. Isinya berupa
format yang terdiri atas kolom kegiatan pembelajaran, dan penilaian
keterlaksanaan. Adapun format lembar observasi adalah sebagai berikut.
Tabel 3. 3 Format Lembar Observasi

Rincian Kegiatan

42
Keterlaksanaan
Kegiatan Pembelajaran Terlaksana Tidak
5 4 3 2 1 terlaksana

2. Tes hasil belajar peserta didik

Tes hasil belajar ini untuk mengukur peningkatan hasil belajar ranah
kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.

a. Untuk mengukur ranah kognitif akan diberikan berupa tes uraian yang
meliputi tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest). Soal-soal tes yang
diberikan mencakup indikator kemampuan hasil belajar fisika dalam
jenjang mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C4),
dan mencipta (C5). Tes ini bertujuan untuk menjaring data tentang
pencapaian hasil belajar peserta didik dengan menggunakan metode
pembelajaran Peer Instruction.
b. Untuk ranah afektif peserta didik akan diberikan berupa angket skala
Likert dengan beberapa pernyataan yang harus diisi oleh peserta didik
dengan cara memberi tanda cheklist (√) dan memberikan alasan
mengapa mengisi kolom tersebut. Tes ini diberikan pada setiap
pertemuan setelah proses belajar dan mengajar selesai dengan tujuan
untuk mendapatkan data tentang pencapaian hasil belajar pada ranah
afektif dengan diterapkannya metode pembelajaran Peer Instruction.
c. Untuk ranah psikomotor peserta didik akan diamati oleh observer
dengan memberikan tanda cheklist (√) pada lembar penilaian saat
pembelajaran berlangsung. Lembar penilaian terdiri dari skala
penilaian (rating scale) dimana pernyataan yang diberikan berkaitan
dengan aspek-aspek keterampilan. Data yang didapatkan bertujuan

43
untuk mengetahui pencapaian hasil belajar peserta didik pada ranah
psikomotor setelah diterapkannya.
3. Lembar kerja peserta didik (LKPD)

LKPD merupakan tes unjuk kerja dan sebagai alat bantu kelancaran proses
pembelajaran metode pembelajaran Peer Instruction. LKPD membantu
peserta didik untuk menemukan konsep dari gaya pada pembelajaran
fisika yang sedang berlangsung. LKPD yang diberikan kepada peserta
didik dengan menyajikan masalah inti untuk dijadikan sebagai acuan
dalam membuat rumusan masalah, hipotesa, dan menemukan solusi.

E. Teknik Analisis
1. Analisis instrumen

a. Analisis lembar observasi keterlaksanaan metode pembelajaran Peer


Instruction.
1) Analisis lembar observasi secara kualitatif
Lembar observasi yang akan digunakan pada penelitian kali ini
akan ditelaah terlebih dahulu oleh ahli dalam hal ini adalah dosen
pembimbing, sehingga setelah ditelaah nantinya lembar observasi
ini akan lebih berkualitas dan mampu tepat menggambarkan
kondisi terlaksananya metode pembelajaran Peer Instruction.
Pengujian yang dilakukan dosen pembimbing tersebut meliputi
aspek materi, konstruksi dan bahasa.

2) Analisis lembar observasi secara kuantitatif


Setelah instrumen diisi oleh observer maka tahap selanjutnya
adalah menghitung skor keterlaksanaan yang didapat kemudian
dikonversikan kedalam persentase (%). Adapun langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut:

44
a) Menghitung jumlah skor aktivitas peserta didik dan guru
yang telah diperoleh. Adapun pedoman penskorannya adalah
sebagai berikut:
Tabel 3. 2 Pedoman Penskoran Lembar Observasi
Keterlaksanaan Metode pembelajaran Peer Instruction

Keteranga
Penilaian Keterangan skor
n
Sangat kurang Satu
Kurang Dua
Ya Cukup Tiga
Baik Empat
Baik sekali Lima
Tidak Tidak terlaksana Nol
Kemudian mengubah jumlah skor yang telah diperoleh
menjadi nilai persentase, dengan menggunakan rumus:
skor diperoleh
Persentase nilai didapat = x 100%
skor maksimum ideal
b) Mengubah persentase yang diperoleh ke dalam kriteria
penilaian aktivitas peserta didik, dengan kriteria yang
disajikan di tabel 3.9.

b. Analisis penilaian hasil belajar


1) Ranah kognitif
Analisis instrumen hasil belajar ranah kognitif ini akan dilakukan
dengan dua cara yaitu:
a) Analisis kualitatif ranah kognitif

45
Analisis tes peningkatan hasil belajar peserta didik ranah
kognitif ini akan dilakukan dengan pemberian soal. Namun
sebelum itu, soal tes hasil belajar peserta didik ini akan diuji
terlebih dahulu oleh dosen pembimbing, namun dosen
pembimbing hanya akan menguji dan menelaah soal secara
kualitatif saja, dengan memperhatikan materi/konten,
kontruksi, bahasa/budaya, dan kunci jawaban/pedoman
penskorannya.
b) Analisis Kuantitatif ranah kognitif
Setelah soal diuji oleh dosen pembimbing maka selanjutnya
soal tersebut diuji cobakan terhadap peserta didik-peserta
didik yang pernah belajar atau mengikuti pembelajaran konsep
gaya. Uji coba soal ini ditujukan untuk memperoleh data yang
diperlukan dalam pengujian kuantitatif. Uji kuantitatif sendiri
dilakukan dengan cara menganalisis validitas, reliabilitas,
daya pembeda dan tingkat kesukaran dari soal-soal yang diuji
cobakan, yang mana akan dijadikan acuan mana soal yang
akan dipakai, yaitu soal-soal yang paling layak dan baik untuk
dijadikan alat ukur penelitian, dan diberikan pada sampel, dan
mana soal yang gugur. Adapun langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut:
(1) Uji Validitas
Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan teknik
korelasi Pearson Product Moment.

Dirumuskan sebagai berikut :


N ∑ XY −( ∑ X )( ∑ Y )
r xy =
2 2
√ {N ∑ X −(∑ X ) }−{ N ∑ Y −(∑ Y ) }
2 2

46
Keterangan :
r xy = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y
, dua variabel yang dikorelasikan.
N = Jumlah siswa uji coba (testee)
X = Skor tiap item
Y = Skor total tiap butiran soal
Selanjutnya harga koefisien korelasi ini dibandingkan
dengan harga koefisien korelasi dengan tabel yaitu rtable =
0,388. Apabila nilai total person correlation > 0,3, Atau
probabilitas kurang dari 0,05 maka item tersebut valid.
(Arikunto, 2002 : 146)

(2) Reliabilitas
Reliabilitas tes merupakan ukuran yang menyatakan
konsistensi alat ukur yang digunakan. Arikunto (2002)
menyatakan bahwa reliabilitas menunjuk pada tingkat
keterandalan sesuatu (tes). Suatu tes dapat mempunyai
taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat
memberikan hasil yang tetap.
Teknik yang digunakan untuk menentukan reliabilitas tes
dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode
belah dua (split-half method) atas-bawah karena instrumen
yang digunakan berupa soal pilihan ganda.

Rumus pembelahan atas-bawah tersebut adalah sebagai


berikut.
2r12 12
r11 
(1  r1 2 12 )

Keterangan:

47
r11 : Reliabilitas instrumen

r : Korelasi antara skor-skor setiap belahan tes


1 1
2 2

Jika jumlah soal dalam tes adalah ganjil, maka rumus yang
digunakan untuk menghitung reliabilitas tes adalah rumus
yang ditemukan oleh Kuder dan Richardson yaitu rumus
K-R. 20 sebagai berikut:

 n  S   pq 
2

r11   
 n  1  S2 

Keterangan:
r11 : reliabilitas tes secara keseluruhan
p : proporsi subjek yang menjawab item
dengan benar
q : proporsi subjek yang menjawab item
dengan salah

 q  1  p
n : banyaknya item
S : standar deviasi dari item

Tabel 3. 3 Korelasi Reliabilitas

Koefisien Korelasi Kriteria reliabilitas


0,81  r  1,00 Sangat tinggi
0,61  r  0,80 Tinggi
0,41  r  0,60 Cukup
0,21  r  0,40 Rendah
0,00  r  0,20 Sangat rendah

48
(3) Tingkat kesukaran
Tingkat kesukaran ini dinyatakan dalam sebuah bilangan
yang disebut indeks kesukaran (difficulty index). Indeks
kesukaran ini ditentukan dengan rumus :
B
P=
JS

Keterangan :
P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu
dengan benar
JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Tabel 3. 4 Indeks Tingkat Kesukaran

Indeks Tingkat Kesukaran


P < 0,3 Sukar
0,3 ≤ P ¿ 0,7 Sedang
P ≥ 0,7 Mudah
(Arikunto, 2002 )
2) Ranah afektif
Analisis instrumen hasil belajar ranah afektif ini akan dilakukan
dengan dua cara yaitu:
a) Analisis kualitatif ranah afektif
Analisis kualitatif ini didasarkan pada kaidah penelitian soal tes
tertulis. Aspek yang diperhatikan di dalam penelaahan secara
kualitatif ini adalah setiap soal ditelaah dari segi materi,
kontruksi, bahasa/budaya, dan kunci jawaban/pedoman

49
penskorannya oleh ahli dalam hal ini adalah dosen
pembimbing.
b) Analisis kuantitatif ranah afektif
Analisis kuantitatif ini didasarkan pada penghitungan nilai
yang didapat peserta didik, nilai yang didapat kemudian
dikonversikan kedalam persen (%). Adapun langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut:
(1) Menghitung jumlah skor ranah afektif yang diperoleh
peserta didik. Adapun pedoman penskorannya adalah
sebagai berikut:

Tabel 3. 5 Kriteria Penskoran Ranah Afektif

Pernyataan Skor
SS (Sangat Setuju) 5
S (Setuju) 4
R (Ragu-ragu) 3
T (Tidak setuju) 2
ST (Sangat Tidak 1
setuju)
(Farida, 2014: 137).
Kemudian mengubah jumlah skor yang telah diperoleh
menjadi nilai persentase, dengan menggunakan rumus:
Jumlah skor
Nilai peserta didik= x 100 %
skor maksimum
(2) Mengubah persentase yang diperoleh ke dalam kriteria
penilaian afektif peserta didik, dengan kriteria yang
disajikan di Tabel 3.8.

3) Ranah psikomotor

50
Analisis instrumen hasil belajar ranah psikomotor ini akan
dilakukan dengan dua cara yaitu:
a) Analisis kualitatif ranah psikomotor
Analisis kualitatif ini didasarkan pada kaidah penelitian soal
tes tertulis. Aspek yang diperhatikan di dalam penelaahan
secara kualitatif ini adalah setiap soal ditelaah dari segi
materi, kontruksi, bahasa/budaya, dan kunci
jawaban/pedoman penskorannya oleh ahli dalam hal ini
adalah dosen pembimbing.

b) Analisis kuantitatif ranah psikomotor


Analisis kuantitatif ini didasarkan pada penghitungan nilai
yang didapat peserta didik, nilai yang didapat kemudian
dikonversikan kedalam persen (%). Adapun langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut:

(1) Menghitung jumlah skor ranah psikomotor yang diperoleh


peserta didik. Adapun pedoman penskorannya adalah
sebagai berikut:
Tabel 3. 6 Kriteria Penskoran Ranah Psikomotor

Penilaian Keterangan skor


Sangat Kurang Satu
Kurang Dua
Cukup Tiga
Baik Empat
Baik sekali Lima
(Sugiyono, 2014: 136).
Kemudian mengubah jumlah skor yang telah diperoleh
menjadi nilai persentase, dengan menggunakan rumus:
Jumlah skor
Nilai peserta didik= x 100 %
skor maksimum

51
(2) Mengubah persentase yang diperoleh ke dalam kriteria
penilaian psikomotor peserta didik, dengan kriteria yang
disajikan di Tabel 3.12.
c. Analisis lembar kerja peserta didik (LKPD)

Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) ini ditelaah oleh ahli (dosen
pembimbing) untuk mengetahui tentang baik atau tidaknya
penggunaan LKPD yang akan digunakan dari aspek materi, kesesuaian
dengan pembelajaran, dan kosa kata/bahasa yang digunakan. Setelah
itu digunakan untuk mendapatkan data keterlaksanaan pembelajaran.
Dalam penilaian setiap langkah digunakan skor yang terentang dari
satu sampai lima. Skor satu merupakan skor terendah dan skor lima
merupakan skor tertinggi untuk setiap langkah.

