PEMBAHASAN
Cutlip dan center menjelaskan bahwa dalam suatu kegiatan komunikasi untuk
menghasilkan efektivitas, perlu diingat hal yang sangat fundamental, yaitu:
1. Bahwa komunikasi terdiri dari orang-orang yang hidup, bekerja, dan bermain satu sama
lainnya dalam jaringan lembaga sosial. Karena itu, setiap orang adalah subjek bagi
berbagai pengaruh diantaranya adalah pengaruh komunikator
2. Bahwa komunikan membaca, mendengarkan, dan menonton komunikasi yang
menyajikan pandangan hubungan pribadi yang mendalam
3. Bahwa tanggapan yang diinginkan komunikator dari komunikasi harus menggantungkan
bagi komunikan, kalua tidak, ia tidak akan memberikan tanggapan (Effendy, 1993:43)
Selain faktor diatas yang mempengaruhi keefektifan komunikasi, yakni dari sisi
komunikan terdapat dua faktor dari komunikator yang akan mempengaruhi komunikasi yang
efektif yakni kepercayaan pada komunikator (source credibility) dan daya Tarik komunikator
(source attractiveness). Kedua hal ini didasarkan posisi komunikan yang akan menerima
pesan, yaitu :
1. Hasrat seseorang untuk memperolah suatu pernyataan yang benar, jadi komunikator
mendapat kualitas komunikasinya sesuai dengan kualitas sampai dimana ia memperoleh
kepercayaan dari komunikan dana pa yang dinyatakan
2. Hasrat seseorang untuk menyamakan dirinya dengan komunikator atau bentuk hubungan
lainnya dengan komunikator yang secara emosional memuaskan. Jadi komunikator akan
sukses dalam komunikasinya, bila berhasil menarik perhatian komunikan (Effendy,
1993:43)
D. Operasional Partisipasi
Ascroft dan Masilela, dalam Melkote (1991) memaparkan bahwa konsep dan
proses dari partisipasi ditetapkan dengan kurang baik dan internalnya tidak konsisten,
abstrak dan ambigu dalam ilmu sosial. Usaha operasionalisasi dalam bagian ini
menggerser paradigma dominan yang berinkarnasi secara halus. Partisipasi diartikan
sebagai pendekatan kepada bagian yang merupakan asli representasi dari perkara untuk
paradigma kebutuhan dasar, partisipasi sebagai sebuah akhir pendekatan.
“Partisipasi sebagai sebuah akhir dari pendekatak” telah mendapat dukungan dari
para ahli dan administrator serupa (Tehranian, Alamgir, Bamberger, Diaz-Bordenave,
dalam Melkote,1991). Mereka berpendapat bahwa partisipasi harus dikenali sebagai hak
dasar manusia yang seharusnya diterima dan didukung. (Kothari, Melkote, 1991)
kebutuhan akan berpikir, mengekspresikan diri sendiri, memiliki kelompok, diakui
sebagai individu, dihargai dan dihormati adalah hal penentu krusial yang berpengaruh
atas kehidupan seseorang, yang merupakan esensi pembangunan individu seperti halnya
pada makan, minum, dan tidur (Diaz-Bordenave, dalam Melkote, 1991). Dan partisipasi
dalam aktivitas bermakna adalah sebuah alat yang mengantarkan kebuthan-kebutuhan
diatas terpnenuhi. Diaz-Bordenave (dalam Melkote, 1991) menyimpangkan secara
menyakinkan bahwa partisipasi bukanlah kepentingan yang harus ditepikan sehingga
tidak ada satu pun wewenang yang bisa menyangkal dan menghalanginya bahkan
konsensi yang diakui oleh hak dasar manusia sekalipun.
Partisipasi sebagai sebuah proses pemberian kuasa kepada masyarakat sehingga
mereka diberikan wewenang agar dapat mengatur dan berpendapat demi
pembangunannya sendiri. Meski secara politiknya sedikit berisiko kepada kuasa yang
lebih tinggai, tetapi juga merupakan konseskuensi yang ideal dari partisipasi. Disini
individual aktif dalam program dan proses pembangunan, mereka berkontribusi,
mengambil inisiatif, mengartikulasikan kebutuhan dan permasalahan mereka, dan
menonjolakan otonomi masing-masing (Ascroft dan Masilela, dalam Melkote, 1991).
Penelitian partisipatif, model ini dibangun dari kserberagaman plura listrik
sebelumnya dalam dunia paradigma (Servaes, dalam Melkote, 1991).
