Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

K3 DAN LINGKUNGAN TAMBANG

DISUSUN OLEH :

AHMAD MEDI REWUL

201863001

PROGRAM STUDI S1 TEKIK PERTAMBANGAN

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN

UNIVERSITAS PAPUA

MANOKWARI

2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hirabbil ‘alamin, segala Puja dan Puji Syukur tak henti-
hentinya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayat-
Nya yang tercurah untuk Hamba-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan
Makalah K3 dan Lingkungan Tambang ini tepat pada waktunya.

Adapun maksud dari penulisan makalah ini yaitu disusun untuk memenuhi
salah satu tugas pada Matakuliah K3 dan Lingkungan Tambang, Jurusan Teknik
Pertambangan, Fakultas Teknik Pertambangan Dan Perminyakan, Universitas
Papua, Manokwari.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak


Bambang Triyanto , ST.,MT. Dan Dr. Hendri P. Perangin-Angin,S.T.,M.T
selaku Dosen Pengampu I dan II Pada Matakuliah K3 dan Lingkungan Tambang
yang telah membimbing dan memberikan tugas ini dan kepada Orang Tua saya
yang telah memberikan doa serta semangat.

Dalam Penulisan makalah ini penulis menyadari masih terdapat kekurangan


oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan
guna dapat memperbaiki karya penulis lainnya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Manokwari, 14 Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAM AN JUDUL.............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................iii
I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Tujuan....................................................................................................1
II DASAR TEORI……...................................................................................4
2.1 Pengertian dan tujuan K3 ...................................................................4
2.1.1 Pengertian keselamatan kerja…………………………….....4
2.1.2 Tujuan K3…………………………………...……..………..5
2.1.3 Pengertian keselamatan kesehatan kerja…………..……..…5
2.1.4 Tujuan kesehatan kerja………………………..…….......…..6
2.2 Penerapan K3 ……………….……………………...………….…….6
2.2.1 Unsur keselamatan…………………………….…….…...….6
2.3 Kecelakaan kerja…………………………………………..……...….9
2.3.1 Sebab-sebab kecelakaan kerja…………………….….……10
2.3.2 Pencegahan kecelakaan kerja……………………..……….10
2.4 Pengukur Hasil K3…………………………………….……….…..12
2.5 Kondisi pekerja ………………………………………………..…..13
2.6 Penggunaan alat pelindung diri…………………...……………..…17
2.7 Metode Job Safety Analysis…………………………….………….18
2.7.1 Pengertian JSA………………………………………..……18
2.7.2 Tujuan JSA…………………………..……………………..20
2.7.3 Manfaat JSA……………………….……………………….20
2.8 Standard Operating Procedure……………………………………….20
2.8.1 Pengertian SOP…………………………………….………20
2.8.2 Tujuan SOP…………………………………………..….…21
2.8.3 Manfaat SOP…………………………………………….…22
III PEMBAHASAN..................................................................................…..23
IV PENUTUP........................................................................................……..32
4.1 Kesimpulan……………………………………………………..…….32
4.2 Saran……………………………………………………………..……32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34

iii
I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang saat ini sedang giat
melakukan pembangunan, baik pembangunan infrastruktur, peningkatan sumber
daya manusia (SDM), maupun usaha lain yang bisa menunjang perkembangan
Negara ini. Penggunaan teknologi maju sangat diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia secara luas, namun tanpa disertai dengan pengendalian
yang tepat akan dapat merugikan manusia itu sendiri. Penggunaan teknologi maju
tidak dapat dielakkan, terutama pada era industrialisasi yang ditandai adanya
proses mekanisasi, elektifikasi dan modernisasi serta transformasi globalisasi.
Dalam keadaan demikian penggunaan mesin-mesin, pesawat, instalasi dan bahan-
bahan berbahaya akan terus meningkat sesuai kebutuhan industrialisasi. Hal
tersebut disamping memberikan kemudahan bagi suatu proses produksi, tentunya
efek samping yang tidak dapat dielakkan adalah bertambahnya jumlah dan ragam
sumber bahaya bagi pengguna teknologi itu sendiri. Disamping itu, faktor
lingkungan kerja yang tidak memenuhhi syarat Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3), proses kerja tidak aman dan sistem kerja yang semakin kompleks dan
modern dapat menjadi ancaman tersendiri bagi kesehatan dan keselamatan pekerja
(Tarwaka, 2008).

Menurut Bank Dunia dalam Suherman (2006), Indonesia merupakan salah


satu negara penting dalam bidang pertambangan. Hal ini ditunjukkan oleh fakta
bahwa Indonesia sebagai negara produsen timah terbesar ke-2 di dunia, tembaga
terbesar k-4, nikel terbesar ke-5, emas terbesar ke-7, serta produksi batubara
terbesar ke-8 di dunia. Secara geologis, wilayah Indonesia memiliki potensi
endapan-endapaan batubara yang sangat luas. Namun hanya terkonsentrasi pada
cekungan-cekungan tersier tertentu. Kandungan sumber daya batubara di Pulau
Sumatera dan Kalimantan memiliki jumlah yang sangat besar, dengan persentase
masing-masing sebesar 46,68% dan 52,67% dari jumlah sumber daya batubara di

1
Indonesia, sedangkan sisanya sebesar 2 0,65% terdapat di Pulau Jawa, Sulawesi
dan Papua.

Perkembangan industri pertambangan batubara harus didukung dengan


peningkatan perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja para pekerjanya. Hal
ini didasari oleh fakta bahwasanya industri pertambangan batubara baik open pit
mine maupun underground memiliki tingkat risiko kecelakaan kerja yang cukup
tinggi dan merupakan salah satu pekerjaan dengan risiko tertinggi di dunia.
(Kamil, 1996) Berdasarkan laporan tahunan Jamsostek , dari data statistik
kecelakaan kerja menunjukkan hingga akhir tahun 2012 telah terjadi 103.074
kasus kecelakaan kerja di Indonesia, dimana 91,21% korban kecelakaan kembali
sembuh; 3,8% mengalami cacat fungsi; 2,61% mengalami cacat sebagian, dan
sisanya meninggal dunia (2.419 kasus) dan mengalami cacat total tetap (37 kasus),
dengan rata-rata terjadi 282 kasus kecelakaan kerja setiap harinya. Statistik
kecelakaan sektor Mineral dan Batubara di indonesia sejak tahun 2008 - 2013
menunjukkan kecelakaan yang menyebabkan kematian sejak tahun 2008- 2013
sejumlah 19 jiwa (2008), 44 jiwa (2009), 15 jiwa (2010), 22 jiwa (2011), 29 jiwa
(2012), dan 45 jiwa (2013) (Lestari, 2014). Kecelakaan kerja dapat kita hindari
dengan mengetahui dan mengenal berbagai potensi-potensi bahaya yang ada di
lingkungan kerja. Berbagai potensi- potensi bahaya tersebut, kita eliminasi untuk
menghilangkan risiko kecelakaan yang akan terjadi.

Analisa potensi bahaya yang paling popular dan paling sering digunakan di
lingkungan kerja yang dapat digunakan untuk upaya pencegahan kecelakaan kerja
adalah dengan menggunakan metode Job Safety Analysis (JSA). Job Safety
Analysis (JSA) merupakan sebuah metode analisa potensi bahaya yang
menganalisis potensi bahaya yang terdapat pada sistem kerja dan prosedur serta
manusia sebagai pekerjanya, serta mampu memberikan rekomendasi perbaikan
atau cara pencegahan terhadap kecelakaan kerja pada suatu pekerjaan (Ramli,
2010). PT Mifa Bersaudara merupakan perusahaan pertambangan batubara yang
telah beroperasi selama 3 (tiga tahun) di wilayah Aceh Barat. Pertambangan
batubara dengan jenis open pit mine ini memiliki alur proses pengolahan yaitu
coal getting, crushing, coal hauling, dan barging.

2
Setiap prosesnya, kegiatan pertambangan batubara yang berada di wilayah
kerja PT Mifa Bersaudara melibatkan mesin dan alat-alat berat yang dapat
menjadikan potensi bahaya bagi para pekerja. Potensi-potensi bahaya ini sangat
memungkinkan untuk memicu terjadinya kecelakaan kerja yang akan merugikan
pekerja dan perusahaan.

Oleh sebab itu dalam Makalah ini akan dibahas mengenai analisa potensi
bahaya dengan menggunakan metode Job Safety Analysis (JSA) pada proses coal
chain di pertambangan batubara PT Mifa Bersaudara Meulaboh.

1.3 TUJUAN
Tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu untuk menganalisa potensi
bahaya yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja yang terdapat pada
proses coal chain di Pertambangan PT Mifa Bersaudara dengan menggunakan
metode Job Safety Analysis (JSA) sehingga tersusunnya Standar Operasi Prosedur
(SOP).