2. Analisis Data Hasil Penelitian

Data-data penelitian yang telah terkumpul selanjutnya diolah. Berikut


langkah-langkah pengolahan data yang akan dilakukan:
a. Analisis data hasil observasi keterlaksanaan Metode pembelajaran
Dalam rangka menjawab rumusan masalah nomor satu, tentang
gambaran keterlaksanaan proses pembelajaran peserta didik dan guru
di kelas X MAN 2 Tasikmalaya pada penerapan metode pembelajaran
Peer Instruction konsep gaya maka digunakanlah lembar observasi
berupa kegiatan guru dan peserta didik ketika pembelajaran
berlangsung.
Selanjutnya adalah mengolahan data dan menghitung indikator yang
terlaksana pada setiap tahapan metode pembelajaran Peer Instruction. Dan
akhirnya mengolah skor dari data mentah menjadi skor berbentuk
persentase (%). Selain data diubah ke persentase, pengolahan skor
ditunjang pula dengan paparan sederhana yang menginterpretasikan
angka-angka persentase tersebut sehingga dapat tergambar bagaimana
keterlaksanaan proses pembelajaran. (Purwanto, 2009: 102).

52
Tabel 3. 7 Kriteria Keterlaksanaan Metode
Pembelajaran Peer Instruction

Rentang Klasifikasi
< 54% Sangat kurang
55% - 59% Kurang
60% - 75% Cukup
76% - 85% Baik
86% - 100% Sangat baik

b. Analisis peningkatan hasil belajar


1) Ranah kognitif
Setelah diterapkannya metode pembelajaran Peer Instruction
tehadap konsep gaya pada ranah kognitif, maka diperlukan
proses sebagai berikut.
Data dari hasil pretest dan posttest dianalisis dengan langkah-
langkah :
a) Pemberian skor
jumlah soal yang benar
N i= × 100
skor maksimal
Keterangan :
Ni = Nilai siswa ke-i

b) Normalisasi Gain

53
Untuk memperoleh skor gain yang ternormalisasi
digunakan rumus yang dikembangkan oleh Hake (1998)
seperti persamaan di bawah ini.
T f −T i
g=
S i−T i
keterangan :
g = gain ternormalisasi
Si = skor ideal
Tf = skor posttest
Ti = skor pretest

Tabel 3. 8 Normalisasi Gain

Rata-rata skor gain Efektivitas


dinormalisasi
0,00 ¿ g ≤ 0,30 Rendah
0,30 ¿ g ≤ 0,70 Sedang
0,70 ¿ g ≤ 1,00 Tinggi

Uji normalitas digunakan untuk memastikan bahwa data


yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Nilai hasil
dari instrumen dijadikan sebagai data untuk uji normalitas
dalam penelitian. Uji normalitas data menggunakan uji
Chi-Kuadrat. adapun langkah-langkah yang bisa ditempuh
adalah sebagai berikut:
(1) Jangkauan (J) = data terbesar – data terkecil
(2) Banyaknya kelas (K) = 1 + 3,3 log n
J
(3) Panjang kelas =
K

(4) Nilai rata-rata =


∑ fi x
∑f

54
2

(5) Nilai standar deviasi =

(6) Menentukan nilai baku Z =


√ ∑ fi x − 2
i

N −1
(
batas kelas−x́
∑ f i xi
N )
SD
(7) Mencari luas 0 – Z dari tabel kurva normal
(8) Mencari luas tiap kelas interval
(9) Mencari frekuensi yang diharapkan:

Ei = luas kelas interval – banyaknya peserta didik

(10) Mencari nilai χ2hitung dengan persamaan

 Oi  Ei 
2


Ei

Keterangan:

Oi = Frekuensi Observasi;

Ei = Frekuensi yang diharapkan.

(Subana, dkk., 2000: 124)

(11) Menentukan taraf nyata (α) untuk menentukan nilai


2 2
χ2hitung: χ tabel = χ (1−α )(dk )

Keterangan:

dk = k-1, dengan k = banyak kelas interval; (α) = 5%

(12) Membandingkan χ2hitung dengan χ2tabel


(1) χ2hitung < χ2tabel berarti data berdistribusi normal.
(2) χ2hitung > χ2tabel berarti data tidak berdistribusi normal
(Sugiyono, 2013: 80-82).
d) Analisis Uji Hipotesis

55
Uji hipotesis digunakan untuk mengetahui apakah terdapat
peningkatan hasil belajar peserta didik sebelum dan
sesudah pembelajaran yang menggunakan metode
pembelajaran Peer Instruction berbasis pada materi konsep
gaya. Untuk melakukan uji hipotesis ini, maka yang
dilakukan adalah dengan pengujian dengan cara statistik
data.
(1) Apabila data terdistribusi normal, maka dilakukan
pengujian statistik parametrik, yaitu uji t. Yang mana
rumusnya dijelaskan sebagai berikut:
Md
thitung 
 d
2

d 2

n
n  n  1

Keterangan:

Md = rata-rata dari n-gain tes akhir dan tes awal

d = gain skor tes akhir terhadap tes awal setiap


objek

n = jumlah subjek (Subana dkk, 2000: 132).

Perhitungan menggunakan microsoft excel sehingga


dapat ditemukan harga-harga yang diperlukan untuk
menghitung uji t. Kemudian langkah selanjutnya
adalah membandingkannya dengan nilai ttabel:

 Jika t hitung >t tabel maka Ha diterima dan H0 ditolak,


artinya terjadi peningkatan yang signifikan terhadap
hasil belajar peserta didik setelah dilakukan
pembelajaran menggunakan metode pembelajaran
Peer Instruction.

56
 Jika t hitung <t tabel maka H0 diterima dan Ha ditolak,
artinya tidak terjadi peningkatan yang signifikan
terhadap hasil belajar peserta didik setelah
dilakukan pembelajaran menggunakan metode
pembelajaran Peer Instruction. (Sugiyono, 2013:
122-124).
(2) Apabila data berdistribusi tidak normal, maka
dilakukan uji Willcoxon Match Pairs:
n  n  1
T
T  T 4
Z 
T n  n  1  2n  1
24

Kriteria:
Zhitung > Ztabel maka H0 ditolak dan Ha diterima.
Zhitung< Ztabel maka H0 diterima dan Ha ditolak
(Sugiyono, 2013: 134 -137).
2) Ranah afektif
Analisis data hasil belajar ranah afektif ini akan dilakukan
dengan dua cara yaitu:
a) Analisis data kualitatif ranah afektif
Selain data diubah ke dalam bentuk persentase (%),
pengolahan skor ditunjang pula dengan paparan sederhana
yang menginterpretasikan angka-angka persentase tersebut
sehingga dapat tergambar bagaimana hasil belajar peserta
didik ranah afektif di dalam proses pembelajaran di kelas
menggunakan metode pembelajaran Peer Instruction.
b) Analisis data kuantitatif ranah afektif
Setelah diterapkannya metode pembelajaran Peer
Instruction menggunakan data yang diperoleh dari lembar
hasil belajar peserta didik ranah afektif.

57
Interpretasi ketercapaian ranah afektif peserta didik dengan
menggunakan metode pembelajaran Peer Instruction adalah
sebagai berikut:
(Arikunto,
Tabel 3. 9 Interpretasi Nilai Afektif 2009:
Peserta 245)
Didik

Persentase (%) Kategori


30 – 39 Kurang sekali
40 – 55 Kurang
56 – 65 Cukup
66 – 79 Baik
80 – 100 Baik sekali

3) Ranah psikomotor
Setelah diterapkannya metode pembelajaran Peer Instruction
menggunakan data yang diperoleh dari lembar hasil belajar
ranah psikomotor. Analisis instrumen hasil belajar ranah
psikomotor ini akan dilakukan dengan dua cara yaitu:

a) Analisis data kualitatif ranah psikomotor


Selain data diubah ke dalam bentuk persentase (%),
pengolahan skor ditunjang pula dengan paparan sederhana
yang menginterpretasikan angka-angka persentase tersebut
sehingga dapat tergambar bagaimana hasil belajar peserta
didik ranah psikomotor di dalam proses pembelajaran di
kelas menggunakan metode pembelajaran Peer Instruction.
b) Analisis data kuantitatif ranah psikomotor
Setelah diterapkannya metode pembelajaran Peer
Instruction menggunakan data yang diperoleh dari lembar
hasil belajar peserta didik ranah psikomotor. Interpretasi
ketercapaian ranah psikomotor peserta didik dengan
menggunakan metode pembelajaran Peer Instruction adalah
sebagai berikut: (Arikunto, 2009: 249)

58
Tabel 3. 10 Interpretasi Nilai Psikomotor Peserta Didik

Persentase Kategori
(%)
30 – 39 Kurang sekali
40 – 55 Kurang
56 – 65 Cukup
66 – 79 Baik
80 – 100 Baik sekali

c. Analisis data lembar kerja peserta didik (LKPD)


Peserta didik mengerjakan LKPD yang menyajikan pertanyaan
dalam bentuk soal uraian pada proses pembelajaran dengan metode
pembelajaran Peer Instruction.
Adapun langkah-langkah pengolahan data LKPD kelompok adalah
sebagai berikut:
1) Memeriksa hasil pengerjaan LKPD dengan cara
mencocokkan jawaban peserta didik dengan kunci jawaban
yang telah dibuat.

2) Menghitung skor yang didapat peserta didik dengan


menggunakan rumus sebagai berikut:
skor mentah
Nilai LKPD= × 100%
skor maksimum

59
3) Menginterpretasikan nilai peserta didik yang didapat
kedalam kategori berikut:
Tabel 3. 10 Interpretasi Nilai LKPD

Skor Interpretasi
(%)
30-39 Gagal
40-55 Kurang
56-65 Cukup
66-79 Baik
80-100 Baik sekali
(Arikunto, 2012: 281).

60
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PEER INSTRUCTION
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
PADA PEMBELAJARAN FISIKA DALAM KONSEP GAYA

A. Deskripsi Penerapan Metode Pembelajaran Peer Instruction


Pembelajaran dengan menggunakan Metode Pembelajaran Peer
Instruction dimulai pada tanggal 05 Januari 2019 sampai dengan 02 Februari
2019. Penelitian dilaksanakan di MAN 2 Tasikmalaya, Kabupaten
Tasikmalaya, di kelas X MIA 1 dengan jumlah peserta didik sebanyak 35.
Penelitian ini diawali dengan kegiatan tes awal, dilanjutkan dengan proses
pembelajaran yang dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan, masing-masing
berdurasi 2 x 45 menit, dan ditutup dengan kegiatan tes akhir. Secara lebih
jelas kegiatan pelaksanaan penerpan Metode Pembelajaran Peer Instruction
dapat dilihat melalui Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1. Agenda Pelaksanaan Penerapan Metode Pembelajaran
Peer Instruction di Kelas X MIA 1 MAN 2 Tasikmalaya

Jumlah
Hari Tanggal Peserta Didik Waktu Materi
yang Hadir
2 x 45 menit
sabtu 05 Januari 2019 35 Tes awal
(08.30-10.00)
2 x 45 menit
sabtu 12 Januari 2019 35 Hukum Newton
(07.00-08.30)
2 x 45 menit
sabtu 19 Januari 2019 30 Jenis-jenis Gaya
(08.30-10.00)
2 x 45 menit
sabtu 26 Januari 2019 35 Penerapan Gaya
(07.00-08.30)
02 Februari 2 x 45 menit
sabtu 35 Tes akhir
2019 (08.30-10.00)
Guru memberikan tes awal kepada peserta didik pada hari sabtu tanggal
05 Januari 2019 di kelas X MIA 1 MAN 2 Tasikmalaya dengan jumlah

62
peserta didik yang hadir adalah 35 orang, tujuannya untuk mengukur
kemampuan awal yang

