Anda di halaman 1dari 41

Bab 6.

IHYA’ ‘ ULUMUDDIN
BAHAYA LIDAH
IMAM AL- GHAZZALI

PENGUTIP
KI RONO SENTONO
B A H A YA L IDAH
Ketahuilah, wahai para pembaca, lidah adalah asset besar seorang manusia dan
lidah salah satu nikmat di antara nikmat-nikmat Allah yang luar biasa besar.
Walaupun ukuran dan bentuknya tak seberapa, namun kekuatannya tak terbatas,
dosa yang ditimbulkannya pun bisa sangat besar, kebaikannya juga luar biasa.
Kekufuran dan keimanan tidak terungkapkan kecuali dengan lidah. Ia merupakan
batas terakhir kemaksiatan dan kebaikan. Lidah dapat mengungkapkan apa yang
telah diciptakan dan apa yang belum diciptakan, Khalik dan makhluk, yang tak
diketahui dan yang tidak diketahui. Lidah menjelaskan apa yang dipikirkan dan
diingat oleh pikiran dan apa yang dirasakan oleh hati, apakah benar ataukah salah.
Lidah boleh disebut sebagai aparat, pembantu, atau alat akal. Tidak ada anggota
tubuh lain yang mempunyai kemampuan untuk mengungkapkan hati dan pikiran.
Pandangan mata hanya dapat menjangkau bentuk dan warna, tak lebih dari itu.
Pendengaran hanya memiliki kuasa atas suara dan tidak menjangkau selain suara.
Akan tetapi kekuatan lidah tidak terbatas. Ia memiliki kekuatan atas kebaikan dan
kejahatan. Bahaya lidah antara lain berbicara sia-sia (tidak ada gunanya),
bertengkar, berselisih, mengomel mencaci-maki, mencela keras, mengutuk, sumpah
serapah, berdusta, mengumpat (menggunjing), menfitnah, membuat dan
sebagainya. Marilah kita bahas satu per satu.

KEUTAMAAN DIAM. Bahaya dan ancaman lidah bagi kehidupan manusia tidak
sedikit. Tidak ada yang menyelamatkan manusia dari bahaya dan ancaman itu
kecuali diam. Oleh karena itu, Syariat menganjurkan kaum Muslim untuk diam jika
berbicara tidak diperlukan dan akan membawa madharat. Rasulullah Saw telah
bersabda , “ Barangsiapa diam, niscaya bebas ( dari bahaya ) ”. Dalam hadis
lainnya, beliau bersabda, “ Diam adalah suatu aturan dan hanya sedikit yang
mematuhinya “. Ayah Sufyan bertanya kepada Rasulullah, “ Ya Rasulullah,
kabarkan kepadaku tentang Islam hingga aku tak akan bertanya kepada orang-
orang setelah Tuan “. Sabda beliau kepada ayah Abdullah ibn Sufyan, ” Katakan, „
Aku beriman kepada Allah, „ dan tetap teguhlah pendirianmu dengan itu “. Dia
kemudian bertanya lagi kepada beliau, “ Perkara apakah yang seharusnya sangat
aku takuti ?” Beliau memberi isyarat dengan tangan pada mulutnya. Uqban bin Amir
berkata, “ Wahai Rasulullah, bagaimana agar aku selamat ?‟ Jawab beliau, “ Jagalah
lidahmu, lapangkan rumahmu dan bertobatlah dari dosa-dosamu “. Nabi Saw juga
bersabda dalam hadisnya yang lain, „ ah Apabila seseorang dapat menjamin aku
terhadap sesuatu yang berada di antara dua belah tulang pipinya dan di antara
sepasang kakinya, maka aku dapat menjamin dia masuk sorga “. Sabda beliau, “
Barangsiapa menyelamatkan diri dari bahaya perut, kemaluan, dan lidahnya,
niscaya selamatlah dirinya dari berbagai kesulitan dan masalah.” Kebanyakan
manusia binasa disebabkan ketiga anggota tubuh tersebut. Suatu ketika Nabi Saw
ditanya oleh seorang sahabat tentang kebajikan besar yang mengantarkannya
masuk kedalam Sorga. Beliau mengatakan, “ Peliharalah dan jagalah dua lobang
pada badanmu mulut dan kemaluan ”. Yang dimaksud dengan mulut oleh beliau
adalah lidah.

Mu‟adz Jabal Ra berkata, “ Aku bertanya kepada Nabi Saw, “ Ya Nabi, apakah aku
akan diadzab kerena sesuatu yang aku ucapkan ?” Beliau menjawab, „ Wahai
Mu‟adz, demi ibumu yang mengalami kesusahan ketika mengandung engkau,
apakah seseorang tersungkur kedalam Neraka karena hidungnya ? Apakah karena
bukan lidahnya ?‟ “ Abdullah ats Tsaqafi bercerita bahwa dirinya pernah bertanya
kepada Rasulullah, “ Ya Rasulullah, kabarkan kepadaku apa yang Tuan takutkan
terjadi atasku ?” Beliau memegang lidahnya seraya bersabda, “ Ini “ Mu‟adz bin Jalal
bertanya kepada Nabi Saw, “ Ya Rasulullah, amal apakah yang paling utama ?”
Maka Nabi pun mengeluarkan lidahnya lalu meletakkan jarinya pada lidah sambil
bersabda. “ Belumlah tegak dan teguh iman seseorang jika lidahnya tidak dijaga
dengan teguh. Seseorang tidak akan masuk Sorga jika tetangganya tidak selamat
dari bahaya lidahnya “. Rasulullah Saw telah bersabda “ Barangsiapa ridha dengan
Islam, maka hendaklah dia membiasakan diri untuk diam”. Beliau juga bersabda
dalam hadis lainnya, “ Ketika seseorang bangun dari tidur, anggota tubuhnya
membagunkan dan memperingatkan lidahnya “. Dengan perkataan lain, mereka “
berkata “ kepada lidah agar takut kepada Allah untuk untuk menjaga mereka, karena
jika lidah benar maka mereka pun akan benar dan jika lidah salah maka anggota
tubuh pun menjadi salah.

Suatu kali Umar melihat Abu Bakar menarik-narik lidahnya dengan tangannya, maka
Umar pun bertanya kepadanya , “ Wahai Khalifah Rasulullah, apa yang engkau
lakukan ?” Abubakar menjawab, “ Ia menyeretku kepada jalan kebinasaan”.
Rasulullah Saw bersabda, “ Tidak satu pun anggota tubuh yang tidak mengadu
kepada Allah tentang ketajaman lidah.” Ibn Mas‟ud berkata bahwa Nabi Saw telah
bersabda. “ Sebagian besar dosa seseorang diakibatkan oleh lidahnya “. Dalam
hadisnya yang lain beliau bersabda, “ Barangsiapa mengendalikan lidahnya
sehingga menjaga rahasia ( kehormatan ) seseorang, maka Allah akan menjaga
rahasia (kehormatan) nya pada Hari Kiamat. Dan, barangsiapa mengendalikan
lidahnya ketika marah, maka Allah akan menahan adzab-Nya. Allah akan menerima
kelapangan seseorang yang gemar menunjukkan kelapangannya kepada orang lain
karena Allah.”

Pada suatu hari Mu‟adz Ra meminta kepada Rasulullah Saw untuk menasihati
dirinya, “ Ya Rasulullah, nasihatilah aku “. “Beliau mengatakan “ Beribadahlah
kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya dan anggaplah dirimu sebagai salah
seorang yang sudah mati. Jika engkau mau akan kuberi tahu kepadamu sesuatu
yang lebih penting dari semua ini “. Beliau kemudian memberi isyarat dengan
tangannya di atas lidahnya. Suatu kali, Safwan bin Sulaiman ditanya oleh Nabi Saw,
“ Maukah engkau kuberitahu ibadah yang paling mudah dan paling ringan bagi
badan ? ( Yaitu ) diam dan akhlak yang bagus “. Dalam hadis lainnya beliau
bersabda, “ Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah dia
berkata yang baik atau diam “. Rasulullah bersabda, “ Semoga Allah Ta‟ala memberi
rahmat kepada seseorang yang memperoleh pahala karena perkataannya atau
memperoleh keselamatan karena diamnya “. Suatu kali seseorang meminta kepada
Nabi „Isa As, “ Ajarilah kami seseuatu kebaikan yang karenanya kami masuk Sorga
“. Beliau lalu berkata, “ Jangan berkata-kata “. Mereka berkata, “ Kami tidak akan
sanggup melakukan hal demikian “. Lalu beliau berkata, “ Jangan berbicara kecuali
yang baik “. Al-Barra‟ bin „ Azib berkata, “ Ya Rasulullah, ajarilah aku kebaikan yang
dapat mengantar aku masuk sorga “. Kata beliau, “ Berilah makan kepada orang
yang lapar, berilah minum kepada orang yang haus, suruhlah kepada kebaikan dan
cegahlah kejahatan ( amar makruf nahi munkar ). Apabila engkau tidak sanggup
melakukannya, jangan berbicara kecuali yang baik “. Nabi Saw telah bersabda, “
Selamatkanlah lidahmu dari berkata-kata kecuali yang baik, maka engkau akan
mengalahkan kejahatan “. Sabda beliau lainnya, “ Sesungguhnya Allah dekat
dengan lidah orang yang berkata-kata. Karena itu, hendaklah dia berhati-hati
dengan apa yang diucapkannya “. Beliau juga bersabda, “ Apabila engkau melihat
seseorang beriman jarang berbicara dan suka menjaga kehormatan dirinya, maka
dekatilah dia, karena pada dirinya terdapat ilmu dan hikmah “. Rasulullah bersabda
dalam salah satu hadisnya, “ Manusia terbagi kedalam tiga golongan , yaitu orang
yang mendapatkan pahala, orang yang selamat dari dosa, dan orang yang binasa.
Orang yang mendapatkan pahala adalah orang yang banyak berdzikir kepada Allah
Ta‟ala. Orang yang selamat dari dosa adalah orang yang tidak banyak berbicara.
Sedangkan orang yang binasa adalah orang yang banyak bicara hal yang tidak
perlu “ . Nabi Saw telah bersabda, “ Lidah seorang mukmin berada di belakang
hatinya, maka ketika dia hendak berbicara, dia menyampaikannya melalui lidahnya
dengan pemahaman. Adapun lidah seorang munafik berada didepan hatinya, maka
ketika dia hendak berbicara, dia menyampaikannya melalui lidahnya tanpa
pemahaman( ngawur, tanpa dipikir akibatnya ) “. Nabi Isa As telah berkata, “ Ibadah
itu terdiri dari sepuluh bagian, sembilan di antaranya adalah diam, dan satu sisanya
adalah hidup mengasingkan diri “. Nabi Saw bersabda dalam sebuah hadis, “
Barangsiapa banyak berbicara, dia banyak melakukan kesalahan. Dia yang banyak
melakukan kesalahan, banyak melakukan dosa. Bagi orang yang dosanya banyak,
Nerakalah tempat yang sesuai “.

Khalifah Umar bin Abdul Azis berkata, “ Barangsiapa banyak mengingat mati, maka
dia rela dengan yang sedikit. Barangsiapa mempertimbangkan kata-kata dalam
tindakannya, maka dia rela tidak banyak berbicara “. Seorang ahli hikmah berkata, “
Diam memberikan dua manfaat bagi seseorang, keselamatan agamanya dan
mengenal teman-temannya “. Hasan al-Bashri berkata, “ Pada suatu hari banyak
orang yang bercakap-cakap di dalam majelis Khalifah Mu‟awiyah. Sufi Ahnaf bin
Qa‟is hanya diam saja “. Mu‟awiyah berkata kepadanya, „ Wahai Abubakar, ada apa
denganmu ? Mengapa engkau tidak berkata sedikit pun ?‟ Dia menjawab, “ Jika aku
berbohong, aku takut kepada Allah. Jika aku berbicara benar, aku takut kepadamu “.
Ulama sufi Manshur bin Mu‟taz tidak berbicara sepatah pun setelah shalat „Isya”
selama empat puluh tahun.
EMPAT JENIS PEMBICARAAN. (1) Jenis pembicaraan yang selalu bermanfaat
dan menguntungkan; (2) jenis pembicaraan yang selalu berbahaya, merugikan dan
madharat; (3) Jenis pembicaraan yang tercampur yang madharat dan yang manfaat,
yang merugikan dan yang menguntungkan; dan (4) jenis pembicaraan yang tidak
membawa madharat atau manfaat. Berkenaan dengan pembicaraan yang selalu
membawa madharat, maka seseorang wajib tidak melibatkan diri di dalamnya dan
harus diam darinya. Adapun tentang pembicaraan yang tercampur antara yang
madharat dan yang manfaat, maka seseorang sebaiknya menghindarkan diri terlibat
di dalamnya dan dianjurkan diam darinya. Pembicaraan yang tidak mempunyai
manfaat atau madharat dalah pembicaraan yang sia-sia. Tiga perempat
pembicaraan jenis keempat tidak berguna kecuali hanya seperempat sisanya.
Dalam seperempat sisa ini pun terdapat bahaya karena tidak dapat dibedakan
didalamnya terdapat riya yang sangat halus, membual, menggunjing, dan
sebagainya. Nabi Saw pernah bersabda, “ Barangsiapa menjaga dirinya tetap diam,
niscaya dia terlepas dari bahaya (lidah) “.

DUA PULUH BAHAYA LIDAH

( SATU ). Pembicaraan tidak perlu. Keadaan yang terbaik adalah menyelamatkan


lidah dari mengumpat, fitnah, riya, bohong, bertengkar, berbantahan, dan
sebagainya. Di dalam pembicaraan semacam itu tidak ada manfaat dan
menguntungkan. Lazimnya pembicaraan yang tidak perlu itu merugikan bahkan
membawa kebinasaan bagi orang lain. Jika kita melakukan pembicaraan yang tidak
bermanfaat, kita akan kehilangan waktu. Sudah seharusnya kita berusaha
meninggalkan pembicaraan yang tidak berguna semacam itu. Apabila kita sibuk
berdzikir kepada Allah dan berpikir tentang makhluk Allah seraya meninggalkan
pembicaraan yang tidak berguna, mudah-mudahan Allah mengirimkan ilham
kedalam hati kita tak disangka-sangka. Apabila kita membaca tasbih, tahlil, dan
dzikir-dzikir lainnya sebagai pengganti pembicaraan yang sia-sia itu, maka hal itu
lebih baik bagi kita. Barangsiapa menyibukkan diri dalam ha-hal yang kurang
berguna meskipun halal (mubah) seraya meninggalkan dzikir kepada Allah Ta‟ala,
maka hal itu tidak membawa manfaat dan keuntungan baginya , karena sekalipun
tidak melakukan perbuatan dosa, tetapi dia sebenarnya merugi karena kehilangan
pahala mengingati Allah. Diamnya seorang mukmin adalah berpikir, pandangannya
adalah khutbah (nasihat) dan pembicaraannya tak lain adalah dzikir kepada Allah.
Inilah adalah dasar dan modal kekayaan seseorang. Ketika dia mengobral kata-
katanya tanpa satu keperluan pun sehingga tidak memperoleh satu kebajikan
Akhirat pun, berarti dia menyia-nyiakan modal kekayaan tersebut. Oleh karena itu,
Rasulullah Saw bersabda, “ Kebagusan Islamnya seseorang yaitu meninggalkan hal
tak berguna bagi dirinya “. Bahkan kita menemukan sebuah hadis Nabi yang lebih
berat dari hadis tersebut dalam perkara ini. Anas bin Malik Ra melaporkan, “
Seseorang remaja ( dari kaum Anshar ) mati sahid dalam Perang Uhud. Kami dapati
dalam perutnya batu yang terikat. Nampaknya ia mengikat batu itu untuk menahan
laparnya. Ibunya berkata, „ Wahai anakku, engkau masuk Sorga dengan jiwa yang
tenang „. Kemudian Rasulullah bersabda, “ Siapakah yang memberi tahu kepadamu
apakah dia sering berbicara yang tidak perlu atau tidak berbicara tentang suatu
masalah yang tidak mendatangkan madharat baginya ?”. Itu berarti bahwa
perhitungan atas perkara-perkara kecil seperti itu pun akan dilakukan di akhirat nanti

Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa pada suatu Rasulullah Saw mengunjungi
Ka‟ab yang sakit keras. Ibu Ka‟ab berkata ketika Ka‟ab meniggal, “ Wahai Ka‟ab
surgalah untukmu “. Nabi Saw bertanya, “ Siapa yang memberitahu kepadamu
apakah Ka‟ab berbicara hal-hal yang tak perlu atau tak berbicara hal-hal yang perlu
?”. Suatu ketika Rasulullah Saw bersabda, “ Orang yang akan masuk pintu ini
sekarang adalah seorang penghuni Sorga “. Tampaklah pada waktu itu Abdullah bin
Salam masuk. Para sahabat menyampaikan kabar gembira itu kepadanya dan
bertanya, “ Amal apa kebaikan apakah yang engkau lakukan hingga engkau
memperoleh derajat seperti itu ?” Jawabnya, “ Aku sangat lemah, aku memohon
kepada Allah agar Dia menganugerahi jiwa yang kuat dan agar aku meninggalkan
apa yang tidak berguna bagiku “. Abu Dzarr Ra berkata, “ Pada suatu hari Nabi Saw
bersabda kepadaku, “ Maukah kamu kuberi tahu amal yang ringan dikerjakan tetapi
berat di Timbangan ?”. Kataku. „ Tentu Rasulullah „. Beliau mengatakan, “ Diamlah,
baguskan akhlak dan tinggalkan yang tak perlu “.

Ibn „Abbas berkata, “ Lima hal yang lebih kusukai daripada mendapatkan uang.
Pertama, aku meninggalkan suatu pembicaraan jika hal itu tidak ada gunanya
bagiku, tidak perlu dan tidak menghindarkan aku dari dosa. Kedua, aku tidak
mengucapkan kata-kata karena ia tidak bermanfaat bagiku hingga aku menemukan
tempat yang tepat karena ada bahaya kebanyakan pembicaraan yang berguna
tetapi diucapkan di tempat yang tidak tepat. Ketiga, aku tidak berbantah-bantahan
dengan orang yang sabar, dan bertengkar dengan orang yang bodoh, karena jika
aku berbantah-bantahan dengan oaring yang sabar, itu berarti mendorongnya untuk
marah, dan jika aku bertengkar dengan orang yang bodoh, maka dia memberikan
kesulitan bagiku. Keempat, karena aku tak suka saudaraku membicarakanku di
belakangku, maka aku juga tak suka membirakannya dibelakangnya. Karena aku
suka saudaraku memaafkanku, maka aku harus memperlakukanku dengan baik.
Kelima, aku harus melakukan amal seperti yang dilakukan orang yang tahu bahwa
dia akan meraih pahala karena perbuatan baik dan memperoleh siksa karena
perbuatan dosa “. Kepada Lukman al Hakim pernah ditanyakan, “ Bagaimana
hikmah yang engkau miliki ?” Dia menjawab, “ Aku tidak bertanya apa yang
kuketahui dan aku tidak berbicara apa yang tidak memberi manfaat bagiku “.