3
II DASAR TEORI

2.1 Pengertian Dan Tujuan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)


2.1.1 Pengertian Keselamatan Kerja
Keselamatan adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, alat kerja,
dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungan serta cara-cara
melakukan pekerjaan. (Budiono, 1992). Sehingga keselamatan dan kesehatan
kerja merupakan sarana untuk mencegah terjadinya kecelakaan, cacat dan
kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja
merupakan hal yang penting dalam proses operasional baik di sektor modern
maupun tradisional, apabila dilalaikan akan berakibat sangat fatal dan bisa
merugikan orang lain dan dirinya sendiri maupun perusahaan. Kecelakaan selain
menjadi sebab hambatan-hambatan langsung juga merupakan kerugian-kerugian
tidak langsung yaitu kerusakan-kerusakan mesin dan peralatan-peralatan kerja,
terhentinya proses produksi untuk beberapa saat, kerusakan lingkungan kerja dan
lain-lain.
Perlindungan tenaga meliputi aspek-aspek yang cukup luas yaitu
perlindungan keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja serata perlakuan
yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. Perlindungan tersebut
dimaksudkan agar tenaga kerja secara aman melakukan pekerjaan sehari-hari
untuk meningkatkan hasil produksi dan produktivitas secara nasional. Tenaga
kerja harus memperoleh perlindungan diri dari masalah sekitarnya dari pada
dirinya yang dapat menimpa dan mengganggu pelaksanaan pekerjaannya.
Maka jelaslah keselamatan kerja adalah suatu segi penting dari perlindungan
tenaga kerja. Dalam hubungan ini bahaya yang timbul dari mesin, pesawat, alat
kerja, bahan dan proses pengolahan, kadaan tempat kerja, lingkungan, cara
melakukan pekerjaan, karakteristik fisik dan mental dari pekerjaan harus sejauh
mungkin diberantas atau dikendalikan.

4
2.1.2 Tujuan K3
Tujuan keselamatan kerja adalah sebagai berikut (Budiono, 1992):
1. Melindungi keselamatan tenaga kerja didalam melaksanakan tugasnya
untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta
produktivitas nasional.
2. Melindungi keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja
3. Melindungi keamanan peralatan dan sumber produksi agar selalu dapat
digunakan secara efisien.
4. Sumber produksi diperiksa dan dipergunakan secara aman dan efisien.

2.1.3 Pengertian Kesehatan Kerja


Kesehatan kerja adalah spesialisasi kesehatan atau spesialisasi di bidang
kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar tenaga kerja atau masyarakat
pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik atau mental
dengan usahausaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit atau
gangguan-gangguan kesehatan yang di akibatkan faktor-faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja. (Suma’mur, 1996) Ada dua kategori penyakit yang diderita
tenaga kerja yaitu:
a. Penyakit umum
Penyakit yang mungkin diderita oleh setiap orang baik yang bekerja, masih
sekolah atau menganggur. Pencegahan penyakit ini merupakan tanggung
jawab seluruh anggota masyarakat. Untuk mengurangi biaya mengatasi
penyakit umum, setiap calon karyawan diwajibkan mengikuti pemeriksaan
atas dirinya oleh dokter perusahaan.
b. Penyakit akibat kerja
Penyakit ini dapat timbul setelah seseorang melakukan pekerjaan.
Pencegahannya dapat dimulai dengan pengendalian secermat mungkin
pengganggu kerja dan kesehatan atau dengan mentaati peraturan-peraturan
yang berlaku.

5
2.1.4 Tujuan Kesehatan Kerja
Tujuan kesehatan kerja adalah sebagai berikut (Budiono, 1992):
1. Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan
kecelakaan akibat kerja
2. Mempertinggi efisiensi dan daya produktifitas tenaga manusia.
3. Agar terhindar dari bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh produk-produk
industri.

2.2 Penerapan K3

a. Moral
Perusahaan dalam melaksanakan pencegahan atas dasar rasa kemanusiaan,
sehingga bila terjadi kecelakaan perusahaan mempunyai suatu beban moral, juga
perusahaan mengusahakan tindakan pencegahan guna tidak akan terjadi suatu
kecelakaan yang sama.
b. Hukum
Setiap tenaga kerja berhak untuk mendapatkan perlindungan keselamatan
dalam melaksanakan pekerjaan untuk mendapatkan kesejahteraan hidup dan
meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan UU no 1
Tahun 1970.
c. Ekonomi
Perusahaan mengadakan kesehatan dan keselamatan kerja. Apabila terjadi
kecelakaan maka perusahaan mengeluarkan biaya sebagai ganti rugi dan juga
terganggu produktivitasnya

2.2.1 Unsur Keselamatan


Menurut International Labour Organization (Suma’mur, 1996):
A. Perencanaan Bila akan mendirikan perusahaan haruslah di perhitungkan
faktor-faktor yang mempengaruhi keselamatan dan produksi juga tingkat
perencanaan lokasi, fasilitas untuk produksi dan untuk menyimpan material dan
peralatan lantai, penerangan, ventilasi, dan pencegahan kebakaran. Masalah
keselamatan kerja harus benar- benar diperhatikan pada waktu perencanaan dan
bukan dipikirkan kemudian sesudah perusahaan berdiri.

6
B. Ketata-rumah-tanggaan yang baik dan teratur Ketata-rumah-tanggaan dan
kerapihan mencegah kecelakaan baik resiko fisik maupun efek psikologi, dalam
kadaan rapih dan teratur, tenaga kerja akan lebih berhati-hati. Keteraturan dan
Ketata-rumah-tanggaan yang baik akan terselenggara jika tenaga kerja
berpatisipasi dan memenuhi seluruh ketentuan yang berhubungan, seperti tidak
diletakkannya barang-barang pada jalan lalu lintas atau penggunaan tempat
sampah untuk pembuangan kotoran, keteraturan yang baik selain bermanfaat bagi
kesempatan kerja juga bermanfaat bagi kelancaran produksi

C. Pakaian kerja Pakaian kerja termasuk alas kaki sering kali tak memadai
untuk melakukan pekerjaan. Tenaga kerja kadang-kadang bekerja dan berpakaian
tua yang sudah tidak layak pakai. Keadaan ini merugikan dilihat dari keselamatan
juga menunjukan suatu mutu kehidupan rendah.
Jika pakaian kerja mungkin cepat rusak karena pekerjaan yang berat,
keadaan udara lembab dan pekerjaan penuh kotoran, pengusaha harus
menyediakan jenis pakaian yang cocok, pemakaian alas kaki juga harus
diperhatikan karena pemakaian alas kaki yang salah seperti berhak tinggi dan licin
akan mengakibatkan terpeleset atau terjadinya kecelakaan. Dan alas kaki dan
pakaian harus dibuat senyaman mungkin untuk tenaga kerja.
Dalam hal penetapan pemilihan atau penggunaan pakaian kerja, perlu
diperhatikan factor – factor dibawa ini:
1. Harus diperhatikan bahaya-bahaya yang mungkin menimpa pekerja dan
pakaian kerja haruslah dipilih menurut kemampuan untuk mengurangi
bahaya sebesar mungkin.
2. Pakaian kerja harus pas betul tanpa bagian-bagian atau tali yang longgar
dan kantong. Jika ada haruslah sedikit mungkin jumlahnya dan sedikit
mungkin ukurannya.
3. Pakaian longgar atau sobek dan kunci berantai atau arloji berantai tidak
boleh dipakai di dekat bagian-bagian mesin yang bergerak.
4. Pakaian berlengan pendek lebih baik dari pakaian berlengan panjang yang
di gulung lengannya keatas

7
5. Benda - benda tajam atau runcing, bahan-bahan eksplosif atau cairan-cairan
yang dapat terbakar tidak boleh dibawa dalam kantong pakaian
6. Pekerja yang meghadapi debu-debu yang dapat terbakar, eksplosif atau
beracun tidak boleh memakai baju berkantong, memiliki lipatan-lipatan, dan
lain-lain yang mungkin menjadi tempat berkumpulnya debu.