63
dimiliki peserta didik yang berkaitan dengan materi konsep gaya.
Proses pemberian tes awal ini berlangsung selama 90 menit, peserta didik
tampak kebingungan dalam menjawab soal-soal yang diberikan. Walaupun
demikian tes awal ini berlangsung tertib dan peserta didik berusaha
menjawab soal sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam setiap pembelajaran dengan
menggunakan Metode Pembelajaran Peer Instruction pada materi konsep
gaya sebagai berikut.
1. Pertemuan pertama
Pertemuan pertama dilakukan pada hari sabtu, tanggal 12 Januari
2019. Pertemuan ini dihadiri oleh seluruh peserta didik, perlakuan yang
diterapkan pada pertemuan ini adalah kegiatan pembelajaran dengan
Metode Pembelajaran Peer Instruction, sesuai dengan tahapan
pembelajarannya yaitu:
a. Kegiatan pendahuluan
Guru pada tahap ini membuka pembelajaran dengan
mengucapkan salam, dan mempersilahkan kepada peserta didik
untuk berdoa, serta memeriksa kehadiran peserta didik. Guru
menyatakan pertanyaan apersepsi untuk mengetahui pengetahuan
awal peserta didik dengan memberikan pertanyaan, “di materi
sebelumnya kita mempelajari jenis-jenis gerak benda, pernahkah
kalian berpikir apa yang menyebabkan benda bisa bergerak?”
Terdapat dua peserta didik yang merespon pertanyaan tersebut,
kedua peserta didik tersebut saling bersahutan dan salah satu peserta
didik menjawab, “Pernah, yang menyebabkan benda bisa bergerak
karena ada dorongan”. Kemudian, salah satu peserta didik
menjawab, “yang menyebabkan benda bisa bergerak karena ditarik
”. Jawaban dari kedua peserta didik belum lengkap dan tepat, tetapi
guru tidak langsung meluruskan jawaban mereka, tetapi guru
melanjutkan pembelajaran dengan memberikan pertanyaan motivasi
untuk memancing rasa ingin tahu peserta didik, “Mengapa pada saat

64
kita mengendarai sepeda motor tubuh kita akan bergerak ke
belakang ketika sepeda motor digas secara mendadak?”. Satu orang
peserta didik mencoba menjawab pertanyaan motivasi, walaupun
jawabannya masih melenceng dari yang diharapkan. Dia menjawab,
“badan bergerak ke belakang karena ditekanan angin ketika
kendaraan bergerak”. Guru tidak meluruskan jawaban peserta didik
namun guru memberitahukan pernyataan jawaban mereka disimpan
dahulu dan meminta mereka memdiskusikan melalui pengamatan
suatu peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Guru membagikan
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD). Guru setelah itu
memberitahukan tujuan pembelajaran yang harus dicapai pada materi
gaya.
b. Kegiatan inti
Guru menayangkan permasalahan yang harus dipecahkan
melalui video aktivitas orang yang sedang berkendara, perbandingan
orang yang sedang mendorong motor dan mobil dengan gaya yang
besarnya sama, dan perbandingan orang yang mendorong gerobak
dengan nelayan yang sedang mendayung perahu dengan arah gaya
yang sama. Peserta didik secara bersama-sama menyimak video yang
ditayangkan guru. Kemudian guru menginstruksikan semua peserta
didik untuk menganalisis peristiwa dalam video dan menjawab
pertanyaan yang ada pada LKPD secara individu serta menuliskan
persentase keyakinan dari jawaban mereka. Setelah semua peserta
didik menjawab secara individu, guru menginstruksikan peserta
didik untuk saling berdiskusi dan mengargumentasikan hasil jawaban
masing-masing secara berkelompok dengan tiga teman duduk
terdekat. Setelah peserta didik saling berdiskusi dengan
kelompoknya masing masing, peserta didik menuliskan kembali
jawaban dalam LKPD.
Guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk
membacakan hasil jawaban kelompok. Perwakilan dari setiap

65
kelompok membacakan hasil diskusinya, salah satu kelompok
menjawab “orang yang berkendara ketika direm mendadak badan
orang tersebut akan terdorong kedepan dan akan mencoba menahan
badannya supaya tidak jatuh, dan ketika mendorong mobil dan
motor didorong dengan kekuatan yang sama maka yang akan lebih
dulu sampai adalah motor alasannya karena motor lebih ringan
dibandingkan mobil”. Kemudian guru menjelaskan secara singkat
keterkaitan peristiwa yang ditayangkan dengan materi yang sedang
dipelajari. “dalam dinamika gerak lurus ada satu besaran yang
dinamakan Gaya, dimana gaya merupakan berasaran yang
menyebabkan benda bisa bergerak”. Guru bertanya kepada peserta
didik “kenapa ketika kita dalam kendaraan dan kendaraan tersebut
direm secara mendadak badan kita akan terdorong kedepan? Dan
saat itu kita akan mencoba menahan badan supaya tidak jatuh.
Tidak ada peserta didik yang menjawab, dan guru menjelaskan
kembali “badan kita terdorong kedepan merupakan reaksi dari
pengereman kendaraan. Setiap benda memiliki sifat inersia dimana
benda akan mencoba mempertahankan keadaannya sama halnya
seperti badan kita yang terdorong kedepan kita akan berusaha
menahan badan supaya tidak jatuh”. Kemudian guru menjelaskan
hubungan antara peristiwa yang dianalisis dengan materi yang
sedang dipelajari “dinamika gerak lurus membahas tentang
pergerakan suatu benda yang diakibatkan oleh gaya, dalam
dinamika gerak lurus ada yang namanya hukum newton yang
terbagi menjadi tiga. Ada hukum newton I membahas benda yang
diam akan tetap diam dan benda yang bergerak akan tetap
bergerak, hukum newton II percepatan suatu benda berbanding
lurus dengan gaya yang diberikan dan berbanding terbalik dengan
massa benda, dan hukum newton III membahas tentang aksi reaksi
dimana besar gaya yang diberikan akan sama dengan gaya yang
dihasilkan tetapi berbeda arah”.

66
Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
menyimpulkan secara garis besar apa yang dipelajari hari ini. Salah
satu peserta didik ada yang menuliskan, “benda bisa bergerak
karena adanya gaya, benda memiliki sifat inersia atau
mempertahankan keadaan”. Satu orang peserta didik lain
menuliskan, “hukum newton terbagi menjadi tiga, yaitu hukum
newton I, hukum newton II, dan hukum newton III. Cepat tidaknya
benda bergerak tergantung dari gaya yang diberikan dan massa
benda tersebut”. Jawaban peserta didik tersebut sudah sesuai dengan
harapan guru karena keduanya menuliskan jawaban yang tepat
meskipun banyak juga yang masih belum tepat. Tahap ini akan
dijadikan sebagai evaluasi bagi guru dalam mengetahui pemahaman
mereka terhadap materi yang telah disampaikan untuk menjadi acuan
agar pada pertemuan selanjutnya kekurangan pada pertemuan
pertama tidak terulang kembali. Peserta didik diarahkan untuk
mengumpulkan LKPD di depan mejanya masing-masing.
c. Kegiatan penutup
Guru menginstruksikan siswa untuk membaca materi tentang
macam-macam gaya yang akan dipelajari dipertemuan selanjutnya.
Setelah itu, guru menutup pembelajaran dengan bacaan hamdalah
bersama dan salam.
Proses kegiatan pembelajaran pada pertemuan pertama ini
seluruhnya telah diobservasi oleh observer sebanyak tiga orang dari
awal hingga berakhirnya pembelajaran di kelas. Hasil analisis
aktivitas guru dan peserta didik pada pertemuan pertama dapat
dilihat

67
Tabel 4.2. Observasi Aktivitas Guru dan Peserta Didik Pertemuan Pertama

Keterlaksanaan Pertemuan Pertama

Tahapan Jumlah Guru Peserta Didik


Kegiatan Nilai Nilai
Model Observer
Rata- % Ket Rata- % Ket
rata rata
Guru
menyampaikan
Pembukaan permasalahan 3 12,00 80 Baik 10,80 72 Cukup
yang harus
dipecahkan
Siswa diberi
kesempatan
untuk berpikir 3 11,40 76 Baik 10,80 72 Cukup
dan menjawab
permasalahan
Siswa saling
berdiskusi
untuk
meyakinkan
temannya
mengenai
3 11,55 77 Baik 10,05 67 Cukup
jawaban yang
tepat dan
Inti
menuliskan
jawaban hasil
diskusi
kelompok
Guru memberi
umpan balik
dan 3 11,70 78 Baik 11,40 76 Baik
menjelaskan
permasalahan
Guru
menjelaskan Sangat
3 13,05 87 12,00 80 Baik
dari jawaban baik
yang benar

Penutup 3 11,40 76 Baik 10,95 73 Cukup

68
Keterlaksanaan Pertemuan Pertama

Tahapan Jumlah Guru Peserta Didik


Kegiatan Nilai Nilai
Model Observer
Rata- % Ket Rata- % Ket
rata rata
Rata-rata keterlaksanaan (%) 79 73
Interpretasi keterlaksanaan Baik Cukup

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa guru dan peserta didik dapat melaksanakan
pembelajaran hampir secara keseluruhan pada setiap tahapannya. Rata-rata
keterlaksanaan pembelajaran sebesar 79% dari 14 aktivitas guru termasuk ke
dalam kategori baik dan 73% dari 14 aktivitas peserta didik termasuk ke dalam
kategori cukup.

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas persentase keterlaksanaan pembelajaran


p er sen tase k eter lak san aan m eto d e p eer in str u cti o n (% )

pertemuan pertama digambarkan dengan grafik yang dapat dilihat pada Gambar
4.1 berikut ini.
100
90 87
80 76 72 77 78 76 80 76 73
80 72
70 67
60
50
40 Guru
30 Peserta didik
20
10
0
1 2 3 4 5 6
Tahapan Pembelajaran dengan Metode Peer Instruction

Keterangan:
1. Guru menyampaikan permasalahan 4. Guru memberi umpan balik dan
2. Siswa berpikir dan menjawab menjelaskan permasalahan
permasalahan 5. Guru menjelaskan jawaban yang benar
6. Penutup
3. Siswa saling berdiskusi dan menjawab
ulang secara kelompok

Gambar 4.1. Persentase Keterlakasanaan Metode Pembelajaran


Peer Instruction pada Pertemuan Pertama

69
P e rs e n ta s e K e te rla k s a n a a n A k tiv ita s G u ru d a n P e s e rta D id ik
Diagram batang yang menunjukkan bahwa guru dan peserta didik dapat
melaksanakan pembelajaran secara keseluruhan pada setiap tahapannya akan
dibuat selanjutnya. Rata-rata keterlaksanaan pembelajaran sebesar 79% untuk
aktivitas guru dengan kategori baik dan 91,75% untuk aktivitas peserta didik
berkategori cukup.
80% 79%
79%
78%
77%
76%
75%
74% 73%
73%
72%
71%
70%
Aktivitas Guru Aktivitas Peserta Didik

Gambar 4.2. Rata-rata Persentase Aktivitas Guru dan Peserta Didik


Metode Pembelajaran Peer Instruction
pada Pertemuan Pertama

Guru pada pertemuan pertama belum maksimal dalam mengelola waktu


dan menertibkan peserta didik. Salah satu penyebabnya yaitu saat guru
memberikan pertanyaan motivasi dan apersepsi yang memakan waktu yang sangat
lama sehingga waktu pun terbuang banyak yang mengakibatkan pembelajaran di
kelas terkesan terburu-buru sehingga berimbas kepada pemahaman materi yang
didapatkan oleh peserta didik yang terbukti masih kebingungan dalam menjawab
permasalahan dan menuliskan intisari pembelajaran yang sudah dipelajari, tetapi
secara keseluruhan pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran
Peer Instruction terlaksana dengan sangat baik.