Umar Ra berkata, “ Jangan bertengkar mengenai hal yang tak perlu. Jauhkan dirimu
dari musuh-musuhmu dan hati-hatilah pada setiap orang kecuali kawan-kawan
orang beriman. Tanpa takut kepada Allah, seseorang tidak dapat menjadi orang
yang beriman. Jangan bersahabat dengan pelaku maksiat karena ada kekhawatiran
bahwa engkau pun akan terdorong melakukan maksiat. Jangan mereka menyelidiki
rahasia-rahasiamu. Bermusyawarahlah dengan orang yang takwa kepada Allah
dalam segala urusamu “

Pembicaraan yang tak berguna adalah pembicaraan yang jika disampaikan tidak
membawa satu manfaat atau madharat di dunia ini dan di Akhirat kelak. Ada tiga
alasan untuk tidak melibatkan apalagi menyibukkan diri dalam pembicaraan sia-sia
itu. Pertama, semangat untuk mengetahui sesuatu yang tidak ada perlunya. Kedua,
menikmati pembicaraan dengan orang yang sengat dicintai. Ketiga, menghabiskan
waktu dengan pembicaraan yang tak berguna. Ketiga hal itu dapat disembuhkan dan
diatasi dengan cara-cara berikut. Penyembuhan tersebut didasarkan pada ilmu dan
amal. Hendaknya harus kita sadari bahwa kematian menunggu di depan kita dan
bahwa setiap kata yang kita nyatakan akan diperhitungkan kelak di Akhirat. Setiap
helaan dan hembusan nafas adalah asset yang sangat berharga. Ini semua
merupakan penyembuhan yang didasarkan pada ilmu. Penyembuhan yang
didasarkan pada amal yaitu tidak banyak mengeluarkan kata-kata jika tidak sangat
diperlukan atau lebih baik diam.

( DUA ). Terlalu banyak bicara atau terlibat dalam pembicaraan yang berlebihan. Ini
berarti kita hendaknya jangan berbicara tentang hal-hal yang tak berguna dan
melakukan pembicaraan yang tak bermanfaat. Pembicaraan-pembicaraan yang
memang perlu hendaknya kita lakukan dengan ringkas. Jika satu kalimat sudah
memadai, kalimat kedua tidak diperlukan, walaupun perbuatan itu tidak berdosa.
Ulama-sufi Atha‟illah berkata, “ Para pendahulu kalian tidak suka banyak bicara.
Mereka memandang pembicaraan yang tak perlu sebagai pemborosan kecuali
pembicaraan tentang Al-Quran, Sunnah Nabi, menyuruh pada yang baik dan
mencegah kejahatan ( amal ma‟ruf nahi mungkar ), dan pembicaraan-pembicaraan
yang diperlukan dalam rangka untuk mencari nafkah atau penghidupan “. Allah
dalam Al-Qu‟ran menyatakan ,“ Tiada suatu ucap pun yang diucapkan melainkan
ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir “. ( QS Qaf [50]:18 ).
Pembicaraan yang berlebihan biasanya tidak ada batasnya, namun pembicaraan
yang perlu ada batasnya dalam Al-Quran. Allah berfirman, “ Tiada kebaikan pada
kebanyakan bisikan rahasia mereka, kecuali bisikan yang menyuruh (manusia)
memberi sedekah, atau berbuat ma‟ruf atau mengadakan perdamaian diantara
manusia…….” ( QS an-Nisa‟ [4]:114). Rasullah bersabda, “ Diberkati Allah orang
yang menahan dari lidahnya perkataan yang berlebihan dan membelanjakan
kelebihan hartanya “. Hasan al-Bashri mengatakan, “ Barang siapa banyak
perkataannya, boleh jadi banyak juga bohongnya “. Barangsiapa banyak hartanya,
boleh jadi banyak pula dosanya. Barang siapa buruk akhlaknya, niscaya akhlak itu
akan menyiksa jiwanya “. Pada suatu hari seseorang datang kepada Nabi Saw dan
memuji beliau secara berlebihan dan berkepanjangan. Nabi Saw bertanya, “ Ada
berapa hijab yang menutupi lidahmu ?”. Jawabnya, “ Kedua bibirku dan gigi-gigiku “.
Lalu beliaupun bersabda, “ Tidak ada sesuatu pun diantara keduanya yang dapat
mencegah kata-katamu “. Sabda beliau lainnya, “ Tidak ada sesuatu pun pemberian
kepada manusia yang lebih buruk daripada perkataan berlebihan dan
berkepanjangan “. Ulama sufi Ibrahim an-Nakha‟i pernah berkata, “ Dua keadaan
yang akan membinasakan seseorang yaitu kebanyakan harta dan kebanyakan
bicara “.

( TIGA ). Bahaya ketiga lidah terdiri dari beberapa bahaya. Pertama, bahaya
pertama adalah pembicaraan dan percakapan yang tidak berguna dalam perkara
batil dan menghabiskan waktu dengan membicarakan hal-hal yang membawa
kepada dosa dan maksiat. Contohnya, mempercakapkan kecantikan wanita,
memperbincangkan manfaat minum khamar, memuji para pendosa dan pelaku
maksiat, membicarakan enaknya orang kaya, menceritakan penindasan dan
kezaliman para penguasa dengan kekaguman. Ini semua tergolong dalam
pembicaraan yang dilarang, pembicaraan haram. Melibatkan diri dalam percakapan
yang tak perlu ini dan terlalu banyak bercakap-cakap mengenai hal-hal yang halal
harus ditinggalkan walaupun percakapan itu mubah dan tidak haram. Karena itu,
hendaknya kita tidak berbicara kecuali tentang kebaikan, baik kebaikan didunia ini,
maupun di Akhirat. Rasulullah Saw telah bersabda, “ Sesungguhnya orang yang
berkata-kata mengenai sesuatu yang diridhai Allah, pahalanya mungkin tidak
diketahui olehnya tetapi Allah mencatatnya, sehingga keridhaan-Nya menyertai
orang itu hingga Hari Kiamat. Dan orang yang berkata-kata tentang sesuatu yang
menjadikan Allah marah, hukumannya mungkin tidak diketahui olehnya tetapi Allah
menulisnya. Karena itu, kemarahannya menyertai orang itu hingga Hari Kiamat “.
Dalam hadis yang lain, Rasulullah Saw bersabda , “ Sesungguhnya orang yang
berkata-kata dalam suatu mejelis untuk mengundang ketawa orang, maka dia
melemparkan dirinya, dengan perkataan itu, ke tempat yang lebih jauh daripada
bintang kutub “. Beliau juga bersabda, “ Seseorang yang banyak mempercakapan
hal yang tak bermanfaat mengenai dosa orang lain akan dikelompokkan sebagai
pelaku dosa besar pada Hari Kiamat “. Ucapan beliau ini didukung oleh ayat berikut,
“ Dan kami membicarakan yang batil bersama orang yang membicarakannya “. (
QS.al-Muddatstsir [74]: 45 ) lainnya, “……. maka janganlah duduk beserta mereka
hingga mereka memasuki pembicaraan yang lain….. “.( QS. an-Nisa [4]: 140 ).

Kedua. Perbantahan dan pertengkaran. Kedua itu dilarang oleh agama. Rasulullah
Saw telah bersabda, “ Janganlah engkau berbantah-bantahan dengan saudaramu,
janganlah bersenda-gurau berlebihan dan jangan ingkar janji dengannya “. Beliau
juga bersabda dalam hadis lainnya, “ Tinggalkan perbantahan karena engkau tidak
memahami hikmah dengan itu dan engkau tidak akan selamat dari bahayanya “.
Sabda beliau lainnya, „ Barangsiapa menghindarkan diri dari perbantahan meskipun
berada dalam kebenaran akan dibangunkan baginya sebuah istana di Sorga
tertinggi. Dan barangsiapa meniggalkan perbantahan padahal dirinya salah, maka
baginya akan dibuatkan sebuah istana di Sorga pertengahan “. Nabi Saw pernah
bersabda, “ Hal yang pertama Tuhanku beritahukan kepadaku dan hal pertama yang
Tuhanku larang atasku adalah menyembah berhala dan bertengkar dengan orang
lain setelah minum khamar “. Beliau bersabda, “ Tidak akan sesat seseorang setelah
diberi petunjuk Allah kecuali karena parbantahan dan pertengkaran dengan orang
lain “. Rasulullah Saw bersabda dalam hadis lainnya, “ Tidak sempurna iman
seseorang apabila dia tidak meninggalkan pertengkaran dengan orang lain mekipun
tahu bahwa pendapatnya benar “. Sabda beliau lainnya , “ Iman seseorang disebut
sempurna apabila mempunyai enam hal berikut ini ; (1) berpuasa di musim panas ;
(2) memukul musuh Allah dengan pedang; (3) menyegerakan shalat dalam keadaan
hujan lebat; (4) tetap sabar dalam keadaan sulit dan bahaya (musibah); (5)
menyempurnakan wudu meskipun berat; dan (6) meninggalkan pertengkaran
meskipun tahu bahwa dirinya benar “. Pada suatu hari Az-Zubair Ra berkata kepada
putranya, “ Janganlah engkau berselisih dengan orang tentang Al-Quran, karena
engkau tidak akan sanggup menjadikannya paham. Bersegeralah mengikuti sunnah
Nabi “. Khalifah Umar bin „Abdul Aziz‟ berkata, “ Barangsiapa menjadikan agamanya
menjadi obyek pertengkaran, niscaya akan banyak perubahan dalam pendapatnya “.
Seorang ahli hikmah berkata , “ Allah Ta‟ala sekali-sekali tidak akan menyesatkan
seseorang setelah memberinya petunjuk kecuali karena pertengkaran dan
perselisihan “. Imam Malik bin Anas berkata, “ Perselisihan dalam masalah agama
tidak akan memberi suatu manfaat pun bagi agama “. Dia juga berkata, “
Pertengkaran mengeraskan hati dan menimbulkan kebencian “. Luqman al-Hakim
berkata kepada putranya, “ Wahai anakku, janganlah engkau bertengkar dengan
ulama. Jika engkau melakukannya, niscaya mereka akan membencimu “. Rasulullah
Saw bersabda, “ Untuk menebus dosa kerena pertengkaranmu dengan saudaramu,
hendaklah kamu melakukan shalat dua rakaat “. Sayidina „Umar berkata, “
Janganlah engkau mencari ilmu karena tiga hal: (1) untuk berbantah-bantahan; (2)
untuk berbangga diri atau menyombongkan diri; dan (3) untuk pamer (riya). Dan
janganlah engkau meninggalkan belajar karena tiga hal : (1) merasa malu menuntut
ilmu; (2) merasa zuhud terhadap dunia; dan (3) merasa puas dengan kebodohan.

Nabi „Isa As bersabda kepada para sahabatnya, “ Barangsiapa banyak berdusta,


maka lenyaplah kecantikannya. Barangsiapa gemar bertengkar dengan orang lain,
maka runtuhlah kehormatannya. Barangsiapa banyak berangan-angan, maka
berbagai penyakit akan menyerangnya. Dan barangsiapaSaw berakhlak jahat, maka
tersiksalah jiwanya “.

( EMPAT ). Bertengkar tentang masalah harta dan kekayaan. Nabi Saw bersabda,
“ Yang sangat dibenci oleh Allah adalah orang yang bertengkar keras dalam soal
harta “. Beliau juga bersabda dalam hadis lainnya, “ Barangsiapa bertengkar dalam
perkara harta dengan orang lain karena kebodohannya, maka ia akan dimurkai oleh
Allah sampai diam “. Seorang ahli hikmah yang arif berkata, “ Janganlah engkau
bertengkar perkara harta karena dapat membinasakan agamamu “.

Adalah benar bahwa seseorang boleh mengajukan bukti atas hak dirinya pada harta
dan kepemilikannya dan meninggalkan berlebi-lebihan dalam pemberian bukti
tersebut. Orang yang mengambil jalan tengah dalam pertengkarannya dengan orang
lain dalam masalah ini juga dimaafkan walaupun pertengkaran , bagaimanapun,
akan memberatkan hati, menyesakkan dada dan kadang-kadang membangkitkan
kemarahan. Lebih baik apabila kita menggunakan perkataan yang baik ketika
bertengkar dan tidak memakai perkataan kasar dan menyakitkan hati. Nabi Saw
bersabda, “ Berbicaralah kepada orang lain dengan perkataan yang baik “. Allah Swt
berfirman, “ Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah
penghormatan itu dengan yang lebih baik atau balaslah ( dengan yang serupa )…”.
(QS. an-Nisa‟ [4]:86 ). Sabda Rasulullah Saw, “ Sesungguhnya didalam Sorga ada
beberapa ruang yang bagian dalamnya terlihat dari luarnya dan bagian luarnya pun
terlihat dari dalamnya. Allah Azza wa Jalla mempersipakan ruang itu bagi orang
yang gemar memberi makan dan santun dalam berkata-kata “. Nabi Saw bersabda, “
Kata yang baik adalah sedekah “. Dalam hadis lainnya beliau bersabda, “ Jauhkan
dirimu dari api Neraka walaupun hanya dengan menyedekahkan sebiji korma, Jika
dengan itu tidak mampu, jauhkanlah dirimu dari api Neraka dengan kata-kata yang
lemah lembut “.

( LIMA ) Berbicara dengan menggunakan kalimat berbunga-bunga. Termasuk


didalamnya adalah berbicara dengan gaya orator dan memberi ceramah atau
memberi kuliah dengan berbagai kata hiasan. Telah bersabda Rasulullah Saw, “ Aku
dan orang-orang yang bertaqwa kepada Allah di antara para pengikutku bebas dari
hal-hal yang dipaksakan ( dibuat-buat ) “. Beliau bersabda dalam hadis lainnya , “
Yang paling aku marahi dan yang paling jauh dari majelisku diantara kalian adalah
yang paling gemar berbicara melantur, banyak berbasa-basi dan dibuat-buat dalam
berkata-kata “. Nabi Saw bersabda, “ Yang paling buruk di antara para pengikutku
adalah orang yang dibesarkan dengan berbagai makanan lezat , mengenakan
berbagai jenis pakaian dan berbicara dengan perkataan yang dibuat-buat “. Beliau
juga pernah bersabda , “ Ketahuilah mereka yang berlebih-lebihan dalam berbicara
niscaya akan binasa “. Tiga kali beliau mengucapkan kata-kata itu. Umar Ra pernah
berkata, “ Kepandaian berbicara biasanya datang dari kepandaian berbicara setan “.

( ENAM ). Perkataan yang keji dan kotor, seperti caci-maki, kutukan, dan sumpah
serapah. Perkataan-perkataan yang keji dan kotor semacam itu tercela dan
terlarang. Nabi Saw bersabda dalam sebuah hadis , “ Tinggalkan kata-kata yang
keji, karena Allah Ta‟ala tidak suka pada kata-kata keji dan berlebih-lebihan “.
Rasulullah Saw melarang umatnya memaki orang musyrik yang terbunuh dalam
Perang Badar. Beliau bersabda, “ Janganlah kalian memaki orang musyrik yang
meninggal, karena makian itu tidak sampai kepada mereka, tetapi justru sampai
kepada yang hidup. Karena itu, ketahuilah bahwa perkataan yang keji adalah tercela
“. Rasulullah Saw bersabda dalam hadis yang lain, “ Orang yang suka mengumpat ,
mencela, berbicara keji dan banyak membual, bukanlah termasuk orang mukmin
yang sebenarnya “. Beliau juga pernah bersabda, “ Empat golongan manusia yang
menyakiti para penghuni neraka. Mereka yang berjalan di antara air panas dan api
neraka dan memperlihatkan penderitaan mereka. Salah satunya adalah orang yang
dari mulutnya mengalir nanah dan darah. Dia akan ditanya, „ Mengapa itu terjadi
padamu ? Dia menjawab, „ Aku sering mengucapkan kata-kata kotor dan keji dan
kemudian merasa enak dengannya dan karena itulah aku mendapat siksaan seperti
ini…..”. Diriwayatkan bahwa Nabi Saw bersabda kepada „Aisyah, “ Wahai Aisyah,
jika perkataan yang keji dapat diibaratkan manusia, maka dia adalah manusia yang
jahat “. Beliau juga bersabda, “ Perkataan yang keji dan menyebarkannya adalah
dua cabang nifak “. Penyebaran berarti membuka ( mengatakan kepada orang lain,
penerj. ) rahasia yang sebenarnya tidak boleh disingkapkan, dan perbuatan
demikian hukumnya haram. Ini juga berarti berlebihan dalam bercerita dan banyak
memberi bumbu cerita dengan menambahkan hal-hal yang tidak benar. Nabi Saw
bersabda dalam hadis yang lain, “ Perkataan yang keji atau yang tak perlu bukan
berasal dari Islam. Orang yang punya akhlak dan amal terbaik adalah orang yang
tebaik Islamnya “. Ulama-sufi Ibrahim bin Maisarah berkata, “ Orang keji dan yang
suka berbuat keji akan berwujud seekor anjing pada Hari Kiamat nanti “. Ahnaf bin
Qa‟is berkata, “ Apakah kalian belum aku beri tahu tentang penyakit yang
berbahaya, yaitu akhhlak yang buruk dan lidah yang kotor “.

BATAS – BATAS PERKATAAN KEJI. Salah seorang sahabat terkenal, Ibn


Abbas Ra, pernah berkata, “ Allah adalah Mahasantun. Dia menyebut bersebadan
dengan istilah „ menyentuh „ “. Tidak sedikit kata-kata keji atau kotor yang tidak
harus disebut dengan jelas. Ayyadh bin Himar berkata, “ Aku bertanya, “ Ya
Rasullah, salah seorang dari kaumku memaki aku tetapi derajatnya lebih rendah dari
aku. Bolehkah aku balas dendam terhadapnya ? “. Lalu jawab Rasullah Saw, “ Dua
orang yang saling memaki semuanya adalah setan. Mereka saling menuduh
pembohong dan berdosa satu sama lain “. Rasulullah Saw pernah bersabda, “
Memaki orang mukmin adalah dosa dan membunuhnya adalah kafir “. Diriwayatkan
bahwa beliau pernah bersabda, “ Dua orang yang saling memaki adalah seperti isi
makiannya itu. Yang berdosa adalah orang yang memulainya, sehingga orang yang
dimaki membalas hingga melampaui batas “. Rasulullah Saw bersabda, “
Terkutuklah orang memaki ibu-bapaknya “. Dalam hal lainnya, beliau bersabda, “
Termasuk dosa yang paling besar orang yang memaki orang tuanya “. Para sahabat
bertanya, “ Ya Rasulullah, apa ada orang yang tega memaki orang tuanya ? “. Beliau
menjawab, “ Dia memaki ibu-bapak orang lain lalu orang lain itu memaki ibu-
bapaknya “.

