Giovani Rambu Nura Makaruy (33120025)
Giovani Rambu Nura Makaruy (33120025)
PENDIDIKAN AGAMA
Disusun Oleh :
BAB I : PENDAHULUAN
A. Pemahaman Etimologi
B. Pendapat Para Ahli
Hukum
Etika
Agama
C. Pendapat Kamu tentang Judul Di Atas
BAB IV : PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran-Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka Penulis memberikan
rumusan masalah sebagai berikut :
Tujuan Pribadi
Untuk mengetahui penerapan hukum pidana materiil terhadap pelaku
penyertaan dalam tindak pidana aborsi.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan
putusan terhadap pelaku penyertaan dalam tindak pidana aborsi.
PRIBADI
Saya bisa mengetahui dan belajar lebih mendalam tentang aborsi
MASYARAKAT
Menambah bahan referensi tentang ilmu hukum kususnya tentang
tindak pidana aborsi dan menjadi salah satu 8 bahan informasi atau
masukan bagi proses pembinaan kesadaran hukum bagi masyarakat
untuk mencegah terulangnya peristiwa yang serupa.
PEMERINTAH
Memberikan sumbangsih terhadap perkembangan hukum di
Indonesia, khususnya di bidang kesehatan dan menjadi salah satu
bahan pertimbangan bagi pemerintah agar lebih memperhatikan
penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam penegakan hukum
terhadap tindak pidana aborsi
A. Pemahaman Etimologi
Pengguguran kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus)
adalah berakhirnya kehamilan dengan dikeluarkannya janin (fetus)
atau embrio sebelum memiliki kemampuan untuk bertahan hidup
di luar rahim, sehingga mengakibatkan kematiannya.[note 1] Aborsi
yang terjadi secara spontan disebut juga "keguguran". Aborsi yang
dilakukan secara sengaja sering kali disebut "aborsi induksi" atau
"abortus provokatus". Kata abor si umumnya hanya digunakan
dalam pengertian abortus provokatus. Prosedur serupa yang
dilakukan setelah janin berpotensi untuk bertahan hidup di luar
rahim juga dikenal dengan sebutan "aborsi tahap akhir"
Hindu
Teks-teks Hindu klasik sangat mengutuk aborsi. BBC menuliskan, "Saat
mempertimbangkan aborsi, cara Hindu adalah memilih tindakan yang
akan memberikan kerugian paling sedikit bagi semua yang terlibat: sang
ibu dan ayah, sang janin dan masyarakat." Lebih lanjut BBC menyatakan,
"Dalam praktiknya, bagaimanapun, aborsi dipraktikkan dalam kultur
Hindu di India, karena larangan keagamaan atas aborsi terkadang
dikesampingkan oleh preferensi kultural demi anak laki-laki. Hal ini
dapat menyebabkan aborsi untuk menghindari kelahiran bayi perempuan,
yang disebut 'fetisida wanita'."[30] Para akademisi Hindu dan pembela hak-
hak wanita telah mendukung larangan atas aborsi selektif-seks. Beberapa
umat Hindu mendukung aborsi dalam kasus kehidupan sang ibu terancam
bahaya atau ketika janinnya memiliki anomali perkembangan yang
mengancam nyawa
Beberapa teolog Hindu dan Brahma Kumaris meyakini bahwa
keberadaan pribadi manusia dimulai dalam periode tiga bulan kehamilan
dan berkembang dalam periode lima bulan, yang mungkin menyiratkan
diizinkannya aborsi hingga bulan ketiga dan menganggap aborsi setelah
bulan ketiga sebagai penghancuran tubuh yang sedang menjelma yang
dimiliki sang jiwa
Islam
Kendati terdapat perbedaan pendapat di antara akademisi Islam mengenai
kapan kehidupan dimulai dan kapan aborsi diperbolehkan, sebagian besar
setuju bahwa penghentian kehamilan tidak diizinkan setelah 120 hari –
suatu titik di mana, dalam Islam, janin diperkirakan menjadi jiwa yang
hidup.Sejumlah pemikir Islam berpendapat bahwa dalam kasus sebelum
empat bulan kehamilan, aborsi seharusnya hanya diizinkan dalam kasus
kehidupan sang ibu terancam bahaya atau dalam kasus pemerkosaan.
Menurut BBC, beberapa mazhab hukum Muslim mengizinkan aborsi
dalam periode enam belas minggu pertama kehamilan, sementara yang
lain hanya mengizinkannya dalam periode tujuh minggu pertama
kehamilan. Semakin jauh perkembangan janin dalam kehamilan, semakin
besar kesalahannya. Al-Qur'an tidak secara khusus membahas tentang
aborsi, tetapi melingkupi isu ini dengan mengutuk pembunuhan yang
disengaja. BBC juga menuliskan bahwa semua mazhab memperbolehkan
aborsi sebagai sarana untuk menyelamatkan kehidupan sang ibu
Kekristenan
Terdapat perbedaan pendapat mengenai bagaimana pandangan kalangan
Kristen awal mengenai aborsi, dan tidak ada larangan secara eksplisit
dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru Alkitab Kristen.
