PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak istilah yang dipakai dalam menyatakan suatu trauma atau cedera pada
kepala di Indonesia. Beberapa rumah sakit ada yang memakai istilah cidera
kepala dan cedera otak sebgai suatu diagnosis medis untuk suatu trauma pada
kepala, walaupun secara harafiah kedua istiah tersebut sama karena memakai
gradasi respons Glasgow Coma Scale (GCS) sebagai tingkat gangguan yang
cedera kepala.
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Secara
anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala, serta tulang
akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu sekali
neuron rusak, tidak dapat diperbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan
langsung dari cedera dan banyak lainnya timbul sekunder dari cedera.
1
Efek-efek ini harus dihindari dan ditemukan secepatnya oleh perawat untuk
fisik, bahkan kematian. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologis
sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Diperkirakan 2/3 korban dari kasus ini
berusia dibawah 30 tahun, dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita.
Lebih dari setengan dari semua klien cedera kepala berat mempunyai
pada klien cedera kepala biasanya karena cedera bagian tubuh lainnya. Resiko
utama klien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat
dilakukan pemeriksaan misalnya oleh karena afasia, maka reksi verbal diberi
tanda “X” , atau oleh karena kedua mata edema berat sehingga tidak dapat
dinilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai
maka reaksi verbal diberi nilai “T”. Penyebab dari cedera kepala adalah
adanya trauma pada kepala meliputi trauma oleh benda / serpihan tulang yang
menembus jaringan otak, efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke
2
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
Kepala.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
kepala adalah penyakit neurologis yang paling sering terjadi diantara penyakit
Jadi, cedera kepala (head Injury) atau trauma atau jejas yang terjadi pada
kepala bisa oleh mekanik ataupun non-mekanik yang meliputi kulit kepala,
otak ataupun tengkorak saja dan merupakan penyakit neurologis yang paling
sering terjadi, biasanya dikarenakan oleh kecelakaan (lalu lintas). atau Ada
B. Klasifikasi
Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah)
4
Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang)
C. Etiologi
1. Benda Tajam. Trauma benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat.
2. Benda Tumpul, dapat menyebabkan cedera seluruh kerusakan terjadi ketika
5
2. Deselerasi. Contoh : kepala membentur aspal.
D. Patofisiologi
Berat ringannya daerah otak yang mengalami cedera akibat trauma kapitis
bergantung pada :
dengan otak, peregangan dan robeknya pembuluh darah dan lain-lain = lesi
media)
brain stem)
6
5. Kerusakan otak primer berupa cedera pada akson yang bisa merupakan
6. Kerusakan otak sekunder akibat proses desak ruang yang meninggi dan
PATHWAY
Trauma
Kebutuhan O2 meningkat
Asidosis metabolik
Penurunan Perfusi jaringan
kesadaran serebral tidak efektif
Penumpukan sekret
7
D. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala cedera kepala dapat dikelompokkan dalam 3 kategori utama
1. Tanda dan gejala fisik/somatik: nyeri kepala, dizziness, nausea, vomitus
berfikir kompleks
TIK.
6. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan
8
5. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur pergeseran
struktur dan garis tengah (karena perdarahan edema dan adanya frakmen
tulang).
batang otak..
pada otak.
F. Komplikasi
sinus frontal atau dari fraktur tengkorak bagian petrous dari tulang temporal.
2. Kejang. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama
9
G. Penatalaksaan Medik
cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik
seperti hipotesis atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak
Penatalaksanaan lainnya:
vasodilatasi.
Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau
10
Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak
aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian
Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan.
Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan
menenangkan pasien.
Data tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera dan mungkin
11
Aktivitas/ Istirahat
Sirkulasi
Integritas Ego
impulsif.
Eliminasi
fungsi.
Makanan/ cairan
keluar, disfagia).
12
Neurosensoris
ekstremitas.
Genggaman lemah, tidak seimbang, Refleks tendon dalam tidak ada atau
Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya
koma.
Pernapasan
Keamanan
Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan secara umum mengalami
13
Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang.
I. Diagnosa Keperawatan
2. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan pusat pernapasan di medula oblongata
J. Intervensi Keperawatan
14
16-24 x/menit).
a. 3. Kehilangan reflek batuk
B 2. Tidak ada 3. Anjurkan kllien untuk menandakan perlunya
pernapasan cuping bernapas dalam dan batuk Jalan napas
hidung. efektif. buatan/intubasi.