D. Peralatan Perlindungan diri Peralatan perlindungan diri sangat di butuhkan


agar kejadian kecelakaan kerja tidak terjadi. Dan beberapa kriteria dasar yang
harus dipenuhi oleh semua jenis peralatan perlindungan, mungkin hanya dua yang
penting, yaitu:
1. Apapun sifat bahayanya, peralatan atau pakaian harus memberikan
cukup perlindungan terhadap bahaya tersebut.
2. Peralatan atau pakaian tersebut harus ringan dipakainya dan awet, dan
membuat rasa kurang nyaman sekecil mungkin, tetapi memungkinkan
mobilitas, penglihatan dan sebagainya maksimum. Peralatan
perlindungan ini dapat berupa Tutup muka,Alas kaki pengaman,Sarung
tangan ,Topi pengaman, dll.
E. Pemasangan Tanda-tanda yang diharapkan dapat membawa pesan
peringatan atau memberikan keterangan secara umum. Keterangan-keterangan
misalnya berupa tanda-tanda bagi tempat jalan keluar dan tempat-tempat yang
sering terjadi kecelakaan seperti peringatan berhati-hati terhadap jalan yang licin,
mesin yang berbahaya, selalu menggunakan alat pelindung diri setiap akan
bekerja, dsb dan ditempat-tempat yang sering terjadi kecelakaan serta tempat-
tempat yang dianggap perlu.
F. Penerangan Faktor-faktor penerangan yang menjadi sebab kecelakaan
meliputi: Kesilauan langsung,Kesilauan sebagai pantulan dari lingkungan
pekerjaan,Bayang–bayang gelap,Perubahan mendadak dari terang menjadi gelap
G. Ventilasi dan Pengaturan Suhu Ventilasi merupakan suatu cara meniadakan
debu-debu yang eksplosif seperti debu serbuk kayu di udara. Uap-uap diudara
dapat diturunkan kadarnya sampai batas aman oleh ventilasi umum atau dapat
mencegah terjadinya keadaan terlalu panas atau terlalu dingin sehingga pekerja
tidak terganggu keadaan itu

8
H. Kebisingan Pengaruh utama dari kebisingan adalah kerusakan pada indra
pendengaran yang dapat menimbulkan ketulian sedangkan efek bising pada daya
kerja adalah timbulnya gangguan pada konsentrasi sehingga dapat menyebabkan
kecelakaan.
2.3 Pengertian Kecelakaan Kerja Dan Macam Kecelakaan Kerja
Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga atau tidak diharapkan. Tak
terduga maksudnya dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur-unsur
kesengajaan atau tanpa suatu perencanaan (Suma’mur, 1987) Kecelakaan kerja
adalah kecelakaan berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan.
Hubungan kerja berarti bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan pada
waktu melaksanakan pekerjaan.
Macam-macam kecelakaan kerja: (Suma’mur, 1996)
A. Berdasarkan selang waktu akibat:
1. Kecelakaan langsung
Kecelakaan yang terjadi berakibat langsung/terdeteksi, contohnya korban
manusia, mesin yang rusak atau kegagalan produksi.
2. Kecelakaan tak langsung
Kecelakaan yang terdeteksi setelah selang waktu dari kejadian, contohnya
mesin cepat rusak, lingkungan tercemar
B. Macam-macam kecelakaan kerja Berdasarkan korban :
1. Kecelakaan dengan korban manusia
a. Kecelakaan ringan Kecelakaan ringan biasanya diobati dengan persediaan
PPPK atau paling jauh dibawa ke Poliklinik.
b. Kecelakaan sedang Korban biasanya dibawa ke Poliklinik setelah itu jika
perlu diberi waktu untuk istirahat.
c. Kecelakaan berat Korban dibawa ke Rumah Sakit yang telah bekerja sama
dan paling dekat dengan perusahaan.
2. Kecelakaan tanpa korban manusia
Kecelakaan tanpa korban manusia diukur dengan berdasarkan besar
kecilnya kerugian material, kekacauan organisasi kerja maupun dampak-
dampak yang diakibatkannya.

9
2.3.1 Sebab-Sebab Kecelakaan Kerja
Analisa sebab kecelakaan dilakukan dengan mengadakan penyelidikan atau
pemeriksaan terhadap peristiwa kecelakaan dan mengidentifikasi faktor-faktor
terjadinya kecelakaan. Faktor-faktor terjadinya kecelakaan adalah sebagai berikut
(Suma’mur,1996):
a. Manusia
Faktor yang menjadi penyebab kecelakaan antara lain Kurangnya
pengetahuan dan ketrampilan dalam bekerja, Gangguan psikologis seperti
kebosanan, jenuh, benci, tidak bergairah,Usia pengalaman ,Adanya tekanan dan
ketegangan serta sikap kerja yang tidak baik sehingga menimbulkan kelelahan.
b. Mesin, peralatan, dan perlengkapan kerja.
Faktor-faktor yang menjadi penyebab kecelakaan kerja antara lain: Tidak
tersedianya sarana keselamatan kerja pada mesin,Tidak tersedianya peralatan
perlindungan diri, Mesin, peralatan dan perlengkapan kerja tidak terawat dengan
baik , Letak mesin dan peralatan tidak teratur dll
c. Lingkungan kerja
Faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan antara lain Kebisingan,
Lantai licin dan kotor, Suhu dan kelembaban yang tidak baik , Tata ruang yang
tidak terencana dengan baik , Penerangan kurang cukup .
d. Tata cara kerja
Faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan antara lain: Prosedur kerja
yang kurang baik, Sikap kerja yang tidak baik , Tidak mengikuti aturan atau
prosedur kerja yang aman serta prosedur kerja yang sulit dilakukan juga dapat
mempengaruhi.

2.3.2 Pencegahan-pencegahan Kecelakaan Kerja


Mencegah kecelakaan kerja, merupakan upaya yang paling baik, bila
dibandingkan dengan upaya lainnya. Kecelakaan akibat kerja dapat dicegah
dengan (Suma’mur, 1987) :
1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan
mengenai kondisi kerja umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan dan
pemeliharaan, pengawasan dan sebagainya

10
2. Standarisasi, yaitu penetapan standar yang memenuhi syarat keselamatan
pada berbagai jenis industri atau alat pelindung diri
3. Pengawasan, yakni tentang di patuhinya ketentuan perundang-undangan
4. Riset medis, tentang pengaruh fisiologis dan patologis lingkungan, dan
keadaan fisik lain mengakibatkan kecelakaan
5. Penelitian psikologis, penyelidikan tentang pola kejiwaan yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan
6. Penelitian secara statistic untuk menetapkan jenis, frekuensi, sebab
kecelakaan, mengenai siapa saja dan lain-lain
7. Pendidikan, khususnya di bidang keselamatan kerja
8. Penelitian bersifat teknik, meliputi sifat dan ciri bahan berbahaya, pengujian
9. Alat pelindung, penelitian tentang peledakan, desain peralatan dan
sebagainya
10. Pelatihan, untuk meningkatkan keterampilan keselamatan dalam bekerja,
antara lain bagi pekerja baru
11. Penggairahan, yakni penggunaan berbagai cara penyuluhan atau pendekatan
lain untuk menumbuhkan sikap selamat
12. Asuransi, berupa insentif finansial, dalam bentuk pengurangan biaya premi,
jika keselamatan kerjanya baik
13. Upaya lain di tingkat perusahaan, yang merupakan ukuran utama efektif
atau tidaknya penerapan keselamatan kerja
Upaya pencegahan perlu dilakukan pula dalam mencegah terjadinya
penyakit akibat kerja, antara lain berupa:
a. Identifikasi bahaya kesehatan di tempat kerja, yakni untuk mendeteksi
kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan atau penyakit
b. Evaluasi bahaya kesehatan, melalui pemantulan lingkungan kerja dan
pengujian biomedis, antara lain melalui pengambilan contoh udara di
ruang kerja, pemeriksaan darah dan sebagainya.
c. Pengendalian bahaya kesehatan, baik pada sumber bahaya, media
perantara, maupun pada pekerjanya sendiri

11
d. Pemeriksaan kesehatan awal, berkala maupun khusus, untuk mengetahui
kondisi kesehatan pekerja dan menilai pengaruh pekerjaan pada
kesehatannya
e. Tindakan teknis, berupa perbaikan ventilasi, penerapan isolasi substitusi
dan sebagainya
f. Penggunaan alat pelindung diri, misalnya masker, sarung tangan, tutup
telinga, kaca mata dan sebagainya
g. Penerangan, pendidikan, tentang kesehatan dan keselamatan kerja

2.4 Pengukuran Hasil Usaha K3


Tujuan pengukuran hasil usaha K3 adalah membandingkan keadaan antara
dua atau lebih masa kerja guna mengetahui sejauhmana pencegahan kecelakaan
dapat dilakukan. Standart pengukuran yang telah di setujui oleh International
Labour Organization adalah untuk mengetahui tingkat kekerapan atau frekuensi
rate dan tingkat keparahan/safety rate. Standart yang dipergunakan untuk
perhitungan tersebut digunakan perkalian 48 minggu dikalikan 8 jam perhari.
1. Tingkat frekuensi / kekerapan kecelakaan kerja. Tingkat frekuensi
menyatakan banyaknya kecelakaan yang terjadi tiap satu juta jam kerja
manusia (Budiono, 1992).