Beberapa akademisi menyimpulkan bahwa kalangan Kristen awal
mengambil sikap yang bervariasi tentang isu yang sekarang disebut
aborsi ini, serta bahwa pada saat-saat berlainan dan tempat-tempat
terpisah kalangan Kristen awal mengambil sikap yang berbeda.[8][9]
[10]
Akademisi lainnya menyimpulkan bahwa kalangan Kristen awal
memandang aborsi sebagai dosa pada setiap tahapan kehamilan; meski
terdapat perbedaan pendapat mengenai jenis dosanya[11][12][13]
[14]
dan seberapa serius dosa tersebut, tetapi bobot minimal keseriusan
atau beratnya sama dengan amoralitas seksual.[11][13] Dikatakan bahwa
beberapa orang Kristen awal meyakini kalau embrio belum memiliki jiwa
pada saat konsepsi atau pembuahan,[8][15][16][17] dan karenanya ketika itu
terdapat perbedaan pendapat mengenai apakah aborsi pada tahap awal
kehamilan merupakan pembunuhan atau secara etika setara dengan
pembunuhan.[10][14]
Beberapa konsili awal Gereja menghukum wanita pelaku aborsi yang
juga melakukan kejahatan seksual lainnya, dan para pembuat obat
abortifasien,[10] tetapi, sebagaimana posisi para Bapa Gereja awal
seperti Basilius Agung, tidak membedakan antara janin yang "berbentuk"
dan "belum berbentuk".[18][19] Gregorius dari Nyssa dan Maximus sang
Pengaku Iman berkeyakinan bahwa kehidupan manusia telah dimulai
sejak saat pembuahan,[19] sementara Agustinus dari Hippo meyakini
konsep Aristoteles tentang pemerolehan jiwa yang terjadi dalam kurun
waktu tertentu setelah pembuahan, yang setelah titik tersebut aborsi harus
dipandang sebagai pembunuhan, meski tetap mengutuk aborsi pada
tahapan apapun sejak pembuahan. Thomas Aquinas mengulangi kembali
pandangan Aristoteles tentang tahapan perkembangan jiwa: vegetatif,
sensitif/animalia, dan rasional. Ini dikatakan menjadi posisi Gereja
Katolik sampai tahun 1869, ketika ekskomunikasi otomatis tidak lagi
terbatas hanya pada tindakan aborsi janin berbentuk, suatu perubahan
yang diinterpretasikan sebagai pernyataan implisit bahwa pembuahan
adalah momen pemerolehan jiwa. Kebanyakan aturan penitensial awal
mengenakan silih yang setara atas tindakan aborsi fase-awal maupun
fase-akhir, tetapi penitensi-penitensi setelah itu pada Abad Pertengahan
biasanya membedakan keduanya, memberlakukan silih yang lebih berat
atas tindakan aborsi fase-akhir dan silih yang lebih ringan diberlakukan
atas dosa aborsi "sebelum [fetus] memiliki hidup".
Denominasi Kristen masa kini memiliki beragam posisi, pemikiran, dan
ajaran mengenai aborsi, terutama dalam keadaan-keadaan khusus. Gereja
Katolik, Gereja Ortodoks Timur, Ortodoksi Oriental, dan
kebanyakan Protestan Injili menentang aborsi yang disengaja sebagai
perbuatan tak bermoral, meski juga mengizinkan apa yang terkadang
disebut aborsi tidak langsung, yaitu tindakan yang tidak menghendaki
kematian janin sebagai suatu tujuan ataupun sarana tetapi tindakan itu
mengakibatkan kematian janin sebagai efek samping. Beberapa
denominasi Protestan garis utama seperti Gereja Metodis, Gereja Kristus
Bersatu, dan Gereja Evangelis Lutheran di Amerika lebih bersikap liberal
dalam hal aborsi. Secara lebih umum, sejumlah denominasi Kristen dapat
dipandang sebagai pro-kehidupan sementara yang lainnya mungkin
dipandang sebagai pro-pilihan. Selain itu, dalam beberapa denominasi,
terdapat kelompok minoritas yang tidak setuju dengan sikap denominasi
mereka mengenai aborsi
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Terdapat perbedaan pendapat mengenai bagaimana pandangan kalangan
Kristen awal mengenai aborsi, dan tidak ada larangan secara eksplisit
dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru Alkitab Kristen.