( TUJUH ). Mengutuk sesuatu, apakah terhadap binatang, manusia atau benda


mati. Itu semua tidak baik. Nabi Saw bersabda, “ Seorang mukmin tidak akan
mengutuk orang lain “. Dalam hadis lainnya, beliau bersabda, “ Janganlah mengutuk
orang lain dengan kutukan Allah, dengan kemurkaan-Nya atau dengan Neraka-Nya
“. Hudzaifah Ra, “ Kutukan seseorang atas orang lain di antara satu kaum, niscaya
akan terkena pula atas kaum itu “. Suatu ketika, seorang wanita Ashar yang
mengendarai unta berlalu dekat nabi Saw dan ia mengutuk untanya itu. Mendengar
itu, Nabi Saw bersabda kepada para sahabatnya, “ Turunkan beban dari dari
punggung unta itu dan keluarkan ia dari orang banyak karena itu tercela “. Dia
berkata, “ Seolah-olah aku melihat unta itu yang berjalan kesana kemari di antara
orang banyak. Tak seorangpun terlihat mengganggunya “. Abu Darda berkata, “
Apabila seseorang mengutuk bumi, ia berkat, “ Kutukan Allah atas orang yang paling
besar dosanya di antara kami “. Diriwayatkan bahwa Sayidina Abu Bakar pernah
mengutuk salah satu budak perempuannya. Nabi Saw mendengarnya lalu berkata
kepadanya, “Ya Abu Bakar, mungkinkah seorang yang shiddiq sekaligus seorang
pengutuk ? Hal itu mustahil tejadi, demi Tuhan Yang Menguasi Ka‟Bah “. Beliau
mengulang perkataan itu dua atau tiga kali. Karena sabda beliau tersebut, Abu
Bakar kemudian membebaskanya budaknya itu. Lalu dia menghadap Rasulullah dan
berkata kepada beliau, “ Aku tidak akan melakukan hal itu lagi, ya Rasulullah “.
Bersabda Rasulullah Saw, “ Para pengutuk sekali-kali tidak akan mendapatkan
syafaat atau syahid pada Hari Kiamat “.

KUTUKAN YANG DIPERBOLEHKAN. Kutukan berarti menjauhkan atau “


mengusir “ sesuatu dari Allah Ta‟ala. Kutukan boleh ditujukan terhadap hal-hal yang
memang sudah jauh dari Allah, seperti kafir ( kekufuran ), zalim ( kezaliman ), dan
sebagainya. Mengutuk orang musyrik dan orang zalim dengan kata-kata yang
diperkenankan oleh Syariat hukumnya boleh. Kutukan diperbolehkan dan diperlukan
untuk tiga hal: (1) kekufuran; (2) bidah; dan (3) dosa besar. Masing-masing hal terdiri
atas tiga tingkatan. Tingkat pertama, adalah secara umum kutukan diperbolehkan,
contohnya, kutukan atas para pelaku bidah, kutukan atas orang fasik atau orang
yang melampaui batas. Tingkatan kedua, adalah kutukan yang ditujukan khusus
atas suatu kaum tertentu, seperti kutukan atas orang Yahudi, Nasrani, penerima
suap, pezina, dan penzalim. Kedua tingkatan-tingkatan tersebut diperbolehkan.
Tingkatan ketiga, adalah kutukan atas orang tertentu, di mana ini tidak boleh. Tetapi
kutukan atas orang yang dikutuk oleh Al-Quran atau hadis, misalnya atas Fir‟aun,
Abu Jahal, diperbolehkan, karena mereka meninggal dalam keadaan kafir.
Mengutuk seseorang sebagai musyrik atau kafir sekarang ini dilarang karena, boleh
jadi, orang yang dikutuk pada suatu saat nanti menjadi Muslim sebelum maut
menjemputnya. Dalam suatu kesempatan Nabi Saw bersabda kepada Abu Bakar
Ra, “ Ya Abu Bakar, ketika engkau membicarakan tentang orang musyrik, bicarakan
hal-hal yang umum saja, karena ketika engkau membicarakan salah seorang
darinya, niscaya anak-anaknya tentu marah karena orang tuanya. Maka dari itu,
cegahlah orang yang melakukan hal itu “. Pada suatu hari, Nu‟man seorang Muslim,
minum khamar, yang karena itu ia dicambuk beberapa kali di hadapan nabi Saw.
Salah seorang sahabat yang melihat pencambukan itu berkata, “ Kiranya Allah
mengutuknya “. Mendengar perkataan itu beliau bersabda, “ Janganlah engkau
menjadi penolong setan dalam tindakan saudaramu “. Dalam riwayat lain, Nabi Saw
bersabda, “ Jangan kau ucapkan perkataan itu, karena dia mencintai Allah dan
Rasul-Nya “. Jadi, cukup jelas bagi kita mengutuk seseorang tidak boleh. Telah
bersabda Rasulullah Saw, “ Tidak boleh seseorang menyebut orang lain „musyrik‟
atau „fasik‟ jika dia tidak demikian. Dalam hadis lainnya beliau bersabda, “ Tidaklah
seseorang bersumpah tentang orang lain bahwa ia kufur melainkan perkataan itu
akan berpulang kepada salah seorang darinya. Jika orang disebut kafir itu betul-
betul kufur, maka ia memang kafir. Jika orang yang disebut kafir itu tidak kufur, maka
orang yang menyebut kafir itulah yang kafir. “ Nabi Saw telah bersabda, “ Aku
melarang kalian mencaci orang Muslim atau menjadi pembangkang terhadap
penguasa yang adil, dan mencaci orang yang sudah meninggal adalah perbuatan
keji “. Sabda beliau lainnya, “ Janganlah engkau mencaci orang yang sudah
meninggal, karena mereka membawa apa yang telah dikerjakannya “. Dalam hadis
lain, Nabi Saw bersabda, “ Janganlah engkau mencaci orang yang sudah mati,
karena yang masih hidup akan tersakiti hatinya olehmu”. Beliau juga pernah
bersabda, “ Wahai manusia, jagalah orang-orang dari mencerca sahabatku,
saudaraku, dan orang tuaku. Janganlah mencaci mereka. Wahai manusia, ketika
seorang sudah meninggal, ceritakan saja kebaikannya “.

( DELAPAN ). Nyanyian dan syair. Dalam bab atau kitab tentang Sama‟ dan
Mendengar Nyanyian Religius telah dijelaskan bahwa nyanyian dan syair yang baik
hukumnya adalah halal. Sedangkan nyanyian dan syair yang jahat hukumnya adalah
haram. Nabi Saw bersabda dalam sebuah hadis, “ Lebih baik rongga perut
seseorang penuh nanah daripada penuh syair “. Pendeknya syair, puisi atau sajak
tidak haram dan tidak dilarang apabila ia tidak mengandung kata-kata jahat atau tak
senonoh, karena Nabi Saw bersabda, “ Pada sebagian syair ada hikmah “.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw pernah meminta Hasan bin Tsabit al-Anshari
membuat syair untuk menyerang kaum musyrik dan memuji Islam. Siti Aisyah
menceritakan, “ Pada suatu hari Rasulullah sedang menjahit kasutnya dan aku
duduk di sampingnya dan makan roti. Aku melihat keringat keluar dari dahinya dan
mengkilap seperti permata. Beliau nampak lelah dan berkata padaku, “ Engkau
nampaknya sudah lelah “. Aku berkata, “ Ya Rasulullah, aku melihat anda dan
memperhatikan keringat keluar dari dahi Anda dan ia mengkilap seperti permata.
Seandainya penyair Abu Kabir al-Huzali melihat keadaanmu ini , dia tentu
mengetahui bahwa Anda lebih cocok untuk sebuah syairnya “. Beliau lantas
bertanya, “ Wahai Aisyah, apa yang dikatakannya ?”. Aku berkata, “ Dia menyusun
dua bait syair berikut :

Yang terpuji adalah bebas dari haid, menyusui, dan penyakit

Yang terpandang di dahinya mengkilap kilauan cahaya

Lalu Rasulullah meletakkan apa yang ada di tangannya dan mencium keningku
seraya bersabda, “ Kiranya Allah merahmati engkau. Keridhaanmu terhadapku
belumlah sebanding dengan keridhaankuu terhadapmu “.

Ketika Rasulullah Saw membagi harta ghanimah Perang Hunain setelah perang
usai, beliau memberi empat unta kepada penyair Abbas bin Mardas. Ia tak mau,
lantas pergi dengan protes dan menuntut mendapat bagian lebih dengan syair
berikut :

Hati Mardas tak risau di Badar dan di Penaklukan ( Futuh Makkah )

Ia ridha dengan yang diperolehnya di sana


Tetapi hari ini ia kembali dengan hati merana

Rasulullah memerintahkan kepada para sahabat untuk memberinya seratus ekor


unta dan bertanya kepadanya, “ Apakah engkau akan menyusun syair lagi untukku
?”. Katanya, “ Aku mengembara dalam puisi seperti semut dan mereka menggigitku
seperti gigitan semut. Aku tidak dapat berjalan kecuali dengan bersyair “. Rasulullah
Saw tersenyum mendengar kata-katanya, lalu bersabda, “ Orang Arab gurun ini
tidak akan meninggalkan syair hingga meninggalkan unta-unta Hunain “.

( SEMBILAN ). Banyak ketawa dan senda-gurau. Pada dasarnya ketawa dan


senda-gurau berlebihan tidak diperbolehkan dan bukan termasuk akhlak terpuji.
Dalam batas-batas tertentu , ketawa dan senda-gurau hukumnya halal dan karena
ini diperbolehkan. Nabi Saw pernah bersabda, “ Janganlah bertengkar dengan
saudaramu dan jangan pula bersenda-gurau dengan saudaramu “.

Senda-gurau yang berlebihan dan bercanda terus-menerus tergolong perbuatan


tercela. Apabila senda-gurau dan bercanda dilakukan terus-menerus, perbuatan itu
dapat dimasukkan dalam olahraga dan permainan. Walaupun olahraga dan
permainan hukumnya halal, namun apabila keduanya dilakukan terus-menerus dan
berlebihan sampai menyita waktu yang sesungguhnya sangat berharga, maka ia
tercela.

Senda-gurau yang berlebihan menimbulkan tertawa berkepanjangan, tertawa yang


terus-menerus menyebabkan hati menjadi mati dan terkadang menimbulkan
kebencian dan menghilangkan rasa takut dan khawatir. Apabila tertawa dan gurauan
memang betul-betul dibutuhkan , maka ia tidak tercela. Nabi Saw pernah bersabda, “
Sesungguhnya aku juga bersenda-gurau dan aku tidak berkata kecuali yang benar “.
Sabda beliau lainnya, “ Seseorang yang berkata-kata untuk membangkitkan tawa
kawan-kawannya, sesungguhnya dia menerjunkan diri dari langit ke dalam Neraka “
Sayidina Umar berkata, “ Barangsiapa banyak banyak tertawa, bercanda, maka
berkurang rasa takutnya. Barangsiapa banyak bersenda-gurau , maka di mata orang
lain dia menjadi ringan. Barangsiapa banyak bercanda, maka dia menjadi ternama.
Barangsiapa banyak bicara, niscaya dia banyak salah dan kurang saleh.
Barangsiapa kurang saleh, maka menjadi mati hatinya. Senda-gurau berlebihan
menjauhkan seseorang dari Akhirat “. Rasulullah Saw telah bersabda,“ Seandainya
kalian mengetahui apa yang kuketahui, maka kalian akan banyak menangis dan
sedikit ketawa “. Yusuf bin Asbath berkata bahwa Hasan al-Bashri tidak ketawa
selama tiga puluh tahun. Diriwayatkan pula bahwa ulama Abu Salmah tidak tertawa
selama empat puluh tahun. Abdullah bin Abi Yu‟la berkata, “ Kalian tertawa,
sementara kain kafanmu keluar dari bangunan “. Ibn Abbas berkata, “ Barangsiapa
berbuat maksiat dengan tertawa, maka akan masuk ke dalam Neraka dengan
menangis “.

Karena itu adalah tercela bagi orang yang menghabiskan waktunya dengan senda-
gurau dan tertawa. Hanya tegrsenyumlah terpuji. Rasulullah Saw sedikit tertawa dan
banyak tersenyum. Sa‟id bin-al-Ash berkata kepada anaknya, “ Wahai anakku,
janganlah engkau bercanda dengan orang yang mulia dan terhormat, karena boleh
jadi dia akan membencimu. Dan janganlah engkau bercanda dengan orang yang
hina, karena boleh jadi dia menentang dan melawanmu “. Umar bin Abdul Aziz
berkata, “ Takutlah kepada Allah, janganlah bersenda-gurau karena ia menimbulkan
sakit hati dan mengakibatkan buruk perangaimu. Apabila kalian duduk bersama
dalam suatu majelis, berbincanglah tentang Al-Quran. Seandainya hal itu sulit, maka
bicarakanlah kehidupan orang yang terkemuka dalam agama “.

Rasulullah Saw dan para sahabatnya yang mulia mengendalikan perkataan mereka
ketika bersenda-gurau. Mereka tidak bersenda-gurau kecuali secara benar. Dengan
demikian, mereka tidak menyakiti hati seseorang. Mereka pun tidak berlebih-lebihan
dalam bersenda-gurau. Dosa-dosa kecil dapat berubah menjadi dosa besar apabila
kita membiasakan bersenda-gurau secara berlebihan atau bersenda-gurau
kemudian menjadi kebiasaan yang dilakukan layaknya sebuah pekerjaan. Apabila
seseorang terbiasa dengan dan membiasakan diri berlebihan dalam perkara yang
halal ( mubah ), maka kebiasaan itu bisa berubah menjadi dosa kecil. Anas bin Malik
Ra berkata, “ Rasulullah pernah bercanda dengan istri-istrinya “. Suatu kali seorang
wanita tua datang menghadap Nabi. Beliau kemudian berkata, “ Tidak ada wanita
tua masuk sorga “. Mendengar hal itu si wanita tua itu menangis sejadi-jadinya.
Kemudian beliau bersabda kepadanya, “ Pada hari itu, engkau tidak akan tua karena
Allah berfirman, “ Sesungguhnya Kami menciptakan mereka secara langsung dan
Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan “. ( Qs al-Waqiah [56]: 35-36 )”. Zaid bin
Aslam berkata, “ Pada suatu hari seorang wanita bernama Ummu Aiman datang ke
hadapan Nabi Saw berkata, “ Suamiku mengundang anda “. Nabi Saw bersabda, “
Siapakah suamimu ? Apakah dia bukan suamimu yang matanya tidak putih “. Nabi
Saw lalu berkata, “ Apakah ada orang yang bagian matanya tidak berwarna putih ? “.

( SEPULUH ) Mengejek atau mengolok-olok. Mengejek atau mengolok-olok orang


lain dilarang karena menyebabkan sakit hati pada orang yang diejek atau diolok-olok
itu, yang karenanya ia menjadi sakit hati. Allah Ta‟ala berfirman, “ Hai orang-orang
yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain ( karena )
boleh jadi mereka ( yang diolok-olok ) lebih baik dari mereka ( yang mengolok-olok )
dan jangan pula para wanita mengolok-olok wanita lain ( karena ) boleh jadi para
wanita yang diolok-olok lebih baik dari para wanita yang mengolok-olok, dan jangan
kamu mencela dirimu sendiri …”. ( Qs al-Hujarat [49] 11 ) “. Mengejek berarti
menghina , melecehkan atau memandang rendah orang lain dan menunjukkan
keburukkan dan kekurangan mereka. Ejekan dan hinaan dapat diungkapkan dengan
perkataan dan perbuatan dan dengan isyarat dan sikap tubuh. Apabila hal ini
dilakukan di belakang ( tidak di hadapan ) orang yang diejek, maka tindakan itu
disebut mengumpat atau menggunjing.

Siti Aisyah Ra berkata, “ Aku menceriterakan tentang seseorang, lalu Nabi Saw
bersabda, “ Demi Allah, aku tidak suka menjelek-jelekkan orang lain dan tidak mau
melakukan dosa seperti itu “ . Allah Azza wa Jalla berfirman, “ Dan diletakkanlah
kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa
yang tertulis di dalammya, dan mereka berkata, “ Aduhai celaka kami, kitab apakah
ini yang tidak meninggalkan yang kecil maupun yang besar …..”. ( Qs al-Kahfi [ 18 ]:
49 ). Ketika menjelaskan ayat ini, Ibn Abbas berkata bahwa, „ yang kecil „ adalah
tersenyum mengejek ( sinis terhadap ) orang lain ( orang mukmin ). Adapun „ yang
besar „ adalah mengejek atau mengolok-olok orang lain sampai tertawa terbahak-
bahak . Perbuatan terkhir ini termasuk dosa besar.

Rasulullah Saw telah bersabda, “ Pintu sorga terbuka kepada di hadapan orang
yang gemar mengejek dan mengolok-olok orang lain. Lalu dikatakan kepadanya, „
Mari, mari masuk „. Kemudian dia mencoba mendekat dengan susah dan gundah .
Tetapi ketika dia sampai di depan pintu, maka pintu pun tertutup baginya “. Beliau
juga bersabda dalam khutbahnya, “ Jangan mengolok-olok seseorang yang
mengeluarkan bunyi dari dalam perutnya. Mengapa kalian menertawakan orang
yang melakukan itu karena panggilan alamiah ? “. Rasulullah Saw bersabda,“
Barangsiapa melecehkan saudaranya karena dosa yang telah disesalinya, maka dia
tidak akan mati sebelum melakukan dosa itu “. Maka dari itu, seseorang yang
mengejek , menghina, melecehkan, dan mengolok-olok orang lain karena keadaan
tubuh, akhlak, perbuatan, atau tulisannya, maka hal itu terlarang dan haram.