n x 1000000
F=
n
Dimana: F = Tingkat frekuensi kekerapan kecelakaan
n = Jumlah kecelakaan yang terjadi
N = Jumlah jam kerja karyawan
2. Tingkat severity atau keparahan kecelakaan kerja Untuk mengukur
pengaruh kecelakaan, juga harus dihitung angka beratnya kecelakaan untuk
satu juta jam kerja dari jumlah jam kerja karyawan (Budiono, 1992).
Hx1000000
S=
n

Dimana: S = Tingkat seferity/keparahan kecelakaan

12
H = Jumlah total jam hilang karyawan
N = Jumlah jam kerja karyawan
Jumlah jam kerja yang hilang meliputi:
a. Jumlah hari yang diakibatkan cacat total sementara, di hitung
berdasarkan tanggal (termasuk hari libur selama pekerja tidak
mampu bekerja).
b. Jumlah cacat total permanen dan kematian

2.5 Kondisi Pekerja


Umur mempunyai pengaruh yang penting terhadap kejadian kecelakaan
akibat kerja. Golongan umur tua mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi
untuk mengalami kecelakaan akibat kerja dibandingkan dengan golongan umur
muda karena umur muda mempunyai reaksi dan kegesitan yang lebih tinggi
(menurut hunter dalam, 2008).
Namun umur muda terkadang sering pula mengalami kasus kecelakaan
akibat kerja, hal ini mungkin karena kecerobohan dan sikap suka tergesa-gesa
(Tresnaningsih, 1991).
Dari hasil penelitian di Amerika Serikat diungkapkan bahwa pekerja muda
usia lebih banyak mengaami kecelakaan dibandingkan dengan pekerja yang lebih
tua. Pekerja muda usia biasanya kurang berpengalaman dalam pekerjaannya (ILO,
1989). Tingkat kecelakaan akibat kerja pada perempuan akan lebih tinggi daripada
pada laki-laki. Perbedaan kekuatan fisik antara perempuan dengan kekuatan fisik
laki-laki adalah 65%. Secara umum, kapasitas karena perempuan rata-rata sekitar
30% lebih rendah daripada laki-laki. Tugas yang berkaitan dengan gerak
berpindah, laki-laki mempunyai waktu reaksi lebih cepat daripada perempuan,
baik pergerakan kaki, tangan, dan lengan .
Semakin banyak pengalaman kerja dari seseorang, maka semakin kecil
kemungkinan terjadinya kecelakaan akibat kerja. Pengalaman untuk kewaspadaan
terhadap kecelakaan akibat kerja bertambah baik sejalan dengan pertambahan usia
dan lamanya kerja di tempat kerja yang bersangkutan (suma’mur 1989).
Tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui secara mendalam seluk beluk
pekerjaannya. Penelitian dengan studi restropeksif di Hongkong dengan 383 kasus

13
membuktikan bahwa kecelakaan akibat kerja karena mesin terutama terjadi pada
buruh yang mempunyai pengalaman kerja di bawah 1 tahun (menurut Ong, Sg,
dalam Agusliadi 1982)
Pendidikan seseorang berpengaruh dalam pola pikir seseorang dalam
menghadapi pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, selain itu pendidikan juga
akan mempengaruhi tingkat penyerapan terhadap peatihan yang diberikan dalam
rangka melaksanakan pekerjaan dan keselamatan kerja. Hubungan tingkat
pendidikan dengan lapangan yang tersedia bahwa pekerja dengan tingkat
pendidikan rendah, seperti Sekolah Dasar atau bahkan tidak pernah bersekolah
hanya bekerja dilapangan yang mengandalkan fisik. Hal ini dapat mempengaruhi
terjadinya kecelakaan kerja karena beban fisik yang berat dapat mengakibatkan
keleahan yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
kecelakaan akibat kerja. Pendidikan adalah pendidikan formal yang diperoleh
sekolah dan ini sangat berpengaruh terhadap perilaku pekerja. Namun disamping
pendidikan formal, pendidikan non formal seperti penyuluhan dan pelatihan juga
dapat berpengaruh terhadap pekerja dalam pekerjaannya (Menurut Achmad dalam
Agusliadi 1990)
Kelelahan dapat menimbulkan kecelakaan kerja pada suatu industri.
Kelelahan merupakan suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup lagi untuk
melakukan aktivitasnya. Kelelahan ini ditandai dengan adanya penurunan fungsi-
fungsi kesadaran otak dan perubahan apada organ di luar kesadaran. Kelelelahan
disebabkan oleh berbagai hal, antara lain kurang istirahat, terlalu lama bekerja,
pekerjaan rutin tanpa variasi, dan lingkungan kerja yang buruk (Silalahi, 1991).
Ada beberapa metode yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi bahaya
diantaranya:
1. Preliminary Hazard Analysis (PHA)
Preliminary Hazard Analysis adalah suatu metode yang dilakukan sebagia
analisis awal (budiono, 2003). Preliminary Hazard Analysis dilakukan jika tidak
ada suatu informasi menegenai sistem (Colling, 1990). PHA dilakukan pada
kegiatan identifikasi bahaya pada tahap awal (pra desain) untuk memeberikan
rekomendasi tahap pekerjaan desain final. Hasil PHA adalah berupa daftar sumber
bahaya dan risiko yang berhubungan dengan detai desain lengkap dengan

14
rekomendasi kepada perencanaan dalam upaya menghndari dan mengendalikan
sumber bahaya dan risiko yang akan terjadi. Data yang diperlukan dalam PHA
kriteria desain tempat kerja spesifikasi peralatan dan instalasi dan spesifikasi
bahan maupun produk.
2. Hazard and Operability Study (HAZOPS)
Merupakan suatu identifikasi penyimpang/ deviasi yang terjadi pada
pengoperasian suatu instalasi industri dan kegagalan operasinya yang
menimbulkan keadaan tidak terkendali. Metode ini dilakukan oleh kerja yang
berpengalaman atau oleh konsultan pelatihan khusus. Hazops bertujuan untuk
meninjau suatu proses atau operasi pada suatu sistem secara sistematis, untuk
menentukan apakah proses penyimpangan dapat mendorong kearah kecelakaan
yang tidak diinginkan. Biasanya metode ini dipakai pada industri seperti industri
kimia, petrokimia dan kilang minyak (Ramli, 2010).
3. Failure Modes and Effect Analysis (FMEA)
Menurut Cooling (1990) FMEA adalah suatu metode yang digunakan untuk
menganalisis sistem yang berhubungan dengan engineering yang mungkin
mengaami kegagalan dan efek yang ditimbulkan dari kegagaan. FMEA secara
sistematis menilai komponen dari suatu sistem tentang bagaimana sistem dapat
gagal, lalu mengevauasi efek dari kegagalan tersebut dicegah atau dikurangi.
FMEA merupakan kajian bahaya yang sistematis, terstruktur dan komprehensif.
Proses dasar dari FMEA adalah dengan membuat daftar semua bagian dari sistem
dan kemungkinan analisa apa saja yang berdampak jika sistem tersebut gagal
berfungsi. Kemudian dilakukan evaluasi dengan menetapkan konsekuensinya
FMEA adalah tabulasi dari sisitem peralatan pabrik, dan pola kegagalannya serta
efeknya terhadap operasi. FMEA adalah uraian mengenai bagaimana suatu
peralatan dapat mengalami kegagalan. Kegagalan suatu peralatan dapat beragam,
misalnya membuka yang seharusnya tertutup, mati, bocor dan lainnya. Dampak
dari kegagalan peralatan ini dapat berupa respon dari sistem atau kecelakaan.
4. Job Safety Analysis (JSA)
Merupakan teknik analisis untuk mengkaji langkah-langkah suatu kegiatan
dan mengidentifikasikan sumber bahaya yang ada dari tiap langkah-langkah
tersebut serta merencanakan tidakan pencegahan untuk mengurangi risisko.