Beberapa akademisi menyimpulkan bahwa kalangan Kristen awal
mengambil sikap yang bervariasi tentang isu yang sekarang disebut
aborsi ini, serta bahwa pada saat-saat berlainan dan tempat-tempat
terpisah kalangan Kristen awal mengambil sikap yang
berbeda. Akademisi lainnya menyimpulkan bahwa kalangan Kristen awal
memandang aborsi sebagai dosa pada setiap tahapan kehamilan; meski
terdapat perbedaan pendapat mengenai jenis dosanya dan seberapa serius
dosa tersebut, tetapi bobot minimal keseriusan atau beratnya sama dengan
amoralitas seksual. Dikatakan bahwa beberapa orang Kristen awal
meyakini kalau embrio belum memiliki jiwa pada saat konsepsi atau
pembuahan, dan karenanya ketika itu terdapat perbedaan pendapat
mengenai apakah aborsi pada tahap awal kehamilan merupakan
pembunuhan atau secara etika setara dengan pembunuhan.[10][14]
Beberapa konsili awal Gereja menghukum wanita pelaku aborsi yang
juga melakukan kejahatan seksual lainnya, dan para pembuat obat
abortifasien, tetapi, sebagaimana posisi para Bapa Gereja awal
seperti Basilius Agung, tidak membedakan antara janin yang "berbentuk"
dan "belum berbentuk". Gregorius dari Nyssa dan Maximus sang
Pengaku Iman berkeyakinan bahwa kehidupan manusia telah dimulai
sejak saat pembuahan, sementara Agustinus dari Hippo meyakini konsep
Aristoteles tentang pemerolehan jiwa yang terjadi dalam kurun waktu
tertentu setelah pembuahan, yang setelah titik tersebut aborsi harus
dipandang sebagai pembunuhan,[20] meski tetap mengutuk aborsi pada
tahapan apapun sejak pembuahan. Thomas Aquinas mengulangi kembali
pandangan Aristoteles tentang tahapan perkembangan jiwa: vegetatif,
sensitif/animalia, dan rasional. Ini dikatakan menjadi posisi Gereja
Katolik sampai tahun 1869, ketika ekskomunikasi otomatis tidak lagi
terbatas hanya pada tindakan aborsi janin berbentuk, suatu perubahan
yang diinterpretasikan sebagai pernyataan implisit bahwa pembuahan
adalah momen pemerolehan jiwa. Kebanyakan aturan penitensial awal
mengenakan silih yang setara atas tindakan aborsi fase-awal maupun
fase-akhir, tetapi penitensi-penitensi setelah itu pada Abad Pertengahan
biasanya membedakan keduanya, memberlakukan silih yang lebih berat
atas tindakan aborsi fase-akhir dan silih yang lebih ringan diberlakukan
atas dosa aborsi "sebelum [fetus] memiliki hidup".
Denominasi Kristen masa kini memiliki beragam posisi, pemikiran, dan
ajaran mengenai aborsi, terutama dalam keadaan-keadaan khusus. Gereja
Katolik, Gereja Ortodoks Timur, Ortodoksi Oriental, dan
kebanyakan Protestan Injili menentang aborsi yang disengaja sebagai
perbuatan tak bermoral, meski juga mengizinkan apa yang terkadang
disebut aborsi tidak langsung, yaitu tindakan yang tidak menghendaki
kematian janin sebagai suatu tujuan ataupun sarana tetapi tindakan itu
mengakibatkan kematian janin sebagai efek samping. Beberapa
denominasi Protestan garis utama seperti Gereja Metodis, Gereja Kristus
Bersatu, dan Gereja Evangelis Lutheran di Amerika lebih bersikap liberal
dalam hal aborsi. Secara lebih umum, sejumlah denominasi Kristen dapat
dipandang sebagai pro-kehidupan sementara yang lainnya mungkin
dipandang sebagai pro-pilihan. Selain itu, dalam beberapa denominasi,
terdapat kelompok minoritas yang tidak setuju dengan sikap denominasi
mereka mengenai aborsi.
B. Saran-saran
Terdapat perbedaan pendapat mengenai bagaimana pandangan kalangan
Kristen awal mengenai aborsi, dan tidak ada larangan secara eksplisit
dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru Alkitab Kristen.