2. Pertemuan kedua

70
Pertemuan kedua dilakukan pada hari sabtu, tanggal 19 Januari
2019. Pertemuan ini dihadiri 30 peserta didik, mereka yang berhalangan
hadir dengan alas an beragam, ada yang sakit, dan ada juga yang tanpa
keterangan. Materi yang dibahas pada pertemuan ini adalah jenis-jenis
gaya. Perlakuan yang diterapkan pada pertemuan ini adalah kegiatan
pembelajaran dengan Metode Pembelajaran Peer Instruction, sesuai
dengan tahapan pembelajarannya yaitu:
a. Kegiatan pendahuluan
Guru pada tahap ini membuka pembelajaran dengan
mengucapkan salam, dan mempersilahkan kepada peserta didik untuk
berdoa, serta memeriksa kehadiran peserta didik. Guru menyatakan
pertanyaan apersepsi untuk mengetahui pengetahuan awal peserta
didik dengan memberikan pertanyaan, “di pertemuan sebelumnya kita
sudah mengetahui bahwa yang menyebabkan benda bisa bergerak
karena adanya gaya. Pada saat benda diam adakah gaya yang
bekerja?”. Satu peserta didik mencoba menjawab, “ada, benda bisa
diam karena ada gaya gravitasi”. Kemudian, salah satu peserta didik
menjawab, “yang menyebabkan benda bisa bergerak karena ditarik ”.
Guru melanjutkan pembelajaran dengan memberikan pertanyaan
motivasi untuk memancing rasa ingin tahu peserta didik, “adakah
perbedaan ketika kita mendorong gerobak dilintasan datar dan
menanjak?. Satu orang peserta didik mencoba menjawab pertanyaan
motivasi, walaupun jawabannya masih melenceng dari yang
diharapkan. Dia menjawab, “ada, gerobak akan lebih berat didorong
dilintasan menanjak”. Guru tidak meluruskan jawaban peserta didik
namun guru memberitahukan pernyataan jawaban mereka disimpan
dahulu dan meminta mereka memdiskusikan melalui pengamatan
suatu percobaan demonstrasi yang dilakukan guru. Guru membagikan
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD). Guru setelah itu
memberitahukan tujuan pembelajaran yang harus dicapai pada materi
gaya.

71
b. Kegiatan inti
Guru mendemonstrasikan dua peristiwa, Peristiwa pertama
koin yang diletakan di atas kartu yang menutupi sebuah gelas. Guru
menarik kartu secara cepat, kemudian guru menarik kartu secara
perlahan. Peristiwa kedua, dua buah balok yang massanya berbeda
diikat satu sama lain menggunakan tali. Balok pertama diletakan diatas
meja, balok kedua diletakan menggantung diatas meja. Peserta didik
secara bersama-sama menyimak demonstrasi yang dilakukan guru.
Kemudian guru menginstruksikan semua peserta didik untuk
menganalisis peristiwa yang didemonstrasikan dan menjawab
pertanyaan yang ada pada LKPD secara individu serta menuliskan
persentase keyakinan dari jawaban mereka. Setelah semua peserta
didik menjawab secara individu, guru menginstruksikan peserta didik
untuk saling berdiskusi dan mengargumentasikan hasil jawaban
masing-masing secara berkelompok dengan tiga teman duduk terdekat.
Setelah peserta didik saling berdiskusi dengan kelompoknya masing
masing, peserta didik menuliskan kembali jawaban dalam LKPD.
Guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk
membacakan hasil jawaban kelompok. Perwakilan dari setiap
kelompok membacakan hasil diskusinya, salah satu kelompok
menjawab “dua keadaan koin yang jatuh kedalam gelas ketika kartu
digerakan secara cepat dan koin tetap diam diatas kartu ketika kartu
digerakan secara lambat, merupakan peristiwa dimana koin
mempertahankan posisinya. Balok yang berada diatas meja akan
bergerak tertarik oleh balok yang menggantung hal ini terjadi karena
adanya gaya berat”. Kemudian guru menjelaskan secara singkat
keterkaitan peristiwa yang didemonstrasikan dengan materi yang
sedang dipelajari. “dua peristiwa yang didemonstrasikan menunjukan
bahwa ketika benda diam ataupun bergerak, ada gaya yang bekerja
pada benda. Ketika koin diam diatas kartu ada gaya yang bekerja
pada koin tersebut, ada gaya normal, gaya berat, dan gaya gesek.

72
Dalam demonstrasi kedua pun sama meskipun balok tidak kita beri
dorongan atau tarikan, balok akan bergerak karena ada tarikan dari
gaya berat yang dihasilkan dari balok yang menggantung”. Guru
bertanya kepada peserta didik “kenapa ketika kita mendorong balok
kemudian melepaskannya balok tersebut perlahan akan berhenti
bergerak?”. Ada peserta didik yang menjawab, “karena ada gesekan
antara balok dan lintasan sama seperti ketika mengendarai kendaraan
kemudian kita mengerem gerak kendaraan akan melambat”.
Kemudian guru menjelaskan hubungan antara peristiwa yang dianalisis
dengan materi yang sedang dipelajari “dari dua demonstrasi yang
dilakukan diketahui bahwa dalam benda yang diam ataupun bergerak
ada gaya yang bekerja. Dalam benda yang diam ada gaya normal dan
gaya berat yang saling menghilangkan. Ketika benda yang diikat tali
dan bergerak ada gaya gesek dan gaya tegangan tali dengan arah
yang berbeda”. Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
menyimpulkan secara garis besar apa yang dipelajari hari ini. Salah
satu peserta didik ada yang menuliskan, “dalam benda yang diam ada
gaya yang bekerja yaitu gaya normal dan gaya berat yang besar
gayanya nol karena saling menghilangkan”. Satu orang peserta didik
lain menuliskan, “pada beda diam dan bergerak terdapat beberapa
gaya yang bekerja seperti gaya normal, gaya berat, gaya gesek, gaya
tegangan tali”. Jawaban peserta didik hampir seluruhnya sudah sesuai
dengan harapan guru. Peserta didik diarahkan untuk mengumpulkan
LKPD di depan mejanya masing-masing.
c. Kegiatan penutup
Guru menginstruksikan siswa untuk membaca materi
pengaplikasian hukum newton. Setelah itu, guru menutup
pembelajaran dengan bacaan hamdalah bersama dan salam.
Proses kegiatan pembelajaran pada pertemuan kedua ini
seluruhnya telah diobservasi oleh observer sebanyak tiga orang dari
awal hingga berakhirnya pembelajaran di kelas. Hasil analisis aktivitas

73
guru dan peserta didik pada pertemuan pertama dapat dilihat pada tabel
4.3 berikut ini.
Tabel 4.3. Observasi Aktivitas Guru dan Peserta Didik Pertemuan Kedua

Keterlaksanaan Pertemuan Kedua

Tahapan Jumlah Guru Peserta Didik


Kegiatan Nilai Nilai
Model Observer
Rata- % Ket Rata- % Ket
rata rata
Guru
menyampaikan
Sangat Sangat
Pembukaan permasalahan 3 14,25 95 13,95 93
baik baik
yang harus
dipecahkan
Inti Siswa diberi
kesempatan
Sangat Sangat
untuk berpikir 3 14,70 98 13,80 92
baik baik
dan menjawab
permasalahan
Siswa saling
berdiskusi
untuk
meyakinkan
temannya
mengenai Sangat Sangat
3 14,70 98 12,60 84
jawaban yang baik baik
tepat dan
menuliskan
jawaban hasil
diskusi
kelompok
Guru memberi
umpan balik
Sangat Sangat
dan 3 14,40 96 13,95 93
baik baik
menjelaskan
permasalahan
Guru 3 13,95 93 Sangat 13,95 93 Sangat
menjelaskan baik baik
dari jawaban

74
Keterlaksanaan Pertemuan Kedua

Tahapan Jumlah Guru Peserta Didik


Kegiatan Nilai Nilai
Model Observer
Rata- % Ket Rata- % Ket
rata rata
yang benar
Sangat Sangat
Penutup 3 14,40 96 14,25 95
baik baik
Rata-rata keterlaksanaan (%) 96 92
Interpretasi keterlaksanaan Sangat baik Sangat baik

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa guru dan peserta didik dapat melaksanakan
pembelajaran secara keseluruhan pada setiap tahapannya. Rata-rata
keterlaksanaan pembelajaran sebesar 96% daru 14 aktivitas guru dan 92% dari 14
aktivitas peserta didik dengan demikian aktivitas guru dan peserta didik termasuk
ke dalam kategori sangat baik.
Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, persentase keterlaksanaan pembelajaran
pertemuan kedua digambarkan dengan grafik dapat dilihat pada Gambar 4.3
persentase keterlaksanaan metode pembelajaran Peer Instruction (%)

berikut ini.

100
98 98
96 96
95 95
95
93 93 93 93
92

90

84 Guru
85
Peserta didik

80

75
1 2 3 4 5 6
Tahapan Pembelajaran dengan Metode Peer Instruction

Keterangan:
1. Guru menyampaikan 4. Siswa saling berdiskusi dan menjawab ulang

75
permasalahan secara kelompok
5. Guru menjelaskan jawaban yang benar
2. Siswa berpikir dan 6. Penutup
menjawab permasalahan
3. Siswa saling berdiskusi dan
menjawab ulang secara
kelompok

Gambar 4.3. Persentase Keterlakasanaan Metode Pembelajaran


Peer Instruction pada Pertemuan Kedua

Diagram batang yang menunjukkan bahwa guru dan peserta didik dapat
melaksanakan pembelajaran secara keseluruhan pada setiap tahapannya akan
dibuat selanjutnya. Rata-rata keterlaksanaan pembelajaran sebesar 96% untuk
P e rse n ta se K e te rla k sa n a a n A k tiv ita s G u ru d a n P e se rta D id ik

aktivitas guru dan 92% untuk aktivitas peserta didik dengan demikian aktivitas
guru dan peserta didik termasuk ke dalam kategori sangat baik.
97%
96%
96%

95%

94%

93%
92%
92%

91%

90%
Aktivitas Guru Aktivitas Peserta Didik

Gambar 4.4. Rata-rata Persentase Aktivitas Guru dan Peserta Didik


Metode Pembelajaran Peer Instruction
pada Pertemuan Kedua

Guru pada pertemuan kedua sudah maksimal dalam mengelola dan


melaksanakan setiap tahapan pembelajaran. Guru pada pertemuan ini juga sudah
memperbaiki kekurangan yang terjadi pada pertemuan pertama. Guru juga telah
terhitung baik dalam membimbing peserta didik sehingga pembelajaran di dalam
kelas berlangsung tertib dan berjalan dengan lancar, walaupun pembelajaran di
kelas masih banyak kekurangan salah satunya guru belum mampu secara baik

76
mengelola waktu. Namun secara keseluruhan aktivitas peserta didik dan aktivitas
guru meningkat dibandingkan pada pertemuan sebelumnya dengan kategori
sangat baik. Berbeda dengan pertemuan sebelumnya, guru sudah tidak terlihat
gugup dalam memberikan pembelajaran serta guru juga mampu meningkatkan
keterlaksanaan model dengan cukup signifikan.
3. Pertemuan ketiga
Pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari sabtu tanggal 26 Januari
2019, seluruh peserta didik hadir pada pertemuan ini. Dalam pertemuan
kali ini peserta didik diinstruksikan untuk menerapkan apa yang sudah
dipelajari dipertemuan sebelumnya dan mengerjakan soal yang diperikan
secara berkelompok. Perlakuan yang diterapkan pada pertemuan ini tidak
menggunakan metode Peer Instruction.