Karakteristik penelitian yang partisipatif dapat dideskripsikan sebagai berikut:
a. Mendasari sebuah asumsi bahwa manusia memiliki kemampuan lahiriah
untuk menciptakan pengetahuan dan ini bukan merupakan hak prerogative
dari para professional
b. Merupakan proses yang bersifat pendidikan bagi partisipan untuk berada
dalam program penelitian sama baiknya pada para peneliti. Melibatkan pula
identifikasi dari kebutuhan masyarakat, kesadaran mengenai hambatan,
sebuah analisis sebab dan perancangan solusi.
c. Terdapat kesadaran berkomitmen bagi peneliti untuk bekerja demi
masyarakat, sehingga prinsip netralisasi dari ilmuan tradisonal tidak ditemui
dalam penelitian ini.
d. Berbasis kepada proses dialog dialektikal antara peneliti dan masyarakat.
Dialog tersebut menyediakan rangkaian kerja yang akan menghalangi
manipulasi dari luar.
e. Ini merupakan pendekatan pemecahan masalah. Tujuannya adalah untuk
mengetahui sebab dari permasalahan dan mengerahkan potensi kreatif
manusia untuk memecahkan persoalan sosial.
f. Aset besarnya adalah nilai heuristic, kooperatif.kerja sama yang rapat antara
peneliti dan masyarakat yang membantu perkembangan atmosfer kekritisan
segala partisipan yang menganalisi lingkungan sosial dan merumuskan
rencana aksi.
Menurut Freire seperti dikutip dalam Nair dan White (2004), semua individu memiliki
kapasitas untuk melakukan refleksi, kapasitas untuk berpikir abstrak, untuk membuat
konseptualisasi, mengambil keputusan, memilih alternative dan merencanakan perubahan
sosial. Aksi dan refleksi bukan merupakan aktifitass yang terpisah akan tetapi sebagai
keseluruhan organ dan dialektikal ini saling mempengaruhi aksi dan refleksi yang merupakan
conscitizacao (Conscientization). Berdasarkan Freire, partisipasi asli (autentik) adalah sebuah
pengalaman emansipatori yang menghasilkan kebebasan actual.
Freire menegaskan bahwa dialog merupakan hal yang esensial pada proses penyadaran.
Freire menggaris bawahi potensi yang lebih luas dari dialog dan dengan bersemangat
mempertahankan kekuatan Bahasa sebagai alat yang mampu menanmkan dominasi mapun
kebebasan. Tentu saja dialog dapat membawa seseorang untuk memaknai dunia dan
mendorong transformasi sosial dan pembebasan sebagaimana terungkap dalam kata-kata
Freire: “ To exist, humanily, is to name the world, to change it”.
Tufle dan Mefalopulos (2009) mengungkapkan bahwa focus dari komunikasi partisipasi
adalah dialog, suara, media didik, aksi-refleksi. Dialog merupakan suatu prinsip komunikasi
partisipasi, dalam dialog dimana peserta akan mengungkapkan usulan dengan prinsip aksi-
refleksi-aksi dan komunikasi horizontal. Dalam dialog proses yang terjadi diawali dengan
definisi program dimana terjadi kesenjangan informasi. Tipe masalah yang terjadi dapat
berupa sosial dan ekonomi masyarakat atau isu kemiskinan dan ketidakadilan. Strategi
komunikasi yang dikembangkan adalah merangkum isu yang general sehingga memperoleh
gambaran yang terjadi dan dapat merangkum solusi yang ada,
Suara atau pendapat yang sifatnya sentral bagi komunikasi dialogis adalah kesadaran
yang terdapat dalam setiap hubungan manusia. Perhatian Freire adalah pergeseran dalam
kekuasaan, menyuarakan kelompok marjinal, waktu dan ruang untuk mengartikulasikan
keprihatinan mereka, mengidentifikasi masalah, merumuskan solusi dan bertindak.
Menurut Canggara (2005), ada tiga bentuk dalam komuikasi diadik, yaitu percakapan,
dialog dan wawancara. Baik percakapan, dialog maupun wawancara memiliki karakteristik
masing-masing. Percakapan berlangsung dalam suasana yang bersahabat dan informal,
dialog berlangsung dalam situasi yang lebih intim, lebih dalam dan lebih personal, sedangkan
wawancara sifatnya lebih serius, yakni ada pihak yang dominan pada posisi bertanya dan
yang lainnya pada posisi menjawab.
Komunikasi partisipatif adalah suatu proses komunikasi dimana terjadi komunikasi dua
arah atau dialogis, sehingga menghasilkan suatu pemahaman yang sama terhadap pesan yang
dismpaikan. Rahim (2004), mengajukan empat konsep terkait komunikasi partisipatif akan
mendorong terbangunnya pemberdayaan (empowerment) yaitu heroglasia, dialogis, poliponi
dan karnaval.
1. Heteroglasia, konsep ini menunjukkan fakta bahwa system pembangunan selalu dilandasi
oleh berbagai kelompok dan komunitas yang berbeda-beda dengan berbagai variasi
ekonomi, sosial dan faktor budaya yang saling mengisi satu sama lain. Perbedaan
berikutnya adalah pada level aktivitas pembangunan baik ditingkat nasional-lokal,
makro-mikro, public-privat, teknis-ideologis, dan informasional-emosional.