( SEBELAS ). Membuka dan menyebarkan rahasia. Membuka dan menyebarkan


rahasia saudaranya sesama Muslim tidak diperbolehkan karena dapat menyakitkan
hati serta mempermalukan sauadaranya itu. Nabi Saw pernah berkata, “ Apabila
seseorang menceritakan sesuatu kepadamu dan meminta merahasiakannya, maka
itulah adalah amanah “. Dalam riwayat lain beliau bersabda, “ Itu adalah amanah di
antara kalian berdua “. Hasan al-Bashri berkata, “ Adalah suatu pengkhianatan
apabila engkau membuka rahasia saudaramu “. Diriwayatkan bahwa Walid bin
Utbah mengadakan pembicaraan rahasia dengan Mu‟awiyah, khalifah waktu itu. Dia
berkata kepada ayahnya, “ Wahai ayah, Amirul Mukminin mengatakan suatu rahasia
kepadaku. Aku kira tak ada salahnya aku ceritakan kepadamu “. Ayahnya berkata, “
Jangan ceritakan itu kepadaku, karena orang yang tetap menjaga rahasia itu maka
rahasia itu akan tetap berada dalam kekuasaannya. Tetapi apabila dia membukanya
kepada orang lain, maka rahasia itu berada dalam kekuasaan orang lain “.
Kemudian Walid berkata, “ Wahai ayah pembicaraan ini akan tetap menjadi rahasia
antara ayah dan anak “. Ayahnya berkata, “ Aku tak ingin engkau menghinakan
lidahmu dengan membeberkannya ( kepadaku ) “. Walid lalu memberi tahu hal itu
kepada khalifah, yang setelah mendengar ceritera Walid, kemudian berkata, “ Wahai
Walid, ayahmu membebaskan engkau dari budak kesalahan “.

( DUA BELAS ). Janji palsu. Janji palsu juga termasuk dalam bahaya lidah karena
seseorang cenderung ingin membuat janji terburu-buru tetapi tidak selalu bisa
memenuhi. Akibatnya, ia mengingkari janjinya sendiri.
Allah Ta‟ala berfirman, “ Hai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janjimu…. (
Qs al-Maidah [5]: 1 ). Rasulullah Saw bersabda, “ Janji itu ibarat pemberian “. Baliau
juga pernah bersabda, “ Janji adalah sejenis utang atau lebih berat dari itu “. Allah
Azza wa Jalla memuji Nabi Ismail As dalam hal janji, karena beliau tidak pernah
ingkar, “ Sesungguhnya dia ( Nabi Ismail ) selalu memegang janji “. ( Qs Maryam
[19 ]:54 ). Suatu hari Nabi Ismail berjanji untuk bertemu dengan seseorang disuatu
tempat, tetapi orang itu tidak datang ke sana sesuai dengan janjinya, karena lupa.
Beliau menunggu di tempat itu selama 22 hari ! Ketika Abdullah, anak laki-laki Umar
bin Khatab, sudah mendekati ajalnya, dia berkata, “ Seorang Qurasy ingin menikahi
anak perempuanku. Aku berjanji kepadanya. Demi Alllah, aku tidak mau bertemu
dengan Allah dengan membawa tiga jenis nifak. Aku bersaksi terhadapmu bahwa
aku akan menikahkan anak perempuanku dengannya “. Abdullah bin Abil Khansa
meriwayatkan, “ Aku membuat transaksi dengan Rasulullah Saw untuk menjual
sesuatu kepada beliau pada masa sebelum kerasulannya dahulu. Aku berjanji akan
membawakan sesuatu itu kepadanya ke suatu tempat tetapi setelah itu aku lupa.
Pada hari ketiga aku baru ingat segera pergi ke tempat tersebut dan menemukan
beliau masih menunggu disana “. Beliau bersabda, “ Wahai anak muda, engkau
telah menyusahkan aku. Aku sudah disini sejak tiga hari yang lalu demi engkau “.
Apabila berjanji, Rasulullah Saw biasanya mengucapkan , “ Mudah-mudahan “ atau “
Insya - Allah “ . Ibn Mas‟ud tidak pernah berjanji tanpa mengucapkan “ Insa-Allah “ (
Apabila Allah mengizinkan ).

Rasulullah Saw telah bersabda dalam sebuah hadis, “ Barangsiapa pada diri
seseorang terdapat tiga perkara, maka dia adalah munafik, sekalipun shalat, puasa
dan mengaku dirinya Muslim : (1) apabila berkata-kata, dia dusta; (2) apabila
berjanji, dia ingkar ; dan (3) apabila diberi amanat, dia khianat “. Dalam hadis
lainnya, beliau bersabda, “ Barangsiapa pada diri seseorang terdapat salah satu dari
empat perkara, maka munafik: (1) apabila berbicara, dia berdusta ; (2) apabila
berjanji, dia menyalahi ; (3) apabila diamanati, dia berkhianat ; dan (4) apabila
bertengkar dalam soal harta, dia mencela “. Suatu kali Nabi Saw berjanji kepada
Abul Haitsam bahwa beliau akan menyediakan kepadanya tiga orang budak. Beliau
membawa tiga tawanan perang dan memberikan dua di antaranya kepada Haitsam
dan seorang lagi bagi diri beliau sendiri. Kemudian datanglah putri beliau, Fatimah
Ra, kepada beliau dan berkata, “ Tidaklah ayah menyaksikan pada tanganku
terdapat bekas-bekas menumbuk gandum ?” Beliau menjawab, “ Bagaimana
dengan janjiku kepada Abul Haitsam ?” Kemudian beliau memberikan budak yang
seorang kepada Abul Haitsam kerena sudah terlanjur sudah berjanji kepadanya.
Jadi, Fatimah, putri terkasih Rasulullah Saw, kembali dengan tangan hampa.

Pada suatu hari, Nabi Saw membagi-bagi harta rampasan yang diperoleh dalam
perang Hunain. Kemudian seseorang datang dan berkata, “ Wahai Rasulullah, ada
sesuatu yang harus diberikan kepadaku atas dasar janjimu “. Beliau bersabda, “
Engkau benar, engkau boleh berbuat sesuai dengan keinginanmu “. Ia
menginginkan 80 ekor domba beserta seorang penggembalanya. Rasulullah Saw
memberika domba yang diinginkan itu kepadanya sambil bersabda, “ Apa yang kau
inginkan ( itu ) kecil. Ingatlah . Nabi Musa berkata kepada seorang perempuan yang
menunjukkan kepada beliau tulang belakang Nabi Yusuf, “ Engkau mendapatkan
apa yang kau inginkan “. Wanita berkata, “ Aku ingin agar masa mudaku tidak
berlalu dariku dan agar aku dapat hidup di Sorga dan di Akhirat kelak bersama
denganmu “. Dia ( wanita itu ) dijadikan teladan di Jazirah Arabia “. Nabi Saw
pernah bersabda, “ Apabila seseorang berniat kuat untuk memenuhi janji, niscaya
dia tidak akan mengingkarinya “. Dalam riwayat lainnya, “ Apabila seseorang berjanji
kepada saudaranya dan berniat memenuhinya, tetapi kemudian ia menyalahinya,
maka ia tidak berdosa karenanya “.

( TIGA BELAS ). Perkataan dosa dan sumpah palsu. Itulah salah satu bahaya
lidah. Dusta dalam kata-kata dan sumpah adalah dosa besar dan kesalahan yang
sangat buruk. Dalam tahun pertama hijrah, Rasulullah Saw, bersabda, “ Berhati-hati
dan waspadalah dengan kedustaan karena ia adalah sahabat orang fasik dan
keduanya ( kedustaan dan pendusta ) berada di Neraka “ Beliau juga bersabda
dalam hadis lainnya, “ Sesungguhnya dusta adalah salah satu pintu nifak “. Hasan
al-Bashri berkata, “ Orang mengatakan bahwa ada perbedaan antara perkataan dan
perbuatan yang terang dan yang rahasia, dan ada perbedaan antara yang masuk
dan yang keluar dari nifak, tetapi dosa yang menjadi pokok pangkal timbulnya nifak
adalah dusta “. Rasulullah Saw telah bersabda, “ Apabila engkau menceritakan
kepada saudaramu cerita yang dipercayakan padamu ( untuk dirahasiakan ) tetapi
yang tidak engkau percayai padanya ( tidak dirahasiakan kepada orang lain ), maka
perbuatan itu adalah khianat “. Sabda beliau lainnya, “ Seseorang dicatat sebagai
pendusta di sisi Allah Ta‟ala jika ia membiasakan diri berdusta dan terlibat
dalam pembicaraan dusta “. Pada suatu hari Nabi Saw berlalu di dekat dua orang
yang sedang tawar-menawar dua ekor kambing dan keduanya saling bersumpah.
Salah satunya berkata, “ Demi Allah, aku tidak akan menjual kambing ini kurang dari
harga ini “. Yang lainnya berkata, “ Aku tidak akan membeli lebih dari harga ini “.
Lalu Rasulullah Saw mendekati keduanya dan salah seorang darinya kemudian jadi
membeli kambing itu. Beliau kemudian bersabda, “ Wajib bagi salah seorang
diantara kamu kafarat karena telah melakukan perbuatan dosa “. Rasulullah Saw
pernah bersabda, “ Sesungguhnya dusta akan mengurangi rezeki “. Sabda beliau
dalam hadis lainnya, “ Sesungguhnya sebagian dari saudagar adalah pendusta (
pendosa ) “. Beliau ditanya, “ Ya Rasulullah, bukanlah Allah Ta‟ala telah
menghalalkan jual-beli ?” Jawab beliau, “ Benar, namun sebagian saudagar
berdosa karena sumpah palsu dan dusta dalam perkataan “.

Rasulullah Saw telah bersabda, “ Pada Hari Kiamat Allah Swt tidak akan berbicara
dan juga tak akan memandang kepada tiga golongan manusia: (1) orang yang
menyebu-nyebut sedekah yang diberikannya; (2) orang yang menjual sesuatu
dengan bohong; dan (3) orang yang memanjangkan kain bawahnya karena
sombong “. Beliau juga bersabda, “ Jika seseorang bersumpah dengan membawa-
bawa nama Allah dan memasukkan ke dalamnya kedustaan seperti sayap seekor
lalat ( masuk kedalam air ), maka terdapatlah setitik noda di hatinya sampai Hari
Kiamat “. Beliau bersabda dalam hadis lainnya, “ Allah Azza wa Jalla mencintai tiga
macam manusia : (1) orang yang berjihad di jalan Allah dengan berdiri tegak dalam
barisan hingga dirinya atau teman-temannya menjadi pemenang; (2) orang yang
tetap bersabar atas kejahatan tetangganya hingga kematian atau perjalanan
memisahkan keduanya ; dan (3) orang yang shalat di sebuah sudut ketika dia
bersama dengan sekelompok tentara yang berada dalam perjalanan perang dan
mencari tempat yang baik untuk beristirahat atau tidur hingga bangun untuk
melanjutkan perjalanan. Dan tiga macam manusia dibenci oleh Allah: (1) saudagar
yang gemar bersumpah palsu; (2) orang yang sombong; dan (3) orang yang suka
menyusahkan orang lain ( dalam riwayat lain: orang yang suka menyebut-nyebut
pemberian atau sedekahnya ) “.

Dalam hadis lainnya Rasulullah Saw bersabda, “ Celaka, celaka bagi orang yang
gemar berbicara untuk membuat orang lain tertawa dan gemar membumbuinya
dengan dusta didalamnya “. Beliau pernah bersabda , “ Aku bermimpi bahwa
seorang laki-laki datang kepadaku lalu berkata . „ Bangunlah ! „ Aku bangun
bersamanya dan kemudian aku melihat diriku berada di antara dua orang, yang satu
berdiri dan yang lain duduk. Ditangan orang yang berdiri terdapat sebatang panah.
Besi yang bengkok dari panah itu ditusukkan melalui pipi ke dalam mulut orang yang
duduk dan orang yang berdiri mencabutnya dengan paksa. Ketika mukanya jatuh
sampai ke salah satu pundaknya, panah ditusukkan kearah pipi lainnya dan dia
menariknya hingga mukanya jatuh sampai ke pundak lainnya. Demikian seterusnya.
Aku bertanya kepadanya, „ Apa alasannya ?‟ Dia menjawab, „ Ini adalah tukang
dusta. Siksaan di alam kubur seperti itu akan berlanjut sampai tiba Hari Kiamat “.

Abdullah bin Jarrad berkata, “ Aku bertanya kepada Nabi Saw, “ Ya Rasulullah,
adakah orang mukmin berbuat zina ? “ Beliau bersabda, “ Ya, mungkin saja “. Aku
kemudian bertanya, “ Ya Rasulullah, adakah orang mukmin berdusta ( menjadi
pendusta ) „ Jawab beliau, “ Tidak “. Kemudian beliau membacakan ayat berikut, “
Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang
tidak beriman kepada ayat-ayat Allah dan mereka itulah para pendusta “. ( Qs. an-
Nahl [16]: 105 ). Diriwayatkan Nabi Saw sering berdoa,

“ Allahumma thahhir qalbi minan-nifaqi wa farji minaz-zina lisani minal-kadzib “.

“ Ya Allah Tuhanku, sucikanlah hatiku dari nifak, kemaluanku dari zina dan lidahku
dari dusta “.

Beliau bersabda, “ Allah Swt tidak akan berbicara dengan tiga golongan menusia
dan juga tidak akan menyucikan mereka dan akan memberikan siksaan yang pedih,
yaitu orang tua yang berzina, raja yang berdusta, dan orang miskin yang sombong “.
Sabda beliau lainnya, “ Jikalau Allah Ta‟ala menganugerahkan kepadaku nikmat
sebanyak bilangan batu ini, niscaya aku akan membagikannya kepada kalian. Kalian
tidak akan mendapati aku seorang yang kikir, pendusta dan penakut “. Beliau
bersabda sambil bersandar pada sebuah tiang, “ Maukah kalian kuberi tahu tentang
dosa besar ? Ketahuilah ia adalah berkata dusta “. Rasulullah Saw bersabda, “
Barangsiapa berkata dusta, maka malaikat sahabatnya akan menjauh darinya
sejauh satu mil “. Sabda beliau lainnya, “ Aku akan menjamin engkau masuk
kedalam Sorga apabila engkau melakukan enam hal “. Para sahabat bartanya, “ Apa
saja itu, ya Rasulullah ? “ Jawab beliau, “ Yaitu : (1) tidak berdusta jika berkata; (2)
tidak menyalahi jika berjanji; (3) tidak mengkhianati jika diberi amanah; (4)
memelihara pandangannya; (5) menjaga kemaluannya; dan (6) mencegah
tangannya “. Nabi Saw bersabda, “ Sesungguhnya setan itu punya rasa, bau, dan
celak. Rasa ( yang dimaksud dalam mulut ) adalah dusta, bau ( yang dimaksud
dalam hidung ) adalah marah, dan celak ( yang ditempel pada mata ) adalah tidur ".

Sayidina Umar, Umar berkata dalam sebuah khutbah, “ Pada suatu hari Rasulullah
Saw berdiri ditengah-tengah kalian seperti aku berdiri ditengah-tengah kalian di
tempat ini seraya bersabda, “ Berbuat baiklah kepada para sahabatku dan kemudian
orang-orang yang datang setelah mereka. Setelah itu dusta akan menyebar luas
sehingga seseorang akan mengambil sumpah dan kemudian berkata, „ Dia tidak
naik saksi “. Rasulullah bersabda, “ Barangsiapa berbicara tentang sebuah hadis
yang dikaitkan padaku padahal dia tahu dirinya berdusta maka dia adalah pendusta
“. Sabda beliau lainnya, “ Barangsiapa mengambil harta seorang Muslim lainnya
secara batil dengan memberikan sumpah palsu, maka dia menemui Allah Ta‟ala
dalam keadaan tidak diridhai oleh-Nya “. Diriwayatkan bahwa Nabi Saw menolak
kesaksian seseorang yang gemar berdusta. Rasulullah Saw telah bersabda, “
Seorang Muslim ( yang sebenarnya ) boleh jadi melakukan kekhilafan lainnya tetapi
mustahil dia berkhianat dan dusta “.

Nabi Musa As bertanya, “ Ya Tuhanku, siapakah manusia yang paling baik


beribadah kepada-Mu ?. Dia berfirman, ” ( Yaitu ) Orang yang lidahnya tidak berkata
dusta dan kepalsuan, orang yang tidak berbuat maksiat, dan orang yang menjaga
kemaluannya dari berbuat zina “. Luqman al-Hakim ( Sang Bijak ) berpesan kepada
putranya, “ Wahai anakku, hati-hatilah dengan dusta, kerena dusta adalah lezat
seperti daging burung pipit, tetapi kejahatan seorang pendusta akan segera
terungkap, “ Nabi Saw memuji kebenaran dan bersabda, “ Apabila di dalam dirimu
terdapat empat hal, yang tidak ada sesuatupun membinasakanmu sekalipun engkau
tidak memiliki perbendaharaan dunia: (1) berkata benar ( tidak berdusta ); (2)
menjaga amanah; (3) berakhlak baik; dan (4) makan makanan halal “.
RasulullahSaw bersabda, “ Tegakkan kebenaran, karena ia berkaitan dengan
agama, dan keduanya dalam Sorga “. Sabda beliau lainnya, “ Aku berwasiat
kepadamu agar bertakwa kepada Allah, berkata benar, menunaikan amanah,
memenuhi janji, mengucapkn salam dan bersikap rendah hati “.

BERDUSTA DIPERBOLEHKAN DALAM KEADAAN TERTENTU .


Ketahuilah, wahai para pembaca, berdusta tidak haram karena sifat pada dirinya
sendiri. Yang dilarang pada berdusta adalah karena madharat bagi seseorang atau
banyak orang lain kepada siapa dusta itu ditujukan. Karena itu, berbicara dusta
malah wajib dilakukan. Ulama sufi Maimun bin Mahran berkata, “ Dalam beberapa
keadaan, berdusta lebih baik dilakukan daripada berkata benar. Apabila seseorang
berlari membawa sebilah pedang hendak membunuh orang lain yang masuk ke
dalam sebuah rumah, maka ketika orang itu bertanya kepada kita dimana orang
yang hendak dibunuh itu berada , kita tentu akan menjawab, “ Aku tidak melihatnya
“. Berbohong dalam kasus tersebut menjadi wajib atas kita. Kita sudah tahu bahwa
menyelamatkan seseorang dari tindakan zalim orang lain hukumnya wajib. Jika
kebenaran dikatakan, maka nyawa orang itu akan lenyap di tangan seorang zalim.
Demikian pula, berbohong dalam peperangan , berbohong untuk mendamaikan dua
pihak yang berseteru diantara kaum Muslim, dan berbohong untuk menjaga
hubungan baik antara dua istri yang dimadu hukumnya halal atau boleh. Namun kita
juga harus berhati-hati dengan kebohongan dalam kasus-kasus tersebut.