B. Laporan dan Pembahasan Penerapan Metode Pembelajaran Peer


Instruction dalam Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik pada
Materi Konsep gaya
1. Analisis tes hasil belajar peserta didik
a. Analisis hasil belajar peserta didik ranah kognitif
Distribusi skor hasil belajar peserta didik ranah kognitif dapat
ditunjukkan dengan membandingkan skor rata-rata tes awal, tes akhir
dan N-gain peserta didik pada materi konsep gaya. Peningkatan hasil
belajar peserta didik ranah kognitif dari data hasil tes awal dan tes
akhir tertera pada Tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4. Skor Tes Awal, Tes Akhir, dan N-Gain
Skor
N-Gain Interpretasi
Tes Awal Tes Akhir
Jumlah 367 1010
0,41 Sedang
Rata-rata 12,23 33,67

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas diperoleh bahwa peningkatan


hasil belajar peserta didik ranah kognitif pada materi konsep gaya

77
melalui penerapan Metode Pembelajaran Peer Instruction termasuk ke
dalam kategori sedang dengan rata-rata nilai N-gain sebesar 0,41
dengan skor rata-rata tes awal 12,23 dan skor rata-rata tes akhir 33,67.
Artinya, secara keseluruhan terdapat peningkatan hasil belajar peserta
didik pada ranah kognitif yang cukup signifikan berdasarkan skor rata-
rata tes awal dan tes akhir yang didapat oleh mereka. Oleh karena itu
peningkatan hasil belajar peserta didik pada ranah kognitif setelah
penerapan Metode Pembelajaran Peer Instruction pada materi konsep
gaya dapat dilihat pada diagram batang berikut.
Peningkatan Hasil Belajar Peserta Didik Ranah Kognitif

40

35 33.67

30

25

20

15
12.23
10

5
0.41
0
Tes awal Tes akhir N-gain

Gambar 4.5. Rata-rata Skor Tes Awal, Tes Akhir, dan N-gain

b. Nilai rata-rata tes awal, tes akhir, dan N-gain untuk setiap indikator
hasil belajar ranah kognitif
Materi konsep gaya terdiri atas 10 indikator pembelajaran
untuk ranah kognitif, diantaranya: (1) mengimplmentasikan contoh
berlakunya hukum Newton I, II, dan III; (2) menerapkan hukum
Newton I pada benda diam dan/atau bergerak dengan laju konstan;
(3)menerapkan hukum Newton II pada benda yang bergerak dengan
percepatan konstan; (4)merumuskan hukum Newton yang bekerja

78
pada peristiwa dalam kehidupan sehari-hari; (5)menerapkan
hubungan gaya, massa, dan percepatan; (6)membedakan gambar gaya
berat, gaya normal, gaya tegang tali, dan gaya penghambat (gesekan);
(7)membandingkan arah gaya yang diberikan terhadap percepatan
suatu benda; (8)menghitung besar gaya berat, gaya normal, dan gaya
tegang tali pada sistem benda; (9)membandingkan arah gaya yang
diberikan terhadap percepatan suatu benda.; (10) menganalisis
hubungan gaya dan percepatan pada sistem benda yang terhubung
tali. Adapun Tabel 4.5 berikut ini memaparkan jumlah nilai rata-rata
tes awal, tes akhir, dan N-gain dari tiap-tiap indikator hasil belajar
ranah kognitif materi konsep gaya yang menggunakan Metode
Pembelajaran Peer Instruction.
Tabel 4.5. Jumlah Skor Tes Awal, Tes Akhir, dan N-Gain
setiap Indikator Hasil Belajar Ranah Kognitif

Jumlah Skor Peserta


Didik
Nomo Interpretas
Indikator Tes Tes
r Soal N- i
Awa Akhi
Gain
l r
membandingkan
arah gaya yang
diberikan terhadap 1 26 67 0,44 Sedang
percepatan suatu
benda
membedakan
gambar gaya berat,
gaya normal, gaya
2 45 70 0,33 Sedang
tegang tali, dan gaya
penghambat
(gesekan)
menganalisis 3 15 41 0,25 Rendah
hubungan gaya dan

79
Jumlah Skor Peserta
Didik
Nomo Interpretas
Indikator Tes Tes
r Soal N- i
Awa Akhi
Gain
l r
percepatan pada
sistem benda yang
terhubung tali
menghitung besar
gaya berat, gaya
normal, dan gaya 4 32 57 0,28 Rendah
tegang tali pada
sistem benda
menerapkan hukum
Newton I pada benda
diam dan/atau 5 30 71 0,46 Sedang
bergerak dengan laju
konstan
menerapkan hukum
Newton II pada
benda yang bergerak 6 30 53 0,26 Rendah
dengan percepatan
konstan

menerapkan
hubungan gaya,
7 24 82 0,60 Sedang
massa, dan
percepatan

merumuskan hukum
Newton yang 8 11 67 0,51 Sedang
bekerja pada

80
Jumlah Skor Peserta
Didik
Nomo Interpretas
Indikator Tes Tes
r Soal N- i
Awa Akhi
Gain
l r
peristiwa dalam
kehidupan sehari-
hari
mengimplmentasika
n contoh berlakunya
9 3 46 0,37 Sedang
hukum Newton I, II,
dan III
membandingkan
arah gaya yang
diberikan terhadap 10 23 60 0,38 Sedang
percepatan suatu
benda
Rata-rata 23,9 61,4 0,39 Sedang

Berdasarkan Tabel 4.5 peningkatan hasil belajar peserta didik


ranah kognitif setiap indikator mengalami peningkatan skor yang
didapat meskipun nilai N-gain yang didapat fluktuatif. Dapat dilihat
indikator menerapkan hubungan gaya, massa, dan percepatan
memiliki nilai N-gain tertinggi yaitu sebesar 0,60 dengan kategori
sedang dan indikator menganalisis hubungan gaya dan percepatan
pada sistem benda yang terhubung tali menjadi nilai N-gain terendah
yaitu sebesar 0,25 dengan kategori rendah. Alasan indikator ketiga,
empat, dan enam mendapatkan nialai N-gain terendah karena pada
pertemuan pertama dan kedua ketika pembelajaran di kelas guru
belum mampu mengatur waktu yang diperlukan atau yang disediakan
secara maksimal sehingga pembelajaran di kelas terkesan terburu-
buru yang berakibat rendahnya nilai N-gain. Untuk indikator lainnya,
dengan nilai N-gain berinterpretasi sedang dapat diartikan bahwa

81
terdapat peningkatan hasil belajar peserta didik pada ranah kognitif
yang cukup signifikan dengan rata-rata peningkatan hasil belajar
ranah kognitif peserta didik adalah 0,39 dengan kategori sedang.
Peningkatan hasil belajar ranah kognitif dapat dilihat pada Gambar
4.6 berikut ini.
Peningkatan Hasil Belajar Ranah Kognitif Setiap Indikator

90

80
Tes awal
70 Tes akhir
60 N-gain

50

40

30

20

10

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Indikator Ranah Kognitif

Keterangan:
2. membedakan gambar gaya berat, gaya
1. membandingkan arah gaya yang diberikan
normal, gaya tegang tali, dan gaya
terhadap percepatan suatu benda
penghambat (gesekan)
3. menganalisis hubungan gaya dan 4. menghitung besar gaya berat, gaya
percepatan pada sistem benda yang normal, dan gaya tegang tali pada sistem
terhubung tali benda
5. menerapkan hukum Newton I pada benda 6. menerapkan hukum Newton II pada benda
diam dan/atau bergerak dengan laju yang bergerak dengan percepatan konstan
konstan
7. menerapkan hubungan gaya, massa, dan 8. merumuskan hukum Newton yang bekerja
percepatan pada peristiwa dalam kehidupan sehari-
hari
9. mengimplmentasikan contoh berlakunya 10. membandingkan arah gaya yang diberikan
hukum Newton I, II, dan III terhadap percepatan suatu benda

82
Gambar 4.6. Peningkatan Hasil Belajar Peserta Didik Ranah Kognitif setiap
Indikator

Persentase jumlah peserta didik yang mengalami peningkatan


hasil belajar berdasarkan nilai N-gain dan dikategorikan berdasarkan
interpretasinya disajikan dalam Tabel 4.6 dan diagram pada Gambar
4.7 berikut.
Tabel 4.6. Persentase Jumlah Peserta Didik setiap Kategori Peningkatan
untuk Ranah Kognitif

Kategori Persentase Jumlah Peserta didik


p e rse n t a se j u m l a h p e se rt a d i d i k p a d a ra n a h k o g n i t i f

Peningkatan
Tinggi 3%
Sedang 77%
Rendah 20%
90%
80% 77%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
20%
10% 3%
0%
Tinggi Sedang Rendah

Gambar 4.7. Gambaran Persentase Jumlah Peserta Didik


setiap Kategori Peningkatan Ranah Kognitif

Sebanyak 35 peserta didik yang mengikuti tes awal dan tes


akhir, terdapat satu peserta didik (3% dari jumlah keseluruhan)
dengan nilai N-gain berinterpretasi tinggi, 27 peserta didik (77% dari
jumlah keseluruhan) dengan nilai N-gain berinterpretasi sedang, dan

83
tujuh peserta didik (20% dari jumlah keseluruhan) dengan nilai N-
gain berinterpretasi rendah.
c. Skor rata-rata tes awal, tes akhir, dan N-gain untuk setiap jenjang
kognitif
Tabel 4.7 dan diagram Gambar 4.8 berikut memaparkan dan
menggambarkan mengenai skor hasil tes awal, tes akhir, dan N-gain
untuk setiap jenjang kognitif, yang dibatasi hanya pada C 3, C4, C5, dan
C6.

Tabel 4.7. Skor Rata-rata Tes Awal, Tes Akhir, dan N-Gain
P e n in g k a ta n H a s il B e la ja r P e s e rta D id ik S e tia p In d ik a to r A s p e k K o g n itif

setiap Jenjang Kognitif

Jenjang Nomor Skor Rata-rata


N-Gain Interpretasi
kognitif Item Tes Awal Tes Akhir
C3 1,5,7 3,63 9,63 0,49 Sedang
C4 2,8,6 3,73 9,23 0,45 Sedang
C5 3,9,10 2,43 7,50 0,37 Sedang
C6 4 2,43 7,30 0,36 Sedang
Rata-rata 3,05 8,42 0,42 Sedang
12
10 9.63 9.23
8 7.5 7.3
6
3.63 3.73 Tes awal
4 2.43 2.43 Tes akhir
2 0.49 0.45 0.37 0.36 N-gain
0
C1 C2 C3 C4
Aspek Kognitif

Keterangan:
1. C3 (mengaplikasikan) 3. C5 (mengevaluasi)
2. C4 (menganalisis) 4. C6 (mencipta)

84
Gambar 4.8. Skor Rata-rata Tes Awal, Tes Akhir, dan N-Gain
setiap Jenjang Kognitif
Berdasarkan Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa nilai N-gain pada
setiap jenjang adalah berinterpretasi sedang, artinya bahwa terdapat
peningkatan hasil belajar peserta didik yang cukup signifikan pada
setiap jenjang kognitif. Nilai N-gain terbesar terdapat pada jenjang
kognitif C3 yaitu sebesar 0,49 dan N-gain terendah terdapat pada
jenjang kognitif C6 yaitu sebesar 0,36. Hal ini sesuai dengan
taksonomi Bloom revisi Krathwohl untuk tingkatan paling mudah
yaitu C3 (mengaplikasikan) sedangkan tingkatan yang cukup sulit
yaitu C6 (mencipta) dengan cara melihat perolehan nilai N-gain.
d. Analisis hasil belajar peserta didik ranah afektif
Materi konsep gaya terdiri atas sebelas indikator pembelajaran
ranah afektif, masing-masing indikator disesuaikan dengan materi
yang diajarkan untuk tiap pertemuannya, selengkapnya dijelaskan
dalam Tabel 4.8 berikut ini.
Tabel 3.18. Jumlah Skor Peserta Didik setiap Indikator Hasil Belajar Ranah
Afektif

Jumlah
Skor
Peserta Rata-
Aspek Indikator Didik rata Interpretasi
Pertemuan (%)
ke (%)
1 2 3
antusias memperhatikan
dengan penuh perhatian
penjelasan materi gaya
74 79 84 79 Baik sekali
dengan menggunakan
metode pembelajaran
Peer Instruction
senang mengikuti 77 79 83 80 Baik sekali

85
Jumlah
Skor
Peserta Rata-
Aspek Indikator Didik rata Interpretasi
Pertemuan (%)
ke (%)
1 2 3
pembelajaran dengan
Receiving menerapkan metode
pembelajaran Peer
Instruction
lebih mudah menjawab
soal-soal pada konsep
gaya setelah diterapkan 73 70 75 73 Baik
metode pembelajaran
Peer Instruction
Responding berusaha mengerjakan
tugas dengan semaksimal
mungkin tanpa
melihat/mencontek
pekerjaan orang lain 73 70 76 73 Baik
pada konsep gaya setelah
diterapkan metode
pembelajaran Peer
Instruction
menulis hal-hal penting
dalam pembelajaran pada
materi gaya setelah
75 81 83 80 Baik sekali
diterapkan metode
pembelajaran Peer
Instruction
ikut berpartisipasi aktif 73 77 81 77 Baik
dalam mendiskusikan