2. Dialog adalah komunikasi transaksional dengan pengirim (sender) dan penerima
(receiver) pesan saling berinteraksi dalam suatu periode waktu tertentu hingga sampai
pada makna-makna yang saling berbagi. Dalam dialog diperluas, masing-masing peserta
juga melakukan dialog dengan dirinya sendiri sebelum berbeicara atau merespon peserta
yang lain.
Dialog internal merupakan aspek penting dalam proses dialog. Ini mirip dengan
meditasi. Subjek meditasi menumbuhkan perhatian pada dunia sekitar dan subjek lain
yang ada dalam dunial ini secara diam berbicara dengan mereka, dan dalam proses
tersebut menguji secara kritis ideology mereka sendiri.
3. Poliponi adalah bentuk tertinggi dari suatu dialog dimana suara-suara yang tidak menyatu
atau terpisah dan meningkat menjadi terbuka, memperjelas satu sama lain, dan tidak
menutupi satu sama lain. Itu adalah suatu bentuk ideal dari komunikasi partisipatif
dimana keberadaan suara-suara disadari secara kolektif dengan menghubungkan berbagai
perlakuan konstruksi umum komunitas. Kesatuan poliponi bukan sesuatu yang
diperkenalkan dari luar tetapi terbangun dari suatu proses dialog sehingga otonomi suara
selalu diartikulasikan dengan yang lain, mendirikan ikatan saling ketergantungan yang
saling menguatkan.
4. Karnaval , pada konsep ini bagi komunikasi pembangunan membawa semua varian dari
semua ritual seperti legenda, komik, festival, permainan, parodi, dan hiduran secara
bersama-sama. Proses ini dilakukan dengan tidak formal dan biasa juga diselingi oleh
humor dan canda tawa. Karnaval tidak memiliki sanksi resmi. Ini merupakan lawan dari
sesuatu yang serius dan otoratif dari negara, agama, politik, dan doktrin-doktrin ekonomi.
Karnaval dan pembangunan bermain secara berdampingan.
Model partisipatori membutuhkan komunikator pembangunan menambahkan
dimensi baru pada aturan tradisional, contohnya inisiator, fasilitator, negosiator, dan
mediator. Komunikator pembangunan akan mencari keduanya, sumber dan penerima
pesan, menambahkan kontak langsung, dan interaksi penerima sebagaimana juga sumber.
Proses pasitipatori pada dasarnya akan transaksional. Nar dan White (2004) komunikasi
transaksional bukanlah merupakan proses persuasi satu arah. Itu merupakan dialog
dimana pengirim dan penerima pesan berinteraksi dalam periode waktu tertentu, datang
dan berbagi pemahaman. Sebagai contoh, ide baru atau oraktek lebih disukai diadopsi
jika penerima terlibat dalam dialog dan diskusi tentang kebutuhan mereka, alternative
tindakan, dan penerimaan dalam sumber-sumber untuk menyelesaikan tujuan
pembangunan.
Pesan pembangunan partisipatori secara langsung melibatkan audiens sasaran dan
berbagai proses yang diperlukan untuk membangun dan menyampaikan pesan
memanfaatkan baik sumber pengetahuan asli maupun dari luar. Beberapa prosesnya :
1. Mengidentifikasi dan menyeleksi audiens
2. Melakukan penilaian yang dibutuhkan
3. Membangun profil penerima
4. Membuat garis besar pesan dan pilihan media
5. Memilih saluran dan konteks untuk penyampaian pesan (Nair dan White,
2004)
Deddy mulyana,Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007) h.
46
Melkote, S.R. (1991). Communication for Development in The Third Word: Theory and
Practice. New Delhi, California, London: Sage Publications
Muchtar, Karmila. 2016. PENERAPAN KOMUNIKASI PARTISIPATIF PADA
PEMBANGUNAN DI INDONESIA. Jurnal Makna. 1(1) : 20-32.
Nair KS, White SA. 2004. Paticipatory Message Development: Conceptual Framework dalam
White, SA dan Nair, KS, Ascroft, Josepth, 2004. Participatory Communication Working
for Change and development. New Delhi (IN): Sage Publication India Pvt Ltd.
Nasution, Belli., Anuar Rasyid. 2019. Komunikasi Sosial dan Pembangunan. Pekanbaru :
TAMAN KARYA.
Tubbs, Stewart L & Sylvia Moss, 1996, Human Communiacation, Prinsip-prinsip Dasar
Tufte T, Mefalopulos P. 2009. A practical Guide par-ticipatory Communication. Washington
(US) : The World Bank.
http://lib.unika.ac.id/index.php?p=fstream-pdf&fid=3698&bid=48553913