Sayidah Ummi Kulsum berkata, “ Rasulullah Saw tidak membolehkan berdusta


kecuali dalam tiga keadaan: (1) mendamaikan dua belah pihak yang berselisih; (2)
dalam peperangan; dan (3) seorang suami berdusta [ tidak mengatakan hal yang
sesungguhnya ( keburukan )] mengenai istrinya dan seorang istri berdusta [ tidak
mengatakan hal yang sesungguhnya ( keburukan )] tentang suaminya “. Rasulullah
Saw telah bersabda, “ Tidak dinamakan pendusta orang yang mencoba
mendamaikan dua pihak yang berselisih. Dia berkata hal-hal yang baik atau
berusaha untuk kebaikan “. Sabda beliau lainnya dalam sebuah hadis, “ Setiap
kedustaan seseorang akan dituliskan, tetapi kedustaan yang dimaksudkan untuk
mendamaikan dua orang Muslim yang bertikai tidak akan dituliskan “. Seseorang
bertanya kepada beliau , “ Apakah aku boleh tidak jujur kepada istriku “. Jawab
beliau, “ Tidak ada kebaikan dalam kedustaan “. Namun orang itu mengulanginya, “
Bolehkah aku tidak jujur kepadanya ?‟. Nabi lalu menjawab. “ Tidak apa-apa engkau
dalam hal ini “. Umar bin Khathtab Ra berkata, “ Apabila seorang wanita tidak suka
pada suaminya, dia tidak boleh mengungkapnya kepada orang lain, karena mereka
tinggal bersama didalam rumah ( maksudnya : perkawinan ) didasarkan atas cinta .
Manusia harus hidup dengan cinta dan hubungan baik dalam Islam “. Rasulullah
bersabda, “ Setiap kebohongan seseorang dicatat. Kebohongan yang dikatakan
dalam perang tidak dicatat, karena perang adalah tipu muslihat. Kebohongan yang
dikatakan untuk menyelesaikan masalah antara dua pihak yang berseteru juga tidak
dicatat. Kebohongan yang dikatakan untuk menyenangkan hati istri tidak dicatat pula
“. Tsauban berkata, “ Semua dusta adalah dosa. Tetapi tidak ada dosa pada suatu
yang membawa manfaat bagi orang Muslim ( kaum Muslim ) atau menghilangkan
madharat darinya, “ Rasulullah Saw telah bersabda, “ Barangsiapa melakukan zina
hendaklah ia tetap merahasiakannya dengan kerahasiaan Allah Swt, karena
mengungkapkan ( maksudnya : menceritakan atau membuka kepada orang lain
adalah ) suatu perbuatan keji juga merupakan kekejian “. Maka dari itu, setiap orang
harus menyelamatkan kehidupan, kepemilikan, dan kehormatan dirinya, sekalipun
harus mengambil jalan kedustaan. Apabila ada orang yang bertanya kepada kita
tentang hal-hal yang rahasia pada saudara sesama Muslim, kita dapat menolaknya
dalam rangka menjaga kehormatan saudara kita itu. Apabila seseorang mempunyai
istri lebih dari seorang, dia boleh mengatakan kepada istrinya, “ Aku lebih
mencintaimu “. Dua hal yang akan ditimbang kebenaran dan kedustaan. Apabila
berkata benar ( maksudnya: jujur ) lebih banyak menyebabkan madharat daripada
manfaat, maka perbuatan itu boleh dihindari.

Dalam keadaan darurat, oleh kita kita berbicara atau berkata dengan kata-kata
sindiran atau kata-kata yang berarti ganda. Umar bi Khaththab berkata, “ Berbicara
dengan kata sindiran dapat menyelamatkan seseorang dari dusta “.

Beriukut ini adalah penjelasannya. Pada suatu hari ulama-sufi bernama Mathraf
diundang oleh penguasa zalim. Ziyad, yaitu gubernur Bashrah dan Kufah pada
masa Khalifah Yazid ibn Mu‟awiyah. Ziyad mencela sang ulama, “ Mengapa engkau
sangat terlambat datang menghadapku ?” Dia menjawab pertanyaan Ziyad dengan
kata bersayap yang berarti ganda, “ Setelah berpisah dari engkau, aku tidak dapat
mengangkat lambungku dari tempat tidur. Sekarang Allah Ta‟ala mengangkatnya
untukku “. Sang gubernur mengartikan bahwa dia sakit.

Pada suatu waktu, Mu‟adz bin Jabal Ra diangkat sebagi pembantu Umar.
Sekembalinya dari tempat kerja, istrinya bertanya, “ Apakah engkau membawa
sesuatu seperti yang dibawa orang lain ketika pulang kerja ?” Jawabnya, “ Aku tidak
dapat membawa sesuatu karena ada pengawal bersamaku “. Pengawal atau
penjaga disini maksudnya Allah Azza wa Jalla.

Jika ada seseorang datang ke rumahnya untuk mencarinya dan ia tidak ingin
bertemu dengan orang itu, Ibrahim an-Nakha‟i berpesan kepada pelayannya untuk
berkata, “ Carilah tentangnya di tempat pesujudan ( maksudnya; bisa masjid atau
dirumah sedang shalat ) “.

Rasulullah Swa bersabda, “ Salah satu dosa terbesar adalah menyatakan orang lain
bukan anak dari bapak yang sebenarnya, mengatakan bahwa seseorang telah
melihat apa yang belum dilihatnya, atau mengatakan bahwa seseorang berkata
sesuatu yang tidak pernah dikatakannya “. Beliau juga bersabda dalam sebuah
hadis, “ Barangsiapa menceritakan mimpinya

dengan berdusta, maka dia akan disuruh dua biji gandum pada Hari Kiamat tetapi
tidak pernah dapat melakukannya “.

( EMPAT BELAS ) Mengumpat atau menggunjing, membicarakan keburukan


orang lain di belakangnya. Hendaknya kita mengetahui bahwa terdapat banyak
sekali peringatan dalam Syariat mengenai menggunjing. Syariat menyatakan bahwa
perbuatan menggunjing sangat tercela. Banyak orang begitu terbiasa dengan
menggunjing dan sedikit sekali orang yang betul- betul bebas darinya. Allah Ta‟ala
berfirman, “……janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah
salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati ?
Maka kamu tidak menyukai …..”. ( Qs al-Hujarat [49]: 12 ). Rasulullah Saw
bersabda, “ Harta, kehidupan dan kehormatan setiap Muslim haram bagi Muslim
lainnya”. Allah mengumpulkan kehormatan dengan kekayaan dan kehidupan .
Sabda beliau lainnya, “ Hati-hatilah dengan menggunjing karena dosa menggunjing
lebih besar daripa zina “. Apabila seseorang berzina, dan lantas bertobat, maka
Allah akan menerima tobatnya. Tetapi tobat orang yang gemar menggunjing tidak
diterima sebelum orang yang dipergunjingkannya itu memaafkan. Nabi Saw pernah
pula bersabda, “ Jangan saling mendengki ( membenci ) di antara kalian, jangan
saling mengumbar amarah, jangan menjual lebih tinggi dari harga jual orang lain,
jangan saling bertengkar, dan jangan saling menggunjing “. Sabda beliau dalam
hadis lainnya, “ Pada malam aku di-isra‟-kan aku melewati segolongan orang yang
mencakar wajahnya sendiri dengan kuku-kukunya. Lalu aku bertanya pada Jibril, „
Wahai Jibril, siapakah mereka ?” Jawabnya, “ Mereka adalah orang yang suka
menggunjing orang lain dan melecehkan kehormatan orang lain itu “.

Salim bin Jabir berkata, „ Aku menghadap Nabi Saw lalu bertanya pada beliau, “
Ajarkan padaku sesuatu yang akan membawa manfaat kepadaku, “. Sabda beliau, “
Jangan engkau memandang rendah perbuatan baik sekalipun kecil, walaupun amal
itu sangat kecil semisal menuangkan air dari bejana kalian kepada bejana
saudaramu, atau berjumpa dengan saudaramu dengan kabar gembira, dan tidak
menggunjing seseorang setelah ia berpisah denganmu “. Al-Barra bin Azib, “ Pada
suatu hari Rasulullah Saw berkhutbah pada kami, bahkan para budak laki-laki dan
perempuan pun mendengarkan dari rumah mereka. Beliau bersabda, “ Wahai
manusia jangan kalian menggunjing orang Muslim yang telah menyatakan
keimanannya dengan lidah meskipun tidak dengan hatinya jangan mencoba
mengintip rahasia ( hal-hal yang memalukan ) mereka, karena Allah akan membuka
rahasia orang Muslim yang suka mengintip rahasia saudaranya sesama Muslim, dan
barang siapa rahasianya diintip oleh Allah Swt niscaya Dia akan membukanya di
rumahnya sendiri “.

Nabi Isa As menerima wahyu dari Allah, “ Barang siapa meninggal dunia dalam
keadaan tobat dari perbuatannya menggunjing orang maka dia akan masuk Sorga
paling belakangan . Dan barangsiapa meninggal dunia tanpa pernah bertobat dari
perbuatan tersebut, maka dia akan masuk Neraka paling awal “. Sahabat Anas bin
Malik Ra, “ Suatu Nabi Saw menuruh sahabatnya untuk berpuasa dan bersabda, “
Janganlah kalian berbuka puasa sebelum aku menyuruhmu “. Kemudian semua
sahabat berpuasa. Ketika malam tiba, seseorang menghadap beliau dan berkata, “
Ya Rasulullah, aku telah berpuasa. Sekarang perintahkan kepadaku untuk berbuka
“. Kemudian satu per satu sahabat menghadap kepada beliau untuk diizinkan
berbuka. Kemudian ada seorang laki-laki datang dan berkata kepada Rasulullah, “
Ya Rasulullah, dua orang perempuan dikeluarga saya berpuasa tetapi mereka tidak
datang menghadap Anda karena malu. Perintahkan pada mereka untuk berbuka “.
Beliau kemudian memalingkan mukanya dari orang itu dan sekali lagi orang itu
bertanya kepada beliau. Setelah itu beliau bersabda, “ Apakah bisa disebut mereka
berpuasa jika mereka memakan daging manusia pada siang hari ? Katakan kepada
keduanya apabila mereka berpuasa hendaklah mereka memuntahkan apa yang
dimakannya “. Lalu mereka melakukan apa yang diperintahkan Rasulullah. Tiba-tiba
dari perut mereka keluar sebongkah darah beku. Beliau bersabda, “ Demi Allah,
yang hidupku berada ditangan-Nya, jika darah beku itu terus berada dalam perut
mereka, niscaya mereka akan ditelan oleh api Neraka “.

Anas bin Malik meriwayatkan bahwa tatkala Nabi Saw menyebut-nyebut tentang riba
adalah dosa sangat besar, beliau bersabda, “ Satu dirham uang riba ( yang engkau
makan ) lebih besar dosanya daripada 36 kali perbuatan zina. Tetapi riba terbesar
adalah menghancurkan kehormatan seorang Muslim “. Hazrat Jabir Ra, “ Aku
bersama Rasulullah berada dalam suatu perjalanan. Ketika kami melewati dua
kuburan yang bersebelahan beliau bersabda, “ Kedua orang ini disiksa bukan
karena dosa besar . Seorang disiksa karena menggunjing orang lain. Seorang
lainnya disiksa karena tidak pernah membersihkan diri dari kencingnya “. Lalu beliau
mengambil sehelai pelepah kurma yang masih segar dan membaginya menjadi dua.
Kemudian baliau menancapkan masing-masing pada kedua makam tersebut seraya
bersabda, “ Selama pelepah kurma ini masih segar dan belum mengering, siksaan
atas mereka akan menjadi ringan “.

Pada suatu hari Nabi Saw memerintahkan Mu‟iz bin Malik dirajam dengan batu
karena berzina. Seorang laki-laki melihatnya lalu berkata, “ Lihat Mu‟iz mati layaknya
seekor anjing “. Nabi Saw kebetulan berlalu dekat kedua orang itu dan seekor
bangkai binatang. Beliau kemudian berkata kepada mereka, “ Makanlah bangkai
binatang itu “. Mereka bertanya kepada beliau, “ Ya Rasulullah, bagaimana kami
makan bangkai seekor binatang “. Jawab beliau, “ Daging busuk saudaramu yang
kau makan lebih busuk dan menjijikan daripada daging ini “. ( Maksudnya: perbuatan
menggunjing, apalagi terhadap orang yang meninggal dunia, sangat tercela, ibarat
memakan daging bangkai binatang atau lebih dari itu ). Abu Hurairah Ra berkata, “
Barangsiapa memakan daging saudaranya di dunia ini, maka dia akan memakan
daging itu di Akhirat “. Dikatakan kepadanya, “ Makanlah dagingnya ketika ia sudah
mati sebagaimana engkau telah memakannya sewaktu masih hidup di dunia.
Kemudian dia memakannya, mengunyahnya lalu menelannya “. Mujahid
menjelaskan pengertian beberapa kata dalam Al-Quran al- Hamazah , “ Humazah
berarti mencela orang dan lumazah berarti memakan daging orang, maksudnya
menggunjing “. Qatadah berkata, “ Ada tiga macam siksa kubur: (1) disebabkan
oleh kegemarannnya menggunjing; (2) karena mencela kehormatan orang
dibelakang orang yang bersangkutan; dan (3) disebabkan oleh kebiasaan tidak
mematuhi adab buang air “. Hasan al-Basri berkata, “ Demi Allah, pengaruh
menggunjing pada agama seorang mukmin seperti penyebaran borok cacar pada
tubuh “. Seorang ahli hikmah berkata, “ Kami mendapati bahwa para orang saleh
terdahulu tak pernah menggunjing puasa dan shalat saja yang disebut ibadah, tetapi
juga menghindarkan diri dari menggunjing orang “. Ibnu Abbas Ra berkata, “ Apabila
engkau ingin menceritakan kekurangan temanmu kepada orang lain, maka ceritakan
dahulu kekuranganmu “.

Sufi Malik bin Dinar berkata, “ Suatu hari Nabi Isa As bersama para sahabatnya (
yang disebut al-hawariyyin ) lewat bangkai seekor anjing. Lalu para sahabatnya
berkata, “ Alangkah busuk bau anjing itu “. Nabi Isa pun berkata, “ Betapa bagus
susunan gigi-geriginya “. Dengan perkataan itu beliau mencela para sahabatnya
yang mencela anjing itu dan memberi pemahaman kepada mereka bahwa tidak ada
sesuatu yang buruk pada ciptaan Allah.

MAKNA GUNJINGAN DAN BATAS-BATASNYA. Menggunjing berarti


mengatakan kekurangan, cacat, hal yang buruk, atau sesuatu yang tak
menyenangkan tentang teman kita, saudara kita atau seseorang kepada orang lain
dalam ketiadaannya ( maksudnya : mengomongkan di belakang ), sesuatu yang
niscaya tidak akan disukai orang yang diperkatakan itu. Ini menyangkut keadaan
fisik, keturunan, pakaian, rumah, agama, sikap, sifat, perilaku, dan akhlak orang
tersebut. Apabila kita mengatakan tentang seseorang bahwa kerdil, maka dia tentu
akan sangat tersinggung dan pasti akan menyakitkan hatinya. Maka perbuatan
tersebut adalah menggunjing. Jika kita berkata dibelakang seseorang bahwa dia
tukang maksiat, fasik atau pendosa, ia berketurunan rendah , ia ( hanya ) tukang
pembajak sawah, dan sebagainya, maka perbuatan kita itu disebut menggunjing.
Jika ia berkata, “ Akhlaknya buruk , dia kikir, sombong, munafik, pemarah, pemalas
“, maka tindakan itu disebut menggunjing . Kepada Nabi Saw tentang seorang
wanita yang rajin berpuasa dan shalat malam tetapi juga menyakitkan hati
tetangganya dengan lidahnya. Lalu beliau bersabda, “ Wanita itu akan masuk
Neraka “. Pada kesempatan lain, diceritakan ke hadapan beliau mengenai seorang
wanita lain yang kikir, meskipun rajin beribadah. Beliau bersabda, “ Itu tidak baik,
adakah kebaikannya ?”. Pada suatu hari Rasulullah Saw bersabda, “ Tahukah kalian
apa itu menggunjing ? “. Para sahabat berkata, “ Allah dan Rasul-Nya yang lebih
tahu “. Beliau kemudian bersabda, “ Memperkatakan sesuatu yang tidak disukai oleh
saudaramu sesama Muslim adalah menggunjing “. Seorang sahabat bertanya, “
Apakah juga demikian jika yang aku katakan benar adanya ?”. Lalu beliau
menjawab, “ Sekalipun yang katakan adalah benar, itu tetap dianggap sebagai
menggunjing. Tetapi jika yang engkau katakan salah , maka itu adalah fitnah “.
Suatu ketika seorang sahabat berkata kepada Nabi Saw, “ Alangkah lemahnya laki-
laki itu “. Beliau tak suka lalu bersabda, “ Engkau telah mengumpat saudaramu “.
Sahabat itu bertanya, “ Wahai Rasulullah, kami mengatakan apa adanya “. Beliau
pun bersabda, “ Apabila yang kau katakan tidak terdapat padanya, maka itu fitnah “.
Hasan al-Bashri berkata, “ Orang yang membicarakan orang lain ada tiga macam :
(1) menggunjing: (2) memfitnah; dan (3) berdusta tentang orang yang bersangkutan
“. Di dalam Al-Quran disinggung mengenai tiga jenis manusia ini. Menggunjing
adalah memperkatakan sesuatu kekurangan atau kesalahan yang memang ada
pada orang yang dibicarakan. Memfitnah adalah memperkatakan sesuatu
kekurangan atau kesalahan yang tidak ada pada yang bersangkutan. Sedangkan
berdusta mengenai seseorang adalah memperkatakan apa yang sampai pada kita
tentang orang lain.

MENGGUNJING YANG TIDAK DENGAN LIDAH. Ketahuilah bahwa


menggunjing dapat dilakukan tidak saja dengan lidah tetapi juga dengan gerak,
sikap, isyarat, gerak tubuh dan tulisan. Setiap jenis menggunjing dilarang dan
diharamkan oleh agama. Aisyah Ra berkata, “ Datanglah seorang wanita kepada
kami. Ketika ia sudah pergi, aku memberikan isyarat dengan tangan kepada
Rasulullah bahwa di pincang . Maka beliau pun tak suka seraya bersabda, “ Engkau
telah mengumpatnya “. Kalam atau pena ibarat lidah dan menggunjing pun dapat
dilakukan melalui tulisan yang ditulis dengan pena. Apabila seorang penulis mencela
seseorang dengan tulisannya, maka itu berarti menggunjing orang yang dicelanya
itu. Gunjingan juga dapat dilakukan atas orang yang sudah meninggal. Ketika Nabi
Saw tidak suka kepada perbuatan seseorang, beliau tidak menyebut secara khusus
tentang orang tersebut kecuali hal-hal yang umum “. Bagaimana orang yang
melakukan perbuatan ini atau perbuatan itu ?”. Beliau pernah berkata bahwa orang
yang mendengar gunjingan termasuk dalam golongan penggunjing. Tetapi jika ia
protes dengan lidahnya, maka ia terbebas dari dosa. Jika ia tidak sanggup
melakukan itu, hendaknya ia menyadari dalam hatinya bahwa itu buruk. Seandainya
yang bersangkutan sanggup pergi dari tempat itu atau bisa mengubah topik
pembicaraan, terlepaslah ia dari dosa menggunjing. Nabi Saw telah bersabda, “
Apabila seorang mukmin dicerca di hadapan seseorang yang tidak menolongnya
padahal ia mampu melakukan hal itu, maka Allah akan menghinakannya pada Hari
Kiamat di hadapan semua makhluk “. Beliau juga bersabda dalam sebuah hadis, “
Barangsiapa melindungi kehormatan seorang Muslim di balik punggungnya, maka
wajib bagi Allah melindungi kehormatannya pada Hari Hisab nanti “. Sabda beliau
lainnya, “ Jika seseorang menyelamatkan kehormatan saudaranya sesama Muslim
di belakangnya, maka Allah wajib menyelamatkan ia dari api Neraka “.