86
Jumlah
Skor
Peserta Rata-
Aspek Indikator Didik rata Interpretasi
Pertemuan (%)
ke (%)
1 2 3
suatu permasalahan
kelompok mengenai
materi/konsep gaya
setelah diterapkannya
metode pembelajaran
Peer Instruction
menginterpretasikan
konsep materi gaya ke
Valuing dalam kehidupan sehari-
76 79 81 79 Baik
hari setelah diterapkan
metode pembelajaran
Peer Instruction
lebih teliti dalam
menyusun segala sesuatu
yang berkaitan dengan
diskusi kelompok dengan
cara selalu
75 77 74 75 Baik
membandingkannya
dengan teori yang ada
Organization setelah diterapkan
metode pembelajaran
Peer Instruction
Setelah diterapkannya
metode pembelajaran
74 73 74 74 Baik
Peer Instruction peserta
didik selalu

87
Jumlah
Skor
Peserta Rata-
Aspek Indikator Didik rata Interpretasi
Pertemuan (%)
ke (%)
1 2 3
membandingkan antara
hasil diskusi dengan teori
yang ada
berhati-hati dalam
mempertimbangkan
suatu persoalan/masalah
gaya setelah 72 76 81 76 Baik
diterapkannya metode
pembelajaran Peer
Instruction
menunjukkan sikap
senang terhadap mata
Characterizatio
pelajaran fisika yang
n
diberikan setelah 71 76 77 75 Baik
diterapkannya metode
pembelajaran Peer
Instruction
Rata-rata 74 76 79 76 Baik

Berdasarkan Tabel 4.8 peningkatan hasil belajar peserta didik


ranah afektif setiap indikator mengalami peningkatan skor yang
didapat pada setiap pertemuannya. Pada indikator senang mengikuti
pembelajaran dan menulis hal-hal penting memperoleh nilai rata-rata
tertinggi yaitu sebesar 80% dengan kategori baik sekali. Sedangkan
indikator mudah menjawab soal menjadi nilai terendah dibandingkan
dengan indikator lain yaitu sebesar 73% dengan kategori baik. Hal ini

88
disebabkan oleh kemampuan operasi matematika peserta didik yang
masih kurang dan hanya segelintir peserta didik yang sudah mahir
dalam perhitungan matematika sehingga nilai rata-rata yang didapat
pun menjadi rendah. Namun, jika dilihat secara keseluruhan rata-rata
peningkatan hasil belajar ranah afektif peserta didik adalah 76%
dengan kategori baik. Peningkatan hasil belajar peserta didik ranah
Persentase Peningkatan Hasil Belajar Peserta Didik Ranah Afektif

afektif dapat dilihat pada Gambar 4.9 berikut ini.


90%

85%

80%

75% Pertemuan 1
Pertemuan 2
70% Pertemuan 3
Rata-rata
65%

60%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Indikator Ranah Afektif

Keterangan:
1. Antusias memperhatikan 6. Menginterpretasikan konsep
2. Senang mengikuti pembelajaran 7. Teliti dalam menyusun berkaitan diskusi kelompok
menggunakan metode PI 8. Membandingkan hasil diskusi
3. Berusaha mengerjakan tugas 9. Hati-hati dalam mempertimbangkan
4. Menulis hal-hal penting 10. Menunjukkan sikap senang
5. Partisipasi aktif dalam kegiatan
diskusi
Gambar 4.9. Gambaran Peningkatan Hasil Belajar Peserta Didik
Ranah Afektif

Distribusi skor hasil belajar peserta didik ranah afektif dapat


ditunjukkan dengan membandingkan nilai peserta didik pada materi
konsep gaya setiap pertemuannya. Peningkatan hasil belajar peserta

89
didik ranah afektif dari data pertemuan pertama hingga pertemuan
ketiga tercantum pada Tabel 3.19 berikut.
Tabel 4.9. Rata-rata Nilai Peserta Didik Ranah Afektif
setiap Pertemuan

Rata
Interpretas
Aspek Afektif -rata
Pertemua i
(%)
n
Penerimaa Perespona Penilaia Pengorganisasia Karakteristi
n (%) n (%) n (%) n (%) k (%)
1 74 74 76 75 71 74 Baik

2 76 76 79 75 76 76 Baik

3 81 80 81 74 79 79 Baik

Rata-rata 77 77 79 75 75 76 Baik

Berdasarkan Tabel 4.9 di atas diperoleh bahwa peningkatan


hasil belajar peserta didik ranah afektif pada materi konsep gaya
P e rs e n ta s e P e n in g k a ta n H a s il B e la ja r P e s e rta D id ik R a n a h A fe k tif s e tia p P e rte m u a n

melalui penerapan Metode Pembelajaran Peer Instruction termasuk


ke dalam kategori baik dengan rata-rata nilai sebesar 76%. Artinya,
secara keseluruhan terdapat peningkatan hasil belajar peserta didik
pada ranah afektif yang cukup signifikan berdasarkan skor rata-rata
tiap pertemuan yang didapat oleh mereka. Oleh karena itu
peningkatan hasil belajar peserta didik pada ranah afektif setelah
penerapan Metode Pembelajaran Peer Instruction pada materi konsep
gaya dapat dilihat pada diagram batang berikut.
80%
79%
79%
78%
77% 76% 76%
76%
75%
74%
74%
73%
72%
71%
Pertemuan Pertemuan kedua Pertemuan ketiga Rata-rata
pertama

90
Gambar 4.10. Gambaran Rata-rata Nilai Peserta Didik Ranah Afektif
setiap Pertemuan
Berdasarkan Gambar 4.10 menunjukkan bahwa sikap peserta
didik terhadap pembelajaran fisika menggunakan Metode
Pembelajaran Peer Instruction pada materi konsep gaya setiap
pertemuannya meningkat. Dapat dilihat pada pertemuan pertama
meraih nilai persentase terendah dibandingkan pada pertemuan kedua
dan ketiga yang mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena
peserta didik masih kebingungan dalam memahami langkah-langkah
dari metode pembelajaran dan solusi yang dapat diajukan guru
sebaiknya sebelum menerapkan suatu metode pembelajaran
diharuskan mengadakan suatu pertemuan untuk membahas secara
menyeluruh tahap-tahap yang terdapat dalam metode pembelajaran
itu. Walupun demikian secara keseluruhan Metode Pembelajaran Peer
Instruction telah mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik
pada ranah afektif dengan kategori baik.
Persentase jumlah peserta didik yang mengalami peningkatan
hasil belajar ranah afektif berdasarkan nilai rata-rata yang didapat
pada setiap pertemuan dan dikategorikan berdasarkan interpretasinya
disajikan dalam Tabel 4.10 dan diagram pada Gambar 4.11 berikut
ini.
Tabel 4.10. Persentase Jumlah Peserta Didik setiap Kategori Peningkatan
untuk Ranah Afektif

Kategori Persentase Jumlah Peserta Didik


Peningkatan
Baik sekali 36,67%
Baik 56,7%
Cukup 6,67%
Kurang 0%
Kurang sekali 0%

91
Persen tase Ju m lah Peserta Did ik R an ah Afek tif
60% 57%

50%
40% 37%

30%
20%

10% 6%
0% 0%
0%
Baik sekali Baik Cukup Kurang Kurang
sekali

Gambar 4.11. Gambaran Persentase Jumlah Peserta Didik


setiap Kategori Peningkatan Ranah Afektif
Sebanyak 35 peserta didik yang diberikan penilain ranah
afektif pada tiap pertemuannya, terdapat 13 peserta didik (37% dari
jumlah keseluruhan) dengan nilai rata-rata tiap pertemuan
berinterpretasi baik sekali, 20 peserta didik (57% dari jumlah
keseluruhan) dengan nilai rata-rata tiap pertemuan berinterpretasi
baik, dan dua peserta didik (6% dari jumlah keseluruhan) dengan nilai
rata-rata tiap pertemuan berinterpretasi cukup, dan tidak ada peserta
didik dengan nilai rata-rata tiap pertemuan berinterpretasi kurang atau
kurang sekali.

e. Analisis hasil belajar peserta didik ranah psikomotor


Materi konsep gaya terdiri atas lima indikator pembelajaran
ranah psikomotor, masing-masing indikator disesuaikan dengan
materi yang diajarkan untuk tiap pertemuannya, selengkapnya
dijelaskan dalam Tabel 4.11 berikut ini.

92
Tabel 4.11. Jumlah Skor Peserta Didik setiap Indikator Hasil Belajar Ranah
Psikomotor

Jumlah Skor
Peserta Didik Rata-
Indikator Pertemuan ke rata Interpretasi
(%) (%)
1 2 3
Peserta didik mengikuti instruksi
cara mengisi lembar kerja peserta
didik pada kegiatan diskusi 57 66 79 67 Baik
pemecahan masalah mengenai gaya
dengan benar
Peserta didik melakukan diskusi
pemecahan masalah mengenai gaya
57 72 79 69 Baik
berdasarkan diskusi pemecahan
masalah dengan benar
Peserta didik memperlihatkan
keahlian dalam diskusi pemecahan
masalah berdasarkan petunjuk 65 68 81 71 Baik
diskusi pemecahan masalah
mengenai gaya dengan benar
Peserta didik mengaitkan hasil
diskusi pemecahan masalah gaya
62 71 80 71 Baik
berdasarkan teori yang ada dengan
tepat
Peserta didik merancang hasil
diskusi pemecahan masalah ke
dalam laporan diskusi pemecahan 66 81 82 76 Baik
masalah dengan jelas, tepat, dan
sistematis
Rata-rata 61 71 80 71 Baik
Berdasarkan Tabel 4.11 peningkatan hasil belajar peserta
didik ranah psikomotor setiap indikator mengalami peningkatan skor

93
yang didapat pada setiap pertemuannya. Pada indikator mampu
merancang hasil diskusi ke dalam laporan diskusi memperoleh nilai
rata-rata tertinggi yaitu sebesar 76% dengan kategori baik. Sedangkan
indikator dapat melakukan kegiatan diskusi memperoleh nilai rata-
rata terendah yaitu sebesar 69% dengan kategori baik. Hal ini
disebabkan pada pertemuan pertama peserta didik masih kesulitan
dalam melakukan pemecahan masalah sehingga nilai psikomotornya
pun sangat kecil yang berimbas pada nilai rata-rata. Namun, jika
P e rs e n t a s e P e n i n g k a t a n H a s i l B e l a j a r P e s e rt a D i d i k R a n a h P s i k o m o t o r (% )

dilihat secara keseluruhan rata-rata peningkatan hasil belajar ranah


psikomotor peserta didik adalah 71% dengan kategori baik.
Peningkatan hasil belajar peserta didik ranah psikomotor dapat dilihat
pada Gambar 4.12 berikut ini.
90
79 79 81 80 8182
80 76
72 69 71 71 71
70 66 67 68 66
65 62
60 57 57
50
Pertemuan 1
40
Pertemuan 2
30 Pertemuan 3
20 Rata-rata
10
0
1 2 3 4 5
Indikator Psikomotor

Keterangan:
1. Peserta didik mengikuti instruksi 2. Peserta didik melakukan diskusi
cara mengisi lembar kerja peserta pemecahan masalah mengenai gaya
didik pada kegiatan diskusi berdasarkan diskusi pemecahan masalah
pemecahan masalah mengenai gaya dengan benar
dengan benar
3. Peserta didik memperlihatkan 4. Peserta didik mengaitkan hasil diskusi
keahlian dalam diskusi pemecahan pemecahan masalah gaya berdasarkan
masalah berdasarkan petunjuk teori yang ada dengan tepat
diskusi pemecahan masalah
mengenai gaya dengan benar
5. Peserta didik merancang hasil
diskusi pemecahan masalah ke

94
dalam laporan diskusi pemecahan
masalah dengan jelas, tepat, dan
sistematis

Gambar 4.12. Gambaran Peningkatan Hasil Belajar Peserta Didik


Ranah Psikomotor

Distribusi skor hasil belajar peserta didik ranah psikomotor


dapat ditunjukkan dengan membandingkan nilai peserta didik pada
materi konsep gaya setiap pertemuannya. Peningkatan hasil belajar
peserta didik ranah afektif dari data pertemuan pertama hingga
pertemuan ketiga tercantum pada Tabel 3.22 berikut.