3. Setelah dilakukan 1. 1. Kaji status neurologis yang - 1. Hasil dari pengkajian
asuhan keperawatan 2. berhubungan dengan tanda- dapat diketahui secara
selama 3 x 24 jam, 3. tanda peningkatan TIK, dini adanya tanda-
diharapkan klien 4. terutama GCS. tanda peningkatan TIK
mempunyai perfusi sehingga dapat
jaringan adekuat menentukn arah
dengan kriteria hasil : tindakan selanjutnya
a. serta manfaat untuk
1. Tingkat kesadaran menentukan lokasi,
normal perluasan dan
(compos mentis). perkembangan
2. TTV Normal. keruskan SSP.
(TD: 120/80 mmHg,
suhu: 36,5-37,50C, -
Nadi: 80-100 x/menit, 2. Monitor TTV; TD, denyut 2. Dapat mendeteksi secara
RR: 16-24 x/m) nadi, suhu, minimal setiap dini tanda-anda
jam sampai klien stabil. peningkatan TIK,
misalnya hilangnya
autoregulasidapat
mengikuti kerusakan
vaskularisasi selenral
lokal. Napas yang tidak
teratur dapat
menunjukkan lokasi
adanya gangguan
serebral.
15
mencegah penekanan
pada saraf medula
spinalis yang
menambah TIK.
16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS
CEDERA KEPALA BERAT DI RUANG ISNTALASI GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT H. ABDUL MOELOEK
A. Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : Tn. S
Usia : 44 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Masuk RS : 02 Oktober 2017
No MR : 00.52.16.95
Diagnosa Medik : Cedera Kepala Berat
C. Pengkajian Primer
Airway
Klien tidak sadarkan diri, dilakukan pemasangan OPA, ETT, dan klien
Breathing
17
Sirkulasi
hangat, warna kulit kemerahan, pengisian kapiler < 3 detik, terdapat edema
Disability
E. Pemeriksaan Sekunder
Klien masuk rumah sakit pada tanggal 02 oktober 2017 pada pukul 12.08
kecelakaan lalu lintas. Klien tidak sadarkan diri dengan GCS = 3, E 1V1M1,
terdapat racoon eyes, fraktur cervikal c1 dan c2, fraktur os radius ulna,
menit, terpasang OPA, ETT, infus RL, dower kateter, terpasang ventilator
bipap dengan O2: 80, Pinp: 17, Ti: 1, RR: 34x/menit, Peep: 5, Ap Sup: 12
18
- Riwayat Kesehatan Lalu
berat. Istri klien mengatakan bahwa suaminya baru kali ini mengalami
rowayat operasi.
Terakhir kali makan : Pada pukul 08.15 sebelum klien berangkat kerja.
- Kepala
Wajah : Tidak simetris terdapat edema pada palpebra dan pipi sisnistra
Rambut : Hitam, tekstur tengkorak / kulit kepala : Fraktur basis cranii regio
temporal
19
- Telinga : Simetris, serumen berupa darah.
Leher
Dada
Abdomen
P : Suara Timpani
Ekstremitas / Muskuloskeletal
Rentang gerak tidak aktif, kekuatan otot tidak baik, terdapat fraktur os
Kulit / Integumen
Mukosa kering
20
Kulit : Terdapat lesi pada wajah yaitu di palpebra dan pipi sinistra
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan Laboratorium 02 Oktober 2017
Pemeriksaan Result Satuan Nilai Referensi
Gula darah sewaktu 147 Mg/dl <140
Creatinine 1,25 Mg/dl 0,72-1,18
CT 9 Menit 9-15
BT 2 Menit 1-3
SGOT 51 U/L <37
SGPT 36 U/L <41
Ureum 25 Mg/dl 13-43
Calsium 6,2 Mg/dl 8,6-10,0
Hemoglobin 13,9 g/dl 14,0-18,0 p: 12,0-li
Leukosit 15.000 /µl 4,800-10.800
Eritrosit 4,3 Juta/µl 4,7-6,1 op, 4,2-5,4
Hemaktokrit 38 % L42-52 op : 37-47
- Pemeriksaan Rontgen
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
21
- Manitol 200 cc IFVD
- Kalnex 3 x 1 Amp IV
- Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
- Ranitidine 2 x 1 Amp IV
- Ketorolac 3 x 1 Amp IV
B. ANALISA DATA
NO MASALAH ETIOLOGI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif dibuktikan Sputum berlebih
dengan batuk tidak efektif, tidak mampu batuk,
sputum berlebih, suara nafas ronkhi kering
2. Pola nafas tidak efektif dibuktikan dengan Kerusakan pusat
pernasafan dimedia
oblongata / cedera
jaringan otak.