SEBAB-SEBAB PERBUATAN MENGGUNJING. Banyak sebab orang


melakukan perbuatan dosa ini. Berikut akan dijelaskan sebelas diantaranya.
Delapan sebab dapat dapat diterapkan pada semua orang dan tiga sebab hanya
dapat diterapkan pada orang-orang tertentu dan para agamawan.

Sebab pertama adalah marah. Kemarahan pada orang lain menyebabkan


seseorang dapat terlihat dan sibuk memperkatakan kekurangan atau kesalahan
orang tersebut dan itulah yang membangkitkan kebencian dalam hatinya terhadap
orang tersebut. Hal ini wajar dan biasa jika yang bersangkutan tidak beragama dan
tidak pernah berhubungan dengan agama. Kadang-kadang hatinya menyimpan
kebencian kepada orang yang dibencinya tanpa menyatakan secara terus terang.
Maka rasa marah kepada orang lain dapat menjadi sebab seseorang menggunjing.
Sebab kedua adalah untuk menyenangkan hati teman-teman dan sahabat-
sahabatnya. Sebab ketiga adalah untuk menghilangkan rasa bersalahnya sendiri
dengan jalan menggunjing orang lain. Sebab keempat adalah untuk membebaskan
diri dari rasa bersalah dengan mengaitkan atau menisbatkan kesalahan atau
kekurangan itu pada orang lain dengan kata-kata, “ Aku tak akan melakukannya
kecuali demi orang lain “. Sebab kelima adalah untuk mengangkat kemulian dan
membanggakan kehebatan diri , yang karena itu, berusaha mengecilkan,
melecehkan dan membodoh-bodohkan orang lain dengan kata-kata , “ Dia bodoh
dan lemah, “ Sebab keenam adalah karena benci kepada orang lain. Sebab ketujuh
adalah main-main, iseng dan senda-gurau. Adapun sebab kedelapan adalah untuk
menghina orang lain.

Sebab-sebab yang berkaitan dengan orang-orang tertentu yang berkhitmat pada


agama. Ketiga sebab mengapa orang berkhidmat pada agama menggunjing
sangatlah halus dan pelik, dan setan menyembunyikannya pada berbagai perbuatan
baik. Sebab pertama adalah bahwa ketika orang melihat beberapa
kekurangan/cacat pada diri orang-orang religious ( yang berkhidmat pada agama )
mereka berkata bahwa seseorang yang saleh mempunyai semua kebaikan kecuali
satu kekurang/cacat. Jika mereka mengungkapkan kekurangan/cacat itu, maka
perbuatan tersebut adalah menggunjing. Sebab kedua adalah simpati pada orang
yang melakukan gunjingan dengan mengatakan, “ Perbuatan orang yang sial itu
telah menyebabkan kecemasanku “. Seandainya ia menyebutkan nama, maka ia
boleh disebut telah melakukan perbuatan menggunjing. Sebab ketiga adalah untuk
mengungkapkan rasa marah karena Allah atas seseorang yang menyebutkan
namanya. Apabila namanya tidak disebut, maka perbuatan itu tidak bisa disebut
menggunjing orang tersebut.

OBAT UNTUK MENCEGAH LIDAH DARI MENGGUNJING. Hendaknya


kita mengetahui bahwa obat bagi perbuatan menggunjing adalah ilmu dan amal atau
gabungan antara ilmu dan amal. Obat bagi suatu penyakit adalah tindakan yang
berlawanan dengan itu. Ada dua jenis obat bagi penyakit menggunjing, yang umum
dan yang khusus. Obat yang umum adalah agar penggunjing hendaknya memiliki
ilmu dan pengetahuan mengenai perbuatan menggunjing, yaitu bahwa menggunjing
akan menjerumuskan dirinya ke dalam kemurkaan Allah dan bahwa kebaikan serta
kebajikannya akan habis pada Hari Kiamat karena akan berpindah kepada orang
yang dipergunjingkannya. Menggunjing ibarat memakan bangkai binatang.
Rasulullah Saw bersabda, “ Menggunjing menelan kebaikan seseorang lebih cepat
daripada api membakar kayu kayu kering “. Pada suatu hari , seorang laki-laki
berkata kepada Hasan al-Bashri, “ Aku mendengar bahwa engkau telah
menggunjing aku “. Hasan al-Bashri berkata, “ Engkau tak akan memperoleh derajat
seperti itu sebelum aku memberi semua kebaikanku padamu “. Nabi Saw pernah
bersabda, “ Akan diberkati orang yang tidak sempat melihat kekurangan orang lain
karena sibuk pada kekurangannya sendiri “. Seorang laki-laki menyapa salah satu di
antara ulama-ulama yang bijak, “ Wahai orang yang buruk rupa “. Jawab ulama yang
bijak itu, “ Aku tak akan mengharamkannya jika itu berada di tanganku “.
Obat khusus bagi penyakit menggunjing antara lain sebagai berikut. Untuk memulai
menerapkan obat-obat ini, sebab pokok dan mendasar mengapa orang menggunjing
harus dicari terlebih dahulu. Ada delapan sebab seperti yang dikemukakan diatas
dan sebab-sebab ini hendaknya dihilangkan. Kemarahan atau rasa marah adalah
sebab yang harus bisa dikendalikan betul-betul. Jika terpaksa balas dendam atas
seseorang disebabkan oleh rasa marah, maka hendaknya kita ketahui bahwa Allah
Azza wa Jalla akan membalas dendam kepada kita, karena kemurkaan disebabkan
gunjingan kita, karena Dia telah melarang kita dari perbuatan tersebut . Rasulullah
Saw telah bersabda, “ Neraka mempunyai sebuah pintu. Barangsiapa menyebabkan
kemurkaan Allah Swt dengan maksiat akan masuk Neraka melalui pintu tersebut
dan tidak ada orang lain itu “. Beliau juga bersabda dalam hadis lainnya, “ Lidah
seseorang yang takut kepada Allah tetap terjaga dan kemarahannya pun tetap
terjaga “. Beliau bersabda , “ Barangsiapa menahan marah meskipun dia berhak
dan mampu menyampaikannya, maka Allah akan memanggilnya di Hari Kiamat di
depan semua makhluk kemudian berkata, “ Ambillah bidadari yang engkau sukai “.
Allah berfirman dalam salah satu dari kitab-kitab suci terdahulu, “ Wahai Anak Adam
ingatlah kepada-Ku di kala engkau marah, maka Aku akan mengingatmu pada saat
kemarahan-Ku “. Dengan perkataan lain, Allah Ta‟ala tidak akan membinasakan kita
bersama orang-orang lain yang dibinasakan-Nya.

Sebab kedua menggunjing adalah untuk mendukung pendapat teman-teman.


Obatnya adalah menentang atau melawan pendapat teman-teman kita dalam hal
mengumpat atau menggunjing seseorang . Kita harus tahu seandainya
mengabaikan dan meninggalkan keridhaan Allah dengan menyenangkan atau
mencari keridhaan teman-teman kita, maka Allah akan menghinakan kita. Maka
bagaimana mungkin kita meninggalkan Allah demi kesenangan teman-teman kita ?
Sebab ketiga adalah untuk menunjukkan kesalehan kita dengan menggunjing orang
lain. Obat sebagai sebab ketiga ini adalah seperti yang dikemukakan di atas. Kita
harus mengetahui dalam kasus itu kemurkaan Allah akan jatuh keatas kita dan kita
mengalami kebinasaan di Akhirat yang membebaskan diri kita dari kesalahan di
dunia. Kita harus mengetahui bahwa seorang Muslim akan kehilangan semua
kebaikan dan kebajikannya karena menggunjing. Sebab keempat mengapa orang
menggunjing adalah memandang dirinya bersih suci dan merendahkan martabat
serta kehormatan orang lain. Obat dari sebab keempat ini adalah mengetahui bahwa
kehormatan dan martabatnya dapat jatuh dan lenyap sehingga orang lain akan
merendahkan serta melecehkan kehormatan orang tersebut. Sebab kelima
mengapa orang menggunjing adalah karena iri hati atau dengki. Obatnya adalah
sebagai berikut. Ia harus mengetahui bahwa apabila ia iri kepada seseorang
karena kekayaan dan kehormatannya di dunia, maka ia akan dibakar oleh api
kedengkian di dunia ini selain dibakar dalam api Neraka. Dengan demikian ia akan
me nerima siksaan di Neraka dan kehilangan kekayaan dan kehormatan di dunia. Ia
juga harus mengetahui bahwa dosa-dosa orang yang dipergunjingkan akan
berpindah ya kepadanya dan kebaikan-kebaikannya akan berpindah kepada orang
itu. Sebab keenam adalah penghinaan dan senda –gurau (olok-olok ). Ketahuilah
pula bahwa jika kita menghina atau mengolok-olok seseorang ditengah-tengah
orang lain , maka kita akan dihinakan atau diolok-olok di hadapan semua makhluk
nanti di Akhirat. Sebab ketujuh yaitu menunjukkan rasa simpati kepada dosa atau
perbuatan maksiat orang lain dan kerena itu membicarakannya denga rasa simpati.
Sebab kedelapan yaitu mengungkapkan ketakjuban atas keburukan orang lain.
Mengungkapkan ketakjuban demikian adalah ejekan atau olok-olok yang merupakan
perbuatan dosa.

MENGGUNJING DALAM ( DENGAN ) HATI. Ketahuilah wahai para pembaca


bahwa menggunjing orang lain dalam atau dengan hati pun dilarang, seperti halnya
menggunjing dengan lidah. Artinya pikiran, gagasan atau sangkaan bahwa orang
kita bayangkan itu jahat, fasik atau pendosa disebut menggunjing dengan hati.
Namun apa yang muncul secara tiba-tiba di dalam hati atau pikiran dimaafkan. Allah
Ta‟ala berfirman, “ Hai orang-orang yang beriman, apabila datang kepadamu orang
fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya
yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu “. ( Qs al-Hujarat [49]: 6 ).
Oleh sebab itu, kita dilarang mendukung perbuatan jahat seseorang. Nabi Saw telah
bersabda, “ Allah Ta‟ala telah mengharamkan kehidupan dan harta seorang Muslim (
untuk dilanggar oleh Muslim lainnya ) dan berprasangka jahat terhadapnya “.
Dengan demikian, prasangka jahat terhadap orang lain dan sesama Muslim juga
tidak diperbolehkan oleh agama. Jika prasangka jahat itu kita lakukan, maka
menuntun kita masuk ke dalam prasangka-prasangka lain serta cenderung mencari-
cari kesalahan orang lain itu, yang juga dilarang oleh agama. Firman Allah Swt,
“…..janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain……” ( Qs al-Hujarat [49]: 12
).

KASUS DAN KEADAAN DIMANA MENGUNGGUNJING


DIPERBOLEHKAN. Ada beberapa sebab di mana menggunjing diperkenankan.
Satu. Mengatakan cacat atau kesalahan orang lain dalam sidang pengadilan.
Keluhan dan gunjingan seseorang mengenai orang lain di hadapan hakim dalam
persidangan berkenaan dengan kezaliman orang tersebut, perbuatan khianatnya
atau perbuatannya menggunjing orang lain, dihalalkan baginya. Namun, jika
sebenarnya dia tidak dizalimi atau dianiaya atau disiksa, maka dia dianggap sebagai
penggunjing dan tentu saja dia berdosa. Rasulullah Saw telah bersabda, “
Barangsiapa mempunyai hak maka dia berhak berbicara “. Beliau juga bersabda
dalam sebuah hadis, “ Menunda pembayaran utang bagi orang yang berkecukupan
adalah kezaliman “. Dalam hadis lainnya beliau bersabda, “ Apabila hutang tidak
dibayar seorang yang kaya, maka boleh dilanggar kehormatannya “.

Dua. Dalam rangka membantu mengubah perbuatan atau perilaku jahat seseorang.
Kita diperbolehkan menceritakan pekerjaan atau perbuatan orang fasik dalam
rangka mengajak atau membawanya kepada jalan yang benar serta mengubah
perbuatan jahat atas seseorang yang dapat mencegahnya dengan menerapkan
kekuatan atasnya. Pada suatu hari, sampailah berita kepada Khalifah Umar bahwa
Abu Jundul minum khamar di Syria. Dia menulis surat kepada Abu Jundul, “
Bismillahir-rahmannir-rahim, Ha Mim, Diturunkan Kitab ini ( Al-Quran ) dari Allah
yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui “. ( Qs al-Mu‟min [40]: 1]. Ketika Abu
Jundul membaca ayat tersebut, dia menyesal dan bertobat dari perbuatan
maksiatnya. Sayidina Umar Ra tidak memandang perbuatan orang yang
menyampaikan berita tentang Abu Jundul itu sebagai menggunjing.

Tiga. Meminta putusan hukum ( fatwa ). Kita diperbolehkan pula menceriterakan


perbuatan orang lain dalam rangka meminta atau mencari fatwa ( putusan hukum )
untuk penyelesaian masalah. Sebagai contoh, seseorang berkata, “ Ayahku, istriku
atau anak laki-lakiku melakukan seperti ini-seperti itu, atau menganiaya aku begini
begitu. Apa yang harus kulakukan untuk melepaskan dari keadaan seperti ini ?

Pada suatu hari, Hindun anak perempuan Utbah datang kepada Rasulullah Saw
kemudian mengeluhkan Abu Sufyan, suaminya, “ Ya Rasulullah, Abu Sufyan adalah
seorang yang kikir. Dia tidak memberiku uang belanja yang cukup untuk aku dan
anak-anakku. Bolehkah aku mengambil sesuatu darinya tanpa sepengetahuan dia ?.
Jawab Rasulullah Saw, “ Ambillah sesuatu yang mencukupi bagimu dan anak-
anakmu “. Dalam riwayat ini, Hindun menyebutkan kekikiran dan kazaliman Abu
Sufyan , namun beliau tidak mencela umpatan Hindun mengenai suaminya, karena
dia bermaksud hendak meminta putusan hukum dari Rasulullah Saw.

Empat. Memberi peringatan atau manakut-nakuti seorang Muslim mengenai hal-hal


yang jahat atau bidah yang dilakukan oleh ( atau terdapat pada diri ) seseorang. Kita
juga dihalalkan untuk menceritakan kejahatan, kesalahan atau maksiat seseorang
guna menyelamatkan seorang Muslim dari kejahatan tersebut. Contohnya, jika kita
melihat seorang ulama sering mendatangi atau berdekatan dengan seorang ahli
bidah dan mengkhawatirkan pengaruh ahli bidah itu atas sang ulama dan bukan
karena sebab-sebab lainnya. Demikian pula, seorang Muslim yang hendak menjual
atau menyewakan pelayan atau budak diperbolehkan menceritakan kebiasaan
buruknya atau sifatnya yang suka mencuri atau sifat-sifat buruk lainnya kepada
orang yang hendak membeli atau menyewanya. Jika seseorang ditunjuk sebagai
saksi bagi seorang yang tak bersalah dalam suatu sidang pengadilan, maka dia
boleh mengatakan atau mengungkapkan kesalahan dan kejahatan lawan orang
tersebut yang betul-betul diketahuinya. Rasulullah Saw telah bersabda, “ Apakah
kalian menganggap buruk membuka kejahatan orang fasik ? Bukalah kejahatan
yang ada padanya sehingga orang lain mengetahuinya. Bukalah apa yang ada
padanya itu sehingga orang lain berhati-hati dengannya “. Seorang ulama salaf
berkata, “ Tidak berdosa menggunjing tiga kelompok manusia, yaitu penguasa yang
zalim, ahli bidah yang berilmu, dan pelaku maksiat yang tak punya malu “.

Lima . Memanggil dengan gelaran, sebutan atau panggilan yang terkenal. Tidak
termasuk menggunjing, dengan begitu halal, jika seseorang dipanggil dengan
gelaran yang sudah dikenal orang, dan tidak dengan nada menghina, separti Si
Pincang atau Si Buta, Si Pesek. Ini adalah dalam rangka identifikasi dan bukan
dengan suatu maksud jahat ( menghina dan mengejek )

Enam. Mengungkap perbuatan jahat orang fasik atau pelaku maksiat.


Mengungkapkan atau mengatakan kesalahan orang yang sudah biasa dengan
perbuatan jahatnya secara terbuka bukanlah dosa, seperti laki-laki yang biasa
mengenakan pakaian perempuan, pemabok, pezina, atau penzalim. Rasulullah Saw
telah bersabda, “ Tidak berdosa menggunjing seseorang yang menanggalkan baju
yang menutupi malu dari mukanya “. Sayidina Umar berkata, “ Tidak ada
kehormatan bagi orang yang berbuat maksiat ( yang berarti orang yang melakukan
dosa besar secara terbuka ) “. Yang dimaksud dengan orang yang melakukan dosa
secara rahasia ( tidak terbuka ) akan memiliki kehormatan selama dosanya tetap
dirahasiakan. Hasan al-Bashri berkata, “ Tidak berdosa menggunjing tiga golongan
mansia, yaitu orang yang menjadi budak nafsu, orang fasik yang menampakkan
perbuatannya, dan penguasa zalim “.