Tabel 4.12. Rata-rata Nilai Peserta Didik Ranah Psikomotor


setiap Pertemuan

Rata-rata
Aspek Psikomotor Interpretasi
(%)
Pertemuan
Imitasi Manipulasi Presisi Artikulasi Naturalisasi

(%) (%) (%) (%) (%)

1 57 57 65 62 66 61 Cukup

2 66 72 68 71 81 71 Baik

3 79 79 81 80 82 80 Baik sekali

Rata-rata 67 69 71 71 76 71 Baik

Berdasarkan Tabel 4.12 di atas diperoleh bahwa peningkatan


hasil belajar peserta didik ranah psikomotor pada materi konsep gaya
melalui penerapan Metode Pembelajaran Peer Instruction termasuk
ke dalam kategori baik dengan rata-rata nilai sebesar 71%. Artinya,
secara keseluruhan terdapat peningkatan hasil belajar peserta didik
pada ranah psikomotor yang cukup signifikan berdasarkan skor rata-
rata tiap pertemuan yang didapat oleh mereka. Oleh karena itu

95
P e rs e n ta s e P e n in g k a ta n H a s il B e la ja r R a n a h P s ik o m o to r P e s e rta D id ik s e tia p P e rte m u a
peningkatan hasil belajar peserta didik pada ranah psikomotor setelah
penerapan Metode Pembelajaran Peer Instruction pada materi konsep
gaya dapat dilihat pada diagram batang berikut.
90%
80%
80%
71% 71%
70%
61%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Pertemuan Pertemuan Pertemuan Rata-rata
pertama kedua ketiga

Gamb
ar 4.13. Rata-rata Nilai Peserta Didik Ranah Psikomotor
setiap Pertemuan
Berdasarkan Gambar 4.13 menunjukkan bahwa keterampilan
peserta didik dalam melaksanakan suatu kegiatan diskusi kelompok
dalam pembelajaran fisika menggunakan Metode Pembelajaran Peer
Instruction pada materi konsep gaya setiap pertemuannya meningkat.
Dapat dilihat pada pertemuan pertama meraih nilai persentase
terendah dibandingkan pada pertemuan kedua dan ketiga yang mana
telah mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena peserta didik
masih kebingungan dalam tahapan pemecahan masalah dari suatu
peristiwa dan solusi yang dapat diajukan guru sebaiknya sebelum
menerapkan suatu metode pembelajaran diharuskan mengadakan
suatu pertemuan untuk membahas secara menyeluruh tahap-tahap
yang terdapat dalam metode pembelajaran itu. Walaupun demikian
secara keseluruhan Metode Pembelajaran Peer Instruction telah
mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik pada ranah
psikomotor dengan kategori baik.
Persentase jumlah peserta didik yang mengalami peningkatan
hasil belajar ranah psikomotor berdasarkan nilai rata-rata yang

96
didapat pada setiap pertemuan dan dikategorikan berdasarkan
interpretasinya disajikan dalam Tabel 4.13 dan diagram pada Gambar
4.14 berikut ini.
Tabel 4.13. Persentase Jumlah Peserta Didik setiap Kategori Peningkatan
untuk Ranah Psikomotor

Kategori Persentase Jumlah Peserta Didik


Peningkatan
Baik sekali 17%
Baik 70%
Cukup 10%
Persen tase Ju m lah Peserta Did ik R an ah Psik o m o to r

Kurang 3%
Kurang sekali 0%
80%
70%
70%
60%
50%
40%
30%
20% 17%
10%
10% 3% 0%
0%
Baik sekali Baik Cukup Kurang Kurang
sekali

Gambar 4.14. Gambaran Persentase Jumlah Peserta Didik


pada Setiap Kategori Peningkatan Ranah Psikomotor

Sebanyak 35 peserta didik yang diberikan penilain ranah


psikomotor oleh seorang observer pada tiap pertemuannya, terdapat
enam peserta didik (17% dari jumlah keseluruhan) dengan nilai rata-
rata tiap pertemuan berinterpretasi baik sekali, 25 peserta didik (70%
dari jumlah keseluruhan) dengan nilai rata-rata tiap pertemuan
berinterpretasi baik, tiga peserta didik (10% dari jumlah keseluruhan)
dengan nilai rata-rata tiap pertemuan berinterpretasi cukup, satu
peserta didik (3% dari jumlah keseluruhan) dengan nilai rata-rata tiap

97
pertemuan berinterpretasi kurang, dan tidak ada peserta didik dengan
interpretasi kurang sekali.

2. Uji normalitas tes awal dan tes akhir


Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data hasil
belajar peserta didik pada saat tes awal dan tes akhir terdistribusi dengan
normal atau tidak. Uji normalitas ini sangat penting untuk menentukan
jenis pengujian apa yang harus diterapkan pada data saat akan menguji
hipotesis.
Berdasarkan rekapitulasi hasil uji normalitas dengan
menggunakan microsoft excel dapat dilihat pada Tabel 4.14 berikut ini.
Tabel 4.14. Hasil Uji Normalitas Tes Awal dan Tes Akhir

Hasil Uji Normalitas


Data 2 Interpretasi
χhitung χ 2tabel
Tes awal 10 11,07 Normal
Tes akhir 10,9 11,07 Normal
Taraf signifikansi α =5 %
Berdasarkan Tabel 3.24 tersebut hasil χ 2hitung < χ 2tabel (10 < 11,07)

pada tes awal dan hasil χ 2hitung < χ 2tabel (10,9 < 11,07) pada tes akhir. Dapat
disimpulkan bahwa kedua data yang diuji terdistribusi secara normal,
maka pengujian hipotesis yang akan dilakukan menggunakan uji t (t test).
3. Uji hipotesis
Pengujian hipotesis menggunakan uji t karena kedua data
terdistribusi secara normal. Berdasarkan rekapitulasi hasil uji t dengan
menggunakan microsoft excel dapat dilihat pada Tabel 4.15 berikut ini.

Tabel 4.15. Uji Hipotesis Menggunakan t Test

Besaran Nilai
Md 21,43
Σ d2 15439

98
Besaran Nilai
( Σ d )2 413449
N 30
n-1 29
n(n-1) 870
thitung 15,529
ttabel 2,042
Hasil thitung > ttabel
Keteranga H0 ditolak Ha diterima
n
Terdapat peningkatan hasil belajar
Interpretasi peserta didik pada materi konsep
gaya
Taraf signifikansi α =5 %
Berdasarkan hasil uji hipotesis (uji t menggunakan microsoft
excel) pada Tabel 3.25 nilai thitung yang diperoleh adalah 15,53 pada taraf
signifikansi 0,05 besarnya nilai ttabel adalah 2,042 sehingga thitung > ttabel
karena itu H0 ditolak sedangkan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa
penerapan Metode Pembelajaran Peer Instruction dapat meningkatkan
hasil belajar peserta didik pada materi konsep gaya di kelas X MIA 1
MAN 2 Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya.

C. Temuan dan Pembahasan


Bagian ini membahas mengenai observasi keterlaksanaan aktivitas
guru dan peserta didik selama pembelajaran dengan menggunakan Metode
Pembelajaran Peer Instruction dan juga peningkatan hasil belajar peserta
didik pada materi konsep gaya berdasarkan hasil analisis yang telah
dilakukan pada bagian sebelumnya.
1. Keterlaksanaan metode pembelajaran Peer Instruction

99
Data hasil pengamatan aktivitas guru dan peserta didik
menunjukkan bahwa pada pertemuan pertama sebagian besar peserta
didik masih pasif dalam melakukan pembelajaran serta belum sesuai
yang diharapkan, masih banyak peserta didik yang masih terlihat
kurang percaya diri untuk bertanya, mengungkapkan pendapat, dan
menjawab pertanyaan. Aktivitas guru pada pertemuan ini berkategori
sangat baik dan aktivitas peserta didik berkategori sangat baik. Situasi
pembelajaran pada pertemuan pertama masih terlihat seperti
pembelajaran pada umumnya yang masih berpusat pada guru. Guru
pada pertemuan pertama ini masih belum dapat memanfaatkan waktu
dengan baik sehingga pembelajaran di kelas terkesan terburu-buru,
ditambah peserta didik masih kebingungan dalam memahami tahapan
metode pembelajaran yang diberikan hal ini disebabkan karena belum
terbiasanya peserta didik menggunakan metode pembelajaran ini serta
guru juga belum mampu mengenali karakter masing-masing peserta
didik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Praptiwi (2012: 93) bahwa
kendala dalam penelitian menggunakan metode peer instruction adalah
waktu pelaksanaan yang cenderung kurang sehingga membuat
pembelajaran terkesan terburu-buru.
Aktivitas guru dan peserta didik mengalami peningkatan pada
pertemuan kedua. Peserta didik sudah dapat mengikuti pembelajaran
dengan lebih aktif, mau menjawab pertanyaan, memberikan tanggapan,
serta mengajukan pertanyaan. Terlihat pula sudah tidak terlalu
kesulitan dalam memahami dan mengikuti pembelajaran menggunakan
Metode Pembelajaran Peer Instruction. Guru sudah maksimal dalam
mengelola pembelajaran dan telah memperbaiki kekurangannya pada
pertemuan pertama salah satunya pada saat pemberian penguatan
materi yang sudah cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas
yang dilakukan oleh guru sudah maksimal yang berakibat pada
terjadinya peningkatan aktivitas pada peserta didik dibandingkan
dengan pertemuan pertama. Guru pada pertemuan ini sudah lebih baik

100
dalam mengelola waktu dibandingkan dengan pertemuan pertama,
walaupun pada pertemuan ini waktu yang terpakai lebih lima menit
dari waktu yang ditetapkan oleh sekolah.
Aktivitas guru pada pertemuan ketiga menunjukkan
peningkatan baik pada peserta didik maupun guru, guru pada
pertemuan ini telah menunjukkan perannya sebagai fasilitator dan
pembelajaran di kelas sudah tidak terlihat bahwa guru adalah sumber
utama hal ini disebabkan karena peserta didik telah terlibat secara aktif
dalam pembelajaran di kelas. Guru pada pertemuan ini juga sudah
mampu dengan baik mengelola waktu dan membimbing peserta didik
dalam pebelajaran di kelas sehingga pembelajaran di kelas terlaksana
dengan baik.
Penerapan Metode Pembelajaran Peer Instruction berpengaruh
dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik. Metode ini menuntut
peserta didik untuk aktif terlibat dalam pembelajaran serta dalam
menemukan konsepnya sendiri dengan cara-cara berdiskusi. Açisli
(2011: 2461) menyatakan bahwa peserta didik dapat menemukan dan
belajar mengenai konsep utama dari rangkaian pelajaran secara
mandiri melalui proses pertanyaan, mencari, menggunakan
pengetahuan awal, menghubungkan dengan kejadian sehari-hari, dan
menguji melalui kegiatan eksperimen dalam metode pembelajaran 5E.
Tahapan-tahapan dalam Metode Pembelajaran Peer Instruction
pada tiga pertemuan sebagian besar selalu menunjukkan persentase
perolehan yang sangat baik, kecuali aktivitas guru maupun peserta
didik pada tahap pemecahan masalah masih memperoleh persentase
nilai keterlaksanaan yang rendah. Hal ini disebabkan karena peserta
didik atau pun guru masih belum terbiasa dan masih belum menguasai
materi dengan baik pada penerapan Metode Pembelajaran Peer
Instruction. Aktivitas guru dan peserta didik yang tertinggi pada tahap
menganalisis. Hal ini disebabkan guru sudah cukup terampil dalam
memberikan pertanyaan, sedangkan peserta didik lebih terlihat antusias