3 Resiko Aspirasi dibuktikan dengan klien tidak Penurunan tingkat
sadar GCS : 3 E1V1M1, klien terpasang OPA kesadaran
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No. Tanggal / Jam Diagnosa Sesuai Prioritas
1. 02-10-2017 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
13.15 berhubungan dengan sputum berlebih
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan kerusakan pusat pernafasan di
medula oblongata/ cedera jaringan
otak.
3. Resiko aspirasi berhubungan dengan
penurunan kesadaran
22
D. RENCANA KEPERAWATAN
No Dx. Kep Tujuan (SMART) Inervensi Rasional
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Buka jalan 1. Membantu buka
nafas tidak efektif asuhan keperawatan nafas dengan jalan nafas
berhubungan 3 x 24 jam lakukan
dengan sputum diharapkan masalah pemasangan
berlebih bersihan jalan nafas OPA
tidak efektif dapat
teratasi dengan 2. Lakukan 2. Membersihkan
Kriteria hasil : perawatan OPA sekret yang
1. Tidak ada suara menyumbat jalan
nafas nafas nafas
tambahan
3. Observasi suara
2. Tidak ada 3. Bunyi nafas
nafas, pola nafas,
sianosis ronkhi
kemampuan
3. Tidak ada menunjukkan
mengeluarkan
penggunaan aliran udara
sekret, batuk RR,
otot bantu melalui jalan
dan tidak adanya
pernapasan nafas yang
dispnea
dipenuhi oleh
sekret
2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1. Kaji status 1. Melihat status
efektif asuhan keperawatan pernafasan klien pernafasan apakah
berhubungan 3 x 24 jan 2. Kaji penyebab ada peningkatan
dengan kerusakan diharapkan klien ketidakefektifan atau tidak
pusat pernafasan menunjukan pola pola nafas 2. Mengetahui apa
dimedula nafas efektif dengan 3. Monitor penyebab pola
oblongata atau Kriteria hasil : perubahan tingkat nafas tidak efektif
cedera jaringan 1. Pernafasan 16- kesadarn 3. Mengetahui
otak 24 x / menit 4. Berikan oksigen adakah peningkatan
2. Pernafasan sesuai anjuran kesadaran
vesikuler medik 4. Membantu agar
3. Status O2 5. Kolaborasi pola nafas efektif
adekuat dengan dokter 5. Untuk memberikan
untuk terapi dan intervensi
tindakan selanjutnya
pemeriksaan 6. Agar jalan nafas
6. Melakukan efektif
suction
23
3. Resiko Aspirasi Setelah dilakukan 1. Monitor tingkat 1. Mengetahui
berhubungan asuhan keperawatan kesadaran penurunan dan
dengan penurunan selama 3 x 24 jam kenaikan kesadaran
kesadaran diharapkan masalah klien
resiko aspirasi
dapat teratasi 2. Pertahankan jalan 2. Mencegah
dengan kriteria nafas terjadinya apnea
hasil :
1. Irama nafas 3. Lakukan suction 3. Membersihkan
teratur jalan nafas dari
2. RR : 12 -24 x / sumbatan
menit
3. Ekspansi dada 4. Cek posisi NGT 4. Mencegah
Simetris sebelum terjadinya aspirasi
4. Tidak ada memberikan
retraksi dinding makanan dan cek
dada residu
5. Tidak ada
sianosis
E. IMPLEMENTASI
No Tanggal Implementasi Paraf
1 02/10/2017 1. Mengobservasi tanda-tanda vital
12.15 TD : 100/80 mmHg
N : 56 x / menit
24
RR : 34 x / menit
S : 37,2 C
12.20 2. Monitor kesadaran klien
Respon : -
Hasil : GCS : E1V1M1
1. Kaji status pernafasan
Respon : -
Hasil : Klien tampak sesak nafas
dengan frekuensi 34x/menit
12.22 2. Kaji penyebab ketidakefektifan pola
nafas
Respon : -
Hasil : Terdapat fraktur servikal c1 dan
c2
12.30 3. berikan O2 sesuai intruksi
Respon : -
Hasil : Terpasang OPA, ETT dan
terpasang ventilator mode Bipap dengan
O2 80, Pinp : 17, TI : 1,0 RR : 34 x /
menit, peep : 5, AP SUP : 12
12.45 4. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat-obatan sesuai indikasi