15
Identifikasi bahaya dengan menggunakan JSA menurut Diberardinis (1999) dapat
menghasilkan analisa yang baik.
5. What if
Pemerisaan yang dilakukan dari proses atau operasi yang dilakukan oleh
sekelompok individu yang berpengalaman sehingga dapat mengajukan pertanyaan
atau menyumbang suara tentang peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan (proses
brainstorming). Analisis what if mendorong pemerisa untuk memikirkan
pertanyaan yang mulai dengan “bagaimana jika” (“what if”) untuk
mengidentifikasi kejadian kecelakaan yang mungkin terjadi, konsekuensinya, dan
tingkat keselamatan yang ada, sehingga dapat menyarankan alternative untuk
pengurangan risiko. Teknik ini memeberikan kebebasan yang luas kepada peserta
dalam berfikir dan memberikan pendapatnya, sehingga terkesan kurang
terstruktur. Karena iitu, pihak yang mengkritik teknik ini menilai teknik ini terlalu
luas dan tidak fokus sehingga sulit mendapatkan hasil yang lebih rinci lagi.
Namun teknik ini lebih baik digunakan kepada mereka yang kurang memahami
teknik identifikasi bahaya, namun memiliki spectrum pengalaman, bidang
spesialisasi dan pengetahuan yang luas.
6. Brainstorming
Sumber informasi tentang bahaya dapat diperoleh dari semua pihak. Semakin
banyak sumber informasi yang digunakan akan semakin luas, dalam dan rinci
informasi yang diperoleh. Karena itu, salah satu teknik sederhana untuk
mengidentifikasi bahaya ada dengan teknik “brainstorming”. Melalui diskusi dan
pertemuan berbagai pihak dan individu yang berbeda dapat dilakukan
“brainstorming” untuk mengenai potensi bahaya yang ada, atau diketahui oleh
masing-masing anggota kelompok.
7. Fault Tree Analysis
FTA atau pohon kegagalan dikembangkan pertama kali pada tahun 1961 oleh
US Army ketika merancang peluru kendali. FTA menggunakan metode analisis
yang bersifat deduktif. Dimulai dengan menetapkan kejadian puncak (top event)
yang mengkin terjadi dalam sistem atau proses, misalnya kebakaran atau ledakan.
Selanjutnya diidentifikasi dalam bentuk pohon logika ke bawah
8. Task risk assessment

16
Sebelum suatu kegiatan dimulai perlu dilakukan kajian analisa risiko untuk
mengetahui apa saja dan besarnya potensi bahaya yang timbul selama kegiattan
berlangsung. Untuk itu dilakukan Task Risk Assessment (TRA).
9. Check list/ Daftar Periksa
Metode lain untuk mengidentifikasi bahaya adalah menggunakan daftar
periksa. Metode ini sangat mudah dan sederhana yaitu dengan membuat daftar
periksa pemeriksaan di tempat kerja. Pemeeriksaan bahaya dilakukan oleh mereka
yang mengenal dengan baik kondisi lingkungan kerjanya. Semakin dalam
pemahamnya, semakin rinci identifikasi bahaya yang dapat dilakukan. Karena itu
pengembangan daftar periksa perlu melibatkan para pekerja setempat.
10. HIRARC (Hazars Identification, Risk Assessment and Risk Control)
HIRARC (Hazars Identification, Risk Assessment and Risk Control)
merupakan serangkaian proses mengidentifikasi bahaya yang dapat terjadi dalam
aktifitas rutin ataupun non rutin diperusahaan, kemudian melakukan penilaian
risiko dari bahaya tersebut lalu membuat program pengendalian bahaya tersebut
agar dapat diminimalisir tingkat risikonya ke yang lebih rendah dengan tujuan
mencegah terjadi kecelakaan. Implementasi K3 dimulai dengan perencanaan yang
merupakan bagian dari menajemen risiko. HIRARC inilah yang menentukan arah
penerapan K3 dalam perusahaan.

2.6. Penggunaan Alat Pelindung Diri


Sarana pengaman diri adalah pilihan terakhir yang dapat kita lakukan untuk
mencegah bahaya (Rudi Suardi, 2007:89). Alat pelindung diri mencankup semua
pakaian dan asessoris yang digunakan pekerja yang didesain untuk menjadi
pembatas sumber bahaya. Adapun langkah-langkah alat pelindung diri (APD)
sebagai berikut:
a. Gunakan selalu alat pelindung diri (APD)
b. Bicarakanlah, apabila peralatan pelindung pribadi yang digunakan tidak tepat
untuk pekerjaan, atau tidak nyaman atau tidak sesuai sebagaimana mestinya
dengan mengatakan kepada rekan-rekan kerja atau kepada supervisior.
c. Tetap selalu diberitahukan pastikan lingkungan kerja selalu terinformasi
tentang sifat dari bahaya atau risiko yang mungkin dijumpai d. Perhatikan APD

17
yang digunakan agar tidak merusak atau merubah, sehingga kemampuan APD
menjadi berkurang kegunaannya. Karena kondisi APD menentukan manfaat
perlindungan yang diberikannya.
Berbagai jenis APD yang tersedia diklasifikasikan berdasarkan anggota
tubuh yang dilindungi, yaitu sebagai berikut:
 Perlindungan terhadap kepala
 Perlindungan terhadap wajah dan mata
 Perlindungan terhadap telinga
 Perlindungan terhadap tangan dan lengan
 Perlindungan terhadap tungkai kaki dan badan
 Perlindungan terhadap kaki bagian bawah

2.7 JSA (Job Safety Analysis)

2.7.1 Pengertian JSA (Job Safety Analysis)

Job Safety Analysis (JSA) atau dikenal juga dengan Job Hazard


Analysis merupakan upaya untuk mempelajari/menganalisa dan serta
pencatatan tiap-tiap urutan langkah kerja suatu pekerjaan, dilanjutkan
dengan identifikasi potensi-potensi bahaya di dalamnya kenudian
diselesaikan dengan menentukan upaya terbaik untuk mengurangi ataupun
menghilangkan/mengendalikan bahaya-bahaya pada pekerjaan yang dianalisa
tersebut. Dengan menyusun/menerbitkan dan mensosialisasikan Job Safety
Analysis pada tenaga kerja merupakan salah satu upaya untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja.
JSA atau sering disebut Analisa Keselamatan Pekerjaan merupakan salah
satu sistem penilaian risiko dan identifikasi bahaya yang dalam pelaksanaan
ditekankan pada identifikasi bahaya yang dalam pelaksanaan ditekankan pada
identifikasi bahaya yang muncul pada tiap-tiap tahapan pekerjaan/ tugas yang
dilakukan tenaga kerja atau analisa keselamtan pekerjaan merupakan suatu cara/
metode yang digunakan untuk memeriksa dan menemukan bahaya-bahaya
sebelumnya diabaikan dalam merancang tempat kerja, fasilitas/ alat kerja, mesin
yang digunakan dalam proses kerja (PT. Caltex Indonesia 1999). Menurut NOSA

18
(1999), JSA merupakan salah satu usaha dalam menganalisa tugas dan prosedur
yang ada di suatu industri. JSA di definisikan sebagai metode mempelajari suatu
pekerjaan untuk menegidentifikasi bahaya dan potensi insiden yang berhubungan
dengan setiap langkah, mengembangkan solusi yang dapat menghilangkan dan
mengontrol bahaya serta incident. Bila bahaya telah dikenali maka dapat
dilakukan tindakan pengendalian yang berupa perubahan fisik atau perbaikan
prosedur kerja yang dapat mereduksi bahaya kerja. Dalam pelaksanaannya,
prosedur analisa keselamatan kerja memerlukan latihan, pengawasan dan
penulisan uraian kerja yang dikenal sebagai JSA untuk mempermudah pengertian
prosedur kerja pada karyawan.
Hal-hal positif yang dapat diperoleh dari pelaksanaan JSA adalah:
1. Sebagai upaya pencegahan kecelakaan
2. Sebagai alat kontak safety (safety training) terhadap tenaga kerja baru
3. Melakukan review pada job prosedur
4. Memberikan pre job intruction pada pekerjaan yang baru 25
5. Memberikan pelatihan secara pribadi kepada karyawan
6. Dapat meninjau ulang SOP
Dalam pembuatan JSA, terdapat teknik yang dapat memudahkan
pengerjaannya, yaitu:
1. Memilih orang yang tepat untuk melakukan pengamatan, misalnya orang
yang berpengalaman dalam pengerjaan, mampu mau bekerja sama dan
saling tukar pikiran dan gagasan
2. Apabila orang tersebut tidak paham akan perannya dalam pembuatan JSA,
maka diberi pengarahan dahulu tentang maksud dan tujuan pembuatan JSA.
3. Bersama orang tersebut melakukan pengamatan/ pengawasan terhadap
pekerjaan dan mencoba untuk membagi atau memecahkan pekerjaan
tersebut menjadi beberapa langkah dasar.
4. Mencatat pekerjaan tersebut setelah membagi pekerjaan tersebut.
5. Memeriksa dengan seksama dan mendiskusikan hasil tersebut ke bagian
section head yang diamati.

19
2.7.2 Tujuan Pembuatan JSA
Tujuan pelaksanaan JSA secara umum bertujuan untuk mengidentifikasi
potensi bahaya disetiap aktivitas pekerjaan sehingga tenaga kerja diharapkan
mampu mengenali bahaya tersebut sebelum terjadi kecelakaan atau penyakit
akibat kerja. Tujuan jangka panjang dari program JSA ini diharapkan tenaga kerja
dapat ikut berperan aktif dalam pelaksanaan JSA, sehingga dapat menanamkan
kepedulian tenaga kerja terhadap kondisis lingkungan kerjanya guna menciptakan
kondisi lingkungan kerja yang aman dan meminimalisasi kondisi tidak aman
(unsafe condition) dan perilaku tidak aman (unsafe action).