KAFARAT BAGI PERBUATAN MENGGUNJING. Ketahuilah, bahwa apabila


kita melakukan perbuatan menggunjing, maka kita wajib menyesal, bertobat dan
merasa sedih dengan perbuatan tersebut. Ada dua cara melakukan kafarat dari
dosa menggunjing. (1) Hendaknya kita menyesal dan bertobat dengan sungguh-
sungguh ( khususnya dengan hati ) dan memohon ampun kepada Allah Yang Maha
Pengampun atas perbuatan tersebut, ( 2 ) Kemudian hendaknya kita meminta maaf
dengan rendah hati kepada orang yang kita pergunjingkan. Tetapi kata Hasan al-
Bashri , “ Sudah cukup kiranya engkau memohon ampun kepada Allah Ta‟ala atas
orang yang dipergunjingkan. Tidak perlu meminta maaf kepada yang bersangkutan
“. Hasan al-Bashri mendasarkan pendapatnya pada sebuah hadis riwayat Anas bin
Malik berikut, “ Kafarat atas gunjingan yang kalian lakukan adalah meminta ampun (
kepada Allah ) dari dosa yang kalian lakukan “. Mujahid berkata, “ Kafarat dari
memakan daging saudara yang kau lakukan yaitu memujinya dan berdoa bagi
kebaikannya “. Menurut saya cara ini nampaknya tak cukup. Seharusnya kita juga
meminta maaf kepada orang yang kita gunjingkan agar kita mendapatkan maaf dari
dosa menggunjingkan orang. Nabi Saw telah bersabda, “ Barangsiapa melanggar
kehormatan atau harga diri saudaranya sesama Muslim, hendaknya meminta maaf
darinya sebelum tiba Hari Hisab. Pada hari itu ( Hari Hisab ) , kebaikannya akan
diambil karena melakukan perbuatan tersebut. Seandainya dia tidak lagi mempunyai
kebaikan, maka dosa orang yang dipergunjingkan akan ditambahkan pada dosa-
dosanya dan dengan demikian dosanya akan bertambah “. Siti Aisyah Ra berkata
kepada orang lain mengenai seorang wanita, “ Tepi bajunya terlalu panjang “.
Perkataan itu dinilai sebagai perbuatan menggujing dan, karena itu , dia harus
meminta maaf kepada wanita tersebut. Tidak ada alternatif lain kecuali meminta
maaf kepada orang yang kita gunjingkan, seandainya dia masih hidup. Seandainya
ia sudah meninggal atau jauh dari tempat kita sehingga tidak terjangkau, maka kita
harus memohon ampun kapada Allah Ta‟ala atas perbuatan kita itu. Allah Azza wa
Jalla berfirman, “ Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang
ma‟ruf serta berpalinglah daripada orang-orang bodoh “. ( Qs al-Araf [7]: 199 ). Pada
suatu hari Rasulullah Saw bertanya kepada Jibril As, “ Wahai Jibril, apa arti maaf itu
? “.Jawab Jibril, “ Allah Ta‟ala menyuruh engkau memberi maaf kepada orang yang
berbuat zalim kepadamu. Sambunglah silaturahim dengan orang memutuskan
silaturahim dengan engkau, berilah orang yang tidak pernah memberi kepada
engkau “. Hasan al-Bashri berkata bahwa suatu hari ada orang berkata kepadanya, “
Seseorang membicarakan engkau di belakangmu “. Lalu Hasan al-Bashri mengirim
si penggunjing sekeranjang korma kering sambil mengucapkan perkataan, “ Aku
dengar engkau mengirimi aku kebaikanmu sebagai hadiah. Oleh karena itu, sebagai
belasannya, aku mengrimkan hadiah kecil berupa korma kering ini. Aku meminta
maaf darimu dan aku tidak akan memberimu balasan yang sempurna “.

( ENAM BELAS ) Salah satu bahaya lidah adalah menipu dan menfitnah. Allah
Swt berfirman, “ Dan janganlah kamu ikuti setiap orang banyak bersumpah lagi hina,
yang mencela, yang kian kemari menghambur fitnah “. ( Qs al-Qalam [68]: 10-11 ).

Ulama sufi Abdullah bin Mubarak berkata, “ Az-zanim dalam ayat tersebut berarti
anak zina atau anak haram yang tidak dapat memegang rahasia dalam kata-katanya
“. Ini menunjukkan bahwa orang yang tidak dapat memegang rahasia, orang yang
gemar menyebarluaskan rahasia orang lain, dan berjalan kian-kemari menebar
berita yang tidak benar ( isu atau gossip ) diibaratkan sebagai anak haram. Allah
berfirman dalam Al-Quran surat al-Humazah ayat 1, “ Kecelakaanlah bagi setiap
pengumpat lagi pencela “. Makna humazah adalah orang yang pergi kesana-kemari
dengan melakukan fitnah. Firman Allah Ta‟ala lainnya, “ Pemikul kayu api “. ( Qs al-
Lahab [111]: 4 ). Pemikul kaya api dalam ayat ini adalah penyebar fifnah, pembawa
berita yang tidak benar dari seseorang ke orang lain. Dalam ayat lainnya, “……lalu
kedua istri itu ( istri nabi Nuh dan istri Nabi Luth As ) berkhianat kepada kedua
suaminya, maka kedua suami itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari (
siksa ) Allah ….. “. Qs at-Tahrim [66]: 10 ). Ayat ini diturunkan berkenaan dengan
istri Nabi Nuh dan istri Nabi Luth, karena istri Nabi Nuh menyebarkan berita bahwa
suamimya ( Nabi Nuh ) gila ( karena mmembuat bahtera padahal berempat tinggal
jauh dari laut ) dan karena istri Nabi Luth menyebarkan berita bahwa suaminya
kedatangan tamu pria yang sangat tampan ( yang disukai kaumnya yang homoseks
). Rasulullah Saw bersabda, “ Sesungguhnya, tidak akan masuk Sorga tukang fitnah
“. Dalam hadisnya yang lain beliau bersabda, “ Orang yang paling baik dimata Allah
di antara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya, merendahkan dan
melembutkan hatinya, yang disukai dan menyukai orang lain. Sedangkan orang
yang paling dimurkai Allah di antara kalian adalah orang yang suka menyebarkan
fitnah, orang yang gemar membawa perpecahan di antara para sahabat dan orang
yang suka mencaci orang yang saleh “. Rasulullah Saw telah bersabda pula, “
Maukah kalian kuberitahu tetang orang yang paling jahat diantaramu ?”. Para
sahabat meminta, “ Ya Rasulullah, beritahulah kami “. Nabi Saw kemudian
bersabda, “ Mereka yang berjalan kesana-kemari membawa fitnah, membawa
kerusakan diantara kawan-kawan dan suka mencari-cari kekurangan dan kesalahan
pada orang lain “. Dalam hadis lainnya, beliau juga bersabda, “ Barangsiapa
memberikan tanda-tanda mempermalukan seseorang Muslim secara tidak adil,
maka Allah akan mempermalukannya di Neraka pada hari Kebangkitan “. Beliau
bersabda dalam hadis lainnya, “ Apabila seseorang mempermalukan seorang
Muslim yang tidak berdosa didunia walaupun hanya menggunakan satu patah kata,
maka wajiblah bagi Allah membakarnya pada api Neraka pada Hari Kebangkitan
nanti “. Beliau juga bersabda, “ Barangsiapa menjadi saksi bagi seorang Muslim
tentang sesuatu yang tidak diketahuinya dalam suatu perkara, maka dia
menyediakan tempat bagi dirinya sendiri di Neraka “. Seorang saleh pada zaman
dahulu berkata, “ Bagi seorang pemfitnah, sepertiga siksaan akan ditimpakan
atasnya di dalam kubur “. Nabi Saw bersabda, “ Sesungguhnya ketika Allah Ta‟ala
menciptakan sorga, Dia berkata kepadanya, “ Berbicaralah wahai Sorga‟. Lalu Sorga
berkata, “ Berbahagialah orang yang memasuki aku “. Lalu Allah Swt berfirman, “
Delapan golongan manusia yang tidak akan menempatimu, yaitu (1) orang yang
membiasakan diri minum khamar, (2) orang yang suka berzina, (3) tukang fitnah, (4)
orang yang mendorong istri dan anak perempuannya berzina, (5) orang yang suka
berbuat zalim, (6) orang ( laki-laki ) yang berperilaku seperti wanita, (7) orang yang
memutuskan silaturahim, (8) orang yang suka berjanji ( bersumpah ) dengan nama
Allah “ Aku akan melakukan pekerjaan ini “, tetapi tidak melakukannya “.

Dikisahkan bahwa suatu kelaparan yang keras menimpa Bani Israil. Nabi Musa As
kemudian berdoa berkali-kali agar turun hujan , tapi doanya tak terkabul. Wahyu dari
Allah Ta‟ala turun kepada Musa, “ Sesungguhnya aku tidak mengabulkan doamu
dan orang-orang yang bersamamu karena diantaramu ada tukang fitnah. Dia selalu
menceritakan keburukan seseorang kepada orang lain “. Musa berkata, “ Ya
Tuhanku, tunjukkan kepadaku orang yang Kau maksud, karena sekarang juga akan
aku usir dari jamaah kami “. Dia berfirman, “ Wahai Musa. Aku melarang kalian
menfitnah seseorang “. Mereka semua kemudian menyesal dan bertobat lalu Allah
Swt menurunkan hujan kepada mereka.

Dalam riwayat lain dikisahkan bahwa ada seseorang yang menempuh perjalanan
seribu empat ratus mil untuk mencari seorang saleh yang bijak dan kepada orang itu
menanyakan tujuh permasalahan kepadanya: (1) apa yang lebih berat daripada
langit ?; (2) apa yang lebih luas daripada bumi ?; (3) apa yang lebih keras daripada
batu ?; (4) apa yang lebih panas daripada api ?; (5) apa yang lebih dingin daripada
es ?; (6) apa yang lebih kaya daripada lautan ?; (7) siapa yang lebih hina daripada
anak yatim ?. Orang bijak itu menjawab; (1) yang lebih berat daripada langit adalah
orang yang menfitnah orang tak bersalah; (2) yang lebih luas dariapada bumi adalah
kebenaran; (3) hati orang kafir lebih keras daripada batu; (4) kejahatan dan
kebencian lebih panas daripada api; (5) yang lebih dingin darpada es adalah hati
orang yang tidak berusaha memenuhi keperluan sanak-kerabatnya: (6) hati yang
senantiasa merasa cukup adalah lebih kaya daripada lautan; (7) tukang fitnah
adalah lebih hina daripa anak yatim apabila semua amalmya terungkap.
APA YANG DIMAKSUD TUKANG FITNAH ?. Ketahuilah, wahai para
pembaca, makna namimah atau tukang fitnah adalah menyebarkan
keburukan/kekurangan seseorang ketelinga orang lain, misalnya, “ Seseorang
mengatakan demikiana tentangmu “. Orang diberitahu tentang
keburukan/kekurangan seseorang dan orang yang keburukan/kekurangannya
diceritakan orang lain sama-sama tidak menyukainya. Orang ketiga juga tidak suka,
meskipun diuangkapkan dengan isyarat, sikap, tulisan, dan berbagai cara lain.
Tetapi jika dengan mengungkapkannya ada manfaatnya bagi seorang Muslim, maka
tidak ada dosa padanya. Sebagai contoh, jika seseorang melihat ada orang mencuri
sesuatu, maka dalam sidang pengadilan ia harus bersedia jadi saksi.

Ada enam kewajiban yang harus kita jika ada fitnah atau gunjingan yang sampai
kepada kita.

Satu. Kita tidak boleh mempercayai isi fitnah dan tidak boleh membenarkannya
karena dia seorang fasik dan perkataannya harus tidak diterima. Allah Azza wa
Jalla berfirman, “ Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
yang membawa suatu berita, periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu “. ( Qs al-Hujarat [49]: 6). Dua.
Kita hendaklah mencegah si pemfitnah, menasihatinya, dan mengatakan kepadanya
bahwa perbuatan itu dosa besar . Allah Ta‟ala berfirman, “…..dan suruhlah manusia
mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah….” (Qs Luqman [31]: 17). Tiga. Di dalam hati, hendaklah kita
membencinya karena Allah, karena perbuatan itu dibenci oleh Allah. Membenci
orang yang dibenci Allah hukumnya wajib. Empat. Kita tidak boleh mereka-reka atau
berprasangka buruk terhadap seorang Muslim, sebagaimana yang diperingatkan
oleh Allah melalui ayat, “ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari
prasangka, sesungguhnya sebagian dari pransangka itu adalah dosa dan janganlah
kamu mencari-cari kesalahan orang lain….”. (Qs al-Hujarat [49]: 12). Lima. Kita tak
boleh disibukkan dengan menyelidiki kebenaran berita yang sampai pada kita “.
Enam. Kita tidak boleh menyebarluaskan berita yang tidak benar dan mengatakan, “
Orang tersebut berkata kepadaku begini dan begitu “. Dikisahkan bahwa seseorang
menghadap kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz kemudian berkata tentang
seseorang kepadanya. Khalifah berkata kepada orang tersebut, “ Apabila engkau
mau, aku akan memeriksa pernyataanmu. Jika engkau berbohong, maka engkau
berdosa besar menurut ayat berikut, “…dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan
orang lain…..”. (Qs al-Hujarat [49]: 12 ). Jika engkau berkata benar , maka engkau
menfitnah menurut ayat berikut, “ yang banyak mencela,yang kian kemari
menghamburkan fitnah “. (Qs. al-Qalam [68]: 11). Jika engkau mau, aku akan
memafkanmu “. Kemudian orang itu berkata, “ Ya Amirul Mukminin, aku meminta
maaf karenanya. Aku tidak akan pernah melakukannya lagi “.
Hasan al-Bashri Ra berkata, “ Jika ada yang membawa fitnah kepadamu, maka
pada suatu saat dia akan menfitnahmu di depan orang lain “. Ini mengisyaratkan
bahwa kita harus menunjukkan kemarahan kepada orang yang menfitnah dan tidak
boleh dibenarkan dan dipercayai lagi. Rasulullah Saw bersabda, " Sesungguhnya
manusia terjahat adalah manusia yang ditakuti karena kejahatannya “. Beliau juga
bersabda dalam hadis lain, “ Barangsiapa memutuskan hubungan , maka dia tidak
akan masuk sorga “. Ada sahabat yang bertanya, “ Siapa orang yang memutuskan
hubungan itu, ya Rasulullah ?. Jawab belia, „ Dialah orang yang memutuskan
silaturahim dan yang gemar menfitnah “. Pada suatu hari, , seseorang menggunjing
dan memfirnah saudaranya sesama Muslim ke hadapan Imam Ali As. Imam Ali As
berkata kepadanya, “ Ya suadaraku, aku akan menyedlidiki apa yang kau katakan.
Kami akan membencimu jika apa yang kau katakan benar dan menfitnah kepada
kami jika yang kau katakan keliru. Karena itu, kami akan memaafkanmu jika
seandainya engkau mau “. Ya, Amirul Mukminin, maafkanlah aku “. Muhammad bin
Ka‟ab, seorang tabiin terpercaya, pada suatu hari ditanya seseorang, “ Perbuatan
apa yang membinasakan (menghinakan) seorang mukmin ?” Jawabnya, “ Terlalu
banyak bicara, menyebarkan rahasia dan percaya pada perkataan setiap orang “.
Mus‟ab bin az-Zubair berkata, “ Mempercayai fitnah lebih buruk daripada fitmah itu
sendiri, karena fitnah memberi jalan, tetapi mempercayai sama dengan memberi izin
padanya. Dia yang memberi jalan kepada sesuatu tidaklah sama dengan orang yang
memasukinya dan memberinya izin. Maka hati-hatilah dengan para pemfitnah dan
penggunjing “.

Pada suatu hari seorang laki-laki minta izin dari Khalifah Sulaiman untuk berbicara.
Khalifah memberi izin dan kata laki-laki itu, “ Wahai Amirul Mukminin, beberapa
orang mencacimu. Mereka membeli duniamu dengan agama mereka dan mereka
berharap memperoleh keridhaanmu dengan mengorbankan keridhaan Allah. Mereka
takut kepadamu dalam urusan Allah dan tidak takut kepada Allah dalam urusanmu.
Maka janganlah engkau percaya pada mereka demi kepercayaan yang telah
diberikan Allah padamu dan jangan lepas tangan dari mereka dalam perkara yang
telah diperintahkan Allah kepadamu untuk melindunginya, karena mereka akan
menyebarkan kerusakan di antara manusia dan membinasakanmu dengan
pertolongan teman-teman dan sanak kerabat mereka. Mereka bertujuan
membangkang dan menfitnah dengan cara menggunjing dan mencaci. Engkau
bertanggungjawab atas kesalahan mereka dan mereka tidak bertanggungjawab
terhadap kesalahanmu. Dunia mereka tidak akan baik jika mereka menghancurkan
Akhiratmu karena tipu muslihat terburuk adalah tipu muslihat orang yang menjual
Akhiratnya dengan dunia orang lain “.

Sang bijak Lukman al-Hakim menasihati putranya, „ Wahai anakku, aku berwasiat
kepadamu mengenai sifat-sifat yang, jika engkau berpegang teguh kepadanya,
niscaya pengaruhmu terhadap orang lain tidak akan lepas darimu. Berperilaku
baiklah dengan orang yang dekat dan orang yang jauh. Jangan tunjukkan
kebodohanmu di hadapan orang mulia dan orang tercela. Selamatkanlah teman-
temanmu dari ( tangan dan lidah )-mu. Sambunglah silaturahmi dengan kerabatmu.
Selamatkanlah mereka dari tipudaya tukang fitnah. Selamatkan dirimu dari orang
yang ingin membinasakamu dan bermaksud menipumu. Ketika engkau saling
berpisah sama teman-temanmu, mereka tidak memalukanmu dan engkau tidak
memalukan mereka “. Seorang ulama salaf berkata, “ Fitnah itu ditegakkan diatas
kedustaan, kedengkian , dan kemunafikan. Ketiga hal itu merupakan tungku dapur
kehinaan “.

Seorang sufi, Hammad bin Salmah, bercerita, “ Ada seorang laki-laki menjual budak.
Si pembeli berkta pada si penjual , “ Ia tidak memiliki cacat sedikitpun kecuali agak
suka fitnah “. Si pembeli berkata, “ Aku setuju “. Kemudian budak itu dibelinya.
Setelah beberapa hari tinggal bersama tuannya, si budak berkata kepada istri
tuannya, “ Suamimu tidak mencintaimu dan ia ingin membeli budak perempuan .
Aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu. Ketika ia tidur cukurlah bulu kumisnya
dengan pisau cukur. Aku akan katakan kepadanya beberapa hal agar ia mencintai
engkau, “. Si budak tukang fitnah (mengadu- domba) itu menghadap kepada
tuannya, dan berkata, “ Istrimu tidak mencintaimu lagi dan jatuh cinta kepada orang
lain. Ia hendak membunuhmu bila ada kesempatan “. Pada suatu hari, tuan pemilik
budak itu pura-pura tidur dan istrinya datang membawa pisau cukur untuk mencukur
kumisnya. Ketika istrinya hendak melakukan pekerjaannya, tiba-tiba ia bangun lalu
menelikungnya serta membunuhnya dengan pisau cukur tersebut. Berita itu sampai
ketelinga para kerabat istrinya. Pada suatu hari mereka datang kepadanya dan
kemudian membalas melakukan pembunuhan atasnya. Perselisian ini menyulut
perang antara dua kabilah suami dan istrinya.