Respon : -
Hasil : IVFD RL 20 tpm
Infus Manitol 200 ml / 8 jam
2. 03/10/2017 1. Monitor tanda-tanda vital
14.10 Respon : -
Hasil : Tekanan darah : 90/60 mmhg
Nadi : 44 x/menit
Suhu : 35,2 c
Pernafasan : 28 x / menit
14.15 2. Monitor Kesadaran klien
Respon : -
Hasil : GCS= 3 E1V1M1
15.10 3. Membantu personal hygiene klien
25
(membersihkan /mengelap badan klien
dengan air hangat
Respon : -
Hasil : Klien tampak bersih dan badan
tidak lengket
16.05 4. Melakukan Suction
Respon : -
Hasil : Darah yang ada pada mulut
sudah di bersihkan.
BAB IV
ANALISIS JURNAL
A. Judul Penelitian
Pengaruh stimulasi sensori terhadap nilai Glasglow Coma Scale pada pasien
Cedera Kepala di Ruang Neurosurgical Critical Care Unit Unit RSUP DR.
26
B. Identitas Peneliti
C. Metode Penelitian
penelitian ini adalah pasien cedera kepala dengan nilai GCS 3-13 yang
dirawat di Ruang Neurosurgical Critical Care Unit (NCCU) RSUP dr. Hasan
yang terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok kontrol (15 responden)
terdapat pengaruh stimulasi sensori terhadap nilai GCS pada pasien dengan
perlakuan, selain dari efek neuroprotektif terapi standar, juga didukung oleh
pasien berupa situlasi pada pendengaran, sensasi pada kulit, penciuman dan
pengecapan yang diberikan secara simultan selama tiga hari menjadi faktor
27
merupakan petunjuk adanya kerusakan pada sel-sel otak. Selain kortisol,
kedua hormon ini memicu peningkatan katabolisme otak yang pada Penelitian
akibat iskemi.
neuroprotektif yang mencegah kerusakan sel otak akibat iskemi. Oleh karena
itu stimulasi sensori dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif intervensi
bahwa Stimulasi sensori dapat mempengaruhi nilai GCS pada pasien cedera
kepala di ruang Neurosurgical Critical Care Unit (NCCU) RSUP dr. Hasan
28
Sadikin Bandung. Manajer pelayanan keperawatan diharapkan dapat
dalam meningkatkan nilai GCS pada pasien cedera kepala di ruang NCCU
RSUP. dr. Hasan Sadikin Bandung, yang akan berpengaruh pada kepuasan
masing jenis stimulasi sensori terhadapat nilai GCS yang dapat diukur
membantu meningkatkan nilai GCS pada klien tidak sadar dengan cedera
29
memberikan efek neuroprotektif yang mencegah kerusakan sel-sel otak dari
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari
fungsi otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan innterstiil dalm
30
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi
trauma oleh benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari
kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan efek percepatan dan
membaca makalah ini, dan mencari ilmu yang lebih banyak diluar dari makalah
ini terkait tentang meteri dalam pembahasan, dan tidak hanya berpatokan
kepala.
B. Saran
cedera kepala.
31
DAFTAR PUSTAKA
Alexander (2013). Care of the patient in Surgery. (10 th ed.), St Louis ; Mosby.
P : 855 – 930.
Brunner & Sudart (2003). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Vol 3,
Jakarta : EGC.
Lemone & burke. (2015). Medical-Surgical Nursing ; critical thinking in client
care. California : Addison-Wesley. p : 1720 - 1728
32
Lewis, Heitkemper & Dirkssen (2015). Medical –Surgical Mursing ; Assessment
and management ofg clinical problems. St.louis : Mosby. P : 1720 –
171624 – 1630.
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesi (2016). Definisi dan Indikator
Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: PPNI.
33