2.7.3 Manfaat Pembuatan JSA


Pelaksanaan JSA mempunyai manfaat dan keuntungan sebagai berikut:
1. Memberikan pengertian yang sama terhadap setiap orang tentang apa yang
dilakukan untuk mengerjakan pekerjaan dengan selamat
2. Suatu alat pelatihan yang efektif untuk para pegawai baru
3. Elemen yang utama dapat dimasukkan dalam daftar keselamatan,
pengarahan sebelum memulai pekerjaan, observasi keselamatan, dan
sebagai topik pada rapat keselamatan
4. Membantu dalam penulisan prosedur keselamatan untuk jenis pekerjaan
yang baru maupun yang dimodifikasi
5. Suatu alat yang efektif untuk menegendalikan kecelakaan pada pekerjaan
yang dilakukan tidak rutin

2.8 Standard Operating Procedure (SOP)


2.8.1 Pengertian Standard Operating Procedure (SOP)
Standar operasional prosedur itu penting bagi kelancaran kinerja untuk
mengikuti tata cara aturan yang berlaku dari perusahaan maupun pemerintah.
Berikut definisi prosedur menurut para ahli sebagai berikut:Standar Operasional
Prosedur merupakan pedoman untuk memastikan organisasi dalam perusahaan
melalui kegiatan operasional berjalan dengan lancar (Sailendra, 2015).
Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah langkah untuk melakukan
pekerjaan, di mana pekerjaan tersebut dilakukan, berhubungan dengan apa yang

20
dilakukan, bagaimana melakukannya, bilamana melakukannya, dimana
melakukannya, dan siapa yang melakukannya (Moekijat, 2008).Standar
Operasional Prosedur merupakan suatu pedoman atau acuan untuk melaksanakan
tugas pekerjaan sesuai denga fungsi dan alat penilaian kinerja instansi pemerintah
berdasarkan indikator-indikator teknis, administratif dan prosedural sesuai tata
kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan
(Atmoko, 2011).
Dari pengertian para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa standar
operasional prosedur itu sistem pengendalian pada kinerja yang telah dibuat sesuai
dengan aturan perusahaan atau pemerintahan yang bertujuan untuk memperlancar
jalannya tugas dan mampu menghindari terjadinya kesalahan atau terjadi
miscommunication.

2.8.2 Tujuan SOP


Tujuan standar operasional prosedur untuk membuat aturan dan
pengawasan terhadap kinerja disetiap bidang pekerja harus sesuai tata tertib yang
berlaku dan terstruktur dengan benar sehingga menjadi lebih efektif dan efisien.
Tujuan Standar Operasional Prosedur (Puji, 2014:30-35) sebagai berikut:
1. Menjaga konsistensi tingkat penampilan kinerja atau kondisi tertentu
dankemana petugas dan lingkungan dalam melaksanakan sesuatu
tugas atau pekerjaan tertentu.
2. Sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan tertentu bagi sesama
pekerja, dan supervisor.
3. Menghindari kegagalan atau kesalahan dengan demikian menghindari
dan mengurangi konflik, keraguan, duplikasi serta pemborosan dalam
proses pelaksanaan kegiatan.
4. Parameter untuk menilai mutu pelayanan.
5. Untuk lebih menjamin penggunaan tenaga dan sumber daya secara
efisien dan efektif.
6. Untuk menjelaskan alur tugas, wewenangdan tanggung jawab dari
petugas yang terkait.

21
7. Sebagai dokumen yang akan menjelaskan dan menilai pelaksanaan
proses kerja bila terjadi suatu kesalahan atau dugaan praktik dan
kesalahan administratif lainnya, sehingga sifatnya melindungi rumah
sakit dan petugas
2.8.3 Manfaat SOP
Manfaat bagi organisasi antara lain menurut Permenpan No.PER/21/M-
PAN/11/2008:
1. Sebagai standarisasi cara yang dilakukan pegawai dalam menyelesaikan
pekerjaan khusus, mengurangi kesalahan dan kelalaian.
2. SOP membantu pegawai menjadi lebih mandiri dan tidak tergantung
pada intervensi manajemen, sehingga akan mengurangi keterlibatan
pimpinan dalam pelaksanaan proses sehari-hari.
3. Meningkatkan akuntabilitas dengan mendokumentasikan tanggung jawab
khusus dalam melaksanakan tugas
4. Menciptakan ukuran standar kinerja yang akan memberikan pegawai.
Cara untuk memperbaiki kinerja serta membantu mengevaluasi usaha
yang telah dilakukan.
5. Menciptakan bahan-bahan trainingyang dapat membantu pegawai baru
untuk cepat melakukan tugasnya.
6. Menunjukkan kinerja bahwa organisasi efisien dan dikelola dengan baik.
7. Menyediakan pedoman bagi setiap pegawai di unit pelayanan dalam
melaksanakan pemberian pelayanan sehari-hari.
8. Menghindari kesalahpahaman pelaksanaan tugas pemberian pelayanan.
9. Membantu penelusuran terhadap kesalahan-kesalahan prosedural dalam
memberikan pelayanan. Menjamin proses pelayanan tetap berjalan dalam
berbagai situasi.

22
III PEMBAHASAN

A. Analisa potensi bahaya pada proses coal getting


Tabel 3.1 Tahapan Kerja Dengan Potensi Bahaya Kategori Medium Pada Proses
Coal Getting

n Tahapan kerja Potensi bahaya Tindakan atau prosedur yang


o direkomendasikan
1 Pemeriksaan Tertimpa dan terjepit Letakkan cover egine pada
Pemeliharaan Harian cover egine, cover egine peyangga bodi mesin
(P2H) peyote
2 Excavator moving to Menabrak pekerja dan Jalankan excavator pada kecepatan
front loading unit lainya. rendah dan stabil
3 Loading batubara ke Pekerja terseruduk Pasang rambu jarak aman di
dumptruck bucket loader atau belakang setiap unit alat berat
excavator
4 Traveling coal to ROM Tabrakan, unit terbalik Sanksi bagi pengemudi overspeed
dan terguling
5 Unloading coal to ROM Kejatuhan dan tertimbun Jaga jarak aman sebelum unloading
material batubara batubara dilakukan

Pada saat pengoperasian unit terutama alat berat, komunikasi merupakan hal vital
yang sangat penting untuk diperhatikan mengingat jarak pandang operator alat berat yang
sangat terbatas. Begitu pula dengan jarak aman antara pekerja dengan unit yang sedang
beroprasi. Namun kedua hal ini sering diabaikan pekerja sehinga terkadang menempatkan
pekerja pada tindakan dan kondisi yang tidak aman sehingga dapat menyebabkan terjadi
nya kecelakaan kerja. Karena ukuran beberapa alat berat yang digunakan didalam industri
begitu besar, hal ini menyebabkan operator kesulitan dalam menempatkan posisi alat
serta melihat apa yang ada maupun apa yang sedang terjadi disekitarnya. Dengan
demikian, komunikasi merupakan hal vital yang sangat penting karena tanpa komunikasi,
mesin tersebut akan menjadi mesin pembunuh yang dapat mengancam siapa saja
(Woodson, 1992).

23
B. Analisa potensi bahaya pada proses coal crushing
Tabel 3.2. Tahapan Kerja Dengan Potensi Bahaya Kategori Medium Pada Proses
Coal Crushing

n Tahapan kerja Potensi bahaya Tindakan atau prosedur yang


o direkomendasikan
1 Pemeriksaan Tertimpa dan terjepit cover Letakkan cover egine pada
Pemeliharaan Harian egine, cover egine peyote peyangga bodi mesin
(P2H)
2 Menghidupkan genset Tersengat arus lisrik Gunakan sarung tangan isolator
(kulit/karet)
3 Excavator naik dan Menabrak pekerja dan unit Jalankan excavator pada kecepatan
turun front loading lainnya rendah dan stabil
4 Loading batubara ke Bucket terbentur hoper Posisikan bucket lebih tinggi dari
hoper crusher hoper
5 Terpapar partikulat Maintenance sprayer crusher secara
batubara berkala
Kebisingan Gunakankan earplug
Coal crushing Mesin crusher terbakar Operasikan mesin dengan waktu
standar
6 Stockpiling batubara Menabrak pekerja dan Selalu aktifkan radio komunikasi
menggunakan loader unitlainnya
7 Unloading coal to Kejatuhan dan tertimbun Jaga jarak aman sebelum unloading
ROM material batubara batubara dilakukan

Tabel 3.3. Tahapan Kerja Dengan Potensi Bahaya Kategori High Pada Proses Coal
Crushing

n Tahapan kerja Potensi bahaya Tindakan atau prosedur yang


o direkomendasikan
1 Menghidupkan mesin Tersengat arus listrik Pasang mika isolator pada pada
crusher tegangan tinggi bodi lemari panel kontrol crusher
2 Loading batubara ke Gigi bucket masuk hoper Jalankan excavator pada kecepatan
hoper crusher rendah dan stabil

Potensi bahaya pada saat menghidupkan mesin crusher ini sangat tinggi, hal
ini dikarenakan lemari panel crusher tidak dilengkapai oleh mika isolator
didalamnya. Hal ini sangat memungkinkan pekerja tersengat arus listrik jika ada
kabel yang lepas dari karet pelindung dan menempel pada lemari panel crusher.
Jika hal ini terjadi, pekerja akan tersengat arus listrik tegangan tinggi dengan
voltase 380 volt, hal ini memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja dengan

24
kategori Fatality. Apabila tidak dipergunakan dengan semestinya serta tidak
dilengkapi pelindung dan pengaman, peralatan tersebut dapat menimbulkan
berbagai macam bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, ledakan, ataupun
cidera. Agar peralatan ini aman dipakai maka harus diberi pengaman yang sesuai
dengan peraturan dibidang keselamatan kerja. Untuk peralatan yang rumit perlu
disediakan petunjuk pengoperasiannya.