101
pada saat diberikan pertanyaan yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari. Pada tahap menganalisis peserta didik dituntut untuk
mengaitkan pengetahuan awal mereka dengan kehidupan sehari-hari
yang sudah mereka alami. Eisenkraft (2003: 57) menyatakan bahwa
tahap engage pada komponen model 5E adalah dikhususkan untuk
menarik perhatian, memberikan peluang peserta didik untuk berpikir,
mengembangkan pertanyaan, menstimulasi untuk berpikir, dan
menghubungkan pengetahuan awal peserta didik.
Nilai rata-rata LKPD untuk setiap indikator yang teramati
menunjukkan bahwa indikator melakukan perhitungan memperoleh
nilai rata-rata terendah, penyebabnya peserta didik kesulitan dalam
mengaplikasikan rumus untuk menghitung data karena sebagian dari
mereka masih lemah dalam kemampuan menghitung operasi
matematika. Indikator membuat data pengamatan menjadi yang
tertinggi karena memang indikator ini paling mudah meskipun ada
beberapa kelompok yang masih kesulitan dalam membuat data
pengamatan. Dengan adanya LKPD dalam proses pembelajaran
membantu guru dalam menilai keterampilan peserta didik. Selain itu,
LKPD ini membantu peserta didik dalam mengikuti Metode
Pembelajaran Peer Instruction serta membantu peserta didik untuk
membuktikan jawaban awal mereka. Supardi pun menyatakan dalam
jurnalnya (2013: 63) bahwa untuk mencapai tujuan yang diharapkan
dalam proses pembelajaran fisika, peserta didik dapat berperan aktif
dalam kegiatan pembelajaran yang disajikan guru dalam bentuk LKPD
yang mencerminkan keterampilan peserta didik.
Kendala yang dialami pada saat pembelajaran dengan
menggunakan Metode Pembelajaran Peer Instruction ini adalah
masalah waktu yang belum bisa dialokasikan dengan baik,
kemampuan guru dalam mengelola kelas. Keadaan tersebut disebabkan
karena peserta didik belum memahami langkah-langkah Metode
Pembelajaran Peer Instruction dengan jelas. Sebelum memulai

102
pembelajaran lebih baik diberikan penjelasan kepada peserta didik
mengenai langkah-langkah pada Metode Pembelajaran Peer
Instruction, sehingga proses pembelajaran akan berjalan sesuai yang
diharapkan.
2. Peningkatan hasil belajar peserta didik
Berdasarkan hasil analisis data tes awal hasil belajar,
kemampuan awal peserta didik sebelum diberikan perlakuan
menunjukkan hasil yang sangat kurang. Setelah dilakukan
pembelajaran menggunakan Metode Pembelajaran Peer Instruction,
selanjutnya diberikan tes akhir untuk mengukur hasil belajar peserta
didik. Kemudian dilakukan analisis terhadap N-gain sesuai dengan
hasil tes awal dan tes akhir yang diperoleh peserta didik. Hasil analisis
data tersebut, kategori N-gain menunjukkan bahwa hasil belajar
peserta didik ranah kognitif pada materi konsep gaya menjadi lebih
baik stelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan Metode
Pembelajaran Peer Instruction. Nilai N-gain secara keseluruhan yaitu
sebesar 0,39 dengan kategori sedang. Jika dilihat per indikator hasil
belajar, tidak terlihat nilai N-gain yang diperoleh berkategori tinggi,
hampir rata-rata per indikator hasil belajar berkategori sedang. Hal ini
disebabkan karena nilai tes awal setiap peserta didik mendapat nilai
yang sangat kecil, walaupun pada tes akhir setiap peserta didik
mengalami peningkatan yang cukup signifikan hal ini tidak terlalu
berpengaruh terhadap N-gain yang didapatkan.
Peningkatan hasil belajar setiap kategori kognitif yang dibatasi
pada C3, C4, C5, dan C6. Semua kategori kognitif hasil perhitungan data
tes awal dan tes akhir menunjukkan hasil yang cukup baik yaitu
diinterpretasikan sedang. Dengan nilai N-gain terendah pada aspek C6
yaitu sebesar 0,36 dikategorikan sedang. Hal ini disebabkan karena
soal-soal yang mengandung aspek C6 yang memiliki tingkat kesulitan
yang cukup tinggi, peserta didik juga masih kesulitan dalam
menganalisis soal dengan baik. Nilai N-gain tertinggi pada aspek C3

103
yaitu sebesar 0,49 dengan kategori sedang, hal ini disebabkan karena
soal-soal yang mengandung aspek C3 memiliki tingkat kesulitan yang
mudah dibandingkan dengan aspek lainnya, sehingga peserta didik
dapat dengan mudah menjawab soal-soal yang mengandung aspek C3.
Hal ini sesuai dengan tingkatan kognitif yang dikemukakan oleh
Krathwohl (2002: 215) bahwa aspek C3 merupakan aspek lebih mudah
dan aspek C6 merupakan aspek yang paling sulit.
Peningkatan hasil belajar setiap indikator ranah kognitif
menunjukkan bahwa nilai N-gain tertinggi diperoleh pada indikator
menerapkan hubungan gaya, massa, dan percepatan yaitu sebesar 0,60
dengan kategori sedang. Untuk indikator menganalisis hubungan gaya
dan percepatan pada sistem benda yang terhubung tali
memperoleh nilai N-gain terendah yaitu sebesar 0,25 dengan
kategori rendah. Hal ini disebabkan karena soal yang diberikan adalah
soal hitungan yang mana rata-rata peserta didik masih kesulitan dalam
pengoperasian matematika. Untuk mencegahnya ada baiknya guru
memberikan latihan-latihan soal serta memberikan pengulangan materi
pada pertemuan sebelumnya.
Peningkatan hasil belajar pada ranah afektif pun pada setiap
pertemuannya mengalami peningkatan walau tidak terlalu signifikan.
Pada indikator senang mengikuti pembelajaran menggunakan Metode
Pembelajaran Peer Instruction dan menulis hal-hal penting
memperoleh nilai rata-rata tertinggi. Hal ini disebabkan karena peserta
didik memberikan respon yang positif terhadap Metode Pembelajaran
Peer Instruction ini. Sedangkan indikator mudah menjawab soal-soal
fisika menjadi yang terendah. Hal ini disebabkan karena sebagian
peserta didik masih kurang dalam pemahaman pengoperasian
matematika.
Peningkatan hasil belajar ranah psikomotor pada setiap
pertemuannya mengalami peningkatan. Pada indikator mampu
merancang hasil diskusi kelompok ke dalam laporan diskusi

104
pemecahan masalah memiliki nilai rata-rata tertinggi. Hal ini
disebabkan karena peserta didik cukup kreatif dalam membuat laporan
diskusi pemecahan masalah untuk dipresentasikan di depan kelas.
Untuk indikator dapat mengikuti instruksi cara mengisi laporan diskusi
pemecahan masalah memiliki nilai rata-rata terendah. Hal ini
disebabkan karena peserta didik belum terbiasa mengikuti petunjuk
yang ada pada LKPD dalam proses pembelajaran. Praptiwi (2012: 93)
menyatakan bahwa dalam penelitian menggunakan metode peer
instruction mendapat kendala yaitu beberapa peserta didik masih sulit
untuk penyesuaian terhadap metode pembelajaran yang baru
diterapkan.
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya
peningkatan hasil belajar setelah diterapkannya Metode Pembelajaran
Peer Instruction. Pada pengujian ini tipe uji hipotesis yang digunakan
adalah t-Test: Paired Two Sample for Means dengan taraf signifikasnsi
5% dan memberikan hasil yaitu thitung (15,529) > ttabel (2,042) sehingga
H0 ditolak dan Ha diterima. Berdasarkan hasil uji hipotesis dapat
disimpulkan bahwa penerapan Metode Pembelajaran Peer Instruction
dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada materi konsep
gaya kelas X MIA 1 di MAN 2 Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya.
Penggunaan Metode Pembelajaran Peer Instruction berhubungan
dengan salah satu teori belajar yaitu teori konstruktivisme. Salah satu
gagasan konstruktivisme menyebutkan peserta didik mengkonstruksi
sendiri skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur dalam
membangun pengetahuan, sehingga setiap individu akan memiliki,
skema kognitif, kategori, kosep, dan struktur yang berbeda. Dalam hal
ini proses abstraksi dan refleksi seseorang akan sangat berpengaruh
dalam konstruksi pengetahuan (Rumate, 2005: 6). Dalam proses
mengkonstruksi tersebut peserta didik dituntut untuk dapat
membangun pengetahuannya sendiri dengan membuat hipotesis yang
kemudian hipotesis tersebut diuji melalui hasil pengamatan. Inilah

105
yang menyebabkan hasil belajar peserta didik mengalami peningkatan
setelah diterapkannya Metode Pembelajaran Peer Instruction.

106
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan pengolahan dan analisis data terhadap hasil penelitian
yang telah dilaksanakan di MAN 2 Tasikmalaya mengenai metode
pembelajaran Peer Instruction untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada
konsep gaya diperoleh kesimpulan:
1. Berdasarkan hasil analisis lembar observasi keterlaksanaan aktivitas
guru dan siswa dengan menggunakan metode pembelajaran Peer
Instruction di kelas X MIA 1 MAN 2 Tasikmalaya terlaksana dengan
rata-rata tiap pertemuan dari jumlah keseluruhan 24 aktivitas guru dan
aktivitas siswa dengan kategori sangat baik. Rata-rata nilai LKPD
siswa pada setiap pertemuannya berkategori baik.
2. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
penerapan metode pembelajaran Peer Instruction terhadap peningkatan
hasil belajar siswa kelas X MIA 1 MAN Tasikmalaya konsep gaya
yang cukup signifikan. Besarnya peningkatan hasil belajar siswa
ditunjukkan oleh indeks normal gain termasuk ke dalam kategori
sedang. Peningkatan hasil belajar ranah afektif ditunjukkan oleh
penilaian angket yang diberikan kepada siswa dengan rata-rata setiap
pertemuan dengan kategori baik. Peningkatan hasil belajar ranah
psikomotor ditunjukkan oleh rata-rata penilaian hasil pengamatan dua
orang observer setiap pertemuan terhadap siswa dengan kategori baik.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan data, pembahasan lanjutan
serta kesimpulan yang telah dilakukan di atas, maka diajukan saran-saran
yang dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya, yaitu sebagai
berikut:
1. Untuk memaksimalkan pelaksanaan penerapan metode pembelajaran
Peer Instruction, pengelolaan alokasi waktu menjadi poin terpenting

108
mengingat banyak tahapan yang memerlukan penggunaan waktu yang
cukup banyak, menganalisis dan mengevaluasi pada penelitian ini
menjadi yang terendah maka untuk mencegahnya, guru harus mampu
menjelaskan teori yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari
sehingga konsep yang didapatkan oleh siswa menjadi lebih mudah
dipakai. Guru harus pandai dalam mengelola kelas dan waktu
pembelajaran, hal ini bertujuan agar pembelajaran tidak terkesan
terburu-buru agar pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan.
2. Untuk mencegah adanya siswa yang merasa kesulitan atau
kebingungan dalam memahami dan melaksanakan langkah-langkah
metode pembelajaran Peer Instruction serta dalam mengisi LKPD,
guru ada baiknya mengadakan pertemuan khusus sebelum pelaksanaan
pembelajaran bersama siswa untuk membahas langkah-langkah dalam
metode pembelajaran Peer Instruction dan petunjuk pengisian LKPD.
Indikator pada ranah kognitif yaitu pada jenjang C4 (menganalisis)
menjadi yang terendah, untuk ranah afektif indikator terendah
diperoleh pada mudah menjawab soal, sedangkan ranah psikomotor
indikator dapat mengikuti pembelajaran memperoleh kategori rendah.
Maka untuk mencegahnya dari ketiga ranah tersebut, guru harus
mampu memberikan pengalaman-pengalaman konkret yang sesuai
dengan kehidupan sehari-hari yang dihubungkan dengan konsep atau
teori yang ada sehingga pada jenjang kognitif C4 dan indikator pada
ranah afektif dan psikomotor menjadi tinggi.

109

Anda mungkin juga menyukai