( TUJUH BELAS ). Nifak atau hipokrit. Nifak atau hipokrit juga merupakan salah
satu bahaya lidah. Perbuatan yang dilakukan orang munafik yaitu bolak-balik
diantara dua belah pihak (orang) yang saling bermusuhan dan memperkenalkan diri
kepada masing-masing pihak sebagai teman dan berkata bahwa dirinya
berpandangan cocok dengan masing-masing pihak. Sahabat Ammar bin Yasit
berkata bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda, “ Barangsiapa mempunyai dua
lidah di dunia, maka akan mempunyai dua lidah dari api Neraka pada Hari Kiamat
nanti “. Sabda Rasulullah Saw lainnya, “ Kalian akan mendapati pada Hari Kiamat
kelak bahwa orang terjahat diantara hamba-hamba Allah yaitu orang yang bermuka
dua. Dia akan mendatangi satu golongan dengan satu pembicaraan dan akan
mendatangi golongan lain dengan pembicaraan lain lagi “. Dalam riwayat lain, beliau
berkata bahwa orang tersebut mendatangi satu kelompok manusia dengan satu
wajah dan mendatangi kelompok lain dengan wajah lain pula. Abu Hurairah Ra
berkata, “ Seseorang yang bermuka dua tidak akan dikelompok sebagai orang yang
beriman pada Allah “. Malik bin Dinar salah satu orang sufi tersohor, berkata, “ Aku
telah membaca dalam Taurat, „ Dia yang berbicara pada kawannya dengan dua
lidah dan menyatakan dirinya sebagai orang terpercaya, niscaya Allah akan
menghancurkan dua lidah itu “. Rasullah Saw telah bersabda dalam sebuah hadis, “
Pada Hari Kiamat nanti orang yang terburuk di mata Allah adalah pendusta, orang
yang takabur, dan orang yang didalam hatinya tertanam kebencian pada kawan-
kawannya. Apabila bertemu dengan kawan-kawannya, mereka bermanis muka
(walaupun dalam hatinya tidak suka), apabila mereka diseru kepada Allah dan
Rasul-Nya, mereka berlambat-lambat dan apabila diseru kepada kejahatan, mereka
bersegera dengan semangat “.

Dikisahkan bahwa ketika seorang sahabat Nabi Saw meninggal, Hudzaifah Ra tidak
melakukan shalat jenazah terhadapnya. Sayaidina Umar Ra kemudian berkata, “ Dia
seorang sahabat Nabi, tetapi engkau tidak menyalatkannya “. Jawab Hudzaifah, “ Ya
Amirul Mukminin, dia seorang munafik “. Umar kemudian berkata, “ Demi Allah, aku
ingin bertanya kepadamu, apakah aku termasuk orang munafik ? “. Katanya, “
Engkau bukan seorang munafik. Tak seorangpun setelahmu dapat dipercaya “.

( DELAPAN BELAS ). Pujian. Pujian adalah salah satu dari bahaya lidah. Dalam
beberapa hal, pujian terlarang dan diharamkan. Ada enam bahaya pujian, empat
bahaya berada pada diri orang yang memuji dan dua bahaya pada diri orang yang
dipuji atau orang yang mendengar pujian. Satu. Bahaya pertama yang terdapat pada
diri si pemuji adalah kedustaan. Dalam hal pujian yang berlebih-lebihan, perbuatan
itu umumnya jatuh ke dalam kedustaan. Khalid bin Mi‟dan berkata, “ Barangsiapa
memuji di depan orang banyak seorang penguasa atau seseorang yang sebenarnya
tidak mempunyai kualitas seperti pujian tersebut, maka Allah akan membangkitkan
orang tersebut pada Hari Kiamat sulit berbicara disebabkan oleh lidahnya “. Dua.
Riya. Bahaya kedua pujian pada diri orang yang memuji adalah riya. Kadang-kadang
cinta diuangkapkan dengan pujian, namun cinta itu tidak meresap ke dalam hati dan
si pemuji tidak merasa yakin pada setiap ucapannya. Oleh sebab itu ia menjadi
orang yang riya atau nifak.

Tiga. Orang yang dipuji kadang-kadang tidak mengetahui apakah dirinya


mempunyai kualitas seperti yang dipujikan itu atau tidak. Diriwayatkan pada suatu
hari seseorang memuji orang lain dihadapan Rasulullah Saw. Mendengar pujian itu,
beliau kemudian berkata kepada orang yang memuji, “ Engkau telah memotong
leher saudaramu. Seandainya ia mendengar pujianmu itu , ia tidak akan
memperoleh keselamatan (keberuntungan) “. Kemudian beliau bersabda, “ Apabila
engkau hendak memuji seseorang hendaklah berkata, “ Aku tahu dia begini, atau dia
begitu. Sesungguhnya Allah-lah yang Mahatahu apakah orang itu betul-betul suci
atau kotor. Aku tidak mungkin mengatakan secara berlebihan tentang apa yang
Allah ketahui tentang seseorang “. Maka jika kita berkata bahwa seseorang adalah
orang saleh, bertaqwa, dermawan, adalah berbahaya. Suatu kali Umar Ra
menyaksikan seseorang memuji orang lain. Lalu dia berkata kepada si pemuji, “
Pernahkah engkau menempuh perjalanan bersamanya ?”. Katanya, “ Belum “. Umar
bertanya lagi, “ Apakah engkau tetangganya sepanjang pagi dan petang ?”.
Jawabnya lagi, “ Bukan “. Kata Umar selanjutnya, “ Demi Allah, aku merasa engkau
belum mengenalnya “.
Empat. Orang yang dipuji boleh jadi orang penzalim dan/atau seorang fasik ( orang
yang biasa melakukan maksiat dan dosa besar ). Memuji orang yang zalim atau
fasik dalam hal demikian tidak dibenarkan atau tidak halal. Rasulullah Saw
bersabda, “ Sesungguhnya Allah akan murka ketika mendengar seorang fasik dipuji
“. Hasan al-Bashri berkata, “ Barangsiapa seorang berdoa agar seorang zalim
panjang umur, maka dia telah berbuat maksiat kepada Allah Ta‟ala di dunia “.

Lima. Orang dipuji akan memperoleh dua bahaya karena pujian yang diberikan
kepadanya. Pujian itu dapat menyebabkan kesombongan dan kebanggaan pada diri
orang yang dipuji. Kedua hal ini dapat menghancurkan dan membinasakan diri
orang yang dipuji. Dalam riwayat yang lain Hasan al-Bashri berkata, “ Pada suatu
hari Umar duduk ditengah-tengah orang banyak dengan sebatang tongkat di tangan,
ketika Jarud bin al- Munzhir datang ke sana. Salah seorang yang hadir berkata , “
Orang ini adalah kepala suku Rabi‟ ah “. Umar dan orang banyak yang berada
disekelilingnya mendengar perkataan orang itu. Ketika Jarud mendekat ke tempat
duduk Umar. Umar memukul-mukul tongkatnya ke atas kepala Jarud. Karena itu
Jarud bertanya, “ Wahai Amirul Mukminin, ada apa kiranya antara engkau dan aku
?” Kata Umar, “ Apakah engkau belum mendengar apa yang dikatakan orang itu
tentangmu ? “. Dia menjawab, “ Ya, aku sudah mendengar “. Kemudian Umar
berkata, “ Aku takut bahwa pujian akan menimbulkan rasa sombong dalam hatimu,
Karena itu, aku menghancurkannya dengan memukul-mukulkan tongkat ini “.

Enam. Bahaya kedua ketika seseorang memuji orang lain yaitu orang yang dipuji
menjadi sangat gembira dan merasa tersanjung dengan itu ( maksudnya: merasa
dirinya sudah baik ). Akibat bagi orang yang dipuji adalah meninggalkan upaya
meningkatkan diri karena menganggap dirinya telah mencapai puncak kebaikan dan
kemajuan. Orang yang menyadari bahwa dirinya masih memiliki kelemahan dan
kekurangan niscaya akan terus memperbaiki dirinya, perilakunya dan akhlaknya.
Oleh karena itu, Rasulullah Saw mencela orang yang memuji orang lain dengan
sabdanya, “ Engkau telah memotong leher temanmu. Jika ia telah mendengarnya
dan mengakuinya , maka dia tidak akan memperoleh keselamatan ( dengan
kesombongan dirinya itu ) “. Dalam hadis lainnya beliau bersabda, “ Jika engkau
memuji orang dihadapannya, bayangkan bahwa engkau telah melewatkan pisau
yang tajam pada lehernya “. Sabda Rasulullah lainnya, “ Lebih baik menyerang
seseorang dengan pedang yang tajam daripada memujinya di hadapannya “.
Sayidina Umar berkata, “ Pujian ibarat pembunuhan karena orang yang terbunuh
bebas dari tanggungjawab terhadap tindakan atau amalnya “. Pujian menimbulkan
dan menumbuhkan kemalasan atau memuji dirinya sendiri dan kesombongan.
Keduanya merusak serta membinasakan orang lain, tidak ada bedanya dengan
pembunuhan.

Apabila orang yan memuji maupun yang dipuji selamat dari bahaya-bahaya ini,
maka pujian tidak dilarang, yang oleh karena itu, Rasulullah Saw sering memuji para
sahabatnya. Beliau berkata mengenai Abu Bakar Ra, “ Seandainya iman Abu Bakar
ditimbang dengan iman orang diseluruh dunia, maka keimannya lebih berat “.
Tentang Umar Ra beliau pernah bersabda, “ Seandainya aku tidak diutus sebagai
nabi, Umarlah yang akan diutus sebagi nabi “. Dengan pujian ini, para sahabat tidak
lantas menjadi bangga dan sombong, tetapi lebih membuat mereka rendah hati.
Sabda Nabi Saw, “ Aku adalah pemimpin dan penghulu Bani Adam dan tidak ada
kesombongan pada yang demikian itu “. Dengan perkataan lain, beliau mengatakan
pernyataan seperti itu bukan karena hendak menyombongkan diri seperti yang
sering diucapkan oleh kebanyakan manusia. Ketika pada suatu hari beliau
mendengar orang banyak memuji seorang meninggal dunia, beliau bersabda, “ Dia
berhak menerima pujian tersebut “. Mujahid Ra, “ Bagi setiap Bani Adam ada teman
dari bangsa malaikat. Jika seorang Muslim menyebut-nyebut amal baik Muslim
lainnya, para malaikat akan berkata, “ Wahai Bani Adam , jagalah rahasia di antara
rahasia-rahasia, tetap ridha dengan apa yang ada padamu, dan pujilah Tuhanmu
yang telah menjaga rahasia hal-hal yang rahasia pada dirimu “.

PADA ORANG YANG DIPUJI. Orang yang dipuji harus menyelamatkan diri dari
rasa sombong, angkuh, memuji-diri, dan kemalasan untuk memperbaiki diri .
Seseorang tidak akan dapat menyelamatkan diri dari kejahatan tersebut jika tidak
menyadari tujuan puncak da akibat dari semua amal perbuatannya. Orang yang
memuji tidak tahu apa yang diketahui oleh orang yang dipuji tentang dirinya. Orang
yang memuji niscaya tidak akan memujinya jika tahu tentang orang yang akan
dipujinya. Rasulullah Saw pernah bersabda, “ Lemparkanlah debu ke muka orang
yang memuji “. Seorang ulama, Sufyan bin Uyainah, berkata, “ Orang yang betul-
betul mengenal dirinya tidak mungkin terpengaruh oleh pujian “. Ketika orang yang
saleh di puji oleh orang banyak maka dia akan berkata, “ Ya Allah, hamba-hambamu
ini datang kepadaku dengan membawa kebencian-Mu “. Seorang saleh lainnya
dipuji banyak orang , maka dia berkata, “ Ya Allah, mereka ini tidak tahu tentang aku
“. Pada suatu hari Imam Ali As dipuji, kemudian ia berkata, “ Ya Allah, ampuni aku
atas apa yang mereka katakan. Jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka
katakan tentang aku “. Seseorang memuji Umar Ra, yang ketika mendengar pujian
itu, berkata, “ Engkau telah menghancurkan aku “.

(SEMBILAN BELAS). Kelalaian, kesembronoan, atau tidak peduli pada kata-kata,


khususnya ketika diucapkan dalam hubungannya dengan perkara agama “. Itulah
bahaya lidah lainnya. Nabi Saw pernah bersabda , “ Janganlah seorang diantara
kalian mengatakan akan apa yang Allah kehendaki dan apa yang kamu kehendaki ,
tetapi hendaklah kalian mengatakan apa yang Allah kehendaki kemudian apa yang
kamu kehendaki “. ( Kata sambung “dan” menunjukkan kesamaan atau kesetaraan,
kata “kemudian” menunjukkan kerendahan posisi dibandingkan yang disebut
pertama ). Ibn Abbas berkata, “ Seorang laki-laki datang ke Rasulullah dan berkata
ditengah-tengah pembicaraannya, “ Apa yang Allah kehendaki dan engkau
kehendaki “. Mendengar hal itu Rasulullah bersabda, “ Apakah engkau menyamakan
aku dengan Allah ? Karena itu hendaklah kau berkata, “ Apa yang dikehendaki oleh
Allah Yang Maha Esa “. Rasulullah Saw telah bersabda, “ Allah Ta‟ala melarang
kaliyan bersumpah demi ayahmu. Ambillah sumpah atas nama Allah, atau jika tidak
demikian, diam “. Umar bin Khaththab berkata, “ Sejak aku mendengar itu, aku tidak
pernah lagi bersumpah atas nama ayahku “. Sabda Rasulullah Saw dalam hadis
lainnya, “ Janganlah salah seorang dari berkata, „ Hamba laki-lakiku, hamba
perempuanku, karena kalian semua , adalah hamba-hamba Allah, laki-laki dan
perempuan, tetapi hendaklah kalian berkata, “ Anak laki-lakiku, anak perempuanku,
belia laki-lakiku, belia perempuanku ( anak yang lebih besar atau remaja ), “ Adapun
para hamba sahaya perempuan dan laki-laki jangan mengatakan, “ Rabbi ( bisa
diartikan Tuhanku ), “ tetapi hendaklah mengatakan, “ Pemimpinku “. Kalian semua
adalah hamba Allah dan Allah adalah Rabbimu ( Tuhanmu ). Rasulullah Saw telah
bersabda, “ Janganlah engkau menyebut orang fasik “ Sayyidina “ ( tuan kami ),
karena jika dia jadi pemimpinmu, engkau menundang kemurkaan Tuhanmu “. Dalam
hadis lainnya beliau bersabda, “ Barangsiapa berkata, “ Aku lepas dari Islam, “ maka
ia seperti dikatakannya . Apabila ia berkata dusta, maka dia tidak bisa kembali
kepada Islam dalam keadaan selamat “. Oleh karena itu Nabi Saw bersabda, “
Barangsipa menjaga lidahnya untuk tidak berkata sembarangan, maka dia akan
memperoleh keselamatan “.

( DUA PULUH ). Pertanyaan orang awam tentang Allah. Mengajukan pertanyaan


tentang Allah, sifat-sifat, kalam dan lidah-Nya, bagi orang awam merupakan salah
satu bahaya lidah. Sifat-sifat Allah dibagi menjadi dua: bukan makhluk dan makhluk.
Kewajiban bagi orang awam adalah menerima dan mengikuti apa yang terdapat
dalam Al-Quran mengenai perintah dan larangan. Adapun memahami apa hakikat
Al-Quran dan hakikat perintah dan larangan adalah sangat sulit bagi kebanyakan
orang. Nabi Saw bersabda, “ Serahkanlah padaku apa yang kutinggalkan untukmu,
sebab para pendahulumu dibinasakan karena pertanyaan mereka yang berlebih-
lebihan dan disebabkan oleh perbedaan tajam mereka dengan para nabinya.
Tinggalkan apa yang kularang atasmu. Laksanakan sebatas kemampuanmu apa
yang kuperintahkan kepadamu “. Anas bin Malik Ra berkata, “ Pada suatu hari orang
banyak berkata kepada Nabi sesuatu yang membuat beliau murka. Kemudian beliau
naik mimbar dan bersabda, “ Kalian bertanya kepadaku, jangan bertanya kecuali
akan kuberitahukan pada kalian “. Seorang laki-laki datang kepadanya dan bertanya,
“ Ya Rasulullah siapakah ayahku ?”. Beliau menjawab, “ Ayahmu adalah Hudzaifah
“. Kemudian datang dua pemuda datang dan bertanya, “ Ya Rasulullah , siapkah
ayah kami “. Jawab beliau, “ Ayahmu adalah orang yang kalian dipanggil dengannya
“. Seorang laiki-laki lainnya bangkit dan bertanya, “ Apakah aku akan masuk Sorga
atau Neraka ?”. Maka jawab beliau, “ Engkau akan masuk Neraka, dan tidak masuk
Sorga “. Ketika orang-orang melihat bahwa Nabi Saw seperti menahan marah,
mereka tidak mengajukan pertanyaan lagi. Kemudian Umar berdiri di samping beliau
dan berkata, “ Kami ridha Allah Tuhan kami, Islam agama kami, dan Muhammad
Nabi kami “. Abu Bakar berkata kepada Umar, “ Wahai Umar, duduklah engkau ,
semoga Allah mencurahkan rahmat atasmu. Apa yang engkau ketahui sudahlah
cukup “. Rasulullah Saw melarang kaum muslimin saling berdebat keras dan
mengajukan pertanyaan berlebihan. Rasulullah Saw telah bersabda , “ Akan segera
datang masa di mana orang banyak mengajukan pertanyaan, bahkan mereka
bertanya , “ Allah menciptakan makhluk, tetapi siapakah yang menciptakan Allah ? “.
Apabila mereka menanyakan hal itu , katakanlah, “ Allah itu Esa, Allah tempat
meminta…..hingga akhir Surat [ al-Ikhlas ] “. Kemudian hendaklah kau meludah ke
samping kiri tiga kali dan memohon perlindungan dari setan yang terkutuk “.
Pertanyaan yang berlebihan dan berkepanjangan juga dilarang berdasarkan kisah
tentang Nabi Musa dan Khidir. Maka pertanyaan orang awam tentang masalah-
masalah yang pelik dalam persoalan agama termasuk bahaya besar. Pertanyaan
atau perdebatan mengenai ( bahasa ) Al-Quran dapat diibaratkan seperti keadaan
seseorang yang kepadanya seorang raja yang menulis surat yang memberitahu
tentang banyak hal perlu namun ia tidak peduli terhadap surat itu. Ia malah banyak
membuang waktu melihat-lihat apakah kertas surat tersebut baru atau lama. Ia tentu
akan dihukum oleh raja karena perbuatannya tersebut. Hal ini seperti orang awam
yang banyak meninggalkan hal penting tetapi mengajukan pertanyaan yang tak
perlu dan pertanyaan yang pelik mengenai Allah dan sifat-sifat-Nya.

Anda mungkin juga menyukai