C. Analisa potesi bahaya pada proses coal hauling


Tabel 3.4. Tahapan Kerja Dengan Potensi Bahaya Kategori Medium Pada Proses
Coal Hauling

n Tahapan kerja Potensi bahaya Tindakan atau prosedur yang


o direkomendasikan
1 Pemeriksaan Tertimpa dan terjepit cover Letakkan cover egine pada
Pemeliharaan Harian egine, cover egine peyote peyangga bodi mesin
(P2H)
2 Excavator naik dan Menabrak pekerja dan unit Jalankan excavator pada
turun front loading lainnya kecepatan rendah dan stabil
3 Loading batubara ke Pekerja terseruduk bucket Tetap berada di kabin mobil
dumptruck loader atau excavator saat proses loading berlangsung
4 Tabrakan Sanksi bagi pekerja yang
Traveling coal to port melampaui kecepatan
site
maksimum yang ditentukan
Pemetaan daerah rawan Pemetaan daerah rawan longsor
longsor
Penutupan jalan oleh Pengawalan security
warga (sabotase)
5 Unloading coal to port Kejatuhan dan tertimbun Jaga jarak aman sebelum
site material batubara unloading batubara dilakukan

Hal yang paling sering dilakukan dan berbahaya bagi keselamatan yang
dilakukan pekerja adalah keluar dari unit dumptruck saat proses loading sedang
berlangsung. Bahkan tak jarang pekerja tersebut naik ke atas atap cabin unit untuk
mengintruksikan proses pemuatan batubara (coal loading). Tindakan ini sangat
berbahaya mengingat jarak antara pekerja dengan bucket excavator atau 6 loader
cukup dekat, sehingga memungkinkan pekerja terseruduk dan terhantam bucket
loader atau excavator. Hal ini sesuai dengan pendapat Ramli (2010) bahwa bahaya

25
ditempat kerja terjadi ketika ada interaksi antara unsur- unsur produksi yaitu
manusia, peralatan, material, proses dan metode kerja. Material yang digunakan
baik sebagai bahan baku , bahan antara atau hasil produksi mengandung berbagai
macam bahaya sesuai dengan sifat dan karakteristiknya masing-masing.
D. Analisa potensi bahaya pada proses Coal Barging
Tabel 3.5. Tahapan Kerja Dengan Potensi Bahaya Kategori Medium Pada Proses
Coal Barging

n Tahapan kerja Potensi bahaya Tindakan atau prosedur yang


o direkomendasikan
1 Pemeriksaan Tertimpa dan terjepit cover Letakkan cover egine pada
Pemeliharaan Harian egine, cover egine peyote peyangga bodi mesin
(P2H)
2 Menimbun akses jalan Pekerja tertabrak atau Aktifkan selalu radio komunikasi
ke kapal terseruduk bucket loader
atau excavator
3 Melepaskan dan Terjepit hidrolik bucket Gunakan komunikasi radio
Tertimpa dan terjepit pintu Pemeriksaan wire sling sebelum
memasang pintu kapal
kapal digunakan untuk lifting
(side board)
4 Memasang dan Tertimpa dan terjepit Pemeriksaan wire sling sebelum
melepaskan rampdoor rampdoor digunakan untuk lifting
5 Loading batubara ke Kejatuhan dan tertimbun Jaga jarak aman sebelum unloading
dumptruck. material batubara batubara dilakukan
6 Menggangkut batubara Dumptruck terperosok Pemeriksaan keondisi rampdoor
ke kapal (coal hauling kelaut sebelum coal barging dilakukan
to ship)
7 Stock on barg Terpapar debu batubara Penyiraman chemical dan memakai
masker

Tabel 3.6. Tahapan Kerja Dengan Potensi Bahaya Kategori High Pada Proses
Coal Barging

no Tahapan kerja Potensi bahaya Tindakan atau prosedur yang


direkomendasikan
1 Melepaskan dan Jatuh dari ketinggian Modifikasi badan kapal dengan
memasang cantolan bodyhardnees
memasang pintu kapal
(side board)
2 Kapal berlayar Kapal nyasar atau Pasang alat pendeteksi badai
terdampar

26
Pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri berupa bodyhardnees ketika
memanjat pintu kapal. Hal ini sangat memungkinkan pekerja terjatuh dari pintu
kapal akibat alunan laut yang menggoyangkan kapal. Selain itu, ada juga pekerja
yang berdiri tepat di bawah area lifting saat kegiatan lifting untuk membuka dan
menutup pintu kapal dan rampdoor berlangsung. Seharusnya area tersebut bebas
dan steril. Kondisi ini memungkinkan pekerja terjepit dan tertimpa pintu kapal
dan rampdoor jika terjadi kegagalan lifting akibat wire sling putus atau terlepas.
Syukri Sahab (1997) dalam Hayati (2009) menjelaskan bahwa metoda kerja atau
cara kerja yang salah dapat membahayakan pekerja itu sendiri maupun orang lain
disekitarnya.
Berikut Standart Operating Prosedur berdasarkan Alur proses :
proses coal getting :
A. Permulaan
1. Menentukan type dumptruck , Type dumptruck harus sesuai dan seimbang
dengan jenis dan type excavator sebagai acuan yang ideal, kapasitas
dumptruck sama dengan 4x kapasitas bucket excavator
2. Menentukan jumlah dump truck
a. Jumlah dump truck harus mampu melayani kapasitas produksi
excavator. Jumlahdump truck = waktu edar dump truck : waktu edar
excavator. 
b. Sebagai acuan di lapangan, jumlah dump truck harus diusahakantidak
lebih dari 6 unit (disesuaikan jarak yg ada)
c. Jika dump truck yang dibutuhkan lebih dari 6 unit segera
diskusikan dengan engineering untuk mencari jalan terdekat.

3. Menentukan jarak angkut

a. Jarak angkut harus diusahakan antara 500 m s/d 1.300


b. Apabila jarak angkut lebih dari 1.300 m segera diskusikandengan engin
eering untuk mencari jalan terdekat

B . petunjuk pelaksanaan

27
1. Persiapan
a. Sebelum mengoperasikan unit, operator diwajibkan untukmelakukan pre
star tcheck terhadap unit yangakan digunakan. 
b. Survey melakukan pengukuran elevasi top batubara.
c. Apabila batubara terendam air/basah, maka tidak bisa diproduksilangsun
g karena akan berpengaruh terhadap kualitas batubara(ash).Untuk itu perl
u dilakukan pengeringan agar kualitas batubara yang diproduksi tetap sa
ma dengan kualitas aslinya.Pelaksanaan
2. Cleaning
a. Sebelum batubara diproduksi, dilakukan pembersihan batubarauntuk
menjaminkualitas batubara yang diproduksi, ash, calory value sesuai
standaraslinya yaitu 5 cm pada bagian Top dan 5 cm pada bagian
Bottomseam, jika menemui parting maka akan dilakukan pembersihan pa
da top dan bottom batubara untuk pemisahan 
b. Sebelum diloading, batubara harus dibersihkan dari material dilusidengan
menggunakan excavator dengan cutting edge.
c. Cleaning dihentikan apabila batubara sudah dianggap bersih darimaterial
dilusi.d. Dirty Coal / Batubara kotor merupakan hasil produksi
yang tidak bernilai yang harus dimuat ke disposal supaya tidak tercampur
dengan baatubara yang dicoalgetting untuk menjaga kualitasnya.