Beberapa akademisi menyimpulkan bahwa kalangan Kristen awal
mengambil sikap yang bervariasi tentang isu yang sekarang disebut
aborsi ini, serta bahwa pada saat-saat berlainan dan tempat-tempat
terpisah kalangan Kristen awal mengambil sikap yang
berbeda. Akademisi lainnya menyimpulkan bahwa kalangan Kristen awal
memandang aborsi sebagai dosa pada setiap tahapan kehamilan; meski
terdapat perbedaan pendapat mengenai jenis dosanya dan seberapa serius
dosa tersebut, tetapi bobot minimal keseriusan atau beratnya sama dengan
amoralitas seksual. Dikatakan bahwa beberapa orang Kristen awal
meyakini kalau embrio belum memiliki jiwa pada saat konsepsi atau
pembuahan, dan karenanya ketika itu terdapat perbedaan pendapat
mengenai apakah aborsi pada tahap awal kehamilan merupakan
pembunuhan atau secara etika setara dengan pembunuhan
Beberapa konsili awal Gereja menghukum wanita pelaku aborsi yang
juga melakukan kejahatan seksual lainnya, dan para pembuat obat
abortifasien, tetapi, sebagaimana posisi para Bapa Gereja awal
seperti Basilius Agung, tidak membedakan antara janin yang "berbentuk"
dan "belum berbentuk". Gregorius dari Nyssa dan Maximus sang
Pengaku Iman berkeyakinan bahwa kehidupan manusia telah dimulai
sejak saat pembuahan,[19] sementara Agustinus dari Hippo meyakini
konsep Aristoteles tentang pemerolehan jiwa yang terjadi dalam kurun
waktu tertentu setelah pembuahan, yang setelah titik tersebut aborsi harus
dipandang sebagai pembunuhan,[20] meski tetap mengutuk aborsi pada
tahapan apapun sejak pembuahan.[21] Thomas Aquinas mengulangi
kembali pandangan Aristoteles tentang tahapan perkembangan jiwa:
vegetatif, sensitif/animalia, dan rasional. Ini dikatakan menjadi posisi
Gereja Katolik sampai tahun 1869, ketika ekskomunikasi otomatis tidak
lagi terbatas hanya pada tindakan aborsi janin berbentuk, suatu perubahan
yang diinterpretasikan sebagai pernyataan implisit bahwa pembuahan
adalah momen pemerolehan jiwa.[15] Kebanyakan aturan penitensial awal
mengenakan silih yang setara atas tindakan aborsi fase-awal maupun
fase-akhir, tetapi penitensi-penitensi setelah itu pada Abad Pertengahan
biasanya membedakan keduanya, memberlakukan silih yang lebih berat
atas tindakan aborsi fase-akhir dan silih yang lebih ringan diberlakukan
atas dosa aborsi "sebelum [fetus] memiliki hidup"
Denominasi Kristen masa kini memiliki beragam posisi, pemikiran, dan
ajaran mengenai aborsi, terutama dalam keadaan-keadaan khusus. Gereja
Katolik, Gereja Ortodoks Timur,[27][28] Ortodoksi Oriental, dan
kebanyakan Protestan Injili menentang aborsi yang disengaja sebagai
perbuatan tak bermoral, meski juga mengizinkan apa yang terkadang
disebut aborsi tidak langsung, yaitu tindakan yang tidak menghendaki
kematian janin sebagai suatu tujuan ataupun sarana tetapi tindakan itu
mengakibatkan kematian janin sebagai efek samping Beberapa
denominasi Protestan garis utama seperti Gereja Metodis, Gereja Kristus
Bersatu, dan Gereja Evangelis Lutheran di Amerika lebih bersikap liberal
dalam hal aborsi. Secara lebih umum, sejumlah denominasi Kristen dapat
dipandang sebagai pro-kehidupan sementara yang lainnya mungkin
dipandang sebagai pro-pilihan. Selain itu, dalam beberapa denominasi,
terdapat kelompok minoritas yang tidak setuju dengan sikap denominasi
mereka mengenai aborsi
3
DAFTAR PUSTAKA
Suryono Ekotama dkk, 2001, Abortus provocatus bagi korban perkosaan, Andi Offset
Yogyakarta, hlm 34-35. 2 http://jheelicious.blogspot.co.id/, diakses pada tanggal 08 april
2016 pada jam 22:15.
Charisdiono.M. Achadiat, 2007, Dinamika Etika Dan Hukum Kedokteran, Buku Kedokteran,
Jakarta, hlm. 12.
Wiwik Afifah, 2013, Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Korban Perkosaan Yang
Melakukan Aborsi, Jurnal Ilmu Hukum, Vol-9/ No-18/febuari/2013, hlm 95.
3 Rien K.Kartasapoetra, 1988, Pengantar Ilmu Hukum Lengkap, Jakarta: Bina Aksara, hal. 49
4 Lihat konsiderans Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
5 Sulistyowati Irianto, 2008, Perempuan dan Hukum (Menuju Hukum yang Berspekstif
Kesetaraan dan Keadilan), Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hal. 521-522
4