3. Loading
a. Pelaksanaan loading batubara harus memperhatikan faktorkeamanan
kerja, produktivitas unit, coal recovery dan bebas dari dilusi
dankontaminasi. 
b. Batubara yang tebal langsung dibongkar oleh excavator. Hal tersebut
untuk mempercepat proses produksi batubara
c. Penempatan batubara pada vessel harus dirapihkan
dan disesuaikandengan kapasitas vessel dump truck, untuk menghindari
potensi tumpah dijalan.

28
4. Hauling
a. Vessel dump truck yang digunakan untuk hauling batubara harus
dipastikan bebas dari kontaminasi dan dilusi serta harus diperiksa
kelayakannya setiap awal operasi. (dikeruk dengan excavator jikaada
bekas material OB) 
b. Untuk menjamin produktivitas dan keamanan kerja maka jalanharus
senantiasa dirawat dengan mengacu kepada SOP Lalu LintasTambang.
c. Kegiatan perawatan jalan akan dikoordinasikan dengan pit service.
5. Dumping
a. DT coal melakukan dumping batubara di rom/ stockpile sesuaidengan
apa yangdiinformasikan dan diarahkan oleh foreman di stockpile
b. Untuk mengoptimumkan space stockpile, atas instuksi pengawasStockp
ile, akan dilakukan aktivitas spreading dan trimming dengan
mengunakan wheel loader ataupun bulldozerc.  Apabila lokasi
stockpile/crusher sudah menumpuk, akan dilakukan leveling.Level
maksimum adalah level 3, Tinggi maksimal tiap level adalah 4.5 meter.

proses coal crushing :

1. sebelum beroperasi :
a. Lakukan pre-check sebelim unit dioperasikan
b. Cek dan pastikan tak ada material yang tersangkut pada plate jaw
c. Pastikan tak ada benda yang atau peralatan yang menghalangi bagian unit
yang berputar
d. Cek kondisi tali v-belt,chassis,mur, body dynamo dll dalam keadaan baik

29
e. Cek kabel-kabel listrik, pastikan tak ada yang terkelupas atau putus yang
mengakibatkan kabel menjadi telanjang
f. Bila semua dianggap telah siap, laporkan pada foreman
g. Laporkan kepada kepala teknik tambang bila didapati hal-hal yang
dianggap berbahaya dan tak memungkinkan unit crusher untuk
dioperasikan
2. Saat beroperasi :
a. Selama bekerja, APD harus dipakai
b. Memulai pengoperasian mesin crusher yang harus sesuai peraturan
dan harus menjalankan prosedur “ pengoperasian unit crusher” agar
tidak menciderai pekerja dan merusak mesin
c. Pastikan foreman crusher dapat berkomunikasi dan mengontrol
jalannya kerja dengan baik
d. Karyawan yang tidak berkepentingan harus menjauhi dari system
coveyor
e. APAR (alat pemadam api ringan) yang sesuai harus tersedia di area
crusher
f. Selain petugas maka tidak diperkenankan masuk ke ruang control
pengoperasian mesin system conveyor/crusher
g. Pengawasan harus tetap dilakukan selama unit beroperasi.
h. Memberhentikan pengoperasian mesin crusher harus sesuai peraturan
dan harus menjalankan prosedur lock out system agar tidak
menciderai pekerja dan merusak mesin.

proses coal hauling :

a. Penempatan batubara pada vessel harus dirapihkan dan disesuaikandengan


kapasitas vessel dump truck, untuk menghindari potensi tumpah dijalan.
b. DT Coalgetting dilarang saling mendahului dengan DT Coal getting lainnya. 
c. Semua kendaraan harus berjalan di bagian kiri jalan, kecuali ada rambu lain
atau saat mendahului kendaraan lain.
d. Bunyikan klakson saat mendekati belokan jalan.

30
e. DT Coalgetting harus menjaga jarak minimal 100m dari truk didepannya.

proses Coal Barging :


a. Marketing departemen PT menginformasikan secara tertulis mengenai jadwal
rencana kegiatan pemuatan batubara
b. Berkordinasi dengan pihak contractor barging untuk kesiapan dan persiapan
c. Pada saat tanggal penyandaran tongkang, pengawas PT akan bertugas
memberitahukan kepada marine surveyor yang ditunjuk 2 jam sebelum
tongkaang tiba
d. setelah tiba, dilakukanlah kegiatan pemuatan dan selalu melakukan
pengawasan agar berjalan lancar
e. bila di temukan keraguan dan penyimpangan operational dari proses
pemuatan ini maka segera dilaporkan
f. pada saat pemuatan mendekati selesai, pengaawas lapangan harus
menghubungi marine surveyor yang ditunjuk 2 jam sebelum tongkang
complete
g. setelah complete, marine surveyor melakukan final draft survey yang
ditemani pengawas lapangan sebagai saksi
h. setelah itu dilakukan proses pengeluaran tongkang dari jetty dan kapal
berlayar dengan baik.

IV PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan mengenai analisa
potensi bahaya pada proses coal chain PT Mifa Bersaudara didapatkan
kesimpulan sebagai berikut:

31
1. Pekerjaan yang memiliki potensi bahaya terbanyak dan tertinggi pada proses
coal chain terdapat pada pekerjaan coal barging.
2. Potensi bahaya yang terdapat pada proses coal chain diantaranya:
a. Bucket excavator lepas dan ikut masuk kedalam dumptruck saat
pekerjaan loading batubara pada proses coal getting dilakukan.
b. Tersengat arus listrik tegangan tinggi saat pekerjaan menghidupkan
mesin crusher untuk memulai proses coal crushing.
c. Tabrakan yang terjadi antar unit atau unit menabrak pekerja saat
pekerjaan traveling coal to port site saat proses hauling berlangsung.
d. Jatuh dari ketinggian saat pekerjaan melepas maupun menutup pintu
kapal pada proses coal barging.
3. Potensi bahaya yang terindentifikasi pada proses coal chain rata-rata
disebabkan oleh tindakan tidak aman pekerja. Untuk itu pembudayaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai iklim kerja sangat penting untuk
di upayakan.

4.2 Saran
Adapun sara yang dapat diberikan yaitu :
1. Pada proses pengapalan batubara (coal barging) :
a. Modifikasi badan kapal dengan memasang tiang untuk mengaitkan
bodyhardnees agar pekerja dapat bekerja dengan aman dan selamat.
b. Substitusi unit excavator yang digunakan untuk membuka pintu kapal
dengan crane truck yang khusus digunakan untuk proses lifting.
c. Pasang rambu jarak aman saat proses lifting pada saat proses lifting
berlangsung.
d. Substitusi wire sling dengan weber sling untuk meminimalisir bahaya
yang ditimbulkan.
2. Pada proses pemecahan batubara (coal crushing) :
a. Modifikasi lemari panel crusher dengan memasang mika isolator untuk
menghilangkan potensi bahaya tersengat arus tegangan tinggi.

32
b. Modifikasi bucket excavator dengan memasang plat penyangga untuk
menghindari jatuhnya gigi bucket excavator kedalam hoper mesin
crusher.
c. Pasang rambu jarak aman di belakang setiap unit alat berat agar pekerja
dapat menjaga jarak dengan unit yang sedang beroperasi.
3. Pada proses pengangkutan batubara (coal hauling) :
a. Substitusi jalan hauling dengan jalan hauling baru yang sesuai dengan
standart pertambangan.
b. Lakukan driving maping skill kepada pengemudi hauling truck untuk
memetakan kemampuan mengemudi mereka.
4. Pada proses penambangan batubara (coal getting) :
a. Berikan sanksi keras bagi operator alat berat maupun pengemudi light
vehicle (LV) yang mematikan alat komunikasi radio ketika bekerja
b. Modifikasi bucket excavator dengan memasang plat penyangga
untuk menghindari jatuhnya gigi bucket excavator kedalam dumptruck

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2020.file:///C:/Users/ACER/Downloads/Documents/BAB%20II_2.pdf
(diakses pada 4 oktober 2020)

33
Budiono, Sugeng. 1992. Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Surakarta: PT. Tri
Tunggal Fajar.
Hebbie.Ilma.2020. Form dan Laporan K3 https://sistemmanajemen
keselamatankerja /2014/10/job-safety-analysis-jsa.html (diakses pada
15 oktober 2020)
Muhammad Arif.2014. Laporan Analisa Potensi Bahaya Dengan Menggunakan
Metode jobsafety Analysis(Jsa) Pada Prosescoal Chaindipertambangan
Batubara Pt Mifa Bersaudara meulaboh. Fakultas Kesehatan Masyarakat,
USU. https://media.neliti.com/media/publications/14528-ID-analisa-
potensi-bahaya-dengan-menggunakan-metode-job-safety-analysis-jsa-
pada-pr.pdf. (Di akses pada 15 oktober 2020).
Suma’mur P. K. 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT.
Toko Gunung Agung.

34

Anda mungkin juga menyukai